Professional Documents
Culture Documents
TRAUMA ABDOMEN
Disusun Oleh :
Akhmad Rifkie, S. Ked.
0818011003
BAB I
LAPORAN KASUS
Tanggal dan pukul masuk RSAY: 11 Maret 2014/ 11.10
I.
Anamnesis
a. Identitas
Nama
: Nn. RA
: 22 tahun
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Alamat
: Batanghari Ogan
Pekerjaan
: Buruh
b. Riwayat Penyakit
Keluhan Utama
Nyeri perut perut sebelah kanan
Keluhan Tambahan
Muntah, mual, kepala pusing, nyeri pada daerah selangkangan
Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 1 jam SMRS pasien mengalami kecelakaan lalu lintas, pada
saat kejadian Pasien mengendarai sepedah motor dan ditabrak oleh
pengedara sepedah motor lain dari yang sama. Pada saat
kecelakaan stang sepeda motor pengendara lain mengenai bagian
perut kanan bawah Pasien, sehingga Pasien mengalami nyeri di
daerah perut kanan bawah dan bagian kemaluan.
Pemeriksaan Fisik
a. Status Present
Keadaan Umum
Kesadaran
: Compos Mentis
Tekanan Darah
: 100/80 mmHg
Suhu
: 36,5 C
Frekuensi Nadi
: 84 x/ menit
Frekuensi Nafas
: 20 x/ menit
Status Gizi
: BB:60 kg
TB: 158 cm
BMI: 25
b. Status Generalis
Kepala
-
o isokor
Mulut:
o Perdarahan gingiva (-)
Leher
-
Thoraks Anterior
-
Jantung
-
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Thoraks Posterior
- Inspeksi
- Perkusi
- Palpasi
Auskultasi
Abdomen
-
Genitalia Eksterna
Tidak dilakukan pemeriksaan
Ektremitas
4
III.
Superior
Inferior
Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin
Hemoglobin
: 10,6 g/dl
Trombosit
: 413.000 / mm3
Leukosit
: 5700 / mm3
Urin lengkap
Warna
pH
:6
Berat jenis
: 1030
Darah samar
: Negatif
Bilirubin
: Negatif
Urobilinogen
: 1 E.U
Keton
: Negatif
Protein
: Negatif
Nitrit (bakteri)
: (+1)
Glukosa
: Negatif
Leukosit
: Negatif
SEDIMEN
Eritrosit
: 1/LPB
Leukosit
: 3/LPB
Silinder
: Negatif/LPB
Epitel
: (+1)
Kristal
: Negatif
Feses rutin
Tidak dilakukan pemeriksaan
Resume
Sejak 1 jam SMRS pasien mengalami kecelakaan lalu lintas, pada saat
kejadian Pasien mengendarai sepeda motor dan ditabrak oleh pengedara
sepeda motor lain dari yang sama. Pada saat kecelakaan stang sepeda
motor pengendara lain mengenai bagian perut kanan bawah Pasien,
sehingga Pasien mengalami nyeri di daerah perut kanan bawah dan bagian
kemaluan.
10 menit setelah mengalami kecelakaan pasien mengeluhkan mual serta
muntah sebanyak 2 kali. Muntah berupa cairan berwarna putih bening
tidak disertai makanan. Pasien juga mengalami sakit pada kepala. Setalah
kejadian tersebut pasien dibawa ke UGD Rumah Sakit A. Yani.
Hasil pemeriksaan laboratorium:
Darah rutin Hb: 10,6; Trombosit 413.000 / mm3; Leukosit 5700 / mm3
Urine lengkap: dalam batas normal
IV.
Diagnosa Kerja
Trauma tumpul abdomen
V.
Diagnosa Banding
Trauma traktus genitourinari bagian bawah
Rencana Tatalaksana
VI.
Umum
IVFD RL X gtt/menit
NGT
Dower catheter
Puasa
Medikamentosa
Antibiotika
Antiemetik
H2 Antagonis
VII.
: Cefoperazone 2x1 gr IV
: Ondansentron 1x4 mg IV
: Ranitidine 1x1 amp IV
Prognosis
Qua ad Vitam
: Dubia ad bonam
Qua ad Fungtionam
: Dubia ad bonam
Qua ad Sanationam
: Dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Trauma adalah keadaan yang disebabkan oleh luka atau cidera. Trauma
abdomen adalah keadaan pada abdomen baik bagian dalam ataupun luar yang
disebabkan oleh luka atau cidera. Trauma tumpul abdomen yaitu trauma abdomen
tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum, dapat diakibatkan oleh pukulan,
benturan, ledakan, deselarasi, kompresi, atau sabuk pengaman.
Trauma tumpul abdomen dapat juga diartikan sebagai pukulan / benturan
langsung pada rongga abdomen yang mengakibatkan cidera tekanan pada isi
rongga abdomen, terutama organ padat (hati, pankreas, ginjal, limpa) atau
berongga (lambung, usus halus, usus besar, pembuluh-pembuluh darah
abdominal) dan mengakibatkan ruptur abdomen. Trauma tumpul kadang tidak
memberikan kelainan yang jelas pada permukaann tubuh, tetapi dapat
mengakibatkan kontusi atau laserasi jaringan atau organ di bawahnya.
Kejadian trauma tumpul abdomen merupakan kasus kegawatdaruratan
bedah yang harus ditangani dengan baik. Penanganan yang cepat dan tepat akan
menurunkan angka mortalitas dan mortalitas. Diperlukan keterampilan dari
seorang ahli bedah untuk penanganan yang tepat.
2.2. Etiologi
Data internasional yang didapat dari World Health Organization
mengindikasikan penyebab utama dari trauma tumpul pada abdomen adalah jatuh
dari ketinggian kurang dari 5 meter dan kecelakaan mobil atau motor. Penyebab
tersering dari trauma tumpul abdomen akibat kecelakaan kendaraan bermotor.
Penyebab-penyebab umum lainnya termasuk terjatuh dan kecelakaan industri atau
rekreasi. Trauma tumpul abdomen dapat disebabkan oleh: pukulan, benturan,
ledakan, deselerasi, kompresi.
8
2.3. Patofisiologi
Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat
kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olah raga dan terjatuh dari
ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktorfaktor fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang
terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk) untuk
menahan tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan
dari jaringan tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Trauma juga
tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari jaringan tubuh. Elastisitas adalah
kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang sebelumnya. Viskositas
adalah kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya walaupun ada
benturan. Toleransi tubuh menahan benturan tergantung pada kedua keadaan
tersebut. Beratnya trauma yang terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya yang
ada akan dapat melewati ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus
dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif terhadap
permukaan benturan. Hal tersebut dapat terjadi cedera organ intra abdominal yang
disebabkan beberapa mekanisme :
2.5. Komplikasi
10
Ruptur diaphragma
Ruptur limpa
Ruptur pankreas
Hematoma retroperitoneum
2.6. Diagnosis
2.6.1. Anamnesis
Pada anamnesis dapat ditemukan adanya riwayat seperti:
Trauma pada abdomen akibat benturan benda tumpul
Jatuh dari ketinggian
Tindakan kekerasan atau penganiayaan
Cedera akibat hiburan atau wisata
11
Inspeksi
Perhatikan pola luka yang ada untuk menduga adanya trauma intra
abdominal. (lap belt abrasions, steering wheelshaped contusions). Dari
hasil pembelajaran lap belt marks berhubungan dengan rupturnya usus
halus dan meningkatkan insidensi dari luka pada intra abdominal
lainnya.
Observasi
pernapasan
pasien,
karena
pernapasan
abdominal
Palpasi
bagian
bawah
cedera
serta
hematom
panggul
dan
Perkusi
Perkusi regio thoraks bagian bawah bisa normal, redup, atau timpani.
Darah lengkap
Kadar
transfuse
platelet
untuk
mengobati
pasien
dengan
kadar
hemoglobin
dapat
dilakukan
untuk
14
kadar
aspartate
aminotransferase
(AST)
atau
alanine
Urinalisis
Pemeriksaan urinalisis diperlukan untuk membantu diagnosa termasuk
pada trauma abdomen dan atau pelvis, gross hematuria, mikroskopik
hematuria, dan penurunan output urine.
Dapat dilakukan contrast nephrogram dengan utilizing intravenous
pyelography (IVP) atau CT scan dengan kontras intravenous
Gross hematuria mengindikasikan untuk dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut, termasuk dengan cystography dan IVP atau CT scan memakai
kontras dari abdomen6.
Periksa kadar serum atau urine pregnancy test pada wanita dengan masa
subur.
15
dipertanyakan.
Mendapatkan PT / aPTT pada pasien yang memiliki riwayat darah
dyscrasia (misalnya, hemofilia), yang memiliki masalah sintetis
(misalnya, sirosis), atau yang mengambil obat anticoagulant (misalnya,
warfarin, heparin).
yang
jelas
dari
cedera
abdominal
dan
ketidakstabilan
hemodinamik.
punggung)
mungkin
berguna
untuk
mengetahui
udara
mengevaluasi
hemoperitoneum
dengan
cepat.
Studi
18
19
Gambar 2.
Ultrasonic imaging for fluid in Morison's pouch has proven to be a reliable
method for detecting intra-abdominal hemorrhage. A. normal image. B. This
image demonstrates a fluid stripe between the right kidney and liver; this is
considered a positive study. Fluid may also be detected between loops of bowel,
as in C, or in the pelvis, as in D
21
Gambar 3.
A. Parenchymal destruction of the posterior aspect of the right hepatic lobe with
extravasation of blood. The image in B reveals a large subcapsular hematoma.
Both patients were successfully treated nonoperatively. C. A blunt splenic injury
with parenchymal disruption and extravasation.
22
Tabel 1.
Indikasi
DPL
Menentukan
USG
Menentukan
Kerugian
CT Scan
Menentukan organ
cedera
bila
BP
bila BP
normal
- Diagnosis cepat - Diagnosis cepat, - Paling spesifik
dan sensitive
- Akurasi 98%
dapat diulang
Invasive,
- Akurasi 86-97%
gagal Tergantung
- Akurasi 92-98%
Membutuhkan
Tidak mengetahui
diafragma
23
2.7.1.2 Breathing
Bila jalan nafas tidak memadai, lakukan :
Beri oksigen
2.7.1.3. Circulation
Menilai sirkulasi/peredaran darah
Hentikan perdarahan external bila ada
Segera pasang dua jalur infus dgn jarum besar (14-16G)
Beri infus cairan
2.7.1.4. Disability
Menilai kesadaran pasien dengan cepat, apakah pasien sadar, hanya respon
terhadap nyeri atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur
Glasgow Coma Scale
AWAKE
RESPON NYERI
Lepaskan baju dan semua penutup tubuh pasien, supaya dapat dicari
semua cidera yang mungkin ada. Jika ada kecurigaan cedera leher atau
tulang belakang, maka immobilisasi in line harus dikerjakan.
2.8. Pengelolaan Jalan Nafas
Prioritas
pertama
adalah
membebaskan
jalan
nafas
dan
jatuhnya pangkal lidah ke belakang. Jika ada cedera kepala, leher atau dada maka
pada waktu intubasi trachea tulang leher (cervical spine) harus dilindungi dengan
imobilisasi in-line.
2. Berikan oksigen dengan sungkup muka (masker) atau kantung
3. Menilai jalan nafas
Tanda obstruksi jalan nafas antara lain :
Suara berkumur
Suara nafas abnormal (stridor, dsb)
Pasien gelisah karena hipoksia
Bernafas menggunakan otot nafas tambahan / gerak dada paradoks
Sianosis
Waspada adanya benda asing di jalan nafas.
Jangan memberikan obat sedativa pada pasien seperti ini.
4. Menjaga stabilitas tulang leher
5. Pertimbangkan untuk memasang jalan nafas buatan
Indikasi tindakan ini adalah :
Obstruksi jalan nafas yang sukar diatasi
Luka tembus leher dengan hematoma yang membesar
Apnea
Hipoksia
Trauma kepala berat
Trauma dada
Trauma wajah / maxillo-facial
2.9. Pengelolaan Nafas (Ventilasi)
Prioritas kedua adalah memberikan ventilasi yang adekuat.
Inspeksi / lihat frekwensi nafas (LOOK)
Adakah hal-hal berikut :
Sianosis
Luka tembus dada
25
Flail chest
Sucking wounds
Gerakan otot nafas tambahan
Palpasi / raba (FEEL)
Pergeseran letak trakhea
Patah tulang iga
Emfisema kulit
Dengan perkusi mencari hemotoraks dan atau pneumotoraks
Auskultasi / dengar (LISTEN)
Suara nafas, detak jantung, bising usus
Suara nafas menurun pada pneumotoraks
Suara nafas tambahan / abnormal 2.
2.9.1.Tindakan Resusitasi
Jika ada distres nafas maka rongga pleura harus dikosongkan dari udara dan
darah dengan memasang drainage toraks segera tanpa menunggu pemeriksaan
sinar X. Jika diperlukan intubasi trakhea tetapi sulit, maka kerjakan
krikotiroidotomi 2.
2.9.2. Catatan Khusus
Jika dimungkinkan, berikan oksigen hingga pasien menjadi stabil
Jika diduga ada tension pneumotoraks, dekompresi harus segera dilakukan
dengan jarum besar yang ditusukkan menembus rongga pleura sisi yang
cedera. Lakukan pada ruang sela iga kedua (ICS 2) di garis yang melalui
tengah klavikula.
Pertahankan posisi jarum hingga pemasangan drain toraks selesai.
Jika intubasi trakhea dicoba satu atau dua kali gagal, maka kerjakan
krikotiroidotomi. Tentu hal ini juga tergantung pada kemampuan tenaga medis
yang ada dan
kelengkapan alat.
26
digunakan darah golongan O (sebaiknya pack red cel dan Rhesus negatif.
Transfusi harus diberikan jika Hb dibawah 7g / dl jika pasien masih terus
berdarah.
2.10.2.1 Prioritas pertama : hentikan perdarahan
Damage control laparatomy harus segera dilakukan sedini mungkin bila
resusitasi cairan tidak dapat mempertahankan tekanan sistolik antara 80-90
mmHg. Pada waktu DC laparatomy, dilakukan pemasangan kasa besar untuk
menekan dan menyumbat sumber perdarahan dari organ perut (abdominal
packing). Insisi pada garis tengah hendaknya sudah ditutup kembali dalam waktu
30 menit dengan menggunakan penjepit (towel clamps). Tindakan resusitasi ini
hendaknya dikerjakan dengan anestesia ketamin oleh dokter yang terlatih (atau
mungkin oleh perawat untuk rumah sakit yang lebih kecil). Jelas bahwa teknik ini
harus dipelajari lebih dahulu namun jika dikerjakan cukup baik pasti akan
menyelamatkan nyawa.
2.10.2.2 Prioritas kedua: Penggantian cairan, penghangatan, analgesia
dengan ketamin.
Infus cairan pengganti harus dihangatkan karena proses pembekuan darah
berlangsung paling baik pada suhu 38,5o C. Hemostasis sukar berlangsung
baik pada suhu dibawah 35o C. Hipotermia pada pasien trauma sering terjadi
jika evakuasi prarumah sakit berlangsung terlalu lama (bahkan juga di cuaca
tropis). Pasien mudah menjadi dingin tetapi sukar untuk dihangatkan kembali,
karena itu pencegahan hipotermia sangat penting. Cairan oral maupun
intravena harus dipanaskan 40-42o C.
Resusitasi cairan hipotensif: Pada kasus-kasus dimana penghentian perdarahan
tidak definitive atau tidak meyakinkan volume diberikan dengan menjaga
tekanan sistolik antara 80 - 90 mmHg selama evakuasi.
Cairan koloid keluar, cairan elektrolit masuk ! Hasil penelitian terbaru dengan
kelompok kontrol menemukan sedikit efek negatif dari penggunaan koloid
dibandingkan elektrolit untuk resusitasi cairan.
28
Resusitasi cairan lewat mulut (per-oral) cukup aman dan efisien jika pasien
masih memiliki gag reflex dan tidak ada cedera perut. Cairan yang diminum
harus rendah gula dan garam. Cairan yang pekat akan menyebabkan penarikan
osmotik dari mukosa usus sehingga timbullah efek negatif. Diluted cereal
porridges yang menggunakan bahan dasar lokal/setempat sangat dianjurkan.
Analgesia untuk pasien trauma dapat menggunakan ketamin dosis berulang
0,2 mg/kg. Obat ini mempunyai efek inotropik positif dan tidak mengurangi
gag reflex, sehingga sesuai untuk evakuasi pasien trauma berat.
2.11. SURVEI SEKUNDER
Survei Sekunder hanya dilakukan bila ABC pasien sudah stabil. Bila
sewaktu survei sekunder kondisi pasien memburuk maka kita harus kembali
mengulangi survei primer.
2.11.1.Pemeriksaan rongga perut (abdomen)
Luka tembus abdomen memerlukan eksplorasi bedah
Pasanglah pipa nasogastrik pada pasien trauma tumpul abdomen kecuali bila
ada trauma wajah
Periksa dubur (rectal toucher), menilai:
I. Tonus sfinkter anus
II. Integritas dinding rektum
III. Darah dalam rektum
IV. Posisi prostat.
Pasang kateter kandung seni jika tidak ada darah di meatus externus
Setelah kondisi pernafasan dan hemodinamik stabil, maka pertimbangkan
apakah akan dilakukan terapi konservatf atau terapi operatif.
2.11.2. Terapi Konservatif:
Terapi konservatif dilakukan apabila tidak ada indikasi laparotomi segera
atau hasil pemeriksaan penunjang tidak mengungkapkan adanya cedera organ
intraabdomen yang nyata. Terapi konservatif dengan cara observasi, dapat
dilakukan sampai 2 x 24 jam.
29
2.11.3.Terapi Operatif:
Dilakukan laparotomi eksplorasi dengan insisi median. Indikasi laparotomi
eksplorasi:
Tanda-tanda perdarahan intraperitoneal, yaitu adanya syok hipovolemi
dengan distensi abdomen yang progresif.
Tanda-tanda peritonitis generalisata
Pneumoperitoneum pada foto thoraks
Pada foto thoraks tampak gambaran hernia diafragmatika (Ruptur
diafragma)
Cairan lavase keluar melalui pipa drainase rongga pleura
Pada tidakan DPL, keluar darah >10 ml atau cairan usus > jumlah eritrosit
> 100.000/mm3 cairan lava sejumlah leukosit > 500/mm cairan
lavaseamilase > 20UI/L cairan lavase.
Pembedahan/laparatomi (untuk trauma tembus dan trauma tumpul jika
terjadi rangsangan peritoneal : syok ; bising usus tidak terdengar ; prolaps visera
melalui luka tusuk ; darah dalam lambung, buli-buli, rektum ; udara bebas
intraperitoneal ; lavase peritoneal positif ; cairan bebas dalam rongga perut).
2.12. Prognosis
Prognosis keseluruhan untuk pasien yang menderita trauma tumpul
abdominal adalah baik.
30
DAFTAR PUSTAKA
31