You are on page 1of 17

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
NOMOR:
/
/ MEM//2004

TENTANG
PEDOMAN TEKNIS PENGGUNAAN
SISTEM ALAT UKUR DAN OPERASI SERAH TERIMA
PADA KEGIATAN USAHA MINYAK DAN GAS BUMI

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL,


Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 52 ayat (1)
dan (2) Peraturan Pemerintah No........ Tahun 2004 jo Pasal 6
huruf I Peraturan Pemerintah No. ....... Tahun 2004, dianggap
perlu untuk menetapkan pedoman teknis penggunaan peralatan
dan sistem alat ukur pada kegiatan usaha minyak dan gas bumi
dalam suatu Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral;
Mengingat

1.

Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 (LN Tahun 2001


Nomor 136, TLN Nomor 4152);

2.

Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 2002 (LN Tahun


2002 Nomor 141, TLN Nomor 4253);

3.

Keputusan Presiden Nomor 228/M Tahun 2001 tanggal 9


Agustus 2001;

4.

Keputusan Menteri Energi Sumber Daya Mineral dan Sumber


Daya Mineral Nomor 150 Tahun 2001 tanggal 2 Maret 2001 jo
Keputusan Menteri Energi dan Sumber daya Mineral Nomor
1915 Tahun 2001 tanggal 23 Juli 2001;
Undang-Undang No. 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal.
Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2002 tentang Badan
Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi.
Peraturan Pemerintah No. 67 Tahun 2002 tentang Badan
Pengatur Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar

5.
6.
7.

8.
9.

Minyak dan Kegiatan Usaha Pengangkutan Gas Bumi Melalui


Pipa.
Mijn Politie Reglement 1930 (stb. 1930 Nomor 341);
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1974;

10. Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 1979 (LN Tahun 1979


Nomor 18, TLN Nomor 3135);

11. Peraturan Pemerintah Sementara No. 5, Tanggal 20 Maret


1971
12. Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 06
P/0746/M.PE/1991 tanggal 19 Nopember 1991;
13. Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor
07.P/075/M.PE/1991 tanggal 19 Nopember 1991;

14. Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi No. 300


K/38/M.PE/1997, tanggal 19 Januari 1994.
15. NOMOR : 0233K/ 096/M . PE/1988 . Tera dan Tera ulang
63A/Kpb/ II/1988
UTTP Migas

MEMUTUSKAN
Menetapkan :

KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA


MINERAL TENTANG PEDOMAN TEKNIS
PENGGUNAAN
PERALATAN SISTEM ALAT UKUR DAN OPERASI SERAH
TERIMA MIGAS PADA KEGIATAN USAHA MINYAK DAN GAS
BUMI

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan :


a. Penggunaan Peralatan dan Sistem Alat Ukur adalah perencanaan,
pembangunan, pemeriksaaan, pengoperasian, dan
pemeliharaan
peralatan dan sistem alat ukur pada kegiatan usaha minyak dan gas bumi.
b. Peralatan adalah suatu Alat Ukur dan perlengkapannya yang dapat berdiri
sendiri atau merupakan bagian rangkaian pada suatu Sistem Alat Ukur

c. Alat Ukur adalah peralatan yang dapat berdiri sendiri atau merupakan
bagian peralatan yang dipergunakan untuk pengukuran kuantitas dan/atau
kualitas minyak dan gas bumi termasuk untuk mengukur aliran, tekanan,
suhu, tinggi permukaan cairan, dan komposisi minyak dan gas bumi.

d. Sistem Alat Ukur adalah suatu rangkaian Alat Ukur dan perlengkapannya
yang merupakan kesatuan sistem yang tidak terpisahkan yang
dipergunakan untuk pengukuran kuantitas dan/atau kualitas minyak dan
gas bumi, menurut klasifikasi Legal dan Operasi.
e. Meter adalah alat yang diperuntukan atau dipakai bagi pengukuran
kuantitas aliran min yak dan gas bumf.
f.

Modifikasi adalah perubahan sistem, peralatan, perlengkapan


perpipaan yang dapat mempengaruhi unjuk kerja sistem alat ukur.

atau

g. Penggantian adalah penggantian sistem , peralatan,


perlengkapan atau
perpipaan yang dapat mempengaruhi unjuk kerja sistem alat ukur.
h. Badan Usaha dan Bentuk Usaha Tetap, Mentori,
Minyak Bumi....adalah
sebagaimana termaksud dalam Undang-Undang No. 22 tahun 2001
tentang Minyak dan gas Bumi.
I. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang bidang tugas dan
tanggungjawabnya meliputi kegiatan usaha minyak dan gas bumi.
j. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal yang bidang
tugas dan
tanggungjawabnya meliputi kegiatan usaha minyak dan gas bumf.
Pasal 2

(1) Menteri bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan penggunaan


peralatan dan sistem alat ukur pada kegiatan usaha minyak dan gas bumi.
(2) Pengawasan atas pelaksanaan penggunaan peralatan dan sistem alat
ukur sebagimana dimaksud pada ayat (1 ) dilaksanakan oleh Direktur
Jenderal.

(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat


(2) meliputi
Pembangunan , Pengoperasian dan Pemeliharaan Sistem Alat
Ukur
minyak dan gas bumi serta hasil olahannya.
(4) Peralatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) wajib dikalibrasi oleh
lembaga yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.
BAB II
KETENTUAN TEKNIS

Pasal 3
(1) Penggunaan Peralatan dan Sistem Alat Ukur pada kegiatan usaha minyak
dan gas bumi meliputi perencanaan , pembangunan , pemeriksaan,
pengoperasian dan pemeliharaan.
(2) Peralatan dan Sistem Alat Ukur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
wajib memenuhi keselamatan kerja dan standar sesuai ketentuan
peraturan perundang - undangan yang berlaku.

Pasal 4
(1) Dalam melaksanakan perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (1) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap wajib mengajukan
perencanaan sistem alat ukur kepada Direktorat Jenderal.
(2) Perencanaan Sistem Alat Ukur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
paling sedikit memuat :

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

j.

Latar belakang dan tujuan pemasangan sistem alat ukur.


Data proses dan fluida yang akan diukur
Rancangan sistem lat ukur
Diagram Alir Proses ( Proces Flow Diagram) dan
Instrumentation Diagram (P & ID)
Standar atau code yang digunakan sebagai acuan.
Spesifikasi dan daftar peralatan yang akan digunakan.
Sistem pengamanan yang akan digunakan.
Daftar peralatan yang akan dipasang pada sistem alat ukur

Piping

&

Program
pemeriksaan teknis , pengujian teknis dan kalibrasi
pembangunan sistem alat ukur (Inspection Test Plan).

Jadual Program pembangunan.

(3) Dalam hal perencanaan sistem alat ukur sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1 ) dan ayat ( 2) telah lengkap , wajib dipresentasikan pada Direktorat
Jenderal.
(4) Berdasarkan hasil evaluasi atas presentasi , Direktur Jenderal memberikan
persetujuan atau penolakan atas perencanaan sistem alat ukur atau
perencanaan modifikasi sistem alat ukur paling lama 10 (sepuluh) had
kerja setelah dilaksanakannya presentasi.

(5) Dalam hal Direktur Jenderal menolak atas perencanaan sistem alat ukur
dan perencanaan modifikasi sistem alat ukur wajib memberikan alasanalasan penolakannya.
(6) Dalam hal Direktur Jenderal tidak memberikan persetujuan atau penolakan
dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), pengajuan
perencanaan Sistem Alat Ukur yang diajukan sebagaimana dimaksud
dalam ayat ( 1) dianggap disetujui dan Badan Usaha atau Bentuk Usaha
Tetap dapat memulai pembangunan sistem alat ukurnya.

Pasal 5
(1) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap dapat
melaksanakan
pembangunan sistem alat ukur untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.
(2) Dalam hal Badan usaha atau Bentuk Usaha Tetap tidak melakukan sendiri
pembangunan sistem alat ukur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
dapat menunjuk pihak lain sebagai perakit dan perekayasa sistem alat
ukur.

(3) Dalam melaksanakan pembangunaan sebagaimana dimaksud dalam ayat


(1) dan ayat ( 2) wajib memenuhi kemampuan dan kompetensi di bidang
pembangunan sistem alat ukur dan telah mendapat persetujuan Direktur
Jenderal.

Pasal 6

(1) Pembangunan peralatan dan sistem alat ukur dilaksanakan setelah


mendapatkan persetujuan sistem alat ukur atas perencanaan sistem alat
ukur atau perencanaan modifikasi sistem alat ukur dari Direktur Jenderal.
(2) Pelaksana pembangunan Sistem Alat Ukur wajib memiliki kompetensi di
bidang pembangunan Sistem Alat Ukur dan wajib mendapat persetujuan
Direktur Jenderal.
Pasal 7

(1) Sistem alat ukur wajib memenuhi ketelitian (accuracy),


ketidaktetapan
(repeatability) dan unjuk kerja (performance)
sesuai standar dan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Ketentuan atas ketelitian (accuracy), ketidaktetapan
(repeatability) dan
unjuk kerja (performance) peralatan dan sistem alat ukur sebagaimana
tercantum dalam Lampiran I Keputusan Menteri ini .
(3) Alat Ukur yang dirangkai dan / atau digunakan secara terpisah untuk
kemamanan dan mendapatkan respon pengukuran yang baik batas
daerah ukur terpasang (range) antara 1,3 (satu tiga persepuluh) kali
sampai dengan 1,5 (satu lima persepuluh) kali dari rancangan daerah ukur
maksimum operasi.
Pasal 8
Setiap kelengkapan peralatan dan sistem alat ukur wajib memenuhi
persyaratan dengan resolusi dan akurasi alat ukur tekanan dan alat ukur suhu
sesuai dengan tabel sebagai berikut :
Akurasi Sistem Alat Uk

a.
b.
c.

Gas
Minyak dan produk cair
lainnya di fasilitas uji
pabrik
Automatic Tank Gauging
(ATG) di fasilitas uji
abrik.
ATG pada sistem tangki
ukur untuk serah terima
Pemakaian

: Plus + atau minus - satu persen 1


: Plus (+) atau minus (-) nol koma lima
belas
persen (0,15%).
: Plus (+) atau minus (-) satu milimeter
Plus (+) atau minus (-) tiga milimeter

Tekanan
Psi
K9 /cm

Te V
eratur
C

Ket---- - --

Kalibrasi Prover

0,5

0,05

Temp.

Provin g Meter
Pen ukuran

0,5
0,5

0,25
0,5

MPMS 7.2

API

h. Timbangan
Maksimum
keslahan
yang
dibolehkan

Untuk beban " m" dan interval satuan skala "e"


Klas I

Klas II

Klas III

Klas IV

+05e

05m550.000

05m55.000

05m5500

05_m550

t1e
t 1.5

50.000 < m <_ 200.000

5.000 <m

500 < m5 2.000

50 < m!5 200


200 < m 5 1.000

200.000 < m

:5 20.000
20.000 < m 5 100.000

2.000 < m s 10.000

dengan batas pembulatan angka 0,5 (lima persepuluh)


Pasal 9
Klasifikasi Penggunaan Alat Ukur pada kegiatan usaha minyak dan gas bumi
terdiri atas alat ukur:

a Alat Ukur Legal (Fiskal/Custody) untuk.


1) Usaha,
2) Menyerahkan atau menerima barang
3) Kepentingan Umum

4) Menentukan produk akhir dalam suatu perusahaan


5) Menentukan pungutan atau upah /insentive
6) Melaksanakan peraturan
b Alat Ukur Proses , alat ukur untuk.
1) Instrumentasi proses,

2) Sistem pengaman instalasi dan peralatan,


3) indikator
4) Sistem pemadam kebakaran
5) Analyzer proses
Pasal 10
(1)

Terhadap Sistem Alat Ukur Meter Legal untuk minyak bumi , gas bumi dan
hasil olahan paling sedikit dilengkapi dengan :

(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)

Meter kerja
Alat Ukur Tekanan
Alat Ukur Suhu

Alat Pengambil contoh fluida untuk analisa.


Alat Hitung Aliran (Flow computer , Mekanikal Counter)
Alat Pencatat Kuantitas ( Recorder).
Alat indicator dan pencatan kualitas

(2)

Dalam melaksanakan rancang bangun sistem meter sebagaimana


dimaksud dalam pasal 9 huruf (a) wajib memenuhi standar yang berlaku
dan dilakukan kontrol mutu sesuai dengan kaidah keteknikan yang baik.

(3)

Dalam menentukan pemilihan peralatan dan perlengkapan sistem meter


yang digunakan untuk Stasiun Bahan Bakar Umum dan sejenisnya Bahan
Bakar Minyak , wajib mempertimbangkan aspek teknik dan keselamatan.

(4)

Sistem Tangki Ukur Legal untuk LPG, LNG, Minyak Bumi dan hasil
olahan harus dilengkapi Tabel Volume Tangki, Alat Ukur Tinggi Permukaan
Cairan, Alat Ukur Temperatur dan Alat Pengambil Contoh.

(5)

Sistem Alat Ukur Timbangan Legal untuk Liquified Petroleum Gas (LPG)
dan hasil olahan kilang yang berbentuk padat harus dilengkapi dengan
alat pencatat timbangan dan/atau indikator.

(6)

Alat ukur legal wajib ditera dan tera ulang sesuai dengan peraturan yang
berlaku disaksikan oleh petugas Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi.

(7)

Untuk pengukuran produksi sumur atau lapangan yang berhubungan


dengan pembagian hasil produksi dan/atau insentif dari Pemerintah atau
kepemilikan negara atas minyak dan gas bumi wajib digunakan sistem
alat ukur legal.

(8)

Untuk pengukuran pembagian hasil produksi, tanggung jawab, hasil


penjualan dengan para pihak wajib digunakan sistem alat ukur legal.

(9)

Sistem Alat Ukur Operasi wajib ditera dan ditera ulang oleh ahli yang
ditunjuk pemilik disaksikan oleh Inspektur Migas.

BAB III

SERAH TERIMA MINYAK DAN GAS BUMI


Pasal 11

(1)

Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang mengoperasikan peralatan


dan sistem alat ukur Legal untuk kegiatan serah terima dan/atau
penyaluran minyak bumi, gas bumi dan hasil olahan wajib memenuhi
prosedur serah terima yang disetujui Direktur Jenderal Minyak dan Gas
Bumi.

(2)

Sistem alat ukur Legal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi
Sistem Alat Ukur Utama dan Sistem Alat Ukur Cadangan (back up) yang
terintegrasi dan memenuhi syarat.

(3)

Dalam melaksanakan serah terima dan/atau penyaluran sebagaimana


dimaksud dalam ayat (1) wajib menggunakan Sistem Alat Ukur Utama.

(4)

Dalam hal sistem alat ukur utama sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
tidak dapat digunakan, dapat digunakan alat ukur cadangan yang
memenuhi syarat.
Pasal 12

Pada pelaksanaan serah terima dan/atau penyaluran sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 9 wajib menggunakan tenaga yang berkualifikasi dan memiliki
kompetensi.
Pasal 13
(1)

Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap bertanggung jawab dan menjamin
atas operasi dan kelangsungan beroperasinya sistem alat ukur dan wajib
melaksanakan pemeriksaan teknis secara berkala sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.

(2)

Dalam hal Badan Usaha atau


Bentuk Usaha Tetap tidak dapat
melaksanakan pemeriksaan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dapat menunjuk pihak lain yang mempunyai kualifikasi dan kompetensi dan
telah mendapatkan persetujuan dari Direktur Jenderal Minyak dan Gas
Bumi.

(3)

Dalam melaksanakan pemeriksaan teknis uji keselamatan kerja dan


ketelitian
(accuracy),
ketidaktetapan
( repeatability ),
unjuk
kerja
(performance ) sistem alat ukur baru maupun lama dilakukan sesuai dengan
kaidah keteknikan yang baik yang meliputi tahapan Factory Aceptance Test
(FAT), Sistem Integration Test (SIT), Site Aceptance Test (SAT) dan Uji
Unjuk Kerja Sistem ( Commissioning).

(4)

Dalam melaksanakan pemeriksaan teknis sebagaimana dimaksud dalam


ayat
(3)
Direktur
Jenderal
dapat
menentukan
lain
setelah
mempertimbangkan faktor teknis , keselamatan dan ekonomis.

(5)

Dalam rangka menjamin keselamatan , operasi dan kelangsungan


beroperasinya sistem alat ukur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
Direktur Jenderal melakukan pemeriksaan dan/atau pengujian secara
berkala.

(6)

Pemeriksaan dan/atau pengujian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)


meliputi pemeriksaan keselamatan kerja dan ketelitian (accuracy),
ketidaktetapan (repeatability), unjuk kerja (performance) atas penggunaan
peralatan dan sistem alat ukur.
Pasal 14

(1) Dalam hal penggunaan peralatan dan sistem alat ukur tidak dapat memenuhi
ketentuan keselamatan kerja , ketelitian (accuracy), ketidaktetapan
(repeatability), unjuk kerja ( performance), wajib diperbaiki apabila tidak dapat
diperbaiki tidak boleh digunkan dan wajib dilaporkan kepada
Direktur
Jenderal.
(2) Pelaporan peralatan dan sistem alat ukur sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), memuat latar belakang tidak digunakannya alat ukur atau sistem alat
ukur dan langkah -langkah perbaikan yang telah dilakukan.

Pasal 15

Dalam rangka menjamin keselamatan kerja dan ketelitian (accuracy),


ketidaktetapan (repeatability), unjuk kerja (performance) dalam operasi dan
kelangsungan operasional Direktur Jenderal menetapkan lebih lanjut persyaratan
teknis penggunaan Alat Ukur Utama dan perlengkapannya.
BAB V
Pasal 16
Sistem alat ukur pada kegiatan usaha minyak dan gas bumi terdiri atas:
a. Sistem Tangki Ukur Darat
b. Sistem Tangki Ukur Terapung
c. Sistem timbangan massa
d. Sistem Meter Arus

Pasal 17
Sistem Tangki Ukur Darat
(1)

Sistem Tangki Ukur Darat terdiri atas tabel volume tangki, alat ukur tinggi
permukaan cairan , pengambil contoh dan alat ukur suhu, alat ukur
densiti/API yang syah.

(2)

Alat Ukur Tiggi Permukaan Cairan dan Tangki Ukur wajib ditera dan tera
ulang sesuai dengan peraturan yang berlaku

(3)

Sistem tangki ukur darat dapat digunakan sebagai alat ukur utama untuk
lapangan yang memproduksi minyak mentah kurang dari 3000 barrel
perhari atau setara.

(4)

Sistem tangki ukur darat hanya dapat digunakan sebagai sistem alat ukur
cadangan (back up) untuk pengukuran Bahan Bakar Minyak (BBM) dan
hasil olahan kilang minyak bumi.

(5)

Sistem tangki ukur darat tidak dapat digunakan sebagai alat ukur utama
kecuali sistem meter tidak dapat digunakan/rusak.

Pasal 18
Sistem Tangki Ukur Terapung
(1) Sistem alat ukur tangki terapung terdiri atas tabel volume tangki, alat ukur
tinggi permukaan cairan, alat ukur suhu, alat ukur densiti/API, dan alat
ukur tekanan.

(2) Sistem tangki ukur terapung hanya dapat digunakan sebagai alat
cadangan (back up).
(3) Tangki Ukur dan Alat Ukur Tiggi Permukaan Cairan wajib ditera dan tera
ulang sesuai dengan peraturan yang berlaku.

(4) Dalam hal tidak terdapatnya perubahan tabel volume tangki sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), lembaga yang berwenang wajib menjamin
kebenaran tabel volume tangki.
(5) Tanker yang digunakan sebagai sistem tangki ukur terapung wajib
memiliki sertifikat class yang diterbitkan oleh lembaga yang berwenang
dan dilakukan verifikasi Teknis serta Keselamatan Kerja oleh Direktorat
Jenderal Minyak dan Gas Bumi.
Pasal 18
Tangki Kapal LNG
(1) Sistem alat ukur tangki terapung LNG terdiri atas tabel volume tangki, alat
ukur tinggi permukaan cairan , alat ukur suhu , alat ukur densiti /API, dan alat
ukur tekanan yang syah.

(2) Tangki Terapung Liquified Natural Gas (LNG) digunakan sebagai sistem alat
ukur utama.
(3) Untuk menjamin kehandalan Alat ukur tinggi permukaan cairan yang
digunakan pada Kapal LNG harus dilengkapi dengan cadangan yang
memadai.

(4) Tangki Ukur dan Alat Ukur Tiggi Permukaan Cairan wajib ditera dan tera
ulang sesuai dengan peraturan yang berlaku.
(5) Dalam hal tidak terdapatnya perubahan tabel volume tangki sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), lembaga yang berwenang
wajib menjamin
kebenaran tabel volume tangki secara periodik.
(6) Tanker LNG yang digunakan sebagai sistem tangki ukur terapung wajib
memiliki sertifikat class yang diterbitkan oleh lembaga yang berwenang dan
dilakukan verifikasi Teknis serta Keselamatan Kerja oleh Direktorat Jenderal
Minyak dan Gas Bumi.

BAB VI
FASILITAS SERAH TERIMA MINYAK DAN GAS BUMI
Pasal 19
(1) Pelabuhan Khusus yang difungsikan sebagai Terminal serah terima minyak
dan gas bumi harus memenuhi syarat yang ditetapkan oleh instansi yang
berwenang.
(2) Terminal Serah Terima Minyak Mentah harus dilengkapi dengan sistem alat
ukur utama dan cadangan , labolatorium serah terima, alat penyerahan,
sistem pengaman kerangan akhir,
alat hitung (Calculator) minimal
mempunyai tampilan angka dua belas digit.

(3) Pelaksanaan operasi serah terima harus berpedoman pada


penyerahan yang disetujui oleh Direktur Jenderal.

prosedur

(4) Badan usaha atau


Bentuk Usaha Tetap wajib menjamin ketelitian
(accuracy), ketidaktetapan (repeatability), unjuk kerja (performance).
memelihara fasilitas serah terima agar dapat berfungsi dengan balk.
(5)

Fasilitas Serah Terima di Lepas Pantai harus menggunakan sistem meter


sebagai alat ukur utama dan alat ukur cadangan.

(6) Fasilitas instalasi serah terima minyak dan gas bumi harus dirancang,
dikonstruksi dan dioperasikan sesuai dengan peraturan dan kaidah
keteknikan yang balk.
(7)

Fasilitas instalasi serah terima harus dilengkapi dengan sistem keselamatan


kerja, alat pemadam kebakaran, alat komunikasi dan peralatan pencegahan
pencemaran lingkungan.

(8)

Memiliki tim keadaan darurat sesuai peraturan yang berlaku.

(9)

Fasilitas serah terima harus dioperasikan oleh petugas yang berkualifikasi.


dan kompetensi.
Pasal 20

(1) Stasiun Serah Terima Gas Bumi harus dilengkapi dengan sistem alat ukur
utama dan cadangan , labolatorium serah terima gas,
sistem pengaman,
alat hitung (Calculator) minimal mempunyai tampilan angka dua belas digit
(2) Stasiun pengukur Serah Terima Gas Bumi harus menggunakan sistem alat
ukur, dalam hal sistem meter dilengkapi dengan flow computer harus
dilengkapi dengan sistem alat ukur cadangan.
(3) Badan dan Bentuk Usaha Tetap wajib memelihara fasilitas serah terima agar
dapat berfungsi dengan baik.
(4) Fasilitas instalasi serah terima harus dilengkapi dengan sistem keselamatan
kerja , alat pemadam kebakaran , alat komunikasi dan peralatan pencegahan
pencemaran lingkungan.

(5) Memiliki tim keadaan darurat sesuai peraturan yang berlaku.


(6) Fasilitas serah terima harus dioperasikan oleh petugas yang berkualifikasi.
dan kompetensi.
Pasal 21
Pengoperasian

(1)

Pengukuran dan perhitungan volume minyak dan gas bumi serta


perhitungan nilai kalori gas bumi harus menggunakan Satuan Internasional
(SI), dalam pelaksanaan penggunaan satuan tersebut akan diatur lebih
lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal.

(2)

Pelaksana Operasi serah terima wajib memiliki kualifikasi dan kompetensi


peraturan , standar, teknik sistem alat ukur, operasi dan pengetahuan
keselamatan kerja, kesehatan kerja serta lindungan lingkungan.

(3)

Penulisan hasil pengukuran pada saat proses perhitungan volume, angka


koreksi tekanan , koreksi suhu , nilai kalori gas :
a.

Angka koreksi temperature dan tekanan wajib ditulis em pat digit


dibelakang koma (x,xxxx)

b.

Angka hasil akhir perhitungan volume wajib ditulis empat digit


dibelakang koma (x,xxxx) untuk satuan imperial, untuk satuan
Standard Internasional (SI) wajib ditulis em pat digit dibelakang koma
(x,xxxx)
Angka Meter Faktor wajib ditulis em pat digit dibelakang koma
(x,xxxx)

c.
d.

Meter kerja harus mempunyai spesifikasi Meter K Faktor dua digit


dibelakang koma (x,xx) Referensi

e.

Angka hasil akhir perhitungan kalibrasi volume prover, master meter


wajib ditulis enam digit dibelakang koma (x,xxxxxx).
Batas pembulatan penulisan angka pada digit terakhir 0, 5

f.
(4)

Terhadap sistem meter minyak dan hasil olahannya harus diuji sesuai
prosedur penyerahan yang telah disetujui oleh Direktur Jenderal untuk
mendapatkan Meter Faktor.

(5)

Terhadap sistem meter yang tidak dilengkapi dengan alat uji wajib
dilakukan pengujian meter di lembaga yang syah atau cara lain yang
disetujui pihak yang berwenang minimal satu tahun sekali untuk
mendapatkan Meter Faktor.

(6)

Pengujian sistem meter minyak yang digunakan secara terus menerus


untuk penyerahaan wajib diuji minimal 1 (satu) bulan sekali.

(7)

Pengujian sistem meter yang digunakan untuk penyerahan minyak dari


dan ke kapal dilakukan pada setiap pengapalan atau penerimaan , sesuai
dengan prosedur yang telah disetujui oleh Direktur Jenderal.

Pasal 22

(1)

Perhitungan Pengukuran Penyerahan minyak mentah atau produk


olahannya didasarkan pada angka perhitungan di titik penyerahan yang
disepakati para pihak.

(2)

Perbedaan pengukuran volume antara di Titik Penyerahan


dengan
pengukuran volume Penerimaan maksimum 0,5%. (untuk penyerahan
Free on Board atau penyerahan legal).

(3)

Perbedaan
pengukuran
volume
antara
Pengiriman
( Stasiun
Penyerahan/Kapal ) dengan pengukuran volume di Stasiun/Terminal
Penerima
maksimum 0,5% (untuk Carry Insurance Freight atau
penerimaan legal).

(4)

Kehilangan karena pengangkutan dan pembongkaran ditentukan antara


transporter dan pemilik, dalam hal pemilik dan/atau pengangkut tidak
dapat melakukan penelitian untuk menentukan besarnya foktor kehilangan
akibat pengangkutan dan pembongkaran, dapat meminta jasa pihak
ketiga yang berkualifikasi.

(5)

Dalam hal terjadi perbedaan yang melebihi batas toleransi sebagaimana


dimaksud dalam ayat (2), (3) dan 4 maka Badan Usaha atau Bentuk
Usaha Tetap wajib melakukan evaluasi akurasi, unjuk kerja sistem alat
ukur dan operasinya, hasil evaluasi dilaporkan
kepada Direktorat
Jenderal.

(6)

Apabila Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap tidak dapat mengevaluasi
sendiri terhadap akurasi, unjuk kerja dan operasi sebagaimana dimaksud
dalam ayat (4) maka Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap dapat
menggunakan
pihak lain yang mempunyai
kompetensi
untuk
mengevaluasi.

BAB VII
PROSEDUR
Pasal 23

(1)

Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap wajib mempunyai Prosedur Serah
Terima Minyak atau Gas Bumi yang disetujui oleh Direktur Jenderal
sebelum Sistem Alat Ukur dioperasikan.

(2)

Prosedur serah terima sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurangkurangnya berisi seperti pada lampiran.

(3)

Setiap Penggunaan Sistem Alat Ukur Legal wajib dilengkapi dengan


prosedur serah terima termaksud pada butir (1).
BAB VIII
JASA PENUNJANG

Pasal 24
Jasa Penunjang
(1)

Perusahaan Jasa Penunjang untuk sistem alat ukur meliputi Perusahaan


Perakit-Perekayasa sistem Alat Ukur, Jasa Bantuan Teknis Kalibrasi
Sistem Alat Ukur dan Agen Tunggal Alat Ukur.

(2)

Untuk dapat menjamin syarat teknik dan purna jual Perusahaan Jasa
termaksud pada butir ( 1) wajib mendapat rekomendasi dari Direktur
Jenderal.

(3)

Jangka waktu rekomendasi sebagaimanan ayat (1) paling lama berlaku 2


( dua) tahun dan dapat diperbaharui atau diperpanjang.

(4)

Setiap perubahan perusahaan dan/atau


status yang menyebabkan
gugurnya kewajiban terhadap jaminan purna jual sistem alat ukur yang
digunakan pada usaha minyak dan gas bumi di Indonesia wajib dilaporkan
kepada Direktur Jenderal

(5)

Dalam hal terjadi penyimpangan terhadap rekomendasi sebagaimana


dimaksud dalam butir (2) sewaktu- waktu dapat dicabut oleh Direktur
Jenderal.

(6)

Bukti-bukti penyimpangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)


berdasarkan laporan dari pihak pengguna di Iingkungan usaha migas
bahwa jaminan purna jual yang diberikan tidak dilaksanakan dan atau
peralatannya ternyata tidak memenuhi syarat teknik

(7)

Perusahaan Jasa Penunjang sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 1) wajib


memenuhi persyaratan meliputi
1) Untuk Agen Alat Ukur
a. Legalitas Perusahaan dari Departemen Kehakiman Indonesia
b. Legalitas Keagenan dari Departemen Perinclustrian clan
Perdagangan Indonesia
c. Mendapat Dukungan keagenan dan jaminan purna jual dari
Prinsipal
d. Memiliki Sumberdaya Manusia Nasional yang berkompeten dalam
bidang alat ukur yang diageni.

e. Memiliki Manajemen Organisasi yang baik.


f. Memahami keselamatan kerja pada operasi usaha migas
g. Memiliki fasilitas keagenan dan tempat untuk bekerja yang baik
h. Alat ukur yang dijual memenuhi syarat teknik untuk digunakan pada
kegiatan
usaha
minyak dan gas
bumi
(secara teori,
produksi/manufaktur dan operasi lapangan).
i. Telah mendapat pengakuan dari lembaga/labolatorium alat ukur
Nasional dan/atau Internasional

j.

Mengacu kepada Standard Internasional yang berlaku.

k. Memberikan layanan purna jual yang baikdan ditungankan dalam


surat pernyataan yang ditanda tangani oleh Agen di Indonesia dan
Prinsipal.

1.

Mempunyai program alih teknologi

m. Mempunyai program penggunaan produksi dalam negeri.

2) Perusahaan Perakit Perekayasa Sistem Alat Ukur.


a

Legalitas Perusahaan sebagai perakit perekayasa sistem alat ukur


dari Departemen Kehakiman Indonesia

Memiliki Sumberdaya Manusia Nasional yang berkompeten dalam


bidang sistem alat ukur.

c Memiliki Manajemen Organisasi yang baik.


d Memahami keselamatan kerja pada operasi usaha migas
e

Memiliki fasilitas perakitan , perencanaan sistem alat ukur dan


tempat untuk bekerja yang baik

Dalam hal perakitan bila tidak memiliki fasilitas sendiri dapat


bekerjasama dengan perusahaan lain di dalam negeri yang
mempunyai kualifikasi kontrol mutu ISO 9001 dan/atau ASME
Stamp.
g Telah memiliki sistem kontrol mutu ISO 9001:2000
h Sistem Alat ukur yang diproduksi memenuhi syarat teknik untuk
digunakan pada kegiatan usaha minyak dan gas bumi (secara
teori, produksi/ manufaktur dan operasi lapangan).
i Mengacu kepada Standard Internasional dan atau Nasional yang
berlaku.

Memberikan Jaminan purna jual yang baik terhadap peralatan yang


diageni maupun sistem alat ukur yang dirakit.

k
I

Mempunyai program alih teknologi dan pengembangan SDM


Mempunyai program penggunaan produksi dalam negeri.

Pasal 25
Produk Alat Ukur
(1)

Alat ukur yang akan dipergunakan pada kegiatan usaha minyak dan gas
bumi wajib diverifikasi oleh Inspektur migas.

(2)

Verifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 1) meliputi

(3)

a.
b.
c.

Filosofi rancangan alat ukur


Cara pembuatan dan lokasi pembuatan.
Control mutu produksi dan standar yang digunakan.

d.
e.

Data kemampuan alat ukur atau meter yang diintegrasikan dengan


sistem alat ukur atau meter lain.
Akurasi dan kehandalan sistem

f.

Sertifikasi dari lembaga independent

g.

Menyaksikan pembuatan , pengujian dan manajemen kontrol mutu di


pabrik pembuat

h.

Pengamatan kinerja alat ukur yang terpasang /beroperasi dimana


saja.

Inspektur Migas yang melakukan verifikasi sebagaimana dimaksud dalam


ayat ( 1) wajib membuat laporan penilaian kelayakan alat ukur dan
disampaikan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan Kepala Kepala
Inspeksi , ditembuskan ke agen alat ukur serta pihak lain yang terkait.

(4)

Setelah menilai hasil laporan Inspektur Migas sebagaimana dimaksud


dalam ayat (3) maka Direktur Jenderal dapat menolak atau menerbitkan
rekomendasi alat ukur untuk dapat digunakan pada kegiatan usaha minyak
dan gas bumi

(5)

Surat rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) berlaku selama


2 (dua) tahun.

(6)

Surat Rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) sewaktu-waktu


dapat dicabut apabila ditemukan bukti -bukti bahwa kualitas atau unjuk
kerjanya tidak memenuhi ketentuan dan legalitas.

(7)

Bukti-bukti sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) berdasarkan laporan


dari pihak pengguna alat ukur.

Pasal 26
Pembiayaan
Pembiayaan yang timbul akibat dari Keputusan Menteri ESDM ini dibebankan kepada
Instansi, Badan Usaha dan Bentuk Usaha Tetap, atau sumber lain yang sah sesuai
dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku.

(8)

Alat Ukur Utama dan perlengkapannya yang akan dipasang pada Sistem Alat
Ukur wajib berpedoman pada Daftar Agen, Perakit / Perekayasa sistem alat ukur
migas yang telah diterbitkan oleh Direktorat Jenderal.

Pasal 27
Ketentuan Penutup
Hal-hal yang belum diatur di dalam ketentuan ini akan ditenukan kemudian.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal

2004

Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral

Purnomo Yusgiantoro

Tembusan :
1. Menteri Dalam Negeri
2. Sekretaris Jenderal Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral
3. Inspektur Jenderal Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral

4. Para Direktur Jenderal di lingkungan Departemen Energi dan Sumber


Daya Mineral
5. Para Kepala Badan di lingkungan Departemen Energi dan Sumber Daya
Mineral

6. Kepala BPH Migas


7. Kepala BP Migas
8. Para Gubernur di seluruh Indonesia
9. Para Bupati di seluruh Indonesia
10. Direktur Utama PT . Pertamina (Persero)
11. Direktur Utama PT . PGN (Persero)

You might also like