You are on page 1of 31

CASE REPORT

TRAUMA ABDOMEN

Disusun Oleh :
Akhmad Rifkie, S. Ked.

0818011003

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN BEDAH


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH JEND
FAKULTAS KEDOKTERAN
2014

BAB I
LAPORAN KASUS
Tanggal dan pukul masuk RSAY: 11 Maret 2014/ 11.10
I.

Anamnesis
a. Identitas
Nama

: Nn. RA

Jenis kelamin : Perempuan


Umur

: 22 tahun

Agama

: Islam

Suku

: Jawa

Alamat

: Batanghari Ogan

Pekerjaan

: Buruh

b. Riwayat Penyakit
Keluhan Utama
Nyeri perut perut sebelah kanan
Keluhan Tambahan
Muntah, mual, kepala pusing, nyeri pada daerah selangkangan
Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 1 jam SMRS pasien mengalami kecelakaan lalu lintas, pada
saat kejadian Pasien mengendarai sepedah motor dan ditabrak oleh
pengedara sepedah motor lain dari yang sama. Pada saat
kecelakaan stang sepeda motor pengendara lain mengenai bagian
perut kanan bawah Pasien, sehingga Pasien mengalami nyeri di
daerah perut kanan bawah dan bagian kemaluan.

10 menit setelah mengalami kecelakaan pasien mengeluhkan mual


serta muntah sebanyak 2 kali. Muntah berupa cairan berwarna
putih bening tidak disertai makanan. Pasien juga mengalami sakit
pada kepala. Setalah kejadian tersebut pasien dibawa ke UGD
Rumah Sakit A. Yani.
Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak pernah mengalami riwayat kecelakaan sebelumnya serta
riwayat penyakit lain disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang mempunyai riwayat yang sama ataupun
penyakit lainnya.
II.

Pemeriksaan Fisik
a. Status Present
Keadaan Umum

: Pasien Sakit Berat

Kesadaran

: Compos Mentis

Tekanan Darah

: 100/80 mmHg

Suhu

: 36,5 C

Frekuensi Nadi

: 84 x/ menit

Frekuensi Nafas

: 20 x/ menit

Status Gizi

: BB:60 kg

TB: 158 cm

BMI: 25

b. Status Generalis
Kepala
-

Mata terlihat normal;


Deformitas (-);
Kerontokan rambut (-);
Mata:
o Konjunctiva anemis (-)
o Sklera ikterik (-)
o Refleks pupil (+)
3

o isokor
Mulut:
o Perdarahan gingiva (-)

Leher
-

Tidak ada keluhan dan keanehan; JVP: 5-2

Thoraks Anterior
-

Inspeksi : Normal, Simetris, Deformitas (-)


Perkusi : Sonor di semua lapang paru
Palpasi
: Nyeri tekan (-), taktil fremitus simetris
Auskultasi : Vesikuler +/+, wheezing -/-, ronkhi -/-

Jantung
-

Inspeksi
Palpasi
Perkusi

: Ictus cordis tidak terlihat;


: Thriil tidak teraba pada apeks jantung;
: Bj.kanan : garis parasternal dextra ics V;
Bj.kiri : garis midclavicula sinistra ics V;
Bj.atas : garis parasternal sinistra ics II;

Auskultasi : BJ I-II normal, reguler, BJ tambahan (-);

Thoraks Posterior

- Inspeksi
- Perkusi
- Palpasi
Auskultasi

: Normal, Simetris, Deformitas (-);


: Taktil fremitus simetris, Suara paru sonor;
: Nyeri tekan (-), Teraba massa (-);
: Vesikuler +/+, wheezing -/-, ronkhi -/-

Abdomen
-

Inspeksi : Simetris, luka terbuka (-), memar (+),


Auskultasi : Bising Usus (+) normal;
Perkusi : Timpani;
Palpasi
: Nyeri tekan pada region umbilical (+), lumbal
dextra (+), inguinal dextra (+), dan hipogastrik (+); lien tak
teraba, tak teraba massa; nyeri lepas tekan (-).

Genitalia Eksterna
Tidak dilakukan pemeriksaan
Ektremitas
4

III.

Superior

: Tidak ada keluhan, deformitas (-), oedem (-).

Inferior

: Tidak ada keluhan, deformitas (-), oedem (-).

Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin
Hemoglobin

: 10,6 g/dl

Trombosit

: 413.000 / mm3

Leukosit

: 5700 / mm3

Urin lengkap
Warna

: Kuning agak keruh

pH

:6

Berat jenis

: 1030

Darah samar

: Negatif

Bilirubin

: Negatif

Urobilinogen

: 1 E.U

Keton

: Negatif

Protein

: Negatif

Nitrit (bakteri)

: (+1)

Glukosa

: Negatif

Leukosit

: Negatif

SEDIMEN
Eritrosit

: 1/LPB

Leukosit

: 3/LPB

Silinder

: Negatif/LPB

Epitel

: (+1)

Kristal

: Negatif

Feses rutin
Tidak dilakukan pemeriksaan

Resume
Sejak 1 jam SMRS pasien mengalami kecelakaan lalu lintas, pada saat
kejadian Pasien mengendarai sepeda motor dan ditabrak oleh pengedara
sepeda motor lain dari yang sama. Pada saat kecelakaan stang sepeda
motor pengendara lain mengenai bagian perut kanan bawah Pasien,
sehingga Pasien mengalami nyeri di daerah perut kanan bawah dan bagian
kemaluan.
10 menit setelah mengalami kecelakaan pasien mengeluhkan mual serta
muntah sebanyak 2 kali. Muntah berupa cairan berwarna putih bening
tidak disertai makanan. Pasien juga mengalami sakit pada kepala. Setalah
kejadian tersebut pasien dibawa ke UGD Rumah Sakit A. Yani.
Hasil pemeriksaan laboratorium:
Darah rutin Hb: 10,6; Trombosit 413.000 / mm3; Leukosit 5700 / mm3
Urine lengkap: dalam batas normal
IV.

Diagnosa Kerja
Trauma tumpul abdomen

V.

Diagnosa Banding
Trauma traktus genitourinari bagian bawah

Rencana Tatalaksana

VI.

Umum

IVFD RL X gtt/menit

NGT

Dower catheter

Puasa

Rencana USG Abdomen

Konsul kepada spesialis bedah untuk perencanaan tindakan


berikutnya.

Medikamentosa
Antibiotika
Antiemetik
H2 Antagonis
VII.

: Cefoperazone 2x1 gr IV
: Ondansentron 1x4 mg IV
: Ranitidine 1x1 amp IV

Prognosis
Qua ad Vitam

: Dubia ad bonam

Qua ad Fungtionam

: Dubia ad bonam

Qua ad Sanationam

: Dubia ad bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Trauma adalah keadaan yang disebabkan oleh luka atau cidera. Trauma
abdomen adalah keadaan pada abdomen baik bagian dalam ataupun luar yang
disebabkan oleh luka atau cidera. Trauma tumpul abdomen yaitu trauma abdomen
tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum, dapat diakibatkan oleh pukulan,
benturan, ledakan, deselarasi, kompresi, atau sabuk pengaman.
Trauma tumpul abdomen dapat juga diartikan sebagai pukulan / benturan
langsung pada rongga abdomen yang mengakibatkan cidera tekanan pada isi
rongga abdomen, terutama organ padat (hati, pankreas, ginjal, limpa) atau
berongga (lambung, usus halus, usus besar, pembuluh-pembuluh darah
abdominal) dan mengakibatkan ruptur abdomen. Trauma tumpul kadang tidak
memberikan kelainan yang jelas pada permukaann tubuh, tetapi dapat
mengakibatkan kontusi atau laserasi jaringan atau organ di bawahnya.
Kejadian trauma tumpul abdomen merupakan kasus kegawatdaruratan
bedah yang harus ditangani dengan baik. Penanganan yang cepat dan tepat akan
menurunkan angka mortalitas dan mortalitas. Diperlukan keterampilan dari
seorang ahli bedah untuk penanganan yang tepat.
2.2. Etiologi
Data internasional yang didapat dari World Health Organization
mengindikasikan penyebab utama dari trauma tumpul pada abdomen adalah jatuh
dari ketinggian kurang dari 5 meter dan kecelakaan mobil atau motor. Penyebab
tersering dari trauma tumpul abdomen akibat kecelakaan kendaraan bermotor.
Penyebab-penyebab umum lainnya termasuk terjatuh dan kecelakaan industri atau
rekreasi. Trauma tumpul abdomen dapat disebabkan oleh: pukulan, benturan,
ledakan, deselerasi, kompresi.
8

2.3. Patofisiologi
Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat
kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olah raga dan terjatuh dari
ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktorfaktor fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang
terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk) untuk
menahan tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan
dari jaringan tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Trauma juga
tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari jaringan tubuh. Elastisitas adalah
kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang sebelumnya. Viskositas
adalah kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya walaupun ada
benturan. Toleransi tubuh menahan benturan tergantung pada kedua keadaan
tersebut. Beratnya trauma yang terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya yang
ada akan dapat melewati ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus
dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif terhadap
permukaan benturan. Hal tersebut dapat terjadi cedera organ intra abdominal yang
disebabkan beberapa mekanisme :

Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh


gaya tekan dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang
letaknya tidak benar dapat mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ
padat maupun organ berongga.

Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan


vertebrae atau struktur tulang dinding thoraks.

Terjadi gaya akselerasi deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan


gaya robek pada organ dan pedikel vaskuler.
Pada trauma tumpul dengan velisitas rendah (misalnya akibat tinju)

biasanya menimbulkan kerusakan satu organ. Sedangkan trauma tumpul velositas


tinggi sering menimbulkan kerusakan organ multipel, seperti organ padat ( hepar,
lien, ginjal ) dari pada organ-organ berongga.
Cedera pada struktur intraabdomen dapat diklasifikasikan menjadi dua
mekanisme utama yaitu kekuatan kompresi dan deselerasi.
9

Kekuatan kompresi dapat disebabkan dari aliran langsung atau kompresi


eksternal terhadap objek tetap (misalnya, putaran belt, tulang belakang). Paling
sering, kekuatan yang menghancurkan ini menyebabkan perdarahan dan hematom
subcapsular ke organ dalam yang padat. Kekuatan ini juga dapat menyebabkan
cacat pada organ berongga dan meningkatkan tekanan intraluminal secara
transient, sehingga menyebabkan ruptur. Peningkatkan tekanan yang sementara ini
merupakan mekanisme trauma tumpul pada usus kecil.
Kekuatan deselerasi menyebabkan peregangan dan pemotongan linear
antara benda yang secara relatif tetap dan bebas. Pemotongan longitudinal ini
cenderung menyebabkan ruptur dari struktur penunjang pada penghubung antara
segmen bebas dan tetap. pencukuran pasukan ini cenderung mendukung struktur
perpecahan di persimpangan antara bebas dan tetap segmen. Cedera deselerasi
klasik meliputi perdarahan hepatik sepanjang ligamentum teres dan cedera intima
pada arteri-arteri ginjal. Sebagai loop usus yang berjalanan dari perlekatan
mesenterik mereka, trombosis dan perdarahan mesenterik, cedera pembuluh darah
splanchnic dapat terjadi.
2.4. Klasifikasi
Cedera tumpul abdomen dibagi menjadi :
1. Benturan benda tumpul, dengan akibat :

Perforasi pada organ visera berongga.

Perdarahan pada organ visera padat.

2. Cedera kompresi, dengan akibat :

Robekan dan hematom pada organ visera padat.

Ruptur pada organ visera berongga, karen peningkatan tekanan intra


luminer.

3. Cedera perlambatan (deselerasi), dengan akibat :

Peregangan dan ruptur pada jaringan ikat/ penyokong.

2.5. Komplikasi
10

Ruptur diaphragma

Kontusi bokong dan panggul

Kontusio abdomen, pinggang, dan inguinal

Kontusio perineum dan genital

Ekskoriasi, laserasi superficial-multiple di abdomen, pinggang, dan


panggul

Ruptur limpa

Ruptur pankreas

Ruptur hepar dan kandung empedu

Ruptur gaster, intestine, kolon, maupun rektum

Hematoma retroperitoneum

Ruptur atau kontusio ginjal

Ruptur kandung kemih, ureter, atau ginjal

Ruptur ovarium, tuba fallopi, atau uterus

Ruptur organ intrapelvis multiple

Ruptur kelenjar adrenal

Ruptur kelenjar prostat

Ruptur vesikula seminalis

Ruptur vas deferens

2.6. Diagnosis
2.6.1. Anamnesis
Pada anamnesis dapat ditemukan adanya riwayat seperti:
Trauma pada abdomen akibat benturan benda tumpul
Jatuh dari ketinggian
Tindakan kekerasan atau penganiayaan
Cedera akibat hiburan atau wisata

11

Selain itu, AMPLE merupakan elemen penting yang harus ditanyakan


dalam anamnesis pasien:
A llergies
M edications
P ast medical history
L ast meal or other intake
E vents leading to presentation

2.6.2. Pemeriksaan Fisik


o

Inspeksi

Perhatikan abdomen pasien untuk melihat adanya tanda-tanda luka luar,


seperti abrasi dan atau ekimosis.

Perhatikan pola luka yang ada untuk menduga adanya trauma intra
abdominal. (lap belt abrasions, steering wheelshaped contusions). Dari
hasil pembelajaran lap belt marks berhubungan dengan rupturnya usus
halus dan meningkatkan insidensi dari luka pada intra abdominal
lainnya.

Observasi

pernapasan

pasien,

karena

pernapasan

abdominal

mengindikasikan adanya trauma pada sistem spinal. Perhatikan juga


adanya tanda-tanda distensi dan perubahan warna pada daerah abdomen.

Cullen sign (periumbilical ecchymosis) mengindikasikan perdarahan


retroperitoneal, namun biasanya tanda ini tidak langsung positif. Jika
ditemukan memar dan bengkak pada daerah panggul kita harus curiga
kearah trauma retroperitoneal.

Inspeksi daerah genitalia dan perineum untuk melihat adanya luka,


perdarahan, dan hematom pada jaringan ikat longgar.
Auskultasi

Bising usus bisa normal, menurun, atau hilang.

Abdominal bruit menandakan adanya penyakit sistem vaskuler yang


mendasari atau adanya traumatic arteriovenous fistula.
12

Bradikardia mengindikasikan adanya cairan bebas intraperitoneal pada


pasien dengan trauma abdomen.

Palpasi

Palpasi seluruh permukaan abdomen dengan hati-hati sambil melihat


respon dari pasien. Perhatikan adanya massa abnormal, tenderness, dan
deformitas.

Konsistensi yang padat dan pucat dapat menunjukkan adanya perdarahan


intraabdominal.

Krepitasi atau ketidakstabilan dari rongga thoraks bagian bawah


mengindikasikan kemungkinan adanya cedera lien atau hepar yang
berhubungan dengan cedera costa bawah.

Instabilitas pelvis mengindikasikan adanya luka pada traktus urinarius


bagian bawah, seperti juga pada pelvic dan hematom retroperitoneal.
fraktur terbuka pelvis juga mengindikasikan potensi cedera pada traktus
urinarius

bagian

bawah

cedera

serta

hematom

panggul

dan

retroperitoneal. Fraktur pelvis terbuka juga berhubungan dengan angka


mortalitas yang melebihi 50 %.

Lakukan pemeriksaan rektal dan pelvis vagina untuk mengidentifikasi


kemungkinan perdarahan atau cedera.

Lakukan pemeriksaan sensorik dari dada dan abdomen untuk


mengevaluasi kemungkinan terjadinya cedera saraf tulang belakang.
Cedera saraf tulang belakang dapat dinilai dengan akurat dari abdomen
melalui berkurangnya atau hilangnya persepsi nyeri.

Distensi abdomen dapat merupakan akibat dari dilatasi sekunder gaster


yang berhubungan dengan ventilasi atau menelan udara

Tanda-tanda peritonitis segera setelah cedera memberi kesan adanya


kebocoran isi usus. Peritonitis karena perdarahan intraabdominal dapat
berkembang setelah beberapa jam.
13

Perkusi

Percussion tenderness merupakan tanda peritoneal

Tenderness mengindikasikan evaluasi lebih lanjut dan kemungkinan


konsultasi bedah

Perkusi regio thoraks bagian bawah bisa normal, redup, atau timpani.

Pekak hati bisa positif maupun negatif.

Nyeri ketok dinding abdomen.

Tes undulasi atau shifting dullness bisa positif maupun negatif.

2.6.3. Pemeriksaan Penunjang


2.6.3.1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan yang umumnya direkomendasikan meliputi glukosa darah,
darah lengkap, kimia darah, amylase serum, urinalisis, pemeriksaan koagulasi,
tipe golongan darah, etanol darah, analisa gas darah, dan tes kehamilan (untuk
wanita-wanita usia reproduksi).

Darah lengkap
Kadar

hemoglobin dan hematokrit yang normal tidak menyingkirkan

adanya perdarahan. Sampai volume darah diganti dengan cairan


kristaloid atau efek hormonal (seperti hormon drenocorticotropic
[ACTH], aldosterone, antidiuretic hormone [ADH]) dan terjadi
pengisian transkapiler, anemia tidak akan terjadi. Jangan tidak memberi
transfusi pada pasien yang hasil hematokritnya relatif normal (>30%)
tetapi ada bukti klinis shock, cedera serius (contoh: fraktur pelvis
terbuka), atau kehilangan darah yang signifikan secara terus menerus.
Penggunaan

transfuse

platelet

untuk

mengobati

pasien

dengan

thrombocytopenia platelet count <50,000/mL) dan perdarahan terus


menerus.
Pemeriksaan

kadar

hemoglobin

dapat

dilakukan

untuk

mengidentifikasikan adanya anemia.

14

Beberapa penelitian telah menghubungkan hematoktrit awal yang rendah


(<30%) dengan cedera yang signifikan.

Tes Fungsi hepar


LFT mungkin berguna untuk pasien dengan trauma tumpul abdomen,
namun tes ini juga bisa tinggi akibat penggunaan alkohol.
Kenaikan

kadar

aspartate

aminotransferase

(AST)

atau

alanine

aminotransferase (ALT) lebih dari 130 U menandakan adanya perlukaan


di hepar.
Lactate dehydrogenase (LDH) and kadar bilirubin tidak spesifik untuk
indikator pada trauma hepar.

Pemeriksaan Kadar amilase


Masih kontroversi tentang penting atau tidaknya untuk dilakukan
pemeriksaan kadar amilase pada trauma tumpul abdomen.
Kenaikan kadar amilase dalam waktu 3-6 jam post trauma biasanya lebih
akurat untuk menentukan adany perlukaan pada pankreas.
Walaupun trauma pada pankreas dapat tidak ditemukan dengan CT scan
segera setelah trauma,namun dpat diidentifikasi jika dilakukan scan
ulang 36-48 jam kemudian.

Urinalisis
Pemeriksaan urinalisis diperlukan untuk membantu diagnosa termasuk
pada trauma abdomen dan atau pelvis, gross hematuria, mikroskopik
hematuria, dan penurunan output urine.
Dapat dilakukan contrast nephrogram dengan utilizing intravenous
pyelography (IVP) atau CT scan dengan kontras intravenous
Gross hematuria mengindikasikan untuk dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut, termasuk dengan cystography dan IVP atau CT scan memakai
kontras dari abdomen6.

Periksa kadar serum atau urine pregnancy test pada wanita dengan masa
subur.

15

Faktor pembekuan darah


Biaya-efektivitas dari rutin waktu prothrombin (PT) / activated partial
thromboplastin time (aPTT)

penetapan terhadap admisi dapat

dipertanyakan.
Mendapatkan PT / aPTT pada pasien yang memiliki riwayat darah
dyscrasia (misalnya, hemofilia), yang memiliki masalah sintetis
(misalnya, sirosis), atau yang mengambil obat anticoagulant (misalnya,
warfarin, heparin).

Golongan darah, skrining, dan crossmatch.


Skrining dan jenis darah dari semua pasien yang diduga cedera trauma
tumpul abdomen. Jika cedera sudah diidentifikasi, praktik ini sangat
mengurangi waktu yang diperlukan untuk crossmatch.
Lakukan crossmatch awal minimum 4-6 unit bagi pasien tersebut dengan
bukti

yang

jelas

dari

cedera

abdominal

dan

ketidakstabilan

hemodinamik.

Kadar Analisis Gas Darah (AGB)


Kadar AGB dapat memberikan informasi penting pada korba trauma.
Selain informasi tentang oksigenasi (contoh: PO2, SaO2) dan ventilasi
(PCO2), tes ini memberikan informasi berharga tentang pemberian
oksigen melalui perhitungan gradient A-a.
Setelah awal masuk rumah sakit, menduga metabolik acidemia ke hasil
dari asidosis laktat yang menyertai shock.
Defisit dasar sedang (yakni, lebih dari -5 mEq) menunjukkan perlunya
resusitasi yang agresif dan penetapan yang etiologi.
Usaha untuk meningkatkan penyaluran oksigen sistemik dengan
memastikan SaO2

yang adekuat (yakni,> 90%) dan memperoleh

volume resusitasi dengan kristaloid dan, jika diindikasikan, darah.


AGB memberi tahukan kadar hemoglobin total lebih cepat daripada darah
lengkap.

Skrining narkoba dan alkohol


16

Lakukan skrining narkoba dan alcohol pada pasien-pasien trauma yang


memiliki penurunan kesadaran
Pemeriksaan nafas atau darah dapat mengukur kadar alkohol

2.6.3.2. Pemeriksaan Pencitraan


1. Foto Rontgen

Pada penderita dengan hemodinamik normal maka pemeriksaan rontgen


abdomen dalam keadaan terlentang dan berdiri (sambil melindungi
tulang

punggung)

mungkin

berguna

untuk

mengetahui

udara

ekstraluminal di retroperitoneum atau udara bebas di bawah diafragma,


yang keduanya memerlukan laparotomy segera.

Hilangnya bayangan pinggang (psoas shadow) juga menandakan


adanya cedera retroperitoneum.

Bila foto tegak dikontraindikasikan karena nyeri atau patah tulang


punggung, dapat digunakan foto samping sambil tidur (left lateral
decubitus) untuk mengetahui udara bebas intraperitoneal (ATLS,
1997).

2. Diagnostic peritoneal lavage (DPL)

Cepat, tetapi invasive, dan sangat berperan dalam menentukan


pemeriksaan berikut yang perlu dilakukan kepada penderita dan
98% dianggap sensitive untuk perdarahan intra-peritoneum

Keistimewaannya dapat dilakukan pada situasi:

perubahan sensorium-cedera kepala, intoksikasi alcohol,


penggunaan obat terlarang

perubahan perasaan-cedera jaringan syaraf tulang belakang

cedera pada struktur berdekatan-tulang iga bawah, panggul,


tulang belakang dari pinggang ke bawah (lumbar spine)

pemeriksaan fisik yang meragukan


17

Kontraindikasi mutlak: bila ada indikasi untuk laparotomy


(celiotomy).

Kontraindikasi relatif: operasi abdomen sebelumnya, kegemukan


yang tidak sehat, sirosis yang lanjut, dan koagulopati yang telah
ada sebelumnya.

3. Ultrasonografi atau Sonogram

FAST telah digunakan dalam evaluasi pasien trauma di Eropa lebih


dari 10 tahun dan semakin mendapatkan penerimaan di Amerika
Serikat. Akurasi diagnostic FASTs umumnya sama dengan DPL.
Studi di Amerika Serikat selama beberapa tahun terakhir telah
menunjukkan sonografi sebagai pendekatan yang noninvasive
untuk

mengevaluasi

hemoperitoneum

dengan

cepat.

Studi

menunjukkan tingkat ketergantungan operator, namun beberapa


penelitian telah menunjukkan bahwa dengan struktur sesi belajar,
bahkan novice operator dapat mengidentifikasi cairan bebas intraabdominal, terutama jika jumlah cairan lebih dari 500 mL.

Pada pasien dengan trauma tumpul abdomen yang terisolasi dan


cedera multisistem, ultrasonografi yang dilakukan oleh seorang
sonographer berpengalaman dapat dengan cepat mengidentifikasi
cairan bebas intraperitoneal. Sensitivitas untuk cedera organ solid
yang tidak berkapsul adalah sedang dalam penelitian. Cedera
viscus berongga jarang diidentifikasi, namun bebas cairan dapat
dilihat dalam kasus ini. Untuk pasien-pasien dengan nyeri yang
persisten atau tenderness atau bagi berkembang menjadi gejala
peritoneal, pertimbangkan FAST sebagai pengukur komplementer
untuk CT scan, dpl, atau eksplorasi.

Evaluasi FAST abdomen yang terdiri dari visualisasi dari kantong


jantung (dari gambaran subxiphoid), ruang splenorenal dan

18

hepatorenal (misalnya, kantung Morison), paracolic gutters, dan


kantung Douglas pada panggul. Gambaran kantung Morison telah
paling 19ensitive, terlepas dari etiologi dari cairan.

19

Gambar 2.
Ultrasonic imaging for fluid in Morison's pouch has proven to be a reliable
method for detecting intra-abdominal hemorrhage. A. normal image. B. This
image demonstrates a fluid stripe between the right kidney and liver; this is
considered a positive study. Fluid may also be detected between loops of bowel,
as in C, or in the pelvis, as in D

Cairan bebas, umumnya dianggap darah pada trauma abdomen,


tampak sebagai garis hitam. Cairan bebas pada pasien yang secara
hemodinamik tidak stabil menunjukkan perlunya laparotomy yang
mendadak; Namun, CT scan dapat lebih jauh mengevaluasi pasien
yang stabil dengan cairan bebas.

Sensitivitas dan spesifisitas dari studi ini berkisar antara 85-95%.


20

4. Computed Tomography (CT scan)

Meskipun mahal dan berpotensi menghabiskan waktu, CT scan


sering memberikan gambar yang detil dari kelainan trauma dan
dapat membantu dalam penentuan intervensi pembedahan.

CT scan dapat tidak menemukan adanya cedera diafragma dan


perforasi dari GI tract, terutama bila CT scan dilakukan segera
setelah cedera. Cedera pancreas tidak dapat diidentifikasi pada
awal CT scan, tetapi biasanya ditemukan pada pemeriksaanfollow
up yang dilakukan pada pasien berisiko tinggi. Untuk pasien
tertentu, endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP)
dapat melengkapi CT scan untuk menyingkirkan cedera duktus.

Keuntungan utama dari CT scan adalah spesifikasinya yang tinggi


dan digunakan sebagai pedoman pengelolaan nonoperative pada
cedera organ yang solid.

Drawbacks CT scan yang berkaitan dengan kebutuhan untuk


transportasi pasien trauma dari wilayah resusitasi trauma dan
waktu tambahan yang diperlukan untuk melakukan CT scan
dibandingkan dengan FAST atau dpl. Gambaran CT yang paling
baik memerlukan kontras baik melalui mulut maupun intravena.

21

Gambar 3.
A. Parenchymal destruction of the posterior aspect of the right hepatic lobe with
extravasation of blood. The image in B reveals a large subcapsular hematoma.
Both patients were successfully treated nonoperatively. C. A blunt splenic injury
with parenchymal disruption and extravasation.

22

Tabel 1.

Perbandingan Pemeriksaan DPL, USG, dan CT Scan Pada Trauma


Tumpul.

Indikasi

DPL
Menentukan

USG
Menentukan

adanya perdarahan cairan bila BP


Keuntungan

Kerugian

CT Scan
Menentukan organ
cedera

bila

BP

bila BP
normal
- Diagnosis cepat - Diagnosis cepat, - Paling spesifik
dan sensitive

tidak invasif, dan untuk cedera

- Akurasi 98%

dapat diulang

Invasive,

- Akurasi 86-97%
gagal Tergantung

untuk mengetahui operator

- Akurasi 92-98%
Membutuhkan

distorsi biaya dan waktu

cedera diafragma gas usus dan udara lebih lama


atau cedera retro- di bawah kulit
peritoneum

Tidak mengetahui

Gagal mengetahui cedera

diafragma

cedera diafragma usus, dan pankreas


usus, dan pankreas
2.7. Penatalaksanaan
2.7.1. Survei Primer
Survei ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure). Survei
ini dikerjakan secara serentak dan harus selesai dalam 2-5 menit.
2.7.1.1 Airway
Menilai jalan nafas bebas. Apakah pasien dapat bicara dan bernafas
dengan bebas ?
Jika ada obstruksi, lakukan :
Chin lift / Jaw thrust
Suction
Guedel Airway
Intubasi trakea

23

2.7.1.2 Breathing
Bila jalan nafas tidak memadai, lakukan :
Beri oksigen
2.7.1.3. Circulation
Menilai sirkulasi/peredaran darah
Hentikan perdarahan external bila ada
Segera pasang dua jalur infus dgn jarum besar (14-16G)
Beri infus cairan

2.7.1.4. Disability
Menilai kesadaran pasien dengan cepat, apakah pasien sadar, hanya respon
terhadap nyeri atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur
Glasgow Coma Scale
AWAKE

RESPON BICARA (VERBAL)

RESPON NYERI

TAK ADA RESPONS

Lepaskan baju dan semua penutup tubuh pasien, supaya dapat dicari
semua cidera yang mungkin ada. Jika ada kecurigaan cedera leher atau
tulang belakang, maka immobilisasi in line harus dikerjakan.
2.8. Pengelolaan Jalan Nafas
Prioritas

pertama

adalah

membebaskan

jalan

nafas

dan

mempertahankannya agar tetap bebas.


1. Bicara kepada pasien
Pasien yang dapat menjawab dengan jelas adalah tanda bahwa jalan nafasnya
bebas. Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan jalan nafas buatan dan
bantuan pernafasan. Penyebab obstruksi pada pasien tidak sadar umumnya adalah
24

jatuhnya pangkal lidah ke belakang. Jika ada cedera kepala, leher atau dada maka
pada waktu intubasi trachea tulang leher (cervical spine) harus dilindungi dengan
imobilisasi in-line.
2. Berikan oksigen dengan sungkup muka (masker) atau kantung
3. Menilai jalan nafas
Tanda obstruksi jalan nafas antara lain :
Suara berkumur
Suara nafas abnormal (stridor, dsb)
Pasien gelisah karena hipoksia
Bernafas menggunakan otot nafas tambahan / gerak dada paradoks
Sianosis
Waspada adanya benda asing di jalan nafas.
Jangan memberikan obat sedativa pada pasien seperti ini.
4. Menjaga stabilitas tulang leher
5. Pertimbangkan untuk memasang jalan nafas buatan
Indikasi tindakan ini adalah :
Obstruksi jalan nafas yang sukar diatasi
Luka tembus leher dengan hematoma yang membesar
Apnea
Hipoksia
Trauma kepala berat
Trauma dada
Trauma wajah / maxillo-facial
2.9. Pengelolaan Nafas (Ventilasi)
Prioritas kedua adalah memberikan ventilasi yang adekuat.
Inspeksi / lihat frekwensi nafas (LOOK)
Adakah hal-hal berikut :
Sianosis
Luka tembus dada
25

Flail chest
Sucking wounds
Gerakan otot nafas tambahan
Palpasi / raba (FEEL)
Pergeseran letak trakhea
Patah tulang iga
Emfisema kulit
Dengan perkusi mencari hemotoraks dan atau pneumotoraks
Auskultasi / dengar (LISTEN)
Suara nafas, detak jantung, bising usus
Suara nafas menurun pada pneumotoraks
Suara nafas tambahan / abnormal 2.
2.9.1.Tindakan Resusitasi
Jika ada distres nafas maka rongga pleura harus dikosongkan dari udara dan
darah dengan memasang drainage toraks segera tanpa menunggu pemeriksaan
sinar X. Jika diperlukan intubasi trakhea tetapi sulit, maka kerjakan
krikotiroidotomi 2.
2.9.2. Catatan Khusus
Jika dimungkinkan, berikan oksigen hingga pasien menjadi stabil
Jika diduga ada tension pneumotoraks, dekompresi harus segera dilakukan
dengan jarum besar yang ditusukkan menembus rongga pleura sisi yang
cedera. Lakukan pada ruang sela iga kedua (ICS 2) di garis yang melalui
tengah klavikula.
Pertahankan posisi jarum hingga pemasangan drain toraks selesai.
Jika intubasi trakhea dicoba satu atau dua kali gagal, maka kerjakan
krikotiroidotomi. Tentu hal ini juga tergantung pada kemampuan tenaga medis
yang ada dan
kelengkapan alat.
26

2.10. PENGELOLAAN SIRKULASI


Prioritas ketiga adalah perbaikan sirkulasi agar memadai. Syok adalah
keadaan berkurangnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan. Pada pasien trauma
keadaan ini paling sering disebabkan oleh hipovolemia.
Diagnosa syok didasarkan tanda-tanda klinis :
Hipotensi, takhikardia, takhipnea, hipothermi, pucat, ekstremitas dingin,
melambatnya pengisian kapiler (capillary refill) dan penurunan produksi urine.
Langkah-langkah resusitasi sirkulasi:
Tujuan akhirnya adalah menormalkan kembali oksigenasi jaringan. Karena
penyebab gangguan ini adalah kehilangan darah maka resusitasi cairan merupakan
prioritas.
1. Jalur intravena yang baik dan lancar harus segera dipasang. Gunakan kanula
besar (14 - 16 G). Dalam keadaan khusus mungkin perlu vena sectie
2. Cairan infus (NaCL 0,9%) harus dihangatkan sampai suhu tubuh karena
hipotermia dapat menyababkan gangguan pembekuan darah.
3. Hindari cairan yang mengandung glukose.
4. Ambil sampel darah secukupnya untuk pemeriksaan dan uji silang golongan
darah.
2.10.1. Urine
Produksi urine menggambarkan normal atau tidaknya fungsi sirkulasi
jumlah seharusnya adalah > 0.5 ml/kg/jam. Jika pasien tidak sadar dengan syok
lama sebaiknya dipasang kateter urine.
2.10.2. Transfusi darah
Penyediaan darah donor mungkin sukar, disamping besarnya risiko ketidak
sesuaian golongan darah, hepatitis B dan C, HIV / AIDS. Risiko penularan
penyakit juga ada meski donornya adalah keluarga sendiri. Transfusi harus
dipertimbangkan jika sirkulasi pasien tidak stabil meskipun telah mendapat cukup
koloid / kristaloid. Jika golongan darah donor yang sesuai tidak tersedia, dapat
27

digunakan darah golongan O (sebaiknya pack red cel dan Rhesus negatif.
Transfusi harus diberikan jika Hb dibawah 7g / dl jika pasien masih terus
berdarah.
2.10.2.1 Prioritas pertama : hentikan perdarahan
Damage control laparatomy harus segera dilakukan sedini mungkin bila
resusitasi cairan tidak dapat mempertahankan tekanan sistolik antara 80-90
mmHg. Pada waktu DC laparatomy, dilakukan pemasangan kasa besar untuk
menekan dan menyumbat sumber perdarahan dari organ perut (abdominal
packing). Insisi pada garis tengah hendaknya sudah ditutup kembali dalam waktu
30 menit dengan menggunakan penjepit (towel clamps). Tindakan resusitasi ini
hendaknya dikerjakan dengan anestesia ketamin oleh dokter yang terlatih (atau
mungkin oleh perawat untuk rumah sakit yang lebih kecil). Jelas bahwa teknik ini
harus dipelajari lebih dahulu namun jika dikerjakan cukup baik pasti akan
menyelamatkan nyawa.
2.10.2.2 Prioritas kedua: Penggantian cairan, penghangatan, analgesia
dengan ketamin.
Infus cairan pengganti harus dihangatkan karena proses pembekuan darah
berlangsung paling baik pada suhu 38,5o C. Hemostasis sukar berlangsung
baik pada suhu dibawah 35o C. Hipotermia pada pasien trauma sering terjadi
jika evakuasi prarumah sakit berlangsung terlalu lama (bahkan juga di cuaca
tropis). Pasien mudah menjadi dingin tetapi sukar untuk dihangatkan kembali,
karena itu pencegahan hipotermia sangat penting. Cairan oral maupun
intravena harus dipanaskan 40-42o C.
Resusitasi cairan hipotensif: Pada kasus-kasus dimana penghentian perdarahan
tidak definitive atau tidak meyakinkan volume diberikan dengan menjaga
tekanan sistolik antara 80 - 90 mmHg selama evakuasi.
Cairan koloid keluar, cairan elektrolit masuk ! Hasil penelitian terbaru dengan
kelompok kontrol menemukan sedikit efek negatif dari penggunaan koloid
dibandingkan elektrolit untuk resusitasi cairan.
28

Resusitasi cairan lewat mulut (per-oral) cukup aman dan efisien jika pasien
masih memiliki gag reflex dan tidak ada cedera perut. Cairan yang diminum
harus rendah gula dan garam. Cairan yang pekat akan menyebabkan penarikan
osmotik dari mukosa usus sehingga timbullah efek negatif. Diluted cereal
porridges yang menggunakan bahan dasar lokal/setempat sangat dianjurkan.
Analgesia untuk pasien trauma dapat menggunakan ketamin dosis berulang
0,2 mg/kg. Obat ini mempunyai efek inotropik positif dan tidak mengurangi
gag reflex, sehingga sesuai untuk evakuasi pasien trauma berat.
2.11. SURVEI SEKUNDER
Survei Sekunder hanya dilakukan bila ABC pasien sudah stabil. Bila
sewaktu survei sekunder kondisi pasien memburuk maka kita harus kembali
mengulangi survei primer.
2.11.1.Pemeriksaan rongga perut (abdomen)
Luka tembus abdomen memerlukan eksplorasi bedah
Pasanglah pipa nasogastrik pada pasien trauma tumpul abdomen kecuali bila
ada trauma wajah
Periksa dubur (rectal toucher), menilai:
I. Tonus sfinkter anus
II. Integritas dinding rektum
III. Darah dalam rektum
IV. Posisi prostat.
Pasang kateter kandung seni jika tidak ada darah di meatus externus
Setelah kondisi pernafasan dan hemodinamik stabil, maka pertimbangkan
apakah akan dilakukan terapi konservatf atau terapi operatif.
2.11.2. Terapi Konservatif:
Terapi konservatif dilakukan apabila tidak ada indikasi laparotomi segera
atau hasil pemeriksaan penunjang tidak mengungkapkan adanya cedera organ
intraabdomen yang nyata. Terapi konservatif dengan cara observasi, dapat
dilakukan sampai 2 x 24 jam.
29

2.11.3.Terapi Operatif:
Dilakukan laparotomi eksplorasi dengan insisi median. Indikasi laparotomi
eksplorasi:
Tanda-tanda perdarahan intraperitoneal, yaitu adanya syok hipovolemi
dengan distensi abdomen yang progresif.
Tanda-tanda peritonitis generalisata
Pneumoperitoneum pada foto thoraks
Pada foto thoraks tampak gambaran hernia diafragmatika (Ruptur
diafragma)
Cairan lavase keluar melalui pipa drainase rongga pleura
Pada tidakan DPL, keluar darah >10 ml atau cairan usus > jumlah eritrosit
> 100.000/mm3 cairan lava sejumlah leukosit > 500/mm cairan
lavaseamilase > 20UI/L cairan lavase.
Pembedahan/laparatomi (untuk trauma tembus dan trauma tumpul jika
terjadi rangsangan peritoneal : syok ; bising usus tidak terdengar ; prolaps visera
melalui luka tusuk ; darah dalam lambung, buli-buli, rektum ; udara bebas
intraperitoneal ; lavase peritoneal positif ; cairan bebas dalam rongga perut).
2.12. Prognosis
Prognosis keseluruhan untuk pasien yang menderita trauma tumpul
abdominal adalah baik.

30

DAFTAR PUSTAKA

American College of Surgeon. 2004. Advanced Trauma Life Support. Terjemahan


IKABI (Ikatan Ahli Bedah Indonesia). First Impression :USA
Jong, Wim de. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC : Jakarta
King, Maurice . 2002. Bedah Primer Trauma. EGC : Jakarta
Marijata. 2006. Pengantar Dasar Bedah Klinis. Unit Pelayanan Kampus fakultas
Kedokteran Universitas Gajah Mada : Yogyakarta
Richard A Hodin, MD. 2007. General Approach to Blunt Abdominal Trauma in
Adult.
Sabiston, David C. 1994. Buku Ajar Bedah Bagian 1. EGC : Jakarta
Sandy Craig, MD. 2006. Abdominal Blunt Trauma. E-Medicine

31

You might also like