You are on page 1of 8

Kelompok 20

Raisa Sianipar
Trisna Wirawan
Walid Fathoni
Rudericus Andika

Disaster Recovery
Disaster ( bencana ) didefiniskan sebagai kejadian yang waktu terjadinya tidak dapat
diprediksi dan bersifat sangat merusak. Pengertian ini mengidentifikasikan sebuah kejadian
yang tiba-tiba, tidak diharapkan, bersifat sangat merusak, dan kurang perencanaan. Bencana
terjadi dengan frekuensi yang tidak menentu dan akibat yang ditimbulkannya meningkat bagi
mereka yang tidak mempersiapkan diri terhadap kemungkinan-kemungkinan timbulnya
bencana. Berbagai bencana yang mungkin terjadi antara lain adalah :
1. Bencana alam disebabkan oleh kondisi geografis dan geologis dari lokasi
2. Kebakaran disebabkan oleh faktor lingkungan dan pengaturan sistem elektrik yang
dapat menyebabkan korsleting
3. Kerusakan pada jaringan listrik disebabkan oleh sistem elektrik
4. Serangan teroris disebabkan oleh lemahnya keamanan fisik dan non fisik data center
5. Sistem atau perangkat yang rusak terkait dengan kesalahan manajemen pengawasan
perangkat
6. Kesalahan operasional akibat ulah manusia
7. Virus misalkan disebabkan oleh kesalahan pemilihan anti virus yang digunakan
Disaster Recovery menurut terjemahan aslinya mengandung arti pemulihan bencana. DR jika
dikaitkan dengan dunia bisnis, akan membawa kita pada definisi #Disaster Recovery
Planning (DRP) dan #Business Continuity Plan (BCP).Bisnis akan bergantung pada
informasi yang tersebar dan aplikasi yang memproses informasi tersebut, sehingga aplikasi
penopang utama yang spesifik menjadi sangat kritikal sehingga ketika terjadi gangguan
hanya beberapa saat maka dapat melumpuhkan kelangsungan bisnis perusahaan. Oleh
karenanya, beberapa perusahaan mempunyai suatu arahan yang menjamin availabilitas
kelangsungan bisnis ketika terjadi suatu bencana/gangguan yang tidak direncanakan atau
sudah direncanakan. Arahan ini yang dituangkan dalam #Disaster Recovery Planning (DRP).
Replikasi Data
Satu hal yang menjadi sangat krusial dalam Pemulihan Bencana adalah data dan informasi,
sebagaimana telah disebutkan sebelumnya sangat penting untuk menjaga kekonsistenan dari
data dan informasi bagi perusahaan. Kebutuhan ini dapat diakodomasi dengan menggunakan
teknologi replikasi data. Replikasi data adalah sebuah proses yang mengkopi isi data ke suatu
lokasi remote baik yang berlangsung secara kontinu ataupun pada interval tertentu. Replikasi
data akan menyediakan hasil kopi data yang lengkap untuk tujuan Pemulihan Bencana.
Lokasi remote biasanya merupakan secondary data center.
Teknologi replikasi data memiliki fungsi yang rumit karena secara cerdas mengkopi data ke
lokasi yang remote, setelah data yang lengkap sudah direplikasi ke target yang dimaksud
maka hanya data yang berubah yang akan direplikasi selanjutnya, sehingga akan menghemat
kebutuhan bandwith. Data kopian inisial yang ada di penyimpanan remote biasa disebut
sebagai seeding (penanaman benih). Setelah data di-"seeding", fungsi replikasi berikutnya
dapat berjalan pada dua mode yaitu:

Mode Replikasi Synchronous


Mode replikasi sinkron memungkinkan pertukaran data secara real-time sehingga
kesinkronan suatu data akan terjaga, dimana saat ada transaksi operasional yang
sedang menulis sesuatu ke disk sumber, maka saat yang bersamaan penulisan juga
dilakukan terhadap disk target yang ada di lokasi remote. Keseluruhan proses
penulisan pada disk sumber dan disk target harus selesai terlebih dahulu sebelum
beranjak ke transaksi operasional selanjutnya dan diberi acknowledge untuk keduanya
jika telah selesai. Pada mode replikasi ini, kebutuhan akan performansi sistem yang
tinggi harus dipertimbangkan. Selain itu jarak antara disk sumber dan disk target juga
menjadi prasyarat utama, bahwa pihak yang terlibat dalam mode replikasi ini harus
berjarak < 100km antara keduanya. Keuntungan dari mode replikasi ini adalah
menyediakan recovery yang konsisten dan lengkap untuk semua jangka waktu.

Mode Replikasi Asynchronous


Mode replikasi asinkron memungkinkan pertukaran data secara buffering dalam artian
bahwa data akan diletakkan dalam sebuah 'penampung sementara terlebih dahulu,
kemudian pada jangka waktu tertentu akan direplikasi ke disk target. Data yang
direplikasi ke disk target tidak membutuhkan acknowledgement agar penulisan
transaksi operasional pada disk sumber dapat berlangsung kembali. Sehingga mode
replikasi ini tidak menjamin kesinkronan suatu data pada dua pihak yang terlibat
karena jika suatu saat terjadi crash pada salah satu pihak dan data belum sempat
direplikasi maka data yang terdapat pada kedua pihak tidak bisa dikatakan sebagai
sebuah data yang sinkron. Walaupun hal ini dapat meningkatkan performansi sistem,
namun lebih memiliki banyak risiko. Jika hal ini terjadi maka recovery yang cukup
rumit dilakukan (namun tidak menjamin data hasil recovery adalah data yang benar
dan konsisten karena ada kemungkinan hilangnya beberapa data). Keuntungan dari
mode replikasi ini adalah efektivitas biaya.

Selain itu, berdasarkan tempat dimana proses replikasi berjalan, dapat ditentukan tipe
replikasi yang cocok untuk kebutuhan bisnis perusahaan, yaitu:
1. Database to Database
Proses replikasi berlangsung pada server basis data. Satu server basis data akan
bertindak sebagai master dan kemudian ada beberapa server basis data sebagai slave
yang menyimpan kopi dari basis data tersebut. Ketika terjadi proses penulisan pada
basis data maka akan terjadi penulisan tersebut akan segera dikirim ke basis data
master yang kemudian akan direplikasi oleh server basis data yang bersifat slave.
Ketika dilakukan proses pembacaan pada basis data, maka dapat dilakukan terhadap
semua server basis data yang tersedia, hal ini tentu saja akan meningkatkan
performansi sistem basis data terkait dengan load sharing. Keunggulan lain dari
replikasi basis data adalah tingkat availabilitas yang tinggi, karena ketika terjadi crash
terhadap server master basis data, server slave basis data dapat mengambil alih
pekerjaan server master.

2. Host to Host
Disebut juga sebagai replikasi yang processor-based. Proses replikasi berjalan pada
sistem sumber dan target. Oleh karenanya, sangat mungkin terjadi perselisihan antara
sistem sumber dan target saat berlangsung proses replikasi. Hal ini terjadi karena agen
yang berjalan pada masing-masing sistem dalam menjalankan proses tracking
perubahan data dan replikasi data, jalur yang dilakukan adalah melalui koneksi IP.
Replikasi data mode ini berjalan pada level aplikasi atau level OS. Host-to-host
merupakan mode replikasi yang paling umum diimplementasikan karena merupakan
solusi software. Replikasi host-to-host memanfaatkan sumber daya pada server
sumber dan target yang akan berdampak pada performansi, kemudian mensyaratkan
bahwa sistem yang berada di lokasi remote harus selalu dalam keadaan up sepanjang
waktu. Keuntungan yang signifikan dari mode replikasi ini adalah storage agnostic,
yang berarti bahwa dapat dilakukan pen-deployan tanpa memperhatikan tipe storage
yang digunakan (internal, eksternal, SAN atau NAS).
3. Disk to Disk
Replikasi mode disk-to-disk berjalan pada perangkat eksternal storage seperti SAN
atau NAS. Mode replikasi ini secara normal diimplementasikan pada vendor-vendor
disk array seperti EMC, Hitachi, IBM, HP dan lainnya. Setiap vendor akan
menyediakan aplikasi software yang cocok dengan array storage masing-masing
vendor.Kebanyakan disk array menggunakan koneksi fibre channel, sehingga router
storage diperlukan untuk meningkatkan kemampuan koneksi melalui link WAN.
Replikasi disk-to-disk memanfaatkan sumber daya dari perangkat eksternal storage
dan bersifat transparan ke host. Karena proses replikasi berjalan pada perangkat
storage, maka host yang menjadi target tujuan tidak diperlukan lagi.

Disaster Recovery Plan


Disaster Recovery Plan adalah tahapan-tahapan proteksi Server System kita yang
harus dipersiapkan agar jika terjadi musibah maka proses Recovery dapat dilakukan dengan
cepat. DRP sangat hubungannya dengan ZERO DOWNTIME Server System dimana tujuan
utama dari suatu Server System atau DATA CENTER memberikan layanan tanpa henti
kepada Client maupun kepada Customer.
Jika suatu Server System atau DATA CENTER tidak didesain dengan sempurna maka server
akan mengalami DOWN atau bahkan mengalami kerusakan dan membutuhkan waktu sekian
menit bahkan berjam-jam. Dan dapat kita bayangkan, misalkan puluhan hingga ratusan
nasabah bank akan mengantri di depan mesin ATM atau bahkan nasabah menjadi tidak
percaya pada bank dan menarik uang deposit / tabungan-nya.
Tahapan Disaster Recovery Plan adalah sebagai berikut :
1. REDUNDANT atau Dual Input POWER SOURCE
Siapkan power source yang memadai dan siap pakai serta bisa juga kita terapkan pada DUAL
Input power ke UPS kita. Jika tidak ada Genset, kita juga bisa memanfaatkan Input sumber
daya yang lain seperti tenaga Surya, dll.
a. Input Power dari PLN.
b. Input Power dari GENSET.
c. Input Power dari Power Source lain.
2. DUAL UPS atau Redundant UPS to PSU
a. UPS A
b. UPS B
Kita gunakan 2 UPS dengan Input Power Source yang berbeda untuk men-supply sebuah
server yang memiliki dual Power Supply Unit. Tentunya ini berlaku untuk server yang punya
2 buah Power Supply Unit ( PSU ). Tujuannya adalah jika terjadi problem di salah satu
Power Source maka Server juga masih bisa hidup dari Power Supply yang lain atau Power
Source yang lain.
3. DUAL POWER SUPPLY UNIT ( per server )
a. PSU A dengan power input dari UPS A
b. PSU B dengan power input dari UPS B
Tidak semua Server memiliki fasilitas Dual Power Supply ini, jadi jika server kita memiliki
dual Power Supply maka sebaiknya kita manfaatkan se-optimal mungkin.

4. LOCAL STORAGE RAID System untuk OS


RAID System ( Redundant Array of Inexpensive Disks ) adalah sekelompok harddisk yang
berfungsi saling mengantikan / redundant untuk menjaga fungsional harddisk.
Tujuannya adalah jika salah satu atau beberapa harddisk dari suatu kelompok harddisk
mengalami kerusakan, maka sekelompok harddisk tersebut secara fungsi tidak mengalami
problem sehingga kita tidak sampai mengalami kehilangan data. Pada RAID System ini
dianjurkan mengunakan harddisk HotPlug atau harddisk HotSwap, sehingga dengan harddisk
ini kita tidak perlu mematikan server untuk proses pengantian harddisk yang rusak tersebut.
System RAID yang dapat kita gunakan adalah :
a. RAID 1+0 / Mirror ( minimal ), lebih bagus lagi pake RAID5 atau RAID6 .
b. RAID5 => ( N=N-1 ), 1 buah harddisk yang dialokasikan untuk Fault Tolerance.
c. RAID6 / RAID ADG ( Advanced Data Guard ) => ( N=N-2 ), 2 buah harddisk yang
dialokasikan untuk Fault Tolerance
5. DUAL / REDUNDANT Connection per server
Mengunakan 2 LAN Card atau lebih tentu akan menjamin Availability server dalam jaringan
jika terjadi kerusakan pada LAN Card Server. Sehingga jika salah satu koneksi LAN putus
maka koneksi LAN yang lain dapat mengambil alih koneksi atau otomatis Take Over.
Redundant Connection ini dapat berupa :
a. NIC / LAN Card untuk Redundant Connection & Load Balancing
b. FO untuk Redundant Connection (Server ke SAN / NAS & FO antar Switch)
6. REDUNDANT EXTERNAL STORAGE Protection untuk OS, Database & Fileserver
External Storage berupa SAN ( Storage Area Network ) ataupun NAS ( Network Attach
Storage ) saat ini sudah menjadi suatu kebutuhan pokok dalam Server System. Redundant
Connection dari Server ke External Storage ini sangat penting karena sangat membantu
dalam menigkatkan proteksi storage sesuai sehingga fungsional Data Storage dapat befungsi
sebagaimana mestinya.
Koneksi dari Server ke External Storage berupa Fiber Optic ( FO ) atau Ethernet Connection
( iSCSI ) dan proteksi ke storage kita berupa :
a. System RAID (RAID 1+0, RAID5 atau RAID6)
b. ASM & OMF ( khusus untuk Database Oracle )
7. TAPE BACKUP, Tape Library atau Vitual Tape Library ( VTL )
Tape Backup adalah Proteksi Data lebih lanjut baik ke External Catriedge maupun Virtual
Tape Library yang selanjutnya Tape Catriedge di simpan ke suatu tempat khusus agar jika
terjadi disaster ( musibah ) dapat digunakan untuk recovery data dengan cepat.
a. Tape Backup Convensional dengan Catriedge yang memadai
b. FO untuk Redundant Connection (dari Server ke Library atau VTL / Virtual Tape library)

8. SERVER REPLICATION TECHNOLOGY


Technology yang di implementasikan pada Server kita sangat berperan penting, misalnya
pada Single Server jika terjadi problem ringan seperti RESTART Server, Update Patch, dll
butuh waktu untuk Downtime 5 menit hingga 15 menit untuk proses Running Up Server.
Apalagi problem fatal maka butuh waktu sekitar 1 jam lebih untuk Re-Building Server yang
sama seperti semula. Maka dengan Technology Server Replication maka Downtime Server
tersebut bisa di minimalkan bahkan bisa di tekan hingga hingga ZERO Downtime.
Ada 2 macam teknik dalam Server Replication, yaitu :
a. MIRRORED SERVER
b. CLUSTERED SERVER
Pada Mirrored server dibutuhkan Intervensi IT Administrator untuk melakukan Switching
atau TakeOver Server termasuk menjalankan Script agar Server Pasif dapat mengambil alih
Server Aktif yang sedang Down. Sedangkan pada Clustered Server tidak lagi dibutuhkan
intervensi IT Administrator karena Clustered Server bisa melakukan TakeOver secara
otomatis. Pada server penulis, proses TakeOver Clustered Server dari NODE1 ke NODE2 di
Windows Server 2003 hanya berjalan dalam hitungan sekitar 5 detik.
Clustered System adalah Teknik mengabungkan kemampuan atau kekuatan beberapa buah
Server menjadi sebuah Server System yang Powerfull. Secara phisical, Clustered Server ini
terdiri atas 2 buah Server atau lebih bahkan hingga ratusan Server. Namun secara System
dikenali sebagai 1 buah Server System. Jadi Clustered Server merupakan manifestasi atau
miniatur daripada Server Mainframe yang harganya sangat mahal, sehingga dengan menjadi
Clustered Server biaya pembelian Server Mainframe dapat di gantikan dengan membangun
Clustered Server.
9. SERVER CO-LOCATION
Server Colocation adalah Server production kita gunakan operasional sehari-hari yang di
Replikasi-kan pada Server kita yang berada diluar Site Server kita. Misalnya di luar kota, di
luar pulau bahkan di luar negeri. Implementasi ini sangat bergantung pada kecepatan
bandwith koneksi yang kita miliki atau kita sewa dari ISP.
Ada 3 macam teknik dalam Server Co-Location, yaitu :
a. MIRRORED SERVER Co-Location
b. CLUSTERED SERVER Co-Location
c. BACKUP Storage to Co-Location Storage ( umumnya mengunakan NAS dengan iSCSI )
Ada beberapa hal lagi yang perlu diperhatikan dalam Proteksi Tambahan dalam membangun
suatu data Center. Yaitu :
A. Cooling System yang sesuai & memadai ( AC Presisi & redundant ).
B. Fire Protection & Fire alarm ( Fire Suppresson, Gas FM-200, dll ).

C. Security Access yang memadai ( finger print, access card, CCTV, Operator, Satpam, dan
lainnya)

You might also like