Professional Documents
Culture Documents
LBM 2
1. Plakat hiperkeratotik
lesi peninggian pada kulit menyerupai permukaan bidang yang relatif
luas dibanding dengan ketebalan kulitnya dan sifat kulitnya menebal.
2. Serpiginosa
Prosess yang menjalar ke satu jaringan diikuti oleh penyembuhan pada
bagian yang ditinggalkan.
3. Verukosa
Biasanya menyerupai kutil dan kasar.
4. Tes mantoux
Tes yang digunakan untuk mendiagnosis TBC, dilakukan intrakutan.
Indurasi>10mm: positif.
Jika ada kemerahan besar tp tidak ada indurasi : negatif
STEP 2
1. Bagaimana Proses serpiginosa?
2. Mengapa lesi tidak terasa nyeri atau gatal ?
3. Mengapa dokter menanyakan pernah riwayat TB atau tidak ?
4. Mengapa tangan pasien menebal dan kasar sejak 6 bulan yang lalu ?
5. Mengapa dilakukan tes mantoux dan tes histopatologi ?
6. Cara infeksi penyakit tersebut?
7. Apa hubungan pekerjaan pasien dg keluhan ?
8. DD?
9. Mengapa keluar cairan keruh seperti nanah?
10.Treatment ?
11.Klasifikasi penyakit kulit yang disebabkan oleh bakteri ?
STEP 3
1. Bagaimana Proses serpiginosa?
Ada lesi baru, lesi lama -> sembuh
STEP 7
1. Bagaimana Proses serpiginosa?
Infeksi pada tuberculosis kutis verukosa terjadi secara eksogen, jadi
kuman langsung masuk ke dalam kulit, oleh sebab itu tempat predileksinya pada
tungkai bawah dan kaki, tempat yang lebih sering mendapat trauma, yang
tersering di lutut.
Gambaran klinisnya khas sekali, biasanya berbentuk bulan sabit akibat
penjalaran serpiginosa, yang berarti penyakit menjalar ke satu jurusan diikuti
penyembuhan di jurusan yang lain. Ruam terdiri atas papul-papul lentikular di
atas kulit eritematosa. Pada bagian yang cekung terdapat siktriks. Selain
menjalar secara serpiginosa, juga dapat menjalar ke perifer sehingga terbentuk
sikatriks ditengah.
Sumber : Djuanda, Adhi, Tuberkulosis kutis, Dalam Djuanda, Adhi., Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin. FK UI. Jakarta. 2005. Pages: 64-72
2. Mengapa lesi tidak terasa nyeri atau gatal ?
Gambaran kliniknya mula-mula berupa lesi nodul kemerahan, tunggal atau
multiple, yang kemudian berubah permukaannya menjadi verokous. Lesi ini
dikelilingi oleh suatu halo hiperpigmentasi. Lesi biasanya tidak nyeri dan tanpa
disertai gejala sistemik.
Harahap, Marwali. Tuberkulosis Kutis. Ilmu Penyakit Kulit. Indonesia. Jakarta :
Hipokrates: 2000. P: 273-5.
3. Mengapa dokter menanyakan pernah riwayat TB atau tidak ?
4. Mengapa keluar cairan keruh seperti nanah?
5. Mengapa tangan pasien menebal dan kasar sejak 6 bulan yang lalu ?
Tuberculosis veruca verrucosa atau yang disebut sebagai Lupus verrucosus,
Prosector's wart, dan Warty tuberculosis merupakan suatu ruam kecil, berupa
nodul papuler kemerahan pada kulit yang dapat muncul 2-4 minggu setelah
inokulasi oleh Mycobacterium tuberculosis pada infeksi sebelumnya dan pada
individu yang imunokompeten (Goldman, 2002)
Perjalanan kliniknya berlangsung kronik beberapa bulan hingga tahun.
Ternyata terdapat korelasi antara bentuk-bentuk tuberkulosis kutis dan imunitas.
Stokes dkk mengadakan pembagian tuberkulosis kutis berdasarkan imunitas
sebagai berikut :
Hasil uji tuberkulin negatif dapat diartikan sebagai seseorang tersebut tidak
terinfeksi dengan basil
TB. Selain itu dapat juga oleh karena terjadi pada saat kurang dari 10 minggu
sebelum imunologi
seseorang terhadap basil TB terbentuk. Jika terjadi hasil yang negatif maka uji
tuberkulin dapat diulang 3 bulan setelah suntikan pertama.
Hasil uji tuberkulin yang positif dapat diartikan sebagai seseorang tersebut
sedang terinfeksi basil TB.Terpenting disini adalah jika seseorang sedang
terinfeksi M.tb apakah sedang terinfeksi atau sakit TB.Sehingga guideline ACHA
menyebutkan jika hasil uji tuberkulin positif maka harus dikonfirmasikan dengan
pemeriksaan foto toraks dan pemeriksaan dahak. Jika hasil foto toraks tersebut
normal maka dapat dilakukan pemberian terapi TB laten, tetapi jika hasil foto
toraks terjadi kelainan dan menunjukkan ke arah TB maka dapat dimasukkan
dalam M.tb aktif.
Spesivisiti uji tuberkulin dapat berubah menjadi 95-99% tergantung dari
prevalensi infeksi bukan TB pada suatu populasi. Jika spesivisiti turun akan
meningkatkan resiko cross-reaction. Curley mendapatkan spesivisiti uji
tuberkulin meningkat dengan meningkatnya cut off point dengan 15 mm.
Manuhutu mendapatkan cut off point antara reactor dan non-reactor 12 mm.
Pembacaan uji tuberkulin dilakukan dalam waktu 48-72 jam, tetapi dianjurkan
untuk 72 jam. Hasil
yang dilaporkan adalah indurasi lokal (bukan kemerahan) dengan palpasi,
diameter transversal dan dicatat dalam millimeter. Interpretasi ukuran diameter
uji tuberkulin seperti pada tabel 2,11-15,22
4. Apabila penyuntikan tidak berhasil (terlalu dalam atau cairan terbuang keluar)
ulangi suntikan pada tempat lain di permukaan volar dengan jarak minimal 4 cm
dari suntikan pertama.
5. Jangan lupa mencatat lokasi suntikan yang berhasil tersebut pada rekam
medis agar tidak tertukar saat pembacaan. Tidak perlu melingkari benjolan
dengan pulpen/spidol karena dapat mengganggu hasil pembacaan.
Catatan
a.
Perhatikan cara penyimpanan PPD sesuai petunjuk pada kemasan
b. PPD aman bagi bayi berapapun usianya bahkan aman pula bagi wanita
hamil
c.
Tes Mantoux bukan merupakan kontra indikasi bagi:
Pasien yang pernah diimunisasi BCG
Pasien yang pernah dilakukan tes Mantoux sebelumnya dan hasilnya positif
(dalam hal ini pengulangan diperlukan karena hasil tes Mantoux sebelumnya
tidak tercatat dengan baik)
Pasien sedang dalam kondisi demam, sakit, maupun pasien dengan
imunokompromais
d.
Adanya parut yang besar pada bekas tes Mantoux sebelumnya
merupakan petunjuk hasil positif pada tes terdahulu dan tidak perlu diulang.
Namun perlu ditekankan bahwa tes Mantoux menggunakan PPD dan bukan
vaksin BCG.
Pembacaan
1. Hasil tes Mantoux dibaca dalam 48-72 jam, lebih diutamakan pada 72 jam
Minta pasien control kembali jika indurasi muncul setelah pembacaan
Reaksi positif yang muncul setelah 96 jam masih dianggap valid
Bila pasien tidak control dalam 96 jam dan hasilnya negative maka tes
Mantoux harus diulang.
2. Tentukan indurasi (bukan eritem) dengan cara palpasi
3. Ukur diameter transversal terhadap sumbu panjang lengan dan catat sebagai
pengukuran tunggal
4. Catat hasil pengukuran dalam mm (misalnya 0 mm, 10 mm, 16 mm) serta
catat pula tanggal pembacaan dan bubuhkan nama dan tandatangan pembaca
5. Apabila timbul gatal atau rasa tidak nyaman pada bekas suntikan dapat
dilakukan kompres dingin atau pemberian steroid topikal
Catatan:
Reaksi hipersensitivitas terhadap tuberkulin yang munculnya cepat (immediate
hypersensitivity reactions) dapat timbul segera setelah suntikan dan biasanya
menghilang dalam 24 jam. Hal ini tidak mempunyai arti dan bukan menunjukkan
hasil yang positif.
G.
INTERPRETASI TEST MANTOUX
Tes Mantoux dinyatakan positif apabila diameter indurasi > 10 mm.
Kemungkinan yang perlu dipikirkan pada anak dengan hasil tersebut:
a.
Terinfeksi tuberkulosis secara alamiah
b. Infeksi TB mencakup infeksi TB laten, sakit TB aktif, atau pasca terapi
TB.
c.
Pernah mendapat imunisasi BCG (pada anak dengan usia kurang dari 5
tahun)
d. Pada pasien usia kurang dari 5 tahun dengan riwayat vaksinasi BCG
kecurigaan ke arah infeksi alamiah TB bila hasil uji Mantoux > 15 mm.
e.
Infeksi mikobakterium atipik
Meskipun demikian, hasil uji Mantoux > 5 mm dapat dipertimbangkan positif
pada pasien tertentu seperti :
a.
Pasien dengan infeksi HIV
b. Pasien dengan transplantasi organ atau mendapat imunosupresan jangka
panjang seperti pasien keganasan atau sindrom nefrotik
False Negative
Pasien-pasien tertentu yang terinfeksi tuberkulosis mungkin dapat menunjukkan
hasil tes Mantoux yang negatif.Kondisi demikian disebut dengan anergi. Anergi
kemungkinan terjadi pada pasien:
a.
Pasien dengan status malnutrisi berat
b. Pasien dengan infeksi berat seperti campak, cacar air, pertusis, difteri,
tifoid
c.
Pasien dengan status imunokompromasi atau pasien menggunakan
imunosupresan jangka panjang seperti pasien HIV, keganasan, sindrom nefrotik
dan lainnya
d. Pasien dengan sakit TB berat seperti TB milier, meningitis TB
Mengingat masa yang diperlukan untuk terbentuknya cellular mediated
immunity sejak masuknya kuman TB adalah 2-12 minggu maka hasil negatif pada
pasien dengan kontak erat penderita TB dewasa masih mungkin pasien sedang
dalam masa inkubasi.
Mantoux 0,1 ml PPD intermediate strengh
Lokasi : volar lower arm
Waktu pembacaan : 48-72 h post injection
Pengukuran : palpasi, tandai, ukur
Laporkan : milimeter, meski 0 mm
Diameter indurasi :
- 0 - 5 mm : negatif
5 - 9 mm : positif meragukan
>= 10 mm : positif
Penjalaran langsung ke kulit dari organ di bawah kulit yang telah dikenai
penyakit tuberkulosis, misalnya skrofuloderma.
2.
Inokulasi langsung pada kulit sekitar orifisium alat dalam yang dikenai penyakit
tuberkulosis, misalnya tuberkulosis kutis orifisialis.
3.
4.
5.
6.
Kuman langsung masuk ke kulit, jika ada kerusakan kulit dan resistensi lokalnya
telah menurun, contohnya tuberkulosis kutis verukosa.
Sumber :
Djuanda, Adhi, Tuberkulosis kutis, Dalam Djuanda, Adhi., Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. FK UI. Jakarta. 2005. Pages: 64-72
IMUNITAS SELULAR
Sistem imun selular melibatkan sel T dengan limfokinnya. Sel T meliputi
80-90% jumlahlimfosit darah tepi dari 90% jumlah limfosit timus.
Sel T hanya mempunyai sedikit imunoglobulin pada permukaannya
dibandingkan dengan sel B sehingga apabila dilakukan inkubasi dengan
antiimunoglobulin manusia dan diperiksa dengan mikroskop imunofluoresensi
tidak akan terjadi fluoresensi. Namun sel T mempunyai reseptor pada
permukann selnya yang dapat berikatan dengan sel darah merah kambing.
Apabila sel T diinkubasi dengan sel darah merah kambing akan terbentuk roset
yang terdiri atas beberapa sel darah merah mengelilingi sel T.
Sebelum sel T dapat bereaksi terhadap antigen, maka antigen tersebut harus
diproses serta disajikan kepada sel T oleh makrofag atau sel langerhans. Setelah
terjadi interaksi antara makrofag, antigen, dan sel T, maka sel tersebut akan
mengalami transformasi blastogenesis sehingga terjadi peningkatan aktivitas
metabolik. Selama mengalami proses transformasi tersebut sel T akan
mengeluarkan zat yang disebut sebagailimfokinyang mampu merangsang dan
mempengaruhi reaksi peradangan selular, antara lain faktor penghambat
migrasi makrofag (Macrophage Inhibitory Factor), (MIF); faktor aktivasi
makrofag (Macrophage Activating Factor), (MAF); faktor kemotaktik makrofag;
faktor penghambat leukosit (Leucocyte Inhibitory Factor), (LF); Inteferon dan
limfotoksin. Mediator-mediator tersebut mampu mempengaruhi makrofag,
PMN, limfosit, dan sel-sel lain sehingga terjadi reaksi hipersensitivitas lambat
(tipe IV). Contoh dalam bidang penyakit kulit ialah dermatitis kontak alergik.
Reaksi peradangan yang dipacu oleh limfokin dimulai dengan aktivasi limfosit
oleh adanya kontak dengan antigen spesifik yang mampu mengeluarkan faktor
kemotaktik limfokin yang akan membawa sel radang ke tempat kontak. Sel-sel
tersebut akan ditahan di tempat aktivasi limfosit oleh faktor penghambat
migrasi makrofag dan faktor penghambat leukosit. Kemudian makrofag akan
diaktivasi oleh faktor aktivasi makrofag menjadi sel pemusnah (killer cell) yang
mengakibatkan kerusakan jaringan.Terjadi jalinan amplifikasi yang melibatkan
faktor mitogenik limfosit, akan menyebabkan limfosit lain berperan serta pada
respons hipersensitivitas lambat ini. Makrofag juga dapat berperan dalam
respons imun dengan jalan mengeluarkan monokin, misalnya interleukin 1 yang
melibatkan limfosit untuk berperan serta dalam reaksi peradangan tersebut.
Mengikuti terikatnya antigen spesifik dengan permukaan sel T, sel T akan
mengalami proliferasi klonal untuk memproduksi turunan limfosit yang secara
genetik diprogramkan untuk bereaksi dengan antigen spesifik yang telah
mengaktivasi sel pendahulunya. Proliferasi klonal biasanya terjadi di jaringan
limfois. Sistem imun selular akan diatur oleh subset sel T, disebut sebagai sel T
penekan dan sel T penolong yang akan menambah atau menekan respins imun
dan mengatur sintesis antibodi, sehingga kedua sel tersebut di atas merupakan
penghubung antara sistem imun selular dan sistem imun humoral.
Sumber : Djuanda, Adhi, Tuberkulosis kutis, Dalam Djuanda, Adhi., Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin. FK UI. Jakarta. 2005. Pages: 48-49
1. Pemeriksaan bakteriologik
Pemeriksaan bakteriologik penting untuk mengetahui
penyebabnya.Pemeriksaan bakteriologik menggunakan bahan berupa pus.
Pemeriksaan bakteriologik yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan BTA,
kultur dan PCR. Pemeriksaan BTA dengan menggunakan pewarnaan Ziehl
Neelson mendeteksi kurang lebih 10.000 basil per mL.Pada pemeriksaan PCR
(Polymerase Chain Reaction) dapat juga digunakan untuk mendeteksi M.
tuberculosis. Pemeriksaan kultur menggunakan medium non sekeltif
(Lowenstein-Jensen), tetapi hasilnya memerlukan waktu yang lama karena M.
tuberculosis butuh waktu 3 4 minggu untuk berkembang biak.
2. Pemeriksaan Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi penting untuk menegakkan diagnosis.Pada gambaran
histopatologi tampak radang kronik dan jaringan nekrotik mulai dari lapisan
dermis sampai subkutis tempat ulkus terbentuk.Jaringan yang mengalami
nekrosis kaseosa oleh sel sel epitel dan sel sel Datia Langhans.
3. Tes Tuberkulin (Tes Mantoux)
Diagnosis pasti tuberculosis kutis tidak dapat ditegakkan berdasarkan tes
tuberculin yang positif karena tes ini hanya menunjukkan bahwa penderita
pernah terinfeksi tuberculosis tetapi tidak dapat membedakan apakah infeksi
tersebut masih berlangsung aktif atau telah berlalu.
4. LED
Pada tuberkulosis kutis, LED mengalami peningkatan tetapi LED ini lebih penting
untuk pengamatan obat daripada untuk membantu menegakkan diagnosis.
10. Treatment ?
11. Klasifikasi penyakit kulit yang disebabkan oleh bakteri ?
1. Tuberkulosis kutis sejati
A. Tuberkulosis kutis primer
Inokulasi TB primer
TB chancre atau kompleks primer TB (TB inokulasi primer)
Bentuk ini merupakan hasil inokulasi primer kuman TB pada kulit orang yang
belum pernah terkena kuman TB sebelumnya atau pada orang-orang yang tidak
mempunyai imunitas terhadap kuman TB.Kompleks lesi primer meliputi kulit dan
nodus limfatikus terutama pada bayi dan anak-anak.Jalan masuk basil tuberkel
adalah paru-paru, luka kecil, kuku yang terbuka, atau luka tusuk.
Gambarannya dapat berbentuk papul, pustul atau ulkus indolen, berdinding
tergaung dan disekitarnya livid.Masa tunas 2-3 minggu, limfangitis dan
Gambaran Klinis
Skrofuloderma biasanya dimulai sebagai infeksi kelenjar getah bening
(limfadenitis tuberculosis) berupa pembesaran kelenjar getah bening.Kelenjar
getah bening ini konsistensinya padat pada perabaan. Mula mula hanya
beberapa kelenjar yang diserang, lalu makin banyak dan berkonfluensi.
Selanjutnya berkembang menjadi periadenitis yang menyebabkan perlekatan
kelenjar tersebut dengan jaringan sekitarnya. Kemudian kelenjar tersebut
mengalami perlunakan yang tidak serentak, menyebabkan konsistensinya
menjadi bermacam macam, yaitu didapati kelenjar getah bening melunak dan
membentuk abses yang akan menembus kulit dan pecah, bila tidak disayat dan
dikeluarkan nanahnya, abses ini disebut abses dingin artinya abses tersebut
tidak panas maupun nyeri tekan, melainkan berfluktuasi (bergerak bila ditekan,
menandakan bahwa isinya cair).
Pada stadium selanjutnya terjadi perkejuan dan perlunakan, pecah dan mencari
jalan keluar dengan menembus kulit di atasnya dengan demikian membentuk
fistel. Kemudian fistel meluas hingga mejadi ulkus yang mempunyai sifat khas
yakni bentuknya panjang dan tidak teratur, dan di sekitarnya berwarna merah
kebiruan, dindingnya tergaung, jaringan granulasinya tertutup oleh pus yang
purulen, jika mongering menjadi krusta warna kuning.
Lesi dapat sembuh secara spontan namun memerlukan waktu dalam beberapa
tahun dengan meninggalkan bekas luka (sikatriks) yang memanjang dan tidak
teratur.Jembatan kulit (skin bridge) kadang kadang terdapat di atas sikatriks,
biasanya berbentuk seperti tali yang kedua ujungnya melekat pada sikatriks
tersebut.
Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik dengan melihat
gambaran lesi jika masih dalam bentuk pembesaran kelenjar getah bening
diperlukan pemeriksaaan histopatologi dan pemeriksaan penunjang lainnya
untuk menyingkirkan penyebab lain selain mikrobakterium tuberkulosis.
Pada Skrofuloderma dileher gambaran klinisnya khas, walaupun demikian
aktinomikosis sering dijadikan diagnosis banding terhadap skrofuloderma di
leher.Aktinomikosis biasanya menimbulkan deformitas atau benjolan dengan
beberapa muara fistel produk.
Pada stadium limfadenitis tuberkulosis sukar didiagnosis secara klinis sulit
dibedakan dengan limfadenitis non tuberkulosis lainnya, seperti limfosarkoma,
leukimia, limfoma maligna, pembesaran kelenjar getah bening post vaksinasi
BCG. Jika didaerah ketiak dibedakan dengan hidradenitis supurativa, yakni
infeksi oleh piokokus pada kelenjar apokrin.Penyakit tersebut bersifat akut dan
disertai dengan tanda-tanda radang akut yang jelas, terdapat gejala konstitusi
dan leukositosis.Hidradenitis supurativa, yakni infeksi oleh piokokus pada
kelenjar apokrin.Penyakit tersebut bersifat akut dan disertai dengan tanda-tanda
radang akut yang jelas, terdapat gejala konstitusi dan lukositosis.Hidradenitis
supurativa biasanya menimbulkan sikatriks sehingga terjadi tarikan-tarikan yang
mengakibatkan retraksi ketiak.
Skrofuloderma yang terdapat dilipatan paha kadang-kadang mirip penyakit
venerik yaitu limfogranuloma venerum (LGV).Perbedaan yang penting adalah
pada LGV terdapat riwayat kontak seksual pada anamnesia diertai gejala
konstitusi dan terdapat kelima tanda radang akut.Lokalisasinya juga berbedabeda, pada LGV yang diserang adalah kelenjar getah bening inguinal medial,
sedangkan pada skrofuloderma menyerang getah bening inguinal lateral dan
femoral.Pada stadium lanjut LGV terdapat gejala bubo bertingkat yang berarti
pembesaran kelenjar di inguinal medial dan fosa iliaka.Pada LGV tes frei positif,
pada skrofuloderma tes tuberculin positif.
3.
Definisi
Tuberculosis veruca verrucosa atau yang disebut sebagai Lupus verrucosus,
Prosector's wart, dan Warty tuberculosis merupakan suatu ruam kecil, berupa
nodul papuler kemerahan pada kulit yang dapat muncul 2-4 minggu setelah
inokulasi oleh Mycobacterium tuberculosis pada infeksi sebelumnya dan pada
individu yang imunokompeten (Goldman, 2002)
Etiologi
Paling banyak kasus tuberculosis veruca verrucosa disebabkan oleh reinfeksi dari
individu yang ditandai dengan hipersensitif kulit dan imunitas yang baik,
walaupun auto-inokulasi dari sputum dapat menyebabkan lesi. Karena port de
entry biasanya pada sisi tauma, luka, atau tusukan pada kulit, (luka pada ahli
bedah autopsy misalnya), merupakan tempat lesi di tangan. Tetapi dapat juga
terjadi dimanapun di kulit, seperti telapak kaki, anus, dan pada anak di negara
berkembang sering terjadi pada pantat dan lutut. Hal ini karena anak-anak di
negara berkembang dengan resiko tuberkulosis yang tinggi dapat kontak
langsung antara luka dan sputum tuberkulosis saat berjalan tanpa alas kaki,
duduk, atau saat bermain ditanah (Padmavathy, et al., 2007).
Patofisiologi
Ketika terpapar, lesi kulit pada penampakan luar akan menjadi verruca atau
borok, hal ini akan dibingungkan oleh jenis veruka lainnya. Lesi ini akan berubah
menjadi plak anular berwarna merah kecoklatan seiring waktu, dengan central
healing dan ekspansi bertahap ke arah perifer, dimana pada fase ini akan
dipusingkan dengan infeksi jamur seperti blastomycosis dan
chromoblastomycosis. Akan tetapi pada area tengah lesi tuberculosis veruca
verrucosa akan mengeras dan menjadi fisura, dimana pus dan bahan keratin
dapat keluar dari fusura ini. Lesi biasanya soliter, dan nodul regional tidak
terpengaruh kecuali terdapat infeksi sekunder bakteri.Lesi dapat berkembang
dan menetap dalam beberapa tahun.Penyebuhan spontan dapat terjadi dengan
bekas parut (Goldman, 2002).
Diagnosa
Diagnosa ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan fisik ditunjang dengan
pemeriksaan histologi yang dikonfirmasi dengan isolasi M.tuberculosis pada
kultur atau dengan PCR. Pada pemeriksaan fisik didapatkan gambaran klinis yang
khas biasanya berbentuk bulan sabit akibat penjalaran secara serpiginosa, yang
berarti penyakit menjalar ke satu jurusan diikuti penyembuhan di jurusan yang
lain. Ruam terdiri atas papul-papul lentikuler di atas kulit yang eritematosa.Pada
bagian yang cekung terdapat sikatriks.Selain menjalar secara serpiginosa, juga
dapat menjalar ke perifer sehingga terbentuk sikatriks di tengah.
Pemeriksaan histologi menunjukkan gambaran pseudoepitheliomatous
hyperplasia dengan hyperkeratosis dan infiltrasi neutrofil dan limfosit.
Gambaran abses didapatkan pada epidermis dan dermis bagian atas.Dapat
ditemukan epithelioid giant cells, tuberkel dan BTA jarang ditemukan. Pada
kultur dari lesi tuberculosis kutis verukosa akan didapatkan mikobakterium. PCR
digunakan untuk mengidentifikasi DNA M. tuberculosis dalam specimen
jaringan. Skin test pada tuberkulosa kutis veerukosa akan memberikan hasil
positif.
Gejala klinis
Lesi pada dewasa umumnya terdapat pada tangan terutama bagian dorsolateral
dan jari-jari, sedangkan pada anak-anak biasanya pada ekstremitas bawah dan
lutut. Lesi diawali dengan halo berwarna ungu, berkembang menjadi plak kutil
yang keras dan hyperkeratosis, pus dan material keratin keluar dari cleft dan
fisura yang terbentuk. Papul asimtomatis sering salah didiagnosa sebagai veruka
vulgaris.Pertumbuhannya lambat dan terjadi perluasan ke perifer. Lesi biasanya
soliter dan tidak melibatkan kgb regional kecuali jika terjadi infeksi sekunder.
Lesi dapat berkembang dan menetap selama bertahun-tahun. Juga bisa terjadi
resolusi spontan dengan pembentukan scar.
Bentuk TB kulit yang timbul karena infeksi eksogen pada individu dengan
imunitas baik.Perjalanan kliniknya berlangsung kronik beberapa bulan hingga
tahun.Tempat predileksinya pada tungkai bawah dan kaki.Gambaran klinis
biasanya berbentuk bulan sabit akibat penjalaran secara serpiginosa.Ruam
terdiri atas papul-papul lentikuler di atas kulit yang eritematosa.Pada bagian
yang cekung terdapat sikatriks.Diagnosis bandingnya adalah veruka,
kromomikosis dan sporotrikosis.Gambaran histopatologinya yaitu pada
epidermis dijumpai adanya hiperkeratosis, hipergranulosis, akantosis, dan
papilomatosis diatas sebukan radang akut.
4. Tuberkulosis kutis gumosa
Tuberkulosis ini terjadi akibat penjalaran secara hematogen, biasanya dari
paru.Kelainan kulit berupa infiltrat subkutan, berbatas tegas yang menahun,
kemudian melunak dan bersifat destruktif.Pada awalnya kulit berwarna normal
dan lama-kelamaan menjadi merah kebiruan.Lesi tersebar berbentu makula dan
papul berukuran kecil atau lesi berwarna kemerahan.Kadang-kadang vesikuler
dan terdapat krusta.
5. Tuberkulosis kutis orifisialis
Pada umumnya terjadi pada pasien dengan penyakit tuberkulosa pada organorgan dalam.Sesuai dengan namanya maka lokasinya di sekitar orifisium.Pada
tuberkulosis paru dapat terjadi ulkus di mulut, bibir atau di sekitarnya.Pada
tuberkulosis saluran cerna, ulkus dapat ditemukan di sekitar anus.Pada
tuberkulosis saluran kemih, ulkus dapat ditemukan di sekitar orifisium uretra
eksternum.Ulkus berdinding tergaung, kemerahan, hemoragik, purulen dan
sekitarnya livid.
6. Lupus vulgaris
Lupus vulgaris merupakan bentuk yang sering dan mengenai terutama pada
bagian yang sering terpapar misalnya pada wajah dan ekstremitas.Cara infeksi
dapat secara endogen atau eksogen.Gambaran klinis yang umum adalah
kelompok nodus eritematosa yang berubah warna menjadi kuning pada
penekanan (apple jelly colour).Nodus-nodus tersebut berkonfluensi berbentuk
plak, bersifat destruktif, sering terjadi ulkus.
Pada waktu terjadi involusi terbentuk sikatriks.Bila mengenai muka tulang rawan
hidung dapat mengalami kerusakan.Penyembuhan spontan terjadi perlahanlahan di suatu tempat, tetapi terjadi perjalanan di tempat lain, yang dapat ke
perifer atau serpiginosa.
2. Tuberkulid
A. Bentuk Papul
1. Lupus milliaris diseminatus fasiei
Mengenai muka, timbulnya secara bergelombang.Ruam berupa papul-papul
bulat, biasanya diameternya tidak melebihi 5 mm, eritematosa kemudian
meninggalkan sikatriks. Pada diaskopi memberi gambaran apple jelly colour
seperti pada lupus vulgaris.
2. Tuberkulosis papulonekrotika
Lesi tipe ini terutama terjadi pada anak-anak dan dewasa yang menderita TB
pada bagian tubuh lain. Keadaan ini terjadi karena adanya reaksi alergi terhadap
basil tuberkel. Basil menyebar secara hematogen pada orang dengan satus
imunitas sedang atau baik, akan tetapi fokus tuberkulosis secara klinis tidak aktif
pada saat terjadinya erupsi, dan pasien sedang berada dalam keadaan sehat.
Selain berbentuk papulonekrotika juga dapat berbentuk papulopustul.
Tempat predileksi pada muka, anggota badan bagian ekstensor, dan badan.
Mula-mula terdapat papul eritematosa yang timbul secara bergelombang,
membesar perlahan-lahan dan kemudian menjadi pustul, lalu memecah menjadi
krusta dan membentuk jaringan nekrotik dalam waktu 8 minggu, lalu
menyembuh dan meninggalkan sikatriks. Kemudian timbul lesi-lesi baru.Lama
penyakit dapat bertahun-tahun.
3. Liken skrofulosorum
Lesi biasanya terjadi di daerah leher pada anak yang menderita tuberkulosis
tulang atau nodus limfatikus.Kelainan kulit terdiri atas beberapa papul miliar,
warna dapat serupa dengan kulit atau eritematosa.Mula-mula tersusun
tersendiri, kemudian berkelompok tersusun sirsinar, kadang-kadang di
sekitarnya terdapat skuama halus.Tempat predileksi pada dada, perut,
punggung dan daerah sacrum.Perjalanan penyakitnya dapat berbulan-bulan dan
residif, jika sembuh tidak meninggalkan sikatriks.
Pengobatan
M. marinum tidak terlalu memberikan respon dengan pengobatan dengan obat
anti tuberkulosis, tetapi sering terjadi penyembuhan spontan. Minocycline, 200
mg/hari selama satu sampai dua bulan adalah pengobatan pilihan. Pengobatan
lain menggunakan kombinasi dari sulfamethoxazole dan trimetoprim, minosiklin
dengan doksisiklin, rifampisin dengan etambutol, dan klaritromisin,
levofloksasin, atau amikain. Jangka waktu pengobatan yang tepat belum dapat
ditentukan, tetapi dari beberapa penelitian sekitar 14 minggu dengan durasi
lebih lama pada pasien dengan infeksi pada struktur tubuh yang lebih
dalam.Untuk kasus yang kambuh atau berulang, dapat dilakukan tindakan
pembedahan.
M. Kansasii
M. Kansasii dapat menimbulkan kelainan kulit sebagai nodul verukosa
menyerupai sporotrikosis atau krusta dengan ulkus yang dangkal dibawahnya.
Infeksi oleh kuman ini banyak dilaporkan di Amerika Serikat.
Epidemiologi
M. scrofulaceum
Infeksi oleh M. scrofulaceum berupa limfadenitis dan skrofuloderma. Gambaran
klinisnya sama dengan yang disebabkan oleh M. tuberculosis.
Epidemiologi
Organisme ini banyak ditemukan di sebelah tenggara Amerika Serikat. Biasanya
terdapat pada susu, keju dan hasil peternakan lainnya. Basil kuman dapat
ditemukan pada lingkungan dengan suhu yang hangat dan pH yang
rendah.Mikobakteria ini juga ditemukan pada kulit orang yang sehat tanpa
menimbulkan suatu gejala klinis dan dapat juga ditemukan pada lesi kulit
penderita lepra.
Manifestasi klinis
Biasanya akan muncul infeksi berupa limfadenitis servikal pada anak kecil,
terutama yang berusia 1 sampai 3 tahun. Nodul di daerah submandibula dan
submaksila juga sering didapatkan dan bersifat unilateral.Tidak ada suatu gejala
khas kecuali nyeri sedang di daerah leher disertai dengan adanya perbesaran
kelenjar limfonodus dalam jangka waktu beberapa minggu dan kadang
berbentuk ulkus maupun fistul. Pada kebanyakan kasus menunjukkan bahwa
adanya infeksi ini tidak selalu disertai dengan gangguan pada paru maupun
organ lain. Penyakit ini jinak dan cenderung self limited.
Histopatologi
Sangat sulit dibedakan dengan tuberkulosis.
3. GOLONGAN III
M. avium intracellulare
Epidemiologi
M. avium intracellulare biasanya berada bersama dengan M. scrofulaceum
sehingga sering disebut dengan MAIS (M. avium intracellulare-scrofulaceum)
dermis ini akan berjalan secara lateral sehingga semakin mendekati bentukan
suatu ulkus. Kuman akan menghancurkan jaringan tubuh. Pada lapisan dermis
yang lebih dalam, timbul vaskulitis pada pembuluh darah yang ukurannya kecil
sampai sedang.
Manifestasi klinik
Toksin yang dihasilkan oleh kuman ini akan menimbulkan nekrosis dan ulserasi
pada kulit. Kelainan kulit pertama-tama tampak sebagai nodul indolen atau
abses yang kemudian menjadi ulkus.Dindingnya menggaung, meluas disertai
jaringan nekrotik, dan gambaran klinisnya mirip ulkus tropikum.Mula-mula lesi
yang timbul soliter, keras, tidak terasa adanya nyeri, nodul subkutaneus, yang
kemudian menjadi ulkus.Predileksi dari ulkus ini adalah di ekstremitas.Ulkus
dapat menjadi sangat luas, mengenai otot dan tendon dan menganggu gerak
sendi.Meskipun ulkusnya luas, tidak disertai gejala umum dan pembesaran
kelenjar getah bening.
Ulkus dapat mencapai ukuran diameter beberapa sentimeter dalam jangka
waktu beberapa minggu. Dasar dari ulkus dibentuk oleh lemak yang nekrosis,
dan discharge berupa cairan mukoid jernih tanpa disertai rasa nyeri. Ulkus
biasanya hanya satu.Lesi yang luas dikelilingi oleh banyak undurasi.Ulkus dapat
tumbuh dengan diameter lebih dari 25 sentimeter.Nekrosis dapat mencapai otot
ataupun tulang. Adanya fibrosis dan kalsifikasi bersamaan dengan usaha
penyembuhan oleh tubuh akan mengakibatkan timbulnya kontraktur dan
deformitas berat. Tapi sayangnya, karena ulkus ini tidak terasa nyeri dan
kebanyakan pasien berada di daerah yang jauh, maka pasien merasa tidak
memerlukan pengobatan sampai kerusakan yang ditimbulkan pada tubuh sangat
besar. Keterlambatan menangani penyakit ini akan mengakibatkan amputasi,
kontraktur sendi dan kematian akibat tetanus dan sepsis.
Histopatologi
Dari histologinya akan terlihat adanya reaksi inflamasi campuran disertai dengan
timbulnya hiperkeratosis. Adanya nekrosis pada bagian sentral, terutama di
daerah septa dari lemak subkutan yang dikelilingi oleh jaringan granulasi dengan
adanya giant cells, tetapi bukan xerosis yang menyerupai tuberkel.
Diagnosis dan differensial diagnosis
Diagnosa.
Pada daerah yang epidemik, maka diagnosis penyakit ini harus dijadikan
prioritas pertama. Bagaimanapun juga biopsi dan kultur dari nodul atau ulkus di
daerah subkutan harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis walaupun
dibutuhkan waktu 6-8 minggu untuk pembiakannya.
Differensial diagnosis
Tergantung dari stage penyakitnya. Nodul yang berada di daerah subkutan harus
disingkirkan dengan granuloma karena benda asing, phykomiksis, panikulitis,
vaskulitis noduler, kista sebasea, atau tumor. Untuk yang telah mencapai stage
Sumber :
Djuanda, Adhi, Tuberkulosis kutis, Dalam Djuanda, Adhi., Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. FK UI. Jakarta. 2005. Pages: 64-72
IMUNITAS SELULAR
Sistem imun selular melibatkan sel T dengan limfokinnya. Sel T meliputi
80-90% jumlahlimfosit darah tepi dari 90% jumlah limfosit timus.
Sel T hanya mempunyai sedikit imunoglobulin pada permukaannya
dibandingkan dengan sel B sehingga apabila dilakukan inkubasi dengan
antiimunoglobulin manusia dan diperiksa dengan mikroskop imunofluoresensi
tidak akan terjadi fluoresensi. Namun sel T mempunyai reseptor pada
permukann selnya yang dapat berikatan dengan sel darah merah kambing.
Apabila sel T diinkubasi dengan sel darah merah kambing akan terbentuk roset
yang terdiri atas beberapa sel darah merah mengelilingi sel T.
Sebelum sel T dapat bereaksi terhadap antigen, maka antigen tersebut harus
diproses serta disajikan kepada sel T oleh makrofag atau sel langerhans. Setelah
terjadi interaksi antara makrofag, antigen, dan sel T, maka sel tersebut akan
mengalami transformasi blastogenesis sehingga terjadi peningkatan aktivitas
metabolik. Selama mengalami proses transformasi tersebut sel T akan
mengeluarkan zat yang disebut sebagai limfokin yang mampu merangsang dan
mempengaruhi reaksi peradangan selular, antara lain faktor penghambat
migrasi makrofag (Macrophage Inhibitory Factor), (MIF); faktor aktivasi
makrofag (Macrophage Activating Factor), (MAF); faktor kemotaktik makrofag;
faktor penghambat leukosit (Leucocyte Inhibitory Factor), (LF); Inteferon dan
limfotoksin. Mediator-mediator tersebut mampu mempengaruhi makrofag,
PMN, limfosit, dan sel-sel lain sehingga terjadi reaksi hipersensitivitas lambat
(tipe IV). Contoh dalam bidang penyakit kulit ialah dermatitis kontak alergik.
Reaksi peradangan yang dipacu oleh limfokin dimulai dengan aktivasi limfosit
oleh adanya kontak dengan antigen spesifik yang mampu mengeluarkan faktor
kemotaktik limfokin yang akan membawa sel radang ke tempat kontak. Sel-sel
tersebut akan ditahan di tempat aktivasi limfosit oleh faktor penghambat
migrasi makrofag dan faktor penghambat leukosit. Kemudian makrofag akan
diaktivasi oleh faktor aktivasi makrofag menjadi sel pemusnah (killer cell) yang
mengakibatkan kerusakan jaringan.Terjadi jalinan amplifikasi yang melibatkan
faktor mitogenik limfosit, akan menyebabkan limfosit lain berperan serta pada
respons hipersensitivitas lambat ini. Makrofag juga dapat berperan dalam
respons imun dengan jalan mengeluarkan monokin, misalnya interleukin 1 yang
melibatkan limfosit untuk berperan serta dalam reaksi peradangan tersebut.
Mengikuti terikatnya antigen spesifik dengan permukaan sel T, sel T akan
mengalami proliferasi klonal untuk memproduksi turunan limfosit yang secara
genetik diprogramkan untuk bereaksi dengan antigen spesifik yang telah
mengaktivasi sel pendahulunya. Proliferasi klonal biasanya terjadi di jaringan
limfois. Sistem imun selular akan diatur oleh subset sel T, disebut sebagai sel T
penekan dan sel T penolong yang akan menambah atau menekan respins imun
dan mengatur sintesis antibodi, sehingga kedua sel tersebut di atas merupakan
penghubung antara sistem imun selular dan sistem imun humoral.
Sumber : Djuanda, Adhi, Tuberkulosis kutis, Dalam Djuanda, Adhi., Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin. FK UI. Jakarta. 2005. Pages: 48-49
15. Pernah TBC tapi kok bisa TB kulit ?
16. Gejala tanda ?
17. Alasan penegakan diagnosis ?
PEMBANTU DIAGNOSIS
Pada tuberkulosis kutis LED meninggi, tetapi peninggian LED ini lebih pentung
untuk pengamatan hasil pengobatan daripada untuk membantu diagnosis.
Peninggian LED berarti terjadi kerusakan jaringan.
Pemeriksaan bakteriologik terutama penting untuk menentukan etiologinya.
Sebagai pembantu diagnosis mempunyai arti yang kurang, karena hasilnya
memerlukan waktu yang lama (8 minggu untuk kultur dan binatang percobaan).
Selain itu pada pembiakan hanya 21,7% yang positif.
Pemeriksaan histopatologik lebih penting daripada pemriksaan bakteriologik
untuk menegakkan diagnosis karena hasilnya cepat, yakni dalam satu minggu.
Tes tuberkulin mempunyai arti pada usia 5 tahun ke bawah dan jika positif hanya
berarti atau sedang menderita penyakit tuberkulosis. Selain dengan Purified
Protein Derivates (tuberkulin human), juga dapat di tes dengan tuberkulin
berasal dari mikobakteria atipikal. Hasil reaksi tuberkulin dipengaruhi oleh
etiologi. Jika penyebabnya M. Tuberculosis, maka reaksi tuberkulin human kuat,
sedangkan bila penyebabnya mikobakteria atipikal, maka reaksi tersebut lemah.
Jadi antigen yang homolog akan memberikan reaksi yang lebih kuat daripada
antigen yang heterolog. Meskipun demikian karena dapat terjadi reaksi silang,
maka nilai tes tersebut kurang untuk menentukan etiologi.
Polymerase Chain Protein dapat dipakai untuk menentukan etiologi. Spesimen
dapat berupa jaringan biopsi, keuntungannya hasil cepat diperoleh dan spesimen
yang diambil hanya sedikit. Kerugiannya tidak dapat mendeteksi kuman hidup,
jadi kultur masih tetap merupakan baku emas.
18. Mengapa lesinya asimtomatik , tidak nyeri, tidak gatal?
TAMBAHAN