You are on page 1of 7

BAB III

MODEL HORTON

3.1

Pengertian
Model Horton adalah salah satu model infiltrasi yang terkenal dalam hidrologi
yang dikembangkan oleh Horton pada tahun 1933. Horton mengakui bahwa
kapasitas infiltrasi berkurang seiring dengan bertambahnya waktu hingga
mendekati nilai yang konstant. Ia menyatakan pandangannya bahwa penurunan
kapasitas infiltrasi lebih dikontrol oleh faktor yang beroperasi di permukaan tanah
dibanding dengan proses aliran di dalam tanah.
Faktor yang berperan untuk pengurangan laju infiltrasi seperti penutupan retakan
tanah oleh koloid tanah dan pembentukan kerak tanah, penghancuran struktur
permukaan lahan dan pengangkutan partikel halus dipermukaan tanah oleh tetesan
air hujan.

3.2

Laju Infiltrasi Model Horton


Laju infiltrasi berdasarkan Model Horton dihitung dengan rumus:

Keterangan:
f
= laju infiltrasi(cm/jam)
f0
= laju infiltrasi awal (cm/jam)
fc
= laju infiltrasi akhir (cm/jam)
e
= bilangan dasar logaritma Naperian
Fc = selisih total volume infiltrasi dengan volume infiltrasi konstan (cm)
= luas kurva yang diarsir (gambar di bawah)
t
= waktu yang dihitung dari mulainya hujan (jam)

Nisa Andan Restuti - Hidrologi

III-1

Gambar 3.1 Kurva infiltrasi menurut Horton


Besarnya laju infiltrasi dipengaruhi oleh faktor jenis tanah dan kondisi
kelengasannya. Laju infiltrasi tidak selalu sama selama berlangsungnya hujan.
Pada awal hujan, untuk kondisi lahan dengan lengas tanah kering - normal, laju
infiltrasi akan sangat tinggi kemudian berangsur-angsur menurun hingga akhirnya
konstan / tetap setelah kondisi lengas tanah menjadi jenuh.
Penentuan laju infiltrasi dengan Model Horton memerlukan data inflitrasi tanah
setempat rinci, dari waktu ke waktu dalam interval waktu yang cukup pendek,
misal 10 atau 15 menitan, sampai mendapatkan laju infiltrasi yang tetap / konstan.
Curah hujan netto dihitung dengan mengurangkan curah hujan total dengan laju
infiltrasinya.
Perhitungan laju infiltrasi dengan metode Horton tidak biasa digunakan untuk
perhitungan banjir desain bendungan. Dalam perhitungan banjirdesain bendungan,
secara konservatif, digunakan asumsi bahwa pada saat curah hujan desain yang
diperhitungkan terjadi, kondisi lengas tanah DTA sudah cukup jenuh sehingga laju
konsentrasinya cukup kecil atau bahkan mendekati tidak ada (nol).
Laju infiltrasi tipikal setelah satu jam untuk berbagai jenis tanah berpenutup
rumput seperti pada tabel berikut (ASCE Manual of Engineering Practice, No 28).

Nisa Andan Restuti - Hidrologi

III-2

Tabel 3.1 Laju infiltrasi tipikal kelompok tanah setelah 1 jam


Kelompok

Laju infiltrasi setelah 1 jam, mm/jam

Tinggi (tanah berpasir)

12,50 25,00

Menengah (banyak geluh, lempung, lumpur)

2,50 12,50

Rendah (banyak lempung, geluh lempung)

0,25 2,50

Tabel 3.2 Perkiraan parameter untuk Rumus Horton

Sumber: Hydrology Handbook, Second Edition

3.3

Contoh Perhitungan
Diasumsikan bahwa perubahan waktu dari kapasitas infiltrasi tanah dihitung
dengan

persamaan Horton (dengan memperhatikan bahwa persamaan ini

mengasumsikan banyaknya limpasan air di permukaan, dimana disebabkan


kondisi jenuh pada permukaan tanah).
Untuk kondisi tanah didapatkan data sebagai berikut :
-

kapasitas infiltrasi terakhir , fc = 1,25 cm/jam

kapasitas infiltrasi awal adalah f0 = 8 cm/jam.

parameter kapasitas infiltrasi adalah k = 3 h-1

Hidrograf hujan ditunjukkan pada tabel di bawah ini, yang berfungsi untuk
melakukan analisis infiltrasi secara menyeluruh, termasuk untuk mengetahui
infiltrasi kumulatif dan laju limpasan.

Nisa Andan Restuti - Hidrologi

III-3

Tabel 3.3 Data intensitas hujan dan tinggi hujan


Waktu

Intensitas hujan, I

(menit)
1
0 - 10
10 - 20
20 -30
30 - 40
40 - 50
50 - 60
60 - 70

(cm/jam)
2

Tinggi
Hujan
(cm)
3
0.21
0.42
1.00
0.75
0.67
0.50
0.13

1.25
2.5
6
4.5
4
3
0.8

Penyelesaian:
Untuk melakukan analisa infiltrasi secara menyeluruh dengan metode Horton,
dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut ini :
1.
Kolom 1 = Data dibagi menjadi 10 menitan. Pada kolom ini dilakukan
2.

Kolom 2 =

perhitungan waktu secara kumulatif.


Intensitas hujan yaitu besarnya intensitas hujan selama 10

3.

Kolom 3 =

menit. Kolom 2 merupakan data.


Tinggi Hujan, merupakan hasil perhitungan dari intensitas
hujan [kolom 2] x waktu dalam jam (10 menit/60 menit = 1/6

4.

Kolom 4 =

jam).
= [kolom 2] x [perubahan waktu dalam jam]
= [1,25] x [10 menit/60 menit = 1/6 jam]
= 0,21 cm
Hujan Kumulatif, merupakan penjumlahan dari tinggi hujan
pada saat t dengan tinggi hujan saat t+1. Sehingga pada
bagian akhir yaitu saat t=60 merupakan total dari seluruh
tinggi hujan. Jadi pada awal perhitungan maka besarnya
hujan komulatif = Kolom 3
= Karena awal perhitungan, maka Kolom 4 = kolom 3
= 0,21 cm

5.

Kolom 5 =

Kapasitas

Infiltrasi,

dihitung

dengan

menggunakan

persamaan berikut:
-kt

fp (t) = fc + (fo fc) e


Contoh perhitungan:
t0 yang digunakan sebesar 0/60.
t1 yang digunakan sebesar 10/60.
fp (0)
= 1,25 + (6 1,25) e-(3).(0/60)
= 6 cm
Nisa Andan Restuti - Hidrologi

III-4

fp (10)

= 1,25 + (6 1,25) e-(3).10/60


= 4,13 cm

Perhitungan tersebut dilakukan berulang hingga waktu akhir saat t = 120 menit.
6.
Kolom 6 = Infiltrasi Kumulatif, perhitungan infiltrasi kumulatif dengan
persamaan berikut

F (t ) f c .t

fo fc
(1 e kt )
k

F (10) 1,25.

10 6 1,25

(1 e ( 3).(10 / 60 ) )
60
3

= 0,83 cm/jam
F (20) 1,25.

20 6 1,25

(1 e 3.20 / 60 )
60
3

= 1,42 cm/jam
Begitu seterusnya hingga F(120)
Namun perlu diperhatikan perbandingan antara intensitas hujan dan kapasitas
infiltrasi. Apabila intensitas hujan > infiltrasi, maka perlu dihitung nilai kapasitas
infiltrasi aktual. Hal tersebut mulai terjadi pada F(20).
7.
Kolom 7 = Kapasitas Infiltrasi Aktual, perhitungannya diawali dengan
perhitungan F(t = 20)
Berikut perhitungannya:
F (t =20)
= (I0 + I10) * (t10)
= (1,25 + 2,5) * ( 10/60)
= 0,625 cm
Maka nilai tersebut disubsitusi dengan persamaan berikut:
f fc
F (t ) f c .t p o
(1 e ktp )
k
0,625 1,25.t p

6 1,25
3.t
(1 e p )
3

Sehingga didapat nilai tp = 0,0075 jam. Nilai tersebut merupakan waktu aktual
mulai terjadinya kejenuhan tanah. Sehingga kapasitas infiltrasi aktual pada menit
ke 20 ditentukan sebagai berikut:
fp (tp) = fc + (fo fc) e-k.tp
fp (20) = 1,25 + (6 1,25) e-3.0,0075
= 5,89 cm/jam
Maka perhitungan berikutnya terjadi perubahan parameter
f0
= fp (20)
= 5,89 cm/jam ( tidak menggunakan 6 cm/jam lagi)
Hal tersebut juga menyebabkan pergeseran waktu. Nilai t akan kembali ke awal,
sehingga t yang digunakan pada saat menit 30 adalah 10/60. Hal tersebut
dilakukan dengan aggapan bahwa t awal bergeser saat tp.
8.
Kolom 8 = Limpasan, Limpasan merupakan pengurangan dari intensitas
hujan dan kapasitas infiltrasi aktual. Apabilai intensitas hujan
< infiltrasi maka tidak terjadi limpasan
Nisa Andan Restuti - Hidrologi

III-5

= [Kolom 7] [Kolom 2]
= 5,89 6,00
= 0,11 cm/jam
Untuk lebih jelasnya perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tinggi
Hujan

Hujan
Komulatif
P

fp

(cm/jam)

(cm)

(cm)

(cm/jam)

(cm/jam)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Waktu

Intensitas hujan

(menit)

(1)

0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
110
120

1.25
2.5
6
4.5
4
3
0.8

0.21
0.42
1.00
0.75
0.67
0.50
0.13

Kapasitas
infiltrasi

0.21
0.63
1.63
2.38
3.04
3.54
3.68

Nisa Andan Restuti - Hidrologi

6.00
4.13
3.00
2.31
1.89
1.64
1.49
1.39
1.34
1.30
1.28
1.27
1.26

Infiltrasi
komulatif

0.00
0.83
1.42
1.85
2.20
2.49
2.75
2.99
3.22
3.44
3.66
3.87
4.08

III-6

Gambar 3.2 Grafik perbandingan kapasitas infiltrasi dengan intensitas hujan

Gambar 3.3 Grafik perbandingan kapasitas infiltrasi aktual dengan intensitas


hujan

Nisa Andan Restuti - Hidrologi

III-7

You might also like