You are on page 1of 41

NYERI PERUT KANAN ATAS MENJALAR SAMPAI KE BAHU KANAN

STEP 1
1. Murphys sign
Tanda klinis pada pemeriksaan fisik pada kuadran kanan atas, dengan cara menekan daerah
perpotongan antara linea semilunaris dan arcus costa dextra. Pasien disuruh tarik napas
kemudian positif bila pasien menahan napas secara tiba tiba.

STEP 2
1. Mengapa ditemukan nyeri di kuadran kanan atas dan tidak mereda selama kurang lebih
satu jam dan nyeri tekan yang menjalar ke bahu kanan?
2. Mengapa nyeri bertambah ketika makan gorengan?
3. Apa hubungan konsumsi pil KB dengan keluhan?
4. Apa hubungan hasil lab kolesterol darah dan BMI? Mengapa suhu meningkat?
5. Apa pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis?
6. DD?
7. Apa penatalaksanaan?
8. Apa komplikasi?
9. Apa hubungan penyakit dengan LDL, HDL, kilomikron dan VLDL?
STEP 3
1. Mengapa ditemukan nyeri di kuadran kanan atas dan tidak mereda selama kurang lebih
satu jam dan nyeri tekan yang menjalar ke bahu kanan?

Ada peradangan organ di daerah kuadran kanan atas (vesica fellea). Peradangan di fundus
vesica fellea dapat mengenai bagian diafragma. Menjalar ke bahu kanan karena vesica fellea
sebagian dilapisi peritoneum, persarafan berhubungan dg nervus phrenicus, pusatnya di C3-
5. Bahu kanan juga dipersarafi C3-4. Dermatom juga sampai ke C3 dan C4. Jenis nyeri adalah
nyeri kolik (hilang timbul).
1 jam nyerinya: ada makanan masuk, ada kontraksi di vesica fellea. Setelah kontraksi sakit
hilang. Berhubungan dengan pengosongan kandung empedu.

2. Mengapa nyeri bertambah ketika makan gorengan?

Sebenernya nyeri terus, ketika makan gorengan (lemak) yang akan merangsang stratum
muskularis oleh hormon CCK, menyebabkan kontraksi dari vesica fellea sehingga terasa
makin sakit dari sebelumnya. Cairan empedu untuk menurunkan tegangan permukaan dari
lemak dan dapat diabsorbsi.
Kolesterol dilarutkan bersama garam empedu dan lesitin, bila kolesterol meningkat, terjadi
hipersaturasi. Bila kolesterol meningkat dapat terbentuk endapan yang dapat menjadi batu.
Peradangan bisa karena infeksi, trauma.
Bagaimana hormon CCK dapat merangsang stratum muskularis vesica fellea untuk
kontraksi? Apakah ada hormon lain yang dpt merangasang stratum muskularis di organ
lain?
Hormon CCK mempunyai reseptor di vesica fellea.
Kolestrol dibentuk dari asetil CoA untuk masuk ke siklus crebs, jika aselit CoA tidak masuk ke
siklus crebs menjadi HMG CoA.
3. Apa hubungan konsumsi pil KB dengan keluhan?
Pil KB isinya estrogen dan progteron sehingga estrogen dan progesteron meningkat, spt
orang hamil. Hormon meningkat sehingga kolesterol tidak terpakai dan tidak disintesis oleh
tubuh, sehingga plasma darahnya mengandung kolesterol. Kolesterol tidak disintesis
menjadi hormon, karena terdapat hormon dari luar tubuh.
Estrogen dapat meningkatkan alfa lipoprotein dan beta lipoprotein.
Progesteron dapat mempengaruhi otot di vesica fellea, sehingga terjadi relaksasi dan tidak
terjadi kontraksi, sehingga garam empedu menumpuk di vesica fellea.
4. Apa hubungan hasil lab kolesterol darah dan BMI? Mengapa suhu tubuh meningkat?

Karena kolesterol tidak dapat disintesis sehingga plasma darah mengandung kolesterol dan
BMI dapat meningkat. Dan progesteron menimbulkan rasa ingin makan sehingga dapat
terjadi over weight. Lemak dapat menekan vesica fellea.
Suhu tubuh meningkat karena terjadi respon peradangan pd vesica fellea.
80% kolesterol di sintesis menjadi garam empedu.20% keluar ke jaringan. Maka terjadi
supersaturasi dan dapat menjadi batu.
Kadar kolesterol yang tinggi dapat mengurangi daya kontraksi dr vesica fellea.
Umpan balik positif mendorong dan negatif menghentikan.

5. Apa hubungan penyakit dengan LDL, HDL, kilomikron dan VLDL?

Makanan masuk ditransport oleh lipo protein jadi kilomikron FFA ke jaringan
kilomikron remnant

Hati VLDL oleh FFA IDL oleh FFA LDL makrofag jaringan

HDL nascent jaringan HDL dewasa hati

6. Apa pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis?

USG
Pasien puas 6-8 jam agar VF terdistensi. Jika ada ada hiperekoik dan acustic shadow
kolelitiasis
Jika double wall kolesistitis akut
Dinding contracted kolesistitis kronik

ERCP
Dimasukkan kontras. Bisa jadi diagnosis dan terapi. Sensitivitasnya 90%, akurasi 96%,
spesifisitas 98%. Tetapi prosedur ini invasif. Dapat terjadi efek samping pankreatitis dan
kolangitis.

Radioisotop nuklearida
Untuk menilai fungsi dari organ. Bisa di hepar juga.

7. DD?

Kolelitiasis (batu empedu)
Karena ada aliran balik, hipersaturasi
Gejala tergantung lokasi, jika di ductus cysticus dan ductus choledocus sudah simptomatik,
jika belum, asimptomatik.
Ada 3 tipe:
1. Batu empedu kolesterol : dari kolesterol, kalsium bikarbonat, kalsium palmitit, kalsium
bilirubinat. Bentuk soliter, permukaan licin, bulat, terjadi krn kolesterol pd kandung
empedu tinggi krn pengosongan VF lambat dan kr sisa2 cairan empedu
2. Batu empedu pigmen : dr kalsium bilirubunat, bentuk tdk teratur, kecil, jumlah byk,
warna coklat kemerahan, hitam, terjadi krn bilirubin unconjugated di sal. empedu, krn
pengendapan garam, dan krn penyakit infeksi.
Ada bakteri masuk ke VF menghasilkan enzim beta glukoronidase sehingga yg bilirubin
conjugated kembali menjadi unconjugated. Mengendap dlm bentuk kalsium bilirubinat,
terjadi batu pigmen
3. Batu empedu campuran : terdiri dr kolesterol, pigmen empedu dan garam kalsium.
Kolesistitis
Bisa karena kolelitiasis. Ada hambatan di ductus, distensi kandung empedu. Terjadi nyeri :
1. Nyeri ketegangan (obstruksi)
2. nyeri peritoneal (krn distensi)
3. nyeri neurogen, yg bisa menjalar ke bahu kanan dan punggung

8. Apa penatalaksanaan?

Diet rendah lemak
Pengontrolan kolesterol
Olahraga
Kolesistektomi laparoskopi (tatalaksana bedah)
ERCP

9. Apa komplikasi?

STEP 7
1. Mengapa ditemukan nyeri di kuadran kanan atas dan tidak mereda selama kurang
lebih satu jam dan nyeri tekan yang menjalar ke bahu kanan?
Sumbatan(batu empedu)aliran tersumbatdistensifundus mnyentuh abdomen
cartilago costa IX dan Xmerangsang sarafmengeluarkan bradikinin dan
serotoninmempengaruhi loglnosireseptorsaraf aferenmghslkn neurotransmitter
dimedulla spinalissaraf eferen di hipotalamusnyerimenjalar ke bahu karena
persarafannya sama(c3-c5)
Sumber: Patofisiologi.Sylvia.

1 jam nyerinya:
Organ organ yang ada pada perut kanan atas adalah hepar, vesica fellea, usus
besar, usus kecil.
Pada skenario didapatkan pula adanya penjalaran nyeri ke bahu kanan, maka kita
curiga adanya gangguan pada vesica fellea atau kandung empedu yang
menyebabkan nyeri tersebut.
Gangguan pada kandung empedu bisa disebabkan oleh karena sumbatan pada
kandung empedu dan juga adanya peradangan akibat sumbatan tersebut ataupun
akibat infeksi bakteri.
Kandung empedu normal mempunyai fungsi menyimpan dan memekatkan cairan
empedu. Cairan empedu berguna dalam penyerapan lemak dan beberapa vitamin
(vit. A,D, E, dan K).
Empedu merupakan campuran dari asam empedu, protein, garam kalsium,pigmen
dan unsure lemak yang disebut kolesterol. Sebagian cairan empedu yang memasuki
usus halus diteruskan dan dikeluarkan melalui feses.
Jika konsentrasi kolesterol melebihi kapasitas solubilitas empedu ( supersaturasi ),
kolesterol tidak lagi mampu berada dalam keadaan terdispersi sehingga
menggumpal menjadi kolesterol monohidrat yang padat, dan lama lama menjadi
batu.
Oleh karena adanya batu kandung empedu, maka saat kandung empedu
berkontraksi akibat adanya makanan berlemak, maka terjadi peningkatan tekanan
pada dinding kandung empedu tersebut yang akan menekan saraf saraf
disekitarnya, hal ini berlangsung sekitar 30 90 menit dan akan mengalami relaksasi.
Nyeri bahu kanan
vesica fellea
Sumbatan / peradangan/infeksi bakteri
Konsentrasi kolestrol lebih (supersaturasi)
Tidak terdispersi
Menggumpal
Batu
Vesica fellea kontraksi
Peningkatan tekanan
menyentuh cartolago costa IX dan X kanan
Menekan saraf-saraf
Selama 30-90 menit
Relaksasi
Sumber :
http://doktersehat.com/batu-empedu-penyakit-tersembunyi/#ixzz1qS4W4icm
Patologi Robin Kumar

Buku Ajar Bedah
Oleh David C. Sabiston

( Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2, Wim de Jong, EGC )
Stimulus yang dapat mencetuskan nyeri visceral yaitu:
Iskemiaterbentuknya produk metabolik akhir yang asam atau produk yang
dihasilkan oleh jaringan degeneratif, sperti bradikinin, enzim proteolitik atau
bahan lain yang merangsang ujung serabut nyeri.
Stimulus kimiaseringkali bahan2 yang rusak dari gastrointestinal masuk ke
dalam rongga peritoneumrasanya nyeri yang sangat hebat
Spasme viskus beronggaterangsangnya ujung serabut nyeri secara
mekanis, atau sapsme yang mungkin menyebabkan berkurangnya aliran
darah ke otot, dibarengi dengan kebutuhan otot untuk proses metabolisme
sehingga menimbulkan nyeri hebat. Eg pada kram
Distensi berlebihan pada viskus berongga
Teregangnya jaringan ikat yang mengelilingi organ viscera
(Fisiologi Guyton Hall)
Serabut aferen yang menyertai suplai vaskuler memberikan persarafan sensoris pada
usus dan terkait peritoneum viseral. Sehingga, penyakit pada proksimal
duodenum(foregut) merangsang serabut aferen celiac axis menghasilkan nyeri
epigastrium. Rangsangan di sekum atau apendiks(midgut) mengaktifkan saraf aferen
yang menyertai arteri mesenterika superior menyebabkan rasa nyeri di
periumbilikalis, dan penyakit kolon distal menginduksi serabut saraf aferen sekitar
arteri mesenterika inferior menyebabkan nyeri suprapubik.Saraf prenikus dan
serabut saraf aferen setinggiC3, C4, dan C5 sesuai dermatom bersama-sama
dengan arteri prenikus mempersarafi otot-otot diafragma dan peritoneum sekitar
diafragma. Rangsanganpada diafragma menyebabkannyeri yang menjalar ke bahu.
Peritoneum parietalis, dinding abdomen,dan jaringan lunak retroperitoneal
menerima persarafan somatik sesuai dengan segmen nerve roots.( . Diethelm et
al,1997)

Peritoneum parietalis kaya akan inervasi saraf sehingga sensitif terhadap
rangsangan. Rangsangan pada permukaan peritoneum parietal akan menghasilkan
sensasi yang tajam dan terlokalisir di area stimulus. Ketika peradangan pada viseral
mengiritasi pada peritoneum parietal maka akan timbul nyeri yang terlokalisir.
Banyak "peritoneal signs" yang berguna dalam diagnosis klinis dari acute abdominal
pain. Inervasi dual-sensorik dari kavum abdomen yaitu serabut aferen viseral dan
saraf somatik menghasilkan pola nyeri yang khas yang membantu dalam diagnosis.
Misalnya, nyeri pada apendisitis akut nyeri akan muncul pada area periumbilikalis
dan nyeri akan semakin jelas terlokalisir ke kuadran kanan bawah saat peradangan
melibatkan peritoneum parietal. Stimulasi pada saraf perifer akan menghasilkan
sensasi yang tajam, tiba-tiba, dan terlokalisir dengan baik. Rangsangan pada saraf
sensorik aferen intraperitoneal pada acute abdominal pain menimbulkan nyeri yang
tumpul (tidak jelas pusat nyerinya), nyeri tidak terlokalisasi dengan baik, dengan
onset gradual/ bertahap dan durasi yang lebih lama.
Nervus vagus tidak mengirimkan impuls nyeri dari usus. Sistem saraf aferen simpatik
mengirimkan nyeri dari esofagus ke spinal cord. Saraf aferen dari kapsul hepar,
ligamen hepar, bagian central dari diafragma, kapsul lien, dan perikardium
memasuki sistem saraf pusat dari C3 sampai C5.Spinal cord dari T6 sampai T9
menerima serabut nyeri dari bagian diafragma perifer, kantong empedu, pankreas,
dan usus halus. Serabut nyeri dari colon, appendik, dan visera dari pelvis memasuki
sistem saraf pusat pada segmen T10 sampai L11. Kolon sigmoid, rektum, pelvic
renalis beserta kapsulnya, ureter dan testis memasuki sistem saraf pusat pada T11
dan L1. Kandung kemih dan kolon rektosigmoid dipersarafi saraf aferen dari S2
sampai S4. Pemotongan, robek, hancur, atau terbakar biasanya tidak menghasilkan
nyeri di visera pada abdomen. Namun, peregangan atau distensi dari peritoneum
akan menghasilkan sensasi nyeri.Peradangan peritoneum akan menghasilkan nyeri
viseral, seperti halnya iskemia. Kanker dapat menyebabkan intraabdominal pain jika
mengenai saraf sensorik. Abdominal pain dapat berupa viseral pain, parietal pain,
atau reffered pain. Visceral pain bersifat tumpul dan kurang terlokalisir dengan
baik, biasanya di epigastrium, regio periumbilikalisatau regiosuprapubik.Pasien
dengannyeri viseralmungkin juga mengalami gejala berkeringat, gelisah, dan mual.
Nyeri parietalatau nyeri somatikyang terkait dengan gangguan intraabdominalakan
menyebabkan nyeri yanglebih intendan terlokalisir dengan baik. Referred pain
merupakan sensasi nyeri dirasakanjauh dari lokasi sumber stimulus yang
sebenarnya. Misalnya, iritasipada diafragmadapat menghasilkanrasa sakit dibahu.
Penyakitsaluranempedu ataukantong empedudapat menghasilkannyeri bahu.
Distensi dari small bowel dapatmenghasilkan rasa sakitke bagian punggung bawah.
Selama minggu ke-5perkembangan janin, ususberkembang diluar rongga peritoneal,
menonjolmelaluidasarumbilical cord, dan mengalami rotasi 180

berlawanan dengan
arah jarum jam.Selama proses ini, usustetap berada di luarrongga peritonealsampai
kira-kiraminggu10, rotasiembryologik menempatkan organ-oraganviserapada posisi
anatomis dewasa, dan pengetahuan tentang proses rotasi semasa embriologis
penting secara klinis untukevaluasipasien denganacute abdominal pain karenavariasi
dalamposisi (misalnya, pelvic atauretrocecal appendix)
(Buschard K, Kjaeldgaard A,1993).

Batu empedu

Aliran empedu tersumbat (saluran duktus sistikus)

Distensi kandung empedu

Bagian fundus (atas) kandung empedu menyentuh bagian abdomen pada
kartilago kosta IX dan X bagian kanan

Merangsang ujung-ujung saraf sekitar untuk
mengeluarkan bradikinin dan serotonin

Impuls disampaikan ke serat saraf aferen simpatis

Menghasilkan substansi P (di medula spinalis)


Thalamus

Korteks somatis sensori Bekerjasama dengan pormatio retikularis
(untuk lokalisasi nyeri)

Serat saraf eferen Hipotalamus

Nyeri hebat pada kuadran kanan atas
dan nyeri tekan daerah epigastrium
terutama saat inspirasi dalam

Penurunan pengembangan thorak Menjalar ke tulang belikat
(sampai ke bahu kanan)

Nyeri meningkat pada pagi hari

Karena metabolisme meningkat di kandung
empedu
Sumber:
Brunner & Suddart.2001.Keperawatan Medikal Bedah Vol 2.Jakarta : EGC
Carpenito, Lynda Juall. 1998. Diagnosa Keperawatan Edisi 6. Jakarta.EGC
Hall,J.Emungkinand A.C.Guyton.1997.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran,Jakarta : EGC

2. Mengapa nyeri bertambah ketika makan gorengan?
Oleh karena adanya batu kandung empedu, maka saat kandung empedu
berkontraksi akibat adanya makanan berlemak, maka terjadi peningkatan tekanan
pada dinding kandung empedu tersebut yang akan menekan saraf saraf
disekitarnya, hal ini berlangsung sekitar 30 90 menit dan akan mengalami relaksasi.




Nyeri bahu kanan
vesica fellea
Sumbatan / peradangan/infeksi bakteri
Konsentrasi kolestrol lebih (supersaturasi)
Tidak terdispersi
Menggumpal
Batu
Vesica fellea kontraksi
Peningkatan tekanan
menyentuh cartolago costa IX dan X kanan
Menekan saraf-saraf
Selama 30-90 menit
Relaksasi
Sumber :
http://doktersehat.com/batu-empedu-penyakit-tersembunyi/#ixzz1qS4W4icm
Patologi Robin Kumar


Bagaimana hormon CCK dapat merangsang stratum muskularis vesica fellea untuk
kontraksi? Apakah ada hormon lain yang dpt merangasang stratum muskularis di organ
lain?

3. Apa hubungan konsumsi pil KB dengan keluhan?
Kontrasepsi oral mengandung kombinasi antara esterogen dan progesterone
sintetik. Fungsi estrogen adalah menekan FSH, mencegah perkembangan folikel
dominan, menstabilisasi bagian dasar endometrium dan memperkuat kerja
progesterone.
Progesterone menekan LH sehingga mencegah ovulasi. Progesterone juga
menyebabkan penebalan mukus leher rahim dan atrofi endometrium.
Dosis rendah kombinasi kontrasepsi oral mengandung sekitar sepertiga sampai
seperempat dosis esterogen dan sepersepuluh dosis progesterone dari pil yang
sebelumnya.
Estrogen dan progesteron merupakan hormon steroid, dimana hormon tersebut
pembentuk dasarnya adalah kolesterol.
Estrogen menghambat konversi enzematik dari kolesterol jadi asam empedu
sehingga menambah saturasi kolesterol dari cairan empedu.
Sedangkan progesteron meningkatkan nafsu makan sehingga meningkatkan BB dan
bisa menurunkan kerja kandung empedu dan saluran kemih.
Progesteron dan estrogen adalah dua hormon yang paling penting dalam tubuh
wanita. Kedua hormon ini adalah hormon steroid yang bertanggung jawab untuk
berbagai karakteristik dalam tubuh perempuan. Namun, ada banyak perbedaan
antara kedua hormon ini.
Estrogen, progesteron adalah hormon seks utama dalam tubuh wanita. Mereka
memainkan peran penting dalam proses kehamilan, siklus menstruasi, dll dalam
tubuh wanita. Ketika membandingkan estrogen dengan progesteron, telah diamati
bahwa ada banyak persamaan antara kedua hormon ini daripada perbedaannya.
Keseimbangan hormon ini harus dijaga. Estrogen, dan progesteron, bekerja sama
untuk mempertahankan siklus menstruasi yang normal dan kehamilan.
Baik progesteron dan estrogen, juga memiliki peran dalam pengendalian
kelahiran. Pil KB yang mengandung kedua hormon ini menjaga kadar hormon ini
tetap tinggi dalam tubuh, Sehingga tubuh Anda tertipu mengira Anda sedang hamil,
Oleh karena itu, telur tidak dilepaskan dan kehamilan dapat dihindari.
1. Fungsi hormon hormon ovarium Estrogen dan Progesteron
Kedua jenis hormon kelamin ovarium adalah estrogen dan progeteron.
Sejauh ini yang paling penting dari esrogen adalah hormon estradiol dan yang paling
penting dari progestin adalah progesteron . estrogen terutama meningkatkan
poliferasin dan pertumbuhan sel-sel khusus didalam tubuh, menebalkan
endometrium dan mempersiapkannya untuk kehamilan. sebaliknya progestin
berkaitan hampir seluruhnya persiapan akhir dari uterus untuk menerima kehamilan
dan persiapan dari payudara serta mempersiapkan rahim untuk implantasi dan juga
menjaga elastisitasnya
a. Sintesis estrogen dan progestin.
Hormon estrogen dan progestin merupakan hormon yang disintesis didalam
ovarium terutama dari kolesterol yang berasal dari dalam darah, juga walaupun
dalam jumlah kecil diperoleh dari asetil koenzim A, suatu molekkul yang dapat
berkombinasi dan membentuk inti steroid yang tepat.
Selama sintesis terutama progesteron akan disintesis pertama kali selama fase
folikular siklus ovarium., sebelum kedua hormon ini keluar dari ovarium sebagian
progesteron yang dibentuk semuanya diubah menjadi estrogen oleh sel-sel
garnulosa.
Guyton, Arthur dan Hall E. John. 1997 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran
(textbook of medical Physiology) Edisi 9. EGC.Jakarta

Estrogen endogenmenghambat konversi ensimatik dr kolesterol mjd
as.empedusupersaturasi kolesteroltdk dapat ditrasport oleh
micellvesikel2kolesterol tertinggalberagregasi membentuk
intikristalgangguan difusi dan inkorporasi kolesterol sel mukosa kandung empedu
meningkat dan gangguan disfungsi VFkontraksi VF terganggustasis
empedumusin terakumulasi (protein yang berperan dlm nukleasi
kolesterol)lamanya cairan empedu tertampung dalam VFmusin smakin
kentalviskositas tinggigangguan pengosongan VF
Sumber :ILMU PENYAKIT HATI

4. Apa hubungan hasil lab kolesterol darah dan BMI? Mengapa suhu tubuh meningkat?
Berat badan berlebih sering dikaitkan dengan peningkatan kadar kolesterol dalam
tubuh terutama kandung empedu yang berhubungan dengan sintesis kolesterol. Ini
karenakan dengan tingginya BB maka kadar kolesterol dalam kandung empedu
pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi kontraksi/
pengosongan kandung empedu sehingga mudah menimbulkan sumbatan atau
pengendapan.
Sumber : Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2005.hal: 570-579
Hal ini terjadi kemungkinan adanya proses infeksi pada kantung empedu (kolesistitis)
yang ditandai dengan demam yang dapat sampai menggigil. Terjadinya Kolesistitis
akutmerupakan komplikasi penyakit batu empedu yang paling sering dan sering
menyebabkan kedruratan abdomen, khususnya diantara wanita usia pertengahan
dan manula. Peradangan akut dari kandung empedu berkaitan dengan obstruksi
duktus sistikus, biasanya timbul dari impaksi batu empedu kedalam duktus sistikus
atau dalam infundibulum. Pada kasus ini anemia terjadi karena perangan kronis yang
terjadi pada kandung empedu. Respon peradangan selanjutnya timbul mencakup
distensi, edema, hipervaskularitas, dan hipertensi vena. Banyak pasien dengan
riwayat kolik biliaris episodic. Nyeri yang berkaitan dengan peradangan akut
kandung empedu, awal timbul dan karakternya sama dengan kolik biliaris, tetapi
biasanya menetap lebih dari 4-6 jam. Palpasi abdomen seringkali mencetuskan nyeri
lepas. Tanda Murphy positif, dan dalam 20% kasus dapat dipalpasi adanya massa.
Manifestasi sistemik dari peradangan (leukositosis dan hiperpireksia) membedakan
kolesistitis akut dari kolik biliaris sederhana. Pada kasus ini hasil pemeriksaan
laboratorium darah ditemukan peningkatan alkali fosfatase hal ini biasa terjadi pada
fase akut kolesistitis.
Mansjoer A. etal, 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I, Ed.3. hal 510-512.
Penerbit Media Aesculapius, FKUI, Jakarta.

5. Apa hubungan penyakit dengan LDL, HDL, kilomikron dan VLDL?

Harrison - prinsip-prinsip penyakit dalam

6. Apa pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis?


7. DD?
Cara melakukan pemeriksaan Murphys sign :
Pasien di periksa dalam posisi supine (berbaring). Ketika pemeriksa menekan/palpasi
regio subcostal kanan (hipokondriaka dextra) pasien, kemudian pasien diminta untuk
menarik nafas panjang yang dapat menyebabkan kandung empedu turun menuju
tangan pemeriksa. Ketika manuver ini menimbulkan respon sangat nyeri kepada
pasien, kemudian tampak pasien menahan penarikan nafas (inspirasi terhenti), maka
hal ini disebut Murphys sign positif.
Hal ini terjadi karena adanya sentuhan antara kandung empedu yang mengalami
inflamasi dengan peritoneum abdomen selama inspirasi dalam yang dapat
menimbulkan reflek menahan nafas karena rasa nyeri. Bernafas dalam menyebabkan
rasa yang sangat nyeri dan berat beberapa kali lipat walaupun tanpa tekanan/palpasi
pada pasien dengan inflamasi akut kandung empedu.
Pasien dengan kolesistitis biasanya tampak kesakitan dengan manuver ini dan
mungkinkan terjadi penghentian mendadak dari inspirasi (menarik nafas) ketika
kandung empedu yang terinflamasi tersentuh jari pemeriksa.
Sumber : Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah (Principles of Surgery).
KOLELITIASIS
Definisi :
Kolelitiasis disebut juga Sinonimnya adalah batu empedu, gallstones, biliary calculus. Istilah
kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu
kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material
mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu

Etiologi :
Factor predisposisi: ganggauan metabolisme oleh karena perubahan susunan empedu, statis
empedu dan infeksi kandung empedu.
1. Hipersaturasi kolestrol dalam kantung empedu
2. Percepatan terjadinya kristalisasi kolestrol
3. Gangguan motilitas kandung empedu dan usus
Manifestasi klinis :
Penderita batu empedu sering mempunyai gejala-gejala kolestitis akut atau kronik. Bentuk
akut ditandai dengan nyeri hebat mendadak pada abdomen bagian atas, terutama
ditengah epigastrium. Lalu nyeri menjalar ke punggung dan bahu kanan (Murphy sign).
Pasien dapat berkeringat banyak dan berguling ke kanan-kiri saat tidur. Nausea dan muntah
sering terjadi. Nyeri dapat berlangsung selama berjam-jam atau dapat kembali terulang.
3

Gejala-gejala kolesistitis kronik mirip dengan fase akut, tetapi beratnya nyeri dan tanda-
tanda fisik kurang nyata. Seringkali terdapat riwayat dispepsia, intoleransi lemak, nyeri ulu
hati atau flatulen yang berlangsung lama. Setelah terbentuk, batu empedu dapat berdiam
dengan tenang dalam kandung empedu dan tidak menimbulkan masalah, atau dapat
menimbulkan komplikasi. Komplikasi yang paling sering adalah infeksi kandung empedu
(kolesistitis) dan obstruksi pada duktus sistikus atau duktus koledokus. Obstruksi ini dapat
bersifat sementara, intermitten dan permanent. Kadang-kadang batu dapat menembus
dinding kandung empedu dan menyebabkan peradangan hebat, sering menimbulkan
peritonitis, atau menyebakan ruptur dinding kandung empedu.
3

AKUT KRONIS
-Nyeri hebat mendadak pada abdomen
bagian atas, terutama tengah epigastrium
-Nyeri berjam-jam atau kembali terulang
-Nyeri menjalar (Murphys Sign +)
-Berkeringat banyak
-Nausea
-Muntah

-Beratnya nyeri dan tanda-tanda fisik
kurang nyata
-Dispepsia
-Intoleransi lemak
-Nyeri ulu hati
-Tidak menimbulkan masalah
-Komplikasi kolesistitis dan obstruksi
ductus sistikus



Faktor risiko :
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin
banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya
kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain :
1. Wanita (beresiko dua jadi lebih besar dibanding laki-laki)
2. Usia lebih dari 40 tahun .
3. Kegemukan (obesitas).
4. Faktor keturunan
5. Aktivitas fisik
6. Kehamilan (resiko meningkat pada kehamilan)
7. Hiperlipidemia
8. Diet tinggi lemak dan rendah serat
9. Pengosongan lambung yang memanjang
10. Nutrisi intravena jangka lama
11. Dismotilitas kandung empedu
12. Obat-obatan antihiperlipidemia (clofibrate)
13. Penyakit lain (seperti Fibrosis sistik, Diabetes mellitus, sirosis hati, pankreatitis dan
kanker kandung empedu) dan penyakit ileus (kekurangan garam empedu)
14. Ras/etnik (Insidensinya tinggi pada Indian Amerika, diikuti oleh kulit putih, baru orang
Afrika)

Klasifikasi jenis batu :
Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di golongkankan
atas 3 (tiga) golongan:

1. Batu kolesterol
Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70% kolesterol. Lebih
dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung > 50% kolesterol). Untuk
terbentuknya batu kolesterol diperlukan 3 faktor utama :
a. Supersaturasi kolesterol
b. Hipomotilitas kandung empedu
c. Nukleasi/ pembentukan nidus cepat.
2. Batu pigmen
Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis baru empedu yang mengandung <20%
kolesterol. Jenisnya antara lain:

a. Batu pigmen kalsium bilirubinan (pigmen coklat)
Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung kalsium-
bilirubinat sebagai komponen utama. Batu pigmen cokelat terbentuk akibat adanya faktor
stasis dan infeksi saluran empedu. Stasis dapat disebabkan oleh adanya disfungsi sfingter
Oddi, striktur, operasi bilier, dan infeksi parasit. Bila terjadi infeksi saluran empedu,
khususnya E. Coli, kadar enzim B-glukoronidase yang berasal dari bakteri akan dihidrolisasi
menjadi bilirubin bebas dan asam glukoronat. Kalsium mengikat bilirubin menjadi kalsium
bilirubinat yang tidak larut. Dari penelitian yang dilakukan didapatkan adanya hubungan
erat antara infeksi bakteri dan terbentuknya batu pigmen cokelat. Umumnya batu pigmen
cokelat ini terbentuk di saluran empedu dalam empedu yang terinfeksi.
b. Batu pigmen hitam.
Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan kaya akan sisa
zat hitam yang tak terekstraksi.
1
Batu pigmen hitam adalah tipe batu yang banyak
ditemukan pada pasien dengan hemolisis kronik atau sirosis hati. Batu pigmen hitam ini
terutama terdiri dari derivat polymerized bilirubin. Patogenesis terbentuknya batu ini belum
jelas. Umumnya batu pigmen hitam terbentuk dalam kandung empedu dengan empedu
yang steril.
3. Batu campuran
Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung 20-50% kolesterol.
Jenis Batu Batu Pigmen Batu Kolestrol Campuran
Terdiri dari garam kalsium dan
salah satu dari
keempat anion ini
(bilirubinat,
karbonat,fosfat, atau
asam lemak panjang.
kalsium dan pigmen seperti batu
pigmen/batu
kolestrol (Jarang)
Bentuk Kecil Besar majemuk
Multipel soliter
bulat / oval
Warna hitam kecoklatan
hitamhemolisis
kronis
coklat infeksi
empedu kronis
Kuning pucat coklat tua

Batu Pigmen Coklat Hitam
Bentuk Coklat atau coklat tua
lunak
mudah dihancurkan


Hitam atau hitam kecoklatan
tidak berbentuk
seperti bubuk
steril

Mengandung kalsium-bilirubinat kaya akan sisa zat hitam
yang tak terekstraksi

Penyebab faktor stasis dan infeksi
saluran empedu

hemolisis kronik atau sirosis
hati


Gambar 2. Klasifikasi batu dalam kandung empedu


Penegakkan diagnosis :
a. Anamnesis
Setengah sampai dua pertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis. Keluhan yang
mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan
berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium,
kuadran kanan atas atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin
berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian.
Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba.
Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak bahu, disertai
mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri
berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap
dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.
b. Pemeriksaan Fisik
i. Batu kandung empedu
Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi, seperti kolesistitis
akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung empedu, empiema kandung
empedu, atau pankretitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum
maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri
tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang
meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas.
ii. Batu saluran empedu
Baru saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang. Kadang teraba hati dan
sklera ikterik. Perlu diketahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl, gejala
ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat, akan timbul
ikterus klinis.
c. Pemeriksaan Penunjang
i. Pemeriksaan laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan pada
pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis.
Apabila terjadi sindroma mirizzi(??), akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat
penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin
disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin
juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap setiap kali terjadi serangan
akut.
AKUT:

Kadar fosfatase alkali serum (Meningkat)
kadar amilase serum (Meningkat)
ii. Pemeriksaan Radiologis
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya sekitar
10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu yang
mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada
peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu
kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan
gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatika.

Gambar 3. Foto rongent pada kolelitiasis

iii. Pemeriksaan Ultrosonografi (USG)
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi
batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstra
hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena
fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang
terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di
dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang
ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.


Gambar 4. FotoUSG pada kolelitiasis


iv. Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif murah,
sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah
dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar
bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-
keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral lebih
bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.


Komplikasi :
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis :
1. Asimtomatik
2. Obstruksi duktus sistikus
3. Kolik bilier
4. Kolesistitis akut
5. Perikolesistitis
6. Peradangan pankreas (pankreatitis)
7. Perforasi
8. Kolesistitis kronis
9. Hidrop kandung empedu
10. Empiema kandung empedu
11. Fistel kolesistoenterik
12. Batu empedu sekunder (Pada 2-6% penderita, saluran menciut kembali dan batu
empedu muncul lagi)
13. Ileus batu empedu (gallstone ileus)
Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan menghasilkan
kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang tadi ada dalam kandung empedu terdorong
dan dapat menutupi duktus sistikus, batu dapat menetap ataupun dapat terlepas lagi.
Apabila batu menutupi duktus sitikus secara menetap maka mungkin akan dapat terjadi
mukokel, bila terjadi infeksi maka mukokel dapat menjadi suatu empiema, biasanya
kandung empedu dikelilingi dan ditutupi oleh alat-alat perut (kolon, omentum), dan dapat
juga membentuk suatu fistel kolesistoduodenal. Penyumbatan duktus sistikus dapat juga
berakibat terjadinya kolesistitis akut yang dapat sembuh atau dapat mengakibatkan nekrosis
sebagian dinding (dapat ditutupi alat sekiatrnya) dan dapat membentuk suatu fistel
kolesistoduodenal ataupun dapat terjadi perforasi kandung empedu yang berakibat
terjadinya peritonitis generalisata.
Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada saat kontraksi dari
kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus koledokus kemudian menetap
asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik. Batu yang menyumbat di duktus
koledokus juga berakibat terjadinya ikterus obstruktif, kolangitis, kolangiolitis, dan
pankretitis.
Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui terbentuknya fistel
kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat menyumbat pada bagian
tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan menimbulkan ileus obstruksi






KOLESISTISIS
Definisi :
peradangan kandung empedu
kolesistitis akut bentuk peradangan yg biasanya disebabkan oleh
obstruksi saluran keluar kandung empedu, dengan tanda yang bervariasi
dari edema dan kongesti ringan sampai infeksi ringan sampai infeksi berat
dengan gangren dan perforasi
kolesistitis kronik peradangan kandung empedu dengan gejala yang relatif
ringan yang menetap untuk waktu yang panjang
Dorland, 2006
Etiologi:
kalkulosa batu empedu, akalkulosapasca operasi, luka bakar,infeksi, gangguan sirkulasi

Faktor resiko:
wanita lbh rentan, umur >50, aktftas fisik, obesitas, fertile

Gambaran klinis:
Nyeri kolik perut sebelah kanan atas epigastrium .
Nyeri tekan.
Kenaikan suhu tubuh.
Nyeri menjalar ke pundak atau skapula kanan, berlangsung sampai 60 menit tanpa
reda.

Pemeriksaan fisik:
Teraba massa kandung empedu
Nyeri tekan
Peritonitis lokal (tanda Murphy)
Pemeriksaan Lab:
Leukositosis
Apabila keluhan nyeri bertambah berat, suhu tinggi, menggigil, leukositosis
berat pertimbangan terjadi empiema dan perforasi kandung empedu
Serum transaminase (naik)
Serum fosfatase alkali (naik)



Pemeriksaan Penunjang:

USG besar, bentuk, penebalan dinding, batu, saluran empedu ekstra hepatik.
Skintigrafi saluran empedu dengan zat radioaktif HIDA gambaran duktus koledochus,
tanpa gambaran kandung empedu

Penatalaksanaan:
akut:
istirahat total, pemberian nutrisi parenteral, diet ringan, penghilang nyeri seperti petidin
dan antispasmodic, antibiotik golongan ampisilin, sefalosporin dan metronidazol.
Kronis: kolisistektomi

Prognosis:
Penyembuhan spontan didapatkan pada 85% kasus, sekalipun kandung empedu menjadi
tebal, fibrotik, penuh dengan batu dan tidak berfungsi lagi. Tidak jarang menjadi kolesistitis
rekuren. Kadang-kadang kolesistitis akut berkembang secara cepat menjadi gangren,
empiema, dan perforasi kandung empedu, fistel, abses hati atau peritonitis umum. Hal ini
dapat dicegah dengan pemberian antibiotik diawal.
Tindakan bedah akut pada pasien tua >75 th mempunyai prognosis jelek,disamping
kemungkinan banyak timbul komplikasi pasca bedah.

Sumber: Ilmu Penyakit Dalam jilid 1 edisi V

KOLELITIASIS


Definisi:

Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus,batu empedu) merupakan suatu keadaan dimana
terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesika felea) yang memiliki
ukuran,bentuk dan komposisi yang bervariasi.
Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun terutama
pada wanita dikarenakan memiliki faktor resiko,yaitu : obesitas, usia lanjut, diet
tinggi lemak dan genetik.

Patologi:

Batu empedu merupakan endapan satu atau lebih komponen empedu, yang terdiri
dari : kolesterol, bilirubin, garam empedu, kalsium, protein, asam lemak, fosfolipid
(lesitin) dan elektrolit.
Batu empedu memiliki komposisi yang terutama terbagi atas 3 jenis :
1. batu pigmen
2. batu kolesterol
3. batu campuran (kolesterol dan pigmen)

KOLELITIASIS, KOLESISTITIS, DAN KOLESTASIS Oleh dr. Herry Setya Yudha Utama,
Sp. B MHKes FinaCS

Etiologi:

Etiologi batu empedu masih belum diketahui secara pasti,adapun faktor predisposisi
terpenting, yaitu : gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya perubahan
komposisi empedu, statis empedu, dan infeksi kandung empedu.
Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor terpenting dalam
pembentukan batu empedu karena hati penderita batu empedu kolesterol
mengekresi empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang
berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu (dengan cara yang belum
diketahui sepenuhnya) untuk membentuk batu empedu.
Statis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi
progresif, perubahan komposisi kimia, dan pengendapan unsur-insur tersebut.
Gangguan kontraksi kandung empedu atau spasme spingter oddi, atau keduanya
dapat menyebabkan statis. Faktor hormonal (hormon kolesistokinin dan sekretin)
dapat dikaitkan dengan keterlambatan pengosongan kandung empedu.
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan batu.
Mukus meningkatakn viskositas empedu dan unsur sel atau bakteri dapat
berperan sebagai pusat presipitasi/pengendapan.Infeksi lebih timbul akibat dari
terbentuknya batu ,dibanding panyebab terbentuknya batu.

Patofisiologi:

Batu pigmen
Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari keempat anion ini :
bilirubinat, karbonat, fosfat dan asam lemak
Pigmen (bilirubin) pada kondisi normal akan terkonjugasi dalam empedu. Bilirubin
terkonjugasi karna adanya enzim glokuronil tranferase bila bilirubin tak terkonjugasi
diakibatkan karena kurang atau tidak adanya enzim glokuronil tranferase tersebut
yang akan mengakibatkan presipitasi/pengendapan dari bilirubin tersebut. Ini
disebabkan karena bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air tapi larut dalam
lemak.sehingga lama kelamaan terjadi pengendapan bilirubin tak terkonjugasi yang
bisa menyebabkan batu empedu tapi ini jarang terjadi.

Pigmen (bilirubin) tak terkonjugasi dalam empedu

Akibat berkurang atau tidak adanya enzim glokuronil tranferase

Presipitasi / pengendapan

Berbentuk batu empedu

Batu tersebut tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan jalan operasi
Batu kolesterol
Kolesterol merupakan unsur normal pembentukan empedu dan berpengaruh dalam
pembentukan empedu. Kolesterol bersifat tidak larut dalam air, kelarutan kolesterol
sangat tergantung dari asam empedu dan lesitin (fosfolipid).

Proses degenerasi dan adanya penyakit hati

Penurunan fungsi hati

Penyakit gastrointestinal Gangguan metabolisme

Mal absorpsi garam empedu Penurunan sintesis (pembentukan) asam empedu

Peningkatan sintesis kolesterol

Berperan sebagai penunjang
iritan pada kandung empedu Supersaturasi (kejenuhan) getah empedu oleh
kolesterol

Peradangan dalam Peningkatan sekresi kolesterol
kandung empedu

Kemudian kolesterol keluar dari getah empedu
Penyakit kandung
empedu (kolesistitis)
Pengendapan kolesterol

Batu empedu

BATU KOLESTEROL
Ada 3 kondisi pembentukan batu kolesterol:
Kondisi 1: kenaikan HMG COA reduktase berfungsi untuk retlimeting enzim/menstok
enzim.

Kondisi 2:penurunan 7 alfa hidroksinase fungsi untuk sintesis asam empedu

Kondisi 3: penuruan MDR 3 fungsi untuk sekresi lesitin.

BATU PIGMEN
Infeksi bakteri gram (-) di saluran empedu ngeluarin beta glukoronildase di tubuh
manusia ada menghambat glukoronalakton menghidrolisis bilirubin terbentuk B1
banyak endapan kalsium bilirubinate endapan kayak lumpur batu pigmen.

Pemeriksaan Lab:

1.Uji eksresi empedu
Fungsinya mengukur kemampuan hati untuk mengonjugasi dan mengekresikan
pigmen.
Bilirubin direk (terkonjugasi) merupakan bilirubin yang telah diambil oleh sel-sel
hati dan larut dalam air.Makna klinisnya mengukur kemampuan hati untuk
mengonjugasi dan mengekresi pigmen empedu. Bilirubin ini akan meningkat bila
terjadi gangguan eksresi bilirubin terkonjugasi.
Nilai normal :
0,1-0,3 mg/dl

Bilirubin indirek (tidak terkonjugasi) merupakan bilirubin yang larut dalam lemak
dan akan meningkat pada keadaan hemolitik (lisis darah).
Nilai normal :
0,2-0,7 mg/dl

Bilirubin serum total merupakan bilirubin serum direk dan total meningkat pada
penyakit hepatoselular
Nilai normal :
0,3-1,0 mg/dl

Bilirubin urin / bilirubinia merupakan bilirubin terkonjugasi dieksresi dalam urin
bila kadarnya meningkat dalam serum, mengesankan adanya obstruksi pada sel
hatiatau saluran empedu. Urin berwarna coklat bila dikocok timbul busa
berwarna kuning.
Nilai normal :
0 (nol)

2.Uji enzim serum

Asparte aminotransferase (AST / SGOT ) dan alanin aminotransferase (ALT / SGPT)
merupakan enzim intrasel yang terutama berada di jantung, hati, dan jaringan skelet
yang dilepaskan dari jaringan yang rusak (seperti nekrosis atau terjadi perubahan
permeabilitas sel dan akan meningkat pada kerusakan hati. Nilai normal AST / SGOT
dan ALT / SGPT : 5-35 unit/ml.
Alkaline posfatase dibentuk dalam hati dan dieksresikan ke dalam empedu, kadarnya
akan meningkat jika terjadi obstuksi biliaris. Nilai normalnya : 30-120 IU/L atau 2-4
unit/dl.

Pemeriksaan diagnostic:

1. Ronsen abdomen / pemeriksaan sinar X / Foto polos abdomen
Dapat dilakukan pada klien yang dicurigai akan penyakit kandung empedu. Akurasi
pemeriksaannya hanya 15-20 %. Tetapi bukan merupakan pemeriksaan pilihan.

2. Kolangiogram / kolangiografi transhepatik perkutan
Yaitu melalui penyuntikan bahan kontras langsung ke dalam cabang bilier. Karena
konsentrasi bahan kontras yang disuntikan relatif besar maka semua komponen
sistem bilier (duktus hepatikus, D. koledukus, D. sistikus dan kandung empedu) dapat
terlihat. Meskipun angka komplikasi dari kolangiogram rendah namun bisa beresiko
peritonitis bilier, resiko sepsis dan syok septik.

3. ERCP ( Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatographi)
Yaitu sebuah kanul yang dimasukan ke dalam duktus koledukus dan duktus
pancreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut. Fungsi
ERCP ini memudahkan visualisasi langsung stuktur bilier dan memudahkan akses ke
dalam duktus koledukus bagian distal untuk mengambil batu empedu, selain itu
ERCP berfungsi untuk membedakan ikterus yang disebabkan oleh penyakit hati
(ikterus hepatoseluler dengan ikterus yang disebabkan oleh obstuksi bilier dan juga
dapat digunakan untuk menyelidiki gejala gastrointestinal pada pasien-pasien yang
kandung empedunya sudah diangkat.ERCP ini berisiko terjadinya tanda-tanda
perforasi/ infeksi

Penatalaksanaan:

Non Bedah, yaitu :
Therapi Konservatif
Pendukung diit : Cairan rendah lemak
Cairan Infus
Pengisapan Nasogastrik
Analgetik
Antibiotik
Istirahat

Farmako Therapi
Pemberian asam ursodeoksikolat dan kenodioksikolat digunakan untuk melarutkan
batu empedu terutama berukuran kecil dan tersusun dari kolesterol.
Zat pelarut batu empedu hanya digunakan untuk batu kolesterol pada pasien yang
karena sesuatu hal sebab tak bisa dibedah. Batu-batu ini terbentuk karena terdapat
kelebihan kolesterol yang tak dapat dilarutkan lagi oleh garam-garam empedu dan
lesitin. Untuk melarutkan batu empedu tersedia Kenodeoksikolat dan
ursodeoksikolat. Mekanisme kerjanya berdasarkan penghambatan sekresi kolesterol,
sehigga kejenuhannya dalam empedu berkurang dan batu dapat melarut lagi.
Therapi perlu dijalankan lama, yaitu : 3 bulan sampai 2 tahun dan baru dihentikan
minimal 3 bulan setelah batu-batu larut. Recidif dapat terjadi pada 30% dari pasien
dalam waktu 1 tahun , dalam hal ini pengobatan perlu dilanjutkan.

1.Ranitidin
Komposisi : Ranitidina HCl setara ranitidina 150 mg, 300 mg/tablet, 50 mg/ml injeksi.
Indikasi : ulkus lambung termasuk yang sudah resisten terhadap simetidina, ulkus
duodenum, hiperekresi asam lambung ( Dalam kasus kolelitiasis ranitidin dapat
mengatasi rasa mual dan muntah / anti emetik).
Perhatian : pengobatan dengan ranitidina dapat menutupi gejala karsinoma
lambung, dan tidak dianjurkan untuk wanita hamil.

2.Buscopan (analgetik /anti nyeri)
Komposisi : Hiosina N-bultilbromida 10 mg/tablet, 20 mg/ml injeksi
Indikasi : Gangguan kejang gastrointestinum, empedu, saluran kemih wanita.
Kontraindikasi : Glaukoma hipertrofiprostat.

3. Buscopan Plus
Komposisi : Hiosina N-butilbromida 10 mg, parasetamol 500 mg,.
Indikasi : Nyeri paroksimal pada penyakit usus dan lambung, nyeri spastik pada
saluran uriner, bilier, dan organ genital wanita.

4. NaCl
i. NaCl 0,9 % berisi Sodium Clorida / Natrium Clorida yang dimana kandungan
osmolalitasnya sama dengan osmolalitas yang ada di dalam plasma tubuh.
ii. NaCl 3 % berisi Sodium Clorida / Natrium Clorida tetapi kandungan osmolalitasnya
lebih tinggi dibanding osmolalitas yang ada dalam plasma tubuh.

Pembedahan Cholesistektomy
Merupakan tindakan pembedahan yang dilakukan atas indikasi cholesistitis atau
pada cholelitisis, baik akut /kronis yang tidak sembuh dengan tindakan konservatif.

Sumber:
Brunner & Suddart.2001.Keperawatan Medikal Bedah Vol 2.Jakarta : EGC
Carpenito, Lynda Juall. 1998. Diagnosa Keperawatan Edisi 6. Jakarta.EGC
Hall,J.Emungkinand A.C.Guyton.1997.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran,Jakarta : EGC
Ikataan sarjana Farmasi Indonesia.2004.ISO.Jakarta
Joanne MD & Gloria MB. 2004. Nursing Intervention Clasification Jhonson, Marion
2000. Nursing Outcome Clasification. Philadelpia : Mosby (NIC)
Fourth Edition. Philadelpia : Mosby
Kee,L.J.Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik.Jakarta : EGC
Mansjoer,Arif M.2001.Kapita Selekta Kedokteran .Jakarta :Media Aesculapius
Moory,Mary Courney.1997.Buku Pedoman Terapi Diet dan Nutrisi.Jakarta : EGC
Sherwood,L.2001.Fisiologi Manusia.Jakarta :EGC
Wilkison, Judit M. 2006. Buku Saku Diagnisis Keperawatan. Jakarta : EGC

KOLESISTITIS
Etiologi:
95% penderita kolesistitis memiliki batu empedu.
Infeksi bakteri menyebabkan terjadinya peradangan.
Kolesistitis akut tanpa batu merupakan penyakit yang serius dan cenderung
timbul setelah terjadinya:
Luka bakar yang serius
Pembedahan
Sepsis / infeksi yang menyebar ke seluruh tubuh
Adenokarsinoma kandung empedu
Diabetes mellitus
Torsi kandung empedu

Klasifikasi:
Kolesistitis akut:
Perikolesistitis
Peradangan pankreas (pankreatitis)
Perforasi
Kolesistitis kronis:
Hidrop kandung empedu
Empiema kandung empedu
Fistel kolesistoenterik
Ileus batu empedu (gallstone ileus)

Patofisiologi:
Peradangan mekanis akibat tekanan intralumen dan regangan yang
menimbulkan iskemia mukosa dan dinding kandung empedu.
Peradangan kimiawi akibat pelepasan lisolesitin (akibat kerja fosfolipase pada
lesitin dalam empedu) dan faktor jaringan local lainnya.
Peradangan bakteri yang mungkin berperan pada 50-85% pasien kolesistitis
akut.

Pemeriksaan:
Pemeriksaan fisik (Triad: nyeri akut kuadran kanan atas abdomen, demam,
leukositosis berkisar anatara 10.000-15.000 shift to the left pada hitung jenis:
bilirubin serum sedikit meningkat (< 85,5 mol/L); peningkatan sedang
aminotransferase serum (> dari 5 kali lipat)
USG menunjukkan batu (90-95% kasus) dan penebalan pada dinding kandung
empedu


Penatalaksanaan:
Konservatif
Lisis batu dengan obat-obatandisolusi
Litotripsi (ESWL)
Terapi Diet
makanan cair rendah lemak. hindari kolesterol yang tinggi terutama
lemak hewani. Suplemen bubuk tinggi protein dan karbohidrat dapat
diaduk ke dalam susu skim dan adapun makanan tambahan seperti:
buah yang dimasak, nasi ketela, daging tanpa lemak, sayuran yang
tidak membentuk gas, roti, kopi / teh.
Operatif
Open kolesistektomi
Kolesistektomi laparoskopik
Kolesistektomi mini laparotomi
Kolesistotomi
ERCP


KOLELITIASIS, KOLESISTITIS, DAN KOLESTASIS Oleh dr. Herry Setya Yudha Utama,
Sp. B MHKes FinaCS


8. Apa penatalaksanaan?

Penatalaksanaan :
Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri yang hilang-
timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau mengurangi makanan
berlemak.
Jika batu kandung empedu menyebabkan serangan nyeri berulang meskipun telah dilakukan
perubahan pola makan, maka dianjurkan untuk menjalani pengangkatan kandung empedu
(kolesistektomi). Pengangkatan kandung empedu tidak menyebabkan kekurangan zat gizi
dan setelah pembedahan tidak perlu dilakukan pembatasan makanan.

Pilihan penatalaksanaan antara lain :
1. Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan kolelitiasis
simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus
biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini
kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris
rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
2. Kolesistektomi laparaskopi
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan sekarang ini sekitar
90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-90% batu empedu di Inggris dibuang
dengan cara ini karena memperkecil resiko kematian dibanding operasi normal (0,1-0,5%
untuk operasi normal) dengan mengurangi komplikasi pada jantung dan paru.

Kandung
empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut.
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya kolesistitis akut.
Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur
ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus koledokus. Secara
teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat
mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat
kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan
adalah kemanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi 6r seperti
cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi
laparaskopi.



Gambar 5. Kolesistektomi laparaskopi
15
3. Disolusi medis
Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah digunakan adalah angka
kekambuhan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat disolusi hanya memperlihatkan
manfaatnya untuk batu empedu jenis kolesterol. Penelitian prospektif acak dari asam
xenodeoksikolat telah mengindikasikan bahwa disolusi dan hilangnya batu secara lengkap
terjadi sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan, kekambuhan batu tejadi pada 50% pasien.
10
Kurang dari 10% batu empedu dilakukan cara ini dan sukses.
2
Disolusi medis sebelumnya
harus memenuhi criteria terapi non operatif diantaranya batu kolesterol diameternya < 20
mm, batu kurang dari 4 batu, fungsi kandung empedu baik dan duktus sistik paten.
2

4. Disolusi kontak
Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang poten (Metil-Ter-Butil-
Eter (MTBE)) ke dalam kandung empedu melalui kateter yang diletakkan per kutan telah
terlihat efektif dalam melarutkan batu empedu pada pasien-pasien tertentu. Prosedur ini
invasif dan kerugian utamanya adalah angka kekambuhan yang tinggi (50% dalam 5 tahun).
5. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)
Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biaya-manfaat pad saat ini
memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah benar-benar
dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.



Gambar 6. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)


6. Kolesistotomi
Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anestesia lokal bahkan di samping tempat tidur
pasien terus berlanjut sebagai prosedur yang bermanfaat, terutama untuk pasien yang
sakitnya kritis

7. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut, kerongkongan, lambung dan ke
dalam usus halus. Zat kontras radioopak masuk ke dalam saluran empedu melalui sebuah
selang di dalam sfingter oddi. Pada sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak lebar sehingga
batu empedu yang menyumbat saluran akan berpindah ke usus halus. ERCP dan
sfingterotomi telah berhasil dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari 4 dari setiap 1.000
penderita yang meninggal dan 3-7% mengalami komplikasi, sehingga prosedur ini lebih
aman dibandingkan pembedahan perut. ERCP saja biasanya efektif dilakukan pada
penderita batu saluran empedu yang lebih tua, yang kandung empedunya telah diangkat

Gambar 7. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)

9. Apa komplikasi?
Komplikasi :
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis :
1. Asimtomatik
2. Obstruksi duktus sistikus
3. Kolik bilier
4. Kolesistitis akut
5. Perikolesistitis
6. Peradangan pankreas (pankreatitis)
7. Perforasi
8. Kolesistitis kronis
9. Hidrop kandung empedu
10. Empiema kandung empedu
11. Fistel kolesistoenterik
12. Batu empedu sekunder (Pada 2-6% penderita, saluran menciut kembali dan batu
empedu muncul lagi)
13. Ileus batu empedu (gallstone ileus)
Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan menghasilkan
kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang tadi ada dalam kandung empedu terdorong
dan dapat menutupi duktus sistikus, batu dapat menetap ataupun dapat terlepas lagi.
Apabila batu menutupi duktus sitikus secara menetap maka mungkin akan dapat terjadi
mukokel, bila terjadi infeksi maka mukokel dapat menjadi suatu empiema, biasanya
kandung empedu dikelilingi dan ditutupi oleh alat-alat perut (kolon, omentum), dan dapat
juga membentuk suatu fistel kolesistoduodenal. Penyumbatan duktus sistikus dapat juga
berakibat terjadinya kolesistitis akut yang dapat sembuh atau dapat mengakibatkan nekrosis
sebagian dinding (dapat ditutupi alat sekiatrnya) dan dapat membentuk suatu fistel
kolesistoduodenal ataupun dapat terjadi perforasi kandung empedu yang berakibat
terjadinya peritonitis generalisata.
Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada saat kontraksi dari
kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus koledokus kemudian menetap
asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik. Batu yang menyumbat di duktus
koledokus juga berakibat terjadinya ikterus obstruktif, kolangitis, kolangiolitis, dan
pankretitis.
Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui terbentuknya fistel
kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat menyumbat pada bagian
tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan menimbulkan ileus obstruksi

KOLELITIASIS, KOLESISTITIS, DAN KOLESTASIS Oleh dr. Herry Setya Yudha Utama,
Sp. B MHKes FinaCS
Kolesistitis akut:
Jika terdapat komplikasi (misalnya abses, gangren atau perforasi kandung
empedu), diperlukan pembedahan segera.
Kolesistitis kronis:
Demam tinggi, menggigil, peningkatan jumlah leukosit dan berhentinya
gerakan usus (ileus) dapat menunjukkan terjadinya abses, gangren atau
perforasi kandung empedu.
Serangan yang disertai jaundice (sakit kuning) atau arus balik dari empedu ke
dalam hati menunjukkan bahwa saluran empedu telah tersumbat sebagian
oleh batu empedu atau oleh peradangan.
Jika pemeriksaan darah menunjukkan peningkatan kadar enzim amilase,
mungkin telah terjadi peradangan pankreas (pankreatitis) yang disebabkan
oleh penyumbatan batu empedu pada saluran pankreas (duktus
pankreatikus).
http://www.slideshare.net/yudhasetya01/kolelitiasiskolestasiskolesistitis


TAMBAHAN
Gallstone Disease (Cholelithiasis)
In about 75% of patients, gallstones consist of cholesterol (more women than men are affected in
this way), the rest are so-called pigment stones that contain unconjugated bilirubin in the main.
What the two types of stone components have in common is that they are poorly soluble in water.
Cholesterol (Ch) is normally not precipitated in bile, because it contains sufficient conjugated bile
salts (BS) and phosphatidylcholine (Pch = lecithin) for it to be in a micellar solution (!A4, green
area). If the concentration ratio [Ch]/[BS + Pch] increases, Ch will remain, within a small range, in a
supersaturated micellar solution (!A4, orange area). This apparent supersaturation is probably
based on the liver also secreting cholesterol in a highly concentrated form within the nucleus of a
unilamellar vesicle in the gallbladder (!A2) in such a way that Pch makes up the solution-aiding
peel of this vesicle, 50100nm in diameter. If the relative cholesterol content increases further,
multimicellar vesicles are formed (up to 1000 nm). They are less stable and give up cholesterol that
is then precipitated in the aqueous environment in the form of cholesterol crystals (!A2; !A4, red
area). These crystals are the precursors of gallstones. Important causes of an increased [Ch]/
[BS + Pch] ratio are: ! Increased cholesterol secretion (!A2). This will occur because there is either an
increased cholesterol synthesis (raised activity of 3-hydroxy-3-methylglutaryl [HMG]-CoAcholesterol
reductase), or an inhibition of cholesterol esterification, for example, by progesterone during
pregnancy (inhibition of acetyl-CoA-cholesterol-acetyl transferase [ACAT]). ! Reduced bile salt
secretion (!A1). This is due to either a decrease in the bile salt pool, as in Crohns disease or after gut
resection, or a prolonged sequestration of bile salts in the gallbladder, as in fasting (possibly even if
only overnight) or parenteral nutrition. The latter decreases the enterohepatic circulation of bile
salts so that their secretion into the bile is reduced. As cholesterol secretion is not linearly related to
bile salt secretion (!B, right), the [Ch]/[BS + Pch] ratio increases when bile salt secretion is low. This
ratio rises further under the influence of estrogens, because they cause an increase in the
concentration ratio of cholate to chenodeoxycholate (activation of 12"-hydroxylase; !B, left), so that
more cholesterol is secreted per mol bile salts (!B; compare the two curves). ! A reduced secretion
of phosphatidylcholine as a cause of cholesterol stones has been found in Chilean women who live
almost exclusively on vegetables. Pigment stones (!C) consist to a large extent (ca. 50%) of calcium
bilirubinate, which gives them their black or brown color. The black stones additionally contain
calcium carbonate and phosphate, while the brown stones also contain stearate, palmitate, and
cholesterol. A raised amount of unconjugated bilirubin in the bile, which dissolves only in micelles,
is the main cause of pigment stone formation; normally bile contains only 12%. The causes of an
increased concentration of unconjugated bilirubin are (!C): ! Increased liberation of hemoglobin, for
example, in hemolytic anaemia, in which there is so much bilirubin that the glucuronidase- mediated
process of conjugation in the liver does not meet demand (!p.169); ! Reduced conjugating capacity in
the liver, for example, in liver cirrhosis (!p.172); ! Nonenzymatic deconjugation of (especially
monoglucuronated) bilirubin in bile; ! Enzymatic deconjugation (#-glucosidase) by bacteria. The
latter is almost always the cause of brown pigment stones. The bacteria also enzymatically
deconjugate the bile salts (decreased micellar formation with cholesterol precipitation) and
additionally liberate, by means of its phospholipase A2, palmitate and stearate (from
phophatidylcholine) which precipitate as calcium salts. Black stones, mainly formed by the first three
of the above mechanisms, contain in addition to other compounds, calcium carbonate and
phosphate, these latter presumed to be formed by the gallbladders decreased capacity to acidify.
The gallbladder, in which the specific bile components (Ch, BS, Pch) are concentrated many times
over by withdrawal of water, also plays an important part (!D) in the formation of gallstones
(cholelithiasis after cholecystectomy is rare). Disorders of gallbladder emptying can be among the
causes, either due to insufficient CCK being liberated (lack of free fatty acid [FFA] release in the
lumen in pancreatic insufficiency), so that the main stimulus for gallbladder contraction is weakened,
or because after nonselective vagotomy the second most important contraction signal,
acetylcholine, is absent. Gallbladder contraction is also weakened in pregnancy. This means that not
only occasional or absent emptying (see above) but also incomplete emptying increases the duration
for which bile remains in the gallbladder. As a result, there is enough time for the precipitated
crystals to form large concrements. A raised mucus secretion (stimulated by prostaglandins) can thus
lead to an increased number of nuclei of crystallization. Possible consequences of cholelithiasis are
(!E): ! Colic. When the cystic duct or the common bile duct is transiently blocked by a stone, pressure
rises in the bile ducts and increased peristaltic contraction in the region of the blockage causes
severe visceral pain in the epigastric area, possibly with radiation into the back, as well as vomiting
(!p.140). ! In acute cholecystitis fever and leukocytosis are added to the symptoms listed above.
Important causes are trauma to the gallbladder epithelium caused by stones. Prostaglandins are
liberated from the gallbladder epithelium in addition to phospholipase A2. The latter splits
phosphatidylcholine to lysolecithin (i.e., removal of the fatty acid at C2), which in turn brings about
acute cholecystitis. In some circumstances it may lead to gallbladder perforation. ! Bacterial
cholangitis usually occurs when bile flow is stopped because of cholelithiasis. A rise in pressure with
dilation of the bile ducts is the result, and posthepatic cholestasis and biliary pancreatitis may also
develop. ! In relatively rare cases gallbladder cancer
develops on the basis of gallstone disease.
Batu empedu:
Ada 3 jenis,yaitu: pigmen, kolestrol, dan batu campuran.
Jenis Batu Batu Pigmen Batu Kolestrol Campuran
Terdiri dari garam kalsium dan
salah satu dari
keempat anion ini
(bilirubinat,
karbonat,fosfat, atau
asam lemak panjang.
kalsium dan pigmen seperti batu
pigmen/batu
kolestrol (Jarang)
Bentuk Kecil Besar majemuk
multipel soliter
bulat / oval
Warna hitam kecoklatan
hitamhemolisis
kronis
coklat infeksi
empedu kronis
Kuning pucat coklat tua


Sumber: Patofisiologi.Sylvia.

You might also like