Professional Documents
Culture Documents
, Quinax
, Catarlen
dan Karyuni
.
5,13
Obat-obatan yang digunakan pada saat pre dan post operasi katarak,
adalah:
13
Midriasil
Phenylephrin ophthalmic (Neo-Synephrine)
Bekerja secara langsung sebagai vasokonstriktor dan midriatik dengan
mengkontriksi pembuluh darah oftalmika dan otot radial iris. Biasanya
digunakan pada konsentrasi 2,5%-10% karna mengurangi efek
sistemik. Onset kerjanya 30-60 menit dan diulang setiap 3-5jam.
Biasanya diberikan pada saat preoperasi katarak
Kortikosteroid
Prednisolon asetat 1%, dexametason 0,1%, dll
Membantu menurunkan dan mengontrol inflamasi khususnya pada saat
postoperasi katarak.
Antibiotik
Ciprofloxasin, Eritromisin, dll
Digunakan sebagai profilaksis postoperasi katarak
Anti Inflamasi Non Steroid
Nepafenac, dll
b. Pembedahan
Indikasi operasi katarak dibagi dalam 3 kelompok:
1. Indikasi Sosial
Merupakan indikasi terbanyak dari pembedahan katarak. Jika
penurunan tajam penglihatan pasien telah menurun hingga
mengganggu kegiatan sehari-hari, maka operasi katarak bisa dilakukan.
2. Indikasi Medis
Pada beberapa keadaan di bawah ini, katarak perlu dioperasi segera,
bahkan jika prognosis kembalinya penglihatan kurang baik:
- Katarak matur/hipermatur
- Glaukoma sekunder
- Uveitis sekunder
- Dislokasi/Subluksasio lensa
- Benda asing intra-lentikuler
- Retinopati diabetika
- Ablasio retina
3. Indikasi Kosmetik
Jika penglihatan hilang sama sekali akibat kelainan retina atau nervus
optikus, namun kekeruhan katarak secara kosmetik tidak dapat
diterima, misalnya pada pasien muda, maka operasi katarak dapat
dilakukan hanya untuk membuat pupil tampak hitam meskipun
pengelihatan tidak akan kembali.
Kontraindikasi dan hati-hati untuk operasi katarak:
1. Infeksi sekitar mata Anel test.
2. Tekanan bola mata cukup tinggi--> TIO
3. Fungsi retina harus baik light perception
4. Keadaan umum harus baik.. ( hipertensi, diabetes, batuk kronis,
5. Adanya nystagmus,.
6. Anevia gravis
Teknik-teknik pembedahan katarak
Teknik pembedahan katarak yang dikenal saat ini adalah:
Discisio Lentis
Extra Capsuler Cataract Extraction (ECCE)
Intra Capsuler Cataractextraction (ICCE)
Small Incision Cataract Surgery (SICS)
Phacoemulcification
Ekstraksi Linier
Afakia
Setelah ekstraksi katarak mata tak mempunyai lensa lagi yang disebut afakia.
Tanda-tandanya adalah bilik mata depan dalam, iris tremulans dan pupil hitam.
Pada keadaan ini mata kehilangan daya akomodasinya (hipermetropia tinggi
absolut), terjadi gangguan penglihatan warna, sinar UV yang sampai ke retina
lebih banyak, dan dapat terjadi astigmatisme akibat tarikan dari luka operasi.
Keadaan ini harus dikoreksi dengan lensa sferis +10.0 Dioptri supaya dapat
melihat jauh dan ditambah dengan S +3.0 D untuk penglihatan dekatnya. Ada
tiga cara untuk mengatasi gangguan visus ini, yaitu:3,9
Insersi lensa intraokuler/IOL (pseudofakia)
Menggunakan lensa kontak
Menggunakan kacamata afakia, kacamata ini tebal, berat dan tidak
nyaman.
Kacamata untuk penglihatan jauh dan dekat sebaiknya diberikan dalam dua
kacamata untuk menghindarkan aberasi sferis dan aberasi khromatis.
Intraokular Lens (IOL)/Pseudofakia
Setelah pembedahan, pasien akan mengalami hipermetropi karena kahilangan
kemampuan akomodasi. Maka dari itu dilakukan penggantian dengan lensa
buatan (berupa lensa yang ditanam dalam mata, lensa kontak maupun
kacamata). IOL dapat terbuat dari bahan plastik, silikon maupun akrilik.
Komplikasi yang dapat terjadi pada saat intra dan pasca operasi
Komplikasi Intraoperasi
- Perdarahan
- Prolaps iris
- Edema kornea
- Kerusakan endotel kornea
- Ruptur kapsula posterior
- Prolaps vitreus
- COA dangkal
- Dislokasi nukleus lensa ke dalam vitreus
Komplikasi pascabedah dini
- Peradangan
- Hifema
- Edema kornea
- Kebocoran luka
- Prolaps iris
- Glaukoma sekunder
- Dislokasi IOL
- Endoftalmitis
Komplikasi pascabedah lanjut
- Ablasio retina
- Posterior Capsular Opacification (PCO)
- Cystoid Macular Edema (CME)
- Vitreous touch syndrome
- Bullous Keratopathy
- Glaukoma sekunder
3.3.8 Komplikasi Katarak
5,6,13
1. Glaukoma
Komplikasi katarak yang tersering adalah glaukoma yang dapat terjadi
karena proses fakolitik, fakotopik, fakotoksik. 9,16
Fakolitik
- Pada lensa yang keruh terdapat lerusakan maka substansi lensa akan
keluar yang akan menumpuk di sudut kamera okuli anterior terutama
bagian kapsul lensa.
- Dengan keluarnya substansi lensa maka pada kamera okuli anterior
akan bertumpuk pula serbukan fagosit atau makrofag yang berfungsi
merabsorbsi substansi lensa tersebut.
- Tumpukan akan menutup sudut kamera okuli anterior sehingga
timbul glaukoma.
Fakotopik
- Berdasarkan posisi lensa
- Oleh karena proses intumesensi, iris, terdorong ke depan sudut
kamera okuli anterior menjadi sempit sehingga aliran humor
aqueaous tidak lancar sedangkan produksi berjalan terus, akibatnya
tekanan intraokuler akan meningkat dan timbul glaukoma
Fakotoksik
- Substansi lensa di kamera okuli anterior merupakan zat toksik bagi
mata sendiri (auto toksik)
- Terjadi reaksi antigen-antibodi sehingga timbul uveitis, yang
kemudian akan menjadi glaukoma.
2. lens induced uveitis
3. subluksasi lensa
4. dislokasi lensa
3.3.9 Prognosis
Apabila pada proses pematangan katarak dilakukan penanganan yang tepat
sehingga tidak menimbulkan komplikasi serta dilakukan tindakan pembedahan
pada saat yang tepat maka prognosis pada katarak senilis umumnya baik.
13
3.5 Sindroma Dry Eyes
Dry eye merupakan penyakit multifaktorial pada kelenjar air mata dan
permukaan okuler yang menghasilkan gejala-gejala ketidaknyamanan, gangguan
pengelihatan, air mata yang tidak stabil sehingga berpotensi untuk menimbulkan
kerusakan pada permukaan okuler. Dry eye sering disertai dengan peningkatan
osmolaritas dari air mata dan peradangan dari permukaan okuler.
Gambar 3. Dry eye sindrome
2.3 Patofisiologi
Keratokonjuntivitis (KCS) pada sindroma Sjogren (SS) dipredisposisi oleh
kelainan genetik yang terlihat adanya prevalensi dari HLA-B8 yang meningkat.
Kondisi tersebut dapat memicu terjadinya prose inflamasi kronis dengan akibatnya
terjadi produksi autoantibodi yang meliputi produksi antibodi antinuklear, faktor
reumatoid, fodrin (protein sitoskeletal), reseptor muskarinik M3, antibodi spesifik SS
( seperti anti RO, anti-LA, pelepasan sitokin peradangan dan infiltrasi limfositik
fokal terutama sel limfosit T CD4+ namun terkadang juga sel B) dari kelenjar
lakrimalis dan salivatorius dengan degenerasi glandular dan induksi apoptosis pada
kelenjar lakrimalis dan konjuncita. Keadaan ini dapat menimbulkan disfungsi
kelenjar lakrimalis, penurunan produksi air mata, penurunan respon terhadap
stimulasi saraf dan berkurangnya refleks menangis. Infiltrasi sel limfosit T aktif pada
konjuntiva juga sering dilaporkan pada KCS non SS.
Reseptor androgen dan estrogen terdapat di dalam kelenjar lakrimalis dan
meibomian. SS sering ditemukan pada wanita post menopause. Pada wanita
menopause, terjadi penurunan hormon seks yang beredar ( seperti estrogen,
androgen) dan juga mempengaruhi fungsi dari sekresi kelenjar lakrimalis. 40 tahun
yang lalu, penelitian mengenai defisiensi estrogen dan atau progesteron sering
berkaitan dengan insidensi KCS dan menopause.
Disfungsi kelenjar meibomian, defisiensi hormon androgen akan berakibat
kehilangan lapisan lipid terutama trigliserida, kolesterol, asam lemak esensia
monosaturasi (MUFA seperti asam oleat), dan lipid polar ( seperti
phosphatidiletanolamin, sfingomielin). Kehilangan polaritas lemak (pada hubungan
antara lapisan aqueous-air mata) akan mencetuskan terjadinya kehilangan air mata
atau evaporasi dan penurunan asam lemak tidak jenuh yang akan meningkatkan
produksi meibum, memicu penebalan serta sekresi air mata yang bersifat viskos
sehingga dapat mengobstruksi duktus dan menyebabkan stagnasi dari sekresi. Pasien
dengan terapi antiandrogenik pada penyakit prostat juga dapat meningkatkan
viskositas sekret kelenjar meibom, menurunkan waktu kecepatan penyerapan air
mata dan meningkatkan jumlah debris.
Sitokin proinflamasi juga dapat menimbulkan destruksi seluler, meliputi
interleukin 1 (IL-1), interleukin 6 (IL-6), interleukin 8 (IL-8), TGF beta, TNF alpha.
IL-1 beta dan TNF-alfa juga ditemukan pada air mata dari KCS dimana dapat
menimbulkan pelepasan opioid yang akan mengikat reseptor opioid pada membran
neural dan menghambat pelepasan neurotransmiter melalui NF-K beta. IL-2 juga
dapat mengikat reseptor opioid delta dan menghambat produksi cAMP dan fungsi
neuronal. Kehilangan fungsi neuronal akan menurunkan tegangan neuronal normal,
yang dapat memicu isolasi sensoris dari kelenjar lakrimalis dan atrofi kelenjar
lakrimalis secara bertahap.
Neurotransmiter proinflamasi seperti substansi P dan kalsitonin gen related
peptide (CGRP) dilepaskan dan dapat mengaktivasi sel limfosit lokal. Substansi P
juga berperan melalui pelepasan sinyal lewat jalur NF-AT dan NFKb yang memicu
ekspresi ICAM-1 dan VCAM-1, adesi molekul yang mempromosi munculnya
limfosit dan kemotaksis limfosit ke daerah inflamasi. Siklosporin A merupakan
reseptor sel natural killer (NK)-1 dan NK-2 yang dapat menurunkan regulasi molekul
sinyal yang dapat digunakan untuk mengatasi defisiensi lapisan aqueous air mata dan
disfungsi kelenjar meibomian. Proses tersebut juga dapat meningkatkan jumlah sel
goblet dan menurunkan jumlah sel inflamasi dan sitokin di dalam konjuntiva.
Sitokin-sitokin tersebut dapat menghambat fungsi neural yang dapat
mengkonversi hormon androgen menjadi estrogen yang merupakan hasil dari
disfungsi kelenjar meibomian. Peningkatan rata-rata apoptosis juga terlihat pada sel
konjunktiva dan sel lakrimalis asiner yang mungkin disebabkan karena kaskade
sitokin. Elevasi enzim pemecah jaringan yaitu matriks metalloproteinase (MMPs)
juga ditemukan pada sel epitel.
Gen yang berperan dalam produksi musin yaitu MUC1-MUC 17 akan
memperlihatkan fungsi sekresi dari sel goblet, musin yang soluble dan tampak
adanya hidrasi dan stabilitas dari lapisan air mata yang terganggu pada penderita
sindroma dry eyes. Kebanyakan MUC 5AC berperan dominan dalam lapisan mukus
air mata. Adanya defek gen musin makan akan memicu perkembangan sindroma dry
eyes. Sindroma Steven-Johnson, defisiensi vitamin A akan memicu kekeringan pada
mata atau keratinisasi dari epitel okuler dan bahkan dapat menimbulkan kehilangan
sel goblet. Musin juga menurun pada penyakit tersebut dan terjadi penurunan
ekspresi gen musin, translasi dan terjadi perubahan proses post-translasi.
Produksi protein air mata normal seperti lisosim, laktoferin, lipocalin,
fosfolipase A2 juga menurun pada KCS.
2.4 Frekuensi
Sindroma dry eye biasanya terjadi pada pasien usia lebih dari 40 tahun dan
merupakan penyakit mata yang cukup sering terjadi, yaitu sekitar 10-30% populasi.
Di Amerika Serikat, diperkirakan ada sekitar 3.23 juta wanita dan 1.68 juta pria yang
berusia 50 tahun keatas yang menderita sindroma dry eyes.
Frekuensi sindroma dry eyes di beberapa negara hampir serupa dengan
frekuensi di Amerika Serikat.
2.5 Mortalitas dan Morbiditas
Dry eyes juga dapat menimbulkan kornea yang steril atau terjadi ulserasi
kornea terinfeksi terutama pada pasien Sindroma Sjogren. Sifat ulkus kornea pada
dry eyes cukup khas yaitu berbentuk oval atau sirkular dengan diameter kurang dari
3 mm dan berlokasi pada kornea sentral atau parasentral. Terkadang dapat terjadi
perforasi kornea. Pada kasus tertentu dapat menimbulkan kebutaan akibat ulkus
kornea terinfeksi. Komplikasi lainnya berupa defek epitel puntata (PED),
neovaskularisasi kornea dan jaringan parut kornea.
Mortalitas dan morbiditas juga dipengaruhi oleh jenis kelamin dan suku
bangsa. Kebanyakan sindroma dry eyes terjadi pada wanita. KCS dengan SS
ditemukan pada 1-2% populasi dan mengenai hampir 90% wanita. Sedangkan
diagnosis dry eyes sering ditemukan pada penderita ras hispanik dan asia kaukasia.
2.6 Pemeriksaan klinis
a. anamnesis
perlu dilakukan pemeriksan riwayat penyakit untuk menegakkan diagnosis
sindroma dry-eyes seperti ada tidaknya:
Iritasi okuler dengan gejala klinis seperti rasa kering , rasa terbakar, gatal, nyeri , rasa
adanya benda asing pada mata, fotofobia, pandangan berkabut. Biasanya gejala
tersebut dicetuskan pada lingkungan berasap atau kering, aktivitas panas indoor,
membaca lama, pemakaian komputer jangka panjang.
Pada KCS, gejala-gejala akan semakin memburuk setiap harinya dengan penggunaan
mata yang lebih memanjang dan paparan lingkungan. Pasien dengan disfungsi
kelenjar meibomian kadang mengeluh mata merah pada kelopak mata dan konjuntiva
tetapi pasien-pasien tersebut memperlihatkan perburukan gejala terutama pada pagi
hari.
Terkadang, pasien mengeluh sekret air mata yang berlebihan, hal ini disebabkan
karena reflek menangis mata yang meningkat karena permukaan kornea yang
mengering
Pemakaian obat-obatan sistemik, karena dapat menurunkan produksi air mata seperti
antihistamin, beta bloker dan kontrasepsi oral.
Riwayat penyakit dahulu berupa kelainan jaringan ikat, artritis reumatoid, atau
abnormalitas tiroid. Terkadang pasien juga mengeluh mulut kering
b. Pemeriksaan fisik
gejala dari sindroma dry eyes meliputi:
- Dilatasi vaskuler konjuntiva bulbi
- Penurunan meniskus air mata
- Permukaan kornea yang ireguler
- Penurunan absorbsi air mata
- Keratopati epitel kornea punctata
- Kornea berfilamen
- Peningkatan debris pada lapisan air mata
- Keratitis puntata superfisialis
- Sekret mukus
- Pada kasus berat, ulkus kornea
Gejala-gejala dry eyes tidak berhubungan dengan tanda-tanda dry eyes. Pada
kasus berat, juga ditemukan defek epitel atau infiltrasi kornea steril atau ulkus
kornea. Keratitis sekunder juga dapat terjadi. Baik perforasi kornea karena steril atau
infeksi dapat terjadi.
c.Pemeriksaan diagnostik.
Tes Schimer
Tes ini dilakukan dengan mengeringkan lapisan air mata dan memasukkan
strip Schirmer (kertas saring Whartman No. 41) ke dalam cul de sac konjungtiva
inferior pada batas sepertiga tengah dan temporal dari palpebra inferior. Bagian
basah yang terpapar diukur lima menit setelah dimasukkan. Panjang bagian basah
kurang dari 10 mm tanpa anestesi dianggap abnormal.
Gambar 4. Tes Schimmer
Tes Break-up Time
Tes ini berguna untuk menilai stabilitas air mata dan komponen lipid dalam
cairan air mata; diukur dengan meletakkan secarik kertas berfluorescein di
konjungtiva bulbi dan meminta penderita untuk berkedip. Lapisan air
mata kemudian diperiksa dengan bantuan filter cobalt pada slitlamp, sementara
penderita diminta tidak berkedip. Selang waktu sampai munculnya titik-titik kering
yang pertama dalam lapis fluorescein kornea adalah break-up time. Biasanya lebih
dari 15 detik. Selang waktu akan memendek pada mata dengan defisiensi lipid pada
airmata.
Tes Ferning Mata
Sebuah tes sederhana dan murah untuk meneliti komponen musin air mata ;
dilakukan dengan mengeringkan kerokan lapisan air mata di atas kaca obyek bersih.
Sitologi
Impresi Adalah cara menghitung densitas sel Goblet pada permukaan konjungtiva.
Pada orang normal, populasi sel Goblet paling tinggi di kuadran infra nasal.
Pemulasan Fluorescein
Dilakukan dengan secarik kertas kering fluorescein untuk melihat derajat basahnya
air mata dan melihat meniskus air mata. Fluorescein akan memulas daerah yang tidak
tertutup oleh epitel selain defek mikroskopik pada epitel
kornea.
Pemulasan Rose Bengal
Rose Bengal lebih sensitif daripada fluorescein. Pewarna ini akan memulas semua
sel epitel yang tidak tertutup oleh lapisan musin yang mengering dari kornea dan
konjungtiva.
Pengujian kadar lisozim air mata
Air mata ditampung pada kertas Schirmer dan diuji kadarnya dengan cara
spektrofotometri.
Osmolalitas air mata
Hiperosmolalitas air mata telah dilaporkan pada keratokonjungtivitis sicca
dan pemakai lensa kontak; diduga sebagai akibat berkurangnya sensitifitas kornea.
Laporan-laporan penelitian menyebutkan bahwa hiperosmolalitas adalah tes yang
paling spesifik bagi keratokonjungtivitis sicca, karena dapat ditemukan pada pasien
dengan tes Schirmer normal dan pemulasan Rose Bengal normal.
Laktoferin
Laktoferin dalam cairan air mata akan rendah pada pasien dengan hiposekresi
kelenjar lakrimalis
Untuk mengukur kuantitas komponen akuos dalam air mata dapat dilakukan
tes Schirmer. Tes Schirmer merupakan indikator tidak langsung untuk menilai
produksi air mata. Berkurangnya komponen akuos dalam air mata mengakibatkan air
mata tidak stabil. Ketidakstabilan air mata pada dry eyes.disebabkan kerusakan epitel
permukaan bola mata sehingga mukus yang dihasilkan tidak normal yang berakibat
pada proses penguapan air mata. Salah satu pemeriksaan untuk menilai stabilitas
lapisan air mata adalah dengan pemeriksaan break up time (BUT)
2.7 Penyebab
Internasional Dry Eye Workshop (DEWS) mengembangkan 3 bagian
klasifikasi dari dry eye, berdasarkan etiologi, mekanisme dan derajat keparahan
penyakit.
Sistem klasifikasi dibuat berdasarkan etiopatogenesis menurut DEWS:
a. Defisiensi produksi aqueous
Dry eyes dengan Sindroma sjogren (primer, sekunder)
Dry eyes tanpa sindroma sjogren
o Defisiensi kelenjar lakrimalis
o Obstruksi duktus kelenjar lakrimalis
o Refleks hiposekresi
o Obat-obatan sistemik
Evaporatif
o Penyebab intriksi ( disfungsi kelenjar meibomian, kelainan lengkungan kelopak
mata, rata-rata kebutraan, aksi obat ( contoh accutan)
o Penyebab ekstrinsik ( defisiensi vitamin A, obat-obatan topikal, pemakaian kontak
lensa,penyakit permukaan okuler seperti alergi).
b. Berdasarkan defisiensi produksi aqueous dapat diklasifikasikan menjadi:
Sindroma non-sjogren
o Defisiensi primer kelenjar lakrimalis primer ( idiopatik, age related dry eye),
kongenital alkrima, disautonomia famili
o Defisiensi kelenjar lakrimalis sekunder ( infiltrasi kelenjar lakrimalis, sarkoidosis,
limfoma, AIDS, graft disease, amiloidosis, hemokromatosis, infeksi kelenjar
lakrimalis, sindroma limfadenopati, HIV difus, trakoma, defisiensi vitamin A, ablasi
kelenjar lakrimalis, denervasi kelenjar lakrimalis.
o Penyakit obstruksi lakrimalis ( trakoma, pemfigoid okuler, eritema multiformis dan
SSJ, luka bakar kimiawi+ termal, imbalan endokrin, fibrosis post radiasi)
o Obat-obatan antihistamin, beta bloker, fenotiazin, atropin, kontrasepsi oral,
ansiolitik, agen antiparkinson, diuretik, antikolinergik, antiaritmia, topikal pada tetes
mata, anestesi topikal, isotretinoin
o Hiposekresi refleks ( keratitis neurotropik, pembedahan kornea, keratitis herpes
simplek, agen topikal, obat sistemik (beta bloker, atropin), pemakaian kontak lens
kronis, diabetes, penuaan, toksisitas trikloretilen, kerusakan saraf kranial,
neuromatosis multipel.
Sindroma Sjogren
o Primer ( tidak berkaitan dengan penyakit jaringan ikat/ connetive tissue disease
(CTD)
o Sekunder (berkaitan dengan CTD) artritis reumatoid, SLE, skleredema, sirosis
biliaris primer, nefritis interstitial, polimiositis+ dermatomiositis, poliarteritis nodosa,
tiroiditis hasimoto, penumonitis limfositik interstitial, ITP, hipergammaglobulinemia,
granulomatosis wegener.
Klasifikasi berdasarkan kehilangan evaporasi, dibagi menjadi:
a. Penyebab intrinsik
Penyakit kelenjar meibomian (penurunan jumlah, replacement, disfungsi)
Penurunan pengelihatan akibat bekerja terlalu lama dengan komputer, gangguan
ekstrapiramidal seperti penyakit parkinson
Kelainan kelengkungan kelopak mata akibat eksposure (proptosis, ekssoptalmus),
paralisis kelopak mata, ektropion, koloboma kelopak.
Aksi obat ( akutan)
b.penyebab ekstrinsik
Defisiensi vitamin A
Obat-obatan topikal
Pemakaian kronis kontak lensa
Penyakit permukaan okuler
2.8 Penatalaksanaan
Sindroma dry eye sangat kompleks penyebabnya dan diatasi berdasarkan
penyebabnya, tetapi sementara mencari penyebabnya dapat juga diatasi terlebih
dahulu keluhan lainnya seperti kering, gatal dan rasa terbakar.
Tujuan utama dari pengobatan sindrom dry eye adalah penggantian cairan
mata. Terapi yang saat ini dianut adalah air mata buatan sebagai pelumas air mata
sedangkan salep berguna sebagai pelumas jangka panjang terutama saat tidur. Terapi
tambahan dapat dilakukan dengan memakai pelembab, kacamata pelembab atau
kacamata
berenang.
Untuk menjaga agar air mata tidak terdrainase dengan cepat dapat digunakan
punctal plug, dengan demikian mata akan lebih terasa lembab, tidak kering, tidak
gatal, tidak seperti terbakar.
Gambar 5. Plug punctal
Salmon merupakan sumber asam lemak omega 3 yang dapat mengurangi
resiko dry eyes. Sardine, herring dan minyak ikan dapat dicoba untuk dijadikan
suplemen sehari.
Jika menggunakan kontak lens, jangan sembarangan memakai kontak lensa
karena tidak semua tetes mata cocok digunakan untuk kontak lensa. Untuk memberi
tetes mata, maka sebaiknya kontak lensa dilepaskan dahulu dari mata dan biarkan 15
menit tanpa kontak lensa.
Jika permasalahan timbul akibat lingkungan, maka dapat digunakan kacamata
hitam ketika beraktivitas di luar ruangan untuk mengurangi paparan sinar matahari,
angin dan debu.
Silicon plug yang dimasukkan ke dalam kelenjar lakrimalis pada ujung mata
dapat menjaga air mata terdrainase lebih lambat sehingga menjaga kelembaban mata.
Alat ini dikenal dengan istilah lakrimal plug dan diletakkan tanpa nyeri oleh spesialis
mata. Untuk sebagian orang silicon plug terasa tidak nyaman di mata maka saat ini
dapat juga dilakukan puncta kauterisasi.
Dapat juga mengkonsumsi obat-obatan seperti restasis, kortikosteroid topikal,
tetrasiklin oral, doksisiklin. Obat restasis memiliki efek dalam memproduksi cairan
air mata sehingga mata dapat menghasilkan air mata alami sehingga dapat
mengurangi kekeringan pada mata yang disebabkan oleh proses penuaan atau agen
yang menyebabkan produksi menurun. Tindakan pembedahan dilakukan jika
terdapat kelainan anatomis dari bulu mata.
BAB IV
PEMBAHASAN
Mata Kiri
Dari keluhan diatas pasien merasa mata kirinya kurang jelas bila melihat
dan merasa seperti ada yang bergoyang - goyang. keluhan dirasakan sejak 4
tahun yang lalu Adanya keluhan tambahan dimana mata kiri nya seperti ada
yang bergoyanggoyang mempertegas lagi adanya tanda iris tremulens pada
keadaan afakia. . Keterangan ini mengarahkan pemeriksa pada suatu keadaan
dimana tidak adanya lensa (afakia) dan hal ini menyebabkan mata kehilangan
daya akomodasi.
Visus mata kanan 6/30 dikoreksi PH 6/30
Visus mata kiri 1/60 dikoreksi PH 1/60
Pada pemeriksaan lensa, mata kiri tidak ada dan hasil shadow test (-) lalu
pasien memiliki riwayat Op katarak yang tidak dipasang lensa. Pada
pemeriksaan iris mata kiri ditemukan bentuk tremulens. Bilik mata depan kiri
tampak dalam. Hal ini menunjang pada diagnosis afakia post op katarak.
Penatalaksanaan afakia bisa dilakukan dengan koreksi visus dengan
penggunaan kacamata afakia dan pemasangan IOL sekunder untuk mendapatkan
tajam penglihatan yg lebih baik lagi.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan jalan menyingkirkan diagnosis
banding tersebut melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
Mata Kanan
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik mata data di atas mengarah
ke diagnosis katarak senilis okuli dextra:
Rencana penatalaksanaannya adalah ekstraksi lensa dan pemasangan
lensa tanam (IOL). Pembedahan dilakukan atas indikasi perbaikan visus dan
adanya gangguan aktifitas sehari-hari penderita.
Ada beberapa pilihan untuk teknik pembedahan pada kasus katarak,
antara lain: ECCE (extracapsular cataract extraction), ICCE (intracapsular
cataract extraction), SICS (small incision cataract surgery) dan
Fakoemulsifikasi. Prosedur yang digunakan pasien ini adalah SICS dan
pemasangan lensa tanam dipilih karena dapat mengembalikan visus paling
sempurna.
Prognosis pasien ini quo ad vitam bonam, quo ad functionam dubia ad
bonam.
Keluhan Tambahan pada mata pasien seperti sering gatal sejak 1 bulan
yang lalu mengarah ke diagnosis sindroma mata kering. Hal ini yang menjadi
alasan pada terapi diatas diberikan cendo lyteers yang berfungsi untuk,
Lubrikan/pelicin untuk air mata buatan dan Pengganti air mata pada kekurangan
air mata. Dan pemeriksaan tambahan yang disarankan pada kasus ini adalah
pemeriksaan scrimer test yang berfungsi untuk mengetahui produksi air mata.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-tiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2004.
Hal:200-7
2. World Health Organization and International Agency for the Prevention of
Blindness. Developing an Action Plan to Prevent Blindness. 2004
3. Wijaya, Nana, Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-6. Jakarta: Abaditegal. 1993. Hal:
190-212
4. Vaughan DG, Asbury T, riordan-Eva P. Oftalmology Umum. Edisi 14. Jakarta:
Penerbit Widya medika. 2000
5. Lang,G. Glaukoma. In: Ophtalmology A Pocket Textbook Atlas. 2
ed
ed. New
York:Thieme Stuttgart. 2007. p: 174-189
6. American Academi of Ophthalmology. Basic clinical science; Lens and Cataract.
Section 11. 1999-2000. p.7-21, 40-43, 64-76, 140-150
7. Augestein CR. On the growth and internal structure of the human lens. In: NIH
Publis Access. 2010
8. Danysh BP, Duncan MK. The Lens Capsule. In: NIH Publis Access. 2009
9. National Eye Institute. Cataract. Downloaded from:
http://www.nei.nih.gov/health/cataract/cataract_facts.asp#top
10. Perdami. Panduan Manajemen klinis Perdami. Jakarta: PP Perdami. 2006. Hal 51
11. Allen D. Cataract. In: BMJ Publishing Group Ltd. 2008
12. Kohnen T, et al. Cataract Surgery with Implantation IOL. In: Dtsch Arztebl Int.
2009
13. Victor VD, et al. Senile Cataract. In: Medscape Referance. 2012. Downloaded
from: http://emedicine.medscape.com/article/1210914-overview
14. Sinha, et al. Etiopathogenesis of cataract: Journal review. In: Indian Journal of
Opthalmology. 2009.
15. Ilyas S. Dasar Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-tiga.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009. Hal:135
16. American Academi of Ophthalmology. Basic clinical science; Optic, Refraction,
and Contact Lens. Section 3. 1997-1998. p.145