Professional Documents
Culture Documents
TT FP HISPRUNG
Kelompok 5
PSIK/K3LN 2011
Oleh :
Bernanda HDP
115070207131003
Farida Laksitarini
115070207131005
115070207131006
115070207131007
115070207131008
Cindy Purbo
115070207131009
115070200131011
Icca Presilia
115070207131013
Defri Andrian DA
115070207131019
DESINISI
Penyakit Hisprung disebut juga kongenital aganglionik megakolon.
Penyakit ini merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak
mempunyai persarafan (aganglionik). Jadi, karena ada bagian dari usus
besar (mulai dari anus kearah atas) yang tidak mempunyai persarafan
(ganglion), maka terjadi kelumpuhan usus besar dalam menjalanakan
fungsinya sehingga usus menjadi membesar (megakolon). Panjang usus
besar yang terkena berbeda-beda untuk setiap individu.
Penyakit hirschsprung adalah suatu kelainan tidak adanya sel
ganglion parasimpatis pada usus, dapat dari kolon sampai pada usus
halus. (Ngastiyah, 1997).
Penyakit
hirschsprung
adalah
anomali
kongenital
yang
KLASIFIKASI
Berdasarkan panjang segmen yang terkena, dapat dibedakan 2 tipe yaitu :
1. Penyakit Hirschprung segmen pendek
Segmen
aganglionosis
mulai
dari
anus
sampai
sigmoid;
ini
EPIDEMIOLOGI
Insidensi penyakit hisprung tidak diketahui secara pasti tetapi
berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk
Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 per mil, maka diprediksikan
setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit hisprung. Kartono
mencatat 20-40 pasien penyakit hisprung yang dirujuk setiap tahunnya ke
RSUPN Cipto Mangun Kusumo Jakarta (Kartono, 1993)
Menurut catatan Swenson, 81,1% dari 880 kasus yang diteliti
adalah laki-laki. Sedangkan Richardson dan Brown menemukan tendensi
faktor keturunan pada penyakit ini (ditemukan 57 kasus dalam 24
keluarga). Beberapa kelainan kongenital dapat ditemukan bersamaan
dengan penyakit hisprung, namun hanya 2 kelainan yang memiliki angka
yang cukup signifikan yakni Down Syndrom (5-10%) dan kelainan urologi
(3%). Hanya saja dengan adanya fekaloma, maka dijumpai gangguan
neurologi seperti refluks vesikoureter, hydronephrosis dan gangguan
vesicaurinaria (mencapai 1/3 kasus) (Swenson dkk, 1990)
ETIOLOGI
Penyebab hisprung masih beluM jelas namaun diduga hisprung
terjadi karena karena kegagalan sel-sel krista neuralis untuk bermigrasi
ke dalam dinding suatu bagian saluran cerna bagian bawah termasuk
kolon dan rektum.
dari
panjangnya
anus
dan
menyebabkan
peristaltik
bervariasi
usus menghilang
keproksimal..
sehingga
sehingga
profulsi
feses
sehingga timbul
gejala obstruktif usus akut, atau kronis tergantung panjang usus yang
mengalami aganglion Mengapa hal ini terjadi tidak diketahui secara pasti
Hal ini dapat dikaitkan dengan beberapa gen mutations. kelainan ini akan
membuat BAB bayi tidak normal, bahkan cenderung sembelit terus
menerus. Hal ini dikarenakan tidak adanya syaraf yang dapat mendorong
kotoran keluar dari anus. Kotoran akan menumpuk terus di bagian bawah,
hingga menyebabkan pembesaran pada usus dan juga kotoran menjadi
keras sehingga bayi tidak dapat BAB. Biasanya bayi akan bisa BAB
karena adanya tekanan dari makanan setelah daya tampung di usus
penuh. Tetapi hal ini jelas tidaklah baik bagi usus si bayi. Penumpukan
yang berminggu bahkan bulan mungkin akan menimbulkan pembusukan
yang lama kelamaan dapat menyebabkan adanya radang usus bahkan
mungkin kanker usus. Bahkan kadang karena parahnya tanpa disadari
bayi akan mengeluarkan cairan dari lubang anus yang sangat bau.
Kotoran atau tinja penderita ini biasanya berwarna gelap bahkan hitam.
Dan biasanya apabila usus besar sudah terlalu besar, maka kotorannya
pun akan besar sekali, mungkin melebihi orang dewasa. Ciri lain
hirschprung adalah perut bayi akan kelihatan besar dan kembung serta
kentutnyapun baunya sangat busuk.
PATOFISIOLOGI
Terlampir
MANIFESTASI KLINIS
Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi akibat dari
kelumpuhan
tidak dapat keluar. Biasanya bayi baru lahir akan mengeluarkan tinja
pertamanya (mekonium) dalam 24 jam pertama. Namun pada bayi yang
menderita penyakit Hisprung, tinja akan keluar terlambat atau bahkan
tidak dapat keluar sama sekali. Selain itu perut bayi juga akan terlihat
menggembung, disertai muntah. Jika dibiarkan lebih lama, berat badan
bayi tidak akan bertambah dan akan terjadi gangguan pertumbuhan (Budi,
2010).
Menurut Anonim (2010) gejala yang ditemukan pada bayi yang
baru lahir adalah:
Dalam rentang waktu 24-48 jam, bayi tidak mengeluarkan Meconium
(kotoran pertama bayi yang berbentuk seperti pasir berwarna hijau
kehitaman)
Malas makan
Konstipasi (sembelit)
Konstipasi (sembelit)
Berbau busuk
Pembesaran perut
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan Fisik
a. Pada
neonatus
biasa
ditemukan
perut
kembung
karena
mengalami obstipasi.
b. Bila dilakukan colok dubur maka sewaktu jari ditarik keluar maka
feses akan menyemprot keluar dalam jumlah yang banyak dan
kemudian tampak perut anak sudah kempes lagi (Darmawan, 2004).
Hirschsprung namun
pengambilan
lapisan
otot
rectum,
dilakukan
dibawah
pemeriksaan
ini
yaitu
kemungkinan
terjadinya
silinder
khusus
memotong
jaringan
yang
diinginkan
(Darmawan, 2004).
5) Manometri Anorektal
Manometri anorektal mendeteksi refleks relaksasi dari internal
sphincter setelah distensi lumen rektal. Untuk mencatat respons
refleks sfingter interna dan eksterna. Refleks inhibitorik normal ini
diperkirakan tidak ditemukan pada pasien penyakit Hirschsprung
(Darmawan, 2004).
Swenson yang pertama kali menggunakan pemeriksaan ini. Pada
tahun 1960, dilakukan perbaikan akan tetapi kurang disukai karena
memiliki banyak keterbatasan. Status fisiologik normal dibutuhkan
dan sedasi seringkali penting. Hasil positif palsu yang telah
dilaporkan mencapai 62% kasus, dan negatif palsu dilaporkan
sebanyak 24% dari kasus.
Karena keterbatasan ini dan reliabilitas yang dipertanyakan,
manometri anorektal jarang digunakan di Amerika Serikat.
Keunggulan pemeriksaan ini adalah dapat dengan mudah dilakukan
diatas tempat tidur pasien.
Akan
tetapi,
menegakkan
diagnosis
penyakit
Hirschsprung
mendiagnosis
telah
diperbaharui
dengan
prinsipnya,
sampai
saat
ini,
penyembuhan
penyakit
medis
dapat
dilakukan
tetapi
hanya
untuk
sementara
menjaga
kondisi
nutrisi
penderita
serta
untuk
menjaga
Persiapan operasi
Setelah diagnosis penyakit Hirshprung ditegakkan maka sejumlah
tindakan preoperasi harus dikerjakan terlebih dahulu. Apabila penderita
dalam keadaan dehidrasi atau sepsis maka harus dilakukan stabilisasi
dan resusitasi dengan pemberian cairan intra vena , antibiotik dan
pemasangan pipa lambung. Apabila sebelum operasi ternyata telah
mengalami enterokolitis maka resusitasi cairan dilakukan secara agresif,
peberian antibiotika broad spektrum secara ketat kemudian segera
dilakukan tindakan dekompresi usus ( Langer, 2005 ).
Teitelbaum (2003) melakukan serial pencucian rektum dengan
memberikan
10
ml/kg
BB
pada
setiap
kali
pencucian
dengan
akibat spasme puntung rektum yang ditinggalkan. Untuk mengatasi hal ini
Swenson melakukan sfingterektomi parsial posterior. Prosedur ini disebut
prosedur Swenson I (Lee, 2003; Kartono , 2004; Teitelbaum, 2003 ).
Pada 1964 Swenson memperkenalkan prosedur Swenson II
dimana setelah dilakukan pemotongan segmen kolon yang aganglionik,
puntung rektum ditinggalkan 2 cm di bagian anterior dan 0,5 cm di bagian
posterior kemudian langsung dilakukan sfingterektomi parsial langsung.
Ternyata prosedur ini sama sekali tidak mengurangi spasme sfingter ani
dan tidak mengurangi komplikasi enterokolitis pasca bedah dan bahkan
pada prosedur Swenson II kebocoran anastomosis lebih tinggi dibanding
dengan prosedur Swenson I (Lee, 2003; Kartono , 2004; Teitelbaum, 2003
).
2. Prosedur Duhamel.
Dengan cara penarikan kolon normal ke arah bawah dan
menganastomosiskannya di belakang usus aganglionik, membuat dinding
ganda yaitu selubung aganglionik dan bagian posterior kolon normal yang
telah ditarik.
Prosedur ini diperkenalkan pada tahun 1956 sebagai modifikasi
prosedur Swenson oleh karena pada metode Swenson dapat terjadi
kerusakan nervi erigentes yang memberi persarafan pada viscera daerah
pelvis. Duhamel melakukan diseksi retrorektal untuk menghindari
kerusakan tersebut dengan cara melakukan penarikan kolon proksimal
yang ganglionik melalui bagian posterior rektum. Penderita ditidurkan
dalam posisi litotomi, dipasang kateter sehingga vesika urinaria kosong
dengan maksud agar visualisasi rongga abdomen lebih jelas. Irisan kulit
abdomen
dilakukan
secara
paramedian
atau
transversal.
Arteria
dan
dibiarkan
bebas
menggelantung
kemudian
dilakukan
Noted: The three basic operations for surgical correction of Hirschsprung's disease. A.
The Duhamel procedure leaves the rectum in place and brings ganglionic bowel into the
retrorectal space. The common wall, indicated by lines, is crushed to eliminate the
septum. B. Classic Swenson operation (1948) is a resection with end-to-end anastomosis
performed by exteriorizing bowel ends through the anus. C. The Soave operation is
performed by endorectal dissection and removal of mucosa from the aganglionic distal
segment and bringing the ganglionic bowel down to the anus within the seromuscular
tunnel.
Noted: Hirschsprung's disease and surgical procedures for repair. A, lack of ganglionic
cells in a segment of the colon prevents the transmission of normal peristaltic waves and
results in an intestinal obstruction. B, Swenson procedure: Aganglionic bowel is
completely resected and ganglionic bowel is anastomosed to anus. C, Duhamel
procedure: Ganglionic bowel is anastomosed side-to-side to aganglionic bowel and to
the anus. D, Soave procedure: Ganglionic bowel is brought through a retained muscular
sleeve of the rectum and anastomosed to the rectum. From Betz et al., 1994.
4. Prosedur Boley
Prosedur Boley sangat mirip dengan prosedur Soave akan tetapi
anastomosis dilakukan secara langsung tanpa memprolapskan kolon
terlebih dulu ( Kartono, 2004 ).
5 . Prosedur Rehbein.
Setelah dilakukan reseksi segmen yang aganglionik kemudian
dilakukan anastomosis end to end antara kolon yang berganglion
dengan sisa rektum, yang dikerjakan intraabdominal ekstraperitoneal.
Tehnik ini sering menimbulkan obstipasi akibat sisa rektum yang
aganglionik masih panjang (Rehbein, 1966; Holschneider dan Ure, 2005).
6. Prosedur miomektomi anorektal.
Pada pasien-pasien dengan penyakit Hirschsprung segmen ultra
pendek, pengangkatan satu strip otot pada linea mediana dinding
posterior rektum dapat dilakukan dan prosedur ini disebut miomektomi
anorektal, dimana dengan lebar 1 cm satu strip dinding rektum
ekstramukosa diangkat, mulai dari proksimal linea dentata sampai daerah
yang berganglion ( Teitelbaum at al, 2003 ).
7. Prosedur Transanal Endorectal Pull-Through.
Tehnik ini dilakukan dengan pendekatan lewat anus. Setelah
dilakukan dilatasi anus dan pembersihan rongga anorektal dengan
povidon-iodine, mukosa rektum diinsisi melingkar 1 sampai 1,5 cm diatas
linea dentata. Dengan diseksi tumpul rongga submukosa yang terjadi
diperluas hingga 6 sampai 7 cm kearah proksimal. Mukosa yang telah
terlepas dari muskularis ditarik ke distal sampai melewati anus sehingga
terbentuk cerobong otot rektum tanpa mukosa (Tore, 2000 ).
Keuntungan prosedur ini antara lain lama pemondokan dan operasi
lebih singkat, waktu operasi lebih singkat, perdarahan minimal, feeding
dapat diberikan lebih awal, biaya lebih rendah, skar abdomen tidak ada.
Akan tetapi masih didapatkan komplikasi enterokolitis, konsipasi dan
striktur anastomosis.
ditidurkan
dalam posisi
yang
dipakai
serta
perawatan
pasca
bedah
sangat
yang
berlebihan
pada
garis
anastomos,vaskularisasi
anastomose serta trauma colok dubur atau bunisasi pasca operasi yang
dikerjakan terlalu dini dan tidak hati-hati.
Manifestasi klinis yang terjadi akibat kebocoran anstomose ini
beragam.
Kebocoran
anastomosis
ringan
menimbulkan
gejala
adalah
karena
obstruksi
parsial.
Manifestasi
klinis
Daftar Pustaka
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik.Sri
Kurnianingsih (Fd), Monica Ester (Alih bahasa) edisi 4 Jakarta : EGC.
Kartono, Darmawan. 2004. Penyakit Hirschsprung.. Jakarta : Sagung
Seto, 3-82.
Lindseth, Glenda N. 2005. Gangguan Usus Besar. Hartanto Huriawati.
Dalam: Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Volume 1,
Edisi 6. Jakarta. EGC. 456-468.
Nurko
Disease. Center
for
Motility
and
Kessman
Disease:
Diagnosis
and
Pediatric. 109:914-918.
Swenson O, Raffensperger JG. 1990. Hirschsprungs disease. In:
Raffensperger JG, editor.
Swensonspediatric surgery. 2003. 5th ed. Connecticut: Appleton & Lange:
555
Lee,
Steven
L.
2005.
Hirschprung
Disease.
at:http://emedicine.medscape.com/article/178493-overview.
Available
Accesed
March 2014.
Heikken M., Rintala R, Luukonen. 1997. Longterm anal spinchter
perfoemance after surgery for Hirschprungs disease. J Pediatric Surgery;
32:1443-6.
Ludman L, Spitz L, Truji H, et al. 2002. Hisprung disease: functional
psychological follow up
aganglionis.Arch Dis Child.
rectosigmoid
PATOFISIOLOGI
Gaya hidup
Faktor Genetik
masa embrional
Penyakit Hirschprung
Pemecahan Asetikolin
meningkat
SensitifitasParasimpatisturun
Usustidakbisarelaksasi
Absorsiususmenurun
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
mencegahkeluarnyafesesseca
ra normal
Membesarnyausus
konstipasi
Usus menekan organ lain
Perut buncit
Bayi menangis
nyeri