You are on page 1of 43

Analisa Karbohidrat (Glukosa) Metode Luff Schoorl

Diposkan oleh indah purnama di 23.38



BAB I
PENDAHULUAN




1.1 Latar Belakang
Karbohidrat secara sederhana dapat diartikan suatu senyawa yang terdiri dari
molekul-molekul karbon (C), hidrogen (H) dan oksigen (O) atau karbon dan hidrat (H2O)
sehingga dinamakan karbo-hidrat. Dalam tumbuhan senyawa ini dibentuk melaui proses
fotosintesis antara air (H2O) dengan karbondioksida (CO2) dengan bantuan sinra
matahari (UV) menghasilkan senyawa sakarida dengan rumus (CH2O)
n
.


Ada banyak fungsi dari karbohidrat dalam penerapannya di industri pangan, farmasi
maupun dalam kehidupan manusia sehari-hari. Diantara fungsi dan kegunaan itu ialah
sebagai sumber kalori atau energi, sebagai bahan pemanis dan pengawet, sebagai bahan
pengisi dan pembentuk, sebagai bahan penstabil, sebagai sumber flavor (karamel), dan
sebagai sumber serat bagi makhluk hidup.
Karbohidrat adalah sumber energi utama bagi tubuh manusia. Manusia memenuhi
kebutuhan karbohidrat setiap harinya dari makanan pokok yang dikonsumsi, seperti dari
beras, jagung, sagu, ubi, dan lain sebagainya. Akan tetapi bukan berarti karbohidrat
hanya terdapat pada golongan bahan makanan yang telah disebutkan di atas, pada
golongan buah dan beberapa jenis sayur dan kacang- kacangan juga terdapat kandungan
karbohidrat meskipun kandungannya tidak sebanyak golongan serealia dan umbi
(Apriyanto, 1999).
Karbohidrat dapat digolongan menjadi dua macam yaitu karbohidrat sederhana
dengan karbohidrat kompleks atau dapat pula menjadi tiga macam, yaitu monosakarida,
disakarida, dan polisakarida. Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi
sumber energi dan merupakan oligosakarida, polimer. Untuk dapat mengetahui
kandungan karbohidrat dalam suatu bahan makanan dapat dilakukan berbagai macam
uji kuantitatif. Pada praktikum kali ini metode analisa kuantitatif karbohidrat yang
dilakukan adalah metode Luff Schoorl.
Karbohidrat secara sederhana dapat diartikan suatu senyawa yang terdiri dari
molekul-molekul karbon (C), hidrogen (H) dan oksigen (O) atau karbon dan hidrat (H2O)
sehingga dinamakan karbo-hidrat. Karbohidrat dapat digolongan menjadi dua macam
yaitu karbohidrat sederhana dengan karbohidrat kompleks atau dapat pula menjadi tiga
macam, yaitu monosakarida, disakarida, dan polisakarida. Gula adalah suatu karbohidrat
sederhana yang menjadi sumber energi dan merupakan oligosakarida, polimer.
Karbohidrat yang terasuk ke dalam kelompok yang dapat dicerna adalah glukosa,
fruktosa, laktosa, maltosa dan pati.
Pati atau amilum adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air, berwujud
bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh
tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam
jangka panjang. Hewan dan manusia juga menjadikan pati sebagai sumber energi yang
penting (Hartati, 2002).

1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana metode penganalisaan kandungan glukosa dari suatu bahan ?
1.3 Tujuan Percobaan
Dari percobaan ini diharapkan mahasiswa mampu meganalisa kandungan glukosa dari
suatu bahan menggunakan metode luff schoorl.
1.4 Manfaat Percobaan
Dapat membantu para ahli gizi makanan untu menganalisa kadar karbohidrat dengan
metode kuantitatif Luff Schoorl dengan cara menghitung kadar gula pereduksi dalam
suatu bahan makanan.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA



Gula reduksi adalah gula yang mempunyai kemampuan untuk mereduksi. Hal ini
dikarenakan adanya gugus aldehid atau keton bebas. Senyawa-senyawa yang
mengoksidasi atau bersifat reduktor adalah logam-logam oksidator seperti Cu (II). Contoh
gula yang termasuk gula reduksi adalah glukosa, manosa, fruktosa, laktosa, maltosa, dan
lain-lain. monosakarida yang mempunyai kemampuan untuk mereduksi suatu senyawa.
Sifat pereduksi dari suatu gula ditentukan oleh ada tidaknya gugus hidroksil bebas yang
reaktif. Prinsip analisanya berdasarkan pada monosakarida yang memiliki kemampuan
untuk mereduksi suatu senyawa. Adanya polimerisasi monosakarida mempengaruhi sifat
mereduksinya.
Pada praktikum kali ini dilakukan penetapan karboohidrat melalui penetapan
kadar gula reduksi dengan metode Penentuan gula reduksi dengan metode Luff-Schoorl
ditentukan bukan kuprooksidanya yang mengendap tetapi dengan menentukan
kuprooksida dalam larutan sebelum direaksikan dengan gula reduksi sesudah reaksi
dengan sample gula reduksi yang dititrasi dengan Na-Thiosulfat. Selisihnya merupaka
kadar gula reduksi. Reaksi yang terjadi selama penentuan karbohidrat dengan cara Luff-
Schoorl adalah mula-mula kuprooksida yang ada dalam reagen akan membebaskan Iod
dari garam KI. Banyaknya iod dapat diketahui dengan titrasi menggunakan Na-
Thiosulfat. Untuk mengetahui bahwa titrasi sudah cukup maka diperlukan indicator
amilum. Apabila larutan berubah warna dari biru menjadi putih berarti titrasi sudah
selesai. Selisih banyaknya titrasi blanko dan sample dan setelah disesuaikan dengan tabel
yang menggambarkan hubungan banyaknya Na-Thiosulfat dengan banyaknya gula
reduksi (Khopkar, 1999).
Karbohidrat dapat digolongan menjadi dua macam yaitu karbohidrat sederhana
dengan karbohidrat kompleks atau dapat pula menjadi tiga macam, yaitu monosakarida,
disakarida, dan polisakarida. Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi
sumber energi dan merupakan oligosakarida, polimer. Monosakarida akan mereduksikan
CuO dalam larutan Luff menjadi Cu2O. Kelebihan CuO akan direduksikan dengan KI
berlebih, sehingga dilepaskan I2. I2 yang dibebaskan tersebut dititrasi dengan larutan
Na2S2O3.
Pada dasarnya prinsip metode analisa yang digunakan adalah Iodometri karena
kita akan menganalisa I2 yang bebas untuk dijadikan dasar penetapan kadar. Dimana
proses iodometri adalah proses titrasi terhadap iodium (I2) bebas dalam larutan. Apabila
terdapat zat oksidator kuat (misal H2SO4) dalam larutannya yang bersifat netral atau
sedikit asam penambahan ion iodida berlebih akan membuat zat oksidator tersebut
tereduksi dan membebaskan I2 yang setara jumlahnya dengan dengan banyaknya
oksidator (Rivai, 2005).
Metode Luff Schoorl ini baik digunakan untuk menentukan kadar karbohidrat
yang berukuran sedang. Dalam penelitian M.Verhaart dinyatakan bahwa metode Luff
Schoorl merupakan metode tebaik untuk mengukur kadar karbohidrat dengan tingkat
kesalahan sebesar 10%. Pada metode Luff Schoorl terdapat dua cara pengukuran yaitu
dengan penentuan Cu tereduksi dengan I2 dan menggunakan prosedur Lae-Eynon.
Inversi sukrosa menghasilkan gula invert atau gula reduksi (glukosa dan fruktosa).
Gula invert akan mengkatalisis proses inversi sehingga kehilangan gula akan berjalan
dengan cepat. Menurut Parker (1987) dkk. Dalam kuswurj (2008) laju inersi sukrosa akan
semakin besar pada kondisi pH rendah dan temperatur tinggi dan berkurang pada pH
tinggi (pH 7) dan temperatur rendah. Laju inversi yang paling cepat adalah pada kondisi
pH asam (pH 5).
Penentuan kadar glukosa dilakukan dengan cara menganalisis sampel melalui
pendekatan proksimat. Terdapat beberapa jenis metode yang dapat dilakukan untuk
menentukan kadar gula dalam suatu sampel. Salah satu metode yang paling mudah
pelaksanaannya dan tidak memerlukan biaya mahal adalah metode Luff Schoorl. Metode
Luff Schoorl merupakan metode yang digunakan untuk menentukan kandungan gula
dalam sampel.
Metode ini didasarkan pada pengurangan ion tembaga (II) di media alkaline oleh
gula dan kemudian kembali menjadi sisa tembaga. Ion tembaga (II) yang diperoleh dari
tembaga (II) sulfat dengan sodium karbonat di sisa alkaline pH 9,3-9,4 dapat ditetapkan
dengan metode ini. Pembentukan (II)-hidroksin dalam alkaline dimaksudkan untuk
menghindari asam sitrun dengan penambahan kompleksierungsmittel. Hasilnya, ion
tembaga (II) akan larut menjadi tembaga (I) iodide berkurang dan juga oksidasi iod
menjadi yodium. Hasil akhirnya didapatkan yodium dari hasil titrasi dengan sodium
hidroksida (Rivai, 2005).


Gula pereduksi yaitu monosakarida dan disakarida kecuali sukrosa dapat
ditunjukkan dengan pereaksi Fehling atau Benedict menghasilkan endapan merah bata
(Cu2O). selain pereaksi Benedict dan Fehling, gula pereduksi juga bereaksi positif dengan
pereaksi Tollens (Apriyanto et al 1989). Penentuan gula pereduksi selama ini dilakukan
dengan metode pengukuran konvensional seperti metode osmometri, polarimetri, dan
refraktrometri maupun berdasarkan reaksi gugus fungsional dari senyawa sakarida
tersebut (seperti metode Luff-Schoorl, Seliwanoff, Nelson-Somogyi dan lain-lain).
Hasil analisisnya adalah kadar gula pereduksi total dan tidak dapat menentukan
gula pereduksi secara individual. Untuk menganalisis kadar masing-masing dari gula
pereduksi penyusun madu dapat dilakukan dengan menggunakan metode Kromatografi
Cair Kinerja Tinggi (KCTK). Metode ini mempunyai beberapa keuntungan antara lain
dapat digunakan pada senyawa dengan bobot molekul besar dan dapat dipakai untuk
senyawa yang tidak tahan panas.
Pengukuran karbohidrat yang merupakan gula pereduksi dengan metode Luff
Schoorl ini didasarkan pada reaksi antara monosakarida dengan larutan cupper.
Monosakarida akan mereduksikan CuO dalam larutan Luff menjadi Cu2O. Kelebihan
CuO akan direduksikan dengan KI berlebih, sehingga dilepaskan I2. I2 yang dibebaskan
tersebut dititrasi dengan larutan Na2S2O3. Pada dasarnya prinsip metode analisa yang
digunakan adalah Iodometri karena kita akan menganalisa I2 yang bebas untuk dijadikan
dasar penetapan kadar. Dimana proses iodometri adalah proses titrasi terhadap iodium
(I2) bebas dalam larutan. Apabila terdapat zat oksidator kuat (misal H2SO4) dalam
larutannya yang bersifat netral atau sedikit asam penambahan ion iodida berlebih akan
membuat zat oksidator tersebut tereduksi dan membebaskan I2 yang setara jumlahnya
dengan dengan banyaknya oksidator (Underwood, 1996).
Monosakarida akan mereduksikan CuO dalam larutan Luff menjadi Cu
2
O.
Kelebihan CuO akan direduksikan dengan KI berlebih, sehingga dilepaskan I
2
. I
2
yang
dibebaskan tersebut dititrasi dengan larutan Na
2
S
2
O
3
. Pada dasarnya prinsip metode
analisa yang digunakan adalah Iodometri karena kita akan menganalisa I
2
yang bebas
untuk dijadikan dasar penetapan kadar. Dimana proses iodometri adalah proses titrasi
terhadap iodium (I
2
) bebas dalam larutan.
Apabila terdapat zat oksidator kuat (misal H
2
SO
4
) dalam larutannya yang bersifat
netral atau sedikit asam penambahan ion iodida berlebih akan membuat zat oksidator
tersebut tereduksi dan membebaskan I
2
yang setara jumlahnya dengan dengan banyaknya
oksidator. I
2
bebas ini selanjutnya akan dititrasi dengan larutan standar Na
2
S
2
O
3
sehinga
I
2
akan membentuk kompleks iod-amilum yang tidak larut dalam air. Oleh karena itu, jika
dalam suatu titrasi membutuhkan indikator amilum, maka penambahan amilum sebelum
titik ekivalen.
Gugus hidroksil yang relative pada glukosa terletak pada C-1 sedangkan fruktosa
pada C-2. Sakarosa tidak mempunyai gugus OH bebas yang relative,karena keduanya
saling terikat, sedangkan laktosa mempunyai OH bebas atom C-1 pada gugus glukosanya,
sehingga laktosa bersifat pereduksi sedangkan sakarosa nonpereduksi. Inversi sakarosa
terjadi dalm suasana asam,gula inverse ini tidak dapat berbentuk Kristal karena kelarutan
fruktosa dan glukosa (Poedjiadi, 2007).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN




3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 22 Oktober 2012 pada
pukul 13.30-17.00 WIB, yang bertempat di Laboratorium Biokimia, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan, Jurusan Kimia, Universitas Sriwijaya, Inderalaya.

3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah erlenmeyer, gelas ukur, pendingin
tegak, buret, labu takar, corong kaca, dan pipet ukur. Sedangkan bahan yang dibutuhkan
adalah sampel yang mengandung karbohidrat, Pb asetat, Na
2
CO
3
anhidrat, reagen Luff
Schoorl, KI 20%, H
2
SO
4
26,5%, Na-thiosulfat 0,1 N, dan indikator pati 1%
3.3 Cara Kerja
Dilarutkan 2 gr susu ke dalam aquades, dimasukkan ke dalam labu takar. 25 ml
Reagen Luff Schoorl dicampurkan dengan 25 ml aquades di Erlenmeyer 1. Kemudian
dididihkan, masukkan batu didih, lalu dinginkan. Pada Erlenmeyer 2, 25 ml larutan susu
dicampurkan dengan Reagen Luff Schoorl, kemudian dididihkan dan masukkan batu
didih dan dinginkan. Blanko dan sampel diteteskan dengan KI 20% masing-masing 15 ml
dan 25 ml H
2
SO
4
sedikit demi sedikit. Kemudian Blanko dan sampel dititrasi dengan
Na
2
S
2
O
3
sebanyak 45,6 ml dan 30 ml masing-masing kedalam blanko dan sampel,
kemudian ditambah amilum 3 ml. Diamati perubahan warnanya.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Diketahui : Vsampel = 30 ml
Vblanko = 45,6 ml
N. Na
2
S
2
O
3
= 0,095 N
Ditanya : % Karbohidrat ?
Dijawab :
Sampel (b a) =
=
=
15 ml = glukosa = 2,8
Mg glukosa = (Vsampel glukosa) + 38,5
= (30 2,8) + 38,5
= 84 + 38,5 = 122,5 mg = 0,1225 gr
% Karbohidrat
=
=
= 6,125 %

4.2 Pembahasan
Luff schrool merupakan salah satu metode yang dapat digunakan dalam penentuan
kadar karbohidrat secara kimiawi. Sample yang dipergunakan dalam praktikum ini
adalah cracker beras yang banyak beredar dipasaran. Praktikum kali ini dilakukan untuk
menetapkan kadar glukosa pada berbagai jenis cairan yang mengandung gula dengan
menggunakan metode luff schoorl. Jenis cairan yang digunakan pada percobaan ini adalah
larutan susu.
Berbagai senyawa yang termasuk kelompok karbohidrat dibagi dalam tiga golongan,
yaitu golongan monosakarida, golongan oligosakarida dan golongan polisakarida.
Monosakarida ialah karbohidrat yang sederhana, hanya terdiri atas beberapa atom
karbon saja, tidak dapat diuraikan dengan cara hidrolisis. Monosakarida yang paling
sederhana ialah gliseraldehida dan dihidroksiaseton. Senyawa yang termasuk
oligosakarida mempunyai molekul yang terdiri atas beberapa molekul monosakarida.
Polisakarida yang terdiri atas satu macam monosakarida saja disebut homopolisakarida,
sedangkan yang mengandung senyawa lain disebut heteropolisakarida. Polisakarida
umumnya berupa senyawa berwarna putih, tidak berbentuk kristal, tidak mempunyai
rasa manis dan tidak mempunyai sifat mereduksi. Polisakarida yang dapat larut dalam air
akan membentuk larutan koloid. Contoh polisakarida yang penting amilum, glikogen,
dekstrin dan selulosa.
Dalam praktikum ini, analisis karbohidrat dilakukan dalam 2 cara yaitu secara
kualitatif dan kuantitatif. Analisa kualitatif dilakukan untuk mengetahui apakah dalam
sampel susu mengandung karbohidrat atau tidak dengan menggunakan pereaksi yaitu
Reagen Luff Schoorl. Penentuan kadar karbohidrat secara kuantitatif dilakukan melalui
metode Luff-Schoorl dengan prinsip dasarnya adalah hidrolisis karbohidrat dalam sampel
susu menjadi monosakarida yang dapat mereduksi Cu menjadi Cu
Dalam pengujian karbohidrat dengan metode luff schrool ini pH larutan harus
diperhatikan dengan baik, karena pH yang terlalu rendah (terlalu asam) akan
menyebabkan hasil titrasi menjadi lebih tinggi dari sebenarnya, karena terjadi reaksi
oksidasi ion iodide menjadi I
2
. Sedangkan apabila pH terlalu tinggi (terlalu basa), maka
hasil titrasi akan menjadi lebih rendah daripada sebenarnya, karena pada pH tinggi akan
terjadi resiko kesalahan, yaitu terjadinya reaksi I
2
yang terbentuk dengan air (hidrolisis).
Setelah sampel dimasukan dalam Erlenmeyer 25 mL, kemudian ditambahkan
larutan luff schoorl sebanyak 25 mL, dan 25 mL aquadest. Kemudian panaskan dengan
pendingin tegak. Larutan luff schoorl akan bereaksi dengan sampel yang mengandung
gula pereduksi.
Campuran tersebut ditambahkan batu didih untuk mencegah terjadinya letupan
(bumping). Proses pemanasan, diusahakan larutan mendidih dalam waktu 3 menit dan
biarkan mendidih selama 10 menit, hal ini dimaksudkan agar proses reduksi berjalan
sempurna, dan Cu dapat tereduksi dalam waktu kurang lebih 10 menit. Agar tidak terjadi
pengendapan seluruh Cu
3+
yang tereduksi menjadi Cu
+
sehingga tidak ada kelebihan
Cu
2+
yang dititrasi maka larutan harus mendidih atau diusahakan mendidih dalam waktu
3 menit.
Campuran tersebut kemudian didinginkan dalam bak yang berisi es. Agar
pendinginan berlangsung cepat, maka pendinginan dengan es perlu dilakukan. Setelah
campuran dingin kemudian ditambahkan KI 20% sebanyak 15 mL dan H
2
SO
4
25 ml
perlahan-lahan. Penambahan larutan-larutan ini akan menimbulkan reaksi antara
kuprioksida menjadi CuSO
4
dengan H
2
SO
4
, dan CuSO
4
tersebut bereaksi dengan KI.
Reaksi tersebut ditandai dengan timbulnya buih dan warna larutan menjadi coklat.
Larutan tersebut kemudian dititrasi cepat dengan menggunakan larutan Natrium thio
sulfat (Na
2
S
2
O
3
) 0,095 N. titrasi cepat dilakukan untuk menghindari penguapan KI.
Indikator yang dipergunakan adalah amilum. Penambahan indicator amilum dilakukan
setelah campuran mendekati titik akhir, hal ini dilakukan karena apabila dilakukan pada
awal titrasi maka amilum dapat membungkus iod dan mengakibatkan warna titik akhir
menjadi tidak terlihat tajam. Maka berdasarkan praktikum dan perhitungan, kadar
karbohidrat dalam sampel susu adalah 6,125%.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang kami lakukan, dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu :
1. Dari berbagai perlakuan terhadap sampel (larutan susu) yang kami analisa dalam uji
analisa kuantitaif Luff Schoorl, didapat data yang sesuai dengan teori. Hal ini
menandakan proses analisa yang kelompok kami lakukan tidak menyimpang atau
bertentangan dengan teori.
2. Pada saat pemanasan, digunakan batu didih untuk menjaga tekanan didalam Erlenmeyer.
3. Digunakan indikator pati agar warna larutan tidak terlalu pekat.
4. Penentuan kadar karbohidrat dengan metode luff schrool dilakukan dengan
menghidrolisis sample menjadi monosakarida yang dapat mereduksi oksida pada luff yaitu
Cu
2+
menjadi Cu
+
.
5. Kandungan glukosa pada 2 gr sampel susu sebanyak 6,125%.
5.2 Saran
Dalam menentukan penetapan kadar gula ini, sebaiknya praktikan lebih cermat
dalam melakukan langkah-langkah percobaan seperti penimbangan sampel awal agar
tidak terjadi kesalahan yang akan berpengaruh pada perhitungan kadar gula sampel.
DAFTAR PUSTAKA



Apriyanto, A. 1999. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Bogor: Graha Utama
Hartati. 2002. Analisis Kadar Pati dan Serat. Yogyakarta: Kanisius Swantara
Khopkar, S. 1999. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press
Rivai, H. 2005. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta: Penerbit UI
Underwood. 1996. Analisa Kimia Kuantitatif. Jakarta : Erlangga
Poedjiadi, Anna. 2007. Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press
Winarno. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

ANALISA KUANTITATIF KARBOHIDRAT METODE LUFF SCHOORL
08 Jan 2012 Leave a Comment
by foodandsnack in Uncategorized
LAPORAN PRAKTIKUM, Bertha Julisti
Mata Kuliah : Pengujian Khemis
Dosen : Teni Rodiani, S.Si
1. ACARA
Praktikum pengujian kadar karbohidrat dengan metode luff schrool.
1. PRINSIP
Hidrolisis karbohidrat menjadi monosakarida yang dapat mereduksi Cu
2+
menjadi Cu
+
dan
kelebihan Cu
2+
dapat dititrasi dengan metode iodometri (tidak langsung).
1. TUJUAN
Menentukan kadar karbohidrat dalam sample
1. DASAR TEORI
Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi hamper seluruh penduduk di dunia, khususnya
bagi penduduk Negara yang berkembang. Pada tanaman, karbohidrat dibentuk dari reaksi CO
2

dan H
2
O dengan bantuan sinar matahari melalui proses fotosintesis dalam sel tanaman yang
berklorofil.
Sinar Matahari
CO
2
+ H
2
O (C
6
H
12
O
6
)n + O
2
(Karbohidrat)
Karbohidrat banyak terdapat dalam bahan nabati, baik berupa gula sederhana, heksosa, pentosa,
maupun karbohidrat dengan berat molekul yang tinggi seperti pati, pectin, selulosa, dan lignin.
Karbohidrat yang terdapat dalam hasil ternak terutama terdiri dari glikogen.
Pada umumnya karbohidrat dapat dikelompokan menjadi monosakarida, oligosakarida, serta
polisakarida.
1. Monosakarida
Monosakarida mengandung satu gugus aldehida disebut aldosa, sedangkan ketosa mempunyai
satu gugus keton. Monosakarida dengan enam atom C disebut heksosa, misalnya glukosa
(dekstrosa atau gula anggur).
HC = O H
2
C OH
HC OH C=O
HO C H HO C H
H C OH H C OH
H C OH H C OH
CH
2
OH CH
2
OH
D-Glukosa D-Frukrosa
1. Oligosakarida
Oligosakarida adalah polimer derajat polimerisasi 2 sampai 10 dan biasanya bersifat larut dalam
air. Oligosakarida yang terdiri dari 2 molekul disebut disakarida, dan bila terdiri dari 3 molekul
disebut triosa. Bila sukrosa (sakarosa atau gula tebu). Terdiri dari molekul glukosa dan fruktosa,
laktosa terdiri dari molekul glukosa dan galaktosa.
1. Polisakarida
Polisakarida merupakan polimer molekul-molekul monosakarida yang dapat berantai lurus atau
bercabang dan dapat dihidrolisis dengan enzim-enzim yang spesifik kerjanya.
Kerusakan pada karbohidrat :
1. Pencoklatan (Browning)
Pencoklatan enzimatis terjadi pada buah-buahan yang banyak mengandung substrat senyawa
fenolik, reaksi pencoklatan non enzimatis belum diketahui atau dimengerti penuh. Umumnya ada
3 macam reaksi pencoklatan non enzimatik yaitu : karamelisasi, reaksi maillard dan pencoklatan
akibat vitamin C.
1. Karamelisasi
Bila gula yang telah mencair tersebut dipanaskan terus hingga suhunya melalui titik leburnya,
misalnya pada suhu 170
o
C maka mulailah terjadi karamelisasi sukrosa.
1. Reaksi Maillard
Reaksi-reaksi antara karbohidrat, khususnya gula pereduksi dengan gugus amina primer, disebut
reaksi-reaksi maillard. Hasil reaksi tersebut menghasilkan bahan berwarna coklat, yang sering
dikendaki atau kadang-kadang malah menjadi pertanda penurunan mutu.
Banyak cara yang dilakukan atau dapat dipergunakan untuk menentukan banyaknya karbohidrat
dalam suatu bahan yaitu antara lain dengan cara kimiawi, cara fisik, cara enzimatik, atau
biokimia dan cara kromatografi.
1. ALAT & BAHAN
Alat Bahan
Erlenmeyer 500 mL
Gelas ukur 250 mL
Corong butchner
Buret
Statif & Klem
Hot plate
Pendingin tegak
Beaker glass
Batu didih
Pipet volume
Pipet ukur
Pipet tetes
Neraca analitik
Spatula
Corong gelas
Labu ukur
Bulp / pipet filler
Sample Cracker Beras
Aquadest
CH
3
COOH 3%
Luff Schrool
KI 20%
Na
2
S
2
O
3
0,1 N

Amilum
NaOH 30%
H
2
SO
4
25%
HCl 3%
Es batu
1. PROSEDUR
1. Sample ditimbang dengan seksama kurang lebih 5 gram kedalam Erlenmeyer 500 mL
2. HCl 3% ditambahkan sebanyak 200 mL dan didihkan selama 3 jam dengan pendingin
tegak
3. Larutan didinginkan dan dinetralkan dengan larutan NaOH 30% (uji kualitatif dengan
kertas lakmus atau Phenolphthalein) dan ditambahkan sedikit CH
3
COOH 3% agar
suasana larutan agak sedikit asam.
4. Pindahkan isinya kedalam labu ukur 500 mL, dan aquadest ditambahkan sampai tanda
batas, kemudian saring.
5. Filtrate dipipet sebanyak 10 mL kedalam Erlenmeyer 500 mL dan ditambahkan larutan
luff school sebanyak 25 mL, kemudian ditambahkan air suling sebanyak 15 mL dan
beberapa batu didih.
6. Campuran tersebut dipanaskan dengan nyala yang tetap. Diusahakan agar larutan dapat
mendidih dalam waktu 3 menit (menggunakan stopwatch) didihkan terus sampai 10
menit.
7. Dinginkan dengan es batu dalam bak
8. Setelah dingin ditambahkan KI 20% sebanyak 15 mL dan H
2
SO
4
25% sebanyak 25 mL
perlahan-lahan
9. Titrasi secepatnya dengan larutan Na
2
S
2
O
3
0,1 N (gunakan indicator amilum 0,5%)
10. Kerjakan blanko
DATA PENGAMATAN
1.
1. Standarisasi larutan tiosulfat 0,1 N
Gram KIO
3
mL Na
2
S
2
O
3
N Na
2
S
2
O
3

0,1006 26,7 0,1056
1. Penentuan kadar karbohidrat
Sample Berat (g) Na
2
S
2
O
3
(mL) % Kaarbohidrat
Cracker beras I 5,0132 4,3 67,1680
Cracker beras II 5,0132 3,8 69,8032
Blanko - 18,2 -
1. Perhitungan
1. Sample I = Blanko 18,2 mL
Sample 3,2 mL
Mg gula = (0,4 x 2,8) + 35,7
= 36,82 mg
% karbohidrat =
= 69,8032%
1. Sample II = blanko 18,2 mL
Sample 4,2 mL
Mg gula = (0,9 x 2,7) + 33
= 35,43 mg
% karbohidrat =
= 67,1680%
1. PEMBAHASAN
Luff schrool merupakan salah satu metode yang dapat digunakan dalam penentuan kadar
karbohidrat secara kimiawi. Sample yang dipergunakan dalam praktikum ini adalah cracker
beras yang banyak beredar dipasaran.
Sample yang dipakai pertama-tama dihaluskan dengan menggunakan blender, sebelum
ditimbang sample dihomogenkan. Sample ditimbang sebanyak 5,0132 g.
Sample yang ditimbang dalam Erlenmeyer kemudian ditambahkan HCl 3% sebanyak 200 mL,
penambahan HCl dimaksudkan untuk menghidrolisis karbohidrat, polimer karbohidrat sulit
untuk bereaksi sehingga dengan penambahan asam, polimer akan terpecah menjadi monomer-
monomer yang akan lebih mudah untuk bereaksi dengan senyawa lain. Hidrolisis pada sample
dapat memisahkan karbohidrat dalam sample.
Setelah ditambahkan HCl, campuran sample dan HCl dipanaskan dengan menggunakan
pendingin tegak, selama 3 jam. Hal ini dilakukan supaya jumlah komponen tidak berkurang
karena air dan asam dalam sample tidak menguap (di refluks).
Setelah dipanaskan, sample dalam Erlenmeyer dinetralkan dengan larutan NaOH 30%, sampai
sample dan campuran didalamnya netral, untuk mengetahui apakah larutan sudah mencapai
netral maka diperlukan uji kualitatif dengan menggunakan kertas lakmus biru. Jika larutan tidak
berubah warna maka larutan sudah netral.
Setelah larutan netral, kemudian ditambahkan CH
3
COOH atau asam lemah, penambahan asam
asetat ini dimaksudkan agar larutan dalam suasana sedikit asam.
Dalam pengujian karbohidrat dengan metode luff schrool ini pH larutan harus diperhatikan
dengan baik, karena pH yang terlalu rendah (terlalu asam) akan menyebabkan hasil titrasi
menjadi lebih tinggi dari sebenarnya, karena terjadi reaksi oksidasi ion iodide menjadi I
2

O
2
+ 4I
-
+ 4H
+
2I
2
+ 2H
2
O
Sedangkan apabila pH terlalu tinggi (terlalu basa), maka hasil titrasi akan menjadi lebih rendah
daripada sebenarnya, karena pada pH tinggi akan terjadi resiko kesalahan, yaitu terjadinya reaksi
I
2
yang terbentuk dengan air (hidrolisis).
I
2
+ H
2
O HOI + I
-
+ H
+

4HOI + S
2
O
3
=
+ H
2
O 2SO
4
=
+ 4I
-
+ 6H
+

Setelah itu larutan dipindahkan dalam labu ukur 500 mL, dan ditambahkan aquadest sampai
tanda batas, dan saring. Proses penyaringan dilakukan dengan saring butchner vacuum, sehingga
proses penyaringan berlangsung cepat. Lalu kocok sampai larutan homogen. Setelah itu larutan
tersebut dipipet 5 mL dengan pipet volume dan dimasukan dalam Erlenmeyer 500 mL.
Setelah sample dimasukan dalam Erlenmeyer 500 mL, kemudian ditambahkan larutan luff
schrool sebanyak 25 mL, dan 15 mL aquadest. Kemudian panaskan dengan pendingin tegak.
Larutan luff schrool akan bereaksi dengan sample yang mengandung gula pereduksi
R COH + CuO Cu
2
O + R COOH
Campuran tersebut ditambahkan batu didih untuk mencegah terjadinya letupan (bumping).
Proses pemanasan, diusahakan larutan mendidih dalam waktu 3 menit dan biarkan mendidih
selama 10 menit, hal ini dimaksudkan agar proses reduksi berjalan sempurna, dan Cu dapat
tereduksi dalam waktu kurang lebih 10 menit.
Agar tidak terjadi pengendapan seluruh Cu
3+
yang tereduksi menjadi Cu
+
sehingga tidak ada
kelebihan Cu
2+
yang dititrasi maka larutan harus mendidih atau diusahakan mendidih dalam
waktu 3 menit.
Campuran tersebut kemudian didinginkan dalam bak yang berisi es. Agar pendinginan
berlangsung cepat, maka pendinginan dengan es perlu dilakukan. Setelah campuran dingin
kemudian ditambahkan KI 20% sebanyak 15 mL dan H
2
SO
4
25% perlahan-lahan.

Penambahan larutan-larutan ini akan menimbulkan reaksi antara kuprioksida menjadi CuSO
4

dengan H
2
SO
4
, dan CuSO
4
tersebut bereaksi dengan KI.
Reaksi tersebut ditandai dengan timbulnya buih dan warna larutan menjadi coklat. Larutan
tersebut kemudian dititrasi cepat dengan menggunakan larutan tio sulfat (Na
2
S
2
O
3
) 0,1 N. titrasi
cepat dilakukan untuk menghindari penguapan KI.
Indicator yang dipergunakan adalah amilum. Penambahan indicator amilum dilakukan setelah
campuran mendekati titik akhir, hal ini dilakukan karena apabila dilakukan pada awal titrasi
maka amilum dapat membungkus iod dan mengakibatkan warna titik akhir menjadi tidak terlihat
tajam.
Maka berdasarkan praktikum dan perhitungan, kadar karbohidrat dalam sample cracker beras
adalah : yang pertama 69,8032% dan sample kedua 67,1680%
Tahapan reaksi yang terjadi adalah :
R COH + CuO CuO
2
+ R COOH
H
2
SO
4
+ CuO CuSO
4
+ H
2
O
CuSO
4
+ 2KI CuI
2
+ K
2
SO
4

2CuI
2
Cu
2
I
2
+ I
2

I
2
+ Na
2
S
2
O
3
Na
2
S
4
O
6
+ NaI
1. KESIMPULAN
Penentuan kadar karbohidrat dengan metode luff schrool dilakukan dengan menghidrolisis
sample menjadi monosakarida yang dapat mereduksi oksida pada luff yaitu Cu
2+
menjadi Cu
+
.
Berdasarkan praktikum dan perhitungan maka karbohidrat total yang terkandung dalam sample,
yang pertama adalah 69,8032% dan 69,1680%.
1. DAFTAR PUSTAKA
Harjadi, W. 1994. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta : Gramedia.
Sudarmadji, Slamet. 1996. Analisa Bahan Makanan & Pertanian. Yogyakarta : Liberty
Winarno, FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia
Penetapan Kadar Karbohidrat Metode Luff Schoorl
Kamis, 13 Juni 2013
yang ingin mengunduh file Laporan Praktikum disini



1. Tujuan Percobaan

Tujuan percobaan adalah :
- Mahasiswa dapat melakukan analisa kadar karbohidrat dalam suatu bagan pangan
- Mahaaiswa dapat mengetahui kadar karbohidrat dalam bahan pangan

2. Dasar teori
Karbohidrat adalah golongan senyawa-senyawa yang terdiri dari unsur-unsur karbon (C),
hidrogen (H) dan oksigen (O). Senyawa-senyawa ini dapat didefinisikan sebagai senyawa-senyawa
polihidroksialdehid atau polihidroksiketon.

Ditinjau dari segi gizi, karbohidrat merupakan segolongan senyawa-senyawa penting karena
merupakan sumber energi yang palin ekonomis da paln tersebar luas. Bahan pangan yang dihasilkan
di dunia sebagian terbesar terdiri dari bahan pangan yang kaya akan karbohidrat.
Metode Luff Schoorl adalah berdasarkan proses reduksi dari larutan Luff Schoorl oleh gula-
gula pereduksi (semua monosakarida, laktosa dan maltosa). Hidrolisis karbohidrat menjadi
monosakarida yang dapat mereduksikan Cu
2+
menjadi Cu
1+
.
Reaksi yang terjadi dalam metode Luff Schoorl :

O O
R C + 2 Cu
2+
+ 4 OH
-
R C
H H
Gula reduksi Luff Schoorl
Cu
2+
+ 4 I
-
CH
2
I
2
I
2


I
2
+ 2 NaS
2
2 NaI + Na
2
S
4
O
2


Sukrosa tidak memiliki sifat-sifat mereduksi, karena itu untuk menentukan kadar sukrosa
harus dilakukan inversi terlebih dahulu menjadi glukosa dan fruktosa.
Dalam hal ini kadar sukrosa harus diperhitungkan dengan faktor 0,95 karena pada hidrolisis
sukrosa berubah menjadi gula invert.
C
12
H
22
O
11
+ H
2
O 2C
6
H
12
O
6

Sukrosa gula reduksi
Karohidrat terdiri dari bermacam-macam dan menurut ukuran molekul dapat dibagi dalam
tiga golongan, yaitu:
a. Monosakarida, karbohidrat yang paling sederhana susunan molekulnya dan tidak diuraikan lagi.
Golongan ini yaitu glukosa dan fruktosa
b. Disakarida, karbohidrat yang terdiri dari 2 molekul monosakarida. Golongan ini yaitu sukrosa,
maltosa dan laktosa
c. Polisakarida, karbohidrat yang terdiri dari banyak molekul monosakarida. Golongan ini yaitu patim
glikogen dan selulosa

Penentuan Karbohidrat dengan Metode Luff Schoorl
Pengukuran karbohidrat yang merupakan gula pereduksi dengan metode Luff Schoorl ini
didasarkan pada reaksi sebagai berikut :
R-CHO + 2 Cu
2+
R-COOH + Cu
2
O
2 Cu
2+
+ 4 I
-
Cu
2
I
2
+ I
2

2 S
2
O
3
2-
+ I
2
S
4
O
6
2-
+ 2 I
-


Monosakarida akan mereduksikan CuO dalam larutan Luff menjadi Cu
2
O. Kelebihan CuO akan
direduksikan dengan KI berlebih, sehingga dilepaskan I
2
. I
2
yang dibebaskan tersebut dititrasi dengan
larutan Na2S2O3. Pada dasarnya prinsip metode analisa yang digunakan adalah Iodometri karena
kita akan menganalisa I2 yang bebas untuk dijadikan dasar penetapan kadar. Dimana proses
iodometri adalah proses titrasi terhadap iodium (I
2
) bebas dalam larutan. Apabila terdapat zat
oksidator kuat (misal H
2
SO
4
) dalam larutannya yang bersifat netral atau sedikit asam penambahan
ion iodida berlebih akan membuat zat oksidator tersebut tereduksi dan membebaskan I
2
yang setara
jumlahnya dengan dengan banyaknya oksidator (Winarno 2007). I
2
bebas ini selanjutnya akan
dititrasi dengan larutan standar Na
2
S
2
O
3
sehinga I
2
akan membentuk kompleks iod-amilum yang tidak
larut dalam air. Oleh karena itu, jika dalam suatu titrasi membutuhkan indikator amilum, maka
penambahan amilum sebelum titik ekivalen.

Metode Luff Schoorl ini baik digunakan untuk menentukan kadar karbohidrat yang berukuran
sedang. Dalam penelitian M.Verhaart dinyatakan bahwa metode Luff Schoorl merupakan metode
tebaik untuk mengukur kadar karbohidrat dengan tingkat kesalahan sebesar 10%. Pada metode Luff
Schoorl terdapat dua cara pengukuran yaitu dengan penentuan Cu tereduksi dengan I2 dan
menggunakan prosedur Lae-Eynon (Anonim 2009).
Metode Luff Schoorl mempunyai kelemahan yang terutama disebabkan oleh komposisi yang
konstan. Hal ini diketahui dari penelitian A.M Maiden yang menjelaskan bahwa hasil pengukuran
yang diperoleh dibedakan oleh pebuatan reagen yang berbeda.
Peran biologis Karbohidrat
Peran dalam biosfer
Fotosintesis menyediakan makanan bagi hampir seluruh kehidupan di bumi, baik secara langsung
atau tidak langsung. Organisme autotrof seperti tumbuhan hijau, bakteri, dan alga fotosintetik
memanfaatkan hasil fotosintesis secara langsung. Sementara itu, hampir semua organisme
heterotrof, termasuk manusia, benar-benar bergantung pada organisme autotrof untuk
mendapatkan makanan.
Pada proses fotosintesis, karbon dioksida diubah menjadi karbohidrat yang kemudian dapat
digunakan untuk mensintesis materi organik lainnya. Karbohidrat yang dihasilkan oleh fotosintesis
ialah gula berkarbon tiga yang dinamai gliseraldehida 3-fosfat.menurut rozison (2009) Senyawa ini
merupakan bahan dasar senyawa-senyawa lain yang digunakan langsung oleh organisme autotrof,
misalnya glukosa, selulosa, dan amilum.
Peran sebagai bahan bakar dan nutrisi
Kentang merupakan salah satu bahan makanan yang mengandung banyak karbohidrat.
Karbohidrat menyediakan kebutuhan dasar yang diperlukan tubuh makhluk hidup. Monosakarida,
khususnya glukosa, merupakan nutrien utama sel. Misalnya, pada vertebrata, glukosa mengalir
dalam aliran darah sehingga tersedia bagi seluruh sel tubuh. Sel-sel tubuh tersebut menyerap glukosa
dan mengambil tenaga yang tersimpan di dalam molekul tersebut pada proses respirasi seluler untuk
menjalankan sel-sel tubuh. Selain itu, kerangka karbon monosakarida juga berfungsi sebagai bahan
baku untuk sintesis jenis molekul organik kecil lainnya, termasuk asam amino dan asam lemak.
Sebagai nutrisi untuk manusia, 1 gram karbohidrat memiliki nilai energi 4 Kalori. Dalam menu
makanan orang Asia Tenggara termasuk Indonesia, umumnya kandungan karbohidrat cukup tinggi,
yaitu antara 7080%. Bahan makanan sumber karbohidrat ini misalnya padi-padian atau serealia
(gandum dan beras), umbi-umbian (kentang, singkong, ubi jalar), dan gula.
Namun demikian, daya cerna tubuh manusia terhadap karbohidrat bermacam-macam
bergantung pada sumbernya, yaitu bervariasi antara 90%98%. Serat menurunkan daya cerna
karbohidrat menjadi 85%.
]
Manusia tidak dapat mencerna selulosa sehingga serat selulosa yang
dikonsumsi manusia hanya lewat melalui saluran pencernaan dan keluar bersama feses. Serat-serat
selulosa mengikis dinding saluran pencernaan dan merangsangnya mengeluarkan lendir yang
membantu makanan melewati saluran pencernaan dengan lancar sehingga selulosa disebut sebagai
bagian penting dalam menu makanan yang sehat. Contoh makanan yang sangat kaya akan serat
selulosa ialah buah-buahan segar, sayur-sayuran, dan biji-bijian. Selain sebagai sumber energi,
karbohidrat juga berfungsi untuk menjaga keseimbangan asam basa di dalam tubuh, berperan
penting dalam proses metabolisme dalam tubuh, dan pembentuk struktur sel dengan mengikat
protein dan lemak.
Peran sebagai cadangan energi
Beberapa jenis polisakarida berfungsi sebagai materi simpanan atau cadangan, yang nantinya
akan dihidrolisis untuk menyediakan gula bagi sel ketika diperlukan. Pati merupakan suatu
polisakarida simpanan pada tumbuhan. Tumbuhan menumpuk pati sebagai granul atau butiran di
dalam organel plastid, termasuk kloroplas. Dengan mensintesis pati, tumbuhan dapat menimbun
kelebihan glukosa. Glukosa merupakan bahan bakar sel yang utama, sehingga pati merupakan energi
cadangan.
Sementara itu, hewan menyimpan polisakarida yang disebut glikogen. Manusia dan vertebrata
lainnya menyimpan glikogen terutama dalam sel hati dan otot. Penguraian glikogen pada sel-sel ini
akan melepaskan glukosa ketika kebutuhan gula meningkat. Namun demikian, glikogen tidak dapat
diandalkan sebagai sumber energi hewan untuk jangka waktu lama. Glikogen simpanan akan
terkuras habis hanya dalam waktu sehari kecuali kalau dipulihkan kembali dengan mengonsumsi
makanan.
Peran sebagai materi pembangun
Organisme membangun materi-materi kuat dari polisakarida struktural. Misalnya, selulosa ialah
komponen utama dinding sel tumbuhan. Selulosa bersifat seperti serabut, liat, tidak larut di dalam
air, dan ditemukan terutama pada tangkai, batang, dahan, dan semua bagian berkayu dari jaringan
tumbuhan.
[10]
Kayu terutama terbuat dari selulosa dan polisakarida lain, misalnya hemiselulosa dan
pektin. Sementara itu, kapas terbuat hampir seluruhnya dari selulosa.
Polisakarida struktural penting lainnya ialah kitin, karbohidrat yang menyusun kerangka luar
(eksoskeleton) arthropoda (serangga, laba-laba, crustacea, dan hewan-hewan lain sejenis). Kitin
murni mirip seperti kulit, tetapi akan mengeras ketika dilapisi kalsium karbonat. Kitin juga ditemukan
pada dinding sel berbagai jenis fungi.
]

Sementara itu, dinding sel bakteri terbuat dari struktur gabungan karbohidrat polisakarida
dengan peptida, disebut peptidoglikan. Dinding sel ini membentuk suatu kulit kaku dan berpori
membungkus sel yang memberi perlindungan fisik bagi membran sel yang lunak dan sitoplasma di
dalam sel.
Karbohidrat struktural lainnya yang juga merupakan molekul gabungan karbohidrat dengan
molekul lain ialah proteoglikan, glikoprotein, dan glikolipid. Proteoglikan maupun glikoprotein terdiri
atas karbohidrat dan protein, namun proteoglikan terdiri terutama atas karbohidrat, sedangkan
glikoprotein terdiri terutama atas protein. Proteoglikan ditemukan misalnya pada perekat antarsel
pada jaringan, tulang rawan, dan cairan sinovial yang melicinkan sendi otot. Sementara itu,
glikoprotein dan glikolipid (gabungan karbohidrat dan lipid) banyak ditemukan pada permukaan sel
hewan. Karbohidrat pada glikoprotein umumnya berupa oligosakarida dan dapat berfungsi sebagai
penanda sel. Misalnya, empat golongan darah manusia pada sistem ABO (A, B, AB, dan O)
mencerminkan keragaman oligosakarida pada permukaan sel darah merah.































3. Peralatan dan bahan
3.1. Alat-alat yag digunakan
- Gelas ukur 1oo ml, erlenmeyer 1,1 buah
- Neraca analitik 1 buah
- Pipet ukur 10 ml 1 buah
- Biuret 1 buah
- Hot plate 1 buah
- Corong 1 buah
- Bola karet 1 buah

3.2. Bahan-bahan yang digunakan
- Larutan Luff Schoorl
- Larutan KI 20%
- Asam sulfat 25%
- Na tiosulfat 0,1 N
- Indikator amilum 1%
- Larutan HCl 3%
- Natrium hidroksida 30%

4. Prosedur percobaan
4.1. Pembuatan Larutan Luff Schoorl
Larutan 143,8 gr Na
2
CO
3
anhidrat dalam 300 ml air suling sambil diaduk tambahkan 50 gr asam sitrat
monohidrat yang telah diaduk dengan 50 ml air suling. Tambahkan 25 gr CuSO
4
. 5H
2
O yang
dilarutkan dengan 100 ml air suling. Pindahkan larutan tersebut ke dalam labu ukur 1 liter, tepatkan
sampai tanda garis dengan air suling dan dikocok.
4.2. Penentuan kadar gulan dengan Metode Luff Schoorl
- Timbang 5 gr sampel ke dalam erlenmeyer 500 ml
- Menambahkan 200 ml larutan HCl 3%, didihkan selama 1 jam dengan pendingin tegak
- Mendiginkan dan menetralkan dengan larutan NaOH 30% dan menambahkan sedikit larutan
CH
3
COOH 3% suasana larutan sedikit asam
- Memindahkan larutan secara kuantitatif ke dalam labu ukur 500 ml, encerkan dengan air suling dan
tepatkan volumenya sampai tanda garis lurus. Kocok dan saring melalui kertas saring
- Memipet 10 ml filtrat ke dalam erlenmeyer 500 ml, tambahkan 25 ml Larutan Luff Schoorl dan
beberapa batu didih dan 15 ml air suling
- Panaskan campuran tersebut dengan panas yang konstan sampai mendidih selama 10 menit
kemudian dengan cepat didinginkan di dalam wadah es
- Setelah dingin tambahkan perlahan-lahan 15 ml larutan KI 20% dan 25 ml H
2
SO
4
25%
- Titrasi secepatnya dengan larutan Na tiosulfat 0,1 N sampai warna kuning sampai hilang, tambahkan
sedikit indikator larutan kanji 1%. Lanjutkan titrasi sampai warna biru hilang
- Buat juga percobaan blanko dengan menggunakan 25 ml air sebagai penganti sampel

5. Data pengamatan
Perlakuan pengamatan
Menambahkan HCl pada masing-masing
blanko dan sampel serta mendinginkan filtrat

Melakukan penambahan aquadest dan
Larutan Luff Schoorl

Pemanasan blanko dan sampel sampai
mendidih dan di dingikan

Penambahan larutan KI dan larutan H
2
SO
4





Menitrasi Na
2
S
2
O
3
sampai warna kuning
mnghilang



Penambahan indikator kanji


Menitrasi kembali dengan Na
2
S
2
O
3
sampai
warna biru menghilang
Blanko tidak mengalami perubahan warna
tetatp bening, sampel tidak larut dan
mempunyai warna putih keruh

Blanko dans sampel mengalamai perubahan
warna menjadi biru

Blanko berwarna biru dan sampel berubah
menjadi warna merah bata

Pada saat penambahan larutan KI, blanko
menjadi warna keruh dan sampel juga
berwarna keruh, pada saat saat penambahan
H
2
SO
4
blanko dan sampel tetap sama tetapi
terjadi bergejolak

Pada blanko warna kuning menghilang saat
volume 10 ml, pada sampel saat volume 2,5
ml dan warna keduanya putih susu

Blanko dan sampel mengalami perubahan
warna menjadi biru gelap

Pada blanko, warna biru menghilang saat
volume titran mencapai 10 ml dan pada
sampel saat volume warna kedua larutan
menjadi putih susu

6. Perhitungan
a. Pembuatan larutan
- Larutan KI 20% sebanyak 100 ml
gr = m x BM x gr
= 1 mol/l x 166 gr/mol x 0,10 l
= 16,6 gr
Larutan KI 20% =

X 100 ml
= 20 ml ( lalu diencerkan sampai 100 ml )

- Larutan H
2
SO
4
25%

sebanyak 100 ml
V
1
. % = V
2
. %
100 ml . 25 % = V
2
. 98%
V
2
=


= 25,51 ml ( lalu diencerkan sampai 100 ml )

- Larutan Na
2
SO
3
0,1 N dalam 100 ml
gr = N . BE . V
= 0,1 N . 248,21 gr/mol . 0,1 l
= 2,4821 gr

- Larutan HCl 3% dalam 500 ml
V
1
. % = V
2
. %
500 ml . 3 % = V
2
. 37%
V
2
=


= 40,54 ml

- Larutan NaOH 30% dalam 100 ml
gr = m . V . BM
= 1 mol/l . 0,10 l .40 gr/mol
= 4 gr
NaOH 30% =

x 100 = 30 ml ( diencerkan sampai 100 ml )
Jumlah titrasi sampel dengan Na
2
S
2
O
3
: 9 ml
Jumlah titrasi blanko dengan Na
2
S
2
O
3
: 20 ml
Selisih titrasi : jumlah ml Na
2
S
2
O
3
yang setara dengan gula reduksi
20 ml 9 ml : 11 ml

- Menghitung mg gula dari tabel :
Mg : (ml blanko ml sampel) x
: (20 ml 9 ml) x
: 11 ml = 11 mg

ml Na
2
S
2
O
3
dipakai untuk menentukan mg gula dalam tabel Luff Schoorl
kadar karbohidrat :
:
: 0,208 %

7. Analisa pengamatan
Melakukan analisa kadar karbohidrat pada sampel yang berupa tepung terigu. Seperti yang
telah diketahui, karbohidrat berperan penting dalam kehidupan sehari-hari bagi manusia.
Karhodidrat merupakan segolongan senyawa-senyawa pwnting yang merupakan sumber energi yang
paling tersebar luas. Pealtikum ini menggunakan metode Luff Schoorl sebagai uji kimia kualitatif yang
bertujuan menguji adanya gugus Aldehid. Komponen utama reagen Luff Schoorl adalah CuO.
Hidrolisis karbohidrat menjadi monosakarida yang dapat mereaksikan atau merduksikan Cu
2+
menjadi
Cu
+
.
Blanko dan sampel dipanaskan menggunakan kondensor selama 1 jam, blanko dan sampel
ditambahkan HCl. Blanko berfungsi untuk melihat perbedaan wujud pada blanko dans sampel. Proses
titrasi titran Na
2
S
2
O
3
dan indikator kanji. Larutan standar Na
2
S
2
O
3
digunakan untuk membentuk
kompleks iod-amilum yang tidak larut di dalam air karena pada prinsipnya metode Luff Schorl ini
adalah analisa iodimetri yang I
2
yang akan bebas akan dijadikan sebagai dasar penetapan kadar.
Digunakan indikator amilum pada saat titrasi sebelum titik ekivalen.
Didapatkan hasil kadar karbohidrat dari perhitungan, dimana kadar karbohidrat yang didapat
sebesar 0,3068%.


8. Kesimpulan
Didapatkan beberapa kesimpulan, yaitu :
- Metode Luff Schoorl adalah analisa kualitatif karhohidrat dalam suatu bahan pangan.
- Kadar karhohidrat yang didapatkan sebesar 0,3068%.


Daftar pustaka
Jobheet.penuntun praktikum teknologi pengolahan pangan.2013.POLSRI
http://id.wikipedia.org/wiki/Karbohidrat
http://asagisora.blogspot.com/2010/07/penetapan-karbohidrat-metode-luff.html

- See more at: http://namikazewand.blogspot.com/2013/06/penetapan-kadar-karbohidrat-metode-
luff.html#sthash.OWkbie7g.dpuf
Analisis Total Karbohidrat dengan Metode Luff-Schoorl
Metode Luff Schoorl
Uji karbohidrat yang resmi ditetapkan oleh BSN dalam SNI 01-2891-1992 yaitu analisis total
karbohidrat dengan menggunakan metode Luff Schoorl. Pada tahun 1936, International
Commission for Uniform Methods of Sugar Analysis mempertimbangkan metode Luff-Schoorl
sebagai salah satu metode yang digunakan untuk menstandarkan analisis gula pereduksi karena
metode Luff Schoorl saat itu menjadi metode yang resmi dipakai di pulau Jawa.
Seluruh senyawa karbohidrat yang ada dipecah menjadi gula-gula sederhana (monosakarida)
dengan bantuan asam, yaitu HCl, dan panas. Monosakarida yang terbentuk kemudian dianalisis
dengan metode Luff-Schoorl. Prinsip analisis dengan Metode Luff-Schoorl yaitu reduksi Cu
2+

menjadi Cu
1+
oleh monosakarida. Monosakarida bebas akan mereduksi larutan basa dari garam
logam menjadi bentuk oksida atau bentuk bebasnya. Kelebihan Cu
2+
yang tidak tereduksi
kemudian dikuantifikasi dengan titrasi iodometri (SNI 01-2891-1992). Reaksi yang terjadi :
Karbohidrat kompleks gula sederhana (gula pereduksi)
Gula pereduksi + 2 Cu
2+
Cu
2
O
(s)

2 Cu
2+
(kelebihan) + 4 I
-
2 CuI
2
2 CuI- + I
2

I
2
+ 2S
2
O
3
2-
2 I
-
+ S
4
O
6
2-

Osborne dan Voogt (1978) mengatakan bahwa Metode Luff-Schoorl dapat diaplikasikan untuk
produk pangan yang mengandung gula dengan bobot molekuler yang rendah dan pati alami atau
modifikasi. Kemampuan mereduksi dari gugus aldehid dan keton digunakan sebagai landasan
dalam mengkuantitasi gula sederhana yang terbentuk. Tetapi reaksi reduksi antara gula dan
tembaga sulfat sepertinya tidak stoikiometris dan sangat tergantung pada kondisi reaksi. Faktor
utama yang mempengaruhi reaksi adalah waktu pemanasan dan kekuatan reagen. Penggunaan
luas dari metode ini dalam analisis gula adalah berkat kesabaran para ahli kimia yang memeriksa
sifat empiris dari reaksi dan oleh karena itu dapat menghasilkan reaksi yang reprodusibel dan
akurat (Southgate 1976).
Fungsi Pereaksi dalam Metode Luff-Schoorl
Pereaksi yang digunakan dalam metode Luff-Schoorl adalah CH
3
COOH 3%, Luff
Schrool, KI 20%, Na
2
S
2
O
3
0,1 N, NaOH 30%, H
2
SO
4
25%, dan HCl 3%. HCl digunakan untuk
menghidrolisis pati menjadi monosakarida, yang akan bereaksi dengan larutan uji Luff Schoorl
dengan mereduksi ion Cu
2+
menjadi ion Cu
+
. Setelah proses hidrolisis selesai dilakukan, maka
akan ditambahkan NaOH, yang berfungsi untuk menetralkan larutan sampel ditambahkan HCl.
Asam asetat digunakan setelah proses penetralan dengan NaOH dengan maksud untuk
menciptakan suasana yang sedikit asam. Dalam metode Luff-Schoorl, pH harus diperhatikan
dengan cermat. Suasana yang terlalu asam akan menimbulkan overestimated pada tahap titrasi
sebab akan terjadi reaksi oksidasi ion iodide menjadi I
2
(Harjadi 1994).
O
2
+ 4I
-
+ 4H
+
2I
2
+ 2H
2
O
Apabila pH terlalu tinggi (terlalu basa), maka hasil titrasi akan menjadi lebih rendah daripada
sebenarnya, karena pada pH tinggi akan terjadi resiko kesalahan, yaitu terjadinya reaksi I
2
yang
terbentuk dengan air (hidrolisis). H
2
SO
4
ditambahkan untuk mengikat ion tembaga yang
terbentuk dari hasil reduksi monosakarida dengan pereaksi Luff-Schoorl, kemudian membentuk
CuSO
4
. KI akan bereaksi dengan tembaga sulfat membentuk buih coklat kehitaman. Langkah
terakhir yang dilakukan dalam metode Luff Schoorl adalah titrasi dengan natrium tiosulfat
(Harjadi 1994).
Tahapan reaksi setelah penambahan asam sulfat, KI, dan titrasi dengan natrium tiosulfat :
R COH + CuO CuO
2
+ R COOH
H
2
SO
4
+ CuO CuSO
4
+ H
2
O
CuSO
4
+ 2KI CuI
2
+ K
2
SO
4

2CuI
2
Cu
2
I
2
+ I
2

I
2
+ Na
2
S
2
O
3
Na
2
S
4
O
6
+ NaI
Reference :
Badan Standardisasi Nasional. 1992. Uji Makanan dan Minuman. SNI 01-2891-1992
Southgate DAT. 1976. Determination of Food Carbohydrates. London: Applied Science
Publisher Ltd.
Harjadi, W. 1994. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta : Gramedia
PENETAPAN KARBOHIDRAT METODE LUFF SCHOORL
Laporan Praktikum Tanggal Mulai : 1 April 2010 M.K. Analisis Zat Gizi Makro Tanggal
Selesai : 1 April 2010 PENETAPAN KARBOHIDRAT METODE LUFF SCHOORL

Oleh :

Kelompok 5A

Ade Yuliany Pratiwi I14080012
Ramadhani Safitri S. I14080053
Yasmin Ramadhini I14080055
Nehemia Agus Wijaya I14080084
Mirawati I14080122

Asisten Praktikum :
Fitria Dwinanda
Joffa Ghustiana

Penanggung Jawab Praktikum :
Ir. Eddy Setyo Mudjajanto






DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010


PENDAHULUAN

Latar Belakang
Karbohidrat secara sederhana dapat diartikan suatu senyawa yang terdiri dari molekul-molekul
karbon (C), hidrogen (H) dan oksigen (O) atau karbon dan hidrat (H2O) sehingga dinamakan
karbo-hidrat. Dalam tumbuhan senyawa ini dibentuk melaui proses fotosintesis antara air (H2O)
dengan karbondioksida (CO2) dengan bantuan sinra matahari (UV) menghasilkan senyawa
sakarida dengan rumus (CH2O)n.

Ada banyak fungsi dari karbohidrat dalam penerapannya di industri pangan, farmasi maupun
dalam kehidupan manusia sehari-hari. Diantara fungsi dan kegunaan itu ialah: Sebagai sumber
kalori atau energy, sebagai bahan pemanis dan pengawet, Sebagai bahan pengisi dan pembentuk,
sebagai bahan penstabil, sebagai sumber flavor (karamel), dan sebagai sumber serat (Winarno
2007).

Karbohidrat dapat digolongan menjadi dua macam yaitu karbohidrat sederhana dengan
karbohidrat kompleks atau dapat pula menjadi tiga macam, yaitu monosakarida, disakarida, dan
polisakarida. Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan
merupakan oligosakarida, polimer.

Pengukuran karbohidrat yang merupakan gula pereduksi dengan metode Luff Schoorl ini
didasarkan pada reaksi sebagai berikut :
R-CHO + 2 Cu2+ R-COOH + Cu2O
2 Cu2+ + 4 I- Cu2I2 + I2
2 S2O32- + I2 S4O62- + 2 I-

Monosakarida akan mereduksikan CuO dalam larutan Luff menjadi Cu2O. Kelebihan CuO akan
direduksikan dengan KI berlebih, sehingga dilepaskan I2. I2 yang dibebaskan tersebut dititrasi
dengan larutan Na2S2O3. Pada dasarnya prinsip metode analisa yang digunakan adalah
Iodometri karena kita akan menganalisa I2 yang bebas untuk dijadikan dasar penetapan kadar.
Dimana proses iodometri adalah proses titrasi terhadap iodium (I2) bebas dalam larutan. Apabila
terdapat zat oksidator kuat (misal H2SO4) dalam larutannya yang bersifat netral atau sedikit
asam penambahan ion iodida berlebih akan membuat zat oksidator tersebut tereduksi dan
membebaskan I2 yang setara jumlahnya dengan dengan banyaknya oksidator (Winarno 2007).

I2 bebas ini selanjutnya akan dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3 sehinga I2 akan
membentuk kompleks iod-amilum yang tidak larut dalam air. Oleh karena itu, jika dalam suatu
titrasi membutuhkan indikator amilum, maka penambahan amilum sebelum titik ekivalen.

Metode Luff Schoorl ini baik digunakan untuk menentukan kadar karbohidrat yang berukuran
sedang. Dalam penelitian M.Verhaart dinyatakan bahwa metode Luff Schoorl merupakan metode
tebaik untuk mengukur kadar karbohidrat dengan tingkat kesalahan sebesar 10%. Pada metode
Luff Schoorl terdapat dua cara pengukuran yaitu dengan penentuan Cu tereduksi dengan I2 dan
menggunakan prosedur Lae-Eynon (Anonim 2009).

Metode Luff Schoorl mempunyai kelemahan yang terutama disebabkan oleh komposisi yang
konstan. Hal ini diketahui dari penelitian A.M Maiden yang menjelaskan bahwa hasil
pengukuran yang diperoleh dibedakan oleh pebuatan reagen yang berbeda.
Tujuan
Praktikum penetapan kadar karbohidrat bertujuan mengukur kadar gula dengan metode Luff
Schoorl



METODOLOGI
Waktu dan Tempat
Praktikum penetapan kadar protein dilaksanakan hari Kamis tanggal 1 April 2010, jam 13.00
hingga 16.00 WIB. Pelaksanaan praktikum di Laboratorium Analisis Zat gizi makro,
Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah labu takar, pipet tetes, erlenmeyer, buret, gelas ukur, kertas
saring. Selanjutnya, bahan-bahan yang digunakan adalah Pb Asetat setengah basa, Na2HPO4 10
%, KI 30 %, H2SO4 25 %, Na2S2O3 0,1 N, larutan Luff, aquades, indikator PP.

Prosedur Kerja
Contoh sebanyak 5-10 gram ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu takar 250 ml serta
ditambah air aquades hingga tanda tera.

Disaring dan dipipet 50 ml filtratnya, dimasukkan ke dalam labu takar 250 ml. Ditambahkan 10
ml Pb asetat setengah basa kemudian dikocok. Dites dengan tetesan larutan Na2HPO4 10 %.
Bila timbul endapan putih berarti sudah cukup.

Ditambahkan air hingga tanda tera, dikocok dan dibiarkan sekitar 30 menit dan kemudian
disaring.

Sebelum terjadi Inversi
Filtrat sebanyak 10 ml dipipet ke dalam labu erlenmeyer 500 ml bertutup asah. Ditambahkan 15
ml air , dan 25 ml larutan luff.

Dipanaskan selama 2 menit sampai mendidih dan didihkan terus selama 10 menit dengan nyala
kecil. Diankat dan didinginkan cepat.

Setelah dingin ditambahkan 10-15 ml KI 30 % dan 25 ml H2SO4 25 % dengan pelan-pelan.

Dititrasi dengan larutan tio 0,1 N dan larutan kanji 0,5 % sebagai indikator setelah larutan
menjadi berwarna putih kekuningan.

Setelah terjadi inversi
Filtrat sebanyak 50 ml dipipet dan dimasukkan dalam labu takar 100 ml. Ditambahkan 5 ml HCL
25 % kemudian labu dimasukkan ke dalam penangas air dengan suhu 60-70 0C.

Dibiarkan selama 10 menit agar menginversi gula-gula.

Diangkat dan didinginkan, ditambahkan NaOH 30 % hingga merah jambu

Tepatkan hingga tanda tera dan kocok secukupnya.

Dipipetkan 10 ml larutan ini dan tetapkan gula sesudah inversi dengan cara di atas. Dari selisih
kedua penitaran dapat diahitung jumlah glukosa fruktosa atau gula invert dengan menggunakan
daftar.



TINJAUAN PUSTAKA

Gula
Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan merupakan
oligosakarida, polimer dengan derajat polimerisasi 2-10 dan biasanya bersifat larut dalam air
yang terdiri dari dua molekul yaitu glukosa dan fruktosa. Gula memberikan flavor dan warna
melalui reaksi browning secara non enzimatis pada berbagai jenis makanan. Gula paling banyak
diperdagangkan dalam bentuk kristal sukrosa padat. Gula digunakan untuk mengubah rasa
menjadi manis dan keadaan makanan atau minuman. Dalam industri pangan, sukrosa diperoleh
dari bit atau tebu (Winarno 1997).
Inversi Sukrosa
Inversi sukrosa menghasilkan gula invert atau gula reduksi (glukosa dan fruktosa). Gula invert
akan mengkatalisis proses inversi sehingga kehilangan gula akan berjalan dengan cepat. Menurut
Parker (1987) dkk. Dalam kuswurj (2008) laju inersi sukrosa akan semakin besar pada kondisi
pH rendah dan temperatur tinggi dan berkurang pada pH tinggi (pH 7) dan temperatur rendah.
Laju inversi yang paling cepat adalah pada kondisi pH asam (pH 5) (Winarno 2007).

Luff Schoorl
Penentuan kadar glukosa dilakukan dengan cara menganalisis sampel melalui pendekatan
proksimat. Terdapat beberapa jenis metode yang dapat dilakukan untuk menentukan kadar gula
dalam suatu sampel. Salah satu metode yang paling mudah pelaksanaannya dan tidak
memerlukan biaya mahal adalah metode Luff Schoorl. Metode Luff Schoorl merupakan metode
yang digunakan untuk menentukan kandungan gula dalam sampel. Metode ini didasarkan pada
pengurangan ion tembaga (II) di media alkaline oleh gula dan kemudian kembali menjadi sisa
tembaga. Ion tembaga (II) yang diperoleh dari tembaga (II) sulfat dengan sodium karbonat di
sisa alkaline pH 9,3-9,4 dapat ditetapkan dengan metode ini. Pembentukan (II)-hidroksin dalam
alkaline dimaksudkan untuk menghindari asam sitrun dengan penambahan
kompleksierungsmittel. Hasilnya, ion tembaga (II) akan larut menjadi tembaga (I) iodide
berkurang dan juga oksidasi iod menjadi yodium. Hasil akhirnya didapatkan yodium dari hasil
titrasi dengan sodium hidroksida (Anonim 2010).

Gula Pereduksi
Gula pereduksi yaitu monosakarida dan disakarida kecuali sukrosa dapat ditunjukkan dengan
pereaksi Fehling atau Benedict menghasilkan endapan merah bata (Cu2O). selain pereaksi
Benedict dan Fehling, gula pereduksi juga bereaksi positif dengan pereaksi Tollens (Apriyanto et
al 1989). Penentuan gula pereduksi selama ini dilakukan dengan metode pengukuran
konvensional seperti metode osmometri, polarimetri, dan refraktrometri maupun berdasarkan
reaksi gugus fungsional dari senyawa sakarida tersebut (seperti metode Luff-Schoorl,
Seliwanoff, Nelson-Somogyi dan lain-lain). Hasil analisisnya adalah kadar gula pereduksi total
dan tidak dapat menentukan gula pereduksi secara individual. Untuk menganalisis kadar masing-
masing dari gula pereduksi penyusun madu dapat dilakukan dengan menggunakan metode
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCTK). Metode ini mempunyai beberapa keuntungan antara
lain dapat digunakan pada senyawa dengan bobot molekul besar dan dapat dipakai untuk
senyawa yang tidak tahan panas (Gritter et al 1991 dalam Swantara 1995).



HASIL DAN PEMBAHASAN
Praktikum kali ini dilakukan untuk menetapkan kadar sukrosa pada berbagai jenis cairan yang
mengandung gula dengan menggunakan metode luff schoorl. Jenis cairan yang digunakan pada
percobaan ini adalah Buavita rasa apel.

Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan merupakan
oligosakarida, polimer dengan derajat polimerisasi 2-10 dan biasanya bersifat larut dalam air
yang terdiri dari dua molekul yaitu glukosa dan fruktosa. Gula memberikan flavor dan warna
melalui reaksi browning secara non enzimatis pada berbagai jenis makanan. Gula paling banyak
diperdagangkan dalam bentuk kristal sukrosa padat. Gula digunakan untuk mengubah rasa
menjadi manis dan keadaan makanan atau minuman. Dalam industri pangan, sukrosa diperoleh
dari bit atau tebu (Winarno 1997).
Penentuan kadar glukosa dilakukan dengan cara menganalisis sampel melalui pendekatan
proksimat. Terdapat beberapa jenis metode yang dapat dilakukan untuk menentukan kadar gula
dalam suatu sampel. Salah satu metode yang paling mudah pelaksanaannya dan tidak
memerlukan biaya mahal adalah metode Luff Schoorl. Metode Luff Schoorl merupakan metode
yang digunakan untuk menentukan kandungan gula dalam sampel. Metode ini didasarkan pada
pengurangan ion tembaga (II) di media alkaline oleh gula dan kemudian kembali menjadi sisa
tembaga. Ion tembaga (II) yang diperoleh dari tembaga (II) sulfat dengan sodium karbonat di
sisa alkaline pH 9,3-9,4 dapat ditetapkan dengan metode ini. Pembentukan (II)-hidroksin dalam
alkaline dimaksudkan untuk menghindari asam sitrun dengan penambahan
kompleksierungsmittel. Hasilnya, ion tembaga (II) akan larut menjadi tembaga (I) iodide
berkurang dan juga oksidasi iod menjadi yodium. Hasil akhirnya didapatkan yodium dari hasil
titrasi dengan sodium hidroksida (Anonim 2010).
Penetapan kadar sukrosa pada Buavita dengan metode ini dilakukan dengan dua tahap yaitu
pengukuran kadar gula sebelum inversi dan sebelum inversi. Pada percobaan ini diambil sampel
sebanyak 5 gram. Adapun hasil percobaan penetapan kadar sukrosa pada Buavita dapat dilihat
dalam tabel 2.
Tabel 1 Hasil Percobaan Penetapan kadar sukrosa pada buavita
Kelompok 5 (lima)
Sampel Buavita
Berat sampel 5059,3 mg
Volume blanko 41,3 ml
Volume larutan tiosulfat sebelum inversi 40,8 ml
Volume larutan tiosulfat setelah inversi 40,5 ml
Bobot gula sebelum inverse 0,641 mg
Bobot gula setelah inverse 1,002 mg
Kadar gula sebelum inverse 3,17 mg/ml
Kadar gula setelah inverse 101,04 mg/ml
% sukrosa 0,092 %
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa sampel yang digunakan yaitu buavita rasa apel.
Sebanyak 5059,3 mg sampel digunakan untuk penetapan kadar gula asli dengan menggunakan
metode ini. Volume blanko yang digunakan adalah 41,3 ml. Dalam metode ini dilakukan dua
tahap percobaan yaitu tahap sebelum terjadi inversi dan tahap setelah terjadi inversi. Pada tahap
sebelum inversi, larutan tio yang digunakan sebanyak 40,8 ml sehingga menghasilkan
kandungan glukosa sebanyak 0,641 mg dan kadar gulanya sebesar 3,17 mg/ml. Sedangkan pada
tahap setelah inversi, larutan tio yang digunakan sebanyak 40,5 ml sehingga menghasilkan
kandungan glukosa sebanyak 1,022 mg dan kadar gulanya sebesar 101,04 mg/ml. Persentase
kadar sukrosa diperoleh dengan cara persen gula sesudah inversi dikurangi persen gula sebelum
inversi kemudian dikalikan dengan 0,95. Setelah dilakukan perhitungan, persentase kadar
sukrosa yang terdapat pada buavita rasa apel yaitu sebesar 92,97% atau 0,092 gram/100 gram
bahan.
Berdasarkan tabel nutrition fact yang terdapat pada kemasan buavita rasa apel disebutkan bahwa
kadar gula total dalam 100 gram bahan adalah 10,4 gram. Dengan demikian, kadar gula yang
terdapat pada Buavita yang diperoleh dari percobaan ini tidak sesuai dengan kadar gula yang
terdapat pada tabel nutrition fact karena persentase kadar gula hasil percobaan ini jauh lebih
rendah dari kadar gula pada nutrition fact yang terdapat pada kemasan buavita tersebut. Hal ini
dapat disebabkan, produsen buavita menggunakan gula atau pemanis buatan yang terlalu untuk
meminimalkan biaya produksinya.
Tabel 1 Penelitian kadar sukrosa pada buavita
Kel. Sampel Sampel (mg) Blanko
(ml) Tio sblm (ml) Gula sblm inversi (mg) Gula stlh inversi (mg) Kadar gula sblm inversi
(mg) Kadar gula stlh inversi (mg) Tio stlh (ml) % sukrosa
2 Kecap 2042 41,3 40 1,68 0,2 0,2 7,05 39 6,5
3 Sirup 2035,5 41,3 37,9 4,32 0,53 0,53 4 40 3,29
4 Teh Sosro 5034,1 41,3 41 0,384 1,91 1,91 26,5 40,8 24,6
5 Buavita 5059.3 41,3 40.8 0.641 1.022 3.17 101.04 40.5 0.092
6 Freshtea 5060 41,3 40,2 1,416 0,38 6,9960 37,55 41 29.03
Berdasarkan hasil praktikum, maka diperoleh hasil kadar sukrosa terendah ada pada Buafita
sebesar 0,092%, kemudian sirup dengan kandungan sukrosanya sebesar 3,29%, kecap dengan
kandungan sukrosanya sebesar 6,5%, kemudian Teh Botol Sosro memiliki kandungan sukrosa
sebesar 24,6%. Kandungan sukrosa tertinggi berada pada Fresh Tea yaitu sebesar 29,3%.
kandungan sukrosa pada buafita karena gula yang digunakan telah direduksi berulang kali,
sehingga kadar sukrosa yang berada di dalam Buafita hanya sebesar 0,092%. sedangkaan pada
Fresh tea kandungan sukrosanya tinggi karena pada tidak mengalami pereduksian yang berulang-
ulang.



KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Menentukan persen kadar gula yang terkandung dalam suatu bahan dapat dilakukan dengan cara
persen gula sesudah inversi dikurangi persen gula sebelum inversi kemudian dikalikan dengan
0,95. Kadar gula yang terdapat pada Buavita yang diperoleh dari percobaan ini tidak sesuai
dengan kadar gula yang terdapat pada tabel nutrition fact karena persentase kadar gula hasil
percobaan ini jauh lebih rendah dari kadar gula pada nutrition fact yang terdapat pada kemasan
buavita tersebut. Hal ini dapat disebabkan, produsen buavita menggunakan gula atau pemanis
buatan yang terlalu untuk meminimalkan biaya produksinya.
Saran
Setelah melakukan praktikum penetapan kadar gula dengan metode Luff Schoorl, praktikan
diharapkan mampu menentukan kadar kgula suatu bahan makanan. Dalam menentukan
penetapan kadar gula ini, sebaiknya praktikan lebih cermat dalam melakukan langkah-langkah
percobaan seperti penimbangan sampel awal agar tidak terjadi kesalahan yang akan berpengaruh
pada perhitungan kadar gula sampel.



LAMPIRAN
Tabel 1 Hasil Percobaan Penetapan kadar sukrosa pada buavita
Kelompok 5 (lima)
Sampel Buavita
Berat sampel 5059,3 mg
Volume blanko 41,3 ml
Volume larutan tiosulfat sebelum inversi 40,8 ml
Volume larutan tiosulfat setelah inversi 40,5 ml
Bobot gula sebelum inverse 0,641 mg
Bobot gula setelah inverse 1,002 mg
Kadar gula sebelum inverse 3,17 mg/ml
Kadar gula setelah inverse 101,04 mg/ml
% sukrosa 0,092 %

Tabel 1 Penelitian kadar sukrosa pada buavita
Kel. Sampel Sampel (mg) Blanko
(ml) Tio sblm (ml) Gula sblm inversi (mg) Gula stlh inversi (mg) Kadar gula sblm inversi
(mg) Kadar gula stlh inversi (mg) Tio stlh (ml) % sukrosa
2 Kecap 2042 41,3 40 1,68 0,2 0,2 7,05 39 6,5
3 Sirup 2035,5 41,3 37,9 4,32 0,53 0,53 4 40 3,29
4 Teh Sosro 5034,1 41,3 41 0,384 1,91 1,91 26,5 40,8 24,6
5 Buavita 5059.3 41,3 40.8 0.641 1.022 3.17 101.04 40.5 0.092
6 Freshtea 5060 41,3 40,2 1,416 0,38 6,9960 37,55 41 29.03

Contoh perhitungan (Buavita)
Sebelum inversi = ml blanko ml contoh
= 41,3 40,8 = 0,5 ml tio
= (0,5 0,0533 )/0,1 = 0,267 x 2,4
Kandungan glukosa = 0,6408 mg
fp sebelum = (250 250 )/(50 5) = 250
Kadar gula = (0,6408 250 100 )/5059,3 100 = 3,17 mg/ml
Sesudah inversi = ml blanko ml contoh
= 41,3 40,5 = 0,8 ml tio
= (0,8 0,0533 )/0,1 = 0,426 x 2,4
Kandungan glukosa = 1,0224 mg
fp sebelum = (250 250 100 )/(50 5 5) = 5000
Kadar gula = (1,0224 5000 )/5059,3 100 = 101,04 mg/ml
Kadar glukosa = (% gula sesudah inverse gula sebelum inverse) x 0,95
= (101,04 3,17) x 0,95
= 92,97%
= 0,092 gram/100 gram bahan


DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2001. Luff Schoorl. www.wikipedia.org/Luff Schoorl (16 April 2010)
Apriyanto A. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Bogor. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi
Institut Pertanian Bogor.
Aulana L. 2005. Pemanfaatan hidrolisis pati sagu untuk produksi asam laktat oleh Lactobassilus
casei FNCC 266. [skripsi]. Bogor : Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Hartati NS dan Titik KP. 2003. Analisis Kadar Pati dan Serat. Yogyakarta. Kanisius
Swantara DIM. 1995. Kromatografi Cair Kerja Tinggi Beberapa Senyawa Monosakarida dan
Dosakarida serta Penerapannya Untuk Analisis Madu dan bahan Jenis lainnya. [Tesis]. Bandung
: Universitas Padjadjaran.
Winarno. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

You might also like