DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FKUP/RS. HASAN SADIKIN BANDUNG
Laporan Kasus Longitudinal Divisi : Kardiologi Oleh : Mira Haryanti Hartadi Pembimbing : dr. Armijn Firman, SpA Dr. dr. Sri Endah Rahayuningsih, SpA(K),MKes dr. Rahmat Budi Kuswiyanto, SpA(K),MKes Hari/Tanggal : Senin/15 Juli 2013
DOUBLE AORTI C ARCH PADA REMAJA: DIAGNOSIS DAN MANIFESTASI KLINIS
PEMAPARAN KASUS Seorang anak laki-laki berusia 11 tahun dirujuk dari RS Salamun dengan diagnosis gagal jantung karena penyakit jantung rematik. Penderita datang ke RS Salamun dengan keluhan utama sesak nafas disertai bengkak di seluruh tubuh yang diawali pada kedua tungkai yang menyebar keseluruh tubuh hingga ke kedua kelopak mata dan kebiruan di bibir dan ujung-ujung jari tangan dan kaki, karena ruang perawatan penuh penderita langsung dirujuk ke RS Dr. Hasan Sadikin. Selama kurang lebih satu tahun sebelum masuk rumah sakit penderita sering dibawa ke dokter umum di klinik dekat rumah karena keluhan batuk berulang, sesak, dan mudah lelah apabila beraktivitas berat. Riwayat panas badan, nyeri tenggorokan, muncul ruam kemerahan di kulit, nyeri sendi yang berpindah-pindah, maupun benjolan pada tungkai tidak ada. Riwayat alergi pada penderita maupun anggota keluarga lainnya tidak ada. Asupan nutrisi penderita sehari-hari sekitar 3.000 kkal/hari (dietary recall). Imunisasi dasar penderita lengkap (BCG, DPT 3x, Polio3x, Hepatitis B 3x, Campak) dan telah mengikuti imunisasi Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS). Perkembangan penderita terlambat dibandingkan teman sebayanya, terutama dalam kemandirian dan motorik halus. Berat badan saat pertama kali dirawat (15 Juli 2012) 45 kg, tinggi badan 142 cm. Skrining pertumbuhan menggunakan grafik WHO reference 2007 didapatkan TB/U < -1 SD an BMI/U >2 SD. Dari pemeriksaan fisis tanda vital didapatkan takikardia (nadi teraba kecil, lemah) dan takipnea dengan saturasi oksigen 9495% (dengan O 2
lembab 2L/menit/nasal kanul), didapatkan gingivitis marginalis kronis dan jari tabuh. Bunyi jantung murni regular (tidak ada murmur). Tidak didapatkan wajah dismorfik. Penderita belum
2
mengalami perkembangan seksual sekunder. Pemeriksaan darah rutin, fungsi hepar, fungsi ginjal, faktor koagulasi, dan elektrolit dalam batas normal. Rontgen toraks memperlihatkan kardiomegali dengan pembesaran ventrikel kanan serta tidak tampak tuberkulosis paru aktif. Pemeriksaan EKG menunjukkan sinus takikardi, aksis deviasi ke kanan, serta pembesaran ventrikel dan atrium kanan. Ekokardiografi menunjukkan terdapat regurgitasi katup trikuspid, pulmonal, dan mitral dengan hipertensi pulmonal berat (pressure gradient pada arteri pulmonal 70 mmHg). Penderita didiagnosis kerja sebagai gagal jantung yang diduga disebabkan oleh HAP primer (penyebab sekunder belum dapat ditemukan), kemudian diberi furosemid 2 x 20 mg (pada awalnya intravena setelah stabil menjadi per oral) dan sildenafil 3 x 20 mg per oral. Sildenafil diresepkan dengan resep umum dan orangtua bersedia untuk membeli. Pada hari perawatan ke-7 penderita dipulangkan dengan kondisi perbaikan dan dianjurkan untuk kontrol kembali ke poli kardiologi.
SILSILAH KELUARGA Penderita merupakan anak bungsu dari 2 bersaudara, kakak penderita laki-laki saat ini berusia 22 tahun, sehat. Ayah penderita berusia 48 tahun sedangkan ibu 43 tahun. Ayah merupakan anak pertama dari 5 bersaudara sedangkan ibu anak keempat dari 8 bersaudara, adik kandung ibu ke-7 dan ke-8 sudah meninggal dunia karena sakit panas saat masih anak-anak Kondisi kesehatan orang tua penderita saat ini baik. Riwayat penyakit jantung maupun keterbelakangan mental di keluarga tidak ada (Lampiran 1).
FAKTOR LINGKUNGAN DAN PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR Ibu berusia 43 tahun, beragama Islam, suku Sunda, dengan pendidikan terakhir SD. Saat hamil ibu merasa sehat dan teratur memeriksakan kehamilan ke bidan. Ibu tidak mengkonsumsi obat selain vitamin dari Bidan atau jamu selama hamil. Ibu tidak memiliki riwayat kencing manis, darah tinggi, ataupun penyakit jantung, dan tidak merokok. Kontrasepsi yang digunakan sebelum hamil yaitu KB suntik 3 bulan, dan telah dihentikan sebelumnya karena sudah merencanakan kehamilan. Sehari-hari ayah dan ibu bekerja sebagai petani sayuran, penghasilan keluarga kurang 3
lebih Rp 5.000.000,- per bulan. Ibu bersifat ramah, penyayang, kooperatif namun kurang memiliki waktu bersama penderita karena lebih sering meninggalkan penderita bekerja. Ayah berusia 48 tahun, beragama Islam, suku Sunda, pendidikan terakhir SGO (Sekolah Guru Olah raga), sebelumnya bekerja sebagai guru olah raga di SD Sukamulya. Kakak pertama penderita berusia22 tahun bekerja wiraswasta. Sejak kecil, penderita diasuh oleh saudara sepupu ayah yang tinggal berdekatan dengan rumah penderita, karena kedua orang tua penderita bekerja di ladang dari pagi sampai sore. Bibi penderita yang mengasuh sejak kecil sangat menyayangi penderita, dan bersama kedua orangtua penderita selalu berusaha memenuhi kebutuhannya, meskipun tahu bahwa penderita memiliki keterbelakangan mental. Bibi penderita saat ini berusia 45 tahun, beragama Islam, suku Sunda, pendidikan terakhir SMA, ibu rumah tangga, dan memiliki anak yang berusia 2 tahun lebih tua dibandingkan penderita, sehat. Penderita tinggal di rumah milik pribadi, didaerah Setiabudi, Kabupaten Bandung Barat. Rumah tersebut memiliki ventilasi yang baik dan sanitasi yang cukup memadai, dihuni oleh 4 orang anggota keluarga. Ukuran rumah kurang lebih 60 m 2 . Penderita tidur di kamar sendiri dengan kasur busa yang diletakkan diatas tempat tidur kayu menggunakan seprai yang diganti satu minggu sekali. Kontak dengan perokok di lingkungan rumah ada, yaitu Ayah yang terbiasa merokok di dalam rumah serta pemuda sekitar rumah yang tinggal berdekatan. Sumber air berasal dari air ledeng untuk keperluan rumah serta air mineral untuk air minum. Jarak rumah penderita dengan tetangganya sangat dekat. Di sekitar rumah penderita terdapat fasilitas umum yang lengkap, baik fasilitas ibadah, sekolah, dan pasar, namun agak jauh dengan fasilitas kesehatan. Fasilitas kesehatan terdekat adalah klinik dokter umum dan RS Salamun yang berjarak 5 km. Penderita pernah bersekolah di SD Sukamulya, yang berjarak kurang lebih 200 m dari rumah penderita, sampai kelas 2 SD, namun tidak dilanjutkan karena penderita sering diejek oleh teman sekolahnya karena sering sakit-sakitan dan bertubuh gemuk sehingga penderita merasa malu sehingga tidak mau bersekolah lagi. Prestasi belajar di sekolah tidak menonjol, bahkan penderita kesulitan dalam mengikuti pelajaran di sekolah, namun karena salah satu guru adalah paman penderita sehingga penderita dinaikkan ke kelas 2. Saat ini kegiatan sehari-hari penderita hanya bermain dan mengaji di masjid dekat rumah.
4
PEMANTAUAN KASUS Paparan hasil pemantauan selama 1 tahun sejak penderita dirawat di RS Dr. Hasan Sadikin dilakukan melalui 2 cara. Pada 6 bulan pertama pemantauan dilakukan berdasarkan data rekam medis poliklinik, sedangkan 6 bulan berikutnya melalui kunjungan ke rumah dan pertemuan saat kontrol ke poliklinik setiap bulan.
Tabel 1 Hasil Pemantauan Pemantauan Masalah medis Masalah non-medis Bulan ke-1 BB: 45 kg TB: 142 cm Batuk berdahak (+), panas badan (-) Ambroxol sirup Asupan nutrisi Penderita dikonsulkan ke divisi Nutrisi dan penyakit metabolik untuk asuhan nutrisi Evaluasi kardiak Keluhan sesak dirasakan saat aktivitas sedang (Modified Ross classII) furosemid dan sildenafil dilanjutkan Hasil echocardiography: MPAP PG 70 mmHg (HAP berat) Pemantauan efek samping obat: elektrolit dalam batas normal, sakit kepala (-) Hasil tes kecerdasan: Borderline disarankan untuk sekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) Evaluasi kebersihan gigi: kontrol ke poliklinik gigi dan mulut dilakukan scalling. Saran: kontrol ulang 1 bulan Orang tua keberatan dalam pembelian sildenafil karena harga yang cukup mahal (Rp 3.000.000,-/bulan) disarankan untuk membeli ke distributor Asupan nutrisi kurang terkendali karena penderita kurang kooperatif Bulan ke-2 BB: 45 kg TB: 142 cm Batuk (+) tidak berdahak Asupan nutrisi Kebutuhan nutrisi: 2.500 kkal/hari Asupan aktual: 3.000 kkal/hari Evaluasi kardiak Keluhan sesak (-) (Modified Ross classI) pemberian sildenafil dikurangi menjadi 2 x 20 mg Pemantauan efek samping obat: Orang tua telah menemukan apotik yang menjual sildenafil dengan harga yang jauh lebih murah (Rp 1.800.000,-/bulan) Asupan nutrisi masih menjadi masalah Penderita tidak mau disekolahkan di SLB karena masih trauma dengan perlakuan teman-teman yang suka mengejek di sekolahnya yang lama
5
elektrolit dalam batas normal, sakit kepala (-) Evaluasi kebersihan gigi: gingivitis perbaikan. Saran: pertahankan kebersihan gigi dan mulut, kontrol tiap 6 bulan Bulan ke-3 BB: 46 kg TB: 142 cm Panas badan 10 hari, batuk (+) Hasil lab: Hb 13,2 g/dL; Ht 41%; L 14.300/mm3; Tr 355.000/mm3; Widal: Salmonella typhi H 1/160; urin rutin dalam batas normal DK/ Demam tifoid, rawat jalan (masih dapat makan minum), Cefixim, parasetamol, dan ambroxol Asupan nutrisi Kebutuhan nutrisi: 2.500 kkal/hari Asupan aktual: 3.000 kkal/hari Evaluasi kardiak Keluhan sesak (-) (Modified Ross classI) terapi dilanjutkan Orang tua memutuskan untuk tidak menyekolahkan penderita ke SLB dan meminta penderita untuk rutin mengaji ke Masjid dekat rumah tiap sore Untuk memudahkan transportasi, orang tua membelikan dan mengajarkan penderita mengendarai sepeda motor Bulan ke-6 BB: 50 kg TB: 143 cm Batuk semakin sering, muntah dahak setiap batuk, panas badan (-) Penderita dikonsulkan ke divisi Respirolog, saran: fisioterapi dada, work up TB (Rontgen toraks, PPD test) skor TB 2 (Rontgen toraks dan batuk lama) disarankan untuk periksa Spirometri dan kultur dan resistensi dahak Asupan nutrisi Kebutuhan nutrisi: 2.500 kkal/hari Asupan aktual: 3.000 kkal/hari Evaluasi kardiak Keluhan sesak (-) (Modified Ross classI) terapi dilanjutkan Pemantauan efek samping obat: elektrolit dalam batas normal, sakit kepala (-) Pola makan penderita belum terbentuk, penderita masih sering makan selingan diantara jadwal makan makan utama, dan terbiasa membeli jajanan di luar. Penderita dan orang tua diberikan penyuluhan untuk merubah pola makan menjadi lebih teratur Bulan ke-7 BB: 53 kg TB: 143 cm Batuk berdahak (+) Hasil spirometri: resriktif berat Hasil kultur sputum: Streptococcus viridans, sensitif terhadap: Cefotaxim, Cefazolin, Eritromisin, dan Meropenem Eritromisin 1 minggu Asupan nutrisi Kebutuhan nutrisi: 2.500 kkal/hari Asupan aktual: 2.800 kkal/hari Pola makan penderita mulai terbentuk, penderita masih sering makan selingan diantara jadwal makan makan utama, namun mulai mengurangi jajan di luar. Penderita dan orang tua diberikan penyuluhan untuk merubah pola makan menjadi lebih teratur PSC 17 didapatkan skor internalisasi 6, eksternalisasi 1, perhatian 1 total 8 6
Evaluasi kardiak Keluhan sesak (-) (Modified Ross classI) terapi dilanjutkan Pemantauan efek samping obat: Hipokalemia KCl, sakit kepala (-) Bulan ke-9 BB: 56 kg TB: 144 cm Batuk berdahak (+) Asupan nutrisi Kebutuhan nutrisi: 2.500 kkal/hari Asupan aktual: 2.800 kkal/hari Evaluasi kardiak Keluhan sesak (-) (Modified Ross classI) Sildenafil 2 x 15 mg Pemantauan efek samping obat: Elektrolit dalam batas normal, sakit kepala (-) Pola makan penderita mulai terbentuk, namun masih sebatas mengurangi jajan di luar. Penderita dan orang tua diberikan penyuluhan untuk merubah pola makan menjadi lebih teratur Bulan ke-1011 BB: 5760 kg TB: 145146 cm Batuk berdahak (+) CT scan toraks dengan kontras Asupan nutrisi Kebutuhan nutrisi: 2.500 kkal/hari Asupan aktual: 2.8003.000 kkal/hari konsultasi ulang divisi Nutrisi dan peny. Metabolik Evaluasi kardiak Keluhan sesak (-) (Modified Ross classI) rencana Echocardiography ulang Pemantauan efek samping obat: Elektrolit dalam batas normal, sakit kepala (-) Pola makan penderita kembali seperti semula, karena penderita agak kurang kooperatif Penderita dan orang tua diberikan penyuluhan untuk mengevaluasi ulang pola makan Hasil PSC 17, internalisasi : 3, eksternalisasi 1, perhatian 1 total 5 Bulan ke-12 BB: 59 kg TB: 146 cm Hasil CT-scan toraks: Double aortic arch, bronkiektasis kateterisasi jantung Asupan nutrisi Kebutuhan nutrisi: 2.500 kkal/hari Asupan aktual: 2.700 kkal/hari Evaluasi kardiak Keluhan sesak (-) (Modified Ross classI) Hasil Echocardiography: MPAP PG 40 mmHg () (HAP ringan) Pemantauan efek samping obat: Elektrolit dalam batas normal, sakit kepala (-) Memberikan penjelasan mengenai penyakit sesuai taraf pemahaman penderita serta keluarga tentang temuan penyakit yang mendasari munculnya gejala-gejala Menjelaskan rencana pengobatan selanjutnya Pola makan penderita mulai terbentuk, selingan di antara makan utama dan jajan di luar sudah mulai dikurangi. Penderita dan orang tua diberikan penyuluhan untuk mempertahankan pola makan yang membaik
7
Tabel 2 Pemantauan Ekokardiografi Parameter Pemantauan Bulan ke-1 Pemantauan Bulan ke-12 MPAP 70 mmHg 40 mmHg EF 68% 66,5% TAPSE 20 mm 20 mm Keterangan: MPAP: mean pulmonary arterial pressure; EF: ejection fraction; TAPSE: tricuspid annular plane systolic excursion.