You are on page 1of 67

Science Project Title

Your name | Teachers name | School


EFEK TERAPI
TUBERCULOSIS
TERHADAP
RESPON VIROLOGI DAN
JUMLAH SEL CD4
+

PADA
TERAPI KOMBINASI ART
I Gede Gupita Dharma
Pembimbing:
Prof. Dr. dr Tuty Parwati Merati SpPD-KPTI, dr Susila Utama SpPD-KPTI
PENDAHULUAN
Tuberculosis mengancam kesehatan
ODHA.
Data global tahun 2011:
8,7 Miliar kasus TB baru (13%
koinfeksi HIV).
0,4 juta jiwa kematian karena TB pada
ODHA.

WHO. Global Tuberculosis Report 2011
PENDAHULUAN
WHO merekomendasikan inisiasi
kombinasi ART (cART) pada semua
ODHA dengan TB, berapapun jumlah
CD4-nya.
Tahun 2015 Target 100% penderita TB
dengan koinfeksi HIV mendapatkan ARV.

WHO. Antiretroviral therapy for HIV infection in adults and
adolescents. 2010
PENDAHULUAN
ODHA terapi TB + cART
RESPON
BERBEDA

interaksi antar
obat
peningkatan
resiko
toksisitas
Immune Reconstitution
Inflammatory Syndrome
(IRIS)

Jumlah obat
yang banyak
Adherence
rendah
TUJUAN
Mengetahui efek terapi TB pada saat inisiasi kombinasi ART
(cART) terhadap status virologis dan jumlah sel CD4+ pada
pasien HIV dewasa.
METODE
Pencarian dilakukan pada 29 Januari 2013, termasuk studi original
yang melibatkan manusia yang dipublikasikan sejak tahun 1997 (era
dimulainya cART).
Pencarian artikel sesuai guidelines PRISMA (Preferred Reporting
Items for Systematic Reviews & Meta-Analyses).
Pencarian pada website: PubMed, EMBASE, database abstrak konferensi yang
berkaitan dengan retrovirus dan infeksi oportunistik, International Union Against
Tuberculosis and Lung Disease World Conference on Lung Health, dan
International AIDS Society Conference tahun 2009-2012.
Kata kunci pencarian: HIV AND Tuberculosis AND (Viral Load
OR CD4 lymphocyte count OR Mortality) AND Antiretrovoral
theraphy untuk mengidentifikasi article yang relevan di PubMed
dan EMBASE.
METODE
Studi yang masuk kriteria inklusi:
Melaporkan HIV RNA dan/atau jumlah jenis CD4 setelah inisiasi cART
pada penderita HIV naive dewasa dikelompokkan berdasarkan status
terapi TB saat inisiasi cART.
Studi mengenai pasien dengan pengalaman menggunakan ARV 5%
atau pasien yang sebelumnya hanya terexposed dengan dosis
nevirapine single intrapartum juga masuk ke dalam kriteria inklusi.
Studi pada anak berusia kurang dari 14 tahun eksklusi
Ekstraksi Data

Informasi yang dipergunakan
untuk ekstraksi data:
Nama pertama penulis,
Tahun publikasi,
Tanggal studi,
Lokasi geografis,
Rancangan studi,
Setting klinis,
Ukuran sampel,
Jumlah yang menerima atau
tidak menerima terapi TB saat
inisiasi cART;
Lama follow up;
Proporsi antiretroviral nave;
Persentasi jenis kelamin pria;
Mean atau median umur partisipan,
Kriteria inisiasi ARV;
Regimen cART;
Baseline jumlah sel CD4 dan HIV
RNA;
Pengukuran outcome HIV RNA dan
CD4;
Covariat adjustment;
Kriteria eksklusi;
Proporsi lost to follow up dan
bagaimana setiap studi menyikapi lost
to follow up;
Mortalitas dan pergantian regimen.
Analisa Statistik
Supresi Virologis rangkuman resiko relatif (RRes) dijumlahkan menggunakan
random-effect summarization dengan unconditional varriance and the method of
moments estimated between-study variance (
2
).
Beberapa studi melaporkan estimasi pada titik waktu yang multipel estimasi
yang paling mendekati titik tengah follow up dari setiap studi untuk mendapatkan
RR keseluruhan dari supresi virologis untuk memeriksa supresi virologis
jangka pendek dan jangka panjang, dirangkum RR saat 1-4 bulan, 6 bulan, 11-22
bulan dan 18-48 bulan.
Nilai P untuk standard X
2
homogenitas tes statistik digunakan untuk menentukan
konsistensi antar studi. Nilai
2
dipergunakan untuk memperhitungkan efek
interval pada 95% populasi.
ISTC TB Training Modules 2009
SELEKSI STUDI
KARAKTERISTIK STUDI
dan POPULASI
25 studi terpilih: 49.578 ODHA 8826 (18 %)
menerima terapi TB saat inisiasi cART.
Semua merupakan studi cohort
4 studi respon virologis
8 studi respon jumlah sel CD4+
13 studi kedua outcome
KARAKTERISTIK STUDI
dan POPULASI
Sebagian besar studi: sub sahara Africa, 9 studi: populasi Asia, 3
studi: Eropa dan Amerika Utara
Sebagian besar publikasi menerangkan tentang respon terhadap
cART tanpa melihat tipe regimen, berdasarkan nevirapine-base
[18,26,27,30,39] atau EFV-base [18,22,25,29,30,42].
Nevirapin dilaporkan sering dikombinasikan dengan Stavudine,
sedangkan Efavirenz digunakan dalam kombinasi bersama
Zidovudine dan Lamivudine.
Suplementasi
KARAKTERISTIK STUDI
dan POPULASI
Semua studi menggunakan inisiasi cART sebagai waktu dimulainya
pengamatan
Dua studi memasukkan wanita yang sebelumnya mendapatkan
profilaksis single dose intrapartum nevirapine [18,40].
17 studi memeriksa terapi TB saat inisiasi cART sebagai main
exposure [18,19,21,23,25-27,29,30,32,33,35,37-39,43,44]. 8 studi
lainnya memeriksa terapi TB sebagai exposure sekunder.
KARAKTERISTIK STUDI
dan POPULASI
Berbagai jenis TB yang diterapi bervariasi pada studi
tersebut Hanya 1 study dengan TB yang telah
terkonfirmasi secara bakteriologi, sedangkan studi lain
menggunakan TB confirm maupun probable.
16 study melaporkan secara detail durasi terapi TB saat
inisiasi cART. (lihat suplementasi)
KARAKTERISTIK STUDI
dan POPULASI
Secara umum, loss to follow up dilaporkan oleh 15 studi dengan
rentangan 0 sampai 64% (median 10%, interquartile 7-12%) (lihat
suplementasi).
Tiga studi melaporkan partisipan yang tidak melanjutkan cART
dengan berbagai alasan atau kurangnya follow up data laboratorium
sebagai gagal terapi.
Sebagian besar studi tidak menyebutkan bagaimana mereka
menangani pasien yang mengganti regimen cART, 1 studi
mengeksklusi pasien yang berhenti atau berganti cART selama
follow up.

KARAKTERISTIK STUDI
dan POPULASI
Semua studi mengandung kedua gender dengan proporsi pria
sebesar 21-92% (median 45%). Semua pasien setidaknya berumur
14 tahun ke atas, usia 31-41 tahun (median 36).

Rata rata median CD4+ 29-196 sel/l (median 94), dan baseline
HIV RNA berkisar dari 4,9 sampai 5,8 log 10 copies/ml (median 5,3).


Supresi Virologis
(Virologic Suppresion)
Terdapat heterogenisitas mengenai bagaimana setiap studi
mengkuantifikasikan respon virologis terhadap efek, cut-off yang
digunakan (50 atau 400 copies/ml), dan waktu pengukuran.

Total terdapat 17 studi yang melaporkan supresi virologis
Waktu terjadinya supresi virologi: 1-48 bulan paska inisiasi cART.

Sebagian besar studi memiliki proporsi supresi virologi > 75% beberapa tetap
melaporkan adanya tingkat supresi yang rendah: 1 studi dengan masa f.up
terpendek (1 bulan) memiliki proporsi supresi yang paling rendah (43%).

Supresi Virologis
(Virologic Suppresion)
Manosuthi et al juga melaporkan adanya supresi yang rendah pada
pasien di thailand: 69% pada bulan ke 6, 59% pada 33 bulan, dan 51%
pada 48 bulan [reff 26, 27, 39].
Tiga studi lain melaporkan tingkat supresi antara 64 dan 70%
berkaitan dengan putus cART dan kurangnya fup laboratorium
sebagai gagal terapi.
Supresi Virologis
(Virologic Suppresion)
Secara total 15 studi melaporkan RRs untuk supresi virologis pada
mereka yang menerima vs yang tidak menerima terapi TB saat inisiasi
cART secara keseluruhan efek acak RR untuk supresi: 0,97 (95% CI
0,92-1,03).
Jika estimasi dikelompokkan berdasarkan waktu follow up RR supresi:
1,06 (0,86-1,29) pada 1-4 bulan setelah inisiasi
0,91 (0,83-1,00) pada 6 bulan setelah inisiasi
0,99 (0,94-1,05) pada 11-12 bulan setelah inisiasi
0,99 (0,77-1,28) pada 18-48 bulan stetelah inisiasi


Kegagalan Virologi
(Virologic Failure)
Pengukuran terhadap kegagalan virologi sangat bervariasi

Studi mengukur kegagalan virologi:
Level HIV RNA > 5000 kopi/mL [17],
Kegagalan mensupresi < 400 kopi/mL [18],
Rebound setelah sebelumnya tidak terdeteksi atau tidak pernah mengalami keadaaan tidak
terdeteksi [23, 25,26],
Lama waktu untuk mencapai nilai minimal 400 untuk pertama kalinya [18],
Lamanya waktu untuk mencapai 2 nilai berturut-turut minimal 5000 kopi/mL [18],
Waktu untuk mencapai nilai 500 untuk pertama kalinya diantara pasien yang awalnya
tersupresi [28].
Kegagalan Virologi
(Virology Failure)
6 studi: terapi TB tidak berefek signifikan terhadap kegagalan virologi
[17,18,23,25,26,40].
Boulle dkk [18]: menemukan hubungan terapi TB dengan kegagalan
virologi pada pasien dengan Nevirapine-based cART, namun tidak
pada pasien dengan Efavirenz-based cART tahun 2008 th 2010:
melaporkan hasil yang berlawanan dengan penemuan sebelumnya
[40].
Heterogenitas yang besar inilah yang membuat formal meta analisis
tentang ini dihindari.
RESPON JUMLAH SEL CD4
+
TERHADAP
KOMBINASI TERAPI ANTIRETROVIRAL
Metode yang digunakan untuk mengukur dan melaporkan respon jumlah
sel CD4
+
bahkan lebih bervariasi dibandingkan perjumlahan respon
virologi karena diukur pada titik waktu yang berbeda-beda dan
penggunaan alat ukur yang berbeda [Tabel 3].
8 studi: mean atau median perubahan jumlah sel CD4
+
dari nilai dasar.
5 studi: mean atau median jumlah sel CD4
+
absolut saat f up selama 3, 6,
9, 11, dan 48 bulan.
3 studi: perbedaan jumlah sel CD4
+
dari nilai dasar antara pasien yang
menerima dibandingkan dengan pasien yang tidak menerima terapi TB
saat inisiasi cART.
RESPON JUMLAH SEL CD4
+
TERHADAP
KOMBINASI TERAPI ANTIRETROVIRAL

RESPON JUMLAH SEL CD4
+
TERHADAP
KOMBINASI TERAPI ANTIRETROVIRAL
Secara umum, pasien yang menerima terapi TB saat inisiasi cART
cenderung memiliki jumlah sel CD4
+
dasar yang lebih rendah,
peningkatan jumlah sel CD4
+
yang lebih besar dibanding nilai dasar,
dan jumlah CD4
+
absolut yang lebih rendah saat f up.
RESPON JUMLAH SEL CD4
+
TERHADAP
KOMBINASI TERAPI ANTIRETROVIRAL
7 studi: Median perubahan jumlah sel CD4
+
dibandingkan nilai dasar
setelah 6 bulan pemberian cART berkisar antara 97-200 sel/L (median
167) diantara pasien yang menerima terapi TB, dan 89-177 sel/L
(median 138) diantara pasien yang tidak menerima terapi TB
Pada 11-12 bulan, median perubahan jumlah sel CD4
+
dibandingkan
nilai dasar berkisar antara 124-234 sel/L (median 155) diantara pasien
yang menerima terapi TB, dan 104-205 sel/L (median 165) diantara
pasien yang tidak menerima terapi TB.
RESPON JUMLAH SEL CD4
+
TERHADAP
KOMBINASI TERAPI ANTIRETROVIRAL
Hal ini sesuai dengan differential gain jumlah sel CD4
+
diantara pasien
yang menerima dibandingkan tidak menerima terapi TB saat inisiai
cART yaitu -10-60 sel/L (median 27) pada 6 bulan dan -10-29 sel/L
(median 6) pada 11-12 bulan.
Heterogenisitas pengukuran jumlah CD4
+
ini mencegah formal meta
analisis.
Pada systematic review dan meta analysis efek terapi TB
terhadap respon virologi dan jumlah sel CD4+ pada terapi
kombinasi ART (cART), penulis menemukan:
Paparan terapi TB pada inisiasi cART tidak
mengganggu supresi virologi atau peningkatan
jumlah sel CD4
+
.
Efek terapi TB terhadap kegagalan virologi tidak
dapat dinilai.
Penemuan penulis mengindikasikan bahwa: walaupun
khawatir mengenai interaksi antar obat, toksisitas,
banyaknya pil yang harus dikonsumsi, dan IRIS, ternyata:
Terapi TB tidak menurunkan efikasi (efficacy) cART
terhadap respon supresi virologi dan jumlah sel
CD4
+
.
Selain itu, titik waktu masing-masing studi sangat bervariasi.
Titik waktu optimal untuk mengevaluasi efek terapi TB terhadap cART: belum
jelas waktu f up < 4 bulan: terlalu cepat untuk menjelaskan respon terapi
TB terhadap cART,
sedangkan waktu f up > 2 tahun: kurang dapat menilai (underestimate)
akibat terapi TB terhadap inisiasi cART, terutama jika pasien yang berganti
regimen atau mendapat terapi lini kedua dimasukkan dalam analisis studi
tersebut.
Terdapat heterogenisitas mengenai durasi TB sebelum inisiasi cART, dengan
beberapa pasien dalam terapi TB selama 8 bulan sebelum inisiasi cART,
sedangkan pasien lain memulai terapi TB dan inisiasi cART lebih bersamaan.
Walaupun waktu dimulainya terapi TB terkait inisiasi cART merupakan faktor
penting dalam mengevaluasi mortalitas [45-49], namun belum jelas apakah
waktu dimulainya terapi TB berpengaruh pada respon virologi atau jumlah sel
CD4
+
.
Sayangnya, tidak semua studi menyediakan informasi cukup
mengenai lamanya terapi TB untuk dapat melakukan systematic
review terhadap faktor ini.
Selain itu, kurangnya data mengenai pergantian terapi cART
selama f up juga membuat faktor ini tidak dianalisis pada
systematic review ini.
Systematic review dan meta analysis ini memiliki beberapa
bias, diantaranya:
1. Respon virologi dan imunologi tidak dapat dievaluasi pada pasien
yang meninggal atau loss to f up. Rasio loss to f up bervariasi,
berkisar antara 0-64% (sebagian besar studi berkisar 12%), dan
tiap studi menangani loss to f up ini dengan cara yang berbeda,
sehingga dapat mempengaruhi hasil studi tersebut. Jika respon
terhadap cART dibedakan berdasarkan status terapi TB, maka
hasil studi tersebut dan review ini juga mengalami bias.
3. Beberapa bias dapat terjadi pada metode perkiraan yang
dipergunakan pada beberapa studi yang tidak melaporkan
secara langsung pengukuran hasil akhir, namun menyediakan
data yang diperlukan untuk menghitung pengukuran efek yang
diinginkan [8,9].
2. Pada 8 dari 25 studi: terapi TB bukan merupakan exposure
primer, dan covariate yang dimasukkan di beberapa model multi
variabel dapat berbeda dari ideal confounder adjustment untuk
pertanyaan riset ini.
Review menyeluruh untuk mengetahui efek
terapi TB terhadap inisiasi cART
mendapatkan bahwa:
Terapi TB tidak mempengaruhi
supresi virologi atau peningkatan
jumlah sel CD4
+
setelah inisiasi
cART;
Efek terapi TB terhadap kegagalan
virologi tidak dapat dinilai melalui
systematic review ini.
Penemuan ini akan membuat petugas
kesehatan lebih yakin dalam membuat
keputusan klinis dan berkomunikasi dengan
pasien mengenai perlunya memulai cART
selama terapi TB.
Heterogenisitas pada alat pengukuran hasil
akhir akan menjadi tantangan terhadap
interpretasi dan pengambilan kesimpulan
mengenai respon virologi dan jumlah sel CD4
+

pada inisiasi cART.
TERIMA
KASIH
ADDITIONAL INFORMATION

You might also like