You are on page 1of 5

Dot Bisa Pengaruhi Perkembangan Emosi

Anak Laki-Laki
Yahoo! SHE Rab, 26 Sep 2012 10:47 WIB
Email



Cetak
By Sarah B. Weir, Yahoo! blogger

Meletakkan dot di mulut bayi adalah cara yang cepat untuk menenangkan mereka saat rewel.
Namun bagi anak laki-laki, hal itu mungkin juga dapat mengganggu pertumbuhan emosional
mereka.

Sebelum bayi dapat berbicara, mereka bergantung pada isyarat non-verbal, terutama ekspresi
wajah untuk berkomunikasi. Bayi juga meniru isyarat-isyarat tersebut, dan dengan demikian,
mereka juga menemukan emosi di balik isyarat tersebut. Dalam sebuah studi terbaru yang
dipublikasikan dalam Journal of Basic and Applied Social Psychology, para peneliti dari
University of Wisconsin meneliti lebih dari 100 anak-anak dan menemukan bahwa anak laki-laki
yang berusia 6-7 tahun yang sering menggunakan dot, lebih tertinggal ketika meniru mimik
ekspresi wajah yang diperlihatkan di video.

Mereka juga mewawancarai lebih dari 600 mahasiswa dan menemukan bahwa pria di usia
kuliah, yang mengedot saat bayi, mendapatkan nilai lebih rendah dalam hal mengukur empati
dan kemampuan untuk mengevaluasi suasana hati orang lain. Bagi anak perempuan dan wanita
muda, para peneliti menemukan bahwa tidak ada perbedaan kematangan emosi berdasarkan
penggunaan dot.

"Wanita cenderung lebih tepat dalam berekspresi dan membaca isyarat emosional," kata sang
penulis, Paula Niedenthal, PhD. "Kami tidak tahu persis bagaimana itu terjadi. Itulah yang
mungkin menjadi salah satu alasan bahwa di dalam masyarakat, wanita didorong untuk lebih bisa
membaca emosi. Mereka mungkin bekerja lebih keras dalam hal itu." Ia menambahkan,
"Orangtua lebih banyak berbicara soal mengendalikan emosi kepada anak perempuan mereka
dibandingkan kepada anak laki-laki. Itu bukanlah pernyataan revolusioner."

Karena anak laki-laki tidak diarahkan untuk lebih emosional, para orangtua tidak dapat
mengimbangi penggunaan dot dengan membantu mereka belajar dengan cara lain.

Penelitian tersebut terinspirasi oleh penelitian yang dilakukan pada orang-orang usia dewasa
yang menggunakan Botoks. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa orang yang
melumpuhkan otot-otot wajah mereka dengan suntikan toksin botulinum sebagai prosedur
kosmetik, maka mereka tidak hanya kurang dalam mengekspresikan emosi di wajah setelah
pengobatan, tetapi emosi mereka pun juga berkurang.

"Penelitian itu membuat kami berpikir tentang periode kritis perkembangan emosional, seperti
bayi," kata Niedenthal dalam sebuah pernyataan. "Bagaimana jika Anda selalu memiliki sesuatu
di mulut Anda yang mencegah Anda bermimik dan beresonansi dengan ekspresi wajah
seseorang?"

Niedenthal mengakui bahwa meminta orangtua (dan bayi) untuk membuang dot, akan membuat
mereka bingung. "Orangtua tidak suka membicarakan ini." Ia juga mengatakan bahwa dot yang
digunakan saat tidur tidak membahayakan anak-anak secara emosional. "Kita sudah tahu dari
penelitian ini bahwa pada saat dot digunakan pada malam hari, tidak akan membuat perbedaan
yang berarti, mungkin karena itu bukanlah saat para bayi mengamati dan meniru ekspresi wajah
kita. Itu bukanlah waktunya belajar."

Penggunaan dot pada umumnya adalah topik yang kontroversial. Organisasi Kesehatan Dunia
atau WHO mengatakan bahwa setiap puting buatan dapat menghambat proses menyusui, dan
Journal of American Family Physician menambahkan bahwa dot dapat mengakibatkan infeksi
telinga dan akhirnya menyebabkan masalah gigi. Namun, American Academy of Pediatrics
mengatakan bahwa mereka akan baik-baik saja selama Anda tidak memberikan kepada bayi
yang sedang lapar, lebih baik Anda memberi mereka makanan. Mengisap dot saat tidur siang dan
malam bahkan dapat mengurangi risiko Sindrom Kematian Bayi Mendadak (SIDS).

Niedenthal mengatakan bahwa timnya sedang melakukan penelitian terkait faktor-faktor lain,
seperti apakah bayi dapat mengekspresikan emosi saat diberikan dot dan jika orangtua
memberikan dot lebih sering kepada bayi laki-laki. Untuk saat ini, ia menyarankan bahwa
setidaknya orangtua mempertimbangkan untuk membatasi penggunaan dot terutama pada siang
hari kepada anak laki-laki.










5 Hal yang Tidak Boleh Diucapkan Orangtua
Kepada Anak
Oleh Charlene Prince Birkeland | Team Mom | Yahoo She Kam, 3 Mei 2012 14:47
WIB
Email



Cetak
Artikel Terpopuler
7 Ide Cemerlang Raih Berkah Ramadhan Bersama Pasangan
Chef Marinka: Celebrity Chef dari Dunia Fashion
Lima Kesalahan yang Membuat Kencan Pertama Gagal
Cara Hadapi Pacar yang Memiliki Sahabat Karib Perempuan
Hubungan Via Online Membuat Lebih Bahagia
Tampilkan Lainnya
Bukan rahasia lagi, orangtua harus memperhatikan cara mereka berkomunikasi dengan anak-
anak mereka. Apa yang kita katakan dan cara kita mengatakannya adalah masalah penting.
Cara komunikasi orangtua akan memberi dampak pada hubungan orangtua-anak dalam jangka
panjang.

Kalimat sederhana yang keluar dari mulut orangtua saat sedang frustrasi dapat berdampak besar.

"Kata-kata bisa menyakitkan dan tidak bisa ditarik ulang, jadi berhati-hatilah," ujar Debbie
Pincus, seorang terapis, pembimbing orangtua dan penulis "The Calm Parent: AM & PM".

"Kita manusia. Kehidupan kita gila-gilaan dan kadang kita tidak memberikan waktu beristirahat
dan berpikir kepada diri sendiri," ujar Pincus. Hanya berhati-hatilah dan bertanggung jawab,
dengan siapa pun kita berbicara."

Berikut ini lima hal yang tidak boleh diucapkan orangtua kepada anak mereka.

"Aku tidak peduli."
Anak kecil senang bercerita tentang segala sesuatu. Tentang pembicaraan mereka dengan teman-
temannya, bentuk awan yang mereka rasa mirip dengan ular laut, alasan mereka menekan
seluruh isi pasta gigi ke dalam bak mandi.

Tetapi terkadang orangtua tidak ingin mendengarkan mereka. Jangan pernah mengatakan Anda
tidak peduli dengan cerita mereka. Itu akan membuat anak-anak merasa tidak penting dan
menghilangkan rasa percaya.

SARAN: Beritahulah anak Anda bahwa masalah itu bisa dibahas di lain waktu, ketika Anda
dapat fokus pada pembicaraan sang anak. Tetapi jangan ingkar janji. Jangan lupa membahas.

Kamu kan sudah besar!"
Putri Anda berusia 7 tahun tapi masih bertingkah selayaknya anak umur 3. Jangan pernah
menyalahkan tingkahnya sembari mengatakan Kamu kan sudah besar! Ini akan membuat
anak-anak merasa dikritik padahal mereka bisa saja sedang punya masalah dan butuh bantuan
untuk menyelesaikannya.

SARAN: Ketika Anda hendak bereaksi, ambillah jeda waktu sebentar, kata Pincus. Pikirkan
matang-matang dampak perkataan Anda, jadi bukan asal reaksi spontan. Jeda membantu
menurunkan adrenalin sehingga otak bisa berpikir tanpa emosi.

"Minta maaf!"
Anak Anda merebut mainan temannya dan membuatnya menangis. Anda langsung
memerintahkan sang anak untuk meminta maaf atas tindakannya. Anda memang bermaksud
mulia, tetapi memaksa anak untuk meminta maaf tidak mengajari mereka kemampuan sosial,
kata Bill Corbett, penulis buku dan pendidik.

Anak kecil tidak dapat langsung mengerti kenapa mereka harus meminta maaf. Bila selalu
disuruh, mereka bisa saja makin lambat memahami alasan meminta maaf bila telah melakukan
tindakan buruk

SARAN: Minta maaflah kepada anak kecil yang dibuat menangis oleh anak Anda, sehingga
pada saat bersamaan Anda memberi dia contoh bagus kelakuan yang ingin ditanamkan.

"Masak nggak bisa juga?"
Anda mengajari anak menangkap bola lima kali berturut-turut, dan dia belum mahir juga. Atau,
ketika belajar soal matematika, dia tak kunjug paham. Anda pun langsung bertanya Masak
nggak bisa juga? Komentar ini akan menjatuhkan mental mereka.

Sebab, sebagaimana dikatakan pakar pembelajaran Jill Laurean, anak-anak akan menangkap
pertanyaan itu dengan berbeda. Mereka akan mengira Anda bertanya Kenapa nggak bisa juga?
Apa yang salah dengan kamu sehingga nggak bisa?

SARAN: Ambil waktu istirahat. Jika Anda sudah tidak tahu cara lain mengajari anak mengenai
sesuatu, berhentilah. Lanjutkan pelajaran ketika Anda sudah siap untuk mencobanya lagi,
mungkin setelah mencari pendekatan lain untuk mengajar apa pun yang sedang dipelajari
anakmu.

"Ditinggal ya!"
Anak Anda menolak meninggalkan toko mainan atau taman, sementara Anda telat janjian. Jadi
Anda memberikan ultimatum untuk menakut-nakuti dia: "Ditinggal ya!" Untuk anak yang masih
kecil, ketakutan ditinggalkan orangtua adalah sesuatu yang sangat nyata. Tapi apa yang terjadi
saat ancaman tidak berhasil? Anak dengan cepat belajar kalau ayah atau ibu memberikan
ancaman kosong.

SARAN: Jangan bilang kepada anak bahwa Anda akan meninggalkan mereka. Sebaiknya, bikin
rencana perjalanan (dari toko mainan ke tempat selanjutnya) sebelum berangkat dari rumah.

You might also like