Professional Documents
Culture Documents
(8105123242)
2. Aisyah Miftahurrohmah
(8105123256)
3. M. Irfan Gumelar
(8105123278)
4. Reska Fithriya
(8105123225)
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat
dan karunia-Nya, maka penulis dapat menyelesaikan makalah mengenai etika profesi seorang
auditor dengan baik dan sesuai dengan rencana.
Makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas presentai mata kuliah Auditing yang
diampuh oleh bapak Indra Pahala. Dalam makalah ini penulis mencoba untuk menguraikan
pentingnya etika profesi bagi seorang akuntan publik. Selanjutnya, kami akan menyebutkan
prinsip-prinsip yang harus dijunjung oleh para akuntan publik serta aturan dan tanggung
jawabnya. Pada kesempatan ini, kami juga akan membahas mengenai ancaman yang dapat
mempengaruhi independensi auditor serta bantuan Bapepam-LK untuk mengatasi ancamanancaman tersebut.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada bapak Indra Pahala, selaku dosen
pengampuh mata kuliah Auditing yang telah banyak membantu dalam proses penyelesaian
makalah ini. Selain itu, kami berterima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan
membantu penulis baik secara langsung ataupun tidak langsung.
Penulis sadar bahwa makalah ini belum sempurna. Oleh karenanya, penulis
mengharapkan saran dan kritik yang membangun yang seyogianya dapat membuat makalah
ini menjadi lebih baik. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat baik kepada penulis
sendiri dan kepada para pembaca secara umumnya.
Penulis
Kelompok 3
ii
DAFTAR ISI
Halaman depan................................................................................................................... i
Kata Pengantar................................................................................................................... ii
Daftar Isi............................................................................................................................. iii
BAB I: PENDAHULUAN................................................................................................ 1
Latar Belakang........................................................................................................ 1
BAB II: ISI......................................................................................................................... 2
Pengertian Etika...................................................................................................... 2
Dilema Etika........................................................................................................... 3
Kebutuhan Khusus Terhadap Kebutuhan Kode Etik Profesi................................ 5
Perbedaan antara KAP dengan Profesional lainnya........................................ 5
Cara-cara yang Dilakukan Akuntan Publik untuk Berlaku Profesional........... 6
Kode Etik................................................................................................................ 6
Prinsip-prinsip Dasar Etika Profesional............................................................ 7
Independensi........................................................................................................... 9
Beberapa Ancaman Terhadap Independensi Auditor............................................. 9
Kepemilikan Finansial yang Signifikan............................................................ 9
Pemberian Jasa Non-Audit kepada Klien......................................................... 10
Imbalan Jasa Audit dan Independensi.............................................................. 13
Tindakan Hukum antara KAP dan Klien serta Independensi.......................... 15
Pergantian Auditor............................................................................................ 15
Ketentuan Bapepam-Lk Terkait Dengan Independensi Auditor............................ 16
Jasa-Jasa Non-audit.......................................................................................... 17
Komite Audit.................................................................................................... 17
Konflik yang Timbul dari Hubungan Kerja..................................................... 17
Rotasi Partner dan KAP................................................................................... 18
Kepentingan Kepemilikan................................................................................. 18
Bantuan-Bantuan Untuk Menjaga Independensi Dan Integritas Audit................... 18
Kontrak Kerja dan Pembayaran Imbalan Jasa Audit Oleh Manajemen............. 19
Perlindungan Kertas Kerja................................................................................ 20
BAB III: PENUTUP........................................................................................................... 21
Kesimpulan............................................................................................................... 21
Daftar Pustaka.......................................................................................................... 21
Etika Profesi - Auditing
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Etika adalah seperangkat moral dan nilai. Dalam kehidupan sehari-hari, etika sangat
dibutuhkan dalam proses sosialisasi. Begitu pun dalam dunia bisnis. Setiap pelaku bisnis
harus memiliki etika agar kehidupan sosial-ekonomi berjalan dengan baik dan tertib. Dengan
etika yang djunjung tinggi, maka masyarakat akan mempercayai entitas bisnis yang ada.
Auditor sebagai satu dari entitas bisnis juga harus memperhatikan etika dalam
melakukan setiap pekerjaannya. Karena, secara tidak langsung, etika telah melindungi hakhal auditor dan kliennya. Integritas seorang auditor akan terjaga apabila auditor tersebut
menjunjung etika yang berlaku. Dan etika-etika yang harus diperhatikan seorang auditor
termaktub dalam Kode Etik yang telah ditetapkan oleh Bapepam-LK.
Di dalam kode etik, akan dibahas mengenai prinsip-prinsip seorang auditor. Dimana
seseorang dapat dikatakan sebagai auditor yang baik apabila mematuhi prinsip berikut: (1)
Integritas, (2) Objektivitas, (3) Kompetensi Profesional, (4) Kerahasiaan, dan (5) Perilaku
Profesional. Prinsip tersebut ada karena untuk mempertahankan eksistensi dan kepercayaan
masyarakat publik kepada para auditor.
Pada dasarnya, setiap auditor harus memiliki karakteristik yang sangat penting, yaitu
independensi. Artinya, dalam menjalankan tugasnya, seorang auditor tidak boleh terpengaruh
oleh suatu pihak dan harus jujur serta objektif. Yang mana dengan independensi yang
melekat pada diri seorang auditor, akan muncul interpretasi yang baik dari masyarakat. Dan
cara untuk mempertahankan independensi tersebut adalah dengan mematuhi kode etik.
Kode etik berisi hukum, acuan, atau pedoman yang berupa perintah dan larangan
seputar auditing. Dan di dalam makalah ini akan disajikan beberapa ancaman yang timbul
dan berpotensi merusak independensi seorang auditor. Diantaranya yaitu: kepemilikan
finansial yang signifikan, pemberian jasa non-audit, imbalan jasa audit, dan sebagainya. Hal
tersebut akan dibahas secara detail wujud dan dampaknya serta bantuan atau alternatif untuk
menghindari ancaman tersebut. Sebab itu, setelah mengetahui kode etik yang harus dipatuhi
oleh seorang auditor, maka diharapkan integritas dan independensi para auditor dapat
dipertanggung jawabkan dan masyarakat memiliki kepercayaan yang tinggi kepada para
auditor.
BAB II
ISI
A. PENGERTIAN ETIKA
Etika dapat didefinisikan secara luas sebagai seperangkat prinsip-prinsip moral atau
nilai-nilai Masing-masing kita memiliki seperangkat nilai meskipun kita mungkin belum
meyakininya secara nyata. Para filsuf, organisasi keagamaan, dan kelompok-kelompok
lainnya telah mendefinisikan etika dalam berbagai prinsip-prinsip moral atau nilai-nilai yang
ideal.
Merupakan hal umum bila setiap orang memiliki perbedaan dalam prinsip moral dan
nilai serta kepentingan relative yang terkait dengan prinsip-prinsip tersebut. Perbedaan ini
merupakan gambaran dari pengalaman hidup, kesuksesan dan kegagalan, serta pengaruh dari
orang tua, guru, dan teman-teman.
Kebutuhan akan etika
Perilaku beretika merupakan hal yang penting bagi masyarakat agar kehidupan
berjalan dengan tertib. Hal ini sangat beralasan karena etika merupakan perekat untuk
menyatukan masyarakat. Bayangkan apa yang terjadi bila kita tidak dapat mempercayai
orang lain yang berhubungan dengan kita untuk berlaku jujur jika para orang tua, guru,
karyawan, saudara kandung, rekan kerja, dan teman kita terus menerus berbohong maka
hampir tidak mungkin kita dapat melakukan komunikasi yang efektif.
Mengapa orang-orang berlaku tidak etis
Kebanyakan orang mendefinisikan perilaku tidak etis sebagai perilaku yang
menyimpang dari pada mereka yakini sebagai perilaku yang patut dalam lingkungan mereka.
masing-masing menentukan bagi diri sendiri mana yang merupakan perilaku tidak etis, baik
terhadap diri sendiri maupun orang lain. Dengan demikian, penting untuk memahami apa
yang menyebabkan orang-orang berperilaku tidak etis. Ada dua alasan utama yang menjadi
penyebab orang berperilaku tidak etis. Kedua alasan tersebut adalah standar etika orang
tersebut berbeda dari etika masyarakat secara umum, atau orang tersebut memilih untuk
berlaku egois. Sering kali, keduanya muncul menjadi penyebab perilaku tidak etis.
Banyak contoh perilaku menyimpang, misalnya ketika orang yang tidak jujur dalam
melaporkan pajak mereka, memperlakukan orang lain tidak baik, berbohong ketika melamar
pekerjaan, atau karyawan yang tidak menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya, yang pada
umumnya mayoritas orang akan menganggap hal tersebut sebagai perilaku tidak etis. Jika
orang lain yang memutuskan bahwa perilaku tersebut merupakan perilaku yang etis dan dapat
diterima, maka hal ini menandakan adanya konflik nilai-nilai etika yang perlu ditangani.
Orang yang memilih untuk berlaku egois
Sebagian besar perilaku tidak etis adalah hasil dari sikap yang egois. Skandal-skandal
politik berasal dari keinginan untuk memiliki kekuatan politik, kecurangan dalam melaporkan
pajak dan pelaporan biaya didorong oleh keserakahan finansial, melakukan pekerjaan di
bawah standar kemampuan yang dimiliki dan berlaku curang ketika mengikuti ujian biasanya
muncul karena kemalasan. Orang yang melakukan perbuatan tidak etis tersebut mengetahui
bahwa perbuatannya menyimpang, namun ia memeilih untuk melakukan penyimpangan
tersebut karena diperlukan pengorbanan pribadi untuk bertindak sesuai dengan etika.
B. DILEMA ETIKA
Dilema etika adalah situasi yang dihadapi seseorang di mana keputusan mengenai
perilaku yang patut dibuat.
Para auditor, akuntan dan pebisnis lainnya, mengahdapi banyak dilemma etika dalam
karir bisnis mereka. Terlibat dengan klien yang mengancam akan mencari auditor baru jika
tidak diberikan opini unqualified akan menimbulkan dilema apakah akan menentang
supervisor yang telah merekayasa pendapatan divisi sebagai cara untuk memperoleh bonus
yang lebih besar merupakan sebuah dilemma etika. Meneruskan untuk menjadi bagian dari
manajemen perusahaan yang mengganggu dan tidak memperlakukan karyawannya dengan
baik atau berlaku tidak jujur terhadap pelanggannya merupakan dilemma etika, terlebih bila
orang tersebut memiliki keluarga yang harus ia nafkahi dan persaingan dalam mendapatkan
pekerjaan sangat tinggi.
Berikut ini adalah metode rasionalisasi yang biasanya digunakan bagi perilaku tidak
beretika:
Semua orang melakukannya. Argumentasi yang mendukung penyalahgunaan
pelaporan pajak, pelaporan pengadaan barang/jasa biasanya didasarkan pada
rasionalisasi bahwa semua orang melakukan hal yang sama, oleh karena itu dapat
diterima.
Jika itu legal, maka itu beretika. Menggunakan argumentasi bahwa semua perilaku
legal adalah beretika sangat berhubungan dengan ketepatan hukum. Dengan
pemikiran ini, tidak ada kewajiban menuntut kerugian yang telah dilakukan
seseorang.
Kemungkinan ketahuan dan konsekuensinya. Pemikiran ini bergantung pada evaluasi
hasil
temuan
seseorang.
Umumnya,
seseorang
akanmemberikan
hukuman
Sangat penting untuk mengevaluasi dampak jangka panjang dan pendek. Terdapat
kecenderungan normal untuk memilih pada tujuan jangka pendek karena konsekuensinya
akan dirasakan dalamjangka waktu yang dekat.
Para profesional diharapkan memiliki kepatutan dalan berperilaku yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kebanyakan orang pada umumnya. Istilah professional berarti tanggung
jawab untuk berperilaku lebih dari sekadar memenuhi tanggung jawab secara individu dan
ketentuan dalam peraturan dan hokum di masyarakat. Seorang akuntan publik, sebagai
seorang professional, harus menyadari adanya tanggung jawab pada publik, pada klien, dan
pada sesama rekan praktisi, termasuk perilaku yang terhormat, bahkan jika hal tersebut
berarti harus melakukan pengorbanan atas kepentingan pribadi.
Alasan adanya harapan yang begitu tinggi pada penerapan etika bagi para professional
adalah kebutuhan akan kepercayaan publik dalam kualitas pelayanan yang diberikan oleh
professional tersebut, bagaimanapun individu-individu yang memberikan jasa tersebut. Bagi
profesi akuntan publik, merupakan hal yang penting bahwa klien dan pihak-pihak eksternal
pengguna laporan keuangan untuk memiliki kepercayaan dalam kualitas audit dan jasa
lainnya yang diberikan oleh akuntan publik tersebut. Jika para pengguna jasa tidak memiliki
kepercayaan pada para tenaga medis, hakim, atau akuntan publik, maka para professional
tersebut akan kehilangan kemampuan untuk melayani klien dan juga masyarakat umum
secara efektif. Kepercayaan publik terhadap kualitas jasa professional yang diberikan akan
meningkat bila profesi mendorong diterapkannya standar kinerja dan standar perilaku yang
tinggi bagi para praktisinya.
Perbedaan antara Kantor Akuntan Publik (KAP) dengan Profesional lainnya
KAP memiliki hubungan yang berbeda dengan para pengguna laporan keuangan
dibandingkan dengan hubungan mayoritas profesi lainnya terhadap klien mereka. KAP
ditugasskan oleh manajemen untuk perusahaan perseorangan, atau oleh komite audit untuk
perusahaan publik, dan dibayar oleh perusahaan yang menerbitkan laporan keuangan, namun
penerima manfaat utama dari jasa audit tersebut adalah para pengguna laporan keuangan.
Merupakan hal yang penting bagi para pengguna laporan keuangan untuk memandang
KAP sebagai pemberi jasa yang kompeten dan objektif. Jika para pengguna yakin bahwa
Etika Profesi - Auditing
KAP tidak memberikan pelayanan yang bernilai (mengurangi risiko informasi), maka nilai
jasa audit atau jasa astetasi lainnya yang diberikan oleh KAP tersebut akan menurun sehingga
permintaan akan jasa-jasa tersebut dengan demikian akan menurun. Oleh karena itu, terdapat
motivasi yang besar bagi KAP untuk melakukan tingkat profesionalisme yang tinggi.
Cara-cara yang Dilakukan Akuntan Publik untuk Berlaku Profesional
Dua faktor penting yang berpengaruh bagi profesi akuntan publik di Indonesia adalah
Kode Etik IAPI dan Kementrian Keuangan dan Bapepam LK. Kode etik dimaksudkan untuk
memberikan standar perilaku bagi seluruh anggota IAPI. Bapepam-LK berwenang untuk
menetapkan standar etika dan independensi bagi para auditor perusahaan publik.
D. KODE ETIK
Kode etik IAPI memberikan standar umum atas perilaku yang ideal dan ketetapan
peraturan yang spesifik yang mengatur perilaku. Kode etik tersebut terdiri dari tiga bagian,
ditambah sebuah bagian yang berisi definisi-definisi penting, yang meliputi bagian-bagian
sebagai berikut :
Bagian A : Penerapan umum atas Kode Etik
Bagian B : Anggota dalam Praktik Publik
Bagian C : Anggota dalam Bisnis
Bagian A mengidentifikasi tanggung jawab bertindak untuk kepentingan publik
sebagai unsur pembeda dalam profesi akuntansi. Bagian A juga menetapkan mengenai
prinsip-prinsip dasar etika professional bagi para anggota, serta memberikan kerangka
konseptual untuk menerapkan prinsip-prinsip tersebut. Bagian B dan C menggambarkan
bagaimana kerangka konseptual tersebut diterapkan untuk mengidentifikasi dan mengatasi
ancaman dalam situasi-situasi tertentu.
Berikut merupakan cara-cara profesi akuntan dan masyarakat untuk mendorong
akuntan publik agar berperilaku profesional:
1. GAAS dan interpretasi
2. Pemeriksaan Kantor Akuntan Publik
3. Pengendalian Mutu
4. SEC
5. Kode etik jabatan
Etika Profesi - Auditing
Kelima prinsip etika dalam Bagian A kode etik professional dimaksudkan untuk
diterapkan pada seluruh anggota dan bukan hanya mereka yang melakukan praktik publik.
Kelima prinsip yang harus diterapkan auditor adalah sebagai berikut :
1. Integritas. Merupakan suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan
profesional dan merupakan kualitas yang mendasari kepercayaan publik dan sebagai
patokan bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya. Integritas
mengharuskan para auditor untuk terus terang dan jujur serta melakukan praktik
secara adil dan sebenar-benarnya dalam hubungan professional mereka.
2. Objektivitas. Prinsip ini mengharuskan para auditor untuk bersikap adil, tidak
memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari
benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain.
3. Kompetensi professional dan kecermatan. Auditor harus menjaga pengetahuan dan
keterampilan professional mereka dalam tingkat yang cukup tinggi, dan tekun dalam
menerapkan pengetahuan dan keterampilan mereka ketika memberikan jasa
professional.
4. Kerahasiaan. Para auditor harus menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh
selama tugas professional maupun hubungan dengan klien. Para auditor tidak boleh
mengungkapkan informasi yang bersifat rahasia kepada pihak lain tanpa seizin klien
mereka,
kecuali
jika
ada
kewajiban
hukum
yang mengharuskan
mereka
Ancaman. Umumnya, ancaman muncul akibat dari salah satu sebab berikut :
Kepentingan pribadi ketika kepentingan keuangan dari auditor atau kerabatnya
terlibat.
Penelaahan pribadi ketika seorang auditor menelaah suatu situasi yang
merupakan konsekuensi penilaian sebelumnya atau nasihat dari auditor atau
perusahaan tempat sang auditor kerja.
Advokasi ketika auditor mendukung suatu posisi atau opini yang mengakibatkan
berkurangnya objektivitas auditor tersebut.
Kesepahaman ketika seorang auditor menjadi sangat perhatian terhadap
kepentingan lain disebabkan karena hubungan dekat dengan pihak tersebut.
Intimidasi ketika tindakan yang dilakukan auditor dapat dinegoisasikan dengan
menggunakan ancaman nyata atau ancaman palsu.
E. INDEPENDENSI
Independensi dalam audit berarti mengambil sudut pandang yang tidak bias dalam
melakukan pengujian audit evaluasi atas hasil pengujian dan penerbitan laporan audit.
Independensi merupakan satu dari karakteristik terpenting bagi auditor dan merupakan dsar
daari prinsip integritas dan objektivitas. Jika auditor merupakan advokat atau dipengaruhi
oleh karyawan atau manajemen klien, maka individu yang berkepentingan tersebut akan
memandang auditor tidak memiliki independensi dan objektivitas. Kode etik membahas
independensi dalam konteks terbebas dari segala kepentingan yang akan merusak integritas
dan objektivitas.
Persyaratan umum bagi independensi auditor melarang auditor untuk terlibat dalam
aktivitas audit di suatu entitas bilamana terdapat konflik kepentingan yang belum
terselesaikan. Selain itu, para pengguna laporan keuangan juga harus memiliki kepercayaan
terhadap independensi auditor. Kedua independensi ini sering disebut independen dalam
fakta atau kenyataan dan independen dalam penampilan. Independen dalam fakta muncul
ketika secara nyata menjaga sikap objektif selama melakukan audit. Independen dalam
penampilan merupakan interprestasi orang lain terhadap independensi auditor tersebut.
Kepemilikan finansial perusahaan yang diaudit termasuk instrumen utang, modal, dan
derivatif. Tidak diizinkan untuk menerima sebuah perusahaan sebagai klien audit jika ada
seorang (karib kerabat) yang memiliki proposi kepemilikan yang signifikan di perusahaan
tersebut. Pelarangan ini ada dalam bagian B dan C Kode Etik, subbagian 290 113.
Jika ada sebuah KAP, memiliki kepemilikan finansial langsung di klien auditnya,
maka ancaman kepentingan pribadi yang muncul akan sangat signifikan, maka tidak
ada tindakan pengamanan yang dapat dilakukan untuk menurunkan ancaman
tersebut sampai mencapai tingkat yang dapat diterima. Sehingga, melepaskan
kepemilikan finansial di klien audit tersebut merupakan satu-satunya tindakan yang
paling tepat agar memungkinkan KAP tersebut menjalankan tugas.
Penilaian yang serupa juga dihadirkan dalam subbagian 290.114 terkait dengan
kepemilikan tidak langsung, dan subbagian 290.115 tentang pinjaman dari klien yang bukan
merupakan institusi keuangan.
Antisipasi terhadap kepemilikan langsung dan tidak langsung yang besarnya
signifikan di perusahaan klien dapat berdampak luas pada operasi KAP. Sebagai contoh: jika
ada seorang auditor , atau pasangan atau anak dari auditor tersebut (atau orang lain yang
secara finansial bergantung pada auditor) memiliki saham yang signifikan besarnya di sebuah
perusahaan (termasuk induk atau semua anak perusahaannya), semestinya tidak menerima
mengaudit perusahaan tersebut. Perlu dicatat bahwa seseorang yang menjalankan praktik
tidak hanya mengacu pada pimpinan dalam perusahaan, melainkan juga termasuk setiap
konsultan atau mantan pimpinan yang tetap terikat dalam kontrak pemberian jasa konsultasi,
setiap pegawai juga terikat dalam pekerjaan profesional yang menjalankan praktik, dan setiap
orang yang mendelegasikan pekerjaan profesional.
Standar etika juga melarang auditor menduduki posisi sebagai penasehat, direksi,
maupun memiliki saham yang jumlahnya signifikan di perusahaan klien.
Direktur, Eksekutif, Manajemen, atau Karyawan dari Sebuah Perusahaan
Jika seorang auditor merupakan penasehat, direksi di perusahaan klien maka
kemampuan auditor untuk melakukan evaluasi independen atas kewajaran penyajian
laporan keuangan akan mudah dipengaruhi. Meskipun jika memegang satu dari posisi
tersebut tidak akan mempengaruhi independensi auditor, keterlibatan yang sering
dengan manajemen dan keputusan yang diambilnya akan mempengaruhi persepsi para
pengguna laporan keuangan terhadap independensi auditor tersebut. Masalah
kepegawaian, jasa yang baru saja diberikan dan bertindak sebagai pegawai di
perusahaan klien dibahas dalam Kode Etik subbagian 290.143 290.152.
Penelitian dalam profesi akuntan di AS di akhir tahun 1970-an oleh senator Metcalf
dan anggota kongres Moss meyimpulkan bahwa jasa manajemen dapat membahayakan
kinerja audit independen. Mereka merekomendasikan pembatasan bagi para auditor dalam
melakukan jasa manajemen ini. Kode Etik yang membahas isu-isu terkait dengan pemberian
jasa non-audit pada kliennya terdapat pada subbagian 290.158 290.205.
10
Jasa penilaian
Penilaian memerlukan estimasi atas nilai atau rentang nilai, untu suatu aset, sebuah
liabilities atau bisnis itu secara keseluruhan. Hal ini menerapkan metode dan teknik
tertentu serta asumsi yang terkait dengan perkembangan di masa mendatang.
Ancaman penelaahan pribadi dapat muncul ketika perusahaan melakukan jasa
penilaian bagi kliennya, yang mana hasil penilaian ini akan dimasukkan dalam
laporan keuangan.
Subbagian 290.176 dari Kode Etik mengindikasikan jika penilaian signifikan terhadap
laporan keuangan dan melibatkan tingkat subjektivitas yang besar, ancaman
penelaahan pribadi tidak dapat dikurang samapai tingkat yang dapat diterima dengan
menerapkan
tindakan
pengamanan.
Subbagian
290.177
dari
Kode
Etik
11
12
Landasan alternatif atas kontrak kerja audit dan pembayaran imbalan jasa audit adalah
melalui auditor pemerintah atau semi-pemerintah. Hal ini karena cara auditor untuk
berkompetisi mendapatkan klien dan menetapkan imbalan jasa audit dapat memberikan
implikasi penting bagi kemampuan auditor untuk menjaga independensi auditnya.
Ketergantungan pada Imbalan Jasa Audit
Independensi auditor akan diragukan jika jasa audit dari satu klien merupakan bagian
yang signifikan dari total pendapatan KAP tersebut (Kode Etik subbagian 290.206
207). Secara khusus, auditor harus menghindari ketergantungan ekonomi tanpa batas
pada pendapatan setiap klien. Auditor disarankan mampu menunjukkan bahwa
ketergantungan ekonomi tidak mengganggu independensi, dengan memastikan
imbalan jasa audit dari seorang klien tidak boeh melebihi batas wajar. Ketika bagian
Etika Profesi - Auditing
13
besar dari pendapatan masing-masing partner audit berantung pada klien tertentu,
KAP harus memastikan bahwa pengendalian mutu yang memadai telah dilakukan dan
pekerjaan audit harus diperiksa oleh akuntan profesional yang bukan anggota tim
audit.
Imbalan Jasa Audit yang Belum Dibayar
Jika ada imbalan jasa audit yang belum dibayar, maka dianggap memiliki
karakteristik yang sama seperti pinjaman setelah jatuh tempo dalam periode piutang
normal. Pada Kode Etik subbagian 290.208 merekomendasikan bahwa kasus yang
melibatkan imbalan jasa audit yang belum dibayar harus didiskusikan dengan komite
audit dan pekerjaan audit harus diperiksa oleh akuntan profesional yang bukan
anggota tim audit.
Penetapan Imbalan Jasa Audit
Imbalan jasa audit atas kontrak kerja audit merefleksikan nilai wajar atas pekerjaan
yang telah dilakukan, dengan mempertimbangkan hal berikut:
Pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk setiap jenis pekerjaan yang
dilakukan.
Tingkat pendidikan dan pengalaman personel yang melakukan pekerjaan tersebut.
Tingkat tanggung jawab yang terkandung dalam pekerjaan tersebut.
Waktu yang dibutuhkan oleh semua personel untuk mengerjakan pekerjaan
tersebut.
Hal ini menandakan bahwa jasa audit tidak boleh dilakukan jika imbalan jasa audit
yang telah disepakati tersebut belum mempertimbangkan faktor di atas. Dasar
penetapan imbalan jasa audit yang telah disepakati harus didokumentasikan dan
terkait dengan gambaran kontrak erja serta konsisten dengan praktik industri.
Terkait dengan penetapan imbalan jasa audit, biaya kontinjen, dan penetapan biaya
harus berdasarkan hasil akhir dari kontrak kerja dilarang dalam Kode Etik subbagian
290.210-212. Praktik howling juga dilarang. Praktik howling muncul ketika auditor
menetapkan imbalan jasa audit yang murah dengan tujuan untuk memenangkan
kontrak dan berharap untuk menutup imbalan jasa audit awal dengan memberikan
jasa lainnya pada klien atau dengan cara menaikkan imbalan jasa audit di periode
mendatang.
14
Sedangkan biaya kontinjen adalah biaya yang ditetapkan untuk pelaksanaan suatu jasa
profesional tanpa adanya fee yang akan dibebankan, kecuali ada temuan atau hasil
tertentu dimana jumlah fee tergantung pada temuan yang tersebut. Fee tidak dianggap
kontinjen jika ditetapkan oleh pengadilan atau badan pengatur atau dalam hal
perpajakan,jika dasar penetapan adalah hasil penyelesaian hukum. Dan penetapan
biaya kontinjen ini tidak diperkenankan untuk anggota KAP. Contoh: Sebuah KAP
membuat perjanjian dengan klien untuk membayar honorarium sebesar $5.000 jika
dikeluarkan pendapat tanpa kualifikasi dan membayar $2.500 jika dikeluarkan
pendapat dengan kualifikasi.
Ketika terdapat tindakan hukum atau niat untuk memulai tindakan hukum antara
sebuah KAP dengan kliennya auditnya, maka kemampuan KAP dan klienya untuk tetap
objektif dipertanyakan. Tindakan hukum oleh klien untuk jasa perpajakan atau jasa non-audit
lainnya atau tindakan melawan klien maupun KAP oleh pihak lain akan menurunkan
indepedensi dalam pekerjaan audit. Pertimbangan utama adalah kemungkinan dampak
terhadap kemampuan klien, manajemen, dan personel KAP untuk tetap objektif dan
memberikan opini dengan bebas.
5. Pergantian Auditor
15
informasi yang dapat membantu auditor baru untuk menentukan apakah manajemen
klien mempunyai integritas. Izin dari klien harus didapatkan untuk melakukan
komunkasi ini, untuk menjaga ketentuan kerahasiaan. Contoh: auditor baru dapat
meminta informasi dari auditor lama mengenai ketidaksepakatan dengan manajemen
berkenaan dengan prinsip akuntansi dan prosedur audit, dan alasan dilakukannya
penggantian auditor.
Opinion Shopping
Pasal 230 mengidentifikasikan ketentuan yang harus diikuti ketika KAP diminta oleh
suatu klien untuk diaudit oleh KAP lain untuk memberikan opini atas penerapan
prinsip akuntansi atau jenis opini audit yang akan dikeluarkan untuk praktik akuntansi
yang benar-benar dilakukaan. Praktik semacam ini memiliki implikasi yang jelas pada
independensi auditor karena direksi dapat menggunakan kekuasaannya untuk
mempengaruhi auditor yang baru, atau membuang mereka kemudian menggantinya
dengan auditor baru yang akan memberikan opini yang lebih menguntungkan bagi
klien. Hal ini akan membuat auditor lama dan auditor baru menjadi kehilangan
independensinya.
Hal yang penting adalah KAP baru harus mendapat persetujuan klien untuk
berhubungan dengan KAP lama mengenai permintaan dan pemberian salinan opini
audit yang lama. Auditor yang menghadapi permintaan semacam itu harus
mempertimbangkan pengaruh potensial terhadap independensi dalam lingkungan
dimana permintaan tersebut dibuat, tujuan dan maksud pihak yang meminta informasi
tersebut.
Pengurangan Biaya
Tidak salah bila manajemen mencoba untuk mendapatkan jasa pengauditan dengan
biaya yang lebih rendah atau auditor menawarkan jasa meeka dengan harga yang
lebih rendah dibanding KAP lainnya. Hal penting yang harus dilakukan adalah bahwa
kompetisi berdasarkan harga ini tidak memicu dilakukannya pengauditan dengan
kualitas yang lebih rendah atau membatasi independensi auditor.
16
F. KETENTUAN
BAPEPAM-LK
TERKAIT
DENGAN
INDEPENDENSI
AUDITOR
Nilai pengauditan bergantung pada persepsi publik atas independensi auditor. Alasan
banyaknya pengguna laporan keuangan yang bersedia mengandalkan laporan akuntan publik
adalah adanya ekspektasi mereka terhadap auditor yang mampu memberikan pendapat yang
tidak bias. Bapepam-LK mengadopsi aturan yang memperkuat independensi auditor dengan
menerapkan peraturan Sarbanes-Oxley di AS. Peraturan Bapepam-LK membatasi
kemungkinan auditor memberikan jasa non-audit pada klien auditnya, dan penggunaan jasa
KAP yang lama oleh klien serta mengharuskan adanya rotasi partner audt untuk
meningkatkan independensi.
Jasa-Jasa Non-audit
Bapepam membatasi tapi tidak sepenuhnya menghapuskan jenis jasa non-audit yang
diberikan pada klien yang merupakan perusahaan publik. Banyak dari jasa non-audit yang
dilarang berdasarkan aturan Bapepam-LK terkait dengan independensi. Larangan tersebut:
Jasa pembukuan dan jasa akuntansi lainnya
Desain sistem informasi keuangan dan implementasinya
Penaksiran atau jasa penilaian
Jasa aktuaria
Jasa audit internal
Fungsi manajemen dan sumber daya manusia
Jasa pialang atau penasehat investasi atau jasa bankir investasi
Jasa hukum dan pakar yang tidak terkait dengan audit
Jasa-jasa lain yang tidak diizinkan
KAP tidak dilarang untuk memberikan jasa-jasa tersebut kepada klien yang bukan
merupakan perusahaan publik serta pada perusahaan publik yang merupakan klien auditnya.
Selain itu, KAP masih boleh memberikan jasa-jasa lain yang tidak dilarang untuk klien audit
yang merupakan perusahaan publik. Contoh: Bapepam-LK membolehkan KAP untuk
memberikan jasa konsultasi pajak untuk para klien auditnya, kecuali jasa konsultasi pajak
untuk para eksekutif perusahaan yang mengawasi pelaporan keuangan, dan jasa penghindaran
pengenaan pajak.
17
Komite Audit
Adalah komite di bawah dewan komisaris yang terdiri dari sekurangnya seorang
komisaris independen dan para profesional independen dari luar perusahaan, yang tanggung
jawabnya termasuk membantu para auditor tetap indepeden dari mnajemen. Komite audit
juga dibutuhkan dalam BUMN dan bank. Komite audit terdiri dari tiga , lima, atau tujuh
anggota yang bukan merupakan manajemen perusaaan. Pakar auditor bertanggung jawab
untuk mengkomunikasikan semua hal penting yang teridentifikasi selama pengauditan
kepada komite audit. Semua persyaratan di atas bertujuan untuk menguatkan independensi
auditor dengan secara efisien membuat komite audit sebagai klien bagi perusahaan publik
daripada manajemen.
Konflik yang Timbul dari Hubungan Kerja
Bekerjanya seseorang bekas anggota tim audit di dalam perusahaan klien audit bisa
menimbulkan sejumlah persoalan independen. Bapepam-LK telah menambahkan aturan satu
tahun masa pendinginan sebelum seseorang bekas anggota tim audit dapat bekerja pada
klien di sejumlah posisi kunci manajemen. KAP tidak bisa melanjutkan audit klien, jika ada
dari auditor KAP yang bekerja pada klien dan ikut berpartisipasi di dalam berbagai
kapasitasnya dalam audit selama satu tahun, sebelum dimulainya proses audit.
Rotasi Partner dan KAP
Berdasarkan PMK 17/2008, aturan independensi Bapepam-LK mensyaratkan partner
audit untuk merotasi tim audit setelah 3 tahun dan KAP setelah 6 tahun. Bapepam-LK
mensyaratkan 3 tahun rehat setelah rotasi sebelum mereka bisa kembali bekerja untuk klien
audit yang sama.
Kepentingan Kepemilikan
Aturan Bapepam-LK tentang hubungan keuangan mengaitkan perspektif kontrak
kerja dan melarang kepemilikan dalam klien audit, oleh orang-orang yang bisa
mempengaruhi audit tesebut. Aturan itu melarang kepemilikan oleh orang-orang yang terkait
audit dan keluarganya. Termasuk (a) anggota tim audit, (b) mereka yang ada dalam posisi
bisa mempengaruhi kontrak kerja audit dalam hierarki pimpinan perusahaan, (c) partner dan
manajer yang menyediakan jasa non-audit untuk klien, dan (d) partner di dalam kantor yang
bertanggung jawab utama untuk melakukan audit.
18
G. BANTUAN-BANTUAN
UNTUK
MENJAGA
INDEPENDENSI
DAN
INTEGRITAS AUDIT
Profesi dan masyarakat sangat fokus untuk memastikan bahwa (1) para auditor
menjaga sebuah sikap yang tidak bias dalam menjalankan tugas (independen dalam
kenyataan) dan (2) para pengguna menganggap auditor itu independen (independen dalam
penampilan). Berikut ini merupakan bantuan yang diberikan untuk menjaga independensi
para auditor, yaitu:
19
20
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Kode etik Akuntan Publik sangatlah penting untuk ditaati bagi seorang akuntan publik
ataupun auditor. Kode etik ini berisi nilai, norma, dan peraturan apa yang boleh dan tidak
boleh dilakukan oleh seorang auditor. Semua auditor, wajib mengikuti kode etik yang telah
berlaku, yaitu yang dirumuskan oleh Bapepam-LK. Dengan mentaatinya, maka seorang
auditor mampu mempertahankan independensi dalam fakta serta dapat membuat masyarakat
berinterpretasi dengan baik (independensi dalam penampilan).
Adapun prinsip yang harus digenggam oleh auditor yaitu: (1) Integritas, (2)
Objektivitas, (3) Kompetensi Profesional, (4) Kerahasiaan, dan (5) Perilaku Profesional.
Sedangkan ancaman yang harus diwaspadai oleh seorang auditor agar dirinya tidak
kehilangan independensi adalah: (1) kepemilikan finansial yang signifikan, (2) pemberian
jasa non-audit, dan (3) imbalan jasa audit. Semua peratuaran yang dijalankan oleh auditor
akan diawasi oleh IAI-KAP dan Bapepam-LK, sehingga tidak ada larangan yang dilanggar.
Dengan demikian, keberlangsungan jasa audit akan terus berkembang dan masyarakat akan
semakin percaya kepada auditor serta KAP.
DAFTAR PUSTAKA
Arens, Alvin A, dkk. 2011. Jasa Audit dan Assurance: Pendekatan Terpadu Adaptasi
Indonesia Buku 1. Jakarta. salemba Empat
Mulyadi. 2010. Auditing (Cetakan ketujuh). Jakarta. Salemba Empat
Arens, Alvin A dan James. 1995. Auditing-Suatu Pendekatan Terpadu (Jilid 1). Jakarta.
Erlangga
21