Professional Documents
Culture Documents
1. PENDAHULUAN
Dalam perkembangan dunia filsafat terutama dalam dunia filsafat ilmu hakikat-hakikat
kebenaran sangat penting dan berperan sekali terhadap mencari kebenaran tersebut di dalam suatu
masalah pokok. Setiap kebenaran harus diserap oleh kebenaran itu sendiri serta kepastian dari
pengetahuan tersebut, dari suatu hakikat kebeneran merupakan suatu obyek yang terus dikaji oleh
manusia terutama para ahli filsuf, karena hakikat kebenaran ini manusia akan mengalami
pertentangan batin yakni konflik spikologis.
Menurut para ahli filsafat, kebenaran bertingkat-tingkat bahkan tingkatan tersebut bersifat hirarkhis.
Kebenaran yang satu di bawah kebenaran yang lain serta tingkatan kualitasnya ada kebenaran
relatif, ada kebenaran mutlak (absolut). Ada kebenaran alami dan ada pula kebenaran illahi, ada
kebenaran khusus individual, ada pula kebenaran umum universal.
Manusia selalu dalam kehidupannya pasti dirundung permasalahan besar maupun kecil itu
mungkin sangat tidak menutup kemungkinan dan mencari kebenaran sejati karena manusia ingin
melepaskan permasalahan tersebut, tetapi bingung ingin mencari teori kebenaran karena banyak
cara ditempuh untuk memperoleh kebenaran antara lain dengan menggunakan rasio seperti para
rasionalis dan melalui pengalaman atau empiris. Pengalaman-pengalaman yang diperoleh manusia
membuahkan prinsip-prinsip yang terkadang melampaui penalaran rasional, lalu kejadian-kejadian
yang berlaku di alam itu dapat dimengerti. Memang sesuatu sifat manusia yang selalu mecari
kebenaran yang sebenarnya itu, inti dari membina dan menyempurnakannya sejalan dengan
kematangan kepribadiannya. Suatu kebenaran tidak hanya membutuhkan pengakuan dari salah satu
orang atau sekelompok orang saja tetapi kebenaran itu memiliki takaran-takaran atau ukuran-ukran
kebenaran tersebut diantara lain adalah berfikir merupakan suatu aktifitas manusia untuk
menemukan kebenaran serta apa yang disebut benar oleh seseorang belum tentu benar bagi orang
lain. Manusia selalu mencari kebenaran, jika manusia mengerti dan memahami kebenaran, sifat
asasinya terdorong pula untuk melaksankan kebenaran itu.
Di akhir pendahuluan dalam penulisan makalah ini, penulis mengangkat judul tentang
permasalahan kebenaran karena permasalahan ini di dalam filsafat ilmu sangatlah penting karena
alasannya adalah selain sebagai pelengkap dalam pembahasan di filsafat ilmu tetapi juga
pembahasan kebanaran ini bisa di implikasikan dalam kehidupannya sehari-hari terutama bagi
penulis maupun bagi pembaca makalah ini. Dalam makalah ini penulis memaparkan penulisan yakni
pengertian kebenaran dari secara bahasa maupun dari istilah dan juga pengertian kebenaran
menurut para ahli, serta tipologi teori kebenaran, tokoh-tokoh pendukung teori kebenaran dan
sebagainya.
2. PEMBAHASAN
Dalam pembahasan filsafat ilmu ada bagian pembahasan tentang teori-teori kebenaran,
seperti teori kebenaran ini sangat penting bagi manusia. Kebenaran tidak ada yang mutlak kecuali
Allah yang mengetahui tetapi kebenaran hanya relatif saja bagi manusia. Dalam pembahasan awal
ini akan membahas tentang defini kebenaran secara bahasa dan istilah, serta definisi kebenaran dari
beberapa ahli dan pakarnya masing-masing.
Definisi kebenaran menurut bahasa arab adalah al-haqq yang memiliki pengertian yang tidak
sia-sia, yang bermanfaat, yang berguna bagi manusia. Sedangkan definisi kebenaran menurut AlQuran adalah pengabdian/penghambaan diri/penyembahan/peribadatan kepada Alloh saja seperti
yang diajarkan dan dicontohkan oleh Muhammad saw . Inilah definisi kebenaran menurut
bimbingan wahyu (Al-Quran).
Aristoteles mendefinisikan kebenaran adalah soal kesesuaian antara apa yang diklaim sebagai
diketahui dengan kenyataan yang sebenarnya. Benar dan salah adalah soal sesuai tidaknya apa yang
dikatakan dengan kenyataan sebagaimana adanya.[1] Dalam kamus umum Bahasa Indonesia (oleh
Purwadarminta), ditemukan arti kebenaran, yaitu: 1. Keadaan yang benar (cocok dengan hal atau
keadaan sesungguhnya); 2. Sesuatu yang benar (sungguh-sungguh ada, betul demikian halnya); 3.
kejujuran, ketulusan hati; 4. Selalu izin, perkenanan; 5. Jalan kebetulan. Selaras dengan
Poedjawiyatna (1987:16) yang mengatakan bahwa persesuaian antara pengatahuan dan obyeknya
itulah yang disebut kebenaran. Artinya pengetahuan itu harus yang dengan aspek obyek yang
diketahui. Jadi pengetahuan benar adalah pengetahuan obyektif.
2.1 Tipologi Teori-teori Kebenaran
Dalam teori kebenaran maka ada tipologi teori kebenaran yang sudah di bahas oleh para ahli filsuf,
berikut adalah tipologi teori-teori kebenaran:
1.
Teori kebenaran koherensi ini biasa disebut juga dengan teori konsitensi. Pengertian dari teori
kebenaran koherensi ini adalah teori kebenaran yang medasarkan suatu kebenaran pada adanya
kesesuaian suatu pernyataan dengan pernyataan-pernyataan lainnya yang sudah lebih dahulu
diketahui, diterima dan diakui kebenarannya. Sederhanya dari teori ini adalah pernyataan dianggap
benar apabila bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang dianggap benar.
Contoh teori koherensi ini adalah pelajaran matematika. Menurutnya, matematika ialah bentuk
pengetahuan yang penyusunannya dilakukan pembuktian berdasarkan teori koheren. Sistem
matematika disusun atas bebeberpa dasar pernyataan yang dianggap benar yakni aksioma. Dengan
mempergunakan beberapa aksioma maka disusun suatu torema. Diatas torema maka dikembangkan
kaidah-kaidah matematika yang secara keseluruhan merupakan suatu sistem konsitensi. Tokoh
kebenaran koherensi ini adalah Plato (427-347) dan Aristoteles (384-322.SM) [2]
2.
Teori kebenaran ini memiliki tokoh yang bernama Aristoteles, menurutnya sesuatu yang ada sebagai
tidak ada, atau tidak ada sebagai ada dan maksudnya adalah salah. Sebaliknya mengatakan hal yang
ada sebagian ada dan yang tidak ada adalah benar. Muncul kebenaran sebagai persesuaian antara
apa yang dilakukan atau dipikirkan dengan kenyataan. Teori kebenaran korespodensi ini sangat
penting sekali antara lain adalah:
a.
Sangat menghargai pengamatan dan pengujian empiris, teori ini lebih menekankan cara kerja
pengetahuan aposterion.
b.
c.
Teori ini menegaskan dualitas antara S dan O. Pengenal dan yang dikenal.
Teori ini menekankan bukti bagi kebenaran suatu pengetahuan. Bukti ini bukannya hasil akal
budi, atau hasil imajinasi akal budi, tetapi apa yang disodorkan obyek melalui panca indera.[3]
Menurut Jujun S. Suriasumantri, teori ini memiliki pengertian suatu pernyataan jika materi
pengetahuan yang dikandung pernyataan itu berhubungan dengan obyek yang dituju oleh
pernyataan tersebut. Teori korespodensi ini dipergunakan dalam cara berpikir ilmiah. Penalaran
teoretis berdasarkan logika deduktif jelas mempergunakan teori ini.[4]
3.
Teori ini dianut oleh filsuf Frank Ramsey, John Austin dan Peter Strawson. Para filsuf ini hendak
menentang teori klasik bahwa benar dan salah adalah ungkapan yang hanya menyatakan
sesuatu. Proposisi yang benar berarti proposisi itu menyatakan sesuatu yang memang dianggap
benar. Menurut teori ini, suatu pernyataan dianggap benar jika ia menciptakan realitas. Jadi
pernyataan yang benar bukanlah pernyataan yang mengungkapkan realitas, tetapi justeru dengan
pernyataan
itu
tercipta
realitas
sebagaimana
yang
diungkapkan
dalam
pernyataan
itu.[5].Sederhanya teori kebenaran performatif adalah mereka melawan teori klasik bahwa benar
dan salah adalah ungkapan deskriptif jika suatu pernyatan benar kalau ia menerapkan realitas.[6]
4. Teori Kebenaran Pragmatik
Pragmatik berasal dari kata Yunani yang berarti action dan juga berarti practice. Tokoh dalam
pragmatik dikenal oleh tokoh charles Pierce, William James dan John Dewwey [7] Pragmatik lebih
memprioritaskan tindakan daripada pengetahuan dan ajaran dan kenyataan pengalaman hidup di
lapangan daripada prinsip-prinsip muluk yang melayang di udara. Karena prinsip untuk menilai
pemikiran, gagasan, teori, kebijakan, pernyataan tidak cukup hanya berdasarkan logisnya dan
bagusnya rumusan-rumusan, tetapi berdasarkan dapat tidaknya dibuktikkan, dilaksanakan, dan
mendatangkan hasil. Menurut kaum pragmatik, otak berfungsi sebagai pembimbing perilaku
manusia. Kebenaran segala sesuatu di uji lewat dapat tidaknya dilaksanakan dan direalisasikan untuk
membawa dampak positif, kemajuan manfaat. Sikap kaum pragmatik itu jelas ditentang oleh kaum
teoretis dan kaum intelektual. Namun, pada tergantung pragmatik baik secara umum maupun
khusus di bidang etis menyumbang sesuatu. Akan tetapi, sebagai aliran fislafat pragmatik
mengandung kelmahan-kelmahan. Pragmatik mempersempit kebenaran mrnjadi itu, pragmatik
menolak kebenaran yang tidak dapat langsung di praktekkan, padahal banyak kebenaran yang tidak
dapat langsung di praktekkan. Paham manusia seutuhnya adalah contoh sederhana. Sebagai paham
etis pragmatik menyatakan bahwa yang baik adalah yang dapat di praktekkan, berdampak positif
dan bermanfaat. Berikut paham ini dijelaskan melalui beberapa penjelasan seperti berikut, pertama
ada kebaikan yang dilihat dari manfaatnya tak dapat dimengerti. Kedua, kebaikan yang bila
dilaksanakan malah mencelakakan. Ketiga, antara kebaikan dan pelaksanaan tidak ada hubungan
langsung untuk melaksanakan kebaikan perlu dukungan situasi, kondisi, sarana dan prasarana, serta
ada kemauan dari perilakunya. Pragmatik sebagai aliran filsafat dan paham bukan tanpa kelemahan
akan tetapi, pandangannya untuk saat tertentu, situasi hidup, dan keadaan masyarakat tertentu
dapat menggelitik dan digunakan sebagai pertanyaan kritis. [8]
Tokoh Pragmatik dan Pendapatnya
Di Amerika Serikat bernama William James sebagai tokohnya, di Inggris bernama FC. Schiller, Charles
S. Pierce (1834-1914) dan George Herbert Mead (1863-1931). Pragmatik dalam perkembangan
mengalami perbedaabn kesimpulan walalaupun dari gagasan asal yang sama. Ada 3 patokan yang di
setujui aliran pragmatik yaitu:
1.
2.
Aktualisme
3.
Tokoh pragmatik William James (1842-1910), di dalam bukunya The Meaning of Truth, arti
kebenaran, James mengemukakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang
bersifat tetap, yang berdiri sendiri dan terlepas dari akal yang mengenal. Pengalaman itu senantiasa
berubah, karena di dalam prakteknya apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman
berikutnya. Lalu tokoh selanjutnya adalah John Dewey (1859-1952). Dewwey seorang pragmatis,
mengikut sistemnya disebut istilah instrumentalisme. Pengalaman adalah salah satu kunci filsafat
instrumentalisme, filsafat harus berpijak pada pengalaman menyelidiki serta mengolah pengalaman
itu secara aktif-krits. Instrumentalisme adalah suatu usaha untuk menyusun suatu teori yang logis
telah diterima secara apriori oleh kelompok tersebut. Pandangan apriori ini disebut paradigma oeh
Kuhn dan world view oleh Sardar. Paradigma ialah apa yang dimiliki bersama oleh anggota-anggota
suatu masyarakat sains atau dengan kata lain masyarakat sains adalah orang-orang yang memiliki
suatu paradigma bersama.
Masyarakat sains bisa mencapai konsensus yang kokoh karena adanya paradigma. Sebagai konstelasi
komitmen kelompok, paradigma merupakan nilai-nilai bersama yang bisa menjadi determinan
penting dari perilaku kelompok meskipun tidak semua anggota kelompok menerapkannya dengan
cara yang sama. Paradigma juga menunjukkan keanekaragaman individual dalam penerapan nilainilai bersama yang bisa melayani fungsi-fungsi esensial ilmu pengetahuan. Paradigma berfungsi
sebagai keputusan yuridiktif yang diterima dalam hukum tak tertulis.
Pengujian suatu paradigma terjadi setelah adanya kegagalan berlarut-larut dalam memecahkan
masalah yang menimbulkan krisis. Pengujian ini adalah bagian dari kompetisi di antara dua
paradigma yang bersaingan dalam memperebutkan kesetiaan masyarakat sains. Falsifikasi terhadap
suatu paradigma akan menyebabkan suatu teori yang telah mapan ditolak karena hasilnya negatif.
Teori baru yang memenangkan kompetisi akan mengalami verifikasi. Proses verifikasi-falsifikasi
memiliki kebaikan yang sangat mirip dengan kebenaran dan memungkinkan adanya penjelasan
tentang kesesuaian atau ketidaksesuaian antara fakta dan teori. Perubahan dari paradigma lama ke
paradigma baru adalah pengalaman konversi yang tidak dapat dipaksakan. Adanya perdebatan antar
paradigma bukan mengenai kemampuan relatif suatu paradigma dalam memecahkan masalah,
tetapi paradigma mana yang pada masa mendatang dapat menjadi pedoman riset untuk
memecahkan berbagai masalah secara tuntas. Adanya jaringan yang kuat dari para ilmuwan sebagai
peneliti konseptual, teori, instrumen, dan metodologi merupakan sumber utama yang
menghubungkan ilmu pengetahuan dengan pemecahan berbagai masalah.[13]
KESIMPULAN
Hakikat kebenaran sangat penting dan berperan sekali terhadap mencari kebenaran tersebut di
dalam suatu masalah pokok. Setiap kebenaran harus diserap oleh kebenaran itu sendiri serta
kepastian dari pengetahuan tersebut, dari suatu hakikat kebeneran merupakan suatu obyek yang
terus dikaji oleh manusia terutama para ahli filsuf, karena hakikat kebenaran ini manusia akan
mengalami pertentangan batin yakni konflik spikologis.
Manusia selalu dalam kehidupannya pasti dirundung permasalahan besar maupun kecil itu mungkin
sangat tidak menutup kemungkinan dan mencari kebenaran sejati karena manusia ingin melepaskan
permasalahan tersebut, tetapi bingung ingin mencari teori kebenaran karena banyak cara ditempuh
untuk memperoleh kebenaran antara lain dengan menggunakan rasio seperti para rasionalis dan
melalui pengalaman atau empiris.
Memang
sesuatu sifat manusia yang selalu mecari kebenaran yang sebenarnya itu, inti dari
Farid
Mubarok,Teori-teori
Kebenaran:
Korespodensi,
Koherensi,
Pragmatik,
Ilhamuddin,
Teori
Kebenaran
Performatif,
http://kuliahpsikologi.com/teori-kebenaran-