You are on page 1of 17

BAB 1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Setiap profesi pasti memiliki sebuah etika atau hal-hal
yang harus di patuhi. Dengan adanya etika setiap tindakan atau
perbuatan yang akan dilakukan harus dipikirkan terlebih dahulu
agar dalam bertindak tidak semena-mena. Di dalam akuntansi
juga memiliki etika yang harus di patuhi oleh setiap anggotanya.
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai
panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik
sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada
instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan
dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya.
Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggungjawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai
tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan
publik. Sedangkan Profesi itu sendiri mengandung arti suatu
bidang yang sedang dijalankan oleh seseorang. Sebuah etika
profesi mengambil peranan penting dalam kebenaran dan
kejujuran atas kegiatan yang dilakukan. Hal ini mencetuskan
adanya pembuatan kode etik dalam suatu profesi, sehingga
cakupannya dapat diterima secara luas oleh semua yang
menggeluti profesi itu.
Tetapi karena jaman yang semakin maju hal ini
memberikan dampak yang negatif pula. Banyak kasus-kasus
penyimpangan kode etik profesi yang kian banyak terjadi.
Padahal telah dijabarkan secara jelas mengenai kode etik dalam
suatu profesi yang telah disepakati.

BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian profesi akuntan
Menurut International Federation of Accountants
(dalam Regar,2003) yang dimaksud dengan profesi akuntan
adalah semua bidang pekerjaan yang mempergunakan keahlian
di bidang akuntansi, termasuk bidang pekerjaan akuntan publik,
akuntan intern yang bekerja pada perusahaan industri, keuangan
atau dagang, akuntan yang bekerja di pemerintah, dan akuntan
sebagai pendidik.
Dalam arti sempit, profesi akuntan adalah lingkup
pekerjaan yang dilakukan oleh akuntan sebagai akuntan publik
yang lazimnya terdiri dari pekerjaan audit, akuntansi, pajak dan
konsultan manajemen.
Profesi Akuntan biasanya dianggap sebagai salah
satu bidang profesi seperti organisasi lainnya, misalnya Ikatan
Dokter Indonesia (IDI). Supaya dikatakan profesi ia harus
memiliki beberapa syarat sehingga masyarakat sebagai objek
dan sebagai pihak yang memerlukan profesi, mempercayai hasil
kerjanya. Adapun ciri profesi menurut Harahap (1991) adalah
sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.

Memiliki bidang ilmu yang ditekuninya yaitu yang meru


pakan pedoman dalam melaksanakan keprofesiannya.
Memiliki kode etik sebagai pedoman yang mengatur
tingkah laku anggotanya dalam profesi itu.
Berhimpun dalam suatu organisasi resmi yang diakui
oleh masyarakat atau pemerintah.
Keahliannya dibutuhkan oleh masyarakat.
Bekerja bukan dengan motif komersil tetapi didasarkan
kepada fungsinya sebagai kepercayaan masyarakat.

Persyaratan ini semua harus dimiliki oleh profesi Akuntan


sehingga berhak disebut sebagai salah satu profesi.

Kode Etik Profesi Akuntansi (sebelumnya disebut Aturan


Etika Kompartemen Akuntan Publik) adalah aturan etika yang
harus diterapkan oleh anggota Institut Akuntan Publik Indonesia
atau IAPI (sebelumnya Ikatan Akuntan Indonesia
Kompartemen Akuntan Publik atau IAI-KAP) dan staf
profesional (baik yang anggota IAPI maupun yang bukan
anggota IAPI) yang bekerja pada satu Kantor Akuntan Publik
(KAP).
Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggungjawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai
tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan
publik. Untuk mencapai tujuan tersebut terdapat empat
kebutuhan dasar yang harus dipenuhi:
1.
Kredibilitas. Masyarakat membutuhkan kredibilitas
informasi dan sistem informasi.
2.
Profesionalisme. Diperlukan individu yang dengan
jelas dapat diidentifikasikan oleh pemakai jasa
Akuntan sebagai profesional di bidang akuntansi.
3.
Kualitas Jasa. Terdapatnya keyakinan bahwa semua
jasa yang diperoleh dari akuntan diberikan dengan
standar kinerja tertinggi.
4.
Kepercayaan. Pemakai jasa akuntan harus dapat
merasa
yakin
bahwa
terdapat
kerangka
etika profesional yang melandasi pemberian jasa oleh
akuntan.
Jenis-jenis Akuntan Di Indonesia
a. Akuntan Publik
Akuntan Publik adalah seorang praktisi dan gelar
profesional yang diberikan kepada akuntan di Indonesia yang
telah mendapatkan izin dari Menteri Keuangan RI untuk
memberikan jasa audit umum dan review atas laporan keuangan,
audit kinerja dan audit khusus lainnya seperti jasa konsultasi,
jasa kompilasi, dan jasa-jasa lainnya yang berhubungan dengan
akuntansi dan keuangan.Ketentuan mengenai praktek Akuntan
di Indonesia diatur dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun
1954 yang mensyaratkan bahwa gelar akuntan hanya dapat

dipakai oleh mereka yang telah menyelesaikan pendidikannya


dari perguruan tinggi dan telah terdaftar pada Departemen
keuanganR.I.
Untuk dapat menjalankan profesinya sebagai akuntan
publik di Indonesia, seorang akuntan harus lulus dalam ujian
profesi yang dinamakan Ujian Sertifikasi Akuntan Publik
(USAP) dan kepada lulusannya berhak memperoleh sebutan
Bersertifikat Akuntan Publik (BAP). Sertifikat akan
dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Sertifikat Akuntan
Publik tersebut merupakan salah satu persyaratan utama untuk
mendapatkan izin praktik sebagai Akuntan Publik dari
Departemen Keuangan.
b. Akuntan Pemerintah
Akuntan Pemerintah, adalah akuntan yang bekerja pada
badan-badan pemerintah seperti di departemen, BPKP dan BPK,
Direktorat Jenderal Pajak dan lain-lain.
c. Akuntan Pendidik
Akuntan Pendidik, adalah akuntan yang bertugas dalam
pendidikan akuntansi yatu mengajar, menyusun kurikulum
pendidikan akuntansi dan melakukan enelitian di bidang
akuntansi.
d.

Akuntan Manajemen/Perusahaan
Akuntan Manajemen, adalah akuntan yang bekerja dalam
suatu perusahaan atau organisasi. Tugas yang dikerjakan adalah
penyusunan sistem akuntansi, penyusunan laporan akuntansi
kepada pihak intern maupun ekstern perusahaan, penyusunan
anggaran, menangani masalah perpajakan dan melakukan
pemeriksaan intern.

Pengertian Kode Etik


Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan
profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang
benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi
profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar
atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang
harus dihindari.
Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaikbaiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik
akan melindungi perbuatan yang tidak profesional.
Kode etik akuntan Indonesia memuat delapan prinsip etika
sebagai berikut :
a. Tanggung Jawab profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai
profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan
pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang
dilakukannya.
Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting
dalam masyarakat. Sejalan dengan peran tersebut, anggota
mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa
profesional
mereka.
Anggota
juga
harus
selalu
bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota
untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara
kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab
profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua
anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi
profesi.

b. Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak
dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati
kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas
profesionalisme.
Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan
tanggung jawab kepada publik. Profesi akuntan memegang
peran yang penting di masyarakat, dimana publik dari profesi
akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah,
pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan,
dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas
akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara
tertib.
Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan
masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara
keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan
tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya
mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara.
c. Integritas
Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari
timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas
yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan
(benchmark) bagi anggota dalam menguji keputusan yang
diambilnya.
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara
lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus
mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan
kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan
pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak
disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak
menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.

d. Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas
dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban
profesionalnya.
Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang memberikan
nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas
mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur
secara intelektual, tidak berprasangka, serta bebas dari benturan
kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain.
Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda
dan harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai
situasi.
e. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya
dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta
mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan
ketrampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk
memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh
manfaat dari jasa profesional dan teknik yang paling mutakhir.
Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai
kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaikbaiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan
pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung jawab profesi
kepada publik.
f. Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi
yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak
boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa
persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional
atau hukum untuk mengungkapkannya.
Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar
profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan

bahwa terdapat panduan mengenai sifat sifat dan luas kewajiban


kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana informasi
yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau
perlu diungkapkan.
Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati
kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang
diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya.
Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar
anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.
g. Perilaku profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan
reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat
mendiskreditkan profesi.
Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat
mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai
perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak
ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat
umum.
h. Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya
sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang
relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati,
anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan
dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan
prinsip integritas dan obyektivitas.Standar teknis dan standar
professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang
dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional
Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan
perundang-undangan yang relevan.

Perumusan Dan Kode Etik Profesi Akuntan di Indonesia


Etika profesi akuntan di Indonesia diatur dalam Kode Etik
Akuntan Indonesia. Draft Kode Etik Akuntan Indonesia sudah
disusun jauh sebelum kongres IAI yang pertama, namun baru
disahkan untuk pertama kalinya pada kongres IAI yang kedua
dalam bulan Januari 1972 dan mengalami perubahan dan
penyesuaian dalam setiap kongres. Sampai dengan tahun 1998,
di Indonesia telah diadakan beberapa kali pergantian Kode Etik.
Kode Etik Akuntan Indonesia yang pertama lahir dari konggres
IAI III pada tanggal 2 Desember 1973. Kode Etik ini 90 %
merupakan Kode Etik AICPA yang berlaku di Amerika Serikat
saat itu.
Kode Etik yang ke dua sebenarnya belum pernah disahkan
oleh IAI karena sangat kontroversial. Ciri khusus dari Kode Etik
ini adalah Kode Etik ini bukan saja untuk Akuntan Publik tetapi
juga untuk Akuntan Manajemen, Akuntan Pemerintah dan
Akuntan Pendidik.
Kode Etik yang ke tiga disahkan dalam konggres IAI V
di Surabaya pada tanggal 20-30 Agustus 1986. Menurut
Harahap (1991), Kode Etik ini lahir antara dua kutub ide yang
berkembang. Kutub pertama menghendaki agar Kode Etik
hanya mengatur profesi Akuntan Publik saja, sedangkan kutub
yang lain menghendaki agar Kode Etik mengatur semua akuntan
berregister tanpa kecuali di manapun ia berkiprah. Hal ini sesuai
dengan apa yang dinyatakan dalam konggres IAI VIII bahwa
Kode Etik IAI dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi
seluruh anggota baik yang berpraktik sebagai akuntan publik,
bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah,
maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan
tanggung jawab profesionalnya. Keempat kalinya, Kode Etik
IAI dirumuskan dalam kongres IAI VI ditambah dengan
masukan-masukan yang diperoleh dari seminar sehari.
Pemutakhiran Kode Etik Akuntan Indonesia
dilaksanakan tanggal 15 Juni 1994 di hotel Daichi Jakarta serta
hasil pembahasan sidang Komisi Kode Etik dalam kongres IAI

VII di Bandung. Kongres menghasilkan ketetapan bahwa Kode


Etik Akuntan Indonesia terdiri atas:
1. Kode Etik Akuntan Indonesia yang disahkan dalam
kongres VI IAI di Jakarta terdiri atas 8 BAB dan 11 pasal
ditambah dengan 2.
2. Pernyataan Etika Profesi No.1 sampai dengan 6 yang
disahkan dalam kongres IAI VII di Bandung tahun 1994.
Dalam rangka meningkatkan kualitas profesi akuntan, IAI
dalam kongres VIII telah merumuskan Kode Etik Akuntan
Indonesia yang baru. Kode Etik ini mengikat para anggota IAI
di satu sisi dan dapat dipergunakan oleh akuntan lainnya yang
bukan atau belum menjadi anggota IAI di sisi lainnya.
Penegakan Etika Profesi Akuntan di Indonesia.
Di Indonesia, penegakan Kode Etik dilaksanakan oleh
sekurangkurangnya enam unit organisasi, yaitu : (Prosiding
Kongres VIII, 1998)
1. Kantor Akuntan Publik.
Ketaatan terhadap kode etik adalah tanggung jawab
pimpinan KAP dimana anggota itu bekerja. Managing partner
dan partner serta manager KAP melaksanakan pengawasan
terhadap ditaatinya perilaku ini.
2.

Unit Peer Review Kompartemen Akuntan Publik IAI.


Di lingkungan Kompartemen Akuntan Publik, usaha
pengawasan ini diwujudkan dalam bentuk "Peer Review" yang
penyelenggaraannya dilaksanakan oleh Seksi Pengendalian
Mutu di lingkungan kepengurusan IAI di Kompartemen
tersebut.
3. Badan Pengawas Profesi Kompartemen Akuntan Publik
IAI.
Badan ini merupakan unit organisasi yang melaksanakan
peradilan pada tingkat pertama terhadap pelanggaranpelanggaran yang dilakukan oleh anggota IAI kompartemen
akuntan pendidik.

4.

Dewan Pertimbangan Profesi IAI.


Dewan ini berfungsi sebagai peradilan tingkat banding
untuk kasus-kasus yang telah diputuskan hukumnya berdasar
keputusan pada tingkat Badan Pengawas Profesi. Dewan ini
melaksanakan peradilan untuk kasus-kasus pelanggaran lainnya
yang tidak berkaitan dengan akuntan publik.
5.

Departemen Keuangan RI. yaitu:


Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan, misalnya
Direktorat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai. Ia sebagai
pemberi ijin praktek Akuntan Publik. Pengawasan yang
dilakukannya pada umumnya untuk menilai apakah KAP yang
diberi ijin telah melaksanakan ketentuan-ketentuan yang
berhubungan dengan keputusan Menteri Keuangan tentang
perijinan pembukaan KAP (SK Menkeu 43/KMK 017/1997)
tanggal 27 Januari 1997 tentang jasa akuntan publik.
6.

BPKP.
Berdasarkan Keppres 31/th 1983, wewenangnya
adalah melaksanakan pengawasan terhadap KAP. Dalam
melaksanakan tugasnya, BPKP melakukan evaluasi tentang
kepatuhan KAP terhadap perizinan yang diberikan dan terhadap
pelaksanaan tugas profesional akuntan publik.
Selain keenam unit organisasi tadi, pengawasan terhadap Kode
Etik diharapkan dapat dilakukan sendiri oleh para anggota dan
pimpinan KAP.

KASUS
Lahir di Malang, Jawa Timur, sosok Dhana Widyatmika Merthana adalah
pegawai Direktorat Jendral Pajak Indonesia. Pria kelahiran Maret 1974 ini
memang sudah menunjukkan ketertarikan tinggi terhadap dunia keuangan,
ekonomi, dan utamanya, perpajakan. Dhana, demikian pria kelahiran 1974 ini
biasa dipanggil, menuntaskan kuliah di salah satu institusi pendidikan
keuangan paling bergengsi, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara atau STAN dan
melanjutkan pendidikan tingginya di bawah Program Studi Ilmu Administrasi,
FISIP UI.
Dhana mulai bekerja di Ditjen Pajak pada tahun 1996. Karirnya berkembang
terus. Pada 2011, berdasarkan Surat Keputusan (SK) Direktur Jenderal Pajak
(Dirjen Pajak) Dhana Widyatmika menjabat sebagai Account Representative
pada Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Enam.
Di Ditjen Pajak, pangkat Dhana Widyatmika merupakan PNS golongan III/c
dengan pangkat penata. Pada 12 Juli 2011, Dhana Widyatmika dipindahkan
dari Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Enam ke Kantor
Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar Dua.
Pada 2012 silam, nama Dhana menjadi bahan perbincangan karena kasus
korupsi yang dilakukannya. Dhana menjadi tersangka korupsi, terkait
pengelapan pajak dan kepemilikan rekening gendut. Walau statusnya masih
menjadi PNS dengan golongan III/c dengan pangkat penata, kekayaan Dhana
mencapai Rp 60 miliar.

Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) Fuad Rahmany


mengungkapkan 'The Next Gayus' ini tidak lagi menjadi
pegawai pajak. Karena, atas keinginannya sendiri Dhana
Widyatmika ini meminta pindah ke instansi lain. Mantan
pegawai Direktorat Jenderal Pajak Dhana Widyatmika dituntut
hukuman 12 tahun penjara untuk tiga perbuatan pidana oleh
jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung. Selain hukuman
penjara, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
diminta menjatuhi hukuman membayar denda Rp 1 miliar dan
subsider kurungan enam bulan. Dhana dianggap terbukti
melakukan tiga perbuatan pidana.

Pertama, tindak pidana korupsi menerima gratifikasi berupa


uang senilai Rp 2,75 miliar. Perbuatan pertama Dhana tersebut
diuraikan jaksa dalam dakwaan primer dan subsider. Dakwaan
primer memuat Pasal 12 B ayat 1 Undang-Undang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat 1
KUHP, sedangkan dakwaan subsidernya memuat Pasal 11
undang-undang yang sama. Menurut jaksa, pada 11 Januari
2006, Dhana menerima uang dari Herly Isdiharsono senilai Rp
3,4 miliar yang ditransfer ke rekening Bank Mandiri Cabang
Nindya Karya, Jakarta. Penerimaan uang 3,4 miliar itu berkaitan
dengan penerimaan melawan hukum, yaitu mengurangi
kewajiban pajak PT Mutiara Virgo. Kemudian, sebanyak Rp 1,4
miliar dari uang tersebut digunakan Dhana untuk membayar
rumah atas nama Herly Isdiharsono. Sedangkan sisanya, Rp 2
miliar, dipakai untuk kepentingan pribadi Dhana. Adapun Herly
ikut ditetapkan sebagai tersangka kasus ini. Atas bantuan para
pegawai pajak tersebut, PT Mutiara Virgo hanya membayar Rp
30 miliar dari nilai Rp 128 miliar yang seharusnya. Adapun total
uang yang dikucurkan PT Mutiara Virgo melalui direkturnya,
Jhonny Basuki, ke para pegawai pajak tersebut mencapai Rp
20,8 miliar. Kejaksaan Agung pun menetapkan Jhonny sebagai
tersangka kasus ini. Kemudian, pada 10 Oktober 2007, Dhana
kembali menerima uang gratifikasi senilai Rp 750 juta dari
pencairan cek perjalanan di Bank Mandiri Cabang Nindya
Karya.
Kedua, Dhana terbukti melakukan tindakan korupsi yang
merugikan negara senilai Rp 1,2 miliar. Dhana terbukti
melakukan atau turut serta melakukan perbuatan melawan
hukum untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi yang dapat merugikan keuangan negara. Dakwaan
primer memuat Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Subsider, memuat Pasal
3 juncto Pasal 18 UU Tipikor. Atau, dakwaan kedua, dua, primer
yang memuat Pasal 12 Huruf e Undang-Undang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, dan subsidernya memuat Pasal 12 huruf

g undang-undang yang sama. Menurut tim JPU Kejaksaan


Agung, Dhana bersama-sama dengan Salman Magfiron sengaja
menggunakan data eksternal sebagai dasar perhitungan pajak PT
Kornet Trans Utama, sehingga pajak yang harus dibayarkan
perusahaan tersebut menjadi lebih tinggi. Dhana dan Salman
pun mengadakan pertemuan dengan Direktur PT Kornet Trans
Utama, Lee Jung Ho atau Mr Leo, yang intinya menawarkan
bantuan untuk mengurangi nilai pajak yang harus dibayarkan
perusahaan tersebut dengan meminta imbalan Rp 1 miliar.
Namun, permintaan imbalan tersebut diacuhkan PT Kornet.
Perusahaan itu kemudian mengajukan keberatan melalui
Pengadilan Pajak yang hasilnya memenangkan PT Kornet. Atas
kemenangan perusahaan tersebut, Dhana dianggap merugikan
negara Rp 1,2 miliar atau paling setidak-tidaknya Rp 241.000.
Ketiga, terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang,
sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 3 Undang-Undang
Nomor 8 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang. Menurut jaksa, Dhana menerima uang
dari tindak pidana korupsi yang selanjutnya secara bertahap
ditransaksikan dengan maksud untuk menyembunyikan asalusul hartanya.
Sebelumnya, dalam dakwaan, Dhana terancam maksimal 20
tahun penjara. Jaksa mengatakan, terdapat hal-hal yang
memberatkan dan meringankan Dhana. Adapun hal yang
meringakan karena berusia relatif muda sehingga diharapkan
memperbaiki perbuatan. Dhana akan mengajukan nota
pembelaan atau pleidoi. Dhana Widyatmika akan mengajukan
sendiri dan penasihat hukum juga akan mengajukan sendiri.
Majelis hakim memberikan waktu satu minggu untuk
mempersiapkan pleidoi. Sidang lanjutan akan dilaksanakan
Senin 29 Oktober 2012.

Analisis
Kasus penyelewengan dana oleh Dhana Widyatmika sudah
jelas sangat merugikan negara. Kasus ini membuktikan bahwa
lemahnya perhatian yang dilakukan oleh pihak berwenang
terhadap kasus pajak sebelumya.
Dalam kasus ini juga Dhana banyak melakukan
pelanggaran terhadap kode etik profesi akuntan.
Kode etik yang pertama yaitu tentang tanggung jawab profesi
dengan menerima gratifikasi dari sejumlah pihak dengan
menggelapkan pajak.
Kode etik yang kedua yaitu tentang kepentingan publik dan
objektifitas. Hal ini ditunjukkan bahwa Dhana terbukti
melakukan atau turut serta melakukan perbuatan melawan
hukum untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi yang dapat merugikan keuangan negara.
Kode etik profesi merupakan sarana untuk membantu para
pelaksana sebagai seseorang yang professional supaya tidak
dapat merusak etika profesi.
Kode etik profesi dapat menjadi penyeimbang segi-segi negative
dari suatu profesi, sehingga kode etik ibarat kompas yang
menunjukkan arah moral bagi suatu profesi dan sekaligus juga
menjamin mutu moral profesi itu dimata masyarakat.
Prinsip Etika Profesi Akuntan:
1. Tanggung Jawab Profesi
Dalam melaksanakan tanggung-jawabnya sebagai profesional
setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan
moral dan profesional dalam semua kegiatan yang
dilakukannya.
2. Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam
kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan
publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
3. Integritas

Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik,


setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya
dengan integritas setinggi mungkin.
4. Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari
benturan
kepentingan
dalam
pemenuhan
kewajiban
profesionalnya.
5. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya tkngan
kehati-hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai
kewajiban
untuk
mempertahankan
pengetahuan
dan
keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk
memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh
matifaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan
perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling
mutakhir.
6. Kerahasiaan
Setiap anggota harus, menghormati leerahasiaan informas iyang
diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh
memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa
persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional
atau hokum untuk mengungkapkannya
7. Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi
profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat
mendiskreditkan profesi
8. Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai
dengan standar teknis dan standar proesional yang relevan.
Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota
mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari
penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip
integritas dan obyektivitas.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kasus Dhana sudah jelas sangat merugikan Negara hingga
milyaran rupiah. Terdakwa Dhana Widyatmika telah mengambil
keuntungan dari para wajib pajak, melakukan korupsi dan
pencucian uang, penyalahgunaan tugas dan wewenang selaku
pemeriksa pajak yaitu pada proses pemeriksaan pajak sampai
pengajuan keberatan ke pengadilan pajak sesuai pasal 2, 3, 12e
dan 12g undang-undang Tindak Pidana Korupsi serta pasal 3
UU Tindak Pidana Pencucian Uang.
Solusi
Menurut Wakil Ketua Komisi XI (Komisi Keuangan) DPR RI
Harry Azhar Azis memiliki solusi dengan mengungkapkan
sistem pengawasan internal Ditjen Pajak harus dibuat terukur
dan fokus yang mana harus dibangun model whistle blower
(WB) dan diberi insentif bagi WB berupa reward and
punishment yang harus dijalankan dengan ketat. Titik-titik lemah di
unit-unit pajak harus diperkuat pengawasannya dan karena itu
remunerasi harus mampu mengukur berapa peningkatan
moralitas dan produktifitas pegawai pajak. Jika hal itu
dijalankan dengan baik maka dimasa depan kasus Gayus dan
Dhana Widyatmika ini tidak akan terjadi lagi karena dengan
terbangunnya sistem pengawasan itu dapat dideteksi gejala
penyimpangan dari awal ( early warning system ).

You might also like