You are on page 1of 17

1

Diabetes Melitus Gestasional



Disusun oleh:

Albert Chandra Wijaya
10.2010.249
F5

Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana
2013
Alamat korespondensi:
Email: darkfilipi92@yahoo.com
Jl. Terusan Arjuna No.6
Jakarta Barat 11510

2

Pendahuluan
Sistem kardiovaskuler merupakan sistem transportasi dalam tubuh yang berfungsi
menghantarkan berbagai nutrisi, oksigen, air dan elektrolit menuju jaringan tubuh dan membawa
berbagai sisa metabolisme jaringan ke alat ekskresi. Selanjutnya juga mengangkut panas sebagai
hasil proses metabolisme sel keseluruh tubuh serta membawa berbagai hormon dari kelenjar
endokrin ke organ sasaran.
Pada makalah ini, akan dibahas tentang salah satu penyakit kardiovaskuler yaitu ST
elevasi miokard infark. Infark Miokard Akut terjadi karena kematian otot jantung akibat
penyumbatan mendadak dari arteri koronaria oleh gumpalan darah. Arteri koroner adalah
pembuluh darah yang memasok kebutuhan oksigen dan zat nutrisi bagi otot jantung. , bila terjadi
oklusi penuh maka akan terjadi STEMI .Penyakit ini dapat ditimbulkan oleh suatu faktor
pencetus misalnya, kerja fisik, stress emosional, dan penyakit medis lain. Infark Miokard Akut
penting untuk dibahas karena menimbulkan mortalitas dan morbiditas yang tinggi dan
memerlukan penanganan segera.
Adapun tujuan penulisan makalah adalah untuk memahami dan membahas lebih dalam
lagi tentang anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, working diagnosis,
differential diagnosis, etiologi , patofisiologi, manifestasi klinis, penatalaksanaan, komplikasi,
preventif, prognosis serta epidemiologi dari ST elevasi miokard infark.
Anamnesa
Keluhan Utama : Nyeri dada kiri
Riwayat Penyakit Sekarang
Pada anamnesis kasus sindrom koroner akut biasanya dijumpai gejala dan tanda penyakit
jantung berikut ini:
Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala cardinal pasien IMA.Nyeri dada ini
akibat kekurangan oksigen atau iskemia miokardium . Sifat nyeri dada angina
sebagai berikut:

3

1. Lokasi : substernal, retrosternal, dan prekordial.
2. Sifat nyeri : rasa sakit,seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat,
seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.
3. Penjalaran : biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi,
punggung/interskapula, perut, dan dapat juga ke lengan kanan. Bila nyeri
dialihkan, maka tempat pengalihan biasanya kesegmen embional
ataudermatom yang sama tempatnya dengan asal nyeri. Prinsip ini disebut
hukumdermatom (sermatomal rule). Misalnya jantung memiliki perkembagan
sarafaferen yang berasal dari segmen yang sama pada lengan kiri. Selama
embrionaljantung bermigrasi membewa persarafan n. frenikus. Sepertiga serat
masuknyayang sama antara di n. frenikus bersifat aferen dan masuk melalui
medulaspinalais stinggi segmen cervical ke-2 dan ke-4 di tempat masuknya
aferenditempat bahu.
4. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat.
5. Faktor pencetus : latihan fisik, stres emosi, udara dingin, dan sesudah makan.
1

Riwayat Penyakit Dahulu
Selain itu perlu juga ditanyakan riwayat infark miokard sebelumnya serta faktor-faktor
resiko seperti hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia, stress, dsb.
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat pasien sebaiknya juga mencakup riwayat mengenai keluarga dan insidensi
penyakit kardiovaskular pada keluarga tingkat pertama.
Riwayat Pribadi
Riwayat pribadi mencakup penilaian gaya hidup seseorang serta pengaruh penyakit
jantung terhadap kegiatan sehari-hari.
2

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah sebuah proses dari seorang ahli medis
memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit. Hasil pemeriksaan akan dicatat
dalam rekam medis. Rekam medis dan pemeriksaan fisik akan membantu dalam penegakkan
4

diagnosis dan perencanaan perawatan pasien. Pada pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
3

A. Inspeksi
Kunci dari setiap teknik pengkajian adalah untuk mengembangkan pendekatan yang
sistematik. Logisnya, paling mudah jika dimulai dari kepala lalu terus ke tubuh bagian bawah
Sama dengan inspeksi toraks anterior dan posterior, inspeksi jantung pun harus dipastikan bahwa
area yang diperiksa bebas dari pakaian atau penutup. Secara umum hal yang harus diperhatikan
adalah :
3-5

-
Kulit
Apakah pada kulitnya terdapat bekas luka, penonjolan, perubahan warna kulit, atau kelainan
lainnya.

-
Bentuk toraks
Apakah simetris atau asimetri, apakah terdapat deformitas, pectus excavatum (funnel chest),
pectus carinatum (pigeon chest), barrel chest, kyphoscoliosis, dll.

-
Apeks Jantung
Khusus pada pemeriksaan jantung, perhatikan letak apeks jantung di Intercosta IV atau V di galis
Mid Clavicula kiri. Luangkan waktu yang cukup untuk mengamati pasien secara menyuluruh
sebelum beralih pada pemeriksaan lainnya.
B. Palpasi
Palpasi dilakukan dengan menggunakan tangan untuk meraba struktur di atas atau di
bawah permukaan tubuh. Dada dipalpasi untuk mengevaluasi kulit dan dinding dada. Palpasi
dada adalah teknik skrining umum untuk mengidentifikasi adanya abnormalitas seperti inflamasi.
Palpasi dinding dada menggunakan bagian tumit atau ulnar tangan. Abnormalitas yang
ditemukan saat inspeksi lebih lanjut diselidiki selama pemeriksaan palpasi. Palpasi dibarengi
dengan inspeksi terutama efektif dalam mengkaji apakah gerakan, atau ekskursi toraks selama
inspirasi dan ekspirasi, amplitudonya simetris atau sama. Selama palpasi kaji adanya krepitus
5

(udara dalam jaringan subkutan); defek atau nyeri tekan dinding dada; tonus otot; edema; dan
fremitus taktil, atau vibrasi gerakan udara melalui dinding dada ketika klien (anak) sedang
bicara.

Untuk mengevaluasi ekskursi toraks, pasien (anak) diminta untuk duduk tegak (jika
memungkinkan), dan tangan pemeriksa diletakkan pada dinding dada posterior klien (bagian
punggung). Ibu jari tangan pemeriksa saling berhadapan satu sama lain pada kedua sisi tulang
belakang, dan jari-jari lainnya menghadap ke atas membentuk posisi seperti kupu-kupu. Saat
klien menghirup napas tangan pemeriksa harus bergerak ke atas dan keluar secara simetri.
Adanya gerakan asimetri dapat menunjukkan proses penyakit pada region tersebut.
C. Perkusi
Perkusi adalah teknik pengkajian yang menghasilkan bunyi dengan mengetuk dinding
dada dengan tangan. Pengetukan dinding dada antara iga menghasilkan berbagai bunyi yang
digambarkan sesuai dengan sifat akustiknya-resonan, hiperesonan, pekak, datar, atau timpanik.
Perkusi pada jantung biasa dilakukan untuk mencari batas paru-jantung. Agar mengetahui ukuran
jantung dicari batas kanan, batas atas, batas kiri dan batas bawah jantung, serta batas pinggang
jantung, sehingga bisa dicurigai terjadi pembesaran atau tidak.

D.Auskultasi
Auskultasi dilakukan di area aorta yaitu interkostal II garis sternal kanan, di area
pulmonal yaitu interkostal II garis sternal kiri, di area ventrikel kanan yaitu interkostal IV/V
garis sternal kanan, di area ventrikel kiri yaitu interkostal IV/V garis midclavicula kiri, dan di
regio epigastrium garis midsternal. Gunakan diafragma steteskop pada area yang tadi untuk
bunyi :


- Bunyi jantung nada tinggi : S1 dan S2
- Bising aorta regurgitasi dan mitral regurgitasi
- Pericardial friction rub
Gunakan steteskop pada sisi sungkup/bell untuk mendengarkan :

6

- Bunyi jantung rendah : S3 dan S4
- Murmur Mitral Stenosis
- Tidak ditekan terlalu keras
- Dengarkan di apeks kemudian pindah ke medial pada LSB
- Mid Sistolik Click, Ejection Sound, Opening Snap = OS dengan steteskop sungkup ditekan
keras pada dinding dada
- Dengarkan seluruh prekordium dengan posisi telentang

Posisi penting lain ada dua yaitu Left Lateral Decubitus (dimana posisi ini LV dekat
dengan dinding dada, sehingga memperjelas bunyi S3 dan S4, bising mitral terutama MS). Dan
posisi duduk, membungkuk, tahan napas dalam keadaan ekspirasi (posisi ini dapat memperjelas
Early Diastolic Murmur dari AR).
4,5


Pada pasien dengan keadaan STEMI ditemukan disfungsi ventrikular S4 dan S3 Gallop,
teradapat penurunan intensitas bunyi jantung pertama, dan juga split paradoksikal bunyi jantung
kedua. Dapat ditemukan juga murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat
sementara karena disfungsi aparatus katup mitral dan pericardial friction rub.
Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Foto radiology posisi terbaik untuk mendapatkan ukuran jantung terdekat dengan ukuran
sebenarnya adalah foto yang memenuhi syarat berikut:
1) Sinar datang dari arah posterior, ,dan film berada di posisi anterior pasien. Posisi ini
disebut dengan foto toraks PA.
2) Foto simetris
3) Pasien diminta untuk inspirasi dalam
4) Jarak foto adalah 1,8 sampai 2 meter.
b. Laboratorium
Pemeriksaan yang berkaitan dengan fungsi jantung dan dapat menunjang diagnosis
adalah pemeriksaan kadar:

7

1) Creatin Kinase (CKMB)
Kadar CKMB akan meningkat setelah 3 jam apabila terjadi infark miokard dan
mencapai puncak pada 10-24 jam dan kembali normal di hari kedua hinnga
keempat. Karena itu pemeriksaan ini harus dilakukan sesegera mungkin apabila
dicurigai pasien mengalami infark miokard.
6,7

2) Cardiac specific troponin
Merupakan penanda yang optimal untuk pasien infark miokard dengan elevasi ST
dengan kerusakan otot skelet. Ada dua jenis yaitu cTn T dan cTn I. Keduanya
meningkat pada jam kedua, bila terdapat infark. Dan mencapai puncak pada 10-24
jam. cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari. Sedangkan cTn I setelah 5-10
hari.
6,7
3) Mioglobin
Dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak dalam 4-6 jam.

4) Creatin Kinase (CK)
Meningkat setelah 3-8 jam dan mencapai puncak pada 10-36 jam, normal pada 3-4
hari bila terdapat infark miokard.
6,7
5) Lactic Dehidrogenase (LDH)
Meningkat setelah 24-48 jam bila terjadi infark miokard, mencapai puncak pada hari
3-6 dan kembali normal pada hari 8-14.
6,7

c. Elektrokardiografi (EKG)
Alat ini merekam aktivitas listrik sel-sel di atrium dan ventrikel jantung sehingga
tergambarlah hasilnya dalam bentuk gelombang yang kompleks namun spesifik.
Aktivitas terekam dengan menggunakan elektroda yang dilekatkan di kulit dan
dihubungkan ke mesin EKG. Sehingga dapat disimpulkan bahwa EKG adalah voltmeter
yang merekam aktivitas listrik dalam jantung manusia akibat adanya depolarisasi dari
otot-otot jantung.
8

Pada EKG terdapat beberapa bagian yang penting untuk diketahui. Normalnya, hasil dari
rekam jantung dengan EKG ini akan memberikan gambaran dari beberapa gelombang,
interval dan kompeks.
6,7

Hasil EKG dapat digunakan untuk menentukan:
1) Ritme atau irama jantung
2) Frekuensi (laju QRS)
3) Morfologi gelombang P
4) Interval PR
5) Kompleks QRS, dapat digunakan untuk menilai:
o Aksis jantung
o Amplitudo
o Durasi
o Morfologi kompleks QRS
6) Segmen ST
7) Gelombang T
8) Interval QT
9) Gelombang U
Working Diagnosis: Angina Pektoris et kausa Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST (STEMI,
ST Elevation Myocard Infarction)
Etiologi
Adanya aterosklerosis koroner dimana terjadi kelainan pada intima bermula berupa
bercak fibrosa (fibrous plaque) dan selanjutnya terjadi ulserasi, pendarahan, kalsifikasi dan
trombosis. Perjalanan dalam kejadian aterosklerosis tidak hanya disebabkan oleh faktor tunggal,
akan tetapi diberati juga banyak faktor lain seperti : hipertensi, kadar lipid, rokok, kadar gula
darah yang abnormal.
8

Patofisiologi
Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran
darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerosis yang
sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya
9

tidak menimbulkan STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI
terjadi jika thrombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskuler, dimana injuri
ini dicetuskan oleh factor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid.
8
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur,
rupture, atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga
terjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian
histologist menunjukkan plak koroner cenderung mengalami rupture jika mempunyai fibrous cap
yang tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari
fibrin rich red thrombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberikan respon
terhadap terapi trombolitik.
8,10

Selanjutnya pada lokasi rupture plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin,
serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan meproduksi dan melepaskan
tromboxan A2 (vasokonstriktor local yang poten). Selain itu, aktivasi trombosit memicu
perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya,
reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuan asam amino pada protein adhesi yang larut
(integrin) seperti factor von Willebrand (cWF) dan fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul
multivalent yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan
silang platelet dan agrerasi.


Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel emdotel yang rusak.
Factor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi thrombin, yang
kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat (culprit)
kemudian akan mengalami oklusi oleh thrombus yang terdiri agregat trombosit dan fibrin.


Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang
disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas congenital, spasme koroner, dan berbagai
penyakit inflamasi.
8,10

Manifestasi Klinik
Pada STEMI ditemukan gejala klinis berupa pasien tampak pucat, berkeringat, dan
gelisah akibat aktivitas simpatis berlebihan.Pasien juga tampak sesak.Demam derajat sedang (<
38 C) bisa timbul setelah 12-24 jam pasca infark.
7,10

10

Sinus takikardi (100-120 x/mnt) terjadi pada sepertiga pasien, biasanya akan melambat
dengan pemberian analgesic yang adekuat.Denyut jantung yang rendah mengindikasikan adanya
sinus bradikardi atau blok jantung sebagai komplikasi dari infark.Peningkatan TD moderat
merupakan akibat dari pelepasan kotekolamin.Sedangkan jika terjadi hipotensi maka hal tersebut
merupakan akibat dari aktivitas vagus berlebih, dehidrasi, infark ventrikel kanan, atau tanda dari
syok kardiogenik.

Enzim jantung meningkat 2x dari nilai batas atas normal.
Pada pemeriksaan jantung, terdangar bunyi jantung S4 dan S3 , atau mur-mur. Bunyi
gesekan perikard jarang terdengar hingga hari ke dua atau ketiga atau lebih lama lagi (hingga 6
minggu) sebagai gambaran dari sindrom Dressler.
7,10

Pada pemeriksaan, ronkhi akhir pernafasan bisa terdengar, walaupun mungkin tidak
terdapat gambaran edema paru pada radiografi.Jika terdapat edema paru, maka hal itu merupakan
komplikasi infark luas, biasanya anterior.


Gambaran EKG terlihat elevasi segmen ST > 0,1 mv pada 2 atau lebih sadapan
ekstremitas. Biasa ditemukan inverse dari gelombang T.
7,10

Daerah infark Perubahan EKG

Anterior Elevasi segmen ST pada lead V3 -V4,
perubahan resiprokal (depresi ST) pada lead II,
III, aVF
Inferior Elevasi segmen T pada lead II, III, aVF,
perubahan resiprokal (depresi ST) V1 V6, I,
aVL
Lateral Elevasi segmen ST pada I, aVL, V5 V6.
Posterior Perubahan resiprokal (depresi ST) pada II, III,
aVF, terutama gelombang R pada V1 V2.
Ventrikel kanan Perubahan gambaran dinding inferior
Tabel 1.Gambaran spesifik EKG.
7,10



11

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dari hasil anamnesis yang menyeluruh dimana dokter melihat pasien
sebagai suatu kesatuan yang holistik. Sehingga kesalahan diagnosis dapat dihindari. Selain
itu, dari hasil pemeriksaan penunjang, yaitu elektrokarfiografi, dapat dilihat kelainan dari
irama jantung atau kelainan gambaran gelombang pada hasil EKG tersebut.


Menurut WHO, diagnosis ditegakkan apabila terdapat 2 dari 3 kriteria yang ada. Yang
meliputi:
a. Gejala nyeri yang tipikal (angina pektoris) yang diutarakan pasien saat anamnesis
b. Gambaran EKG khas infark
c. Terdapat kenaikan kadar enzim jantung pada evaluasi biokimia dari enzim jantung.
Penatalaksanaan
Medikamentosa
Untuk mengatasi nyeri dada diberikan:
i. Nitrogliserin (NTG)
Sediaan yang tersedia adalah dalam bentuk tablet sublingual dan dapat diberikan dengan
aman dengan dosis 0,04 mg dan dapat diberikan dalam 3 dosis dengan interval 5 menit.
Selain mengurangi nyeri, NTG dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan
menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi
penuh pembuluh koroner. Apabila sediaan ini tidak dapat mengatasi rasa nyeri maka
dapat diberikan sediaan intravena yang juga digunakan untuk mengendalikan hipertensi
atau edema paru. Biasanya NTG diberikan pada pasien gawat di ruang gawat darurat.
9

ii. Morfin
Morfin dapat mengurangi nyeri dengan sangat efektif dan merupakan pilihan utama
untuk pasien STEMI dengan nyeri dada. Dosis yang diberikan adalah 2-4 mg dan dapat
diulang dengan interval waktu 5-15 menit hingga mencapai dosis total 20 mg. Efek
samping morfin juga perlu diperhatikan karena dapat menyebabkan bradikardia atau blok
AV derajat tinggi.


12

iii. Aspirin
Merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan efektif pada
spectrum sindrom koroner akut. Pada kasus emergensi diberikan dengan dosis 160-325
mg selanjutnya diberikan dengan dosis 75-162 mg.

iv. Beta-bloker
Apabila morfin tidak dapat mengatasi nyeri dada pasien maka pemberian beta-bloker
intravena dapat membantu meringankan rasa nyeri. Dapat diberikan metoprolol 5 mg
setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis dengan beberapa syarat yaitu frekuensi jantung lebih
dari 60 kali permenit, tekanan darah sistolik lebih dari 100 mmHg, interval PR lebih dari
0,24 detikdan ronki tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. Lima belas menit setelah
pamberian dosis terakhir, diberikan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam
selama 48 jam dan dilanjutkan dengan 100 mg tiap 12 jam.


Untuk mengatasi trombosis dan IMA:
i. Antitombotik
Tujuan primer pengobatan adalah untuk memantapkan dan mempertahankan patensi
arteri koroner yang terkait infark. Sedangkan tujuan sekundernya adalah menurunkan
kecenderungan pasien untuk mengalami trombosis. Aspirin merupakan antitrombotik
standar untuk pasien STEMI.
ii. Beta-bloker
Obat ini dapat diberikan secara akut dan jangka panjang. Untuk keadaan akut diberikan
secara intravena. Terapi pasca STEMI dapat bermanfaat untuk pasien yang juga
mendapatkan terapi ACE inhibitor. Kecuali pasien dengan kontraindikasi tertentu.

iii. ACE inhibitor
ACE inhibitor menurunkan angka mortalitas pasca STEMI. Diberikan dalam 24 jam
pertama. Tetapi pemberian tanpa batas dapat mengakibatkan gagal jantung, penurunan
fungsi ventrikel kiri, atau abnormalitas pergerakan dinding global.




13

Nonmedikamentosa
i. Istirahat total
ii. Diet makanan lunak atau makanan saring yang rendah garam (bila terdapat gagal jantung)
iii. Bedah
Dengan teknik CABG (Coronary Artery Bypass Graft) dimana akan dibuat saluran baru
disamping arteri yang terkena aterosklerosis sehingga aliran darah masih bisa berlanjut
dan tidak terjadi oklusi. Biasanya arteri yang dipakai adalah arteri mamaria interna, vena
saphena, arteri radialis arteri gastroepiploica, atau arteri epigastrika. Tetapi yang paling
sering dipakai adalah ateri mamaria interna.
7,8

Komplikasi
1. Disfungsi Ventrikular
2. Gangguan Hemodinamik
3. Edema Paru Akut
4. Syok kardiogenik
5. Infark ventrikel kanan
6. Ekstrasistol ventrikel
7. Takikardia dan fibrilasi ventrikel
8. Fibrlasi atrium
9. Asitol ventrikel
Different Diagnosis
1. UAP(Unstable Angina Pectoris)
Angina Pektoris adalah nyeri dada yang mejalar ke rahang, gigi, bahu dan lengan kiri.
Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan angina yang
bertambah dari biasanya. Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih berat dan lebih
lama, mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena aktivitas yang minimal. Nyeri
dada dapat disertai keringat dingin. Pada pemeriksaan jasmani seringkali tidak ada yang
khas.
8-9

Pada pemeriksaan ECG didapatkan adanya depresi segmen ST yang baru menunjukkan
kemungkinan adanya iskemi akut. Gelombang T negatif juga salah satu tanda iskemi atau
14

NSTEMI. Perubahan gelombang ST dan T non spesifik seperti depresi segmen ST kurang
dari 0,5 mm dan gelombang T negatif kurang dari 2 mm, tidak spesifik untuk iskemi, dan
dapat disebabkan karena hal lain.
Pada pemeriksaan ekokardiografi tidak memberikan data untuk diagnosis angina tak
stabil secara langsung. Tetapi bila tampak adanya gangguan faal ventrikel kiri, adanya mitral
insufisiensi dan abnormalitas gerakan dinding regional jantung, menandakan prognosis
kurang baik. Stres ekokardiografi juga dapat membantu menegakkan adanya iskemi
miokardium.
Pada pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan troponin T atau I dan pemeriksaan
CK-MB telah diterima sebagai petanda paling penting dalam diagnosis SKA. CK-MB kurang
spesifik untuk diagnosis karena juga ditemukan di otot skeletal, tapi berguna untuk diagnosis
infark akut dan meningkat dalam beberapa jam dan kembali normal dalam 48 jam.
2. NSTEMI(Non ST Elevasi Miocard Infark)
Angina pectoris tak stabil (unstable angina = UA) dan infark miokard akut tanpa elevasi
ST (non ST elevation myocardial infarction = NSTEMI) diketahui merupakan suatu
kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan gambaran klinis sehingga pada
prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika
pasien dengan manifestasi klinis UA menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard berupa
peningkatan biomarker jantung. Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri dada,
yang menjadi salah satu gejala yang paling sering didapatkan pada pasien yang datang ke
IGD.
7-9

Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadangkala di epigastrium dengan ciri
seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat
atau tertekan, menjadi presentasi gejala yang sering ditemukan pada NSTEMI. Analisis
berdasarkan gambaran klinis menunjukkan bahwa mereka yang memiliki gejala dengan onset
baru angina berat/terakselerasi memiliki prognosis lebih baik dibandingkan dengan yang
memiliki nyeri pada waktu istirahat. Walaupun gejala khas rasa tidak enak di dada iskemia
pada NSTEMI telah diketahui dengan baik, gejala tidak khas seperti dispneu, mual,
15

diaphoresis, sinkop atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu atas atau leher juga terjadi dalam
kelompok yang lebih besar pada pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun.
Pada pemeriksaan gambaran (elektrokardiogram = EKG), secara spesifik berupa deviasi
segmen ST merupakan hal penting yang menentukan resiko pada pasien pada Thrombolysis
in Myocardial (TIMI) III Registry, adanya depresi segmen ST baru sebanyak 0,05 mV
merupakan predictor outcome yang buruk. Kaul et al. menunjukkan peningkatan resiko
outcome yang buruk meningkat secara progresif dengan memberatnya depresi segmen ST,
dan baik depresi segmen ST maupun perubahan troponin T keduanya memberikan tambahan
informasi prognosis pasien-pasien dengan NSTEMI.
Troponin T atau Troponin I merupakan petanda nekrosis miokard yang lebih disukai,
karena lebih spesifik daripada enzim jantung tradisional seperti CK dan CKMB. Pada pasien
dengan IMA, peningkatan awal troponin pada darah perifer setelah 3-4 jam dan dapat
menetap sampai 2 minggu.
Penilaian klinis dan EKG, keduanya merupakan pusat utama dalam pengenalan dan
penilaian resiko NSTEMI. Jika ditemukan resiko tinggi, maka keadaan ini memerlukan terapi
awal yang segera. Karena NSTEMI merupakan penyakit yang heterogen dengan subgroup
yang berbeda, maka terdapat keluaran tambahan yang berbeda pula. Penatalaksanaan
sebaiknya terkait pada faktor resikonya.
7-9,11
3. Prinzmetal Angina
Angina pektoris adalah suatu nyeri didaerah dada yang biasanya menjalar ke bahu dan
lengan kiri yang disebabkan oleh menurunnya suplai oksigen ke jantung.

Disertai dengan
takikardi, diaphoresis, dan rasa mual.
7

Bentuk ini jarang terjadi dan biasanya timbul pada saat istirahat, akibat penurunan suplai
O2 darah ke miokard secara tiba-tiba. Penelitian terbaru menunjukkan terjadinya obsruksi
yang dinamis akibat spasme koroner baik pada arteri yang sakit maupun yang normal.
Peningkatan obstruksi koroner yang tidak menetap ini selama terjadinya angina waktu
istirahat jelas disertai penurunan aliran darah arteri koroner.

16

Nyeri angina pektoris biasanya pasien tidak mengetahui letak sumber nyeri (diffuse), dan
biasanya letak nyeri berlokasi di retrosternal, atau di perikardium kiri. Tetapi nyeri bisa
menjalar ke dada, punggung, leher, rahang bawah atau perut bagian atas. Rasa nyeri biasanya
tidak lebih dari 10 menit.
7

Pencegahan
Perlu dilakukan pencegahan terjadinya arteriosklerosis yaitu dengan melakukan hal-hal
dibawah ini:
a. Tidak merokok
b. Diet rendah lemak, rendah garam
c. Olahraga
Intinya, pencegahan harus dilakukan secara menyeluruh dan sangat mempengaruhi gaya
hidup pasien.
7

Prognosis
Secara keseluruhan, pasien yang dirawat dengan operasi coronary bypass memiliki
kelangsungan hidup 5-10 tahun dengan presentase 92% dan 81%. Kebebasan dari angina
adalah 83% dan 63%. Indikasi penting dari late cardiac morality setelah operasi adalah
diabetes, umur yang cepat tua, berkurangnya ejection fraction, dan tidak dapat digunakannya
internal mammary graft. Revaskularisasi yang berhasil meningkatkan gerakan stabil dari
dinding ventrikular kiri dalam proporsi yang cocok dari pasien dan meningkatkan latihan
performa dari ventrikular.
10







17

Daftar Pustaka
1. Supartondo, Setiyohadi B. Anamnesis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata
M, Setiati S. Ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI; 2009.h. 25-6.
2. Gray.H, Dawkins.K, Morgan.J, Simpson.I. Pengambilan Anamnesis Kardiovaskuler.
Lectures Notes Kardiologi. Edisi 4. Jakarta : Penerbitan Erlangga ; 2003. H. 1 2.
3. Setiyohadi B, Subekti I. Pemeriksaan Fisis Umum. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S. Ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009.h. 29.
4. Pemeriksaan umum dalam buku diagnosis fisis pada anak ; Editor, Iskandar Wahidayat,
Corry S. Matondang, Sudigdo Sastrasmaro; Jakarta: Balai penerbit FKUI , 1991.
5. Makmun L, Abdurachman N. Pemeriksaan Fisis Jantung. In : Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009.h. 65-8.
6. Pratanu S, Yamin M, Harun S. Elektrokardiography. In : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S. Ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009.h. 1523-43.
7. Dr. Dharma S. Sistem Intepretasi EKG. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2010. h.
7-9, 78-85.
8. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, et all. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Jakarta :
Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 1999. h. 457.
9. Djohan B. Patofisiologi dan Penatalaksanaan Penyakit Jantung Koroner. Jurnal. Sumatera
Utara. 2008
10. Alwi I. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S. Ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009.h. 1741-54.
11. Gray.H, Dawkins.K, Morgan.J, Simpson.I. Penyakit Jantung Koroner. Lectures Notes
Kardiologi. Edisi 4. Jakarta : Penerbitan Erlangga ; 2003. H. 132-4.

You might also like