You are on page 1of 4

BRONKIEKTAKSIS

Bronkiektaksis adalah suatu penyakit yang ditandai adanya dilatasi (ektasis) dan distorsi bronkus
lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik, persisten atau ireversibel. Kelainan bronkus
tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam dindidng bronkus berupa destruksi
elemen-elemen elastis,otot-otot polos bronkus, tulang rawan dan pembuluh-pembuluh darah.
Bronkus yang terkena umumnya bronkus-bronkus kecil, sedangkan bronkus besar umumnya
jarang.
Di negeri Barat, kekerapan bronkiektaksis diperkirakan sebanyak 1,3 % diantara
populasi. Kekerapan yang setinggi itu ternyata mengalami penurunan yang berarti sesudah dapat
ditekannya sejumlah kasus-kasus infeksi paru dengan pengobatan dengan antibiotik.
Di Indonesia belum ada laporan tentang angka-angka yang pasti mengenai penyakit ini.
Kenyataannya penyakit ini banyak ditemukan di klinik-klinik dan diderita oleh laki-laki maupun
perempuan. Penyakit ini dapatdiderita mulai sejak anak-anak, bahkan dapat merupakan kelainan
kongenital.
ETIOLOGI
Penyebab bronkiektaksis sampai sekarang masih belum diketahui dengan jelas. Peda
kenyataannya kasus-kasus bronkiektaksis dapat timbul secara kongenital maupun didapat.
1. Kelainan kongenital
Dalam hal ini bronkiektaksis terjadi sejak individu dalam kandungan. Faktor genetik atau
faktor pertumbuhan dan perkembangan fetus memegang peran penting. Bronkiektaksis
yang timbul kongenital mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
Pertama, bronkiektaksis mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau
kedua paru
Kedua, bronkiektaksis kongenital sering menyertai penyakit kongenital lainnya
seperti : Mucoviscidosis, sindrom katagner
Ketiga : tidak adanya tulang rawan bronkus, penyakit jantung bawaan,
kifoskoliosis kongenital.
2. Kelainan didapat
Infeksi : bronkiektaksis sering terjadi sesudah seorang anak menderita pneumonia
yang sering kambuh dan berlangsung lama.
Obstruksi bronkus : disebabkan oleh korpus alienum, karsinoma bronkus atu
tekanan dari luar lainnya terhadap bronkus.

PATOGENESIS
Patogenesis bronkiektaksis tergantung faktor penyebabnya apabila bronkiektaksis timbul
kongenital, patogenesisnya idak diketahui diduga erat hubungannya dengan faktor genetik serta
faktor perkembangan dan pertumbuhan fetus dalam kandungan. Pada bronkiektaksis yang
didapat, patogenesisnya diduga melalui beberapa mekanisme antara lain : faktor obstruksi
bronkus, faktor infeksi pada bronkus atau paru, faktor adanya beberapa penyalit tertentu seperti
fibrosis paru , faktor instrinsik dalam bronkus atau paru. Patogeneis pada kebanyakan
bronkiektaksis yang didapat , diduga melalui 2 mekanisme dasar yaitu :
a) Permulaannya didahului adanya faktor infeksi bakterial
Mula-mula karena adanya infeksi pada bronkus atau paru kemudian timbul
bronkiektaksis. Mekanisme kejadiannya sangat rumit. Secara singkat dapat dikatakan
bahwa infeksi pada bronkus atau paru akan diikuti oleh proses destruksi daerah bronkus
daerah infeksi dan kemudian timbul bronkiektaksis.
b) Permulaannya didahului oleh obstrukai bronkus
Adanya obstruksi bronkus oleh berbagai penyebab (misalnya tuberkulosis kelenjar limfe,
karsinoma bronkus, korpus ilenium pada bronkus) akan diikuti terbentuknya
bronkiektaksis. Pada bagian distal biasanya akan terjadi infeksi dan destruksi bronkus
kemudian terjadi bronkiekaksis.
MANIFESTASI KLINIS
\Gejala sering dimulai pada anak-anak, 60% gejala timbul pada pasien berusia 10 tahun. Gejal
yang timbul tergantung dari luas, berat, lokasi, serta ada tidaknya komplikasi. Gejala tersering
adalah batuk kronik dengan sputum yang banyak. Batuk dan pengeluaran sputum dialami paling
sering pada pagi hari, setelah tiduran atu berbaring pada posisi yang berlawanan dengan sisi yang
mengandung kelainan bronkiektasis.
Pada bronkiektasis ringan atau yang hanya mengenai satu lobus saja, mungkin tidak terdapat
gejala. Kalaupun ada, biasanya batuk bersputum yang menyertai batuk pilek selama 1-2 minggu
komplikasi pneumonia jarang dan progrevisitasnya lambat.
Pada bronkiektasis berat, pasien mengalami batuk terus menerus dengan sputum yang banyak
(200-300 ml) yang bertambah berat jika terjadi infeksi saluran nafas atas. Biasanya dapat diikuti
dengan demam, tidak ada nafsu makan, penurunan berat badan, anemia, nyeri pleura, dan lemah
badan. Sesak nafas dan sianosis timbul pada kelainan yang luas. Hemoptisis mungkin
merupakan satu-satunya gejala, sebab itu bronkiektasis harus dipikirkan bila terdapat hemoptisis
yang tidak jelas sebabnya.
Pada pemeriksaan fisis , yang terpenting adalah terdapat ronkhi basah sedang sampai kasar pada
daerah yang terkena dan menetap pada pemeriksaan yang berulang. Kadang kadang dapat
ditemukan ronkhi kering atau bising mengi. Ditemukan perkusi yang redup dan suara nafas yang
melemah bila terdapat komplikasi empiema. Jari tabuh ditemukan pada 30-50% kasus. Pada
keadaab yang berat mungkin ditemukan sianosis dan kor pulmonal.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
Sputum biasanya berlapis tiga. Lapisan atas terdiri dari busa, lapisan tengah adalah
sereus, dan lapisan bawah terdiri dari pus dan sel-sel rusak. Sputum yang berbau
busuk menunjukkan infeksi oleh kuman anaerob. Pemeriksaan darh tepi menunjukan
hasil dalam batas normal, demikian pula dengan pemeriksaan urin dan EKG, kecuali
pada kasus lanjut.
2. Pemeriksaaan radiologi
Foto torak normal tidak menyingkirkan kemungkinan penyakit ini. Biasanya
didapatkan corakan paru yang menjadi lebih kasar dan batas-batas corakan menjadi
kabur, daerah yang terkena corakan tampak mengelompok, kadang kadang ada
gambaran sarang tawon serta gambaran kist5ik yang berdiameter sampai 2 cm dan
kadang-kadang terdapat garis batas permukaan udara-cairan.

DIAGNIOSIS
Diagnosis bronkiektasis kadang-kadang sukar ditegakkan walaupun sudah dilakuakan
pemeriksaan lengkap. Diagnosis penyakit ini kadantg-kadang mudah diduga yaitu hanya dengan
anamesis saja. Diagnosis pasti bronkiektasis dapat ditegakkan apabila telah ditemukan adanya
dilatasi dan nekrosis dinding bronkus pada prosedur pemeriksaan bronkografi, melihat
bronkogran yang didapatkan dan CT scan. Bronkografi tidak selalu dapat dikerjakan pada tiap
pasien bronkiektasis karena terikat oleh adanya indikasi, kontraindikasi, syarat kapan
melakukannya dan sebagainya.

KOMPLIKASI
Bonkhitis kronik
Pneumonia dengan atau tanpa atelektasis
Peluritis
Efusi pleura atau empiema
Abses metastasis di otak
Hemoptisis
Sinusitis
Kor pulmonal kronik
Kegagalan pernafasan
Amiloidosis

PENATALAKSANAAN
1. Meningkatkan pengeluaran sekret trakeobronkial. Drainase postural dan latihan
fisioteramaspi untuk pernafasan dan batuk yang produktif, agar sekret dapat
dikeluarkan secara maksimal.
2. Mengontrol infeksi, terutama pada fase eksaserbasi akut. Pilihan antibiotik
berdasarkan pemeriksaan bakteri dari sputumnya dan resistensinya. Sementara
menunggu hasil biakan, dapat diberikan antibiotik berspektrum luas seperti ampisilin,
kotrimokazol, dan amoksisilin. Antibiotik diberiakn samapi produksi sputum minimal
dan tidak purulen
3. Mengembalikam aliran udara pada saluran nafas yang mengalami obstruksi.
Bronkodilator diberikan selain untuk mengatasi bronkospasme, juga untuk
memperbaiki drainase sekret. Alat pelembab dan nebulizer dapat dipakai untuk
melembabkan sekret. Bronkuskopi kadang-kadanng perlu untuk pengangkatan benda
asing atau sumbatan mukus. Pasien dianjurkan untuk menghindari rangsangan
bronkus dari asap rokok dan polusi udara yang tercemar berat dan mencegah
pemakain obat sedatif dan obat yang menekan refleks batuk.
4. Operasi dilakukan bila pasien tidak menunjukkan perbaikan klinis yang jelas setelah
mendapatkan pengobatan konservatif yang ade kuat selama 1 tahun atau timbul
hemoptisis yang masif, pertimbangan operasi berdasarkan fungsi pernafasan, umur,
keadaan mental, luasnya bronkiektasis, keadaan bronkus pasien, dan hasil terhadap
pengobatan.

You might also like