PROPOSAL PENELITIAN Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat akademis dalam menempuh program Sarjana (S-1) Oleh RIZKY ARIEF RAMADHAN NPM : 41155020090010
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LANGLANGBUANA BANDUNG 2013 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemacetan pada jalan perkotaan menjadi masalah yang biasa setiap harinya. Akan tetapi peningkatan kemacetan pada jalan perkotaan tersebut akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya kepemilikan kendaraan, terbatasnya sumber daya untuk pembangunan jalan raya dan belum optimalnya pengoperasian fasilitas lalu lintas. Jalan Buah Batu dan Terusan Buah Batu Simpang Buah Batu Soekarno Hatta merupakan salah satu simpang bersinyal di kota Bandung yang merupakan titik pertemuan dua jalur lalu lintas kota di Bandung yaitu jalur lalu lintas dari Bandung Selatan ke pusat kota Bandung dan Bandung Barat ke Bandung timur. Oleh karena itu pada jam jam sibuk, sering terjadi antrian dan atau tundaan lalu lintas yang menyebabkan kemacetan pada ruas jalan yang bertemu tersebut. Melihat permasalahan di atas, peneliti akan meneliti tentang kinerja Simpang Bersinyal Buah Batu Soekarno Hatta dan pengaruhnya terhadap kemacetan di ruas jalan yang Buah Batu dan Soekarno Hatta. 1.2. Rumusan Masalah Bagaimana kinerja Persimpangan Buah Batu Soekarno Hatta dalam mengatasi kemacetan? 1.3. Tujuan Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah: 1. Menghitung volume kendaraan, data geometrik, dan waktu tempuh kendaraan pada persimpangan Buah Batu Soekarno Hatta dan menganalisa perhitungannya dengan menggunakan metode Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 2. Menghitung pengaturan lampu sinyal lalu lintas 3. Mengetahui kinerja simpang jalan Buah Batu Soekarno Hatta dan pengaruhnya terhadap kemacetan.. 1.4. Manfaat Penelitian 2
Untuk pengambil keputusan hasil penelitian dapat dijadikan acuan untuk pengaturan kebijakan pengaturan lalu lintas seperti pengambilan lajur jalan yang berlawanan untuk menambah lajur jalan Buah Batu ke arah pusat kota pada pukul 06.00 08.00. Bagi pengguna jalan, manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran tentang kondisi kinerja simpang Buah Batu Soekarno Hatta sehingga pengguna jalan dapat mengetahui risiko yang harus ditanggung ketika melalui simpang tersebut.
1.5. Batasan Masalah 1. Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada satu lokasi studi yakni pada Simpang Buah Batu Soekarno Hatta. 2. Sistem sinyal yang diteliti adalah sistem sinyal dengan siklus tetap (fixed time) 3. Pengumpulan data akan dilakukan pada hari kerja normal (Senin Kamis) pada kondisi lalu lintas sibuk. 4. Analisis data untuk mengevaluasi kinerja simpang menggunakan pendekatan MKJI 1997. 5. Dalam analisis data, tidak memperhitungkan tujuan atau kepentingan pengguna jalan yang melalui kedua simpang tersebut sehingga diasumsikan nilai waktu pengguna jalan yang melalui Simpang Buah Batu Soekarno Hatta adalah sama.
3
Gambar 1.1 Lokasi penelitian (Goggle, 2013) 4
BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Jalan dalam Sistem Transportasi Menurut Undang-Undang No. 14 Tahun 1992 tentang Jalan, jalan merupakan suatu sarana perhubungan darat dalam bentuk apapun yang meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya diperuntukkan bagi lalu - lintas. Jalan perkotaan adalah jalan yang terdapat perkembangan secara permanen dan menerus di sepanjang atau hampir seluruh jalan, minimum pada satu sisi jalan, baik berupa perkembangan lahan atau bukan. Yang termasuk dalam kelompok jalan perkotaan adalah jalan yang berada di dekat pusat perkotaan dengan jumlah penduduk lebih dari 100.000 jiwa. Jalan di daerah perkotaan dengan jumlah penduduk yang kurang dari 100.000 juga dapat digolongkan pada kelompok ini jika perkembangan samping jalan tersebut bersifat permanen dan terus menerus. Menurut Undang-Undang No. 14 Tahun 1992 tentang Jalan, klasifikasi jalan dikelompokkan menjadi : 1. Jalan arteri, yaitu jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien. 2. Jalan lokal, yaitu jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah dengan jumlah jalan masuk dibatasi.
5
Tabel 2. 1 Jalan menurut Peraturan Pemerintah No : 26 tahun 1985
2.2. Lalu Lintas Lalu lintas di dalam Undang-undang No 22 tahun 2009 didefinisikan sebagai gerak Kendaraan dan orang di Ruang Lalu Lintas Jalan, sedang yang dimaksud dengan Ruang Lalu Lintas Jalan adalah prasarana yang diperuntukkan bagi gerak pindah Kendaraan, orang, dan/atau barang yang berupa Jalan dan fasilitas pendukung. Dalam UU No 22 tahun 2009, Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas adalah serangkaian usaha dan kegiatan yang meliputi perencanaan, pengadaan, pemasangan, pengaturan, dan pemeliharaan fasilitas perlengkapan Jalan dalam rangka mewujudkan, mendukung dan memelihara keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran Lalu Lintas. 6
2.3. Simpang Bersinyal Simpang bersinyal adalah simpang yang dikendalikan oleh sinyal lalu lintas. Sinyal lalu lintas adalah semua peralatan pengatur lalu lintas yang menggunakan tenaga listrik, rambu dan marka jalan untuk mengarahkan atau memperingatkan pengemudi kendaraan bermotor, pengendara sepeda, atau pejalan kaki (Oglebsy dan Hick, 1982). 2.3.1. Fungsi sinyal lalu lintas Pada umumnya sinyal lalu-lintas dipergunakan untuk satu atau lebih dari alasan berikut : a. untuk menghindari kemacetan simpang akibat adanya konflik arus lalu-Iintas, sehingga terjamin bahwa suatu kapasitas tertentu dapat dipertahankan, bahkan selama kondisi lalu-lintas jam puncak; b. untuk memberi kesempatan kepada kendaraan dan/atau pejalan kaki dari jalan simpang (kecil) c. untuk /memotong jalan utama; d. untuk mengurangi jumlah kecelakaan lalu-lintas akibat tabrakan antara kendaraan-kendaraan dari arah yang bertentangan. 2.3.2. Istilah dalam simpang bersinyal Beberapa definisi umum yang perlu diketahui dalam kaitannya dengan permasalahan simpang bersinyal diantaranya adalah : a. Tundaan (delay) adalah waktu tempuh tambahan yang diperlukan untuk melalui simpang apabila dibandingankan dengan lintasan tanpa melalui simpang (detik); b. Panjang antrian (queue length) adalah panjang antrian kendaraan dalam suatu pendekat (meter); c. Antrian (queue) adalah jumlah kendaraan yang antri dalam suatu pendekat (kendaraan;smp); d. Fase (phase stage) adalah bagian dari siklus sinyal dengan lampu hijau disediakan bagi kombinasi tertentu dari gerakan lalu lintas; e. Waktu siklus (cycle time) adalah waktu untuk urutan lengkap dari indikasi sinyal (detik); 7
f. Waktu hijau (green time) adalah waktu nyala lampu hijau dalam suatu pendekat (detik); g. Rasio hijau (green ratio) adalah perbandingan waktu hijau dengan waktu siklus dalam suatu pendekat; h. Waktu merah semua (all red) adalah waktu sinya merah menyala secara bersamaan pada semua pendekat yang dilayani oleh dua fase sinyal yang berurutan (detik); i. Waktu antar hijau (inter green time) adalah jumlah antara periode kuning dengan waktu merah semua antara dua fase sinyal yang berurutan (detik); j. Waktu hilang (lost time) adalah jumlah semua periode antar hijau dalam siklus yang lengkap atau beda antara waktu siklus dengan jumlah waktu hijau dalam semua fase yang berurutan (detik); k. Derajat kejenuhan (degree of saturation) adalah rasio dari arus lalu lintas terhadap kapasitas untuk suatu pendekat; l. Arus jenuh (saturation flow) adalah besamya keberangkatan antrian di dalam suat pendekat selama kondisi yang ditentukan (smp/jam hijau); m. Oversaturated adalah suatu kondisi dimana volume kendaraan yang melewati suat pendekat melebihi kapasitasnya. n. Pendekat adalah daerah dari suatu lengan persimpangan jalan untuk kendaraan mengantri sebelum keluar melewati garis henti. (Bila gerakan lalu-lintas ke kiri atau ke kanan dipisahkan dengan pulau lalu-lintas, sebuah lengan persimpangan jalan dapat mempunyai dua pendekat). o. Lebar Pendekat adalah lebar dari bagian pendekat yang diperkeras, diukur di bagian tersempit di sebelah hulu (m) p. Lebar Masuk adalah lebar dari bagian pendekat yang diperkeras, diukur pada garis henti (m). q. Lebar Keluar adalah lebar dari bagian pendekat yang diperkeras, yang digunakan oleh lalu-lintas buangan setelah melewati persimpangan jalan (m). r. Lebar efektif adalah lebar dari bagian pendekat yang diperkeras, yang digunakan dalam perhitungan kapasitas (yaitu dengan pertimbangan 8
terhadap lebar masuk dan lebar keluar serta gerakan lalu-lintas membelok; m). s. Satuan Mobil Penumpang (SMP) adalah satuan arus lalu-lintas dari berbagai tipe kendaraan yang diubah menjadi kendaraan ringan (termasuk mobil penumpang) dengan menggunakan faktor emp. 2.3.3. Ciri-ciri fisik lampu lalu lintas Ciri-ciri fisik lampu lalu lintas yang disebutkan oleh Oglesby dan Hick (1982) adalah : a. Sinyal modern yang dikendalikan dengan tenaga listrik. b. Setiap unit terdiri dari lampu berwarna merah, hijau dan kuning yang terpisah dengan diameter 0,203 0,305 cm. c. Lampu lalu lintas dipasang di luar batas jalan atau digantung di atas persimpangan jalan. Tinggi lampu lalu lintas dipasang diluar 2,438 4,572 m di atas trotoar atau di atas perkerasan bila tidak ada trotoar. Sedangkan sinyal yang digantung, diberi jarak bebas vertikal antara 4,572 5,892 cm. d. Sinyal modern dilengkapi dengan sinyal pengatur untuk pejalan kaki dan penyeberangan jalan. 2.3.4. Lokasi lampu lalu lintas Menurut Oglesby dan Hick (1982), letak lampu lalu lintas diisyaratkan apabila dipasang menggunakan tiang berlengan atau digantung dengan kabel, diberi jarak antara 12,912 36,576 m garis henti. Bila kedua sinyal dipasang tegak sebaiknya dipasang di sisi kanan dan satunya di sisi kiri atau di atas median. Dengan syarat sudut yang terbentuk dengan garis pandang normal pengemudi tidak lebih dari 20. 2.3.5. Pengoperasian lampu lalu lintas Menurut HCM 1994 terdapat tiga macam cara pengoperasian lampu isyarat lalu lintas, yaitu : a. Premtimed Operation, yaitu pengoperasian lampu lalu lintas dalam putaran konstan dimana setiap siklus sama panjang dan panjang siklus serta fase tetap. b. Semi Actuated Operation, yaitu pada operasi isyarat lampu lalu lintas ini, jalan utama selalu berisyarat hijau sampai alat deteksi pada jalan samping 9
menentukan bahwa terdapat kendaraan yang datang pada satu atau kedua sisi jalan tersebut. c. Full Actuated Operation, yaitu pada isyarat lampu lalu lintas di control dengan alat detektor, sehingga panjang siklus untuk fasenya berubah-ubah tergantung permintaan yang disarankan oleh detektor. 2.3.6. Karakteristik lampu lalu lintas Penggunaan sinyal dengan lampu tiga warna (merah, kuning, hijau) diterapkan untuk memisahkan lintasan dari gerakan-gerakan lalu lintas yang saling bertentangan dalam dimensi waktu. Sistem perlampuan lalu lintas menggunakan jenis nyala lampu sebagai berikut : a. Lampu Hijau Kendaraan yang mendapatkan isyarat bergerak maju b. Lampu Kuning Kendaraan yang mendapatkan isyarat harus melakukan antisipasi, jika memungkinkan harus mengambil keputusan untuk berlakunya lampu yang selanjutnya menyala (merah ataupun hijau) c. Lampu merah Kendaraan yang mendapatkan isyarat harus berhenti sebelum garis henti (stop line). Penggunaan sinyal dengan lampu tiga warna (hijau, kuning, merah) diterapkan untuk memisahkan lintasan dari gerakan-gerakan lalu lintas yang salung bertentangan dalam dimensi waktu. Hal ini adalah keperluan yang mutlak bagi gerakan-gerakan lalu lintas yang datang dari jalan-jalan yang saling berpotongan = konflik-konflik utama. Sinyal-sinyal dapat digunakan untuk memisahkan gerakan membelok dari lalu lintas lurus melawan, atau untuk memisahkan gerakan-gerakan lalu lintas membelok dari pejalan kaki yang menyeberang = konflik-konflik kedua. Keterangan seperti gambar di bawah (MKJI, 1997). 10
Gambar 2. 1. Konflik-konflik utama dan kedua pada simpang bersinyal dengan empat lengan Jika hanya konflik-konflik primer yang dipisahkan, maka adalah mungkin untuk mengatur sinyal lampu lalu lintas hanya dengan dua fase, masing-masing sebuah untuk jalan yang berpotongan seperti gambar 2.9. Metode ini selalu dapat diterapkan jika gerakan belok kanan dalam suatu simpang telah dilarang. Karena pengaturan dua fase memberikan kapasitas tertinggi dalam beberapa kejadian, maka pengaturan tersebut disarankan sebagai dasar dalam kebanyakan analisa lampu lalu lintas (MKJI, 1997)..
11
Gambar 2. 2 Urutan waktu pada pengaturan sinyal dengan dua fase
Gambar di atas memberikan penjelasan tentang urutan perubahan sinyal dengan sistem dua fase termasuk definisi dari waktu siklus, waktu hijau, dan periode antar hijau. Maksud dari periode antar hijau (IG = kuning + merah semua) di antara dua fase yang berurutan adalah untuk : a. Memperingatkan lalu lintas yang sedang bergerak bahwa fase telah berakhir b. Menjamin agar kendaraan terakhir pada fase hijau yang baru saja diakhiri memperoleh waktu yang cukup untuk ke luar dari daerah konflik sebelum kendaraan pertama dari fase berikutnya memauki daerah yang sama. Fungsi yang pertama dipenuhi oleh waktu kuning, sedangkan yang kedua dipenuhi oleh waktu merah semua yang berguna sebagai waktu pengosongan antara dua fase. 2.3.7. Fase sinyal Pemilihan fase pergerakan tergantung dari banyaknya konflik utama, yaitu konflik yang terjadi pada volume kendaraan yang cukup besar. Menurut MKJI, 1997 Jika fase sinyal tidak diketahui, maka pengaturan dengan dua fase sebaiknya digunakan 12
sebagai kasus dasar. Pemisahan gerakan-gerakan belok kanan biasanya hanya dilakukan berdasarkan pertimbangan kapasitas kalau gerakan membelok melebihi 200 smp/jam.
2.3.8. Pemilihan Jenis Simpang Berdasarkan buku MKJI 1997 terdapat 3 ketentuan untuk pemilihan jenis simpang, yaitu sebagai berikut : a. Umum Pada umumnya sinyal lalu lintas digunakan dengan satu atau lebih alasan berikut : Untuk menghindari kemacetan sebuah simpang oleh arus lalu lintas yang berlawanan, sehingga kapasitas simpang dapat dipertahankan selama keadaan lalu lintas puncak. Untuk mengurangi jumlah kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh tabrakan antara kendaraan-kendaraan yang berlawanan arah. Pemasangan sinyal lalu lintas dengan alasan keselamatan lalu lintas umumnya diperlukan bila kecepatan kendaraan yang mendekati simpang sangat tinggi dan/ jarak pandang terhadap gerakan lalu lintas yang berlawanan tidak memadai yang disebabkan oleh bangunan-bangunan atau tumbuh-tumbuhan yang dekat pada sudut-sudut simpang. Untuk mempermudah menyeberangi jalan utama bagi kendaraan dan/pejalan kaki dari jalan minor. b. Pertimbangan ekonomi Dalam pemilihan jenis simpang juga diperlukan saran mengenai tipe simpang yang paling ekonomis baik itu simpang bersinyal, simpang tidak bersinyal, dan bundaran. 13
Gambar 2. 3 Jenis-Jenis Simpang Empat Lengan
Gambar 2. 4 Jenis-Jenis Simpang Tiga Lengan
14
Gambar 2. 5 Panduan untuk memilih simpang bersinyal paling ekonomis pada daerah perkotaan
2.4. Volume Volume adalah jumlah kendaraan yang melalui suatu titik pada suatu jalur gerak per satuan waktu. Biasanya digunakan satuan kendaraan per waktu (Morlok, 1978 : 189). Adapun jumlah gerakan yang dihitung meliputi macam moda lalu - lintas seperti pejalan kaki, mobil, bus, mobil barang, dan lain-lain. Studi tentang volume pada dasamya bertujuan untuk menetapkan (F.D. Hobbs, 1995 : 56) : 1. Nilai kepentingan relatif suatu rute 2. Fluktuasi dalam arus 3. Distribusi lalu - lintas pada sebuah sistem jalan 4. Kecenderungan pemakai jalan 15
5. Survei skala dan pengecekan perhitungan lalu - lintas tersintesiskan perencanaan fasilitas transportasi
2.5. Arus dan Komposisi Lalu lintas Arus lalu lintas adalah Jumlah kendaraan bermotor yang melalui titik pada jalan per satuan waktu, dinyatakan dalam kend/jam (Qkend), smp/jam (Qsmp) atau LHRT (QLHRT Lalu - lintas Harian Rata-rata Tahunan). Dalam MKJI 1997, nilai arus lalu - lintas (Q) mencerminkan komposisi lalu - lintas, dengan menyatakan arus dalam satuan mobil penumpang (smp). Semua nilai arus lalu - lintas (per arah dan total) diubah menjadi satuan mobil penumpang (smp) dengan menggunakan ekivalensi mobil penumpang (smp) yang diturunkan secara empiris untuk tipe kendaraan berikut: a. Kendaraan ringan (LV) (termasuk mobil penumpang, minibus, pik-up, truk kecil dan jeep). b. Kendaraan berat (HV) (termasuk truk dan bus) c. Sepeda motor (MC). Pengaruh kendaraan tak bermotor dimasukkan sebagai kejadian terpisah dalam faktor penyesuaian hambatan samping. Ekivalensi mobil penumpang (emp) untuk masing-masing tipe kendaraan tergantung pada tipe jalan dan arus lalu -lintas total yang dinyatakan dalam kend/jam. Tabel 2. 2 Faktor emp untuk tipe pendekat
16
2.6. Ukuran Kinerja Simpang Bersinyal Menurut MKJI 1997 2.6.1. Waktu hilang Pada suatu antrian kendaraan yang tertahan oleh tanda lampu merah pada suatu jalan pendekat kemudian mendapat hak jalan, mula-mula kendaraan melakukan percepatan sampai mencapai kecepatan normal ketika laju arus kendaraan kurang lebih konstan atau pada keadaan yang disebut arus jenuh, yaitu laju lalu lintas keluar maksimum yang dapat dipertahankan (mulai berjalan setelah berhenti pada lampu merah). Dengan menganggap terdapat jumlah kendaraan yang cukup banyak dalam antrian untuk berjalan pada waktu lampu hijau (yaitu selama waktu lampu hijau lalu lintas sangat jenuh), kendaraan-kendaraan akan terus berjalan keluar pada arus jenuh ini sampai waktu lampu hijau habis. Beberapa kendaraan akan lewat melalui lampu kuning, tetapi laju pengeluaran akan turun sampai mencapai nol. Selama satu fase, jumlah waktu hijau ( k ) dan waktu kuning ( a ), dikurangi waktu hijau efektif ( g ), disebut sebagai waktu yang hilang (lost time; l ), karena ini umumnya tidak terdapat pada fase lain untuk lewatnya kendaraan, dan ini ditulis sebagai berikut : l = k + a g Bila b menyatakan menyatakan jumlah kendaraan rata-rata yang keluar selama fase jenuh, dengan arus jenuh s, maka g (waktu hijau efektif), adalah : g = b/s
17
Gambar 2. 6 Model dasar arus jenuh (Akceklik, 1989) Selain itu, pada beberapa keadaan, ada unsur lain dari waktu hilang yang diakibatkan dari beberapa sebab yang salah satunya adalah sinyal pada semua fase yang menunjukkan merah, atau merah/kuning bersama-sama. Waktu ini juga hilang pada persimpangan jalan karena tidak ada kendaraan yang bergerak. Bila unsur waktu hilang ini adalah R, maka waktu hilang total per siklus adalah : L = nl + R = (l a) + l dengan : L = waktu hilang rata-rata per fase. R = waktu hilang per siklus, karena all red atau red dan amber pada semua fase. n = jumlah fase l = periode pergantian hijau a = periode kuning
Dalam MKJI, waktu merah semua diperlukan untuk pengosongan pada akhir setiap fase harus memberi kesempatan untuk kendaraan terakhir untuk melewati garis henti pada akhir sinyal (kuning) berangkat dari titik konflik sebelum kedatangan 18
kendaraan yang datang pertama dari fase berikutnya (melewati garis awal henti pada sinyal hijau) pada titik yang sama. Merah semua merupakan fungsi dari kecepatan dan jarak dari kendaraan yang berangkat dan yang datang dari garis henti sampai ke titik konflik dan panjang dari kendaraan yang berangkat. Titik konflik kritis pada masing-masing fase adalah titik yang menghasilkan merah semua terbesar yang diperoleh dengan persamaan:
L EV ; L AV = jarak garis henti ke titik konflik masing-masing untuk kendaraan yang berangkat dan yang datang (m) l EV = panjang kendaraan yang berangkat (m) V EV ; V AV = kecepatan masing-masing untuk kendaraan yang berangkat dan yang datang (m/det) Apabila periode merah semua untuk masing-masing akhir fase telah ditetapkan, waktu hilang (LTI) untuk simpang dapat dihitung sebagai jumlah dari waktu-waktu antar hijau sebagai berikut : LTI = ( Merah Semua + Kuning) i = IG i
19
Panjang waktu kuning pada sinyal lalu lintas perkotaan di Indonesia biasanya adalah sebesar 3 detik. 2.6.2. Kapasitas simpang dan derajat kejenuhan Menurut MKJI 1997, perhitungan kapasitas dapat dibuat dengan pemisahan jalur tiap pendekat, pada satu lengan dapat terdiri dari satu atau lebih pendekat, misal dibagi menjadi dua atau lebih sub pendekat. Hal ini diterapkan jika gerakan belok kanan mempunyai fase berbeda dari lalu lintas yang lurus atau dapat juga dengan mengubah fisik jalan yaitu dengan membagi pendekat dengan pulau lalu lintas (canalization). Kapasitas (C) dari suatu pendekat simpang bersinyal dapat dinyatakan sebagai berikut : C = S x g/c dengan : C = kapasitas pendekat (smp/jam) S = arus jenuh (smp/jam hijau) g = waktu hijau (detik) c = waktu siklus
Nilai arus jenuh diasumsikan tetap selama fase hijau, namun pada kenyataannya kendaraan masih berhenti saat mulai hijau, kemudian perlahan naik dan mencapai puncak antara 10 -15 detik dan akan menurun perlahan-lahan sampai hijau berakhir. Kendaraan yang terlepas relatif tetap selama waktu kuning dan waktu merah semua sampai akhirnya turun selama 5 - 10 detik setelah awal sinyal merah. Arus jenuh (S) dapat dinyatakan sebagai hasil perkalian dari arus jenuh dasar (So) untuk standard, dengan faktor penyesuaian (F) untuk penyimpangan dari kondisi sebenarnya, dari suatu kumpulan kondisi-kondisi (ideal) yang telah ditetapkan sebelumnya. Arus jenuh diformulasikan sebagai berikut : S = S 0 F CS F SF F G F P F RT F LT
20
Untuk pendekat terlindung arus jenuh dasar So ditentukan sebagai fungsi dari lebar efektif pendekat (W e ) yang diformulasikan seperti berikut ini : S 0 = 600 We dengan : S 0 = Arus jenuh dasar We = Lebar lengan simpang (m) F CS = Faktor koreksi Ukuran kota F SF = Faktor koreksi hambatan samping F G = Faktor koreksi gradien jalan F P = Faktor koreksi kondisi parkir F RT = Faktor koreksi proporsi belok kanan F LT = Faktor koreksi proporsi belok kiri 2.6.3. Panjang Antrian Dalam MKJI, antrian yang terjadi pada suatu pendekat adalah jumlah rata-rata antrian smp pada awal sinyal hijau (NQ) yang merupakan jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya (NQ 1 ) dan jumlah smp yang datang selama waktu merah (NQ 2 ) yang persamaannya dituliskan seperti berikut ini : NQ = NQ 1 + NQ 2
Panjang antrian (QL) pada suatu pendekat adalah hasil perkalian jumlah rata-rata antrian pada awal sinyal hijau (NQ) dengan luas rata-rata yang dipergunakan per smp (20 m) dan pembagian dengan lebar masuk, yang persamaannya dituliskan sebagai berikut :
21
Dari nilai derajat kejenuhan dapat digunakan untuk menghitung jumlah antrian (NQ 1 ) yang merupakan sisa dari fase terdahulu yang dihitung dengan rumus berikut : Untuk DS > 0,5
dengan : NQ 1 = jumlah smp yang tersisa dari fase sebelumnya; DS = derajat kejenuhan GR = rasio hijau (g/c) C = kapasitas (smp/jam). Untuk DS = 0,5 : NQ = 0 Jumlah antrian yang datang selama fase merah (NR 2 ) dengan rumus seperti berikut :
dengan :
NQ 2 = jumlah smp yang datang selama fase merah;
DS = derajat kejenuhan
GR = rasio hijau (g/c);
c = waktu siklus (detik);
Q masuk = arus lalulintas pada tempat di luar LTOR (smp/jam)
Jika lebar jalur dan arus lalu lintas telah digunakan pada penentuan waktu sinyal, arus yang digunakan adalah Q keluar . Agar diperoleh nilai arus simpang total yang benar, penyesuaian terhadap arus tercatat untuk seluruh pendekat. NQ=NQ 1 + NQ 2
Untuk menentukan NQ max dapat dicari berdasarkan grafik peluang untuk pembebanan lebih. Untuk perencanaan dan desain disarankan nilai p OL 5%, untuk operasional disarankan p OL = 5 10%. Penghitungan panjang antrian 22
(QL) didapat dari hasil perkalian antara NQ max dengan rata-rata yang ditempati tiap smp (20 m) dan dibagi lebar masuk (W masuk ), yang dirumuskan di bawah ini :
2.6.4. Kendaraan berhenti Penghitungan laju henti (NS) untuk masing-masing pendekatan yang diidentifikasikan sebagai jumlah rata-rata berhenti per smp (termasuk berhenti terulang dalam antrian), dapat dihitung dengan persamaan seperti berikut :
c = waktu siklus (detik); Q = arus lalulintas (smp/detik) Penghitungan jumlah kendaraan terhenti (N SV ) untuk tiap pendekat dapat dihitung dengan persamaan :
Perhitungan laju henti rata-rata untuk seluruh simpang dilakukan dengan cara membagi jumlah kendaraan terhenti pada seluruh pendekat dengan arus simpang total Q dalam kendaraan/jam, dihitung sebagai :
2.6.5. Tundaan Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), tundaan (D) pada suatu simpang dapat terjadi karena 2 (dua) hal, yaitu : a. Tundaan lalu lintas (DT) yang disebabkan oleh interaksi lalu lintas dengan gerakan lainnya pada suatu simpang; 23
b. Tundaan geometri (DG) yang disebabkan oleh perlambatan dan percepatan saat membelok pada suatu simpang dan atau terhenti karena lampu merah. Tundaan rata-rata untuk suatu pendekat j merupakan jumlah tundaan lalu lintas rata- rata (DTj) dengan tundaan geometrik rata-rata (DGj) yang persamaannya dapat dituliskan seperti berikut ini :
Berdasarkan pada Akcelik, 1998, tundaan lalu lintas rata-rata (DT) pada suat pendekat dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :
Tundaan geometri rata-rata (DG) pada suatu pendekat dapat diperkirakan dengan persamaan sebagai berikut :
p sv = rasio kendaraan terhenti pada suatu pendekat p T = rasio kendaraan membelok pada suatu pendekat
24
Permasalahan
Studi Pustaka Tujuan dan Manfaat Identifikasi Permasalahan: - Survei Pendahuluan - Pengumpulan Data Data sekunder : - Peta Kota Bandung - Peta Jaringan Jalan Kota Bandung
Data primer : - Ukuran geometri simpang - Kapasitas simpang - Volume Kendaraan - Waktu Sinyal lalu lintas - Panjang Antrian kendaraan
Analisis Data Pembahasan Hasil Kesimpulan, saran dan rekomendasi BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tahapan Studi
Tidak Ya 25
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi yang dipilih untuk melakukan penelitian adalah simpang Jalan Buah Batu - Soekarno Hatta, Kota Bandung. Pelaksanaan penelitian mulai dari tanggal 1 Juni 2013 sampai dengan 30 September 2013. 3.3. Metode Penelitian Pengumpulan Data Pengolahan data dengan metode tabular dan grafik Metode Analisis data Teknik Analisis Kualitatif Deskriptif Data yang diperoleh dianalisis dijabarkan hasil dari penggunaan metode-metode yang digunakan sehingga menjadi jelas maksudnya. Selain itu juga digunakan untuk menerangkan data-data yang membutuhkan penjabaran dan penjelasan. Teknik Analisis Kuantitatif Data yang diperoleh dianalisis dengan teknik yang digunakan untuk menganalisa informasi kuantitatif (data yang dapat diukur, diuji dan diinformasikan dalam bentuk seperti persamaan dan tabel).
26
3.4. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan adalah sebagai berikut: a. Komputer 1 Unit b. Printer 1 Unit c. Alat tulis 1 set d. Formulir pengumpulan data e. Meteran f. Kamera Digital 3.5. Cara Kerja 3.5.1. Pengumpulan data a. Data Primer Survei Geometri Survei Keadaan geometri jalan meliputi keadaan geometri jalan tersebut yaitu, tipe jalan, lebar jalur jalan, pemisahan arah, ada tidaknya median, ada tidaknya trotoar, panjang jalan. Hasil data survei keadaan geometri jalan ini nantinya untuk dijadikan acuan dalam analisis kapasitas. Survei Volume lalu lintas Survei volume lalu lintas dilaksanakan pada waktu jam sibuk. Kendaraan yang lewat dibagi menjadi 3 kategori, yaitu kendaraan ringan, kendaraan berat dan sepeda motor. Hasil observasi akan digunakan untuk menganalisis tingkat pelayan jalan. b. Data Sekunder Data yang dikumpulkan dengan metode ini yaitu berupa catatan, laporan/skripsi, buku, dokumen, peraturan, notulen, dan sebagainya
27
3.5.2. Analisis Data 1. Analisis kapasitas jalan Analisis ini digunakan untuk mencari daya tampung yang mampu dilayani oleh jalan tersebut. Analisis kinerja jalan dicari dengan menggunakan metode pencarian kapasitas jalan yang telah ditulis dalam BAB II sesuai dengan MKJI 1997 tentang Jalan Perkotaan. Untuk kapasitas dasar jalan dan nilai untuk setiap faktor-faktor penyesuaian jalan disesuaikan dengan kondisi jalan yang bersangkutan. 2. Analisis kecepatan tingkat pelayanan jalan Analisis tingkat pelayanan ini dimaksudkan untuk mengetahui kinerja Jalan Buah Batu. Analisis yang dilakukan adalah dengan analisa kuantitatif tentang kapasitas jalan, volume lalu lintas dan rasio antara volume lalu lintas (V) dan kapasitas jalan (C) untuk mengetahui tingkat pelayanan Jalan Buah Batu. Metode yang digunakan menggunakan cara yang telah dijelaskan dalam BAB II sesuai dengan MKJI 1997 tentang Jalan Perkotaan.
28
BAB IV PENTAHAPAN DAN WAKTU PENELITIAN 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Persiapan a. Studi Literatur b. Penyusunan Proposal c. Seminar Proposal d. Administrasi Perizinan Pelaksanaan Penelitian a. Pengumpulan Data Lapangan b. Pengolahan Data c. Analisis Data Penyusunan Laporan a. Penyusuna Lap. Draft b. Seminar Lap. Draft c. Penyusunan Lap. Akhir d. Perbanyakan jilid Laporan e. Sidang Akhir September Agustus Juli Juni Uraian Kegiatan
29
DAFTAR PUSTAKA Anonim, 1997. Manual Kapasitas Jalan Indonesia. Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum RI, Jakarta. Wijayanto, Yudha, 2009. Analisis Kecepatan Kendaraan Pada Ruas Jalan Brigjen Sudiarto ( Majapahit )Kota Semarang Dan Pengaruhnya Terhadap Konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM), Magister Teknik Sipil Undip, Semarang.