You are on page 1of 39

STEP 1

LBM 2
1. Plakat hiperkeratotik
lesi peninggian pada kulit menyerupai permukaan bidang yang relatif
luas dibanding dengan ketebalan kulitnya dan sifat kulitnya menebal.
2. Serpiginosa
Prosess yang menjalar ke satu jaringan diikuti oleh penyembuhan pada
bagian yang ditinggalkan.
3. Verukosa
Biasanya menyerupai kutil dan kasar.
4. Tes mantoux
Tes yang digunakan untuk mendiagnosis TBC, dilakukan intrakutan.
Indurasi>10mm: positif.
Jika ada kemerahan besar tp tidak ada indurasi : negatif

STEP 2
1. Bagaimana Proses serpiginosa?
2. Mengapa lesi tidak terasa nyeri atau gatal ?
3. Mengapa dokter menanyakan pernah riwayat TB atau tidak ?
4. Mengapa tangan pasien menebal dan kasar sejak 6 bulan yang lalu ?
5. Mengapa dilakukan tes mantoux dan tes histopatologi ?
6. Cara infeksi penyakit tersebut?
7. Apa hubungan pekerjaan pasien dg keluhan ?
8. DD?
9. Mengapa keluar cairan keruh seperti nanah?
10.Treatment ?
11.Klasifikasi penyakit kulit yang disebabkan oleh bakteri ?

STEP 3
1. Bagaimana Proses serpiginosa?
Ada lesi baru, lesi lama -> sembuh

Bentuk penyebaran, satu nya sembuh nanti pindah lagi ->


bentuknya seperti ular
Penyebaran dari penyebab misal virus atau bakteri- papulmenjalar- berjalan ( yg menyembuh seperti sikatrik)
Berjalan- menyembuh awalnya dari papul verukosa- dari bakteri
contoh: m tuberculosis- masuk ke kulit bisa terjadi karena lukainfeksi abrasi kulit berkembang jadi papul tinggi 2-3cm
permukaan eritematosa, papulnya berbentuk ginjal tp kecil, tp tdk
menimbulkan ulkus, tidak ada pembesaran KGB
Mengapa m tuberculosis ?? tes mantoux, pekerjaan pasien
2. Mengapa lesi tidak terasa nyeri atau gatal ?

3. Mengapa dokter menanyakan pernah riwayat TB atau tidak ?


Mungkin dilihat dari bentuk lesi ada penyebaran serpiginosa(khas)
Dilihat dari pekerjaan
TB score kontak merupakan nilai yang tinggi
Untuk menyingkirkan etiologi yang lain, dan menyingkirkan DD
4. Mengapa keluar cairan keruh seperti nanah?
Ada reaksi imun- infeksi- ada reaksi peradangan akibatnya
bakteri mengeluarkan pus/ akibat timbunan leukosit. Ketika retakcairan baru keluar.
Luka terbuka- bakteri masuk- mengeluarkan nanah jika luka kotor
atau terkena paparan. Semakin banyak terkena semakin banyak
yang terkena.
5. Mengapa tangan pasien menebal dan kasar sejak 6 bulan yang lalu ?
Menebal- untuk degenerasi- untuk mengantikan kulit yang terluka
Membran basali- pembentukan keratin cepat- untuk menutup
luka- hiperkeratin
6. Mengapa dilakukan tes mantoux dan tes histopatologi ?
Tes mantoux : mengetahui pasien pernah TB atau tidak. HIV
indurasinya >5mm, >10mm : pada pecandu narkoba
+palsu: setelah pasien diberikan vaksin BCG

+ : TB, reaksi silang dg BCG, bakteri bukan TB


- : menyingkirkan dia bukan TB, pada saat masa inkubasi
Anergy : ketidak mampuan sistem imun buat mengatasi patogen2
yang masuk ke dalam tubuh
Agent : virus,bakteri
Biasanya : gizi buruk, pengunaan steroid jangka lama
Disuntikan Biasanya di volar lower arm

7. Cara infeksi penyakit tersebut?


Curiga TB Kutis
1. Secara hematogen . ex: TB kutis miliaris
2. Secara limfogen ex. Lupus vulgaris
3. Kuman langsung ke kulit ex : TB kutis verukosa
4. Bisa dari organ dibawah kulit lalu menuju kulit
Misalnya paru- menjalar keluar- ke kulit ex. skrofuloderma
5. Penjalaran dari selaput lendir yang sudah terserang TB ex.
Lupus vulgaris
6. Inokulasi sekitar orifisium yang dikenai TB ex. TB kutis orifisialis
8. Apa hubungan pekerjaan pasien dg keluhan ?
Mungkin dilihat dari bentuk lesi ada penyebaran serpiginosa(khas)
Dilihat dari pekerjaan
TB score kontak merupakan nilai yang tinggi
Untuk menyingkirkan etiologi yang lain, dan menyingkirkan DD
Awalnya TB paru apakan bisa TB ekstra dikulit ?
- Dari paru di daerah KGB (penyebaran di paru bagaimana ?)
9. DD?
Tuberculosis Kutis
Ada lesi dibagian kulit dikarenakan oleh m tuberculosis.
Gambarannya lesi granuloma. Timbul pada daya imun lemah.
- Faktor resiko : pekerjaan, lingkungan(ahli lab)
- Gejala : ada lesi dikulit, biasanya 2-3cm, lebar dan tinggi lebih
lebarnya, ada papul

- Tuberculosis Kutis Verukosa


menyerang pada orang daya imun yang tinggi, menyerang
imun yang sehat
Pernah terserang TB primer, menyebar dari apex ke kgbsklerofuloderma
- Inokulasinya :
endogen : bawaan, TB paru. Primer : kontak langsung,
sekunder : pernah terkena TB- > TB kutis verukosa
- mungkin asimtomatik karena imun tinggi
mengapa m. Lepra bukan dd dari m tuberculosis ?
10.Treatment ?
SGD 2 !!!!!
11.Klasifikasi penyakit kulit yang disebabkan oleh bakteri ?
- M tuberculosis
Kulit : lupus vulgaris, skrofuloderma, TB kutis verukosa/ warty
lupus
tuberkulid
- Non m tuberculosis
Infeksi dari tuberculosis marrineum
Tambahan :
Ciri ciri m tuberculosis ?
Hasil yang diharapkan dari tes mantoux dan Histopatologi TB kutis ?
Patogenesis TB kutis ?
Pernah TBC tapi kok bisa TB kulit ?
Gejala tanda ?
Alasan penegakan diagnosis ?
Mengapa lesinya asimtomatik , tidak nyeri, tidak gatal?
STEP 4

STEP 7
1. Bagaimana Proses serpiginosa?
Infeksi pada tuberculosis kutis verukosa terjadi secara eksogen, jadi
kuman langsung masuk ke dalam kulit, oleh sebab itu tempat predileksinya pada
tungkai bawah dan kaki, tempat yang lebih sering mendapat trauma, yang
tersering di lutut.
Gambaran klinisnya khas sekali, biasanya berbentuk bulan sabit akibat
penjalaran serpiginosa, yang berarti penyakit menjalar ke satu jurusan diikuti
penyembuhan di jurusan yang lain. Ruam terdiri atas papul-papul lentikular di
atas kulit eritematosa. Pada bagian yang cekung terdapat siktriks. Selain
menjalar secara serpiginosa, juga dapat menjalar ke perifer sehingga terbentuk
sikatriks ditengah.
Sumber : Djuanda, Adhi, Tuberkulosis kutis, Dalam Djuanda, Adhi., Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin. FK UI. Jakarta. 2005. Pages: 64-72
2. Mengapa lesi tidak terasa nyeri atau gatal ?
Gambaran kliniknya mula-mula berupa lesi nodul kemerahan, tunggal atau
multiple, yang kemudian berubah permukaannya menjadi verokous. Lesi ini
dikelilingi oleh suatu halo hiperpigmentasi. Lesi biasanya tidak nyeri dan tanpa
disertai gejala sistemik.
Harahap, Marwali. Tuberkulosis Kutis. Ilmu Penyakit Kulit. Indonesia. Jakarta :
Hipokrates: 2000. P: 273-5.
3. Mengapa dokter menanyakan pernah riwayat TB atau tidak ?
4. Mengapa keluar cairan keruh seperti nanah?
5. Mengapa tangan pasien menebal dan kasar sejak 6 bulan yang lalu ?
Tuberculosis veruca verrucosa atau yang disebut sebagai Lupus verrucosus,
Prosector's wart, dan Warty tuberculosis merupakan suatu ruam kecil, berupa
nodul papuler kemerahan pada kulit yang dapat muncul 2-4 minggu setelah
inokulasi oleh Mycobacterium tuberculosis pada infeksi sebelumnya dan pada
individu yang imunokompeten (Goldman, 2002)
Perjalanan kliniknya berlangsung kronik beberapa bulan hingga tahun.
Ternyata terdapat korelasi antara bentuk-bentuk tuberkulosis kutis dan imunitas.
Stokes dkk mengadakan pembagian tuberkulosis kutis berdasarkan imunitas
sebagai berikut :

a. Hiperergik, positif dengan tuberkulin pengenceran tinggi (1:1.000.000 atau


kurang) termasuk :
1. Liken skrofulosorum
2. Tuberkulosis kutis verukosa
3. Lupus vulgaris
b. Normergik, positif dengan tuberkulin pengenceran sedang (1:100.000)
termasuk :
1. Lupus vulgaris
2. Skrofuloderma
3. Sebagian kecil tuberkulid papulonekrotika
4. Sebagian eritema induratum
5. Inokulasi tuberkulosis primer (setelah minggu ke 3-4)
c. Hipoergik, tidak bereaksi atau bereaksi lemah dengan tuberkulin
pengenceran rendah (1:1.000 atau lebih) :
1. Sebagian besar tuberkulid papulonekrotika
2. Sebagian kecil eritema induratum
3. Lupus miliaris diseminatus fasiei
d. Anergik (tidak bereaksi) :
1. Kompleks primer stadium dini
2. Tuberkulosis kutis miliaris lanjut
6. Mengapa dilakukan tes mantoux dan tes histopatologi ?
Cara Pemberian dan Pembacaan
Uji tuberkulin dilakukan dengan injeksi 0,1 ml PPD secara intradermal (dengan
metode Mantoux) di volar / permukaan belakang lengan bawah.Injeksi
tuberkulin menggunakan jarum gauge 27 dan spuit tuberkulin, saat melakukan
injeksi harus membentuk sudut 30 antara kulit dan jarum.
Penyuntikan dianggap berhasil jika pada saat menyuntikkan didapatkan indurasi
diameter 6-10 mm. Uji ini dibaca dalam waktu 48-72 jam setelah suntikan. Hasil
uji tuberkulin dicatat sebagai diameter indurasi bukan kemerahan dengan cara
palpasi. Standarisasi digunakan diameter indurasi diukur secara transversal dari
panjang axis lengan bawah dicatat dalam milimeter.2,11-12
Interpretasi Uji Tuberkulin
Untuk menginterpretasikan uji tuberkulin dengan tepat, harus mengetahui
sensitiviti dan spesivisiti juga uji ramal positif dan uji ramal negatif. Seperti pada
uji diagnostik lain, uji tuberkulin mempunyai sensitiviti 100% dan spesivisiti
100%. Uji tuberkulin dilaporkan mempunyai uji ramal positif dan negatif 10-25%
seperti tampak pada tabel 2.

Hasil uji tuberkulin negatif dapat diartikan sebagai seseorang tersebut tidak
terinfeksi dengan basil
TB. Selain itu dapat juga oleh karena terjadi pada saat kurang dari 10 minggu
sebelum imunologi
seseorang terhadap basil TB terbentuk. Jika terjadi hasil yang negatif maka uji
tuberkulin dapat diulang 3 bulan setelah suntikan pertama.
Hasil uji tuberkulin yang positif dapat diartikan sebagai seseorang tersebut
sedang terinfeksi basil TB.Terpenting disini adalah jika seseorang sedang
terinfeksi M.tb apakah sedang terinfeksi atau sakit TB.Sehingga guideline ACHA
menyebutkan jika hasil uji tuberkulin positif maka harus dikonfirmasikan dengan
pemeriksaan foto toraks dan pemeriksaan dahak. Jika hasil foto toraks tersebut
normal maka dapat dilakukan pemberian terapi TB laten, tetapi jika hasil foto
toraks terjadi kelainan dan menunjukkan ke arah TB maka dapat dimasukkan
dalam M.tb aktif.
Spesivisiti uji tuberkulin dapat berubah menjadi 95-99% tergantung dari
prevalensi infeksi bukan TB pada suatu populasi. Jika spesivisiti turun akan
meningkatkan resiko cross-reaction. Curley mendapatkan spesivisiti uji
tuberkulin meningkat dengan meningkatnya cut off point dengan 15 mm.
Manuhutu mendapatkan cut off point antara reactor dan non-reactor 12 mm.
Pembacaan uji tuberkulin dilakukan dalam waktu 48-72 jam, tetapi dianjurkan
untuk 72 jam. Hasil
yang dilaporkan adalah indurasi lokal (bukan kemerahan) dengan palpasi,
diameter transversal dan dicatat dalam millimeter. Interpretasi ukuran diameter
uji tuberkulin seperti pada tabel 2,11-15,22

Dengan dasar sensitiviti dan spesivisiti, prevalensi TB masing-masing kelompok


dapat dibedakan.
Terdapat 3 cut-off point yang direkomendasikan untuk mengartikan reaksi uji
tuberkulin seperti
tampak pada tabel 4.7,23
Tabel 4. Interpretasi ukuran diameter reaksi uji tuberkulin.
Indurasi 5 mm

a. Close contac dgn individu yang diketahui/suspek TB dalam waktu 2 tahun.


b. Suspek TB aktif dengan bukti dari klinis dan radiologis.
c. Terinfeksi HIV.
d. Individu dengan perubahan radiologis berupa fibrotik, tanda TB.
e. Close contac dgn individu yang diketahui/ suspek TB dalam waktu 2 tahun.
f. Suspek TB aktif dengan bukti dari klinis dan radiologis.
g. Terinfeksi HIV.
h. Individu dengan perubahan radiologis berupa fibrotik, tanda TB.
i. Individu yang transplantasi organ dan imuncompromised.
Indurasi 10 mm
a. Datang dari daerah dengan prevalensi tinggi TB.
b. Individu dengan HIV negatip tetapi pengguna napza.
c. Konversi uji tuberkulin menjadi 10 mm dalam 2 tahun
d. Individu dengan kondisi klinis yang merupakan resiko tinggi TB :
DM
Malabsorbsi
CRF
Tumor di leher dan kepala
Leukemia, lymphoma
Penurunan BB > 10%
Silikosis
Indurasi 15 mm
a. Bukan resiko tinggi tertular TB
b. Konversi uji tuberkulin menjadi > 15 mm setelah 2 tahun
Sumber :The tuberkulin (Mantoux) skin test. Available at
http://www.nt.gov.au/health/cdc/fact_sheets /tb_skintest_factsheet.pdf.
Acessed December 18 2005
Siapkan 0,1 ml PPD ke dalam disposable spuit ukuran 1 ml (3/8 inch 26-27
gauge)
2. Bersihkan permukaan lengan volar lengan bawah menggunakan alcohol pada
daerah 2-3 inch di bawah lipatan siku dan biarkan mengering
3. Suntikkan PPD secara intrakutan dengan lubang jarum mengarah ke atas.
Suntikan yang benar akan menghasilkan benjolan pucat, pori-pori tampak jelas
seperti kulit jeruk, berdiameter 6-10 mm

4. Apabila penyuntikan tidak berhasil (terlalu dalam atau cairan terbuang keluar)
ulangi suntikan pada tempat lain di permukaan volar dengan jarak minimal 4 cm
dari suntikan pertama.
5. Jangan lupa mencatat lokasi suntikan yang berhasil tersebut pada rekam
medis agar tidak tertukar saat pembacaan. Tidak perlu melingkari benjolan
dengan pulpen/spidol karena dapat mengganggu hasil pembacaan.
Catatan
a.
Perhatikan cara penyimpanan PPD sesuai petunjuk pada kemasan
b. PPD aman bagi bayi berapapun usianya bahkan aman pula bagi wanita
hamil
c.
Tes Mantoux bukan merupakan kontra indikasi bagi:
Pasien yang pernah diimunisasi BCG
Pasien yang pernah dilakukan tes Mantoux sebelumnya dan hasilnya positif
(dalam hal ini pengulangan diperlukan karena hasil tes Mantoux sebelumnya
tidak tercatat dengan baik)
Pasien sedang dalam kondisi demam, sakit, maupun pasien dengan
imunokompromais
d.
Adanya parut yang besar pada bekas tes Mantoux sebelumnya
merupakan petunjuk hasil positif pada tes terdahulu dan tidak perlu diulang.
Namun perlu ditekankan bahwa tes Mantoux menggunakan PPD dan bukan
vaksin BCG.
Pembacaan
1. Hasil tes Mantoux dibaca dalam 48-72 jam, lebih diutamakan pada 72 jam
Minta pasien control kembali jika indurasi muncul setelah pembacaan
Reaksi positif yang muncul setelah 96 jam masih dianggap valid
Bila pasien tidak control dalam 96 jam dan hasilnya negative maka tes
Mantoux harus diulang.
2. Tentukan indurasi (bukan eritem) dengan cara palpasi
3. Ukur diameter transversal terhadap sumbu panjang lengan dan catat sebagai
pengukuran tunggal
4. Catat hasil pengukuran dalam mm (misalnya 0 mm, 10 mm, 16 mm) serta
catat pula tanggal pembacaan dan bubuhkan nama dan tandatangan pembaca
5. Apabila timbul gatal atau rasa tidak nyaman pada bekas suntikan dapat
dilakukan kompres dingin atau pemberian steroid topikal
Catatan:
Reaksi hipersensitivitas terhadap tuberkulin yang munculnya cepat (immediate
hypersensitivity reactions) dapat timbul segera setelah suntikan dan biasanya
menghilang dalam 24 jam. Hal ini tidak mempunyai arti dan bukan menunjukkan
hasil yang positif.

G.
INTERPRETASI TEST MANTOUX
Tes Mantoux dinyatakan positif apabila diameter indurasi > 10 mm.
Kemungkinan yang perlu dipikirkan pada anak dengan hasil tersebut:
a.
Terinfeksi tuberkulosis secara alamiah
b. Infeksi TB mencakup infeksi TB laten, sakit TB aktif, atau pasca terapi
TB.
c.
Pernah mendapat imunisasi BCG (pada anak dengan usia kurang dari 5
tahun)
d. Pada pasien usia kurang dari 5 tahun dengan riwayat vaksinasi BCG
kecurigaan ke arah infeksi alamiah TB bila hasil uji Mantoux > 15 mm.
e.
Infeksi mikobakterium atipik
Meskipun demikian, hasil uji Mantoux > 5 mm dapat dipertimbangkan positif
pada pasien tertentu seperti :
a.
Pasien dengan infeksi HIV
b. Pasien dengan transplantasi organ atau mendapat imunosupresan jangka
panjang seperti pasien keganasan atau sindrom nefrotik

False Negative
Pasien-pasien tertentu yang terinfeksi tuberkulosis mungkin dapat menunjukkan
hasil tes Mantoux yang negatif.Kondisi demikian disebut dengan anergi. Anergi
kemungkinan terjadi pada pasien:
a.
Pasien dengan status malnutrisi berat
b. Pasien dengan infeksi berat seperti campak, cacar air, pertusis, difteri,
tifoid
c.
Pasien dengan status imunokompromasi atau pasien menggunakan
imunosupresan jangka panjang seperti pasien HIV, keganasan, sindrom nefrotik
dan lainnya
d. Pasien dengan sakit TB berat seperti TB milier, meningitis TB
Mengingat masa yang diperlukan untuk terbentuknya cellular mediated
immunity sejak masuknya kuman TB adalah 2-12 minggu maka hasil negatif pada
pasien dengan kontak erat penderita TB dewasa masih mungkin pasien sedang
dalam masa inkubasi.
Mantoux 0,1 ml PPD intermediate strengh
Lokasi : volar lower arm
Waktu pembacaan : 48-72 h post injection
Pengukuran : palpasi, tandai, ukur
Laporkan : milimeter, meski 0 mm
Diameter indurasi :
- 0 - 5 mm : negatif

5 - 9 mm : positif meragukan
>= 10 mm : positif

Dr. Moh Syarofil Anam, Msi.Med, Sp.A.


7. Cara infeksi penyakit tersebut?
Cara infeksi dari kuman M. Tuberculosis ini ada 6 macam yaitu penjalaran
langsung ke kulit dari organ di bawah kulit yang telah dikenai penyakit
tuberkulosis, misalnya skrofuloderma, inokulasi langsung pada kulit sekitar
orifisium alat dalam yang dikenai penyakit tuberkulosis, misalnya tuberkulosis
kutis orifisialis, penjalaran secara hematogen, misalnya tuberkulosis kutis
miliaris, penjalaran secara limfogen, misalnya lupus vulgaris, penjalaran langsung
dari selaput lendir yang sudah diserang penyakit tuberkulosis, misalnya lupus
vulgaris, atau bisa juga kuman langsung masuk ke kulit yang resistensi lokalnya
telah menurun atau jika ada kerusakan kulit, contohnya tuberkulosis kutis
verukosa.
Hal-hal yang mempengaruhi timbulnya gejala klinik adalah sifat kuman,
respon imun tubuh saat kuman ini masuk kedalam tubuh ataupun saat kuman
ini sudah berada didalam tubuh serta jumlah dari kuman tersebut.Respon imun
yang berperan pada infeksi M. tuberculosis adalah respon imunitas
selular.Sedangkan peran antibodi tidak jelas atau tidak memberikan imunitas.
Bila terjadi infeksi oleh kuman M. Tuberculosisini, maka kuman ini akan
masuk jaringan dan mengadakan multiplikasi intraseluler. Hal ini akan memicu
terjadinya reaksi jaringan yang ditandai dengan datang dan berkumpulnya selsel leukosit dan dan sel-sel mononuklear serta terbentuknya granuloma
epiteloid disertai dengan adanya nekrosis kaseasi ditengahnya. Granuloma yang
terbentuk pada tempat infeksi paru disebut ghonfocus dan bersamaan kelenjar
getah bening disebut kompleks primer adalah tuberculous chancre. Bila kelenjar
getah bening pecah timbul skrofuloderma.

Sumber :Wolff, Klaus; et al. Tuberculosis and Infections with Atypical


Mycobacteria. In: Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 7th Edition.
New York; McGraw-Hill, 2008: 1769-78
Cara infeksi ada 6 macam :
1.

Penjalaran langsung ke kulit dari organ di bawah kulit yang telah dikenai
penyakit tuberkulosis, misalnya skrofuloderma.

2.

Inokulasi langsung pada kulit sekitar orifisium alat dalam yang dikenai penyakit
tuberkulosis, misalnya tuberkulosis kutis orifisialis.

3.

Penjalaran secara hematogen, misalnya tuberkulosis kutis miliaris

4.

Penjalaran secara limfogen, misalnya lupus vulgaris.

5.

Penjalaran langsung dari selaput lendir yang sudah diserang penyakit


tuberkulosis, misalnya lupus vulgaris.

6.

Kuman langsung masuk ke kulit, jika ada kerusakan kulit dan resistensi lokalnya
telah menurun, contohnya tuberkulosis kutis verukosa.

Sumber :
Djuanda, Adhi, Tuberkulosis kutis, Dalam Djuanda, Adhi., Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. FK UI. Jakarta. 2005. Pages: 64-72

IMUNITAS SELULAR
Sistem imun selular melibatkan sel T dengan limfokinnya. Sel T meliputi
80-90% jumlahlimfosit darah tepi dari 90% jumlah limfosit timus.
Sel T hanya mempunyai sedikit imunoglobulin pada permukaannya
dibandingkan dengan sel B sehingga apabila dilakukan inkubasi dengan
antiimunoglobulin manusia dan diperiksa dengan mikroskop imunofluoresensi
tidak akan terjadi fluoresensi. Namun sel T mempunyai reseptor pada
permukann selnya yang dapat berikatan dengan sel darah merah kambing.
Apabila sel T diinkubasi dengan sel darah merah kambing akan terbentuk roset
yang terdiri atas beberapa sel darah merah mengelilingi sel T.
Sebelum sel T dapat bereaksi terhadap antigen, maka antigen tersebut harus
diproses serta disajikan kepada sel T oleh makrofag atau sel langerhans. Setelah

terjadi interaksi antara makrofag, antigen, dan sel T, maka sel tersebut akan
mengalami transformasi blastogenesis sehingga terjadi peningkatan aktivitas
metabolik. Selama mengalami proses transformasi tersebut sel T akan
mengeluarkan zat yang disebut sebagailimfokinyang mampu merangsang dan
mempengaruhi reaksi peradangan selular, antara lain faktor penghambat
migrasi makrofag (Macrophage Inhibitory Factor), (MIF); faktor aktivasi
makrofag (Macrophage Activating Factor), (MAF); faktor kemotaktik makrofag;
faktor penghambat leukosit (Leucocyte Inhibitory Factor), (LF); Inteferon dan
limfotoksin. Mediator-mediator tersebut mampu mempengaruhi makrofag,
PMN, limfosit, dan sel-sel lain sehingga terjadi reaksi hipersensitivitas lambat
(tipe IV). Contoh dalam bidang penyakit kulit ialah dermatitis kontak alergik.
Reaksi peradangan yang dipacu oleh limfokin dimulai dengan aktivasi limfosit
oleh adanya kontak dengan antigen spesifik yang mampu mengeluarkan faktor
kemotaktik limfokin yang akan membawa sel radang ke tempat kontak. Sel-sel
tersebut akan ditahan di tempat aktivasi limfosit oleh faktor penghambat
migrasi makrofag dan faktor penghambat leukosit. Kemudian makrofag akan
diaktivasi oleh faktor aktivasi makrofag menjadi sel pemusnah (killer cell) yang
mengakibatkan kerusakan jaringan.Terjadi jalinan amplifikasi yang melibatkan
faktor mitogenik limfosit, akan menyebabkan limfosit lain berperan serta pada
respons hipersensitivitas lambat ini. Makrofag juga dapat berperan dalam
respons imun dengan jalan mengeluarkan monokin, misalnya interleukin 1 yang
melibatkan limfosit untuk berperan serta dalam reaksi peradangan tersebut.
Mengikuti terikatnya antigen spesifik dengan permukaan sel T, sel T akan
mengalami proliferasi klonal untuk memproduksi turunan limfosit yang secara
genetik diprogramkan untuk bereaksi dengan antigen spesifik yang telah
mengaktivasi sel pendahulunya. Proliferasi klonal biasanya terjadi di jaringan
limfois. Sistem imun selular akan diatur oleh subset sel T, disebut sebagai sel T
penekan dan sel T penolong yang akan menambah atau menekan respins imun
dan mengatur sintesis antibodi, sehingga kedua sel tersebut di atas merupakan
penghubung antara sistem imun selular dan sistem imun humoral.
Sumber : Djuanda, Adhi, Tuberkulosis kutis, Dalam Djuanda, Adhi., Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin. FK UI. Jakarta. 2005. Pages: 48-49

8. Apa hubungan pekerjaan pasien dg keluhan ?


Pekerjaan yang mungkin berkontak langsung dengan jaringan-jaringan yang
mengandung M. Tuberculosis seperti pekerja laboratorium.
Sumber : Atlas berwarna Saripati Penyakit Kulit Prof. Dr. R. S. Siregar, Sp.KK(K)
Edisi 21.
9. DD?
Diagnosis
Diagnosis pada tuberculosis kutis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
gambaran klinis dan ditunjang oleh pemeriksaan histopatologi dan pemeriksaan
bakteriologik.

1. Pemeriksaan bakteriologik
Pemeriksaan bakteriologik penting untuk mengetahui
penyebabnya.Pemeriksaan bakteriologik menggunakan bahan berupa pus.
Pemeriksaan bakteriologik yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan BTA,
kultur dan PCR. Pemeriksaan BTA dengan menggunakan pewarnaan Ziehl
Neelson mendeteksi kurang lebih 10.000 basil per mL.Pada pemeriksaan PCR
(Polymerase Chain Reaction) dapat juga digunakan untuk mendeteksi M.
tuberculosis. Pemeriksaan kultur menggunakan medium non sekeltif
(Lowenstein-Jensen), tetapi hasilnya memerlukan waktu yang lama karena M.
tuberculosis butuh waktu 3 4 minggu untuk berkembang biak.
2. Pemeriksaan Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi penting untuk menegakkan diagnosis.Pada gambaran
histopatologi tampak radang kronik dan jaringan nekrotik mulai dari lapisan
dermis sampai subkutis tempat ulkus terbentuk.Jaringan yang mengalami
nekrosis kaseosa oleh sel sel epitel dan sel sel Datia Langhans.
3. Tes Tuberkulin (Tes Mantoux)
Diagnosis pasti tuberculosis kutis tidak dapat ditegakkan berdasarkan tes
tuberculin yang positif karena tes ini hanya menunjukkan bahwa penderita
pernah terinfeksi tuberculosis tetapi tidak dapat membedakan apakah infeksi
tersebut masih berlangsung aktif atau telah berlalu.
4. LED
Pada tuberkulosis kutis, LED mengalami peningkatan tetapi LED ini lebih penting
untuk pengamatan obat daripada untuk membantu menegakkan diagnosis.
10. Treatment ?
11. Klasifikasi penyakit kulit yang disebabkan oleh bakteri ?
1. Tuberkulosis kutis sejati
A. Tuberkulosis kutis primer
Inokulasi TB primer
TB chancre atau kompleks primer TB (TB inokulasi primer)
Bentuk ini merupakan hasil inokulasi primer kuman TB pada kulit orang yang
belum pernah terkena kuman TB sebelumnya atau pada orang-orang yang tidak
mempunyai imunitas terhadap kuman TB.Kompleks lesi primer meliputi kulit dan
nodus limfatikus terutama pada bayi dan anak-anak.Jalan masuk basil tuberkel
adalah paru-paru, luka kecil, kuku yang terbuka, atau luka tusuk.
Gambarannya dapat berbentuk papul, pustul atau ulkus indolen, berdinding
tergaung dan disekitarnya livid.Masa tunas 2-3 minggu, limfangitis dan

limfadenitis timbul beberapa minggu hingga beberapa bulan setelah afek


primer, pada waktu tersebut reaksi tuberkulin menjadi positif.Keseluruhannya
merupakan kompleks primer.Pada ulkus tersebut dapat terjadi indurasi, karena
itu disebut tuberculous chancre. Makin muda usia penderita makin berat
gejalanya. Bagian yang sering terkena adalah wajah dan ekstremitas yang
berhubungan dengan limphadenopaty regional.Biasanya ditemukan pada daerah
kulit yang mudah terkena trauma.
Histopatologinya yaitu pada fase awal menunjukkan gambaran radang akut
dengan nekrosis dan banyak basil tahan asam.Pada stadium lanjut dijumpai
kaseasi bersamaan dengan lenyapnya basil.
B. Tuberkulosis kutis sekunder
1.
TB miliar kulit (TB kutis miliaris diseminata)
Tipe ini biasanya terjadi pada bayi dan anak-anak dengan status
imunokompromise.Fokus infeksi terdapat secara khusus pada paru-paru atau
selaput otak.Akan ditemukan adanya lesi primer pada paru dan lesi yang muncul
secara mendadak dan tersebar Terjadi karena penjalaran ke kulit dari fokus di
badan.Reaksi terhadap tuberkulin biasanya negatif (anergi).
Ruam diseluruh badan berupa eritema berbatas tegas, papula, vesikel, pustule,
skuama atau purpura menyeluruh dengan atau tanpa nekrosis diatasnya.
Diagnosis banding dari kelainan ini adalah sifilis sekunder dan erupsi obat.Pada
pemeriksaan histopatologinya menunjukkan adanya beberapa fokal nekrosis dan
abses yang dikelilingi zona makrofag dan banyak basil tahan asam.Pada
umumnya prognosisnya buruk.
2.
Skrofuloderma
Definisi
Skrofuloderma adalah tuberculosis kutis murni sekunder yang timbul akibat
penjalaran perkontinuitatum dari jaringan atau organ di bawah kulit yang telah
terserang penyakit tuberculosis misalnya tuberkulosis kelenjar getah bening,
tuberculosis tulang dan keduanya atau tuberculosis epididimis atau setelah
mendapatkan vaksinasi.
Patofisiologi
Pada penyakit ini biasanya menular melalui percikan air ludah dan oleh
karenanya porte dentre skrofuloderma di daerah leher adalah pada tonsil atau
paru, jika di ketiak maka kemungkinan porte dentre pada apeks pleura, jika di
lipat paha porte dentre pada ekstrimitas bawah. Kadang kadang ketiga
tempat predileksi tersebut terserang sekaligus, yakni pada leher, ketiak dan
lipatan paha.

Skrofuloderma merupakan hasil dari adanya penjalaran jaringan di bawah kulit


yang terserang tuberculosis, biasanya kelenjar getah bening, tetapi kadang
kadang dapat juga berasal dari tulang, atau kedua duanya atau tuberculosis
epididimis. Tuberkulosis kelenjar getah bening tersering terjadi dan yang terkena
adalah kelenjar getah bening pada supraklavikula, submandibula, leher bagian
lateral, ketiak, dan lipatan paha (jarang terjadi).Fokus primer didapatkan pada
daerah yang aliran getah beningnya bermuara pada kelenjar getah bening yang
meradang.
Penyebaran penyakit terjadi secara cepat melalui limfatik ke kelenjar getah
bening dari daerah yang sakit dan melalui aliran darah.Granuloma yang
terbentuk pada tempat infeksi paru disebut ghonfocus dan bersamaan kelenjar
getah bening disebut kompleks primer adalah tuberculous chancre.Bila kelenjar
getah bening pecah timbul skrofuloderma.Reinfeksi eksogenous bisa terjadi
meskipun jarang dan reaksinya pada host yang telah tersensitasi oleh infeksi
sebelumnya berbeda dengan mereka yang belum tersensitasi.

Gambaran Klinis
Skrofuloderma biasanya dimulai sebagai infeksi kelenjar getah bening
(limfadenitis tuberculosis) berupa pembesaran kelenjar getah bening.Kelenjar
getah bening ini konsistensinya padat pada perabaan. Mula mula hanya
beberapa kelenjar yang diserang, lalu makin banyak dan berkonfluensi.
Selanjutnya berkembang menjadi periadenitis yang menyebabkan perlekatan
kelenjar tersebut dengan jaringan sekitarnya. Kemudian kelenjar tersebut
mengalami perlunakan yang tidak serentak, menyebabkan konsistensinya
menjadi bermacam macam, yaitu didapati kelenjar getah bening melunak dan
membentuk abses yang akan menembus kulit dan pecah, bila tidak disayat dan
dikeluarkan nanahnya, abses ini disebut abses dingin artinya abses tersebut
tidak panas maupun nyeri tekan, melainkan berfluktuasi (bergerak bila ditekan,
menandakan bahwa isinya cair).
Pada stadium selanjutnya terjadi perkejuan dan perlunakan, pecah dan mencari
jalan keluar dengan menembus kulit di atasnya dengan demikian membentuk
fistel. Kemudian fistel meluas hingga mejadi ulkus yang mempunyai sifat khas
yakni bentuknya panjang dan tidak teratur, dan di sekitarnya berwarna merah
kebiruan, dindingnya tergaung, jaringan granulasinya tertutup oleh pus yang
purulen, jika mongering menjadi krusta warna kuning.
Lesi dapat sembuh secara spontan namun memerlukan waktu dalam beberapa
tahun dengan meninggalkan bekas luka (sikatriks) yang memanjang dan tidak
teratur.Jembatan kulit (skin bridge) kadang kadang terdapat di atas sikatriks,
biasanya berbentuk seperti tali yang kedua ujungnya melekat pada sikatriks
tersebut.

Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik dengan melihat
gambaran lesi jika masih dalam bentuk pembesaran kelenjar getah bening
diperlukan pemeriksaaan histopatologi dan pemeriksaan penunjang lainnya
untuk menyingkirkan penyebab lain selain mikrobakterium tuberkulosis.
Pada Skrofuloderma dileher gambaran klinisnya khas, walaupun demikian
aktinomikosis sering dijadikan diagnosis banding terhadap skrofuloderma di
leher.Aktinomikosis biasanya menimbulkan deformitas atau benjolan dengan
beberapa muara fistel produk.
Pada stadium limfadenitis tuberkulosis sukar didiagnosis secara klinis sulit
dibedakan dengan limfadenitis non tuberkulosis lainnya, seperti limfosarkoma,
leukimia, limfoma maligna, pembesaran kelenjar getah bening post vaksinasi
BCG. Jika didaerah ketiak dibedakan dengan hidradenitis supurativa, yakni
infeksi oleh piokokus pada kelenjar apokrin.Penyakit tersebut bersifat akut dan
disertai dengan tanda-tanda radang akut yang jelas, terdapat gejala konstitusi
dan leukositosis.Hidradenitis supurativa, yakni infeksi oleh piokokus pada
kelenjar apokrin.Penyakit tersebut bersifat akut dan disertai dengan tanda-tanda
radang akut yang jelas, terdapat gejala konstitusi dan lukositosis.Hidradenitis
supurativa biasanya menimbulkan sikatriks sehingga terjadi tarikan-tarikan yang
mengakibatkan retraksi ketiak.
Skrofuloderma yang terdapat dilipatan paha kadang-kadang mirip penyakit
venerik yaitu limfogranuloma venerum (LGV).Perbedaan yang penting adalah
pada LGV terdapat riwayat kontak seksual pada anamnesia diertai gejala
konstitusi dan terdapat kelima tanda radang akut.Lokalisasinya juga berbedabeda, pada LGV yang diserang adalah kelenjar getah bening inguinal medial,
sedangkan pada skrofuloderma menyerang getah bening inguinal lateral dan
femoral.Pada stadium lanjut LGV terdapat gejala bubo bertingkat yang berarti
pembesaran kelenjar di inguinal medial dan fosa iliaka.Pada LGV tes frei positif,
pada skrofuloderma tes tuberculin positif.
3.

TB kutis verukosa (warty tuberculosis verrucanecrogenica)

Definisi
Tuberculosis veruca verrucosa atau yang disebut sebagai Lupus verrucosus,
Prosector's wart, dan Warty tuberculosis merupakan suatu ruam kecil, berupa
nodul papuler kemerahan pada kulit yang dapat muncul 2-4 minggu setelah
inokulasi oleh Mycobacterium tuberculosis pada infeksi sebelumnya dan pada
individu yang imunokompeten (Goldman, 2002)

Etiologi
Paling banyak kasus tuberculosis veruca verrucosa disebabkan oleh reinfeksi dari
individu yang ditandai dengan hipersensitif kulit dan imunitas yang baik,
walaupun auto-inokulasi dari sputum dapat menyebabkan lesi. Karena port de
entry biasanya pada sisi tauma, luka, atau tusukan pada kulit, (luka pada ahli
bedah autopsy misalnya), merupakan tempat lesi di tangan. Tetapi dapat juga
terjadi dimanapun di kulit, seperti telapak kaki, anus, dan pada anak di negara
berkembang sering terjadi pada pantat dan lutut. Hal ini karena anak-anak di
negara berkembang dengan resiko tuberkulosis yang tinggi dapat kontak
langsung antara luka dan sputum tuberkulosis saat berjalan tanpa alas kaki,
duduk, atau saat bermain ditanah (Padmavathy, et al., 2007).
Patofisiologi
Ketika terpapar, lesi kulit pada penampakan luar akan menjadi verruca atau
borok, hal ini akan dibingungkan oleh jenis veruka lainnya. Lesi ini akan berubah
menjadi plak anular berwarna merah kecoklatan seiring waktu, dengan central
healing dan ekspansi bertahap ke arah perifer, dimana pada fase ini akan
dipusingkan dengan infeksi jamur seperti blastomycosis dan
chromoblastomycosis. Akan tetapi pada area tengah lesi tuberculosis veruca
verrucosa akan mengeras dan menjadi fisura, dimana pus dan bahan keratin
dapat keluar dari fusura ini. Lesi biasanya soliter, dan nodul regional tidak
terpengaruh kecuali terdapat infeksi sekunder bakteri.Lesi dapat berkembang
dan menetap dalam beberapa tahun.Penyebuhan spontan dapat terjadi dengan
bekas parut (Goldman, 2002).
Diagnosa
Diagnosa ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan fisik ditunjang dengan
pemeriksaan histologi yang dikonfirmasi dengan isolasi M.tuberculosis pada
kultur atau dengan PCR. Pada pemeriksaan fisik didapatkan gambaran klinis yang
khas biasanya berbentuk bulan sabit akibat penjalaran secara serpiginosa, yang
berarti penyakit menjalar ke satu jurusan diikuti penyembuhan di jurusan yang
lain. Ruam terdiri atas papul-papul lentikuler di atas kulit yang eritematosa.Pada
bagian yang cekung terdapat sikatriks.Selain menjalar secara serpiginosa, juga
dapat menjalar ke perifer sehingga terbentuk sikatriks di tengah.
Pemeriksaan histologi menunjukkan gambaran pseudoepitheliomatous
hyperplasia dengan hyperkeratosis dan infiltrasi neutrofil dan limfosit.
Gambaran abses didapatkan pada epidermis dan dermis bagian atas.Dapat
ditemukan epithelioid giant cells, tuberkel dan BTA jarang ditemukan. Pada
kultur dari lesi tuberculosis kutis verukosa akan didapatkan mikobakterium. PCR
digunakan untuk mengidentifikasi DNA M. tuberculosis dalam specimen

jaringan. Skin test pada tuberkulosa kutis veerukosa akan memberikan hasil
positif.
Gejala klinis
Lesi pada dewasa umumnya terdapat pada tangan terutama bagian dorsolateral
dan jari-jari, sedangkan pada anak-anak biasanya pada ekstremitas bawah dan
lutut. Lesi diawali dengan halo berwarna ungu, berkembang menjadi plak kutil
yang keras dan hyperkeratosis, pus dan material keratin keluar dari cleft dan
fisura yang terbentuk. Papul asimtomatis sering salah didiagnosa sebagai veruka
vulgaris.Pertumbuhannya lambat dan terjadi perluasan ke perifer. Lesi biasanya
soliter dan tidak melibatkan kgb regional kecuali jika terjadi infeksi sekunder.
Lesi dapat berkembang dan menetap selama bertahun-tahun. Juga bisa terjadi
resolusi spontan dengan pembentukan scar.
Bentuk TB kulit yang timbul karena infeksi eksogen pada individu dengan
imunitas baik.Perjalanan kliniknya berlangsung kronik beberapa bulan hingga
tahun.Tempat predileksinya pada tungkai bawah dan kaki.Gambaran klinis
biasanya berbentuk bulan sabit akibat penjalaran secara serpiginosa.Ruam
terdiri atas papul-papul lentikuler di atas kulit yang eritematosa.Pada bagian
yang cekung terdapat sikatriks.Diagnosis bandingnya adalah veruka,
kromomikosis dan sporotrikosis.Gambaran histopatologinya yaitu pada
epidermis dijumpai adanya hiperkeratosis, hipergranulosis, akantosis, dan
papilomatosis diatas sebukan radang akut.
4. Tuberkulosis kutis gumosa
Tuberkulosis ini terjadi akibat penjalaran secara hematogen, biasanya dari
paru.Kelainan kulit berupa infiltrat subkutan, berbatas tegas yang menahun,
kemudian melunak dan bersifat destruktif.Pada awalnya kulit berwarna normal
dan lama-kelamaan menjadi merah kebiruan.Lesi tersebar berbentu makula dan
papul berukuran kecil atau lesi berwarna kemerahan.Kadang-kadang vesikuler
dan terdapat krusta.
5. Tuberkulosis kutis orifisialis
Pada umumnya terjadi pada pasien dengan penyakit tuberkulosa pada organorgan dalam.Sesuai dengan namanya maka lokasinya di sekitar orifisium.Pada
tuberkulosis paru dapat terjadi ulkus di mulut, bibir atau di sekitarnya.Pada
tuberkulosis saluran cerna, ulkus dapat ditemukan di sekitar anus.Pada
tuberkulosis saluran kemih, ulkus dapat ditemukan di sekitar orifisium uretra
eksternum.Ulkus berdinding tergaung, kemerahan, hemoragik, purulen dan
sekitarnya livid.
6. Lupus vulgaris

Lupus vulgaris merupakan bentuk yang sering dan mengenai terutama pada
bagian yang sering terpapar misalnya pada wajah dan ekstremitas.Cara infeksi
dapat secara endogen atau eksogen.Gambaran klinis yang umum adalah
kelompok nodus eritematosa yang berubah warna menjadi kuning pada
penekanan (apple jelly colour).Nodus-nodus tersebut berkonfluensi berbentuk
plak, bersifat destruktif, sering terjadi ulkus.
Pada waktu terjadi involusi terbentuk sikatriks.Bila mengenai muka tulang rawan
hidung dapat mengalami kerusakan.Penyembuhan spontan terjadi perlahanlahan di suatu tempat, tetapi terjadi perjalanan di tempat lain, yang dapat ke
perifer atau serpiginosa.
2. Tuberkulid
A. Bentuk Papul
1. Lupus milliaris diseminatus fasiei
Mengenai muka, timbulnya secara bergelombang.Ruam berupa papul-papul
bulat, biasanya diameternya tidak melebihi 5 mm, eritematosa kemudian
meninggalkan sikatriks. Pada diaskopi memberi gambaran apple jelly colour
seperti pada lupus vulgaris.

2. Tuberkulosis papulonekrotika
Lesi tipe ini terutama terjadi pada anak-anak dan dewasa yang menderita TB
pada bagian tubuh lain. Keadaan ini terjadi karena adanya reaksi alergi terhadap
basil tuberkel. Basil menyebar secara hematogen pada orang dengan satus
imunitas sedang atau baik, akan tetapi fokus tuberkulosis secara klinis tidak aktif
pada saat terjadinya erupsi, dan pasien sedang berada dalam keadaan sehat.
Selain berbentuk papulonekrotika juga dapat berbentuk papulopustul.
Tempat predileksi pada muka, anggota badan bagian ekstensor, dan badan.
Mula-mula terdapat papul eritematosa yang timbul secara bergelombang,
membesar perlahan-lahan dan kemudian menjadi pustul, lalu memecah menjadi
krusta dan membentuk jaringan nekrotik dalam waktu 8 minggu, lalu
menyembuh dan meninggalkan sikatriks. Kemudian timbul lesi-lesi baru.Lama
penyakit dapat bertahun-tahun.
3. Liken skrofulosorum
Lesi biasanya terjadi di daerah leher pada anak yang menderita tuberkulosis
tulang atau nodus limfatikus.Kelainan kulit terdiri atas beberapa papul miliar,
warna dapat serupa dengan kulit atau eritematosa.Mula-mula tersusun
tersendiri, kemudian berkelompok tersusun sirsinar, kadang-kadang di
sekitarnya terdapat skuama halus.Tempat predileksi pada dada, perut,
punggung dan daerah sacrum.Perjalanan penyakitnya dapat berbulan-bulan dan
residif, jika sembuh tidak meninggalkan sikatriks.

B. Bentuk Granuloma dan ulseronodulus


1. Eritema nodusum
Kelainan kulit berupa nodus-nodus indolen terutama pada ekstremitas bagian
ekstensor.Diatasnya terdapat eritema. Banyak penyakit yang juga dapat
memberi gambaran klinis sebagai E.N., yang sering: lepra sebagai eritema
nodusum leprosum, reaksi id karena Streptococcus B Hemolyticus, alergi obat
secara sistemik, dan demam reumatik.
2. Eritema induratum
Eritema induratum adalah suatu peradangan kronis dari pembuluh darah arteri
dan vena bersifat jinak, dan disertai nekrosis lemak.Kelainan kulit berupa nodusnodus indolen.Tempat predileksinya pada daerah fleksor.Terjadi supurasi
sehingga terbentuk ulkus-ulkus.Kadang-kadang tidak mengalami supurasi, tetapi
regresi sehingga terjadi hipotrofi berupa lekukan-lekukan.Perjalanan penyakit
kronik residif.
Tuberkulosis Kutis oleh Mikobakteria Atipikal
1. GOLONGAN I
M.marinum (swimming pool granuloma)
Epidemiologi
Mikobakteria ini pertama kali berhasil diisolasi tahun 1926 oleh Aronson dari
ikan laut dalam akuarium Philadelphia.Habitatnya di kolam renang maupun
akuarium.Air yang bertemperatur sesuai, sungai dan pantai.Vektornya adalah
ikan, lumba-lumba, belut, udang, kepiting dan kutu air.
Faktor resiko terkena infeksi dari mikobakteria ini adalah adanya riwayat trauma
pada saat memancing atau pada saat kaki atau tangan berada di dalam air. Dari
survei yang dilakukan di Perancis dari tahun 1996 sampai tahun 1998 diketahui
bahwa lebih dari 84% kasus infeksi berasal dari kolam ikan. Infeksi didapatkan
ketika penderita membersihkan kolam. M. marinum dapat bertahan di dalam air
dan dapat ditemukan pada ikan yang mati, sisi kolam, dan dari pasir.
M.marinum menimbulkan kelainan nodus verukosa, dapat linear hingga
menyerupai sporotrikosis.Predileksinya ialah tempat yang banyak mendapat
trauma yakni di tangan, lengan, siku, lutut dan kaki.Lesi juga sering timbul pada
daerah lengan, lutut dan kaki dari perenang, dapat juga pada tangan dan jari-jari
dari pemancing ikan.Kasus terbanyak terjadi di Swedia, Inggris, Hawaii, dan
Amerika Serikat.
Manifestasi klinik
Lesi biasanya timbul sekitar tiga minggu setelah terinfeksi. Lesi awal akan
tampak seperti erosi atau veruka dan papul atau dapat juga berbentuk plak. Lesi

primer yang multipel jarang muncul.Biasanya tidak ditemukan adanya ulserasi


maupun nekrosis. Kemudian mulai akan terbentuk ulkus yang dikelilingi krusta,
abses yang supuratif atau nodul yang verukosa. Pada masa inkubasi kadang
disertai penyakit lain seperti synovitis, bursitis, arthritis dan osteomyelitis.
Apabila mengenai tendon maka akan mengurangi ruang gerak bagian tubuh
tersebut. Pada beberapa kasus memerlukan terapi pembedahan.
Perjalanan penyakit ini cenderung lambat, dan lesinya tampak tidak mengalami
perubahan dalam jangka waktu bertahun-tahun. Dari hasil histopatologi akan
tampak adanya campuran reaksi inflamasi yang disertai dengan adanya
hiperkeratosis dan akantosis.
Histopatologi
Lesi akan terlihat seperti inflamasi non spesifik pada beberapa bulan, sementara
lesi yang lebih lama akan mulai terbentuk seperti granuloma dengan massa yang
fibrinoid. Kadang ditemukan Langhans giant cell.Basil gram negatif hanya
berhasil ditemukan pada 10% kasus.
Diagnosa dan diferensial diagnosa
Diperlukan riwayat yang jelas, seperti pernah berenang atau memegang ikan
dan adanya tuberkuloid granulomatosis pada pemeriksaan histopatologi.
Penyakit lain berupa adanya granuloma di kulit dapat dipertimbangkan sebagai
differensial diagnosis. Berdasarkan daerah geografisnya, maka infeksi
mikobakterial lain, blastomikosis, coccidiosis, histoplasmosis, dan sporotrichosis
dan juga nocadiosis, sifilis tersier harus dapat disingkirkan.

Pengobatan
M. marinum tidak terlalu memberikan respon dengan pengobatan dengan obat
anti tuberkulosis, tetapi sering terjadi penyembuhan spontan. Minocycline, 200
mg/hari selama satu sampai dua bulan adalah pengobatan pilihan. Pengobatan
lain menggunakan kombinasi dari sulfamethoxazole dan trimetoprim, minosiklin
dengan doksisiklin, rifampisin dengan etambutol, dan klaritromisin,
levofloksasin, atau amikain. Jangka waktu pengobatan yang tepat belum dapat
ditentukan, tetapi dari beberapa penelitian sekitar 14 minggu dengan durasi
lebih lama pada pasien dengan infeksi pada struktur tubuh yang lebih
dalam.Untuk kasus yang kambuh atau berulang, dapat dilakukan tindakan
pembedahan.
M. Kansasii
M. Kansasii dapat menimbulkan kelainan kulit sebagai nodul verukosa
menyerupai sporotrikosis atau krusta dengan ulkus yang dangkal dibawahnya.
Infeksi oleh kuman ini banyak dilaporkan di Amerika Serikat.
Epidemiologi

M. kansasii adalah jenis mikobakteria atipikal yang paling dekat hubungannya


dengan M. tuberculosis. Organisme ini biasanya berada di lingkungan, pada air
yang tergenang dan hewan liar. Penyakit kulit yang disebabkan oleh
mikobakteria jenis ini biasa muncul pada orang dewasa dengan kondisi yang
mendukung seperti sedang dalam terapi menggunakan obat-obat
immunosupresan atau penderita yang immunocompromised.Tempat masuk
kuman ini adalah luka kecil atau lecet pada kulit.Belum ada bukti yang
menunjukkan bahwa penyebaran mikobakteria ini dapat dari orang ke orang.
Manifestasi klinis
Infeksi dari mikobakteria ini dapat muncul dengan beberapa bentuk. Paling
sering terlihat adanya papul-papul disekitar bentukan sporotrikhoid, kadang
nodul subkutan akan terlihat pada struktur yang lebih dalam dan dapat
mengakibatkan terjadinya carpal tunnel syindrome atau penyakit sendi lainnya.
Penyebaran lesinya dapat berupa plak yang mengalami ulserasi. Pasien dengan
selulitis dan abses serta yang sedang dalam keadaan immunosupresif akan lebih
mudah terkena.
Mikobakteria ini dapat membentuk berbagai bentuk lesi, tetapi terbanyak pada
ekstremitas bagian bawah.Tidak hanya sprotrichoid nodul, tapi juga papul
verukosa, papulopustul dengan tengah yang nekrosis, plak eritem, selulitis,
rhinophyma, abses soliter maupun multipel.
Histopatologi
Infeksi dari mikobakteria ini secara histopatologi sangat sulit dipisahkan dengan
tuberkulosis.Tampak adanya plak eritem yang mengalami ulserasi.

Diagnosis dan differensial diagnosis


Diagnosis hanya dapat ditegakkan menggunakan kultur dari M. kansasii.
Differensial diagnosisnya termasuk sporotrikosis, tuberkulosis, dan infeksi
granulomatosis lainnya.
Pengobatan
Mikobakteria ini lebih berespon terhadap obat antituberkulosis dibandingkan
dengan mikobakteria atipikal lainnya terutama terhadap streptomisin,
etambutol, dan rifampisin.Pengobatan menggunakan minosiklin hidroklorid 200
mg perharinya sudah cukup untuk infeksi ini. Pada daerah kulit tertentu atau
pada limfadenitis servikal, dapat dilakukan eksisi.9
Pengobatan dari kuman ini adalah rifampisin dan etambutol selama 9 bulan
degan kelanjutan terapi selama 15-24 bulan pada pasien yang
immunocompromised. Dapat juga ditambahkan prothionamide dan streptomisin
atau suatu golongan makrolid jika pada pengobatan sebelumnya tidak
memberikan respon.
2. GOLONGAN II

M. scrofulaceum
Infeksi oleh M. scrofulaceum berupa limfadenitis dan skrofuloderma. Gambaran
klinisnya sama dengan yang disebabkan oleh M. tuberculosis.
Epidemiologi
Organisme ini banyak ditemukan di sebelah tenggara Amerika Serikat. Biasanya
terdapat pada susu, keju dan hasil peternakan lainnya. Basil kuman dapat
ditemukan pada lingkungan dengan suhu yang hangat dan pH yang
rendah.Mikobakteria ini juga ditemukan pada kulit orang yang sehat tanpa
menimbulkan suatu gejala klinis dan dapat juga ditemukan pada lesi kulit
penderita lepra.
Manifestasi klinis
Biasanya akan muncul infeksi berupa limfadenitis servikal pada anak kecil,
terutama yang berusia 1 sampai 3 tahun. Nodul di daerah submandibula dan
submaksila juga sering didapatkan dan bersifat unilateral.Tidak ada suatu gejala
khas kecuali nyeri sedang di daerah leher disertai dengan adanya perbesaran
kelenjar limfonodus dalam jangka waktu beberapa minggu dan kadang
berbentuk ulkus maupun fistul. Pada kebanyakan kasus menunjukkan bahwa
adanya infeksi ini tidak selalu disertai dengan gangguan pada paru maupun
organ lain. Penyakit ini jinak dan cenderung self limited.
Histopatologi
Sangat sulit dibedakan dengan tuberkulosis.

Diagnosis dan differensial diagnosis


Limfadenitis servikal unilateral pada anak dengan rontgen dada normal sudah
menunjukkan kemungkinan penyakit ini. Diagnosa pasti hanya bisa didapat
melalui kultur dan biopsi. Differensial diagnosis termasuklah semua jenis
limfopati servikal, baik yang bersifat infeksius maupun neoplasma.
Pengobatan
M. scrofulaceum tidak terlalu sensitif terhadap obat anti tuberkulosis. Terapi
pilihan untuk kasus ini hanyalah eksisi dan pembedahan.Untuk kasus yang
banyak, kombinasi dari obat anti tuberkulosis harus diberikan sampai
didapatkan hasil dari uji sensitifitas.Hasil yang cukup menggembirakan terlihat
saat mengkombinasikan antara isoniazid dan rifampisin.

3. GOLONGAN III
M. avium intracellulare
Epidemiologi
M. avium intracellulare biasanya berada bersama dengan M. scrofulaceum
sehingga sering disebut dengan MAIS (M. avium intracellulare-scrofulaceum)

compleks. Infeksi terbanyak ada di Amerika Serikat.Mikobakteria ini adalah jenis


mikobakteri yang tumbuh lambat dan tumbuh optimal pada suhu 37oC.
Ditemukan di air, tanah, susu, hewan dan rumah. Traktus respiratorius dan
traktus gastrointestinal menjadi tempat masuk kuman ini sehingga dapat
menginfeksi secara sistemik. M. avium intracellulare ini biasanya menyebabkan
tuberculosis paru, osteomielitis, dan limfadenitis, jarang menyebabkan infeksi
pada kulit.
Manifestasi klinis
Penyakit kulit yang disebabkan oleh M. avium intracellulare berupa plak soliter
maupun multipel, tidak terasa nyeri, kekuningan, kadang menyerupai lupus
vulgaris atau nodul subkutan dengan kecenderungan untuk terjadinya ulserasi,
berjalan lambat dan kronis, mirip dengan selulitis. Kadang juga lesi yang ada
muncul sebagai bentuk sekunder M. avium intracellulare.Lesi yang terbentuk
adalah ulkus kutaneus yang generalisata, granuloma kutaneus yang multipel, lesi
infiltratif eritematosa pada ekstremitas, lesi pustuler, dengan pembengkakan
pada jaringan lunak.
Histopatologi
Dari hasil pemeriksaan akan didapatkan granuloma tuberkuloid nonkaseosa.
Basil tahan asam akan ditemukan diantara giant cell di daerah ekstraseluler.
Diagnosis dan differensial diagnosis
Diagnosa pasti hanya dapat ditegakkan melaui kultur. Diagnosis ditegakkan
melalui kultur darah, biopsi hati atau sumsum tulang. Pada pasien dengan lesi
pada daerah kutaneus, spesimen dari kultur atau biopsi akan memberikan hasil
positif.Differensial diagnosis adalah semua jenis granuloma kronis pada kulit.
Pengobatan
Respon terhadap obat-obatan sangat rendah.Pembedahan sebagai terapi kuratif
dapat dilakukan jika diperlukan, tetapi bila tempat yang terkena tidak
memungkinkan untuk dilakukan pembedahan maka dapat diberikan terapi obat
kombinasi.Klarithromisin adalah obat anti mikroba yang paling efektif untuk M.
avium intracellulare. Semua obat anti tuberkulosa kecuali isoniazid dan
pirazinamid juga cukup efektif untuk mikobakteria ini.9
M.haemophilum
Epidemiologi
Mikobakteria ini dengan mudah dapat berkembang pada host yang
immunocompromised. Lebih dari setengahnya adalah individu yang terkena
AIDS, tetapi juga bisa mengenai orang yang sedang mendapatkan kemoterapi.
Laporan terbanyak penyakit ini yaitu pada orang yang tinggal didekat Laut
Mediterranean, dan danau Great lakes di Amerika Serikat.Habitat alami dan rute
infeksi masiih belum diketahui sampai sekarang.
Manifestasi klinis

M.haemophilum ini merupakan penyebab terjadinya erupsi subkutan yang


granulomatous pada beberapa penderita HIV.Mikobakteria ini mengakibatkan
timbulnya nodul yang multipel berwarna keunguan, multipel dan dapat tumbuh
menjadi abses atau ulkus dan biasanya muncul sebgai plak yang annuler atau
pannikulitis.Lesi muncul di ekstremitas dan kadang mencapai sendi.Gangguan ini
dapat disertai dengan penurunan berat badan, tenosynovitis, efusi sendi,
osteomielitis atau gangguan pada traktus respiratorius.
Histopatologi
Secara histopatologi terlihat bahwa lesi pada kulit berupa inflamasi campuran
granulomatous dan polimorfonuklear sehingga disebut respon inflamasi
dimorfik.Didapatkan granuloma supurativa yang mengandung basil gram negatif
tetapi kadang granuloma tidak terbentuk dengan sempurna dan banyak
mengandung jaringan yang nekrotik.
Diagnosis dan differensial diagnosis
Diagnosa pasti baru dapat ditegakkan dari hasil kultur basil di jaringan sinovial.
Differensial diagnosis adalah infeksi mikobakteria atipikal lainnya.
Pengobatan
Pengobatannya sangat sulit.Organisme ini sensitif terhadap p-aminosalisilik dan
rifampisin. Tapi bila lesi sangat sulit hilang dan dapat relaps setelah pengobatan
dihentikan maka meningkatkan status imun adalah dasar keberhasilan dari
pengobatan. Direkomendasikan menggunakan tiga obat, clarithromisin, rifabutin
dan siprofloksasin.
M. Ulcerans (Ulkus buruli, Ulkus Bairnsdale, Ulkus Searles)
Pertama kali ditemukan oleh Cook di Uganda pada tahun 1897.Ditemukan pada
32 negara diseluruh dunia.Termasuk mikobakteria ketiga terbanyak pada
manusia setelah tuberkulosis dan lepra.
Epidemiologi
Penyakit ini pertama kali dilaporkan di Australia, kemudian dilaporkan pula di
Meksiko, Kongo, Uganda, dan Malaysia.Cara infeksi belum diketahui, tetapi
kemungkinan berasal dari tanah, air, tanaman atau serangga yang tinggal di
dalam atau dekat air.Infeksi dapat terjadi didahului oleh adanya luka atau cedera
akibat gigitan serangga yang memungkinkan transmisi bakteri ini ke dalam
tubuh. M. ulcerans ini dapat ditemukan pada derah basah dan rawa. Penyakit ini
ditemukan paling banyak pada anak-anak dan dewasa muda, 70% penderita
adalah anak dibawah umur 15 tahun.
Patogenesis dan patologi
Setelah melalui fase laten selama dua bulan atau lebih, infeksi akan mulai
mengakibatkan rusaknya jaringan kulit. M. ulcerans ini menghasilkan toksin yang
dikenal sebagai mycolactone, suatu toksin poliketon, dan C fosfolipase.
Perubahan awal adalah nekrosis akut dari dermis dan jaringan
subkutan..Jaringan lemak ini kemudian mengalami kalsifikasi. Nekrosis di daerah

dermis ini akan berjalan secara lateral sehingga semakin mendekati bentukan
suatu ulkus. Kuman akan menghancurkan jaringan tubuh. Pada lapisan dermis
yang lebih dalam, timbul vaskulitis pada pembuluh darah yang ukurannya kecil
sampai sedang.
Manifestasi klinik
Toksin yang dihasilkan oleh kuman ini akan menimbulkan nekrosis dan ulserasi
pada kulit. Kelainan kulit pertama-tama tampak sebagai nodul indolen atau
abses yang kemudian menjadi ulkus.Dindingnya menggaung, meluas disertai
jaringan nekrotik, dan gambaran klinisnya mirip ulkus tropikum.Mula-mula lesi
yang timbul soliter, keras, tidak terasa adanya nyeri, nodul subkutaneus, yang
kemudian menjadi ulkus.Predileksi dari ulkus ini adalah di ekstremitas.Ulkus
dapat menjadi sangat luas, mengenai otot dan tendon dan menganggu gerak
sendi.Meskipun ulkusnya luas, tidak disertai gejala umum dan pembesaran
kelenjar getah bening.
Ulkus dapat mencapai ukuran diameter beberapa sentimeter dalam jangka
waktu beberapa minggu. Dasar dari ulkus dibentuk oleh lemak yang nekrosis,
dan discharge berupa cairan mukoid jernih tanpa disertai rasa nyeri. Ulkus
biasanya hanya satu.Lesi yang luas dikelilingi oleh banyak undurasi.Ulkus dapat
tumbuh dengan diameter lebih dari 25 sentimeter.Nekrosis dapat mencapai otot
ataupun tulang. Adanya fibrosis dan kalsifikasi bersamaan dengan usaha
penyembuhan oleh tubuh akan mengakibatkan timbulnya kontraktur dan
deformitas berat. Tapi sayangnya, karena ulkus ini tidak terasa nyeri dan
kebanyakan pasien berada di daerah yang jauh, maka pasien merasa tidak
memerlukan pengobatan sampai kerusakan yang ditimbulkan pada tubuh sangat
besar. Keterlambatan menangani penyakit ini akan mengakibatkan amputasi,
kontraktur sendi dan kematian akibat tetanus dan sepsis.
Histopatologi
Dari histologinya akan terlihat adanya reaksi inflamasi campuran disertai dengan
timbulnya hiperkeratosis. Adanya nekrosis pada bagian sentral, terutama di
daerah septa dari lemak subkutan yang dikelilingi oleh jaringan granulasi dengan
adanya giant cells, tetapi bukan xerosis yang menyerupai tuberkel.
Diagnosis dan differensial diagnosis
Diagnosa.
Pada daerah yang epidemik, maka diagnosis penyakit ini harus dijadikan
prioritas pertama. Bagaimanapun juga biopsi dan kultur dari nodul atau ulkus di
daerah subkutan harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis walaupun
dibutuhkan waktu 6-8 minggu untuk pembiakannya.
Differensial diagnosis
Tergantung dari stage penyakitnya. Nodul yang berada di daerah subkutan harus
disingkirkan dengan granuloma karena benda asing, phykomiksis, panikulitis,
vaskulitis noduler, kista sebasea, atau tumor. Untuk yang telah mencapai stage

tumbuhnya ulkus, perlu dipertimbangkan selulitis nekrostik, blastomikosis,


infeksi jamur profunda lainnya, pyoderma gangrenosum serta pannikulitis
supurativa.
Pengobatan
Masa penyembuhannya berkisar antara 6-9 bulan. Terapi pilihan adalah eksisi
dari lesi awal, jika telah timbul ulkus, maka harus dilakukan eksisi luas disertai
dengan skin graft. Terapi panas, oksigen hiperbarik, dan pengobatan
menggunakan rifampisin dan trimetoprin-sulfamethoksazole juga dapat
dilakukan. Vaksinasi BCG pada populasi yang rentan akan menunjukkan
keberhasilan yang sama seperti halnya tuberkulosis dan tuberkuloid leprosy.
Setelah beberapa bulan penyembuhan terjadi disertai dengan reaksi limfositik
atau granulomatosa.
Lesi harus diobati dengan tindakan pembedahan karena antibiotik kebanyakan
tidak memberikan respon terhadap penyakit ini.Beberapa obat dianggap dapat
mencegah rekurensi dan metastase dari kuman ini termasuk klaritromisin,
rifampisin, siprofloksasin, dan sparfloksasin.
4. GOLONGAN IV
M. fortuitum, M. chelonae dan M. abscessus
Epidemiologi
Organisme ini bersidat saprofit dan dapat ditemukan di air, tanah, debu dan
hewan.Pada kulit dapat bersifat komensal.Prevalensi untuk menginfeksi kulit
sangatlah kecil.Infeksi biasa timbul akibat trauma sebelumnya, kontak dengan
hewan, atau kontak dengan alat-alat yang terkontaminasi.
M. fortuitum pernah diisolasikan dari abses karena suntikan. Sejak itu sering
dilaporkan di Amerika sebagai abses subkutan sesudah trauma suntikan.Pernah
pula diisolasikan dari ulkus kronik.
M. fortuitum, M. chelonae dan M. abscessus mempunyai masa pertumbuhan
yang sangat singkat, semua biasanya hidup secara berkelompok dan sifatnya
fakultatif. Kontaminasi bukan hanya pada pada air maupun tanah, tapi dapat
juga pada berbagai macam material, termasuk alat-alat bedah dan tidak selalu
menimbulkan gejala klinis.
Manifestasi klinik
Ketiga organisme ini menimbulkan manifestasi klinis yang sama. Infeksi biasanya
mengikuti letak luka. Pada tempat inokulasi kuman akan terlihat adanya infiltrat
berwarna merah dan sangat nyeri, tidak ditemukan gejala lain. Lesi akan tampak
sebagai suatu nodul infiltratif yang berwarna merah gelap, sering disertai
dengan adanya absess dan keluarnya cairan bening. Bentuk lesi kulit ini cukup
bervariasi mulai dari selulitis, abses dan nodul sampai terbentuk ulkus yang
disertai dengan discharge serosanguineous atau purulenta. Manifestasi lain dari

penyakit ini termasuk pneumonitis atau osteomyelitis, limfadenitis dan


endokarditis post operasi.
Histopatologi
Lesi akan tampak dengan adanya leukosit polimorfonuklear pada mikroabses
dan granuloma dengan sel asing tipe giant cell sehingga disebut dengan respon
inflamasi dimorfik. Akan tampak adanya nekrosis.Basil tahan asam biasanya
ditemukan pada mikroabses.
Dignosa dan pengobatan
Sama seperti kuman lainnya, diagnosa baru didapatkan dari pemeriksaan
laboratorium. Biasanya akan terlihat adanya abses dingin yang tidak biasa
yang disertai dengan adanya reaksi benda asing, mikosis dalam, atau berbagai
bentuk osteomielitis.
Pengobatan
M. fortuitum lebih berespon dengan amikasin, sefoksitin, siprofloksasin, dan
imipenem. M. abscessus sensitif terhadap amikasin, sefoksitin, dan
klarithromisin. M. chelonae justru resisten terhadap sefoksitin dan tobramisin
lebih efektif dari amikasin.
12. Ciri ciri m tuberculosis ?
13. Hasil yang diharapkan dari tes mantoux dan Histopatologi TB kutis ?
14. Patogenesis TB kutis ?
Cara infeksi dari kuman M. Tuberculosis ini ada 6 macam yaitu penjalaran
langsung ke kulit dari organ di bawah kulit yang telah dikenai penyakit
tuberkulosis, misalnya skrofuloderma, inokulasi langsung pada kulit sekitar
orifisium alat dalam yang dikenai penyakit tuberkulosis, misalnya tuberkulosis
kutis orifisialis, penjalaran secara hematogen, misalnya tuberkulosis kutis
miliaris, penjalaran secara limfogen, misalnya lupus vulgaris, penjalaran langsung
dari selaput lendir yang sudah diserang penyakit tuberkulosis, misalnya lupus
vulgaris, atau bisa juga kuman langsung masuk ke kulit yang resistensi lokalnya
telah menurun atau jika ada kerusakan kulit, contohnya tuberkulosis kutis
verukosa.
Hal-hal yang mempengaruhi timbulnya gejala klinik adalah sifat kuman,
respon imun tubuh saat kuman ini masuk kedalam tubuh ataupun saat kuman
ini sudah berada didalam tubuh serta jumlah dari kuman tersebut.Respon imun

yang berperan pada infeksi M. tuberculosis adalah respon imunitas


selular.Sedangkan peran antibodi tidak jelas atau tidak memberikan imunitas.
Bila terjadi infeksi oleh kuman M. Tuberculosisini, maka kuman ini akan
masuk jaringan dan mengadakan multiplikasi intraseluler. Hal ini akan memicu
terjadinya reaksi jaringan yang ditandai dengan datang dan berkumpulnya selsel leukosit dan dan sel-sel mononuklear serta terbentuknya granuloma
epiteloid disertai dengan adanya nekrosis kaseasi ditengahnya. Granuloma yang
terbentuk pada tempat infeksi paru disebut ghonfocus dan bersamaan kelenjar
getah bening disebut kompleks primer adalah tuberculous chancre. Bila kelenjar
getah bening pecah timbul skrofuloderma.
Sumber :Wolff, Klaus; et al. Tuberculosis and Infections with Atypical
Mycobacteria. In: Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 7th Edition.
New York; McGraw-Hill, 2008: 1769-78
Cara infeksi ada 6 macam :
1. Penjalaran langsung ke kulit dari organ di bawah kulit yang telah dikenai
penyakit tuberkulosis, misalnya skrofuloderma.
2. Inokulasi langsung pada kulit sekitar orifisium alat dalam yang dikenai
penyakit tuberkulosis, misalnya tuberkulosis kutis orifisialis.
3. Penjalaran secara hematogen, misalnya tuberkulosis kutis miliaris
4. Penjalaran secara limfogen, misalnya lupus vulgaris.
5. Penjalaran langsung dari selaput lendir yang sudah diserang penyakit
tuberkulosis, misalnya lupus vulgaris.
6. Kuman langsung masuk ke kulit, jika ada kerusakan kulit dan resistensi
lokalnya telah menurun, contohnya tuberkulosis kutis verukosa.

Sumber :
Djuanda, Adhi, Tuberkulosis kutis, Dalam Djuanda, Adhi., Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. FK UI. Jakarta. 2005. Pages: 64-72

IMUNITAS SELULAR
Sistem imun selular melibatkan sel T dengan limfokinnya. Sel T meliputi
80-90% jumlahlimfosit darah tepi dari 90% jumlah limfosit timus.
Sel T hanya mempunyai sedikit imunoglobulin pada permukaannya
dibandingkan dengan sel B sehingga apabila dilakukan inkubasi dengan
antiimunoglobulin manusia dan diperiksa dengan mikroskop imunofluoresensi
tidak akan terjadi fluoresensi. Namun sel T mempunyai reseptor pada
permukann selnya yang dapat berikatan dengan sel darah merah kambing.
Apabila sel T diinkubasi dengan sel darah merah kambing akan terbentuk roset
yang terdiri atas beberapa sel darah merah mengelilingi sel T.
Sebelum sel T dapat bereaksi terhadap antigen, maka antigen tersebut harus
diproses serta disajikan kepada sel T oleh makrofag atau sel langerhans. Setelah
terjadi interaksi antara makrofag, antigen, dan sel T, maka sel tersebut akan
mengalami transformasi blastogenesis sehingga terjadi peningkatan aktivitas
metabolik. Selama mengalami proses transformasi tersebut sel T akan
mengeluarkan zat yang disebut sebagai limfokin yang mampu merangsang dan
mempengaruhi reaksi peradangan selular, antara lain faktor penghambat
migrasi makrofag (Macrophage Inhibitory Factor), (MIF); faktor aktivasi
makrofag (Macrophage Activating Factor), (MAF); faktor kemotaktik makrofag;
faktor penghambat leukosit (Leucocyte Inhibitory Factor), (LF); Inteferon dan
limfotoksin. Mediator-mediator tersebut mampu mempengaruhi makrofag,
PMN, limfosit, dan sel-sel lain sehingga terjadi reaksi hipersensitivitas lambat
(tipe IV). Contoh dalam bidang penyakit kulit ialah dermatitis kontak alergik.
Reaksi peradangan yang dipacu oleh limfokin dimulai dengan aktivasi limfosit
oleh adanya kontak dengan antigen spesifik yang mampu mengeluarkan faktor
kemotaktik limfokin yang akan membawa sel radang ke tempat kontak. Sel-sel
tersebut akan ditahan di tempat aktivasi limfosit oleh faktor penghambat
migrasi makrofag dan faktor penghambat leukosit. Kemudian makrofag akan
diaktivasi oleh faktor aktivasi makrofag menjadi sel pemusnah (killer cell) yang
mengakibatkan kerusakan jaringan.Terjadi jalinan amplifikasi yang melibatkan
faktor mitogenik limfosit, akan menyebabkan limfosit lain berperan serta pada
respons hipersensitivitas lambat ini. Makrofag juga dapat berperan dalam
respons imun dengan jalan mengeluarkan monokin, misalnya interleukin 1 yang
melibatkan limfosit untuk berperan serta dalam reaksi peradangan tersebut.
Mengikuti terikatnya antigen spesifik dengan permukaan sel T, sel T akan
mengalami proliferasi klonal untuk memproduksi turunan limfosit yang secara
genetik diprogramkan untuk bereaksi dengan antigen spesifik yang telah
mengaktivasi sel pendahulunya. Proliferasi klonal biasanya terjadi di jaringan
limfois. Sistem imun selular akan diatur oleh subset sel T, disebut sebagai sel T

penekan dan sel T penolong yang akan menambah atau menekan respins imun
dan mengatur sintesis antibodi, sehingga kedua sel tersebut di atas merupakan
penghubung antara sistem imun selular dan sistem imun humoral.
Sumber : Djuanda, Adhi, Tuberkulosis kutis, Dalam Djuanda, Adhi., Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin. FK UI. Jakarta. 2005. Pages: 48-49
15. Pernah TBC tapi kok bisa TB kulit ?
16. Gejala tanda ?
17. Alasan penegakan diagnosis ?
PEMBANTU DIAGNOSIS
Pada tuberkulosis kutis LED meninggi, tetapi peninggian LED ini lebih pentung
untuk pengamatan hasil pengobatan daripada untuk membantu diagnosis.
Peninggian LED berarti terjadi kerusakan jaringan.
Pemeriksaan bakteriologik terutama penting untuk menentukan etiologinya.
Sebagai pembantu diagnosis mempunyai arti yang kurang, karena hasilnya
memerlukan waktu yang lama (8 minggu untuk kultur dan binatang percobaan).
Selain itu pada pembiakan hanya 21,7% yang positif.
Pemeriksaan histopatologik lebih penting daripada pemriksaan bakteriologik
untuk menegakkan diagnosis karena hasilnya cepat, yakni dalam satu minggu.
Tes tuberkulin mempunyai arti pada usia 5 tahun ke bawah dan jika positif hanya
berarti atau sedang menderita penyakit tuberkulosis. Selain dengan Purified
Protein Derivates (tuberkulin human), juga dapat di tes dengan tuberkulin
berasal dari mikobakteria atipikal. Hasil reaksi tuberkulin dipengaruhi oleh
etiologi. Jika penyebabnya M. Tuberculosis, maka reaksi tuberkulin human kuat,
sedangkan bila penyebabnya mikobakteria atipikal, maka reaksi tersebut lemah.
Jadi antigen yang homolog akan memberikan reaksi yang lebih kuat daripada
antigen yang heterolog. Meskipun demikian karena dapat terjadi reaksi silang,
maka nilai tes tersebut kurang untuk menentukan etiologi.
Polymerase Chain Protein dapat dipakai untuk menentukan etiologi. Spesimen
dapat berupa jaringan biopsi, keuntungannya hasil cepat diperoleh dan spesimen
yang diambil hanya sedikit. Kerugiannya tidak dapat mendeteksi kuman hidup,
jadi kultur masih tetap merupakan baku emas.
18. Mengapa lesinya asimtomatik , tidak nyeri, tidak gatal?

TAMBAHAN

dr. Erdina HD Pusponegoro, SpKK(K) Dept. IK Kulit dan Kelamin FKUI/RSCM

You might also like