You are on page 1of 14

DERAS-nya hujan disertai gemuruh petir seakan tidak menghentikan aktivitas ibu kota meski untuk

sejenak. Jalanan tetap dipenuhi jutaan kendaraan, dan ribuan manusia juga tetap memadati jalanan
sekitar gedung pencakar langit.
Tak lama kemudian, hujan pun berganti matahari yang seakan tak sabar menyapa dunia beserta
seisinya. Tanpa basa-basi, teriknya sinar matahari membuat sebagian dari mereka seolah merasa
"terbakar" dan butir-butir keringat membasahi keningnya pertanda kepanasan.
Kita pasti bertanya-tanya mengapa cuaca demikian cepat berubah. Adakah kaitannya dengan
pemanasan global seperti yang banyak diisukan beberapa dasawarsa akhir ini. Jawabannya adalah
Iya.
Data yang diperoleh Okezone.com dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN),
menunjukkan sudah ada indikasi pemanasan di Indonesia. Begitu pun dengan perubahan iklim yang
juga sudah terlihat dari beberapa parameter yang ada.
Menurut Thomas Djamaluddin dari Riset Astronomi Astrofisika LAPAN, kenapa pemanasan yang
terjadi pada wilayah perkotaan cenderung lebih panas dibandingkan daerah di sekitarnya, atau biasa
disebut sebagai fenomena pulau panas perkotaan.
Hal ini dikarenakan adanya perubahan tata guna lahan, sehingga berdampak pada panas yang
diserap oleh permukaan bumi dipancarkan lagi menjadi inframerah ke udara, kata Thomas
Djamaluddin kepada Okezone.
Kepala Bidang Peringatan Dini Cuaca Ekstrem Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG),
Haradi mengatakan bahwa perubahan mendadak dari hujan ke panas secara tiba-tiba adalah wajar
dan masih dalam batas normal.
Menurutnya, ini merupakan proses transisi di masa peralihan dari musim hujan ke musim kemarau,
di mana perpindahan dari musim penghujan ke musim kemarau diiringi dengan lambaian pola
tekanan udara yang menyebabkan munculnya awan hujan.
Memang agak menyimpang dari biasanya. Tapi, tidak ada yang perlu dikhawatirkan untuk warga di
Jakarta dan sekitarnya karena tidak berpotensi untuk banjir dalam skala besar atau mendatangkan
angin kencang, ungkapnya kepada Okezone, beberapa waktu lalu.
Lalu apa penyebab di balik semua ini? Meski ini merupakan proses alamiah, tetapi adakah campur
tangan manusia sehingga menyebabkan 'kegalauan' antara matahari dan hujan ini?
Tentu saja ada, banyaknya polusi yang dihasilkan baik dari kendaraan maupun asap pabrik dan
banyaknya jumlah gedung-gedung bertingkat yang merupakan wajah khas ibu kota menyebabkan
sirkulasi angin berubah. Sehingga, efeknya dalam jangka panjang akan dirasakan oleh warga Jakarta
secara perlahan.
Terlebih, saat ini bumi pertiwi diselimuti kandungan karbon dioksida (CO2) yang semakin meningkat

di udara akibat aktivitas manusia, cerobong asap industri, transportasi perkotaan dan rumah tangga.
Thomas sendiri mengestimasikan, faktor transportasi merupakan penyumbang emisi terbesar
terhadap fenomena perubahan ini.
Ulah Manusia
Para ilmuwan juga menyimpulkan bahwa iklim global saat ini memanas dengan cepat. Peneliti yakin
bahwa 90 persen pemanasan global itu diakibatkan ulah manusia. Kesimpulan itu juga terdapat
dalam laporan Panel Antar Pemerintah untuk Perubahan Iklim (IPCC) 2007.
Bahaya dari perubahan iklim ini ialah mudahnya terjadi genangan air di permukaan akibat semakin
menyempitnya daerah resapan. Tidak mengherankan, meski hujan yang menyirami ibu kota
berlangsung singkat tetapi dapat menimbulkan banjir di beberapa titik.
Selain itu, hal ini juga menyebabkan kondisi persediaan air dalam tanah semakin berkurang. Dampak
lainnya yang berbahaya adalah terjadinya penurunan permukaan tanah.
Aktivitas manusia menyebabkan kerusakan lingkungan. selanjutnya kerusakan lingkungan akan
mempengaruhi dinamika atmosfer. Kemudian perubahan atmosfer tersebut akan berdampak pada
siklus hidrologi yang akan mengurangi kenyaman hidup manusia, tutup Thomas.
Akankah kita masih akan membiarkan bumi pertiwi semakin sakit karena 'siksaan' manusia itu
sendiri? Sudah sepatutnya kita harus melindungi Bumi sebagai wujud terima kasih terhadap berkah
dan anugerah-Nya.
Kini, saatnya manusia bersama-sama untuk mengurangi suhu 2 derajat celsius agar terhindar dari
bahaya yang diakibatkan perubahan iklim jangka panjang. Selain itu, perlu dilakukan stabilisasi
konsentrasi gas karbon dioksida (CO2) di bawah 450 ppm (bagian per juta).
Caranya, mengurangi efek gas rumah kaca (GRK) yang bersumber dari pembakaran dan pembukaan
hutan tropis, melindungi ekosistem bumi serta melindungi hutan perawan dari si jago merah dan
pembukaan hutan tropis di dunia.
Dengan mengurangi deforestasi (penebangan hutan) global sebesar 50 persen pada tahun 2020,
akan menawarkan hampir sepertiga dari pilihan hemat biaya teknologi yang tersedia untuk
memenuhi target 450 ppm stabilisasi di bumi pertiwi. Demikian dikutip dari Conservation.org. (amr)

Wilayah Indonesia yang terletak secara astronomis pada lintang 11o15 LS 6o08 LU dan
dilalui oleh garis Khatulistiwa merupakan daerah yang mempunyai iklim tropis. Serta letak
geografisnya diapit diantara dua benua, Benua Asia dan Australia, terbentang di antara
Samudera Hindia dan Pasifik. Terdiri dari pulau dan kepulauan yang terbentang dari barat ke
timur. Semua ini menjadikan wilayah Indonesia unik dan beragam terhadap perubahan iklim
atau cuaca.
Kondisi iklim di Indonesia sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor penunjang. Yakni
dipengaruhi oleh fenomena El Nino dan La Nina yang bersumber dari wilayah timur

Indonesia, tepatnya berasal dari Ekuator Pasifik Tengah. El- Nino merupakan fenomena
global dari interaksi antara lautan dan atmosfer, ditandai dengan memanasnya suhu muka laut
di Ekuator Pasifik Tengah, atau anomali suhu muka laut di daerah tersebut positif (lebih
panas dari temperatur rata rata). Sedangkan La Nina merupakan kebalikan dari El Nino
ditandai dengan anomali suhu muka air laut negatif (lebih dingin dari temperatur rata rata)
di Ekuator Pasifik Tengah.
Faktor kedua yang mempengaruhi kondisi iklim di Indonesia adalah dipole mode yang
bersumber dari wilayah barat Indonesia (terletak pada Samudra Hindia sebelah barat pulau
Sumatera hingga timur Afrika).
Faktor ketiga adalah pengaruh fenomena regional, seperti sirkulasi Monsun Asia Australia
dan daerah pertemuan angin antar tropis yang merupakan daerah pertumbuhan awan serta
kondisi suhu permukaan laut sekitar wilayah Indonesia.
Selain itu, kondisi topografi wilayah Indonesia yang di dalamnya terdapat berbagai
pegunungan, lembah dan pantai juga menyebabkan semakin beragamnya iklim, baik menurut
ruang (wilayah) maupun waktu. Berdasarkan hasil analisis data 30 tahun terakhir (1981
2010) oleh BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika), menyebutkan bahwa
secara klimatologis wilayah Indonesia memiliki 407 pola hujan. Dari 407 pola hujan, 342
diantaranya merupakan Zona Musim (ZOM) dan 65 lainnya merupakan Zona Non Musim
(Non Zom). Daerah ZOM merupakan daerah yang perbedaan periode musimnya (musim
hujan dan kemarau) terlihat jelas. Sedangkan daerah Non Zom pada umumnya tidak memiiki
perbedaan yang jelas antara periode musimnya, atau dapat dikatakan daerah yang sepanjang
tahun memiliki curah hujan tinggi atau rendah.
Dari 342 daerah Zona Musim tersebut, sebanyak 9 daerah ZOM memiliki pola hujan
kebalikan dari daerah zona musim pada umumnya (berdasarkan pola monsun). Jadi jika
berdasarkan pola monsun daerah ZOM mengalami musim hujan, maka kesembilan daerah
tersebut mengalami musim kemarau, demikian sebaliknya.
Fenomena yang mempengaruhi iklim atau musim di Indonesia
Fenomena fenomena yang mempengaruhi iklim atau cuaca di wilayah Indonesia terdiri dari
fenomena El Nino dan La Nina, Dipole Mode, sirkulasi monsun Asia Australia, daerah
pertemuan angin antar tropis dan suhu permukaan air laut di wilayah perairan Indonesia.
Fenomena El Nino dan La Nina sangat dipengaruhi oleh suhu perairan Indonesia.
El Nino yang berpengaruh di wilayah Indonesia dengan diikuti berkurangnya curah hujan
secara drastis, baru akan terjadi bila kondisi suhu perairan Indonesia cukup dingin. Namun
apabila kondisi suhu perairan Indonesia hangat maka fenomena El Nino tidak akan
berpengaruh secara signifikan terhadap berkurangnya curah hujan. Serta tidak semua wilayah
Indonesia dipengaruhi oleh El Nino, mengingat luanya wilayah Indonesia.
Sedangkan La Nina merupakan kebalikan dari El Nino. Fenomena La Nina secara garis
besar menyebabkan curah hujan di indonesia meningkat jika diikuti dengan menghangatnya
suhu muka air laut di perairan Indonesia. Demikian halnya dengan El Nino, La Nina juga
tidak berpengaruh di seluruh wilayah indonesia.

Fenomena Dipole Mode merupakan interaksi antara laut dan atmosfer di Samudra Hindia
yang dihitung berdasarkan selisih antara anomali suhu muka laut perairan perairan pantai
timur Afrika dengan perairan di sebelah barat pulau Sumatera. Selisih anomali suhu muka
tersebut dikenal sebagai Dipole Mode Indeks (DMI). Fenomena Dipole Mode secara umum
mempengaruhi jumlah curah hujan di wilayah Indonesia bagian barat. Untuk DMI yang
bernilai positif, umumnya berdampak pada kurangnya curah hujan di Indonesia bagian barat.
Sedangkan DMI yang bernilai negatif berdampak pada meningkatnya curah hujan di
Indonesia bagian barat.
Fenomena sirkulasi Monsun Asia Australia ditentukan oleh pola perbedaan tekanan udara
di Australia dan Asia. Pola tekanan udara ini mengikuti pola peredaran matahari dalam
jangka waktu satu tahun yang mengakibatkan sirkulasi angin di Indonesia, umumnya adalah
pola monsun. Yaitu sirkulasi angin yang mengalami perubahan arah setiap setengah tahun
sekali. Pola angin ini dikenal sebagai angin muson barat dan angin muson timur.
Pola angin muson barat terjadi ketika pusat tekanan udara tinggi berkembang di atas benua
Asia dan pusat tekanan udara rendah terjadi di atas benua Australia, sehingga angin
berhembus dari barat laut menuju tenggara. Pola angin ini dikenal sebagai angin muson barat
laut. Angin muson barat berhembus pada bulan Oktober April ketika matahari berada di
belahan bumi selatan. Fenomena ini menyebabkan belahan bumi bagian selatan (khususnya
Australia) lebih banyak memperoleh intensitas matahari daripada benua Asia. Akibatnya
temperatur udara di benua Australia meningkat dan tekanan udara rendah. Sebaliknya di
Asia, temperatur udaranya menurun dan tekanan udara tinggi. Oleh karena itu terjadilah
pergerakan angin dari benua Asia ke Australia sebagai muson barat. Pola angin ini melewati
Samudera Pasifik dan Samudera Hindia serta Laut Cina Selatan. Karena melewati lautan,
maka muson barat ini banyak membawa uap air dan turun sebagai hujan di Indonesia.
Fenomena ini dikenal sebagai musim penghujan.
Sedangkan ketika musim timur, pusat tekanan udara di atas benua Asia rendah dan pusat
tekanan udara di atas Australia tinggi. Hal ini menyebabkan angin berhembus dari tenggara
menuju barat laut. Angin muson timur pada umumnya berhembus setiap bulan April
Oktober. Yaitu terjadi ketika matahari mulai bergeser ke belahan bumi utara. Di belahan
bumi utara (khusunya benua Asia), temperatur udaranya dan tekanan udara rendah.
Sebaliknya di benua Australia (yang telah ditinggalkan matahari), temperatur udaranya
rendah dan tekanan udara tinggi. Maka terjadi pergerakan angin dari benua Australia ke Asia
melalui Indonesia sebagai angin muson timur. Angin ini membawa uap air yang sedikit
(curah hujan rendah), karena hanya melewati laut kecil dan jalur sempit seperti Laut Timor,
Laut Arafuru, dan bagian selatan Irian Jaya, serta Kepulauan Nusa Tenggara. Oleh sebab itu,
di Indonesia peristiwa ini dikenal sebagai musim kemarau.
Fenomena daerah pertemuan angin antar tropis terjadi ketika peralihan periode muson barat
menuju muson timur atau lebih dikenal sebagai musim pancaroba awal tahun. Musim ini
umumnya terjadi pada bulan Maret Mei. Dan peralihan dari muson timur ke muson barat
(atau yang dikenal sebagai pancaroba akhir tahun) biasanya terjadi pada bulan September
November. Pada musim peralihan ini matahari bergerak melintasi garis khatulistiwa,
sehingga angin menjadi lemah dan arahnya tidak menentu. Daerah pertemuan angin antar
tropis merupakan daerah tekanan rendah yang memanjang dari barat ke timur dengan posisi
yang selalu berubah mengikuti pergerakan posisi matahari ke arah utara dan selatan
khatulistiwa. Sehingga pada wilayah Indonesia yang diliwati daerah ini, pada umumnya
berpotensi terjadi pertumbuhan awan hujan.

Dan yang terakhir, fenomena kondisi suhu permukaan laut di wilayah perairan Indonesia
berpengaruh terhadab jumlah kandungan uap air di atmosfer. Hal ini berkaitan langsung
dengan proses pembuatan awan. Jika suhu muka air laut tinggi, maka berpotensi cukup
banyaknya uap air yang terkumpul di atmosfer. Demikian juga sebaliknya, jika suhu muka air
laut dingin, maka kandungan uap air yang terkumpul di awan sedikit.
Iklim dan musim Indonesia yang semakin bergeser
Perubahan iklim merupakan perubahan pola dan intensitas unsur iklim pada periode waktu
yang dapat dibandingkan (di Indonesia umumnya terhadap rata-rata 30 tahun). Perubahan
iklim dapat berupa perubahan dalam kondisi cuaca rata-rata atau perubahan dalam distribusi
kejadian cuaca terhadap kondisi rata-ratanya. Sebagai contoh, lebih sering atau berkurangnya
kejadian cuaca ekstrim, berubahnya pola musim dan peningkatan luasan daerah rawan
kekeringan.
Perubahan iklim dapat menyebabkan adanya pergeseran musim. Di Indonesia, musim
mengalami pergeseran pada awal musim dan panjang musim. Pergeseran tersebut terjadi
dimusim kemarau dan musim hujan, baik maju maupun mundur.
Fenomena yang terjadi akhir akhir ini adalah tidak teraturnya iklim dan musim di
Indonesia. Keti dakteraturan ini diakibatkan oleh pergeseran iklim atau musim dari pola pada
umunya (pola monsun). Hal ini berdampak bagi petani dan nelayan, karena baik petani
maupun nelayan, menggantungkan mata pencaharian mereka pada iklim dan musim.
Pergeseran iklim dan cuaca ini sangat erat kaitannya dengan meningkatnya temperatur iklim
di Indonesia. Iklim di Indonesia telah menjadi lebih hangat selama abad 20. Suhu rata-rata
tahunan telah meningkat sekitar 0,3 C sejak tahun 1900. Fenomena El Nino juga
mempengaruhi iklim dan musim di beberapa bagian Indonesia. Fenomena ini menyebabkan
berkurangnya curah hujan yang drastis sekitar 2 hingga 3 persen pada abad ini. Akibatnya
terjadi kekeringan di beberapa daerah.
Pergeseran iklim dan musim di Indonesia juga menjadikan periode musim menjadi lebih
panjang atau pendek. Contohnya periode musim kemarau yang terjadi pada tahun 2011 lebih
dominan (panjang) daripada musim penghujan.
Fenomena ini menurut beberapa ahli diakibatkan oleh efek pemanasan global. Bumi secara
alamiah dapat menjaga suhu bumi relatif hangat dengan sistem efek rumah kaca (green house
effect), namun dengan adanya aktivitas penduduk yang tidak terlepas dari kegiatan industri
maka akan mempercepat hangatnya suhu bumi. Hal ini dikarenakan perubahan iklim global
diakibatkan oleh meningkatnya konsentrasi gas CO2 di atmosfer bumi sebagai efek rumah
kaca, kegiatan industri, pemanfaatan sumberdaya minyak bumi dan batubara, serta kebakaran
hutan sebagai penyumbang emisi gas CO2 terbesar di dunia yang mengakibatkan perubahan
pada lingkungan dan tataguna lahan.
Pemanasan global berdampak pada perubahan iklim di dunia menjadi tidak stabil. Apabila
pemananasan global terus bertambah setiap tahunnya, dapat menimbulkan dampak yang
besar terhadap ancaman bencana global, seperti badai siklon tropis, air pasang dan banjir,
kenaikan temperatur ekstrim, tsunami dan kekeringan yang diakibatkan oleh aktivitas El
Nino.

Reboisasi dan pelestarian hutan untuk menjaga pola perubahan iklim serta musim
Dengan melihat penyebab pergeseran iklim dan musim terjadi karena pemanasan
global. Atau secara rinci dapat dijelaskan bahwa pohon hijau (hutan) tidak mampu mengikat
kelebihan CO2. Hal ini mengakibatkan kelebihan CO2 menghalangi cahaya matahari yang
dipantulkan ke luar bumi. Karena terhalangi oleh lapisan CO2, cahaya matahari dipantulkan
kembali ke bumi, sehingga suhu bumi meningkat (Efek Rumah Kaca).
Untuk itu, diperlukan pelestarian terhadap pohon hijau dan melakukan reboisasi (penanaman
calon pohon baru) secara berdampingan. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi jumlah
kandungan CO2 yang terdapat di atmosfer.
Semua itu dilakukan untuk menjaga perubahan iklim dan musim pada keseimbangan alam
(stabil). Dengan hal ini diharapkan dapat menekan pergeseran iklim dan musim baik maju
maupun mundur, yang mengakibatkan terjadinya perubahanan sirkulasi yang drastis di
wilayah Indonesia.

MENGAPA NEGARA TERTENTU MENGALAMI 4 MUSIM,


SEMENTARA NEGARA YANG LAIN HANYA MENGALAMI 2
MUSIM ?
Daerah di sekitar khatulistiwa (23,5 LU 23,5 LS) disebut daerah
tropis, iklimnya disebut iklim tropis yaitu memiliki dua musim dengan
kelembapan udara paling cocok untuk banyak jenis makhluk hidup. Wilayah
yang jauh dari garis khatulistiwa memiliki musim lebih banyak.Benua Eropa,
Amerika Utara, dan Selatan, dan Australia misalnya memiliki empat musim,
yakni panas (summer), gugur (autumn), dingin (winter), dan semi (spring).
Ini menimbulkan pertanyaan, apa yang menyebabkan wilayah di Bumi pada
waktu yang bersamaan memiliki musim berbeda tergantung lokasinya?
Banyak yang menduga bahwa musim-musim terjadi karena orbit Bumi
mengelilingi Matahari yang berbentuk elips: saat posisi terjauh, maka Bumi
dingin, dan sebaliknya. Contoh ekstremnya adalah planet Merkurius yang
panas dan planet Pluto yang dingin. Atau kita akan merasakan hangat saat
dekat dengan api unggun dan dingin saat jauh. Teori ini logis jika hanya
menjelaskan hangat dan dingin, tapi tidak menjelaskan mengapa ada dua

musim berbeda (misalnya bagian utara khatulistiwa musim dingin dan selatan
musim panas) pada saat yang bersamaan?
Dari bulan Oktober sampai Maret, wilayah Indonesia bagian utara
khatulistiwa mengalami musim hujan dan bagian selatan musim kering, dan
sebaliknya dari bulan April sampai September.(Garis khatulistiwa adalah garis
khayal yang membagi Bumi sama bagian antara utara dan selatan. Garis
khatulistiwa berbeda dengan garis edar Matahari.)
Sebenarnya, jarak Bumi dan Matahari tidaklah menentukan musim di
Bumi, karena perbedaannya jarak terjauh dan terdekat tidak signifikan.
Perbandingannya seperti kita berdiri satu meter dari api unggun, kemudian
menjauh sekira dua cm, tentu kita tidak bisa membedakan perbedaan panas
yang kita rasakan.Ternyata kemiringan poros Bumi-lah yang membuat

terjadinya pergantian musim.


Bumi yang dibagi oleh garis khatulistiwa, utara dan selatan.Pada posisi
tersebut, bagian selatan Bumi menerima sinar matahari lebih banyak daripada

bagian utara sehingga bagian selatan mengalami musim panas atau musim
kemarau untuk daerah tropis.
Sementara bagian utara mengalami musim dingin atau musim hujan
untuk daerah tropis. Kondisi ini akan berganti setelah enam bulan, saat posisi
Bumi di sebelah kanan Matahari.
Perhatikan juga kutub utara dan selatan Bumi. Walau Bumi sudah
berotasi penuh (24 jam), kutub utara tidak akan menerima sinar Matahari
sehingga selalu malam, sedangkan kutub selatan menerima sinar Matahari

terus sehingga selalu siang. Kondisi ini akan berlaku sampai enam bulan, saat
posisi Bumi di sebelah kanan Matahari (berdasarkan ilustrasi pada Gambar).
Inilah penjelasan kenapa di kutub pergantian siang dan malam adalah sekali
dalam enam bulan.
Ini juga menjelaskan bagaimana pada musim panas siang hari lebih lama
daripada malam hari (atau sebaliknya pada musim dingin). Lebih detail lagi,
pada tanggal 21 Juni bagian utara mengalami siang hari terpanjang
(sebaliknya bagian selatan siang hari terpendek); 21 Maret dan 22 September
Matahari tepat berada di garis khatulistiwa sehingga lama siang hari benarbenar sama dengan lama malam hari di semua wilayah Bumi; dan 21
Desember bagian utara mengalami siang hari terpendek (sebaliknya bagian
selatan siang hari terpanjang). Keempat hari itu adalah terkait dengan empat
musim yang ada di Bumi.
Pancaran matahari yang diterima oleh bumi berubah secara periodik
melalui tiga zona yaitu tropic of cancer (daerah yang dilalui garis lintang
utara 23,5), equator (daerah yang dilalui garis lintang 0), dan tropic of
capricorn (daerah yang dilalui garis lintang selatan 23,5). Negara kita
merupakan salah satu contoh negara yang dilintasi oleh garis equator. India,
Saudi Arabia dan Meksiko merupakan contoh negara yang dilewati oleh
tropic of cancer, sedangkan contoh daerah yang dilewati tropic of capricorn
adalah Afrika Selatan, Quensland (Australia) dan Argentina.
Pancaran sinar matahari akan membentuk sudut 90 pada daerah tropic
of cancer. Pada kondisi ini daerah utara hemisphere seperti eropa dan amerika
akan mengalami musim panas (summer) sedangkan daerah selatan hemisphere

seperti Australia bagian tengah dan selatan mengalami musim dingin (winter).
Lamanya waktu siang di daerah utara lebih besar dibanding daerah selatan.
Makin ke utara, waktu siang akan semakin panjang, puncaknya di kutub utara
yang terang sepanjang hari sedangkan kutub selatan gelap sepanjang hari.

22/23 September, Autumn equinox. Pancaran sinar matahari akan


membentuk sudut 90 pada daerah equator. Pada kondisi ini daerah utara
hemisphere akan mengalami musim gugur (autumn) karena suhu lebih rendah
dibanding periode sebelumnya akibat berkurangnya pancaran sinar matahari,
sedang daerah selatan mengalami musim semi (spring). Bagi mereka yang
tinggal di eropa, pada tanggal tertentu waktu akan diperlambat satu jam

(saving day light) karena malam akan berangsur angsur menjadi lebih lama
dan akan mencapai puncaknya pada periode selanjutnya, musim dingin
(winter). Tahun ini perubahan waktu tersebut dilakukan pada tanggal 26
Oktober 2008.
21/22 Desember, Winter solstice.Pancaran sinar matahari akan
membentuk sudut 90 pada daerah tropic of capricorn. Pada kondisi ini
daerah utara hemisphere akan mengalami musim dingin (winter) sedangkan
daerah selatan hemisphere mengalami musim panas (summer). Lamanya
waktu siang di daerah selatan lebih besar dibanding daerah utara. Makin ke
utara, waktu malam akan semakin lama, puncaknya di kutub utara yang gelap
sepanjang hari, sedangkan kutub selatan terang sepanjang hari.
21/22 Maret, Spring equinox. Pancaran sinar matahari akan
membentuk sudut 90 pada daerah equator. Pada kondisi ini daerah utara
hemisphere akan mengalami musim semi (spring) karena adanya kenaikan
suhu dibanding periode sebelumnya, sedang daerah selatan hemisphere
mengalami musim gugur (autumn). Kebalikan dari Autumn equinox, waktu
akan dipercepat satu jam karena siang akan berangsur angsur menjadi lebih
lama dan akan maksimal pada musim panas (summer). Perubahan jam
selanjutnya akan dilakukan pada 23 Maret 2009.
MUSIM DI INDONESIA
Di Indonesia, kita hanya mengenal dua macam musim, yaitu musim
panas dan musim dingin, sementara di lain negara di belahan bumi atas dan
belahan bumi bagian bawah dapat merasakan adanya musim semi, musim

gugur, musim dingin dan musim panas. Indonesia hanya ada dua musim
dikarenakan letak geografis indonesia yang berada tepat di bagian equator
bumi atau tepat di bagian tengah bumi.

Gambar 1: Zona Letak di Bagian Bumi


Banyak orang mengira bahwa selama ini musim dipengaruhi oleh adanya

Aphelion dan Perihelion. Meskipun benar bahwa Bumi memiliki Perihelion,


atau titik saat di mana ia paling dekat dengan matahari, dan Aphelion, atau

titik terjauh dari matahari. Perbedaan antara jarak ini, sebenarnya terlalu
minim untuk menghasilkan dampak yang signifikan terhadap bumi untuk
urusan musim dan iklim. Mengapa demikian?. Di dalam sebuah halaman
wikipedia, tertulis bahwa jarak rata-rata Bumi dari Matahari adalah sekitar
149,598,261 km. Pada titik terdekatnya, Bumi adalah sekitar 147,098,290
km dari matahari, dan pada titik terjauh dari matahari adalah sekitar
152,098,232 km. Dengan angka-angka ini sangat mudah untuk mengetahui
bahwa orbit bumi mengelilingi matahari adalah tidak begitu elips (oval)

melainkan lebih mirip sebagai sebuah lingkaran. Faktanya, jarak bumi dari
matahari adalah tetap dan relatif konstan sepanjang orbitnya setiap tahunnya.
Sebenarnya, yang menyebabkan adanya perubahan musim adalah
merupakan faktor dari letak gografis yang berbeda pada suatu daerah yang
bisa menyebabkan perbedaan dalam jumlah sinar matahari yang diterima, Hal
itu disebabkan oleh kemiringan pada poros bumi.

Bumi memiliki kemiringan pada porosnya sebesar 23.5. Dengan adanya


kemiringan tersebut, maka jumlah sinar matahari yang akan diterima oleh
bumi akan berbeda - beda di berbagai belahan bumi.

You might also like