You are on page 1of 3

Dari biomassa yang mengandung minyak menjadi biofuel dengan bantuan biokatalis

Selain dari lilin ester (WE) etanol maupun methanol, agar dapat digunakan pada mesin
pembakaran internal, isi dari granula lipid harus sudah dikonversi kedalam bentuk yang
sedikit viskos. Untuk mendapatkannya, proses transesterifikasi dari Trigliserida sangat
penting digunakan untuk memproduksi asam lemak alkyl ester (FAAE), yang sama bagusnya
pada proses esterifikasi PHA (polihidroksilalkanoat) menjadi HAME (Hidroksilalkanoat
metil ester).
Box 2. Stategi alternatif dengan menggunakan limbah cair dan mikroorganisme untuk
memproduksi energi.
Stategi alternatif untuk pengolahan limbah cair atau limbah lumpur, melibatkan
fotoheterotropik eukariot (contoh: micro alga [67]) atau organisme heterotropik (contoh: ragi
yang mengandung minyak [68]).
Sebagai tambahan, pencernaan anaerobik dari lumpur menjadi biogas merupakan suatu
strategi penemuan bioenergi dari limbah cair, tetapi terdapat sedikit catatan tentang
pembatasan yang ada seperti pembatasan dalam penemuan energi kimia, masalah
penyimpanan, dan modal investasi [69].
Selain lipid, produksi energi elektrokimia juga dapat menggunakan suatu energi yang
menarik dari limbah cair. Ketika mikroorganisme mengoksidasi substrat, elektron ditransfer
ke akseptor elektron. Microbial fuel cells (MFCs) berada di anoda dan pada katodanya, listrik
diperbesar dengan memanfaatkan aliran elektron tersebut. Pada umumnya, mikroorganisme
terlibat dalam oksidasi substrat yang ditempatkan pada anoda dan elektron menerima
mikroorganisme tersebut pada katoda dari MFCs.
Saat ini, hasil dari umpan MFCs dengan limbah cair masih jauh dari ekonomis. Dengan
demikian, penelitian secara intens dilakukan pada lima tahun terakhir, dan didapatkan hasil
bahwa energi keluaran dari MFCs masih jauh dari pencapaian potensi keseluruhannya (secara
keseluruhan, kita sudah melihat penambahan 10 kali lipat daya dari MFCs dibandingkan
dengan keluarannya) tetapi, teknologi ini menunjukkan potensi besar sebagai penemuan
energi kimia masa depan dari aliran limbah cair.
Reaksi transesterifikasi dari trigliserida dan polihidroksilalkanoat membutuhkan sebuah
alkohol (methanol dari FAME dan HAME, atau ethanol dari asam lemak alkyl ester FAEE)
dan katalis. Katalis transesterifikasi trigliserida dapat berupa lipase atau senyawa kimia
seperti asam atau basa (contoh metode katalis bebas, lihat [46-47]).
Proses Transesterifikasi dengan menggunakan katalis asam
Asam yang paling sering digunakan adalah asam sulfat. Katalis ini menghasilkan yield yang
tinggi, tetapi reaksinya berlangsung lama yaitu sekitar 1 hari untuk mencapai konversi yang
sempurna dan temperatur bervariasi antara 55-88 oC.
Proses Transesterifikasi dengan menggunakan katalis basa

Proses transesterifikasi dengan menggunakan katalis basa akan lebih cepat dibandingkan
dengan menggunakan katalis asam yaitu membutuhkan waktu reaksi hanya 30 menit.
Kendala dari proses ini yaitu mengandung air, dimana produk akan terhidrolisis. Proses
dengan katalis basa lebih sering digunakan dengan pertimbangan proses dapat berlangsung
pada suhu yang lebih rendah dan waktu reaksi yang lebih cepat dan sedikit korosi jika
dibandingkan dengan proses menggunakan katalis asam. Temperatur yang sering digunakan
yaitu 60 oC, tetapi hal ini sangat bergantung dari jenis katalis. Temperatur yang berbeda akan
memberikan tingkat konversi yang berbeda pula, dengan alasan tersebut range temperatur
yang digunakan seharusnya 25-120 oC.
Proses Transesterifikasi dengan menggunakan katalis lipase
Lipase adalah suatu enzim yang digunakan sebagai katalis untuk reaksi hidrolisis gliserol dan
alkoholisis, juga dapat digunakan sebagia katalis untuk reaksi transesterifikasi dan esterifikasi
(Marchetti,dkk 2005).
Keuntungan katalis lipase :

Adanya kemungkinan regenerasi dan penggunaan kembali dari residu immobilisasi,


karena bisa ditempatkan didalam reaktor.
Penggunaan enzim didalam reaktor memungkinkan untuk menggunakan enzim
dengan konsentrasi tinggi sehingga menjadikan aktivasi lipase bertahan lebih lama.
Menggunakan suhu dengan temperatur yang rendah
Immobilisasi yang diberikan pada lipase dapat melindunginya dari pelarut yang
digunakan didalam suatu reaksi dan hal ini mencegah semua partikel enzim
menumpuk pada suatu tempat
Produk yang dihasilkan dengan mudah dapat dipisahkan dari produk sampingnya

Kerugian katalis lipase :

Kehilangan aktivitas awal karena volume dari molekul minyak


Jumlah enzim penyangga tidak seragam
Biokatalis lebih mahal dibandingkan dengan enzim biasa.

Produksi Biodiesel dari transesterifikasi trigliserida mempunyai sedikit kerugian yaitu


konsumsi energi yang tinggi, membutuhkan penghilang garam dan air untuk mencegah
saponifikasi dari asam lemah, sebagai contoh yaitu pembersih gliserol. Awalnya proses
transesterifikasi enzimatik (sudah dijelaskan pada [48*]), katalis dari lipid intraseluler
ataupun ekstraseluler, dapat diusulkan sebagai alternatif selanjutnya. Metode enzimatik in
vivo muncul sebagai cara yang paling tepat untuk memproduksi Biodiesel, tetapi di beberapa
kasus metode ini membutuhkan penyaring bioengineering dan beberapa penyaring rata-rata
tidak bisa digunakan untuk bersaing dengan organisme lain di sistem bioreaktor terbuka
seperti pabrik BWWT. Di sisi lain, proses in vitro dapat digunakan, yaitu sebagai contoh
enzim imobilisasi atau enkapsulasi [48*]. Yang menarik, gliserol, yang merupakan produk
sampingan dari produksi biodiesel dengan proses transesterifikasi trigliserida, dapat
digunakan kembali untuk sintesis komoditas lain [49], terutama biodiesel [50] dan bioethanol

[51] (untuk produksi biofuel alkohol rantai pendek menggunakan limbah biomassa, lihat
bagian selanjutnya).

Skema konsep dari kolom biorefinery untuk produksi biofuel dari limbah cari dibawah
kondisi anaerob menggunakan bakteri yang kaya akan lipid spesifik.
Singkatan = FAEE : Fatty Acid Etil Ester ; HAME : Hidroksilalkanoat Metil Ester; PHB :
Polhidroksibutirat; PHB pol : Polihidroksibutirat polimerase; TAG : Trigliserida; WE : Wax
Ester (lilin ester).

You might also like