Professional Documents
Culture Documents
Definisi
Sindrom mielodiplastik (MDS; myelodyplastic syndrome) merupakan kelompok
kelainan sel tunas klonal yang ditandai oleh hematopoiesis yang tidak efektif dan
peningkatan resiko transformasi menjadi AML (Acute Myeloid Leukimia). Sebagian atau
seluruh sumsum tulang digantikan oleh progeni klonal sebuah sel tunas multipoten yang
mutan tetapi masih mempertahankan kemampuannya untuk berdiferensiasi menjadi sel
darah darah merah, granulosit dan trombosit kendati dengan cara yang tidak efektif dan
menyimpang. Biasanya sumsum tulang tersebut tampak hiperseluler atau normoseluler
tetapi darah tepinya memperlihatkan pansitopenia.
Sindrom myelodiplastik (myelodyplastic syndrome) adalah kelainan darah langka
dan berpotensi fatal yang terjadi karena produksi abnormal sel-sel darah di sumsum
tulang. Sel darah yang dihasilkan menjadi mati dan abnormal begitu mereka memasuki
aliran darah, sehingga tidak dapat menjalankan fungsi normal dan penting seperti
mengangkut oksigen melalui tubuh (eritrosit) dan melawan infeksi (leukosit). Pada tahap
awal pemyakit, hanya ada sedikit gejala. Seiring waktu, perdarahan yang tidak biasa,
bintik-bintik kulit merah dan anemia dapat terjadi. Individu dengan sindrom
myelodiplastik cenderung memiliki infeksi berulang (kamuskesehatan.com).
B. Etiologi
MDS timbul dalam dua keadaan yang berbeda:
1. MDS idiopatik atau primer terutama terjadi pada pasien yang berusia lebih dari 50
tahun dan sindrom ini sering berkembang secara perlahan.
2. MDS yang berkaitan dengan terapi merupakan komplikasi terapi dengan obat yang
bersifat mielosupresif atau radioterapi dan biasanya sindrom ini baru muncul dalam
waktu 2 hingga 8 tahun sesudah terapi.
Semua bentuk MDS dapat bertransformasi menjadi AML; transformasi terjadi paling
cepat dan dengan frekuensi paling tinggi pada apsien MDS yang terkait terpai.
Perubahan morfologi yang khas terlihat dalam sumsum tulang dan darah tepi; analisis
sitogenik dapat membantu menegakkan diagnosis.
Meskipun patogenesisnya sebagian besar masih belum diketahui, namun MDS secara
khas muncul dengan latar belakang kerusakan sel tunas. Baik MDS primer maupun MDS
yang terkait terapi memiliki korelasi dengan kelainan kroosom klonal yang sama,
termasuk monosomi 5 dan monosomi 7, delesi 5q dan 7q, trisomi 8 dan delesi 20q.
C. Klasifikasi
Penggolongan MDS menurut kriteria FAB adalah:
1. Refractory Anemia (RA)
2. Refractory Anemia with Ringed Sideroblast (RARS)
3. Refractory Anemia with Excessive Blast (RAEB)
4. RAEB in Transformation to Leukemia (RAEBt)
5. Chronic Myelo-Monocytic Leukemia (CMML).
Darah tepi
Sumsum
tulang
Harapan hidup
rata2 (bulan)
Anemia refrakter
Blas <1%
Blas <5%
50
RA
dengan
cincin sideroblas
(RARS)
Blas <1%
Blas <5%
Sideroblas
cincin
>15%
eritroblas
total
50
RA
dengan
kelebihan
blas
(RAEB)
Blas <5%
Blas
20%
11
RAEB
dalam
transformasi
(RAEB-t)
Blas >5%
Leukimia
mielomonositik
kronik (CMML)
Seperti
salah satu
diatas deng
an monosit
>1 x109/L
Seperti
salah satu
diatas
dengan
promonosit
11
Jenis MDS
5-
D. Patofisiologi
MDS disebabkan paparan lingkungan seperti radiasi dan benzene yang merupakan
faktor resikonya. MDS sekunder terjadi pada toksisitas lama akibat pengobatan kanker
biasanya dengan kombinasi radiasi dan radiomimetik alkylating agent seperti bisulfan,
nitrosourea atau procarbazine ( dengan masa laten 5-7 tahun) atau DNA topoisomerase
2
inhibitor (2tahun). Baik anemia aplastik yang didapat yang diikuti dengan pengobatan
imunosupresif maupun anemia Fanconis dapat berubah menjadi MDS.
MDS diperkirakan berasal dari mutasi pada sel sumsum tulang yang multipoten
tetapi defek spesifiknya belum diketahui. Diferensiasi dari sel prekursor darah tidak
seimbang dan ada peningkatan aktivitas apoptosis sel di sumsum tulang. Ekspansi klonal
dari sel abnormal mengakibatkan sel yang telah kehilangan kemampuan untuk
berdiferensiasi. Jika keseluruhan persentasi dari blas sumsum berkembang melebii batas
(20-30%) maka ia akan bertransformasi menjadi AML. Pasien MDS akan menderita
sitopenia pada umumnya seperti anemia parah. Tetapi dalam beberapa tahun pasien akan
menderita kelebihan besi. Komplikasi yang berbahaya bagi mereka adalah pendarahan
karena kurangnya trombosit atau infeksi karena kurangnya leukosit.
Beberapa
penlitian
menyebutkan
bahwa
hilangnya
fungsi
mitokondria
mengakibatkan akumulasi dari mutasi DNA pada sel sitem hematopoietik dan
meningkatkan insiden MDS pada pasien yang lebih tua. Dan adanya akumulasi dari besi
mitokondria yang berupa cincin sideroblas merupakan bukti dari disfungsi mitokondria
pada MDS.
E. Manifestasi klinik
MDS sering ditemukan pada pasien usia lanjut antara umur 60-75 tahun, dan pada
sebagian kasus pada umur < 50 tahun; laki-laki sedikit lebih sering daripada
perempuan. Keluhan dan gejala secara umum:
-
Pada sebagian kecil dan sangat jarang dari pasien terjadi splenomegali atau
hepatomegali.
F. Pemeriksaan Laboratorium
1. Penurunan kadar Hb, jumlah leukosit, dan jumlah trombosit.
2. Hasil pemeriksaan yang paling khas adalah kelainan diferensiasi (displasia) yang
mengenai ketiga garis-turunan sel darah (eritroid, mieloid dan megakariosit).
-
G. Prognosis
Kesintasan hidup rata-rata penderita bervariasi dari 9 hingga 29 bulan kendati
sebagian pasien dapat hidup selama 5 tahun atau lebih. Faktor-faktor yang menandai
hasil akhir yang buruk meliputi:
- Perkembangan tumor sesudah terapi sitotoksik. Pasien MDS yang terkait terpai
memiliki sitopenia yang lebih berat dan sering berkembang dengan cepat menjadi
AML; pasien ini memiliki kesintasan hidup rata-rata hanya 4 hingga 8 bulan.
- Peningkatan jumlah blas di dalam sumsum tulang atau darah.
- Kelainan kromosom klonal yang multipel.
- Trombositopenia yang berat.
H. Penatalaksanaan medis
Beberapa regimen terapi telah digunakan pada pasien MDS, tetapi sebagian besar
tidak efektif di dalam merubah perjalanan penyakitnya. Karena itu pengobatan pasien
MDS tergantung dari usia, berat ringannya penyakit dan progresivitas penyakitnya.
Pasien dengan klasifikasi RA dan RAEB pada umumnya bersifat indolent sehingga tidak
perlu pengobatan spesifik, cuma suportif saja.
1. Cangkok Sumsum Tulang (Bone Marrow Transplatation)
Cangkok sumsum tulang alogenik merupakan pengobatan utama pada MDS
terutama dengan usia < 30 tahun, dan merupakan terapi kuratif, tetapi masih
merupakan pilihan < 5% dari pasien.
2. Kemoterapi
Pada fase awal dari MDS tidak dianjurkan untuk diberikan kemoterapi, umumnya
diberikan pada tipe RAEB, RAEB-T, CMML. Sejak tahun 1968 pengobatan ARA-C
dosis rendah yang diberikan pada pasien MDS dapat memberikan response rate antara
50 75 % dan respons ini tetap bertahan 2 14 bulan setelah pengobatan. Dosis
ARA-C yang direkomendasikan adalah 20 mg/m2/hari secara drip atau 10 mg/m2/hari
secara subkutan setiap 12 jam selama 21 hari.
3. GM-CSF atau G-CSF
Pada pasien MDS yang mengalami pansitopeni dapat diberikan GM-CSF atau GCSF untuk merangsang diferensiasi dari hematopoetic progenitor cells. GM-CSF
diberikan dengan dosis 30 500 mcg/m2/hari atau G-CSF 50 1600 mcg/m2/hari (0,1
0,3 mcg/kgBB/hari/subkutan) selama 7 14 hari.
Piridoksin, androgen, danazol, asam retinoat dapat digunakan untuk pengobatan pasien
MDS. Piridoksin dosis 200 mg/hari selama 2 bulan kadang-kadang dapat memberikan
respon pada tipe RAEB walaupun sangat kecil. Danazol 600 mg/hari/oral dapat
memberikan response rate 21 33 % setelah 3 minggu pengobatan. Tujuan pengobatan
adalah mengontrol gejala, meningkatkan kualitas hidup (Qol), meningkatkan survival,
dan mengurangi transformasi menjadi AML.
Pada sindrom mielodisplastik resiko rendah
Pasien yang memiliki jumlah sel blas kurang dari 5% dalam sumsum tulang
didefinisikan sebagai penderita sindrom mielodisplastik resiko rendah. Sehingga
ditangani dengan konservatif dengan transfusi eritrosit, trombosit, atau pemberian
5
lengkap dan biasanya dilakukan pada MDS tanpa mencapai remisi lengkap dengan
kemoterapi sebelumnya, walaupun pada kasus resiko tinggi dapat dicoba kemoterapi
awal untuk mengurangi proporsi sel blas dan resiko kambuhnya MDS. SCT hanya
dapat dilaksanakan paa sebagian kecil pasien karena umumnya pasien MDS berusia
tua.
Tiga agen yang diterima oleh FDA sebagai pengobatan MDS :
1. 5-azacytidine: rata-rata bertahan hidup 21 bulan.
2. Decitabine: Respons komplit dilaporkan setinggi 43% dan pada AML decitabine
lebih efektif apabila dikombinasika dengan asam valproat.
3. Lenalidomide: efektif dalam mengurangi transfusi sel eritrosit pada pasien MDS
dengan delesi kromosom 5q.
Diagnosa Keperawatan
mendemonstrasikan
status sirkulasi yang
ditandai dengan :
Tekanan systole
dandiastole dalam
rentang yang
Intervensi
NIC :
Intrakranial Pressure (ICP)
Monitoring (Monitor tekanan
intrakranial)
3.
2.
menunjukkan
fungsi sensori
motori cranial yang
utuh : tingkat
kesadaran mambaik,
tidak ada gerakan
gerakan involunter
NOC :
Energy conservation
b.
NIC :
Energy Management
c.
d.
aktivitas
Monitor pola tidur dan lamanya
tidur/istirahat pasien
Activity Therapy
Kolaborasikan dengan Tenaga
Rehabilitasi Medik
dalammerencanakan progran
terapi yang tepat.
Bantu klien untuk mengidentifikasi
aktivitas yang mampu
dilakukan
Bantu untuk memilih aktivitas
konsisten yangsesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi dan
social
Bantu untuk mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan
Bantu untuk mendpatkan alat
bantuan aktivitas seperti kursi
roda, krek
Bantu untu mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
Bantu klien untuk membuat jadwal
latihan diwaktu luang
Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktivitas
Sediakan penguatan positif bagi
yang aktif beraktivitas
Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi diri
dan penguatan
Monitor respon fisik, emoi, social
dan spiritual
Kelemahan menyeluruh
Ketidakseimbangan
antara suplei oksigen
dengan kebutuhan
Gaya hidup yang
dipertahankan.
3.
Resiko infeksi
NOC :
Definisi : Peningkatan
resiko masuknya organisme
patogen
Immune Status
Faktor-faktor resiko :
- Prosedur Infasif
- Ketidakcukupan
pengetahuan untuk
menghindari paparan
patogen
Risk control
Kriteria Hasil :
Menunjukkan
kemampuan untuk
mencegah timbulnya
infeksi
Jumlah leukosit dalam
NIC :
Infection Control (Kontrol infeksi)
Bersihkan lingkungan setelah dipakai
pasien lain
Pertahankan teknik isolasi
Batasi pengunjung bila perlu
Instruksikan pada pengunjung untuk
mencuci tangan saat berkunjung dan
setelah berkunjung meninggalkan pasien
Gunakan sabun antimikrobia untuk
cuci tangan
Cuci tangan setiap sebelum dan
- Trauma
batas normal
Menunjukkan perilaku
hidup sehat
- Malnutrisi
- Peningkatan paparan
lingkungan patogen
- Imonusupresi
- Ketidakadekuatan imum
buatan
- Tidak adekuat pertahanan
sekunder (penurunan Hb,
Leukopenia, penekanan
respon inflamasi)
Batasi pengunjung
Saring pengunjung terhadap penyakit
menular
Partahankan teknik aspesis pada pasien
yang beresiko
Pertahankan teknik isolasi k/p
Berikan perawatan kuliat pada area
epidema
- Penyakit kronik
4.
10
injury/cedera
Klien mampu
menjelaskan factor resiko
dari lingkungan/perilaku
personal
Mampumemodifikasi
gaya hidup
untukmencegah injury
Menggunakan fasilitas
kesehatan yang ada
Membatasi pengunjung
Memberikan penerangan yang cukup
Menganjurkan keluarga untuk menemani
pasien.
Mampu mengenali
perubahan status
kesehatan
11
Daftar Pustaka
Richard N. Mitchel. 2008. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Robbins & Cotran. Jakarta :
EGC.
NANDA. (2005). Nursing Diagnoses: Definitions & Classification 2005-2006. Philadelphia:
NANDA International.
McCloskey, Joanne C., Bullechek, Gloria M. (1996). Nursing Interventions Classification
(NIC). St. Loui: Mosby.
http://kamuskesehatan.com/arti/sindrom-myelodisplastik/ diperoleh tanggal 13 Oktober 2014
pukul 18.00
Wicaksono, Emirza Nur. 6 April 2014. Myelodisplasia Sindrom (Myelodysplastic Syndrome.
http://emirzanurwicaksono.blog.unissula.ac.id/2014/04/06/myelodisplasia-sindrom/
diperoleh tanggal 13 Oktober 2014 pukul 18.30
12
13