You are on page 1of 9

PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

JUDUL PROGRAM
............................................................
BIDANG KEGIATAN:
PKM PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
Diusulkan oleh:
Ketua : Abdullah Agung Kurniawan (NIM/ 2012)
Anggota : ................
...................


UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2014



Logo univ
PENGESAHAN PKM-PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

1. Judul Kegiatan :
2. Bidang Kegiatan : PKM-M
3. Ketua Pelaksana Kegiatan
a. Nama Lengkap :
b. NIM :
c. Jurusan :
d. Universitas/Institut/Politeknik :
e. Alamat Rumah dan No Tel./HP :
f. Alamat email :
4. Anggota Pelaksana Kegiatan/Penulis : orang
5. Dosen Pendamping
a. Nama Lengkap dan Gelar :
b. NIDN :
c. Alamat Rumah dan No Tel./HP :
6. Biaya Kegiatan Total
a. Dikti : Rp ...............
b. Sumber lain : Rp ...............
7. Jangka Waktu Pelaksanaan : bulan

Yogyakarta, September 2014

Menyetujui
Wakil/Pembantu Dekan atau Ketua
Jurusan/Departemen/ Program Studi/
Pembimbing Unit Kegiatan Mahasiswa





(........................................................)
NIP/NIK
Ketua Pelaksana Kegiatan







(........................................................)
NIM
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan/
Direktur Politeknik/Ketua Sekolah
Tinggi





(........................................................)
NIP/NIK
Dosen Pendamping







(........................................................)
NIDN

DAFTAR ISI
RINGKASAN
BAB 1. PENDAHULUAN
HIV-AIDS (Human Immunodeficiency Virus Acquired Immunodeficiency
Syndrome) merupakan masalah besar yang mengancam Indonesia dan banyak
negara di seluruh dunia. Jumlah kasus HIV/AIDS di Kota Yogyakarta meningkat
dan semakin mengkawatirkan. Hingga Maret 2014, tercatat ada 714 kasus terjadi
di Kota Yogyakarta, jumlah tersebut meningkat 5,4 persen dari jumlah kasus akhir
tahun lalu yang mencapai 677 kasus. Dari jumlah tersebut, penyebab paling
banyak masih disebabkan karena perilaku seks heteroseksual sebesar 56 persen.
Dengan rata-rata umur penderita antara umur 20 hingga 29 tahun dan 64 persen
dari 714 kasus tersebut diderita oleh laki-laki.
Menurut Kabid Pencegahan dan Penganggulangan Masalah Kesehatan Dinas
Kesehatan Provinsi DIY, Daryanto Kadorie, usia produktif yang terkena kasus
virus HIV dan AIDS tersebut rata-rata sudah terinfeksi lima tahun sebelumnya. Itu
artinya mayoritas dari mereka sudah terjangkit virus HIV dan AIDS sejak di
bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Penyebab utama HIV & AIDS yaitu hubungan seksual dan penggunaan jarum
suntik secara bergantian. Selain itu, HIV-AIDS menyebabkan berbagai krisis
secara bersamaan, krisis kesehatan, krisis pembangunan negara, krisis ekonomi,
pendidikan dan juga krisis kemanusiaan. Dengan kata lain HIV-AIDS
menyebabkan krisis multidimensi.
Komisi Penanggulangan Aids (KPA) DIY telah merangkul berbagai instansi
untuk bisa memberikan penyadaran bagi masyarakat. Terutama berkaitan
pengetahuan HIV/Aids sejak di kalangan remaja. Salah satu langkah yang
dilakukan ialah penerapan kurikulum HIV/Aids bagi pelajar jenjang SMA.
Namun belum diketahui apakah program ini berjalan sesuai yang diharapkan.
Selama ini, upaya-upaya penanggulangan penyakit HIV/AIDS, baik oleh
pemerintah maupun LSM lebih dititikberatkan kepada pendekatan sekuler dan
media semata, katanya. Juga, mereka kurang melakukan pendekatan keagamaan,
baik dalam upaya pencegahan ataupun terapinya, termasuk tidak menyentuh akar
permasalahan penyebab utamanya. Akar itu, menurut ahli psikiater adalah
penyakit mental dan perilaku. Karenanya, integrasi medis dan moral (agama)
adalah pendekatan yang seharusnya diterapkan.
Pemerintah dan berbagai LSM itu seolah-olah memang tulus mengajak
masyarakat untuk menjauhkan diri dari HIV/AIDS. Gunakan kondom, pakai
jarum suntik steril, kalau bisa jangan zina, kalau bisa jangan ganti-ganti pasangan
dan bla, bla, bla lainnya yang kelihatannya hebat dan heroik. Padahal kampanye
itu bukanlah solusi yang benar, bahkan malah mungkin akan semakin
menyuburkan HIV/AIDS. Mengapa? Karena mereka telah memasang kacamata
kuda ketika memandang masalah HIV/AIDS menjadi sebatas masalah kesehatan.
Akhirnya mereka mengabaikan perilaku-perilaku sampah semisal zina,
homoseksual, biseksual, dan sebagainya. Padahal perilaku seperti inilah yang
menjadi penyebab terbesar dari HIV/AIDS.


Adapun tujuan kami mengangkat masalah HIV-AIDS untuk memberikan
informasi mengapa HIV-AIDS perlu mendapat perhatian khusus, serta bagaimana
gejala-gejalanya karena HIV-AIDS adalah penyakit yang sampai saat ini belum
ada obat untuk menanggulanginya dan hanya dapat dilakukan pencegahan, salah
satu cara pencegahan adalah dengan penyuluhan. Selain itu kami juga ingin
mengetahui bagaimana penularan HIV-AIDS, siapa saja yang kemungkinan besar
bisa tertular HIV-AIDS, bagaimana keadaan HIV-AIDS di Indonesia, serta segala
sesuatu yang berhubungan dengan AIDS.
Kurikulum berbasis kompetensi di Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal
Achmad Yani (FK UNJANI) dalam pelaksanaannya terbagi dalam beberapa blok
dan salah satunya adalah Blok 16 Sistem Hematologi dan Imunologi Klinik yang
diberikan pada mahasiswa semester VI tahun ke-3. Tujuan pendidikan dokter
berbasis kompetensi adalah menghasilkan tenaga dokter yang dapat mendiagnosis
dan melakukan penatalaksanaan penyakit mulai dari tingkat sel sampai manusia
seutuhnya dalam masyarakat. Untuk mewujudkan tujuan tersebut maka salah satu
metode pembelajarannya yaitu melalui kegiatan Pembelajaran Luar Kelas (PLK)
dengan melakukan penyuluhan kepada masyarakat khususnya yang mempunyai
risiko tinggi penyebaran HIV-AIDS dalam hal ini siswa SMP sebagai salah satu
pencegahan HIV-AIDS. Pada PLK ini penyuluhan dilakukan di salah satu SMP N
di kota Cimahi, yaitu SMP N 1 Cimahi kelas 8-G.


Sementara itu, Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi DIY, Riswanto,
mengatakan untuk penanggulangan dan antisipasi virus HIV dan AIDS pada usia
produktif pihaknya memberikan buku saku tentang ancaman dan bahaya virus itu
kepada para guru olahraga dan kesehatan di seluruh sekolah di wilayah
Yogyakarta.

"Kita juga berikan ekstrakurikuler untuk sosialisasi pengetahuan virus HIV dan
AIDS di sekolah-sekolah dan materinya disisipkan dalam mata pelajaran Biologi
tentang reproduksi," imbuhnya.



Anggota Tim Asistensi KPA DIY, Yusuf Kusumo Nugroho mengatakan, rencana
ujicoba kurikulum tersebut akan dilakukan pada Juli 2013 mendatang. Masing-
masing kabupaten/kota di DIY akan dipilih 5 SMA dan diajarkan dari kelas X
hingga XII. "Sebelum diajarkan, para guru harus memiliki pengetahuan yang baik
dan benar tentang HIV/Aids. Sehingga kami akan melakukan pelatihan dulu bagi
para guru," ungkapnya di sela Sarasehan Strategi dan Rencana Aksi Daerah
tentang Penanggulangan Aids Kota Yogyakarta 2013-2015, Jumat (19/4).

Guru yang akan mengampu pemberian materi kurikulum HIV/Aids ialah guru
pendidikan jasmani dan olah raga kesehatan (Penjaskes). Dalam hal ini, KPA DIY
menjalin koordinasi dengan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora)
DIY. Selain itu, KPA DIY juga akan memberikan fasilitas bahan ajar yang
terstandarisasi.

Untuk rencana aksi strategi penanggulangan Aids hingga 2015, sebanyak 90
persen anggaran akan digunakan untuk pencegahan. Sedangkan sisanya untuk
perawatan atau pengobatan, mitigasi dan pengembangan lingkungan.
Kepala Bidang Pendidikan Menengah dan Tinggi Disdikpora DIY, Mulyati
Yunipraptiwi menjelaskan, pelatihan bagi guru sebenarnya juga sudah dilakukan.
Akan tetapi, pihaknya juga mengalami kendala. Pasalnya belum ada alokasi dana
untuk sosialisasi maupun penggandaan materi yang diperkirakan membutuhkan
Rp 200 juta.

Meski begitu, pihaknya juga segera mengirimkan surat edaran ke sekolah yang
ada di DIY. Dalam pelaksanaannya, siswa tidak akan terbebani degan materi
pelajaran baru. Melainkan sudah terintegrasi dengan pembelajaran Penjaskes.
Upaya pencegahan HIV/Aids tersebut mendapatkan perhatian karena penderita di
DIY yang cukup tinggi. Pada tahun 2011 terdapat 21.031 penderita HIV dan 7004
penderita Aids. Sedangkan tahun 2012 terdapat 21.511 penderita HIV dan 5.686
penderita Aids. Sementara kasus tertinggi terjadi pada rentang usia 20-29 tahun
dengan 37,8 persen dan usia 30-39 tahun dengan 29,3 persen. (R-9)
108CSR.com - Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) DIY Ristanto
menilai sekolah-sekolah di wilayah kota Yogyakarta masih enggan untuk
mengajarkan materi kesehatan reproduksi kepada siswa-siswanya. Pendidikan
kesehatan reproduksi diharapkan dapat memberi pemahaman kepada pelajar
mengenai dampak hubungan seks bebas terhadap penularan virus HIV.
"Kabupaten lain di DIY membuka diri untuk mengajarkan pendidikan kesehatan
reproduksi melalui kegiatan ekstrakurikuler. Tetapi kota belum," kata Riswanto
saat dijumpai di Kepatihan, Kamis (31/1/2013).
Kesulitan yang sama juga dirasakan Riswanto saat mensosialisasikan fungsi dan
pemakaian kondom kepada siswa. "Itu sangat susah. Soal alat reproduksi ini harus
disampaikan hati-hati karena berkaitan dengan budaya dan moral yang hidup
dalam masyarakat Yogyakarta," kata Riswanto.
Dia menjelaskan, bahwa saat ini penularan virus HIV terbanyak melalui hubungan
heteroseksual. Kecenderungan tersebut berubah sejak 2007 yang masih
didominasi penggunaan jarum suntik secara bergantian sebagai penyebabnya.
Akibat penularan melalui hubungan heteroseksual, jumlah ibu rumah tangga yang
tertular meningkat dari 185 pada 2011 menjadi 198 pada 2012. Sedangkan usia
pelajar yang tertular adalah 14-25 tahun. "Sampai saat ini belum ada terobosan.
Harapan kami, pendidikan kesehatan reproduksi bisa masuk kurikulum
pendidikan," kata Riswanto.
Sebelumnya, materi mengenai HIV AIDS menurut Riswanto telah diajarkan
kepada siswa melalui kurikulum pendidikan. Mereka mendapatkan materi tersebut
melalui mata pelajaran kesehatan jasmani.
Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga DIY R. Kadarmanto Baskara
Aji menjelaskan, bahwa materi mengenai HIV AIDS maupun kesehatan
reproduksi telah disiapkan KPA. Harapannya, materi tersebut bisa disampaikan
kepada pelajar melalui kurikulum tahun ajaran baru 2013 ini. "Bisa melalui
kurikulum muatan lokal. Bisa juga ekstrakurikuler. Tapi kalau masuk kurikulum
syaratnya berat," kata Baskara.
Syarat yang dimaksud adalah tersedianya tenaga pengajar yang mempunyai
standar kompetensi sesuai dengan materi yang diajarkan. Langkah alternatif yang
dilakukan adalah mengintegrasikan kedua materi tersebut di dalam mata pelajaran
pendidikan kesehatan jasmani. "Makanya pengintegrasian sebelumnya belum
efektif dilakukan. Karena belum ada pelatihan bagi guru mengenai materi itu,"
kata Baskara.
Dia berharap dengan pembekalan terhadap guru-guru mengenai materi pendidikan
HIV AIDS dan kesehatan reproduksi bisa diimplementasikan kepada semua
pelajar di kabupaten dan kota.
Sementara itu, Global Fund kembali memperpanjang surat kontrak kerja sama
penanggulangan HIV AIDS dengan KPA DIY pada 2013 ini. Kontrak itu berlaku
dari Juni 2012 hingga 2015. Anggaran yang dikucurkan sebesar Rp 3,5 miliar.
Dana tersebut akan dipergunakan untuk upaya penanggulangan HIV AIDS di kota
Yogyakarta, Sleman, dan Bantul. Lantaran jumlah penderitanya lebih tinggi
ketimbang Gunungkidul dan Kulonprogo. "Kalau dua kabupaten itu kami biayai
melalui APBD," kata Riswanto.(jek/int)
Angka kejadian HIV / AIDS di Indonesia terus mengalami peningkatan. Sebagian
besar penderita masuk dalam golongan usia produktif yaitu 20-29 tahun. Remaja
(15-19 tahun) menduduki urutan ke-5 terbanyak dari semua golongan umur.
Kecenderungan HIV/AIDS untuk ditemukan pada usia yang lebih muda juga
mengalami peningkatan. Karena itu upaya sosialisasi HIV/AIDS pada generasi
muda mutlak diperlukan.

BKKBN sudah berupaya meredam hal tersebut dengan membuat program Pusat
Informasi dan Konseling Remaja. Bahkan, BKKBN ingin setiap kecamatan
memili Pusat Informasi dan Konseling Remaja. Namun belum diketahui apakah
program ini berjalan sesuai yang diharapkan.
Selama ini, upaya-upaya penanggulangan penyakit HIV/AIDS, baik oleh
pemerintah maupun LSM lebih dititikberatkan kepada pendekatan sekuler dan
media semata, katanya. Juga, mereka kurang melakukan pendekatan keagamaan,
baik dalam upaya pencegahan ataupun terapinya, termasuk tidak menyentuh akar
permasalahan penyebab utamanya. Akar itu, menurut ahli psikiater dan guru besar
FKUI ini adalah penyakit mental dan perilaku. Karenanya, integrasi medis dan
moral (agama) adalah pendekatan yang seharusnya diterapkan. (h. v-vi).

Lebih dari itu, penulis menyakini bahwa al-Qur'an dan al-Hadits sebagai sumber
ajaran agama Islam merupakan alternatif yang dapat memberikan solusi dari
segala jenis penyakit, termasuk HIV/AIDS yang hingga kini belum ditemukan
obatnya. Karena itu, ia menawarkan konsep-konsep psikologis yang berasal dari
teks suci agama tersebut, seperti sabar, taqwa, tobat, do'a dan dzikir sebagai
pelengkap terapi medis.
Dikatakan penulis, HIV/AIDS merupakan peringatan dari Allah swt. Adapun
sebab utama penyakit HIV/AIDS itu berasal dari penyimpangan perilaku seksual,
seperti zina, dan homoseksual. Hal itu, sebagaimana tercantum dalam Q.S. al-'Isr'
[17]:32, Q.S. al-Naml [27]: 55 dan al-Syu'ar' [26]:26. "Janganlah kamu
mendekati zina, sesungguhnya zina itu suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan
yang buruk (32); Mengapa kamu (laki-laki) mendatangi (sesama) laki-laki dengan
syahwat yang bukan kepada perempuan? (55), dan Mengapa kamu (laki-laki)
mendatangi jenis laki-laki di antara manusia (26)".
Demikian juga Hadits Nabi (HR. Ibn Mjah, Al-Bazzr dan Baihaq)
menyebutkan hal serupa; "apabila perzinahan (pelacuran dan perilaku seks bebas)
sudah meluas di masyarakat dan dilakukan secara terang-terangan (dianggap
biasa), maka infeksi dan penyakit mematikan yang sebelumnya tidak terdapat
pada zaman nenek moyangnya akan menyebar di antara mereka".
Seraya mengkritik pendekatan sekuler, penulis buku "saku" ini, ingin memberi
pesan, Islam adalah agama yang sempurna. Di mana ia telah memuat semua
permasalahan di dunia ini, dari dahulu hingga kini, termasuk penyakit HIV/AIDS.
Ajaran Islam seperti termaktub dalam Al-Qur`n, dan Hadis Nabi saw. telah
mengingatkan, bahwa penyakit-penyakit yang hingga kini belum ditemukan
obatnya dan berakhir dengan kematian itu sudah disebutkan jauh-jauh hari. (h. 7
dan 14).
Cara pandang deduktif demikian, hampir mewarnai semua tulisan dan setiap
masalah yang diungkap penulisnya. Kasus pornografi dan kondom, dua di antara
contoh yang dapat disebut, selain seks bebas dan pelacuran.
Dari paparan tersebut, analisisnya terlihat kurang tajam dan menyentuh empati
semua pihak, khususnya mereka yang terkena penyakitnya (ODHA). Bahkan
buku ini terkesan menyudutkan salah satu kelompok atau fenomena yang terjadi
berkaitan dengan HIV/AIDS. Apalagi, penulis sendiri yang se-dari awal
mengusung konsep HIV/AIDS dan Islam, tapi tidak membuat bagian khusus
untuk mengkaji secara mendalam tentang keduanya, terutama bagaimana konsep
Islam yang dimaksud.
Yang dilakukan penulis, sekilas hanya mengutip ayat-ayat atau Hadis sebagai
landasan rujukan untuk menunjukkan konsep Islamnya, tapi tidak mengungkap
bagaimana pendapat para ulama (cendekiawan) atau penafsir Al-Qur'n seputar
masalah menghindari zina, seks bebas, atau pelacuran misalnya. Bagaimana
perbedaan para ulama tentang masalah itu, jika memang ada perbedaan. Atau
yang lainnya, seumpama apakah ada sebab-sebab turunnya ayat itu atau tidak.
Begitupun dengan Hadis Nabi, bagaimana situasi ketika Hadis itu disampaikan
Nabi kepada para sahabatnya dan kontekstualisasinya, dan seterunya.
Masalah HIV/AIDS sebenarnya bukan sekadar masalah kesehatan (medis),
namun juga masalah perilaku. Sebab telah terbukti penyebab terbesar penularan
HIV/AIDS adalah perilaku seks bebas, yaitu zina dan homoseksual. (Ali As-
Salus, Mausuah Al-Qadhaya al-Fiqhiyah al-Muashirah, hal. 705). Islam
memandang HIV/AIDS sebagai masalah kesehatan, karena penyakit AIDS
memang berbahaya (dharar) lantaran menyebabkan lumpuhnya sistem kekebalan
tubuh. Berbagai penyakit akan mudah menjangkiti penderitanya yang ujung-
ujungnya adalah kematian. Padahal Islam adalah agama yang melarang terjadinya
bahaya (dharar) pada umat manusia. Rasulullah SAW bersabda,"Tidak boleh
menimpakan bahaya pada diri sendiri dan juga bahaya bagi orang lain dalam
Islam (laa dharara wa laa dhiraara fi al-islam)." (HR Ibnu Majah no 2340,
Ahmad 1/133; hadits sahih). Namun Islam juga memandang HIV/AIDS sebagai
masalah perilaku, karena HIV/AIDS pada sebagian besar kasusnya berawal dan
tersebar melalui perilaku seks bebas yang menyimpang, seperti lesbianisme, gay,
biseksual, dan transgender. Semua perilaku ini adalah perbuatan kotor dan tercela
dalam pandangan Islam. Semuanya adalah tindakan kriminal yang layak
mendapat hukuman yang tegas. (Imam Al-Ajiri, Dzamm Al-Liwath, Kairo:
Maktabah Al-Qur`an, 1990, hal. 22; Mahran Nuri, Fahisyah al-Liwath, hal. 2;
Abdurrahman Al-Maliki, Nizham Al-Uqubat, hal. 18-20).
Solusi Islam ini jelas berbeda berbeda dengan solusi model sekular-liberal selama
ini. Solusi ini hanya memandang HIV/AIDS sebagai masalah kesehatan, bukan
masalah perilaku. Maka solusinya hanya terkait dengan persoalan kesehatan
semata, misalnya kondomisasi, pembagian jarum suntik steril, kampanye bahaya
AIDS, dan yang semisalnya. Sedang perilaku seks bebas seperti lesbianisme, gay,
biseksual, dan transgender dianggap tidak ada masalah, tidak perlu dihukum, dan
dianggap tak ada hubungannya dengan penanggulangan HIV/AIDS. Jelas solusi
ini adalah solusi yang dangkal dan bodoh.
Dikatakan "dangkal" karena solusi yang ada berarti hanya menyentuh fenomena
permukaan yang nampak secara empiris. Tidak menyentuh persoalan yang lebih
mendalam dan hakiki, yaitu persoalan nilai-nilai kehidupan (morality) dan gaya
hidup (life style) yang terekspresikan lewat seks bebas.
Dan dikatakan "bodoh" karena solusi tersebut berarti memerosotkan derajat
manusia setara dengan binatang. Karena perilaku yang jelas-jelas bejat seperti
lesbianisme, gay, biseksual, dan transgender dianggap legal dan sah-sah saja
dilakukan. Padahal semua perilaku sampah itu hakikatnya adalah
mempertuhankan hawa nafsu dan membunuh akal sehat. Bukankah ini suatu
kebodohan? Firman Allah SWT (artinya) : "Terangkanlah kepadaku tentang
orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu
dapat menjadi pemelihara atasnya? Atau apakah kamu mengira bahwa
kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami? Mereka itu tidak lain,
hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (daripada
binatang ternak itu). (QS Al-Furqaan : 43-44).
Jadi, mengatasi HIV/AIDS hanya sebagai masalah kesehatan tanpa
mempersoalkan perilaku seks bebas yang menyertainya, adalah solusi dangkal
dan bodoh.
Sayang sekali, solusi dangkal dan bodoh inilah yang justru diadopsi oleh
pemerintah dan berbagai LSM komprador asing. Solusi ini sebenarnya hanya
strategi impor dari kaum kafir penjajah, dengan perspektif sekuler-liberal (versi
UNAIDS). Namanya saja yang keren, "Strategi Nasional Penanggulangan HIV
dan AIDS." Tapi intinya bukan penanggulangan yang serius, melainkan sekedar
kedangkalan dan kebodohan.
Pemerintah dan berbagai LSM itu seolah-olah memang tulus mengajak
masyarakat untuk menjauhkan diri dari HIV/AIDS. Gunakan kondom, pakai
jarum suntik steril, kalau bisa jangan zina, kalau bisa jangan ganti-ganti pasangan
dan bla, bla, bla lainnya yang kelihatannya hebat dan heroik. Padahal kampanye
itu bukanlah solusi yang benar, bahkan malah mungkin akan semakin
menyuburkan HIV/AIDS. Mengapa? Karena mereka telah memasang kacamata
kuda ketika memandang masalah HIV/AIDS menjadi sebatas masalah kesehatan.
Akhirnya mereka mengabaikan perilaku-perilaku sampah semisal zina,
homoseksual, biseksual, dan sebagainya. Padahal perilaku seperti inilah yang
menjadi penyebab terbesar dari HIV/AIDS.
Maka, itikad pemerintah dalam menanggulangi HIV/AIDS sangat patut
diragukan, selama mereka masih mentolerir perilaku bejat yang menjijikkan
semisal lesbianisme, gay, biseksual, transgender dan semacamnya. Maka, selama
HIV/AIDS hanya dipandang masalah kesehatan, tanpa ada usaha untuk
menghapuskan perilaku seks bebas, maka penanggulangan HIV/AIDS apa pun
dan bagaimana pun juga strateginya, sudah pasti ditakdirkan gagal. Pasti. Sebab
selain menyalahi fakta keras yang ada, bahwa HIV/AIDS tak dapat dilepaskan
dari zina dan liwath (homoseksual), penanggulangan semacam itu juga
menyimpang dari ajaran Islam. Setiap penyimpangan dari Islam tak akan pernah
menemui keberhasilan, tapi hanya berbuah kegagalan di dunia dan akhirat.
Firman Allah SWT (artinya),"Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi
perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan [di dunia] dan azab yang pedih [di
akhirat]." (QS An Nuur : 63).

You might also like