You are on page 1of 55

LAPORAN KASUS

SABTU, 30 AGUSTUS 2014



AFAKIA OS, KATARAK SENILIS OD, SINDROMA MATA
KERING ODS











Oleh :
MUHAMMAD SULISTIO S.Ked
G1A107072

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR
SMF/BAGIAN MATA RSUD RADEN MATTAHER/FKIK UNJA
TAHUN 2014
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan
karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan laporan kasus. Penulisan kasus ini
dalam rangka memenuhi salah satu syarat dalam menjalani kepaniteraan klinik senior
di bagian Mata di RSUD RadenMattaher Jambi. Kami mengucapkan terimakasih
kepada dr. Hj. Zaimah Hilal, Sp.M, dr. H. Djarizal, SpM, M.PH, dr. H. Kuswaya,
SpM, dr. M. Ikhsan, SpM; dan dr.Amelia Novita Sari; yang telah membantu dan
membimbing dalam penyelesaian laporan kasus ini.
Sepenuhnya saya menyadari laporan kasus ini masih jauh dari sempurna dan
masih banyak memiliki kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat diharapkan untuk memperbaiki dan menyempurnakan
laporan kasus ini.
Terlepas dari segala kekurangan yang ada, semoga laporan kasus ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Jambi, Agustus 2014
Penyusun



Muhammad Sulistio





DAFTAR ISI

Kata Pengantar . i
Daftar Isi .. ii
Bab I Pendahuluan .. 1
Bab II Laporan Kasus .. 2
Bab III Tinjauan Pustaka .. 7
Bab IV Pembahasan 37
Daftar Pustaka 41














ANAMNESA
Nama : Ny. N
Umur : 63 tahun
Alamat : RT.17 Tanjung Sari, Jambi Timur
Pendidikan : Tidak Sekolah
Pekerjaan : IRT
Status : Sudah Menikah
Keluhan Utama Mata sebelah kiri kabur sejak 4 tahun yang lalu

Anamnesa Khusus



Pasien datang ke poli Mata RSUD dengan keluhan mata
kiri kabur. Keluhan dirasakan sejak 4 tahun yang lalu
setelah pasien melakukan operasi katarak. Selain itu pasien
juga mengeluhkan mata kiri nya seperti ada yang
bergoyang - goyang.
Penglihatan pasien dari hari kehari tidak dirasakan
menurun. Pasien tidak memakai kacamata, untuk mengatasi
keluhan tersebut. Pasien pernah melakukan operasi katarak
pada mata kirinya 4 tahun yang lalu.
Pasien juga mengeluh mata kananya seperti berkabut dan
ada rasa gelap. Apabila ditempat terang, atau terkena
cahaya matahari, mata pasien terasa silau dan lama-
kelamaan pedih.
Os juga mengeluh matanya sering Gatal sejak 1 bulan
yang lalu, merah (-) berair (-), riwayat trauma (-)

Riwayat penyakit
yang lalu
- Hipertensi disangkal
- Diabetes Melitus disangkal
- Pasien menggunakan kacamata baca sejak umur 45 tahun

Anamnesa Keluarga


Tidak ada penyakit yang sama
Riwayat Gizi Baik
Keadaan Sosial
Ekonomi

Menengah
Penyakit Sistemik


SMF/Bag. MATA
RSUD RADEN MATTAHER JAMBI/FK. UNJA
Jln. Let.Jend.Soeprapto No.31 Jambi 36122
Telp : (0741) 61692
- Trac Resp
- Tract Digest
- Cardio Vasc
- Endokrin
- Neurologi
- Kulit
- THT
- Gilut
- Lain-lain
Tidak ada Keluhan
Tidak ada Keluhan
Tidak ada Keluhan
Tidak ada Keluhan
Tidak ada Keluhan
Tidak ada Keluhan
Tidak ada Keluhan
Tidak ada Keluhan
Tidak ada Keluhan




I. PEMERIKSAAN VISUS DAN REFRAKSI
OD OS

VISUS : SC : 6/30, PH: 6/30


VISUS : SC : 1/60, PH 1/60

II. MUSCLE BALANCE
PERGERAKAN BOLA MATA

Versi : Baik
Duksi : Baik






Versi : Baik
Duksi : Baik



III. PEMERIKSAAN EKSTERNAL

















Papebra Superior : Hiperemis (-)
edema (-)
Hiperemis (-)
edema (-)

Papebra Inferior : Hiperemis (-) Hiperemis (-)
edema (-) edema (-)

Cilia : Trikiasis (-)
madarosis (-)

Trikiasis (-)
madarosis (-)

Ap.Lacrimalis : Sumbatan (-)

Sumbatan (-)

Conj.Tars.Sup : Papil (-)
folikel (-)
lithiasis (-)

Papil (-)
folikel (-)
lithiasis (-)
Conj.Tars.Sup : Papil (-)
folikel (-)
lithiasis (-)

Papil (-)
folikel (-)
lithiasis (-)
Conj.Bulbi : Injeksi Siliar (-)
Injeksi Konjunctiva (-)

Injeksi Siliar (-)
Injeksi Konjunctiva (-)

Cornea : Edema (-)
Jernih

Edema (-)
Jernih

COA : Dalam,
Hifema (-)
Hipopion (-)
Dalam,
Hifema (-)
Hipopion (-)

Pupil : Bulat, regular
Refleks Cahaya :
- Direct (+)
- Indirect (+)
Diameter : 3 mm
Bulat, regular
Refleks Cahaya :
- Direct (+)
- Indirect (+)
Diameter : 3 mm
Iris : Coklat, Kripta jelas

Coklat, Kripta jelas
Lensa : Keruh sebagian,
iris shadow (+)

(-)
Lain lain


IV. PEMERIKSAAN SLIT LAMP DAN BIOMICROSKOPY
Cilia : Trikiasis (-)
madarosis (-)

Trikiasis (-)
madarosis (-)

Conjunctiva : Injeksi Siliar (-) Injeksi Siliar (-)
Injeksi Konjunctiva (-)

Injeksi Konjunctiva (-)

Cornea : Edema (-)
Jernih

Edema (-)
Jernih

COA : Dalam,
Hifema (-)
Hipopion (-)
Dalam,
Hifema (-)
Hipopion (-)

Iris : Coklat, Kripta jelas

Coklat, kripta jelas

Lensa : Keruh sebagian

(-)
V. TONOMETRI
PALPASI : Normal
SCHIOTZ : 15,6
APPLANASIA : tidak dilakukan

Normal
15,6
tidak dilakukan


VI. GONIOSKOPY
tidak dilakukan tidak dilakukan

VII. VISUAL FIELD
Tes Konfrontasi: sama dengan pemeriksa



Menyempit
VIII. PEMERIKSAAN PADA KEADAAN MIDRIASIS









OD OS
Lensa : Keruh sebagian

(-)
Vitreous : Sulit dinilai

Tidak bisa dinilai
Fundus : Sulit dinilai


Tidak bisa dinilai
IX. PEMERIKSAAN UMUM
Tinggi Badan :

Cardio Vasc : tidak ada kelainan
Berat Badan : 52 kg

G.I. Tract : tidak ada kelainan
Tekanan darah : 140/100 mmHg

Paru-Paru : tidak ada kelainan
Nadi : 88 x/mnt

Neurology : tidak ada kelainan
Suhu : afebris

Pernafasan : 16 x/mnt





XI. DIAGNOSA
Aafakia OS + Katarak Senilis OD + Sindroma Mata Kering ODS


XII. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
Kelaianan refraksi

XIII. ANJURAN PEMERIKSAAN
- GDS
- Tonometri Schiotz
- Schirmer Test
XIV. PENGOBATAN
- Mata Kanan:
Saran untuk dilakukan operasi katarak + (IOL)
1. Katarlen
2. Vitamin


- Mata Kiri:
Lensa Sekunder

- Sindroma Dry Eyes













Cendo Lyteers

XV. PROGNOSA

Quo Ad Vitam: ad bonam
Quo Ad Fungsionam: dubia ad bonam

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 LENSA
3.1.1 Embriologi Lensa
Mata berasal dari tonjolan otak (vesikel optic), dan lensa berasal dari
ectoderm permukaan pada tempat lensplate yang kemudian mengadakan
invaginasi dan melepaskan diri dari ectoderm permukaan, membentuk vesikel
lensa dan bebas terletak didalam batas-batas dari batas optic cup. Segera setelah
vesikel lensa terlepas dari ectoderm permukaan, maka sel-sel bagian posterior
memanjang dan menutupi bagian yang kosong. Kapsul hialin dikeluarkan oleh
sel-sel lensa. Serat-serat sekunder memanjangkan diri, dari daerah ekuator dan
tumbuh dan tumbuh kedepan dibawah epitel subkapsuler, yang hanya selapis
dan kebelakang dibawah kapsula lentis. Serat ini saling bertemu dan
membentuk sutura lentisyang membentuk huruf Y tegak di anterior dan Y
terbalik di posterior.
3,4
Pembentukan lensa selesai pada umur 7 bulan penghidupan fetal. Inilah
yang membentuk substansi lensa, yang terdiri dari korteks dan nucleus.
Pertumbuhan dan proliferasi dari serat-serat sekunder berlangsung terus selama
hidup, tetapi lebih lambat, kemudian terjadi kompresi dari serat-serat tersebut
dengan disusul oleh proses sklerosis.
3,4

Gambar 1. Embriologi Lensa
5

3.1.2 Anatomi dan Fisiologi Lensa
3.1.2.1 Anatomi Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular tak berwarna dan
transparan. Jaringan ini berasal dari ectoderm permukaan pada lensplate.
1,3
Tebal
sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Dibelakang iris lensa digantung oleh zonula
(zonula Zinnii) yang menghubungkan dengan korpus siliare. Disebelah anterior
lensa terdapat humour aquos dan disebelah posterior terdapat vitreus. Kapsul lensa
adalah suatu membran semipermeabel yang dapat dilewati air dan elektrolit.
Disebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih keras
daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamelar
subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan menjadi kurang
elastik.
1,6,7,8
Lensa terdiri dari 65% persen air, 35% protein, dan sedikit sekali mineral
yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa
daripada di kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam
bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah atau
pun saraf di lensa.
1,6,7,8

Gambar 2. Bentuk dan Posisi Lensa di Mata
5

Bagian-bagian lensa
6
:
1. Kapsul
Kapsula lensa memiliki sifat yang elastis, membran basalisnya yang
transparan terbentuk dari kolagen tipe IV yang ditaruh di bawah oleh sel-sel
epitelial. Kapsula terdiri dari substansi lensa yang dapat mengkerut selama
perubahan akomodatif. Lapis terluar dari kapsula lensa adalah lamela zonularis
yang berperan dalam melekatnya serat-serat zonula.
Kapsul lensa tertebal pada bagian anterior dan posterior preekuatorial
dan tertipis pada daerah kutub posterior sentral di mana memiliki ketipisan
sekitar 2-4 m. Kapsul lensa anterior lebih tebal dari kapsul posterior dan terus
meningkat ketebalannya selama kehidupan.
Pinggir lateral lensa disebut ekuator, yaitu bagian yang dibentuk oleh
gabungan capsule anterior dan posterior yang merupakan insersi dari zonula.
2. Serat Zonula
Lensa disokong oleh serat-serat zonular yang berasal dari lamina basalis
dari epitelium non-pigmentosa pars plana dan pars plikata korpus siliar. Serat-
serat zonula ini memasuki kapsula lensa pada regio ekuatorial secara kontinu.
Seiring usia, serat-serat zonula ekuatorial ini beregresi, meninggalkan lapis
anterior dan posterior yang tampak sebagai bentuk segitiga pada potongan
melintang dari cincin zonula
3. Epitel Lensa
Tepat di belakang kapsul anterior lensa terdapat satu lapis sel-sel epitel.
Sel-sel epitel ini mengandung banyak organel sehingga Sel-sel ini secara
metabolik ia aktif dan dapat melakukan semua aktivitas sel normal termasuk
biosintesis DNA, RNA, protein dan lipid . sehingga dapat menghasilkan ATP
untuk memenuhi kebutuhan energi dari lensa.
Sel epitel akan menggalami perubahan morfologis ketika sel-sel epitelial
memanjang membentuk sel serat lensa. yang sering disertai dengan
peningkatan masa protein dan pada waktu yang sama, sel-sel kehilangan
organel-organelnya, termasuk inti sel, mitokondria, dan ribosom.
Hilangnya organel-organel ini sangat menguntungkan, karena cahaya
dapat melalui lensa tanpa tersebar atau terserap oleh organel-organel ini. Tetapi
dengan hilangnya organel maka fungsi metabolikpun akan hilang sehingga
serat lensa bergantung pada energi yang dihasilkan oleh proses glikolisis

Ket :
- CZ : sentral lensa
- PZ: preequator
- EZ : equator



Gambar 3. Epitel Lensa

4. Nukleus dan Korteks
Sel-sel berubah menjadi serat, lalu serat baru akan terbentuk dan akan menekan
serat-serat lama untuk berkumpul di bagian tengah lensa. Serat-serat paling tua
yang terbentuk merupakan lensa fetus yang diproduksi pada fase embrionik
dan masih menetap hingga sekarang. Serat-serat yang baru akan membentuk
korteks dari lensa.


Gambar 4. Anatomi Lensa
5

3.1.2.2 Fisiologi Lensa
Fisiologi lensa menurut AAO (1999-2000)
6
:
Lensa tidak memiliki pembuluh darah maupun sistem saraf. Untuk
mempertahankan kejernihannya, lensa harus menggunakan aqueous humor
sebagai penyedia nutrisi dan sebagai tempat pembuangan produknya. Namun
hanya sisi anterior lensa saja yang terkena aqueous humor. Oleh karena itu,
sel-sel yang berada di tengah lensa membangun jalur komunikasi terhadap
lingkungan luar lensa dengan membangun low-resistance gap junction antar
sel.
1. Keseimbangan Elektrolit dan Air Dalam Lensa
Lensa normal mengandung 65% air, dan jumlah ini tidak banyak berubah
seiring bertambahnya usia. Sekitar 5% dari air di dalam lensa berada di
ruangan ekstrasel. Konsentrasi sodium di dalam lensa adalah sekitar 20M
dan potasium sekitar 120M. Konsentrasi sodium di luar lensa lebih tinggi
yaitu sekitar 150M dan potasium sekitar 5M.
Keseimbangan kalsium juga sangant penting bagi lensa. Konsentrasi
kalsium di dalam sel yang normal adalah 30M, sedangkan di luar lensa
adalah sekitar 2M. Perbedaan konsentrasi kalsium ini diatur sepenuhnya
oleh pompa kalsium Ca2+-ATPase. Hilangnya keseimbangan kalsium ini
dapat menyebabkan depresi metabolisme glukosa, pembentukan protein
high-molecular-weight dan aktivasi protease destruktif.
Transpor membran dan permeabilitas sangat penting untuk kebutuhan
nutrisi lensa. Asam amino aktif masuk ke dalam lensa melalui pompa
sodium yang berada di sel epitel. Glukosa memasuki lensa secara difusi
terfasilitasi, tidak langsung seperti sistem transport aktif.
2. Lensa Sebagai Media Refraksi
Lensa dapat merefraksikan cahaya karena indeks refraksinya, secara
normal sekitar 1,4 pada bagian tengah dan 1,36 pada bagian perifer yang
berbeda dari aqueous humor dan vitreous yang mengelilinginya. Pada
keadaan tidak berakomodasi, lensa memberikan kontribusi 15-20 dioptri
(D) dari sekitar 60 D seluruh kekuatan refraksi bola mata manusia.
Sisanya, sekitar 40 D kekuatan refraksinya diberikan oleh udara dan
kornea.
3. Akomodasi Lensa
Mekanisme yang dilakukan mata untuk merubah fokus dari benda jauh ke
benda dekat disebut akomodasi. Akomodasi terjadi akibat perubahan lensa
oleh aksi badan silier terhadap serat-serat zonula. Setelah umur 30 tahun,
kekakuan yang terjadi di nukleus lensa secara klinis mengurangi daya
akomodasi.
Saat otot silier berkontraksi, serat zonular relaksasi mengakibatkan lensa
menjadi lebih cembung. Ketika otot silier berkontraksi, ketebalan axial
lensa meningkat, kekuatan dioptri meningkat, dan terjadi akomodasi. Saat
otot silier relaksasi, serat zonular menegang, lensa lebih pipih dan
kekuatan dioptri menurun.

Tabel 1. Perubahan yang terjadi pada saat akomodasi.

Terjadinya akomodasi dipersarafi oleh saraf simpatik cabang nervus III
(okulomotorius). Obat-obat parasimpatomimetik (pilokarpin) memicu
akomodasi, sedangkan obat-obat parasimpatolitik (atropine) memblok
akomodasi. Obat-obatan yang menyebabkan relaksasi otot silier disebut
cycloplegik.

3.1.3 Metabolisme Lensa Normal
Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan kation (sodium
dan kalium). Kedua kation berasal dari humour aqueous dan vitreous. Kadar
kalium di bagian anterior lensa lebih tinggi di bandingkan posterior. Dan kadar
natrium di bagian posterior lebih besar. Ion K bergerak ke bagian posterior dan
keluar ke aqueous humour, dari luar Ion Na masuk secara difusi dan bergerak
ke bagian anterior untuk menggantikan ion K dan keluar melalui pompa aktif
Na-K ATPase, sedangkan kadar kalsium tetap dipertahankan di dalam oleh Ca-
ATPase. Metabolisme lensa melalui glikolsis anaerob (95%) dan HMP-shunt
(5%). Jalur HMP shunt menghasilkan NADPH untuk biosintesis asam lemak
dan ribose, juga untuk aktivitas glutation reduktase dan aldose reduktase.
Aldose reduktse adalah enzim yang merubah glukosa menjadi sorbitol, dan
sorbitol dirubah menjadi fructose oleh enzim sorbitol dehidrogen.
6

3.2 AFAKIA
Afakia adalah suatu keadaan dimana mata tidak mempunyai lensa sehingga mata
tersebut menjadi hipermetropia tinggi. Afakia mungkin terjadi sebagai akibat dari
trauma, subluksasi atau dislokasi lensa, atau tindakan pembedahan pada pengelolaan
katarak, akibat perforasi luka atau ulkus, atau anomali bawaan. Ini menyebabkan
kehilangan akomodasi, hyperopia, dan bilik mata depan dalam.
Etiologi
Trauma, subluksasi atau dislokasi lensa, tindakan pembedahan pada pengelolaan
katarak dan anomali bawaan.
Keadaan patologik lensa ini dapat berupa:
Tidak kenyal pada orang dewasa yang akan mengakibatkan presbiopia
Keruh atau apa yang disebut katarak
Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi
Lensa pada orang dewasa di dalam perjalanan hidupnya akan menjadi bertambah
besar dan berat.
Diagnosis
Daftar tanda-tanda dan gejala yang disebutkan dalam berbagai sumber untuk afakia
meliputi 4 gejala di bawah ini :
Mata tidak ada lensa
Hyperopia
Kehilangan akomodasi
Penglihatan kabur
Gejala mata afakia, seperti :
Iris tremulan atau iris bergoyang
Bilik mata dalam
Hipermetropia tinggi dan biasanya sampai + 10,0 12,0 Dioptri
Untuk membaca dekat dipakai tambahan lensa + 3,0 D

Penderita Afakia memerlukan pemakaian lensa yang tebal, maka akan memberikan
keluhan pada mata tersebut sebagai berikut:
Benda yang dilihat menjadi lebih besar 25% dibanding normal
Terdapat efek prisma lensa tebal, sehingga benda terlihat seperti melengkung
Pada penglihatan terdapat keluhan seperti badut di dalam kotak atau
fenomena jack in the box, dimana bagian yang jelas terlihat hanya pada
bagian sentral, sedang penglihatan tepi kabur.
Penatalaksanaan
Afakia bisa dikoreksi dengan menggunakan kacamata, lensa kontak atau dengan
menanam lensa. Pada pasien hipermetropia dengan afakia diberikan kaca mata
sebagai berikut:
Pusat lensa yang dipakai letaknya tepat pada tempatnya
Jarak lensa dengan mata cocok untuk pemakaian lensa afakia
Bagian tepi lensa tidak mengganggu lapang pandangan
Kacamata tidak terlalu berat


3.3 KATARAK
Katarak adalah setiap kekeruhan pada lensa atau kapsula lensa.
1,2,5,6,9,10


Klasifikasi Katarak menurut waktu terjadinya
5
:

























Klasifikasi Katarak secara umum dibagi menjadi:
3
1. Katarak Developmental
Bentuk dari katarak developmental:
Arteri Hialoidea yang persisten
Katarak polaris anterior ( piramidalis anterior )
Katarak polaris posterior ( piramidalis posterior )
Katarak aksialis
Katarak zonularis.
Katarak stelata
Katarak totalis.
Katarak membranasea
2. Katarak Degenerativa
Katarak Primer
Klasifikasi katarak primer menurut umur:
a. Katarak Yuvenilis umur < 20 tahun
b. Katarak Presenilis umur sampai dengan 50 tahun
c. Katarak Senilis umur lebih dari 50 tahun
Katarak Komplikata
katarak yang terjadi sekunder atau sebagai penyulit dari
penyakit lain .
Penyebab biasanya:
- Penyakit lokal di mata
(Uveitis, Glaukoma, Miopia Maligna, Ablasio Retina)
- Penyakit sistemik
(Galaktosemia, Diabetes Melitus,
- Trauma
3. Katarak iatrogenik
Katarak yang timbul karena pemakaian berbagai obat obatan, seperti:
- kortikosteroid.
- sulfonamid.
- khlorpromazine..
4. Katarak Sekunder
Katarak yang timbul setelah operasi katarak


3.4 KATARAK SENILIS
3.3.1 Definisi
Katarak Senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia
lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun.
1,2,5,6,9,11
Pada katarak senilis terjadi
penurunan penglihatan secara bertahap dan lensa mengalami penebalan secara
progresif. Katarak senilis menjadi salah satu penybeab kebutaan di dunia saat
ini.
1-6,11,12,13

3.3.2 Etiologi
Penyebab sebenarnya dari katarak senilis belum diketahuidan pada kasus-
kasus yang ditemukan biasanya bersifat familial, jadi sangat penting untuk
mengetahui riwayat keluarga pasien secara detil.
9,11,13,14
Selain itu, faktor resiko untuk terjadi katarak antara lain; diet, merokok, sering
terpapar sinar UV.
11,13,14

3.3.3 Epidemiologi
Katarak merupakan penyebab utama kebutaan (WHO). Sebanyak tujuh
belas juta populasi dunia mengidap kebutaan yang disebabkan oleh katarak dan
dijangka menjelang tahun 2020, angka ini akan meningkat menjadi empat
puluh juta.
2
Katarak senilis merupakan bentuk katarak yang paling sering ditemukan.
90% dari seluruh kasus katarak adalah katarak senilis. Sekitar 5% dari
golongan usia 70 tahun dan 10% dari golongan usia 80 tahun harus menjalani
operasi katarak.
13

3.3.4 Patofisiologi
Patofisiologi katarak senilis sangat kompleks dan belum sepenuhnya
diketahui. Diduga adanya interaksi antara berbagai proses fisiologis berperan
dalam terjadinya katarak senilis dan belum sepenuhnya diketahui.
6,13
Komponen terbanyak dalam lensa adalah air dan protein. Dengan menjadi
tuanya seseorang maka lensa mata akan kekurangan air dan menjadi lebih
padat. Lensa akan menjadi padat di bagian tengahnya, sehingga kemampuan
fokus untuk melihat benda dekat berkurang. Pada usia tua akan terjadi
pembentukan lapisan kortikal yang baru pada lensa yang mengakibatkan
nukleus lensa terdesak dan mengeras (sklerosis nuklear). Pada saat ini terjadi
perubahan protein lensa yaitu terbentukanya protein dengan berat molekul yang
tinggi dan mengakibatkan perubahan indeks refraksi lensa sehingga
memantulkan sinar masuk dan mengurangi transparansi lensa. Perubahan kimia
ini juga diikut dengan pembentukan pigmen pada nuklear lensa.
6
Pada keadaan normal lensa mata bersifat bening. Seiring dengan
pertambahan usia lensa mata dapat mengalami perubahan warna menjadi
kuning keruh atau coklat keruh. Proses ini dapat menyebabkan gangguan
penglihatan (pandangan kabur/buram) pada seseorang.
13
Kekeruhan lensa mengakibatkan lensa tidak transparan sehingga pupil
berwarna putih dan abu-abu. Kekeruhan ini juga dapat ditemukan pada
berbagai lokalisasi di lensa seperti korteks dan nukleus. Fundus okuli menjadi
semakin sulit dilihat seiring dengan semakin padatnya kekeruhan lensa bahkan
reaksi fundus bisa hilang sama sekali.
6,13



Konsep penuaan:
1
Imunologis
dengan bertambahnya usia akan bertambah cacat imunologik yang
mengakibatkan kerusakan sel
Teori a free radical
o Radikal bebas terbentuk bila terjadi reaksi intermediate reaktif kuat
o Radikal bebas dengan molekul normal mengakibatkan degenerasi
o Radikal bebas dapat dinetralisasi oleh antioksidan dan vit. E
Teori a cross-link
Ahli biokimia mengatakan terjadi pengikatan bersilang asam nukleat dan
molekul protein sehingga mengganggu fungsi

Perubahan lensa pada usia lanjut:
1,6
1. Kapsul
Menebal dan kurang elastic (1/4 dibanding anak), mulai presbiopia, bentuk
lamel kapsul berkurang atau kabur,dan terlihat bahan granular
2. Epitel makin tipis
Sel epitel (germinatif) pada equator bertambah besar dan berat , bengkak
dan vakuolisasi mitokondria yang nyata
3. Serat lensa :
Lebih irregular, pada korteks jelas kerusakan serat sel, brown sclerotic
nucleus, sinar ultraviolet lama kelamaan merubah protein nukleus ( histidin,
triptofan, metionin, sistein, tirosin) lensa, sedang warna coklat protein lensa
nukleus mengandung histidin dan triptofan disbanding normal. Korteks
tidak berwarna karena:
- Kadar asam askorbat tinggi dan menghalangi fotooksidasi
- Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda


4. Proses pada nukleus
Oleh karena serabut- serabut yang terbentuk lebih dahulu selalu terdorong
ke arah tengah menjadi lebih padat (nukleus), mengalami dehidrasi,
penimbunan kalsium dan sclerosis. Pada nucleus ini kemudian terjadi
penimbunan pigmen. Pada keadaan ini lensa menjadi lebih hipermetrop.
Lama kelamaan nukleuus lensa yang pada mulanya berwarna putih,
menjadi kekuning-kuningan, lalu menjadi coklat dan kemudian menjadi
kehitam-hitamn. Karna itulah dinamakan katarak brunesen atau katarak
nigra.
5. Proses pada korteks
Timbulnya celah celah di antara serabut-serabut lensa, yang berisi air dan
penimbunan kalsium sehingga lensa menjadi lebih tebal, lebih cembung dan
membengkak, menjadi lebih miop. Berhubung adanya perubahan refraksi
ke arah myopia pada katarak kortikal, penderita seolah-olah mendapatkan
kekuatan baru untuk melihat dekat pada usia yang bertambah.

3.3.5 Klasifikasi Katarak Senilis
Berdasarkan morfologinya katarak senilis dapat diklasifikasikan menjadi:
1,3,5,6
1. Katarak Nuklear
Pada katarak Nuklear terjadi sklerosis pada nukleus lensa dan menjadikan
nukleus lensa menjadi berwarna kuning dan opak. Katarak yang lokasinya
terletak pada bagian tengah lensa atau nukleus. Nukleus cenderung menjadi
gelap dan keras (sklerosis), berubah dari jernih menjadi kuning sampai
coklat. Progresivitasnya lambat. Bentuk ini merupakan bentuk yang paling
banyak terjadi.Pandangan jauh lebih dipengaruhi daripada pandangan dekat
(pandangan baca), bahkan pandangan baca dapat menjadi lebih baik.

Gambar 5. Katarak Nuclear

2. Katarak Kortikal
Pada katarak kortikal terjadi perubahan komposisi ion dari korteks lensa
serta komposisi air dari serat-serat pembentuk lensa.Katarak menyerang
lapisan yang mengelilingi nukleus atau korteks. Biasanya mulai timbul
sekitar usia 40-60 tahun dan progresivitasnya lambat, tetapi lebih cepat
dibandingkan katarak nuklear. Terdapat wedge-shape opacities/cortical
spokes atau gambaran seperti ruji. Keluhan yang biasa terjadi yaitu
penglihatan jauh dan dekat terganggu, penglihatan merasa silau.

Gambar 6. Katarak Kortikal

3. Katarak Subkapsular Posterior
Pada katarak subkapsular posterior terjadi peningkatan opasitas pada bagian
lensa belakang secara perlahan. Biasanya mulai timbul sekitar usia 40-60
tahun dan progresivitasnya lebih cepat. Bentuk ini lebih sering menyerang
orang dengan diabetes, obesitas atau pemakaian steroid jangka panjang.
Katarak ini menyebabkan kesulitan membaca, silau, pandangan kabur pada
kondisi cahaya terang.

Gambar 7. Katarak Subkapsular

Berdasarkan stadium klinisnya, katarak senilis dibagi dalam 4 stadium yaitu
insipien, imatur, matur, dan hipermatur.
1,3,5,6
Perbedaan stadium katarak senilis:
1
Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan
Lensa
Normal Bertambah (air
masuk)
Normal Berkurang
(air+masa lensa
keluar)
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik Mata
Depan
Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut Bilik
Mata
Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow
Test
Negatif Positif Negatif Pseudopos
Penyulit - Glaukoma - Uveitis+glauko
ma

1. Katarak Insipien
Pada stadium ini kekeruhan lensa tidak teratur, tampak seperti bercak-
bercak yang membentuk gerigi dangan dasar di perifer dan daerah jernih di
antaranya. Kekeruhan biasanya terletak di korteks anterior dan posterior.
Kekeruhan ini pada awalnya hanya nampak jika pupil dilebarkan. Pada
stadium ini terdapat keluhan poliopia yang disebabkan oleh indeks refraksi
yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang menetap
untuk waktu yang lama.


Gambar 8. Katarak Insipien

2. Katarak Imatur
Pada katarak imatur terjadi kekeruhan yang lebih tebal, tetapi belum
mengenai seluruh lapisan lensa sehingga masih terdapat bagian-bagian yang
jernih pada lensa. Terjadi penambahan volume lensa akibat meningkatnya
tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif. Pada keadaan lensa yang
mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil, mendorong iris ke
depan, mengakibatkan bilik mata dangkal sehingga terjadi glaukoma
sekunder.
Pada pemeriksaan uji bayangan iris atau sahadaw test, maka akan terlihat
bayangn iris pada lensa, sehingga hasil uji shadow test (+).

Gambar 9. Katarak Imatur

3. Katarak Matur
Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh lensa. Proses
degenerasi yang berjalan terus maka akan terjadi pengeluaran air bersama
hasil disintegrasi melalui kapsul, sehingga lensa kembali ke ukuran normal.
Bilik mata depan akan berukuran kedalaman normal kembali. Tidak
terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh, sehingga uji bayangan iris
negatif.

Gambar 10. Katarak Matur

4. Katarak Hipermatur
Merupakan proses degenerasi lanjut lensa, sehingga masa lensa yang
mengalami degenerasi akan mencair dan keluar melalui kapsul lensa. Lensa
menjadi mengecil dan berwarna kuning. Bila proses katarak berjalan lanjut
disertai kapsul yang tebal, maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak
dapat keluar, maka korteks akan memperlihatkan sekantong susu dengan
nukleus yang terbenam di korteks lensa. Keadaan ini disebut sebagai
katarak Morgagni.Uji bayangan iris memberikan gambaran pseudopositif.
Cairan/protein lensa yang keluar dari lensa tersebut menimbulkan reaksi
inflamasi dalam bola mata karena di anggap sebagai benda asing.
Akibatnya dapat timbul komplikasi uveitis dan glaukoma karena aliran
melalui COA kembali terhambat akibat terdapatnya sel-sel radang dan
cairan/protein lensa itu sendiri yang menghalangi aliran cairan bola mata.

Gambar 11. Katarak Hipermatur

3.3.6 Diagnosis Katarak
Katarak didiagnosa melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang yang lengkap.
Keluhan yang membawa pasien datang antara lain:
1,3,5,6,13
1. Pandangan kabur
Kekeruhan lensa mengakibatkan penurunan pengelihatan yang progresif
atau berangsur-angsur dan tanpa nyeri, serta tidak mengalami kemajuan
dengan pin-hole.
2. Penglihatan silau
Penderita katarak sering kali mengeluhkan penglihatan yang silau, dimana
tigkat kesilauannya berbeda-beda mulai dari sensitifitas kontras yang
menurun dengan latar belakang yang terang hingga merasa silau di siang
hari atau merasa silau terhadap lampu mobil yang berlawanan arah atau
sumber cahaya lain yang mirip pada malam hari. Keluhan ini sering kali
muncul pada penderita katarak kortikal.
3. Sensitifitas terhadap kontras
Sensitifitas terhadap kontras menentukan kemampuan pasien dalam
mengetahui perbedaan-perbedaan tipis dari gambar-gambar yang berbeda
warna, penerangan dan tempat. Cara ini akan lebih menjelaskan fungsi mata
sebagai optik dan uji ini diketahui lebih bagus daripada menggunakan
bagan Snellen untuk mengetahui kepastuian fungsi penglihatan; namun uji
ini bukanlah indikator spesifik hilangnya penglihatan yang disebabkan oleh
adanya katarak.
4. Miopisasi
Perkembangan katarak pada awalnya dapat meningkatkan kekuatan dioptri
lensa, biasanya menyebabkan derajat miopia yang ringan hingga sedang.
Ketergantungan pasien presbiopia pada kacamata bacanya akan berkurang
karena pasien ini mengalami penglihatan kedua. Namun setelah sekian
waktu bersamaan dengan memburuknya kualitas lensa,rasa nyaman ini
berangsur menghilang dan diikuti dengan terjadinya katarak sklerotik
nuklear. Perkembangan miopisasi yang asimetris pada kedua mata bisa
menyebabkan anisometropia yang tidak dapat dikoreksi lagi, dan cenderung
untuk diatasi dengan ekstraksi katarak.
5. Variasi Diurnal Penglihatan
Pada katarak sentral, kadang-kadang penderita mengeluhkan penglihatan
menurun pada siang hari atau keadaan terang dan membaik pada senja hari,
sebaliknya paenderita katarak kortikal perifer kadang-kadang mengeluhkan
pengelihatan lebih baik pada sinar terang dibanding pada sinar redup.
6. Distorsi
Katarak dapat menimbulkan keluhan benda bersudut tajam menjadi tampak
tumpul atau bergelombang.
7. Halo
Penderita dapat mengeluh adanya lingkaran berwarna pelangi yang terlihat
disekeliling sumber cahaya terang, yang harus dibedakan dengan halo pada
penderita glaucoma.
8. Diplopia monokuler
Gambaran ganda dapat terbentuk pada retina akibat refraksi ireguler dari
lensa yang keruh, menimbulkan diplopia monocular, yang dibedakan
dengan diplopia binocular dengan cover test dan pin hole.
9. Perubahan persepsi warna
Perubahan warna inti nucleus menjadi kekuningan menyebabkan
perubahan persepsi warna, yang akan digambarkan menjadi lebih
kekuningan atau kecoklatan dibanding warna sebenarnya.
10. Bintik hitam
Penderita dapat mengeluhkan timbulnya bintik hitam yang tidak bergerak-
gerak pada lapang pandangnya. Dibedakan dengan keluhan pada retina atau
badan vitreous yang sering bergerak-gerak.

Anamnesis
Gejala utama: penurunan ketajaman penglihatan secara progresif
Berkabut, berasap, penglihatan seperti tertutup film
Merasa silau terhadap sinar matahari, dan kadang merasa seperti ada film
didepan mata
Seperti ada titik gelap di depan mata
Penglihatan ganda
Perubahan daya lihat warna
Lampu dan matahari sangat mengganggu
Sering meminta ganti resep kaca mata
Gejala lain juga dapat terjadi pada kelainan mata lain.
Halo, warna disekitar sumber sinar
Warna manik mata berubah atau putih
Sukar mengerjakan pekerjaan sehari-hari
Penglihatan dimalam hari lebih berkurang
Sukar mngendarai kendaraan dimalam hari
Waktu membaca penerangan memerlukan sinar lebih cerah
Penglihatan menguning

Pemeriksaan Fisik
Untuk menegakkan diagnosa katarak dilakukan pemeriksaan sebagai berikut :
Pemeriksaan tajam penglihatan
Pemeriksaan refleks pupil .
Pemeriksaan oftalmoskop.
Pemeriksaan Slit Lamp
Pemeriksaan Tekanan Intra Okuler.


Gambar 12. Penglihatan pada katarak

3.3.7 Tatalaksana Katarak
a. MedikaMentosa
Penghambat aldose reduktase bekerja dengan menghambat konversi
glukosa menjadi sorbitol. Agen antikatarak lainnya termasuk sorbitol-
lowering agent, aspirin, glutathion-raising agent dan antioksidan vitamin
C dan E. Obat yang dikenal di pasaran dapat memperlambat proses
pengeruhan antara lain Catalin

, Quinax

, Catarlen

dan Karyuni

.
5,13

Obat-obatan yang digunakan pada saat pre dan post operasi katarak,
adalah:
13
Midriasil
Phenylephrin ophthalmic (Neo-Synephrine)
Bekerja secara langsung sebagai vasokonstriktor dan midriatik dengan
mengkontriksi pembuluh darah oftalmika dan otot radial iris. Biasanya
digunakan pada konsentrasi 2,5%-10% karna mengurangi efek
sistemik. Onset kerjanya 30-60 menit dan diulang setiap 3-5jam.
Biasanya diberikan pada saat preoperasi katarak
Kortikosteroid
Prednisolon asetat 1%, dexametason 0,1%, dll
Membantu menurunkan dan mengontrol inflamasi khususnya pada saat
postoperasi katarak.
Antibiotik
Ciprofloxasin, Eritromisin, dll
Digunakan sebagai profilaksis postoperasi katarak
Anti Inflamasi Non Steroid
Nepafenac, dll

b. Pembedahan
Indikasi operasi katarak dibagi dalam 3 kelompok:
1. Indikasi Sosial
Merupakan indikasi terbanyak dari pembedahan katarak. Jika
penurunan tajam penglihatan pasien telah menurun hingga
mengganggu kegiatan sehari-hari, maka operasi katarak bisa dilakukan.
2. Indikasi Medis
Pada beberapa keadaan di bawah ini, katarak perlu dioperasi segera,
bahkan jika prognosis kembalinya penglihatan kurang baik:
- Katarak matur/hipermatur
- Glaukoma sekunder
- Uveitis sekunder
- Dislokasi/Subluksasio lensa
- Benda asing intra-lentikuler
- Retinopati diabetika
- Ablasio retina
3. Indikasi Kosmetik
Jika penglihatan hilang sama sekali akibat kelainan retina atau nervus
optikus, namun kekeruhan katarak secara kosmetik tidak dapat
diterima, misalnya pada pasien muda, maka operasi katarak dapat
dilakukan hanya untuk membuat pupil tampak hitam meskipun
pengelihatan tidak akan kembali.

Kontraindikasi dan hati-hati untuk operasi katarak:
1. Infeksi sekitar mata Anel test.
2. Tekanan bola mata cukup tinggi--> TIO
3. Fungsi retina harus baik light perception
4. Keadaan umum harus baik.. ( hipertensi, diabetes, batuk kronis,
5. Adanya nystagmus,.
6. Anevia gravis

Teknik-teknik pembedahan katarak
Teknik pembedahan katarak yang dikenal saat ini adalah:
Discisio Lentis
Extra Capsuler Cataract Extraction (ECCE)
Intra Capsuler Cataractextraction (ICCE)
Small Incision Cataract Surgery (SICS)
Phacoemulcification
Ekstraksi Linier

Afakia
Setelah ekstraksi katarak mata tak mempunyai lensa lagi yang disebut afakia.
Tanda-tandanya adalah bilik mata depan dalam, iris tremulans dan pupil hitam.
Pada keadaan ini mata kehilangan daya akomodasinya (hipermetropia tinggi
absolut), terjadi gangguan penglihatan warna, sinar UV yang sampai ke retina
lebih banyak, dan dapat terjadi astigmatisme akibat tarikan dari luka operasi.
Keadaan ini harus dikoreksi dengan lensa sferis +10.0 Dioptri supaya dapat
melihat jauh dan ditambah dengan S +3.0 D untuk penglihatan dekatnya. Ada
tiga cara untuk mengatasi gangguan visus ini, yaitu:3,9
Insersi lensa intraokuler/IOL (pseudofakia)
Menggunakan lensa kontak
Menggunakan kacamata afakia, kacamata ini tebal, berat dan tidak
nyaman.
Kacamata untuk penglihatan jauh dan dekat sebaiknya diberikan dalam dua
kacamata untuk menghindarkan aberasi sferis dan aberasi khromatis.

Intraokular Lens (IOL)/Pseudofakia
Setelah pembedahan, pasien akan mengalami hipermetropi karena kahilangan
kemampuan akomodasi. Maka dari itu dilakukan penggantian dengan lensa
buatan (berupa lensa yang ditanam dalam mata, lensa kontak maupun
kacamata). IOL dapat terbuat dari bahan plastik, silikon maupun akrilik.

Komplikasi yang dapat terjadi pada saat intra dan pasca operasi
Komplikasi Intraoperasi
- Perdarahan
- Prolaps iris
- Edema kornea
- Kerusakan endotel kornea
- Ruptur kapsula posterior
- Prolaps vitreus
- COA dangkal
- Dislokasi nukleus lensa ke dalam vitreus

Komplikasi pascabedah dini
- Peradangan
- Hifema
- Edema kornea
- Kebocoran luka
- Prolaps iris
- Glaukoma sekunder
- Dislokasi IOL
- Endoftalmitis

Komplikasi pascabedah lanjut
- Ablasio retina
- Posterior Capsular Opacification (PCO)
- Cystoid Macular Edema (CME)
- Vitreous touch syndrome
- Bullous Keratopathy
- Glaukoma sekunder

3.3.8 Komplikasi Katarak
5,6,13
1. Glaukoma
Komplikasi katarak yang tersering adalah glaukoma yang dapat terjadi
karena proses fakolitik, fakotopik, fakotoksik. 9,16
Fakolitik
- Pada lensa yang keruh terdapat lerusakan maka substansi lensa akan
keluar yang akan menumpuk di sudut kamera okuli anterior terutama
bagian kapsul lensa.
- Dengan keluarnya substansi lensa maka pada kamera okuli anterior
akan bertumpuk pula serbukan fagosit atau makrofag yang berfungsi
merabsorbsi substansi lensa tersebut.
- Tumpukan akan menutup sudut kamera okuli anterior sehingga
timbul glaukoma.
Fakotopik
- Berdasarkan posisi lensa
- Oleh karena proses intumesensi, iris, terdorong ke depan sudut
kamera okuli anterior menjadi sempit sehingga aliran humor
aqueaous tidak lancar sedangkan produksi berjalan terus, akibatnya
tekanan intraokuler akan meningkat dan timbul glaukoma
Fakotoksik
- Substansi lensa di kamera okuli anterior merupakan zat toksik bagi
mata sendiri (auto toksik)
- Terjadi reaksi antigen-antibodi sehingga timbul uveitis, yang
kemudian akan menjadi glaukoma.
2. lens induced uveitis
3. subluksasi lensa
4. dislokasi lensa

3.3.9 Prognosis
Apabila pada proses pematangan katarak dilakukan penanganan yang tepat
sehingga tidak menimbulkan komplikasi serta dilakukan tindakan pembedahan
pada saat yang tepat maka prognosis pada katarak senilis umumnya baik.
13





3.5 Sindroma Dry Eyes
Dry eye merupakan penyakit multifaktorial pada kelenjar air mata dan
permukaan okuler yang menghasilkan gejala-gejala ketidaknyamanan, gangguan
pengelihatan, air mata yang tidak stabil sehingga berpotensi untuk menimbulkan
kerusakan pada permukaan okuler. Dry eye sering disertai dengan peningkatan
osmolaritas dari air mata dan peradangan dari permukaan okuler.

Gambar 3. Dry eye sindrome

2.3 Patofisiologi

Keratokonjuntivitis (KCS) pada sindroma Sjogren (SS) dipredisposisi oleh
kelainan genetik yang terlihat adanya prevalensi dari HLA-B8 yang meningkat.
Kondisi tersebut dapat memicu terjadinya prose inflamasi kronis dengan akibatnya
terjadi produksi autoantibodi yang meliputi produksi antibodi antinuklear, faktor
reumatoid, fodrin (protein sitoskeletal), reseptor muskarinik M3, antibodi spesifik SS
( seperti anti RO, anti-LA, pelepasan sitokin peradangan dan infiltrasi limfositik
fokal terutama sel limfosit T CD4+ namun terkadang juga sel B) dari kelenjar
lakrimalis dan salivatorius dengan degenerasi glandular dan induksi apoptosis pada
kelenjar lakrimalis dan konjuncita. Keadaan ini dapat menimbulkan disfungsi
kelenjar lakrimalis, penurunan produksi air mata, penurunan respon terhadap
stimulasi saraf dan berkurangnya refleks menangis. Infiltrasi sel limfosit T aktif pada
konjuntiva juga sering dilaporkan pada KCS non SS.
Reseptor androgen dan estrogen terdapat di dalam kelenjar lakrimalis dan
meibomian. SS sering ditemukan pada wanita post menopause. Pada wanita
menopause, terjadi penurunan hormon seks yang beredar ( seperti estrogen,
androgen) dan juga mempengaruhi fungsi dari sekresi kelenjar lakrimalis. 40 tahun
yang lalu, penelitian mengenai defisiensi estrogen dan atau progesteron sering
berkaitan dengan insidensi KCS dan menopause.
Disfungsi kelenjar meibomian, defisiensi hormon androgen akan berakibat
kehilangan lapisan lipid terutama trigliserida, kolesterol, asam lemak esensia
monosaturasi (MUFA seperti asam oleat), dan lipid polar ( seperti
phosphatidiletanolamin, sfingomielin). Kehilangan polaritas lemak (pada hubungan
antara lapisan aqueous-air mata) akan mencetuskan terjadinya kehilangan air mata
atau evaporasi dan penurunan asam lemak tidak jenuh yang akan meningkatkan
produksi meibum, memicu penebalan serta sekresi air mata yang bersifat viskos
sehingga dapat mengobstruksi duktus dan menyebabkan stagnasi dari sekresi. Pasien
dengan terapi antiandrogenik pada penyakit prostat juga dapat meningkatkan
viskositas sekret kelenjar meibom, menurunkan waktu kecepatan penyerapan air
mata dan meningkatkan jumlah debris.
Sitokin proinflamasi juga dapat menimbulkan destruksi seluler, meliputi
interleukin 1 (IL-1), interleukin 6 (IL-6), interleukin 8 (IL-8), TGF beta, TNF alpha.
IL-1 beta dan TNF-alfa juga ditemukan pada air mata dari KCS dimana dapat
menimbulkan pelepasan opioid yang akan mengikat reseptor opioid pada membran
neural dan menghambat pelepasan neurotransmiter melalui NF-K beta. IL-2 juga
dapat mengikat reseptor opioid delta dan menghambat produksi cAMP dan fungsi
neuronal. Kehilangan fungsi neuronal akan menurunkan tegangan neuronal normal,
yang dapat memicu isolasi sensoris dari kelenjar lakrimalis dan atrofi kelenjar
lakrimalis secara bertahap.
Neurotransmiter proinflamasi seperti substansi P dan kalsitonin gen related
peptide (CGRP) dilepaskan dan dapat mengaktivasi sel limfosit lokal. Substansi P
juga berperan melalui pelepasan sinyal lewat jalur NF-AT dan NFKb yang memicu
ekspresi ICAM-1 dan VCAM-1, adesi molekul yang mempromosi munculnya
limfosit dan kemotaksis limfosit ke daerah inflamasi. Siklosporin A merupakan
reseptor sel natural killer (NK)-1 dan NK-2 yang dapat menurunkan regulasi molekul
sinyal yang dapat digunakan untuk mengatasi defisiensi lapisan aqueous air mata dan
disfungsi kelenjar meibomian. Proses tersebut juga dapat meningkatkan jumlah sel
goblet dan menurunkan jumlah sel inflamasi dan sitokin di dalam konjuntiva.
Sitokin-sitokin tersebut dapat menghambat fungsi neural yang dapat
mengkonversi hormon androgen menjadi estrogen yang merupakan hasil dari
disfungsi kelenjar meibomian. Peningkatan rata-rata apoptosis juga terlihat pada sel
konjunktiva dan sel lakrimalis asiner yang mungkin disebabkan karena kaskade
sitokin. Elevasi enzim pemecah jaringan yaitu matriks metalloproteinase (MMPs)
juga ditemukan pada sel epitel.
Gen yang berperan dalam produksi musin yaitu MUC1-MUC 17 akan
memperlihatkan fungsi sekresi dari sel goblet, musin yang soluble dan tampak
adanya hidrasi dan stabilitas dari lapisan air mata yang terganggu pada penderita
sindroma dry eyes. Kebanyakan MUC 5AC berperan dominan dalam lapisan mukus
air mata. Adanya defek gen musin makan akan memicu perkembangan sindroma dry
eyes. Sindroma Steven-Johnson, defisiensi vitamin A akan memicu kekeringan pada
mata atau keratinisasi dari epitel okuler dan bahkan dapat menimbulkan kehilangan
sel goblet. Musin juga menurun pada penyakit tersebut dan terjadi penurunan
ekspresi gen musin, translasi dan terjadi perubahan proses post-translasi.
Produksi protein air mata normal seperti lisosim, laktoferin, lipocalin,
fosfolipase A2 juga menurun pada KCS.
2.4 Frekuensi
Sindroma dry eye biasanya terjadi pada pasien usia lebih dari 40 tahun dan
merupakan penyakit mata yang cukup sering terjadi, yaitu sekitar 10-30% populasi.
Di Amerika Serikat, diperkirakan ada sekitar 3.23 juta wanita dan 1.68 juta pria yang
berusia 50 tahun keatas yang menderita sindroma dry eyes.
Frekuensi sindroma dry eyes di beberapa negara hampir serupa dengan
frekuensi di Amerika Serikat.

2.5 Mortalitas dan Morbiditas
Dry eyes juga dapat menimbulkan kornea yang steril atau terjadi ulserasi
kornea terinfeksi terutama pada pasien Sindroma Sjogren. Sifat ulkus kornea pada
dry eyes cukup khas yaitu berbentuk oval atau sirkular dengan diameter kurang dari
3 mm dan berlokasi pada kornea sentral atau parasentral. Terkadang dapat terjadi
perforasi kornea. Pada kasus tertentu dapat menimbulkan kebutaan akibat ulkus
kornea terinfeksi. Komplikasi lainnya berupa defek epitel puntata (PED),
neovaskularisasi kornea dan jaringan parut kornea.
Mortalitas dan morbiditas juga dipengaruhi oleh jenis kelamin dan suku
bangsa. Kebanyakan sindroma dry eyes terjadi pada wanita. KCS dengan SS
ditemukan pada 1-2% populasi dan mengenai hampir 90% wanita. Sedangkan
diagnosis dry eyes sering ditemukan pada penderita ras hispanik dan asia kaukasia.

2.6 Pemeriksaan klinis
a. anamnesis
perlu dilakukan pemeriksan riwayat penyakit untuk menegakkan diagnosis
sindroma dry-eyes seperti ada tidaknya:
Iritasi okuler dengan gejala klinis seperti rasa kering , rasa terbakar, gatal, nyeri , rasa
adanya benda asing pada mata, fotofobia, pandangan berkabut. Biasanya gejala
tersebut dicetuskan pada lingkungan berasap atau kering, aktivitas panas indoor,
membaca lama, pemakaian komputer jangka panjang.
Pada KCS, gejala-gejala akan semakin memburuk setiap harinya dengan penggunaan
mata yang lebih memanjang dan paparan lingkungan. Pasien dengan disfungsi
kelenjar meibomian kadang mengeluh mata merah pada kelopak mata dan konjuntiva
tetapi pasien-pasien tersebut memperlihatkan perburukan gejala terutama pada pagi
hari.
Terkadang, pasien mengeluh sekret air mata yang berlebihan, hal ini disebabkan
karena reflek menangis mata yang meningkat karena permukaan kornea yang
mengering
Pemakaian obat-obatan sistemik, karena dapat menurunkan produksi air mata seperti
antihistamin, beta bloker dan kontrasepsi oral.
Riwayat penyakit dahulu berupa kelainan jaringan ikat, artritis reumatoid, atau
abnormalitas tiroid. Terkadang pasien juga mengeluh mulut kering
b. Pemeriksaan fisik
gejala dari sindroma dry eyes meliputi:
- Dilatasi vaskuler konjuntiva bulbi
- Penurunan meniskus air mata
- Permukaan kornea yang ireguler
- Penurunan absorbsi air mata
- Keratopati epitel kornea punctata
- Kornea berfilamen
- Peningkatan debris pada lapisan air mata
- Keratitis puntata superfisialis
- Sekret mukus
- Pada kasus berat, ulkus kornea
Gejala-gejala dry eyes tidak berhubungan dengan tanda-tanda dry eyes. Pada
kasus berat, juga ditemukan defek epitel atau infiltrasi kornea steril atau ulkus
kornea. Keratitis sekunder juga dapat terjadi. Baik perforasi kornea karena steril atau
infeksi dapat terjadi.
c.Pemeriksaan diagnostik.

Tes Schimer
Tes ini dilakukan dengan mengeringkan lapisan air mata dan memasukkan
strip Schirmer (kertas saring Whartman No. 41) ke dalam cul de sac konjungtiva
inferior pada batas sepertiga tengah dan temporal dari palpebra inferior. Bagian
basah yang terpapar diukur lima menit setelah dimasukkan. Panjang bagian basah
kurang dari 10 mm tanpa anestesi dianggap abnormal.



Gambar 4. Tes Schimmer

Tes Break-up Time
Tes ini berguna untuk menilai stabilitas air mata dan komponen lipid dalam
cairan air mata; diukur dengan meletakkan secarik kertas berfluorescein di
konjungtiva bulbi dan meminta penderita untuk berkedip. Lapisan air
mata kemudian diperiksa dengan bantuan filter cobalt pada slitlamp, sementara
penderita diminta tidak berkedip. Selang waktu sampai munculnya titik-titik kering
yang pertama dalam lapis fluorescein kornea adalah break-up time. Biasanya lebih
dari 15 detik. Selang waktu akan memendek pada mata dengan defisiensi lipid pada
airmata.

Tes Ferning Mata
Sebuah tes sederhana dan murah untuk meneliti komponen musin air mata ;
dilakukan dengan mengeringkan kerokan lapisan air mata di atas kaca obyek bersih.

Sitologi
Impresi Adalah cara menghitung densitas sel Goblet pada permukaan konjungtiva.
Pada orang normal, populasi sel Goblet paling tinggi di kuadran infra nasal.

Pemulasan Fluorescein
Dilakukan dengan secarik kertas kering fluorescein untuk melihat derajat basahnya
air mata dan melihat meniskus air mata. Fluorescein akan memulas daerah yang tidak
tertutup oleh epitel selain defek mikroskopik pada epitel
kornea.

Pemulasan Rose Bengal
Rose Bengal lebih sensitif daripada fluorescein. Pewarna ini akan memulas semua
sel epitel yang tidak tertutup oleh lapisan musin yang mengering dari kornea dan
konjungtiva.

Pengujian kadar lisozim air mata
Air mata ditampung pada kertas Schirmer dan diuji kadarnya dengan cara
spektrofotometri.

Osmolalitas air mata
Hiperosmolalitas air mata telah dilaporkan pada keratokonjungtivitis sicca
dan pemakai lensa kontak; diduga sebagai akibat berkurangnya sensitifitas kornea.
Laporan-laporan penelitian menyebutkan bahwa hiperosmolalitas adalah tes yang
paling spesifik bagi keratokonjungtivitis sicca, karena dapat ditemukan pada pasien
dengan tes Schirmer normal dan pemulasan Rose Bengal normal.

Laktoferin
Laktoferin dalam cairan air mata akan rendah pada pasien dengan hiposekresi
kelenjar lakrimalis

Untuk mengukur kuantitas komponen akuos dalam air mata dapat dilakukan
tes Schirmer. Tes Schirmer merupakan indikator tidak langsung untuk menilai
produksi air mata. Berkurangnya komponen akuos dalam air mata mengakibatkan air
mata tidak stabil. Ketidakstabilan air mata pada dry eyes.disebabkan kerusakan epitel
permukaan bola mata sehingga mukus yang dihasilkan tidak normal yang berakibat
pada proses penguapan air mata. Salah satu pemeriksaan untuk menilai stabilitas
lapisan air mata adalah dengan pemeriksaan break up time (BUT)


2.7 Penyebab

Internasional Dry Eye Workshop (DEWS) mengembangkan 3 bagian
klasifikasi dari dry eye, berdasarkan etiologi, mekanisme dan derajat keparahan
penyakit.
Sistem klasifikasi dibuat berdasarkan etiopatogenesis menurut DEWS:
a. Defisiensi produksi aqueous
Dry eyes dengan Sindroma sjogren (primer, sekunder)
Dry eyes tanpa sindroma sjogren
o Defisiensi kelenjar lakrimalis
o Obstruksi duktus kelenjar lakrimalis
o Refleks hiposekresi
o Obat-obatan sistemik
Evaporatif
o Penyebab intriksi ( disfungsi kelenjar meibomian, kelainan lengkungan kelopak
mata, rata-rata kebutraan, aksi obat ( contoh accutan)
o Penyebab ekstrinsik ( defisiensi vitamin A, obat-obatan topikal, pemakaian kontak
lensa,penyakit permukaan okuler seperti alergi).

b. Berdasarkan defisiensi produksi aqueous dapat diklasifikasikan menjadi:
Sindroma non-sjogren
o Defisiensi primer kelenjar lakrimalis primer ( idiopatik, age related dry eye),
kongenital alkrima, disautonomia famili
o Defisiensi kelenjar lakrimalis sekunder ( infiltrasi kelenjar lakrimalis, sarkoidosis,
limfoma, AIDS, graft disease, amiloidosis, hemokromatosis, infeksi kelenjar
lakrimalis, sindroma limfadenopati, HIV difus, trakoma, defisiensi vitamin A, ablasi
kelenjar lakrimalis, denervasi kelenjar lakrimalis.
o Penyakit obstruksi lakrimalis ( trakoma, pemfigoid okuler, eritema multiformis dan
SSJ, luka bakar kimiawi+ termal, imbalan endokrin, fibrosis post radiasi)
o Obat-obatan antihistamin, beta bloker, fenotiazin, atropin, kontrasepsi oral,
ansiolitik, agen antiparkinson, diuretik, antikolinergik, antiaritmia, topikal pada tetes
mata, anestesi topikal, isotretinoin
o Hiposekresi refleks ( keratitis neurotropik, pembedahan kornea, keratitis herpes
simplek, agen topikal, obat sistemik (beta bloker, atropin), pemakaian kontak lens
kronis, diabetes, penuaan, toksisitas trikloretilen, kerusakan saraf kranial,
neuromatosis multipel.
Sindroma Sjogren
o Primer ( tidak berkaitan dengan penyakit jaringan ikat/ connetive tissue disease
(CTD)
o Sekunder (berkaitan dengan CTD) artritis reumatoid, SLE, skleredema, sirosis
biliaris primer, nefritis interstitial, polimiositis+ dermatomiositis, poliarteritis nodosa,
tiroiditis hasimoto, penumonitis limfositik interstitial, ITP, hipergammaglobulinemia,
granulomatosis wegener.


Klasifikasi berdasarkan kehilangan evaporasi, dibagi menjadi:
a. Penyebab intrinsik
Penyakit kelenjar meibomian (penurunan jumlah, replacement, disfungsi)
Penurunan pengelihatan akibat bekerja terlalu lama dengan komputer, gangguan
ekstrapiramidal seperti penyakit parkinson
Kelainan kelengkungan kelopak mata akibat eksposure (proptosis, ekssoptalmus),
paralisis kelopak mata, ektropion, koloboma kelopak.
Aksi obat ( akutan)

b.penyebab ekstrinsik
Defisiensi vitamin A
Obat-obatan topikal
Pemakaian kronis kontak lensa
Penyakit permukaan okuler

2.8 Penatalaksanaan

Sindroma dry eye sangat kompleks penyebabnya dan diatasi berdasarkan
penyebabnya, tetapi sementara mencari penyebabnya dapat juga diatasi terlebih
dahulu keluhan lainnya seperti kering, gatal dan rasa terbakar.
Tujuan utama dari pengobatan sindrom dry eye adalah penggantian cairan
mata. Terapi yang saat ini dianut adalah air mata buatan sebagai pelumas air mata
sedangkan salep berguna sebagai pelumas jangka panjang terutama saat tidur. Terapi
tambahan dapat dilakukan dengan memakai pelembab, kacamata pelembab atau
kacamata
berenang.
Untuk menjaga agar air mata tidak terdrainase dengan cepat dapat digunakan
punctal plug, dengan demikian mata akan lebih terasa lembab, tidak kering, tidak
gatal, tidak seperti terbakar.



Gambar 5. Plug punctal


Salmon merupakan sumber asam lemak omega 3 yang dapat mengurangi
resiko dry eyes. Sardine, herring dan minyak ikan dapat dicoba untuk dijadikan
suplemen sehari.
Jika menggunakan kontak lens, jangan sembarangan memakai kontak lensa
karena tidak semua tetes mata cocok digunakan untuk kontak lensa. Untuk memberi
tetes mata, maka sebaiknya kontak lensa dilepaskan dahulu dari mata dan biarkan 15
menit tanpa kontak lensa.
Jika permasalahan timbul akibat lingkungan, maka dapat digunakan kacamata
hitam ketika beraktivitas di luar ruangan untuk mengurangi paparan sinar matahari,
angin dan debu.
Silicon plug yang dimasukkan ke dalam kelenjar lakrimalis pada ujung mata
dapat menjaga air mata terdrainase lebih lambat sehingga menjaga kelembaban mata.
Alat ini dikenal dengan istilah lakrimal plug dan diletakkan tanpa nyeri oleh spesialis
mata. Untuk sebagian orang silicon plug terasa tidak nyaman di mata maka saat ini
dapat juga dilakukan puncta kauterisasi.
Dapat juga mengkonsumsi obat-obatan seperti restasis, kortikosteroid topikal,
tetrasiklin oral, doksisiklin. Obat restasis memiliki efek dalam memproduksi cairan
air mata sehingga mata dapat menghasilkan air mata alami sehingga dapat
mengurangi kekeringan pada mata yang disebabkan oleh proses penuaan atau agen
yang menyebabkan produksi menurun. Tindakan pembedahan dilakukan jika
terdapat kelainan anatomis dari bulu mata.














BAB IV
PEMBAHASAN

Mata Kiri
Dari keluhan diatas pasien merasa mata kirinya kurang jelas bila melihat
dan merasa seperti ada yang bergoyang - goyang. keluhan dirasakan sejak 4
tahun yang lalu Adanya keluhan tambahan dimana mata kiri nya seperti ada
yang bergoyanggoyang mempertegas lagi adanya tanda iris tremulens pada
keadaan afakia. . Keterangan ini mengarahkan pemeriksa pada suatu keadaan
dimana tidak adanya lensa (afakia) dan hal ini menyebabkan mata kehilangan
daya akomodasi.
Visus mata kanan 6/30 dikoreksi PH 6/30
Visus mata kiri 1/60 dikoreksi PH 1/60
Pada pemeriksaan lensa, mata kiri tidak ada dan hasil shadow test (-) lalu
pasien memiliki riwayat Op katarak yang tidak dipasang lensa. Pada
pemeriksaan iris mata kiri ditemukan bentuk tremulens. Bilik mata depan kiri
tampak dalam. Hal ini menunjang pada diagnosis afakia post op katarak.
Penatalaksanaan afakia bisa dilakukan dengan koreksi visus dengan
penggunaan kacamata afakia dan pemasangan IOL sekunder untuk mendapatkan
tajam penglihatan yg lebih baik lagi.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan jalan menyingkirkan diagnosis
banding tersebut melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.

Mata Kanan
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik mata data di atas mengarah
ke diagnosis katarak senilis okuli dextra:
Rencana penatalaksanaannya adalah ekstraksi lensa dan pemasangan
lensa tanam (IOL). Pembedahan dilakukan atas indikasi perbaikan visus dan
adanya gangguan aktifitas sehari-hari penderita.
Ada beberapa pilihan untuk teknik pembedahan pada kasus katarak,
antara lain: ECCE (extracapsular cataract extraction), ICCE (intracapsular
cataract extraction), SICS (small incision cataract surgery) dan
Fakoemulsifikasi. Prosedur yang digunakan pasien ini adalah SICS dan
pemasangan lensa tanam dipilih karena dapat mengembalikan visus paling
sempurna.
Prognosis pasien ini quo ad vitam bonam, quo ad functionam dubia ad
bonam.
Keluhan Tambahan pada mata pasien seperti sering gatal sejak 1 bulan
yang lalu mengarah ke diagnosis sindroma mata kering. Hal ini yang menjadi
alasan pada terapi diatas diberikan cendo lyteers yang berfungsi untuk,
Lubrikan/pelicin untuk air mata buatan dan Pengganti air mata pada kekurangan
air mata. Dan pemeriksaan tambahan yang disarankan pada kasus ini adalah
pemeriksaan scrimer test yang berfungsi untuk mengetahui produksi air mata.








DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-tiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2004.
Hal:200-7
2. World Health Organization and International Agency for the Prevention of
Blindness. Developing an Action Plan to Prevent Blindness. 2004
3. Wijaya, Nana, Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-6. Jakarta: Abaditegal. 1993. Hal:
190-212
4. Vaughan DG, Asbury T, riordan-Eva P. Oftalmology Umum. Edisi 14. Jakarta:
Penerbit Widya medika. 2000
5. Lang,G. Glaukoma. In: Ophtalmology A Pocket Textbook Atlas. 2
ed
ed. New
York:Thieme Stuttgart. 2007. p: 174-189
6. American Academi of Ophthalmology. Basic clinical science; Lens and Cataract.
Section 11. 1999-2000. p.7-21, 40-43, 64-76, 140-150
7. Augestein CR. On the growth and internal structure of the human lens. In: NIH
Publis Access. 2010
8. Danysh BP, Duncan MK. The Lens Capsule. In: NIH Publis Access. 2009
9. National Eye Institute. Cataract. Downloaded from:
http://www.nei.nih.gov/health/cataract/cataract_facts.asp#top
10. Perdami. Panduan Manajemen klinis Perdami. Jakarta: PP Perdami. 2006. Hal 51
11. Allen D. Cataract. In: BMJ Publishing Group Ltd. 2008
12. Kohnen T, et al. Cataract Surgery with Implantation IOL. In: Dtsch Arztebl Int.
2009
13. Victor VD, et al. Senile Cataract. In: Medscape Referance. 2012. Downloaded
from: http://emedicine.medscape.com/article/1210914-overview
14. Sinha, et al. Etiopathogenesis of cataract: Journal review. In: Indian Journal of
Opthalmology. 2009.
15. Ilyas S. Dasar Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-tiga.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009. Hal:135
16. American Academi of Ophthalmology. Basic clinical science; Optic, Refraction,
and Contact Lens. Section 3. 1997-1998. p.145

You might also like