08 Oktober 2014 Garis Besar Perkuliahan Konsep Maladministrasi Bentuk Maladministrasi Kesalahan Pribadi dan Kesalahan Jabatan Tanggung Jawab Pribadi dan Tanggung Jawab Jabatan Landasan Hukum Maladministrasi sebagai Perbuatan Melawan Hukum
Konsep Maladministrasi Konsep Maladministrasi pertama kali diintrodusir tahun 1967, ketika Pemerintah Inggris membentuk Parlimentary Commission for Administration (The Ombudsman)dikaitkan dengan tindakan menyimpang aparat yang tidak mengindahkan/tidak mengikuti norma-norma perilaku yang baik; Bad decision are bad administration and bad administration is maladministration...bad decision goes the bad rule, fallacy statutory regulation [Wade, 2000] Contoh: Departemen Dalam Negeri pada tahun 1975 melakukan Pencabutan Izin Televisi (Revocation of Television Licenses), sebelum habis masa berlakunya, agar memperbarui izin tersebut. Dari hasil pemeriksaan, Departemen Dalam Negeri tidak memberikan public proper warning, bahkan mengatakan hal tersebut sebagai illogically, dan mengulangi hal yang sama dengan mencabut 36.000 licenses. Pelayanan yang jelek, yang dilakukan oleh pejabat publik Pandangan Konsep Maladministrasi K.C. Wheare Maladministration may be described as, administrative action (or inaction) based on or influenced by improper considerations or conduct E.L Sykes The most appropriate general description is that his work is directed at the correction of case of maladministration a term which has been described as including bias, neglect, delay, inattention, incompetence, ineptitude, perversity, turpitute, and arbitrariness Ombudsman Eropa Maladministration occurs when public body fail to act in accordance with the rule or principle binding on it (penyimpangan terjadi apabila institusi publik tidak berhasil melakukan kewajiban undang-undang atau asas-asas yang mengikat pejabat publik terkait) Ombudsman Eropa menetapkan code of good administrative behavior (kode etik perilaku), namun sesuai dengan konstitusi Eropa, Pasal 195 ayat (1) Mahkamah Eropa (Court of Justice) hanya memiliki wewenang menyelesaikan sengketa setelah pengadilan yang berwenang dari negara anggota tidak berhasil menyelesaikan sengketa maladministrasi. Di Belanda, dalam pengawasan pelayanan publik lebih menekankan pada asas rechtmatigheid yang ditujukan untuk pengawasan penggunaan wewenang. Maladministrasi berkaitan dengan pengawasan perilaku aparat (overheid gedrag), jadi ditujukan pada person nyamengindahkan norma-norma umum perilaku yang baik/ Jadi terdapat pengawasan penggunaan wewenang berdasarkan asas rechmatigheid, dan pengawasan perilaku aparat yang dilandasi oleh norma umum perilaku yang baik. Bentuk Maladministrasi Perilaku (behaviour) aparat dalam melaksanakan tugas pemerintahan, maupun dalam kaitan tugas pelayanan publik, oleh karena itu ukuran tindakan dikaitkan dengan norma perilaku aparat. Dibedakan antara norma perilaku aparat (ditujukan pada tindakan yang dapat dikualifikasikan sebagai tindakan maladministrasi) dan norma pemerintahan (ditujukan pada legalitas tindakan pemerintahan) Pandangan Bentuk Maladministrasi Sykes Bias (berprasangka buruk); Neglect (pengabaian); Delay (penundaan); inattention (tidak menaruh perhatian); Incompetence (tidak mempunyai kompetensi); Ineptitude (tindakan bodoh); Perversity (Perbuatan yang tidak wajar); Turpitude (perbuatan keji); Arbitratiness (sewenang-wenang) K.C. Wheare Improper consideration (pertimbangan yang tidak layak) meliputi: arbitrariness, malice or bias, including discrimination. Improper conduct (tindakan yang tidak patut) meliputi neglect (pengabaian), unjustifiable delay (penundaan berlarut), failure to observe relevant rules and procedures (gagal dalam menjalankan aturan hukum dan prosedur yang relevan), failure to take relevant consideration into account (gagal mengambil pertimbangan yang relevan), failure to establish or review procedures where the duty or obligation on a body to do so (gagal meletakkan atau untuk menguji prosedur yang merupakan tugas dan kewajiban badan pemerintah ) Sir William Amstrong Failure to answer a letter, losing the papers or part of them, giving misleading statements to citizens about their legal position, delay in reaching a decision, exhibiting bias, giving incomplete or ambiguous instructions to the officer who is applying the rule, getting the facts of the case wrong, or failing to take facts into account which the department should have taken into account. Pandangan Bentuk Maladministrasi Ombudsman Eropa [Code of Good Administrative Behaviour] 1. Wajib melaksanakan undang-undang serta prosedur yang telah ditentukan (lawfulness principle); 2. Dalam mengambil keputusan selalu menjunjung tinggi persamaan serta perlakuan yang sama (absence of discrimination); 3. Menghindarkan diri dari upaya membatasi hak masyarakat sehingga putusan yang diambil tetap proporsional (proportionality of power); 4. Tidak boleh menyalahgunakan jabatan (absence of abuse of power); 5. Tidak memihak serta mandiri (impartiality and independency); 6. Bersikap konsisten dan rasional dilandasi oleh aturan hukum atau praktik hukum yang ada (legitimate expectations and consistency) 7. Adil dan rasionall (fairness) 8. Bersikap lembut dan menolong (cortesy) 9. Pengambilan keputusan sesuai waktu yang sewajarnya (reasonalble time limit for taking decision) Kesalahan Pribadi dan Kesalahan Jabatan Konsep Perancis Kesalahan Pribadi (Faute Personelle): apabila terdapat kesalahan pribadi seseorang yang merupakan bagian dari pemerintahan. Kesalahan yang dilakukan tidak berkaitan dengan pelayanan publik tetapi menunjukkan kelemahan orang tersebut, keinginan-keinginan atau nafsunya dan kurang hati-hati atau kelalaiannya. Kesalahan Jabatan (Faute de service): kesalahan dalam penggunaan wewenang dan hanya berkaitan dengan pelayanan publik. Para pejabat publik melindungi diri dengan alasan adanya prinsip separation of power yang melarang pengadilan umum untuk menerima aduan atas tindakan pemerintahan yang menyimpang, seyogyanya ke Peradilan Administrasi. Konsep Inggris Berlaku doktrin mengenai Sovereignity of Parliament atau Supremasi Parlemen yang membatasi dan dapat memberikan wewenang pada badan pemerintahan. Badan pemerintahan kemudian menggunakan wewenang dengan batasan prinsip The Rules of Law: penggunaan wewenang (pelayanan publik) tidak diperbolehkan keluar dari batas yang telah ditentukan. Pengujian atas penggunaan kewenangan menurut sistem hukum Inggris bertumpu pada doktrin ULTRA VIRES: SUBSTANTIVE EXPRESS ULTRA VIREStindakan dilakukan di luar wewenang yang diberikan SUBSTANTIVE IMPLIED ULTRA VIREStindakan yang nampaknya masih dalam batas wewenang tetapi cacat karena adanya pembatasan yang diterapkan terhadap instrumen tersebut berdasarkan prinsip umum tentang interpretasi perundangan. PROSECURAL ULTRA VIRESberkaitan dengan persyaratan prosedur yang membuat tindakan yang diambil menjadi cacat (tidak sah). Tanggung Jawab Pribadi dan Tanggung Jawab Jabatan Tanggung Jawab Pribadi: berkaitan dengan pendekatan fungsionaris atau pendekatan perilakuberkenaan dengan maladministrasi dalam penggunaan wewenang dalam pelayanan publik (public service). Penggunaan wewenang dimaksud meliputi tindakan pemerintahan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan dan tindakan dalam menetapkan suatu kebijakan atau diskresi. Tidak dikenal asas Superior Respondeat (atasan bertanggung jawab atas perbuatan bawahan. Norma pemerintahan sebagai parameter fungsi pemerintahan juga norma perilaku aparat Tanggung Jawab Jabatan: berkenaan dengan asas legalitas (keabsahan) tindak pemerintahanberkaitan dengan pendekatan terhadap kekuasaan pemerintahan wewenang yang diberikan menurut Undang-Undang berdasarkan asas legalitas atau asas rechmatigheid. Asas legalitas dibedakan atas asas legalitas formal (berkaitan dengan wewenang, prosedur) dan asas legalitas substansial (berkaitan dengan tujuan). Setiap tindakan pemerintahan mensyaratkan keabsahan atau legalitas wewenang, prosedur dan substansi sesuai dengan asas rechtmatigheid van bestuur. Pelanggaran terhadap legalitas substansial (setiap kewenangan mengandung tujuan tertentu) dapat melahirkan suatu tindakan detournement de pouvoir Tanggung jawab pidana adalah tanggung jawab pribadi, dalam kaitan dengan tindak pemerintahan, tanggung jawab pribadi seorang pejabat berhubungan dengan adanya maladministrasi. Tanggung jawab perdata dapat menjadi tanggung gugat jabatan berkaitan dengan PMH oleh penguasa. Tanggung gugat perdata dapat menjadi tanggung gugat pribadi apabila terdapat unsur maladministrasi. Tanggung gugat TUN: tanggung gugat jabatan. Batasan Tindakan Maladministrasi Perilaku menyimpang dalam penggunaan wewenang, seperti sewenang-wenang dan penyalahgunaan wewenang Landasan Hukum Maladministrasi sebagai Perbuatan Melawan Hukum
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PUBLIK Definisi Maladministrasi menurut Undang-Undang Ombudsman RI Perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan, termasuk perseorangan yang membantu pemerintah memberikan pelayanan publik yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau imateriil bagi masyarakat dan orang perseorangan [vide Pasal 1 angka 3] Bentuk-bentuk maladminstrasi yang paling umum Penundaan berlarut, Penyalahgunaan wewenang, Penyimpangan prosedur, Pengabaian kewajiban hukum, Tidak transparan, Kelalaian, Diskriminasi, Tidak profesional, Ketidakjelasan informasi, Tindakan sewenang-wenang, Ketidakpastian hukum, Salah pengelolaan. UU ORI: Membantu menciptakan dan meningkatkan upaya untuk pemberantasan dan pencegahan praktek-praktek maladministrasi, diskriminasi, kolusi, korupsi, serta nepotisme. Ombudsman bertugas: [vide Pasal 4 huruf d] 1. menerima Laporan atas dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik; 2. melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik; 3. melakukan upaya pencegahan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Ombudsman berwenang: [vide Pasal 7] a. meminta keterangan secara lisan dan/atau tertulis dari Pelapor, Terlapor, atau pihak lain yang terkait mengenai Laporan yang disampaikan kepada Ombudsman; b. memeriksa keputusan, surat-menyurat, atau dokumen lain yang ada pada Pelapor ataupun Terlapor untuk mendapatkan kebenaran suatu Laporan; c. meminta klarifikasi dan/atau salinan atau fotokopi dokumen yang diperlukan dari instansi mana pun untuk pemeriksaan Laporan dari instansi Terlapor; d. melakukan pemanggilan terhadap Pelapor, Terlapor, dan pihak lain yang terkait dengan Laporan; e. menyelesaikan laporan melalui mediasi dan konsiliasi atas permintaan para pihak; f. membuat Rekomendasi mengenai penyelesaian Laporan, termasuk Rekomendasi untuk membayar ganti rugi dan/atau rehabilitasi kepada pihak yang dirugikan; g. demi kepentingan umum mengumumkan hasil temuan, kesimpulan, dan Rekomendasi. Selain wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ombudsman berwenang: [Vide Pasal 8]:
a) menyampaikan saran kepada Presiden, kepala daerah, atau pimpinan Penyelenggara Negara lainnya guna perbaikan dan penyempurnaan organisasi dan/atau prosedur pelayanan publik; b) menyampaikan saran kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan/atau Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan/atau kepala daerah agar terhadap undang-undang dan peraturan perundang-undangan lainnya diadakan perubahan dalam rangka mencegah Maladministrasi. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik Secara garis besar, penyebutan kata-kata Maladministrasi tidak ditemukan di dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, yang ada hanyalah kata-kata Penyelenggara pelayanan publik harus melaksanakan kewajiban dan tidak boleh melanggar larangan, Pelaksana pelayanan publik harus memberi pelayanan yang sesuai dengan standar pelayanan.
Pelaksana pelayanan publik dalam menyelenggarakan pelayanan publik berperilaku sebagai berikut: a. adil dan tidak diskriminatif; b. cermat; c. santun dan ramah; d. tegas, andal, dan tidak memberikan putusan yang berlarut-larut; e. Profesional; f. tidak mempersulit; g. patuh pada perintah atasan yang sah dan wajar; h. menjunjung tinggi nilai-nilai akuntabilitas dan integritas institusi penyelenggara; i. tidak membocorkan informasi atau dokumen yang wajib dirahasiakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan; j. terbuka dan mengambil langkah yang tepat untuk menghindari benturan kepentingan; k. tidak menyalahgunakan sarana dan prasarana serta fasilitas pelayanan publik; l. tidak memberikan informasi yang salah atau menyesatkan dalam menanggapi permintaan informasi serta proaktif dalam memenuhi kepentingan masyarakat; m. tidak menyalahgunakan informasi, jabatan, dan/atau kewenangan yang dimiliki sesuai dengan kepantasan; n. tidak menyimpang dari prosedur. KONSEKUENSI HUKUM DARI TINDAKAN, KEPUTUSAN DAN PERISTIWA MALADMINISTRASI
Apabila terjadi tindakan, keputusan, atau peristiwa maladministrasi maka penyelenggara pelayanan publik wajib untuk segera memperbaikinya atau memberikan ganti rugi (bila sudah ada ketentuan tentang ajudikasi khusus), baik atas saran atau rekomendasi Ombudsman maupun atas inisiatif dari penyelenggara pelayanan publik (pejabat sektor publik) itu sendiri. Konsekuensi hukum ini harus diambil oleh penyelenggara pelayan publik sebagai bentuk tanggung jawab dan kewajibannya sesuai dengan Undang-Undang Pelayanan Publik. Apabila tanggung jawab dan kewajiban ini tidak dilaksanakan, maka Ombudsman dapat menilai bahwa penyelenggara pelayanan publik tersebut dapat diberikan rekomendasi berupa sanksi administratif [Pasal 39 UU ORI]
Di dalam UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, masyarakat yang menjadi korban Maladministrasi dapat menggugat Penyelenggara pelayanan publik atau Pelaksana pelayanan publik melalui peradilan tata usaha negara apabila pelayanan yang diberikan menimbulkan kerugian di bidang tata usaha negara, masyarakat dapat menggugat perdata karena Penyelenggara pelayanan publik atau Pelaksana pelayanan publik melakukan perbuatan melawan hukum secara perdata. Masyarakat juga dapat melaporkan/menuntut secara pidana kepada kepolisian bahwa Penyelenggara pelayanan publik atau Pelaksana pelayanan publik diduga melakukan tindak pidana, dimana proses ini tidak menghapus kewajiban pelaku maladministrasi untuk melaksanakan keputusan Ombudsman dan/atau atasan pejabat pelaku maladministrasi. Apabila terjadi maladministrasi, Ombudsman dapat merekomendasikan sanksi yang berupa sanksi administrasi. Sanksi-sanksi yang dapat direkomendasikan oleh Ombudsman yakni sanksi teguran tertulis, sanksi pembebasan dari jabatan, sanksi penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun, sanksi penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah untuk paling lama 1 (satu) tahun, sanksi pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri, sanksi pemberhentian tidak dengan hormat, sanksi pembekuan misi dan/atau izin yang diterbitkan oleh instansi pemerintah, sanksi pencabutan izin yang diterbitkan oleh instansi pemerintah. Selain itu, Ombudsman hanya menyarankan penjatuhan sanksi pidana sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, sanksi membayar ganti rugi dan pengenaan denda yang ditetapkan berdasarkan putusan pengadilan yang merupakan ranah hukum perdata. Dengan keputusan selanjutnya menjadi wewenang Atasan pejabat terlapor. TERIMAKASIH