PADA BAYI A DENGAN ATRESIA ANI POST COLOSTOMY DENGAN FISTEL
RECTO VESTIBULAR BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Malformasi anorektal merupakan suatu spektrum dari anomali kongenital yang terdiri dari anus imperforata dan kloaka persisten. Anus imperforata merupakan kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna, sedangkan kloaka persisten diakibatkan karena pemisahan antara traktus urinarius, traktus genitalia dan traktus digestivus tidak terjadi. Malformasi anorektal merupakan kerusakan berspektrum luas pada perkembangan bagian terbawah dari saluran intestinal dan urogenital. Banyak anak-anak dengan malformasi ini memiliki anus imperforata karena mereka tidak memiliki lubang dimana seharusnya anus ada. Walaupun istilah ini menjelaskan penampilan luar dari anak, istilah ini lebih ditujukan pada kompleksitas sebenarnya dari malformasi. Ketika malformasi terjadi, otot dan saraf yang berhubungan dengan anus juga sering mengalami malformasi dalam derajat yang sama. Tulang belakang dan saluran urogenital juga dapat terlibat. Malformasi anorektal terjadi setiap 1 dari 5.000 kelahiran. Malformasi ini lebih sering terjadi pada pria dan pria dua kali lebih banyak mengalami malformasi anorektal letak tinggi atau intermediet. Empat puluh sampai tujuh puluh persen dari penderita mengalami satu atau lebih defek tambahan dari sistem organ lainnya. Defek urologi adalah anomali yang paling sering berkaitan dengan malformasi anorektal, diikuti defek pada vertebra, ekstrimitas dan sistem kardiovaskular. Manajemen dari malfomasi anorektal pada periode neonatal sangatlah krusial karena akan menentukan masa depan dari sang anak. Keputusan yang paling penting adalah apakah pasien memerlukan kolostomi dan diversi urin untuk mencegah sepsis dan asidosis metabolik. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang anatominya, diagnosis yang lebih cepat dari malformasi anorektal dan defek yang berkaitan dan bertambahnya pengalaman dalam memanajemen, akan didapatkan dengan hasil yang lebih baik.
B. Tujuan 1. Tujuan Umum Setelah membaca makalah ini, diharapkan pembaca mampu memberikan asuhan keperawatan pre dan post operatif pada pada anak dengan atresia ani 2. Tujuan Khusus Setelah membaca makalah ini, diharapkan pembaca dapat: a. Mengetahui pengertian atresia ani b. Mengetahui etiologi atresia ani c. Mengetahui klasifikasi atresia ani d. Mengetahui patofisiologi atresia ani e. Mengetahui penatalaksanaan atresia ani f. Mengetahui asuhan keperawatan pre dan post operatif atresia ani
BAB II LANDASAN TEORI
A. Definisi Istilah atresia ani berasal dari bahasa Yunani yaitu a yang artinya tidak ada dan trepsis yang berarti makanan dan nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia ani adalah suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang yang normal. Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforata meliputi anus, rektum, atau batas di antara keduanya (Betz, 2002). Atresia ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus (Donna, 2003). Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal (Suradi, 2001). Atresia ani atau anus imperforata adalah tidak terjadinya perforasi membran yang memisahkan bagian endoterm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rektum (Purwanto, 2001).
B. Klasifikasi Klasifikasi atresia ani ada 4 yaitu : 1. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak dapat keluar. 2. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus. 3. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum dengan anus. 4. Rectal atresia adalah tidak memiliki rektum.
Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu : 1. Anomali rendah / infralevator Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborektalis, terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius. 2. Anomali intermediet Rektum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis, lesung anal dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal. 3. Anomali tinggi / supralevator Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini biasanya berhubungan dengan fistula genitourinarius retrouretral (pria) atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rectum sampai kulit perineum lebih dari1 cm.
C. Anatomi dan Fisiologi
Susunan saluran pencernaan terdiri dari : 1. Mulut Mulut atau oris adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas 2 bagian yaitu : a. Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang di antara gusi, gigi, bibir dan pipi. b. Bagian rongga mulut bagian dalam, yaitu rongga mulut yang di batasi sisinya oleh tulang maksilaris, palatum mandibularis, di sebelah belakang bersambung dengan faring.
Selaput lendir mulut ditutupi epitelium yang berlapis-lapis, di bawahnya terletak kelenjar-kelenjar halus yang mengeluarkan lendir. Selaput ini kaya akan pembuluh darah dan juga memuat banyak ujung akhir saraf sensoris. Di sebelah luar mulut ditutupi oleh kulit dan di sebelah dalam ditutupi oleh selaput lendir (mukosa). Otot orbikularis oris menutupi bibir. Levator anguli oris mengangkat dan depresor anguli oris menekan ujung mulut. Palatum, terdiri atas 2 bagian yaitu : a. Palatum durum (palatum keras) yang tersusun atas tajuk-tajuk palatum dan sebelah depan tulang maksilaris dan lebih ke belakang terdiri dari 2 tulang palatum. b. Palatum yang dapat bergerak, terdiri mole (palatum lunak) terletak di belakang yang merupakan lipatan menggantung atas jaringan fibrosa dan selaput lendir. Gerakannya dikendalikan oleh ototnya sendiri, di sebelah kanan dan kiri dari tiang fauses terdapat saluran lendir menembus ke tonsil. 2. Lidah Lidah terdiri dari otot serat lintang dan dilapisi oleh selaput lendir, kerja otot lidah ini dapat digerakkan ke seluruh arah. Lidah dibagi atas tiga bagian, radiks lingua (pangkal lidah), dorsum lingua (punggung lidah), dan apeks lingua (ujung lidah). Pada pangkal lidah yang belakang terdapat epiglotis yang berfungsi untuk menutup jalan nafas pada waktu kita menelan makanan, supaya makanan jangan masuk ke jalan nafas. Punggung lidah (dorsum lingua) terdapat puting-puting pengecap atau ujung saraf pengecap. Frenulum lingua merupakan selaput lendir yang terdapat pada bagian bawah kira-kira di tengah, jika lidah digerakkan ke atas nampak selaput lendir. Flika sublingua terdapat di sebelah kiri dan kanan frenulum lingua, di sini terdapat pula lipatan selaput lendir. Pada pertengahan flika sublingua ini terdapat saluran dari grandula parotis, submaksilaris, dan glandula sublingualis. Fungsi lidah yaitu mengaduk makanan, membentuk suara, sebagai alat pengecap dan menelan, serta merasakan makanan. 3. Faring Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan (esofagus). Di dalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit merupakan pertahanan terhadap infeksi. Di sini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya di belakang rongga mulut dan rongga hidung, di depan ruas tulang belakang, ke atas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantara lubang bernama koana. Keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium. Tekak terdiri dari bagian superior disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan tekak dengan ruang gendang telinga. Bagian media disebut orofaring, bagian ini berbatas ke depan sampai di akar lidah, sedangkan bagian inferior disebut laringofaring yang menghubungkan orofaring dengan laring. Menelan (deglutisio), jalan udara dan jalan makanan pada faring terjadi penyilangan. Jalan udara masuk ke bagian depan terus ke leher bagian depan sedangkan jalan makanan masuk ke belakang dari jalan napas dan di depan dari ruas tulang belakang. Makanan melewati epiglotis lateral melaui ressus piriformis masuk ke esophagus tanpa membahayakan jalan udara. Gerakan menelan mencegah masuknya makanan masuk ke jalan udara, pada waktu yang sama jalan udara ditutup sementara. 4. Esofagus Esophagus merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan lambung, panjangnya 25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak di bawah lambung. Lapisan dinding dari dalam keluar, lapisan selaput lendir (mukosa), lapisan submukosa, lapisan otot melingkar sirkuler, dan lapisan otot memanjang longitudinal. Esophagus terletak di belakang trakea dan di depan tulang punggung. Setelah melalui thorak menembus diafragma masuk ke dalam abdomen menyambung dengan lambung. 5. Hati Hati atau hepar adalah organ yang paling besar di dalam tubuh kita, warnanya coklat dan beratnya kira-kira 1 kg. Letaknya di bagian atas dalam rongga abdomen di sebelah kanan bawah diafragma. Hati terdiri atas 2 lapisan utama : permukaan atas berbentuk cembung, terletak di bawah diafragma, dan permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan fisura transverses. Hati mempunyai 2 jenis peredaran darah yaitu arteri hepatika dan vena porta. Arteri hepatika, keluar dari aorta dan member 1/5 darah pada hati, masuk ke hati akan membeku jaringan kapiler setelah bertemu dengan kapiler vena, akhirnya keluar sebagai vena hepatika. Vena porta yang terbentuk dari lienalis dan vena mesentrika superior menghantarkan 4/5 darahnya ke hati. Fungsi hati : a. Mengubah zat makanan yang di absorpsi dari usus dan yang disimpan di suatu tempat dalam tubuh. b. Mengubah zat buangan dan penawar racun untuk disekresi dalam empedu dan urine. c. Menghasilkan enzim glikogenik glukosa menjadi glikogen. d. Sekresi empedu, garam empedu dibuat di hati, dibentuk dalam sistem retikuloendotelium. e. Menyiapkan lemak untuk pemecahan terakhir asam karbonat. 6. Lambung Lambung atau gaster merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang paling banyak terutama di daerah epigaster. Lambung terdiri dari bagian atas fundus uteri berhubungan dengan esophagus melalui orifisium pilorik, terletak di bawah diafragma di depan pankreas dan limpa, menempel di sebelah kiri fundus uteri. Sekresi getah lambung mulai terjadi pada awal orang makan. Bila melihat makanan dan mencium bau makanan maka sekresi lambung akan terangsang. Rasa makanan merangsang sekresi lambung karena kerja saraf menimbulkan rangsang kimiawi yang menyebabkan dinding lambung melepaskan hormon yang disebut sekresi getah lambung. Getah lambung di halangi oleh sistem saraf simpatis yang dapat terjadi pada waktu gangguan emosi seperti marah dan rasa takut. Fungsi lambung : a. Menampung makanan, menghancurkan dan menghaluskan makanan oleh peristaltik lambung dan getah lambung. b. Getah cerna lambung yang dihasilkan : 1) Pepsin, fungsinya memecah putih telur menjadi asam amino (albumin dan pepton). 2) Asam garam (HCL), fungsinya mengasamkan makanan, sebagai antiseptic dan desinfektan, dan membuat suasana asam pada pepsinogen sehingga menjaddi pepsin. 3) Renin, fungsinya sebagai ragi yang membekukan susu dan membentuk kasein dari kasinogen (kasinogen dan protein susu). 4) Lapisan lambung jumlahnya sedikit memecah lemak menjadi asam lemak yang merangsang sekresi getah lambung. 7. Pankreas Panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 5 cm mulai dari deudenum sampai ke limpa. Bagian dari pankreas : kaput pankreas, terletak di sebelah kanan rongga abdomen dan di dalam lekukan deudenum yang melingkarinya. Korpus pankreas, merupakan bagian utama dari organ ini, letaknya dibelakang lambung dan di depan vertebra umbalis pertama. Ekor pankreas, bagian runcing di sebelah kiri menyentuh limpa. 8. Usus halus Usus halus atau intestinum minor adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada pylorus dan berakhir pada sekum panjangnya 6 m, merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan absorpsi hasil pencernaan yang terdiri dari lapisan usus halus (lapisan mukosa (sebelah di dalam), lapisan otot melingkar (M.sirkuler), lapisan otot memanjang (M. longitudinal), dan lapisan serosa (sebelah luar)). Absorpsi makanan yang sudah dicerna seluruhnya berlangsung di dalam usus halus melalui 2 saluran yaitu pembuluh kapiler dalam darah dan seluruh limfe di sebelah dalam permukaan vili usus. Sebuah vilus berisi lakteal, pembuluh darah epitelium dan jaringan otot yang diikat bersama oleh jaringan limfoid seluruhnya diliputi membran dasar dan ditutupi oleh epitelium. Karena vili keluar dari dinding usus maka bersentuhan dengan makanan cair dan lemak yang diabsorpsi ke dalam lakteal kemudian berjalan melalui pembuluh limfe masuk ke dalam pembuluh kapiler darah di vili dan oleh vena porta dibawa ke hati untuk mengalami beberapa perubahan. Fungsi usus halus : a. Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui kapiler- kapiler darah dan saluran-saluran limfe. b. Menyerap protein dalam bentuk asam amino. c. Karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida. 9. Duodenum Duodenum disebut juga usus 12 jari, panjangnya 25 cm, berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiri, pada lengkungan ini terdapat pankreas. Pada bagian kanan duodenum ini terdapat selaput lendir, yang membukit disebut papilla vateri. Pada papilla vateri ini bermuara saluran empedu (duktus koledokus) dan saluran pankreas (duktus pankreatikus). Empedu dibuat di hati untuk dikeluarkan ke duodenum melalui duktus koledokus yang fungsinya mengemulsikan lemak, dengan bantuan lipase. Pankreas juga menghasilkan amilase yang berfungsi mencerna hidrat arang menjadi disakarida, dan tripsin yang berfungsi mencerna protein menjadi asam amino atau albumin dan polipeptida. Dinding duodenum mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar, kelenjar ini disebut kelenjar-kelenjar Brunner, berfungsi untuk memproduksi getah intestinum. 10. Jejunum dan ileum Jejunum dan ileum mempunyai panjang sekitar 6 m. Dua perlima bagian atas adalah jejunum dengan panjang 23 m, dan ileum dengan panjang 4-5 m. Lekukan jejunum dan ileum melekat pada dinding abdomen posterior dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas dikenal sebagai mesenterium. Sambungan antara jejunum dan ileum tidak mempunyai batas yang tegas. Ujung bawah ileum berhubungan dengan sekum dengan perantaraan lubang yang bernama orifisium ileosekalis. Orifisium ini diperkuat oleh sfingter ileosekalis dan pada bagian ini terdapat katup valvula sekalis valvula baukhini yang berfungsi untuk mencegah cairan dalam kolon asenden tidak masuk kembali ke ileum. 11. Usus besar Usus besar atau intestinum mayor panjangnya 1 m, lebarnya 5-6 cm. Lapisan- lapisan usus besar dari dalam keluar : selaput lendir, lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang, jaringan ikat. Fungsi usus besar adalah menyerap air dari makanan, tempat tinggal bakteri. 12. Sekum Dibawah sekum terdapat apendiks vermiformis yang berbentuk seperti cacing sehingga disebut juga umbai cacing, panjangnya 6 cm. Seluruhnya ditutupi oleh peritoneum mudah bergerak walaupun tidak mempunyai mesenterium dan dapat diraba melalui dinding abdomen pada orang yang masih hidup. 13. Kolon asendens Panjangnya 13 cm, terletak dibawah abdomen sebelah kanan, membujur ke atas dari ileum ke bawah hati. Di bawah hati melengkung ke kiri, lengkungan ini disebut fleksura hepatika, dilanjutkan sebagai kolon transversum. 14. Apendiks (usus buntu) Bagian dari usus besar yang muncul seperti corong dari ujung sekum, mempunyai pintu keluar yang sempit tetapi masih memungkinkan dapat dilewati oleh beberapa isi usus. Apendiks tergantung menyilang pada linea terminalis masuk ke dalam rongga pelvis minor, terletak horizontal dibelakang sekum. Sebagai suatu organ pertahanan terhadap infeksi kadang apendiks bereaksi secara hebat dan hiperaktif yang bisa menimbulkan perforasi dindingnya ke dalam rongga abdomen. 15. Kolon transversum Panjangnya 38 cm, membujur dari kolon desenden, berada dibawah abdomen, sebelah kanan terdapat fleksura hepatika dan sebelah kiri terdapat fleksura lienalis. 16. Kolon desendens Panjangnya 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri membujur dari atas ke bawah dan fleksura lienalis sampai ke depan ileum kiri, bersambung dengan kolon sigmoid. 17. Kolon sigmoid Kolon sigmoid merupakan lanjutan dari kolon desendens, terletak miring dalam rongga pelvis sebelah kiri, bentuknya menyerupai huruf S, ujung bawahnya berhubungan dengan rektum. 18. Rektum Rektum terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di depan os sacrum dan os koksigis. Organ ini berfungsi untuk tempat penyimpanan feses sementara. 19. Anus Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rektum dengan dunia luar (udara luar). Terletak didasar pelvis, dindingnya diperkuat oleh sfingter : a. Sfingter ani interus (sebelah atas), bekerja tidak menurut kehendak. b. Sfingter levator ani, bekerja juga tidak menurut kehendak. c. Sfingter ani eksternus (sebelah bawah), bekerja menurut kehendak. Defekasi (buang air besar) didahului oleh transport. Feses ke dalam rektum yang mengakibatkan ketegangan dinding rektum mengakibatkan rangsangan untuk reflex defekasi sedangkan otot usus lainnya berkontraksi. M. Levator ani relaksasi secara volunter dan tekanan ditimbulkan oleh otot-otot abdomen.
D. Etiologi Penyebab sebenarnya dari atresia ani ini belum di ketahui pasti, namun ada sumber yang mengatakan bahwa kelainan bawaan anus di sebabkan oleh : 1. Karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik. 2. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang anus. 3. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan. 4. Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter, dan otot dasar panggul. Namum demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak memadai. Menurut penelitian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani. Orang tua tidak diketahui apakah mempunyai gen carier penyakit ini. Janin yang diturunkan dari kedua orang tua yang menjadi carier saat kehamilan mempunyai peluang sekitar 25 % - 30 % dari bayi yang mempunyai sindrom genetik, abnormalitas kromosom, atau kelainan kongenital lain juga beresiko untuk menderita atresia ani (Purwanto, 2001). Faktor Predisposisi Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat lahir, seperti : 1. Kelainan sistem pencernaan terjadi kegagalan perkembangan anomali pada gastrointestinal. 2. Kelainan sistem perkemihan terjadi kegagalan pada genitourinari.
E. Patofisiologi Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik, sehingga anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitourinari dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia anal karena tidak ada kelengkapan dan perkembangan struktur kolon antara 7-10 minggu dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sakral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar melalui anus sehingga menyebabkan fekal tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal mengalami obstruksi. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi baru lahir tanpa lubang anus. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan, terdapat tiga letak: 1. Tinggi (supralevator) : rektum berakhir di atas M. levator ani (M. puborektalis) dengan jarak antara ujung buntu rektum dengan kulit perineum lebih dari 1 cm. Letak upralevator biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing atau saluran genital. 2. Intermediate : rektum terletak pada M. levator ani tetapi tidak menembusnya. 3. Rendah : rektum berakhir di bawah M. levator ani sehingga jarak antara kulit dan ujung rektum paling jauh 1 cm.
F. Manifestasi Klinik Bayi muntah-muntah pada 24-48 jam setelah lahir dan tidak terdapat defekasi mekonium. Gejala ini terdapat pada penyumbatan yang lebih tinggi. Pada golongan 3 hampir selalu disertai fistula. Pada bayi wanita sering ditemukan fistula rektovaginal (dengan gejala bila bayi buang air besar feses keluar dari (vagina) dan jarang rektoperineal, tidak pernah rektourinarius. Sedang pada bayi laki-laki dapat terjadi fistula rektourinarius dan berakhir di kandung kemih atau uretra dan jarang rektoperineal. Gejala yang akan timbul (Ngastiyah, 2005): 1. Mekonium tidak keluar dalm 24 jam pertama setelah kelahiran. 2. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi. 3. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang letaknya salah. 4. Perut kembung. 5. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
G. Komplikasi 1. Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan. 2. Obstruksi intestinal 3. Kerusakan uretra akibat prosedur pembedahan. 4. Komplikasi jangka panjang : a. Eversi mukosa anal. b. Stenosis akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis. b. Impaksi dan konstipasi akibat terjadi dilatasi sigmoid. c. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training. d. Inkontinensia akibat stenosis anal atau impaksi. e. Fistula kambuh karena tegangan di area pembedahan dan infeksi (Betz, 2002).
H. Penatalaksanaan Penatalaksanaan dalam tindakan atresia ani yaitu : 1. Pembuatan kolostomi Kolostomi adalah sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli bedah pada dinding abdomen untuk mengeluarkan feses. Pembuatan lubang biasanya sementara atau permanen dari usus besar atau colon iliaka. Untuk anomali tinggi, dilakukan kolostomi beberapa hari setelah lahir. 2. PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty) Bedah definitifnya, yaitu anoplasty dan umumnya ditunda 9 sampai 12 bulan. Penundaan ini dimaksudkan untuk memberi waktu pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah berat badannya dan bertambah baik status nutrisinya. 3. Tutup kolostomi Tindakan yang terakhir dari atresia ani. Biasanya beberapa hari setelah operasi, anak akan mulai BAB melalui anus. Pertama, BAB akan sering tetapi seminggu setelah operasi BAB berkurang frekuensinya dan agak padat.
I. Pemeriksaan Penunjang Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut : 1. Pemeriksaan radiologis Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal. 2. Sinar X terhadap abdomen Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung rektum dari sfingternya. 3. Ultrasound terhadap abdomen Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam sistem pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor. 4. CT Scan Digunakan untuk menentukan lesi. 5. Pyelografi intra vena Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter. 6. Pemeriksaan fisik rektum Kepatenan rektal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau jari. 7. Rontgenogram abdomen dan pelvis Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan traktus urinarius. BAB III PEMBAHASAN KASUS
A. IDENTITAS KLIEN No. Rekam Medis : 59.09.14 Nama Klien : By. A Nama Panggilan : N Tempat/Tanggal Lahir : 2 Februari 2013 Umur : 7 bulan Jenis Kelamin : perempuan
Orang tua/wali Nama ayah/ibu/wali : Tn. D Pekerjaan ayah/ibu/wali : Pendidikan :SLTA Alamat ayah/ibu/wali : Dusun Jambi Amil Rt 03/02 Cilamaya wetan Karawang Jabar Tanggal masuk : Senin, 2 Agustus 2013 Ruang : Widuri Diagnosa medis : Atresia ani post colostomy dengan vistel retrovestibular
RIWAYAT KELUHAN SAAT INI Pasien dengan atresia ani post colostomy direncanakan operasi PSARP tanggal 4 september 2013 Demam (-), makan/minum mau, muntah (-), krmbung (-), BAB per coloctomy dbn, BAK dbn, Riwayat Kesehatan Masa Lalu 1. Prenatal ANC teratur ke bidan, obat-obatan (-), hipertensi (-), diabetes mellitus (-) 2. Perinatal Bayi lahir dengan secsio caesarea, BBL: 2200 gram, lahir langsung menangis,biru (-), kuning (-) 3. Post natal Anak control rutin di RS, imunisasi (+), kuning (-). 4. Injuri/kecelakaan : tidak ada 5. Alergi : tidak ada 6. Penyakit yang pernah diderita : Riwayat kejang berulang, dan riwayat melena 7. Imunisasi : lengkap
A. RIWAYAT PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN Umur : 7 bulan Sosial Motorik halus Motorik kasar Bahasa Senyum Mengapa i mainan mengikuti gerak mengenggam memindahkan benda dari tangan satu ke tangan lain mengangkat kepala 45 o dari perut membalikkan badan mengoceh mencari sumber suara mengeluarkan kata ma-ma-da-da
B. RIWAYAT SOSIAL 1. Yang mengasuh: ibu 2. Hubungan dengan anggota keluarga: pasien dekat dengan kedua orang tua, terutama dengan ibu.
C. RIWAYAT KELUARGA 1. Sosial ekonomi : Ayah pasien merupakan seorang wiraswasta, sedangkan ibunya adalah ibu rumah tangga. 2. Lingkungan rumah : Pasien tinggal bersama kedua orang tua, di daerah perumahan 3. Penyakit keluarga : penyakit jantung (-), hipertensi (-), DM (-), alergi (-)
D. PENGKAJIAN POLA KESEHATAN KLIEN SAAT INI 1. Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan Selama ini orang tua selalu memperhatikan kesehatan anaknya, bila anak sakit langsung dibawa ke bidan. 2. Nutrisi Ibu mengatakan anaknya minum ASI selama 6 bulan. Setelah usia 6 bulan anak minum susu formula dan belum diberikan makanan tambahan. Asupan nutrisi pasien sesuai program: SF 6 x 150 cc, Tim saring 3X, Biscuit 1 x 3 keping
3. Cairan Terapi cairan parenteral: IVFD KAEN 3B 20 tpm (micro) Oral : SF 6 x 150 cc, Tim saring 3X, Biscuit 1 x 3 keping 4. Aktivitas Selama di rumah sakit, pasien beraktivitas ditempat tidur dan digendong oleh orang tuanya 5. Tidur dan istirahat Pola tidur : Anak tidur kurang kurang lebih 13-15 jam/ hari Kebiasaan sebelum tidur : Tidak ada kebiasaan khusus 6. Eliminasi BAB : Pasien biasa BAB per colostomy, konsistensi lunak, warna kuning, diare (-) BAK : dbn, warna kuning jernih, hematuri (-) 7. Pola hubungan Pasien selama sakit ditunggu oleh ayah dan ibunya secara bergantian. 8. Kognitif dan persepsi Tidak terkaji 9. Konsep diri Tidak terkaji 10. Seksual dan menstruasi Pasien merupakan anak perempuan 11. Nilai Tidak terkaji
E. PEMERIKSAAN FISIK 1 Keadaan umum KU sedang, Kesadaran : CM 2 Tanda-tanda vital N: 132x/menit RR:32x/menit t: 36,7 o C 3 Antropometri BB: 8.7 kg TB:65 cm LK:41 cm LLA: 15.5 cm 4 Kulit Integritas utuh, tugor elastis, warna pucat (-), sianosis (-), ikterik (-) 5 Kepala Ukuran: mesochepal, luka (-) 6 Mata Pupil isokor, reaksi terhadap cahaya (+) Konjungtiva anemis -|-, Sklera ikterik -|- 7 Telinga: Tidak ada kelainan, discharge (-) 8 Hidung Tidak terjadi sinusitis maupun epistaksis 9 Mulut Mukosa lembab, lidah lembab, 10 Leher JVP tidak meningkat, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid 11 Paru-paru Vesikuler, ronkhi -|-, wheezing -|-, slym (-) 12 Jantung S1,S2 reguler, murmur (-), gallop (-) 13 Abdomen Supel, bising usus (+), distensi (-), kembung (-) Terdapat colostomy, produk (+), prolapse (-) 14 Genitalia Jenis kelamin perempuan, 15 Anus Tidak tampak anus 16 Ekstremitas Akral hangat, nadi kuat, CRT < 2 detik, edema (-)
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK PENUNJANG 1. Hematologi 2-9-2013 Satuan Nilai normal Darah rutin: Hemoglobin Hematokrit Jumlah leukosit
0.0-1.0 1.0-6.0 2.0-6.0 50.0-70.0 20.0-40.0 2.0-9.0 Jumlah trombosit 507 ribu/ L 150-450 PTT PT (pasien) PT (control)
12.5 11.4
Detik Detik
9.7-13.1 APTT APTT (pasien) APTT (control)
34.9 30.6
Detik Detik
25.5-42.1 2-9-2013 Satuan Nilai normal Elektrolit: Natrium Kalium Klorida Kalsium
136 5.1 116 12.2
Mmol/L Mmol/L Mmol/L Mg/dL
135-145 3.5-5.3 98-107 8.1-10.4 Protein total Albumin SGOT SGPT Ureum darah 6.73 3.80 39 62 32 g/dL g/dL U/L U/L Mg/dL 6.6-8.7 3.4-5.0 < 89 <57 10-50 Kreatinin darah 0.6 Mg/dL <1.1
2. Radiologi a. Thorax Foto Anak 1) Mediastinum superior tampak melebar, sangat mungkin kelenjar thymus 2) Cor dengan ukuran, bentuk dan posisi normal 3) Kedua kelenjar hifus tidak menebal 4) Paru tampak infiltrate parakardial kanan paru 5) Sinus diafragma,tulang dan jaringan lunak normal KESAN: DD: Interstitial pneumonia b. Foto BNO 1) Preperitoneal fat kanan kiri sebagian menghilang 2) Distribusi udara usus sampai pelvis minor 3) Udara usus prominen, tidak tampak pelebaran lumen usus 4) Tampak penebalan dinding-dinding usus 5) Kontur kedua ginjal samar 6) Tidak tampak bayangan batu radiopak sepanjang proyeksi traktus urinarius 7) Psoas line kanan-kiri suram 8) Tulang-tulang baik KESAN: Suspect peritonitis
G. TERAPI Tanggal Pengobatan/ tindakan 2 September 2013 IVFD KAEN 3B 20 tpm (micro) Terapi oral: Kotrimoxazol + Metromid 3 x 1 bks, PCT dll 3 x 1 bks Terapi IV: Dycinon 1 cc/12 jam, Asam tranexamat 2.5 cc/12 jam, Ceftriaxon 1 gr/24 jam (dalam D5% 100 cc, habis dalam jam) Makanan: tim saring 3x/hari, susu formula 6x 150 cc, biscuit 1 x 3 keping Cek laboraturium: DL, PTT, APTT, ureum, creatinin, elektrolit, SGOT, SGPT, protein total, albumin Spoeling distal: pagi dan sore Besok USG abdomen 3 September 2013 PRC 80 cc Puasa: IVFD KAEN 3A 34 tpm (micro) 4 September 2013 Operasi PSRAP dan pemasangan IV long line Terapi IVtambahan: Vitamin C 2cc/24 jam, Alinamin F 10 cc/12 jam, Tramal 30 mg/kolf Puasa Tampon pertahankan 24 jam Cek lab: DL post operasi 5 September 2013 IVFD KAEN 3A 350 cc, D40% 75 cc, ASFI 6% 100 cc (36 cc/jam) Terapi IV tambahan: Metronidazole 15 cc/ 8 jam Makanan: Tim saring 3x/hari, Susu formula 6 x 150 cc, Biskuit 3 keping Aff tampon 6 September 2013 IVFD KAEN 3A 400 cc, ASFI 6% 100 cc (32 cc/jam) Terapi IV tambahan : gentamicin 20 mg/12 jam 7 September 2013 IVFD KAEN 3A 400 cc, ASFI 6% 100 cc (28 ccc/jam) Rawat luka Cek elektrolit, protein total, dan albumin.
ANALISA DATA
No Tanggal Data Masalah Etiologi PRE OPERATIF 1 2-9-2013 DS Ibu mengatakan meski anaknya pernah dioperasi pembuatan kolostomi, namun tetap sedikit waswas dengan operasi yang akan dijalani anaknya DO:- Cemas Krisis situasional 2 2-9-2013 DS:- DO: Pasien dengan atresia ani post colostomy Terpasang IV line di tangan kanan Resiko infeksi Prosedur invasif POST OPERATIF PSARP 1 4-9-2013 DS:- DO: Pasien dengan post operasi PSRAP H-0 Pasien mendapatkan terapi IV Tramal 30 mg/kolf Pasien masih tampak tenang Nyeri akut injuri fisik 2 4-9-2013 DS:- DO: Pasien dengan post operasi PSRAP H-0 Terdapat luka PSRAP di daerah anus, luka tertutup tampon, perdarahan (-) Kerusakan integritas jaringan Factor mekanik (luka operasi) 3 4-9-2013 DS:- DO: Pasien dengan post operasi PSRAP H-0 Terdapat luka PSRAP di daerah anus, luka tertutup tampon, perdarahan (-) Resiko perdarahan Efek samping prosedur bedah 4 4-9-2013 DS:- DO: Pasien dengan post operasi PSRAP H-0 Resiko infeksi Tindakan invasif Terdapat luka PSRAP di daerah anus, luka tertutup tampon, perdarahan (-) Terpasang IV long line di ekstremitas atas kiri RENCANA KEPERAWATAN No Diagnosa/ Masalah Kolaboratif Tujuan Intervensi 1 Cemas b/d krisis situasional Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24 jam masalah dapat teratasi dengan kriteria; Coping: Identifikasi pola koping yang efektif Verbalisasi penerimaan situasi Mencari informasi tentang tindakan Melaporkan penurunan perasaan negatif Teaching: Preoperative a. Informasikan pada orang tua pasien tentang tanggal, jam, dan lokasi operasi b. Tentukan pengalaman operasi sebelumnya dan tingkat pengetahuan tentang operasi yang akan dilakukan c. Nilai tingkat kecemasan yang dialami orang tua pasien d. Sediakan waktu bagi pasien untuk bertanya atau berdiskusi e. Jelaskan persiapan operasi (anesthesia, diet bowel preparation, test/lab,dll). 2 Nyeri akut b/d injuri fisik Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 6x24 jam masalah dapat teratasi dengan kriteria; Pain level Lama episode nyeri berkurang Merintih dan menangis menurun RR dbn Nadi dbn Manajemen nyeri: a. Lakukan pengkajian komprehensif terhadap nyeri (PQRST), observasi tanda nonverbal adanya ketidaknyamanan b. Tentukan dampak nyeri terhadap kualitas hidup (ex: tidur, selera makan, aktivitas, kognisi, mood, dll) c. Sediakan informasi tentang nyeri, misalnya penyebab, onset dan durasi nyeri, antisipasi ketidaknyamanan karena prosedur tertentu d. Kontrol factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon klien terhadap ketidaknyamanan (ex: suhu ruang, kebisingan, cahaya) e. Tingkatkan istirahat dan tidur. f. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan g. Evaluasi efektivitas intervensi h. Kolaborasikan pemberian analgetik 3 Kerusakan integritas jaringan b/d factor mekanik (luka operasi) Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 6x24 jam masalah dapat teratasi Wound Care Catat karakteristik luka,meliputi drainase, warna ,ukuran, dengan kriteria; Wound healing:primary intention Keutuhan kulit baik Pus tidak ada Kemerahan di sekitar luka tidak ada Edema pada luka tidak ada
dan bau Basuh luka dengan cairan normal saline Sediakan perawatan pada area incisi Berikan salep yang sesuai pada kulit/luka Pertahankan teknik dressing steril saat perawatan luka Bandingkan dan catat perubahan pada luka secara teratur Monitor luka tiap kali dilakukan dressing Ajarkan pada pasien dan keluarga tentang prosedur perawatan luka Resiko perdarahan b/d efek samping prosedur bedah Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 6x24 jam masalah dapat teratasi dengan kriteria; Perdarahan tidak terjadi Bleeding Precautions a. Monitor adanya perdarahan b. Catat nilai hemoglobin dan hematokrit sebelum dan sesudah kehilangan darah c. Monitor tanda perdarahan persisten d. Monitor nilai PTT, fibrinogen, angka trombosit e. Monitor vital sign f. Pertahankan bedrest selama perdarahan aktif g. Kelola produk darah (trombosit atau FFP) jika dibutuhkan h. Lindungi pasien dari trauma yang dapat mengakibatkan perdarahan i. Kelola pemberian terapi medikasi j. Anjurkan keluarga untuk segera mencari pertolongan jika terjadi perdarahan Pemberian Produk darah Verifikasi order dari dokter Dapatkan/verifikasi informed consent dari pasien Verifikasi bahwa produk darah sudah disiapkan, tipe sesuai, dan sudah di-cross-match-kan Instruksikan pada pasien tentang tanda dan gejala reaksi transfuse Dahului pemberian produk darah dengan normal saline dan berikan normal saline sesudahnya Hindari transfuse lebih dari satu unit darah/produk darah pada waktu yang sama, kecuali diperlukan bagi kondisi pasien Monitor tanda vital Jaga universal precautions Resiko infeksi b/d tindakan invasif Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 6x24 jam masalah dapat teratasi dengan kriteria; Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi OT menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi Jumlah leukosit normal Status imun, gastrointestinal, Genitourinaria normal
Kontrol infeksi a. Terapkan unversal precaution b. Batasi pengunjung bila perlu c. Beri higiene yang baik d. Monitor tanda dan gejala infeksi (local dan sistemik) e. Ajarkan teknik cuci tangan f. Ajarkan pada pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi dan kapan harus melaporkannya kepada petugas g. Kolaborasi dokter bila ada tanda infeksi
Proteksi infeksi h. Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan prosedur. i. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing j. Tingkatkan cairan dan nutrisi k. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase l. Pertahankan teknik aseptic dalam tiap tindakan m. Ganti peralatan perawatan pasien per prosedur protocol n. Lakukan pemeriksaan kultur bila suspek infeksi dan laporkan hasilnya pada petugas yang berwenang o. Tingkatkan intake nutrisi dan cairan p. Tingkatkan tidur dan istirahat q. Kelola pemberian antibiotic r. Ajarkan pada pasien dan keluarga cara menghindari infeksi s. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
CATATAN PERKEMBANGAN
DIAGNOSA KEPERAWATAN: CEMAS No Hari/Tanggal Jam Implementasi Evaluasi 1 Senin, 2-9-2013 15.00 Menilai tingkat kecemasan yang dialami orang tua pasien Menginformasikan pada orang tua pasien tentang tanggal, jam, dan lokasi operasi Menentukan pengalaman operasi sebelumnya dan tingkat pengetahuan tentang operasi yang akan dilakukan S: Ibu mengatakan cukup jelas dengan penjelasan dokter dan perawat tentang prodesur operasi Ibu mengatakan meski anaknya pernah dioperasi pembuatan kolostomi, namun tetap sedikit waswas dengan operasi yang akan dijalani anaknya O:- A: masalah cemas teratasi sebagian P: Sediakan waktu bagi pasien untuk bertanya atau berdiskusi Jelaskan persiapan operasi (anesthesia, diet bowel preparation, test/lab,dll). 2 Selasa, 3-9-2013 16.00 Menjelaskan persiapan operasi (anesthesia, diet bowel preparation, test/lab,dll). Menyediakan waktu bagi pasien untuk bertanya atau berdiskusi S: Ibu pasien mengatakan sedikit cemas bila mengingat prosedur yang akan dijalani anaknya besok O: A: masalah teratasi sebagian P: Dampingi anak dan OT hingga ruang persiapan operasi.
DIAGNOSA KEPERAWATAN: NYERI AKUT No Hari/Tanggal Jam Implementasi Evaluasi 1 Rabu, 4-9-2013 15.00
Melakukan pengkajian komprehensif terhadap nyeri (PQRST), observasi tanda nonverbal adanya ketidaknyamanan Mengontrol factor lingkungan yang dapat S: ibu mengatakan anaknya tidak rewel setelah operasi O: Anak tampak tidur tenang Analgesik IV Tramal 30 mg/kolf
mempengaruhi respon klien terhadap ketidaknyamanan (ex: suhu ruang, kebisingan, cahaya) Mengelola pemberian analgesic IV Tramal 30 mg/kolf TTV: t: 36.7 o C, N: 132x/menit, RR: 28x/menit A: masalah teratasi sebagian P: Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan Evaluasi efektivitas intervensi
2 Kamis, 5-9-2013 21.00 Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan Evaluasi efektivitas intervensi Mengontrol factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon klien terhadap ketidaknyamanan (ex: suhu ruang, kebisingan, cahaya) S: - O: Anak tampak tidur tenang Analgesik IV Tramal 30 mg/kolf TTV: t: 36.2 o C, N: 128x/menit, RR: 28x/menit A: masalah teratasi sebagian P: Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan Evaluasi efektivitas intervensi
DIAGNOSA KEPERAWATAN: KERUSAKAN INTEGRITAS JARINGAN No Hari/Tanggal Jam Implementasi Evaluasi 1 Kamis, 5-9-2013 11.00 Melepas tampon Melakukan perawatan luka dengan NaCl 0.9% dan betadine serta bactigrass. Mempertahankan teknik steril saat perawatan luka Mencatat karakteristik luka S:- O: Aff tampon (+), perdarahan (-), perawatan luka dengan bactigrass (+) Karakteristik luka: kemerahan (-), bengkak (-), discharge (-), pus (-), dehisensi (-) A: masalah kerusakan integritas jaringan teratasi sebagian P: Rawat luka dengan bactigrass Catat karakteristik luka Bandingkan dan catat perubahan luka 2 Jumat, 6-9-2013 09.00 Melakukan perawatan luka dengan NaCl 0.9% dan betadine serta bactigrass. Mempertahankan teknik steril saat perawatan luka Mencatat karakteristik luka S:- O: Perawatan luka dengan bactigrass (+), luka tutup dengan kasa dan plester, perdarahan (-), Karakteristik luka: kemerahan (-), bengkak (-), discharge (-), pus (-), dehisensi (-) A: masalah kerusakan integritas jaringan teratasi sebagian P: Rawat luka dengan bactigrass Catat karakteristik luka Bandingkan dan catat perubahan luka 3 Sabtu,7-9-2013 Melakukan perawatan luka dengan NaCl 0.9% dan betadine serta bactigrass. Mempertahankan teknik steril saat perawatan luka Mencatat karakteristik luka S:- O: Perawatan luka dengan bactigrass (+),luka tutup dengan kasa dan plester, perdarahan (-), Karakteristik luka: kemerahan (-), bengkak (-), discharge (-), pus (-), dehisensi (-) A: masalah kerusakan integritas jaringan teratasi sebagian P: Catat karakteristik luka Bandingkan dan catat perubahan luka 4 Senin,9-9-2013 Melakukan perawatan luka dengan NaCl 0.9% dan betadin Mengajarkan pada pasien dan keluarga tentang prosedur perawatan luka dan pemberian salep S:Ibu pasien mengatakan sudah paham tentang cara pemberian salep O: Perawatan luka dengan salep (+), luka terbuka, Mempertahankan teknik steril saat perawatan luka Mencatat karakteristik luka perdarahan (-), Karakteristik luka: kemerahan (-), bengkak (-), discharge (-), pus (-), dehisensi (-) A: masalah kerusakan integritas jaringan teratasi sebagian P: Rawat luka dengan bactigrass Catat karakteristik luka Bandingkan dan catat perubahan luka 5 Selasa,10-9-2013
DIAGNOSA KEPERAWATAN: RESIKO PERDARAHAN No Hari/Tanggal Jam Implementasi Evaluasi 1 Senin, 2-9-2013 16.30
18.00
20.00 Melakukan pemasangan IV line (KAEN 3B 20 tpm/micro) Mengambil sampel darah untuk pemeriksaan DL, PTT, APTT, ureum, kreatinin, SGOT, SGPT, protein total, albumin, dan cross test Mengelola pemberian terapi IV: Dycinon 1 cc, Asam tranexamat 2 cc Mengukur vital sign Memonitor hasil lab (PTT, APTT, Hemoglobin, Hematokrit, dan trombosit) Melaporkan hasil lab pada dr.E S: O: Pasien pro PSARP tanggal 4 September 2013 PTT: 12.5 detik, APTT: 32.9 detik, trombosit: 507 ribu/ L, HGB: 10.9 g/dL, Hmt: 31.2 % Sampel cross (+) TTV: t: 36.7 o C, N: 132x/menit, RR: 28x/menit A: masalah resiko perdarahan teratasi P: Kelola pemberian terapi medikasi 2 Selasa,3-9-2013 18.00
18.30 Mengelola pemberian terapi IV: Dycinon 1 cc, Asam tranexamat 2 cc Mengukur vital sign Mengelola pemberian PRC 80 cc (golongan darah O, stock: 131583091) S: O: Pasien pro PSARP tanggal 4 September 2013 IVFD KAEN 3B 20 tpm (micro) Tranfusi PRC 80 cc (+), (golongan darah O, stock: 131583091) TTV: t: 36.5 o C, N: 128x/menit, RR: 28x/menit A: masalah resiko perdarahan teratasi P: Kelola pemberian terapi medikasi 3 Rabu, 4-9-2013 14.00
18.00
20.30 Memonitor adanya perdarahan pada luka post PSARP Menganjurkan OT untuk segera melaporkan apabila terjadi perdarahan pada luka post PSARP Memonitor restrain pada ekstremitas bawah pasien dengan bedong Mengelola pemberian terapi IV: Dycinon 1 cc, Asam tranexamat 2 cc Memonitor restrain dan adanya perdarahan S: O: Luka post PSARP (+), tampon (+), perdarahan (-) Restrain ekstremitas bawah (+) TTV: t: 36.7 o C, N: 132x/menit, RR: 28x/menit A: masalah resiko perdarahan teratasi P: Monitor adanya perdarahan Monitor restrain ekstremitas bawah Kelola pemberian terapi medikasi 4 Kamis, 5-9-2013 21.00
06.00 Memonitor restrain dan adanya perdarahan Mengukur vital sign Memonitor restrain dan adanya perdarahan Mengukur vital sign S: O: Luka post PSARP (+), Aff tampon (+), perdarahan (-) Restrain ekstremitas bawah (+) TTV: t: 36.2 o C, N: 128x/menit, RR: 28x/menit Terapi dycinon dan Asam traneksamat STOP A: masalah resiko perdarahan teratasi P: Monitor adanya perdarahan Monitor restrain ekstremitas bawah 5 Jumat, 6-9-2013 L 6 Sabtu,7-9-2013 14.00
Memonitor adanya perdarahan pada luka post PSARP Memonitor restrain pada ekstremitas bawah pasien dengan bedong S:- O: Luka post PSARP (+), tutup dengan bactigrass, kasa,
18.00 Mengukur vital sign Memonitor restrain dan adanya perdarahan Mengukur vital sign dan plester, perdarahan (-) Restrain ekstremitas bawah (+) TTV: t: 36.4 o C, N: 128x/menit, RR: 30x/menit A: masalah resiko perdarahan teratasi P: Monitor adanya perdarahan Monitor restrain ekstremitas bawah 7 Minggu, 8-9-2013 14.00
18.00 Memonitor adanya perdarahan pada luka post PSARP Memonitor restrain pada ekstremitas bawah pasien dengan bedong Mengukur vital sign Memonitor restrain dan adanya perdarahan Mengukur vital sign S: O: Luka post PSARP (+), tutup dengan bactigrass, kasa, dan plester, perdarahan (-) Restrain ekstremitas bawah (+) TTV: t: 36.4 o C, N: 128x/menit, RR: 28x/menit Terapi dycinon dan Asam traneksamat STOP A: masalah resiko perdarahan teratasi P: Monitor adanya perdarahan Monitor restrain ekstremitas bawah 8 Senin,9-9-2013 14.00
18.00 Memonitor adanya perdarahan pada luka post PSARP Memonitor restrain pada ekstremitas bawah pasien dengan bedong Mengukur vital sign Memonitor restrain dan adanya perdarahan Mengukur vital sign S: O: Luka post PSARP (+), perawatan luka terbuka dengan salep, perdarahan (-) Restrain ekstremitas bawah (+) TTV: t: 36.2 o C, N: 128x/menit, RR: 28x/menit A: masalah resiko perdarahan teratasi P: Monitor adanya perdarahan Monitor restrain ekstremitas bawah 9 Selasa,10-9-2013
DIAGNOSA KEPERAWATAN: RESIKO INFEKSI No Hari/Tanggal Jam Implementasi Evaluasi Senin,2-9-2013 15.00
16.00
20.00 Mengajarkan OT tentang cuci tangan Membatasi jumlah pengunjung Mengajarkan pada OT tentang tanda dan gejala infeksi dan kapan harus melaporkannya kepada petugas Monitor tanda dan gejala infeksi Menerapkan universal precautions Melakukan pemasangan IV line dengan teknik aseptik Mengelola pemberian ceftriaxone 1 gr dalam D5% 100 cc (habbis dalam jam) S: OT mengatakan sudah menerapkan cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan bayinya O: IV line perifer (+), Tanda-tanda phlebitis pada long line (-) Tanda-tanda infeksi pada colostomy (-) TTV: t: 36.7 o C, N: 132x/menit, RR: 28x/menit A: masalah resiko infeksi teratasi sebagian P: Monitor tanda dan gejala infeksi Kelola pemberian antibiotic
Selasa,3-9-2013 14.00
18.00 Monitor tanda dan gejala infeksi Membatasi jumlah pengunjung Mengelola pemberian ceftriaxone 1 gr dalam D5% 100 cc (habbis dalam jam) S: - O: IV line perifer (+), Tanda-tanda phlebitis pada long line (-) Tanda-tanda infeksi pada colostomy (-) TTV: t: 36.5 o C, N: 128x/menit, RR: 28x/menit A: masalah resiko infeksi teratasi sebagian P: Monitor tanda dan gejala infeksi Kelola pemberian antibiotic Rabu, 4-9-2013 14.00 18.00 Monitor tanda dan gejala infeksi Mengelola pemberian terapi antibiotic IV: a. Ceftriaxone 1 gr dalam D5% 100 cc (habbis dalam S: OT mengatakan sudah menerapkan cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan bayinya O: jam) b. Metronidazole 15 cc c. Gentamicin 20 mg IV line perifer (+), Tanda-tanda phlebitis pada long line (-) Tanda-tanda infeksi pada colostomy (-) Luka post PSARP (+), tertutup kasa dan plester TTV: t: 36.7 o C, N: 132x/menit, RR: 28x/menit A: masalah resiko infeksi teratasi sebagian P: Monitor tanda dan gejala infeksi Kelola pemberian antibiotic
Kamis, 5-9-2013 21.00 06.00 Monitor tanda dan gejala infeksi Mengelola pemberian terapi antibiotic IV: a. Metronidazole 15 cc b. Gentamicin 20 mg S: - O: Luka PSA (+), perawatan luka dengan Bactigrass (+), luka tertutup kasa dan plester Tanda-tanda infeksi pada colostomy (-) Tanda-tanda phlebitis pada long line (-) TTV: t: 36.2 o C, N: 128x/menit, RR: 28x/menit A: masalah resiko infeksi teratasi sebagian P: Monitor tanda dan gejala infeksi Kelola pemberian antibiotic Jumat, 6-9-2013 Sabtu,7-9-2013 14.00 18.00 Monitor tanda dan gejala infeksi Mengelola pemberian terapi antibiotic IV: a. Ceftriaxone 1 gr dalam D5% 100 cc (habis dalam jam) b. Metronidazole 15 cc c. Gentamicin 20 mg S: - O: Luka PSA (+), perawatan luka dengan Bactigrass (+) oleh dinas pagi, luka tertutup kasa dan plester Tanda-tanda phlebitis pada long line (-) Tanda-tanda infeksi pada colostomy (-) TTV: t: 36.4 o C, N: 128x/menit, RR: 30x/menit A: masalah resiko infeksi teratasi sebagian P: Monitor tanda dan gejala infeksi Kelola pemberian antibiotic Rawat luka dengan Bactigrass Minggu, 8-9-2013 14.00 18.00 Monitor tanda dan gejala infeksi Mengelola pemberian terapi antibiotic IV: a. Ceftriaxone 1 gr dalam D5% 100 cc (habis dalam jam) b. Metronidazole 15 cc c. Gentamicin 20 mg S: - O: Luka PSA (+), luka tertutup bactigrass, kasa dan plester Tanda-tanda phlebitis pada long line (-) Tanda-tanda infeksi pada colostomy (-) TTV: t: 36.4 o C, N: 128x/menit, RR: 28x/menit A: masalah resiko infeksi teratasi sebagian P: Monitor tanda dan gejala infeksi Kelola pemberian antibiotic Senin,9-9-2013 16.00
18.00 Melakukan perawatan luka post PSA Melakukan perawatan pada insersi IV long line Monitor tanda dan gejala infeksi Mengajarkan OT cara melakukan vulva higiene Mengelola pemberian terapi antibiotic IV: a. Ceftriaxone 1 gr dalam D5% 100 cc (habis dalam jam) b. Metronidazole 15 cc c. Gentamicin 20 mg S: OT mengatakan memahami cara melakukan vulva hygiene dan perawatan luka operasi dengan salep O: Luka PSA (+), pus (-), perawatan luka terbuka dengan salep (+) Spoeling DC dengan gentamicin 20 mg + NaCl 50 cc (+) oleh dinas pagi Tanda-tanda phlebitis pada long line (-) Tanda-tanda infeksi pada colostomy (-) TTV: t: 36.2 o C, N: 128x/menit, RR: 28x/menit A: masalah resiko infeksi teratasi sebagian P: Monitor tanda dan gejala infeksi Kelola pemberian antibiotik Selasa,10-9-2013 DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainul. 2010. Gambaran Jenis Atresia Ani Pada Penderita Atresia Ani Di Rsup H. Adam Malik Tahun 2008-2010. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara McCloskey, J.C, Bulechek, G.M. (2004) Nursing Intervention Classification (NIC) 4 th