Hubungan Kadar Serum Protein S100B pada Postmortem dengan Penyebab Kematian
yang Melibatkan Kerusakan Otak dalam Kasus Autopsi Medikolegal
Dong-Ri Li, Bao-Li Zhu, Takaki Ishikawa, Dong Zhao, Tomomi Michiue, Hitoshi Maeda Department of Legal Medicine, Osaka City University Medical School, Asahi-machi 1-4-3, Abeno, 545-8585 Osaka, Japan
Abstrak Protein S100 adalah protein pengikat asam kalsium, dan subunit S100B paling banyak ditemukan di otak. Tujuan dari penelitian ini adalah analisis komprehensif dari kadar serum S100B dalam kasus autopsi medikolegal (dalam 48 jam postmortem, n = 283) termasuk korban dengan cedera kepala dan cedera bukan kepala dan juga kematian bukan cedera yang berkaitan dengan penyebab kematian yang melibatkan kerusakan otak. Kadar serum biasanya lebih tinggi di vena subklavia daripada di jantung kanan dan vena iliaka eksternal, dan terendah dalam darah jantung kiri , menunjukkan tidak ada pengaruh yang signifikan pada postmortem. Kadar serum di jantung dan pembuluh darah subklavia kanan lebih tinggi untuk kematian akut pada cedera kepala dan sesak napas akibat kompresi leher (pencekikan dan gantung diri), dan kadar sedang dan agak tinggi masing-masing untuk kasus trauma benda tumpul dan tajam. Pada cedera kepala, kadar serum lebih rendah untuk kematian subakut daripada kematian akut. Pengamatan ini menunjukkan bahwa adanya peningkatan serum S100B kemungkinan terutama disebabkan oleh kebocoran yang diikuti kerusakan otak yang masif akibat cedera dan hipoksia atau iskemia, dan sebagian oleh hipoksia sistemik atau kerusakan jaringan akibat traumatik, tergantung pada waktu bertahan hidup.
1. Pendahuluan Protein S-100 (S100) adalah protein kecil pengikat asam kalsium (10-12 KDa), yang memiliki subunit A dan B. Subunit S100B sangat spesifik untuk astrosit, oligodendrosit, dan ependimosit di dalam sistem saraf pusat termasuk serebrum, batang otak, serebellum, dan medulla spinalis (1 7). Distribusi spesisifik dari serum ini tidak dilaporkan. Fungsinya tidak diketahui, walaupun aktifitas dan hubungan variasi patologis dari neurotropik dan gliotropiknya yang meliputi penuaan neurosit, sindrom Down, dan penyakit Alzheimer telah dilaporkan (2,3,8- 10). S100B secara klinis diperiksa sebagai penanda serum dari kerusakan jaringan otak pada cedera kepala dan hipoksia atau iskemia dan prognosis neurologis (11 19). Namun, pemeriksaan terkini menunjukkan bahwa peningkatan kadar serum S100B juga diobservasi pada pasien tanpa cedera kepala, menunjukkan asalnya dari kerusakan jaringan lainnya termasuk trauma lemak, otot, dan sumsum tulang (20-22). Dalam kasus kerja medikolegal, cedera otak merupakan penyebab kematian yang paling umum dan penting dalam serangan dan kecelakaan. Prosedur morfologi termasuk imunohistokimia biasanya digunakan pada pemeriksaan patologikal sebelumnya pada cedera otak (23-29). Khususnya pada kematian akut, tetapi, dalam kadar keparahan kerusakan otak mungkin sulit dinilai dengan menggunakan metode morfologi pada kasus kontusio yang tidak begitu luas, laserasi, atau perdarahan masif seperti pada cedera otak difus. Metode morfologi juga sulit menunjukan perubahan akut hipoksia atau iskemik di otak. Metode morfologi mungkin berguna jika kadar serum S100B bisa digunakan sebagai penanda untuk mengevaluasi kadar keparahan kerusakan otak. Namun, data autopsi yang tersedia tidak cukup untuk pemeriksaan. Sehubungan dengan hal ini, sebagian ide yang terbentuk sebelumnya secara konvensional menunjukkan bahwa pemeriksaan biokimia tidak valid karena perubahan postmortem dalam kasus autopsi tampaknya telah mengganggu tantangan di bidang ini. Sementara itu, adanya peningkatan jumlah publikasi termasuk pemeriksaan biokimia postmortem dalam patologi forensik. Dalam pemeriksaan ini, analisis komprehensif yang menggunakan beberapa kasus serial digunakan untuk mengevaluasi validitas masing-masing penanda sebelum diaplikasikan pada kasus kerja medikolegal. Di dalam penelitian ini, kadar serum S100B postmortem diteliti secara komprehensif berkaitan dengan penyebab kematian pada kasus autopsi forensik termasuk korban-korban dengan cedera kepala dan cedera bukan kepala dan juga untuk kematian bukan cedera.
2. Bahan dan Metode 2.1 Bahan Kasus serial autopsi forensik dalam 48 jam postmortem, telah diuji di institusi kami, dengan n=283; 206 laki-laki dan 77 wanita, dengan rentang usia 2 bulan 94 tahun (median 61,5 tahun); interval post mortem 3-47 jam (median 16,3 jam). Sampel darah dikumpulkan secara aseptik menggunakan jarum suntik dari kiri dan kanan ruang jantung (n=263/270) maupun dari subklavikula dan vena illiaka eksterna (n=145/175) dan kemudian segera di sentrifus untuk memisahkan serum yang kemudian disimpan di -20 0 C sampai digunakan nanti. Penyebab kematian diklasifikasikan sebagai berikut : cedera kepala tumpul/luka tembak pada kepala (n=70) termasuk kematian mendadak (waktu bertahan hidup < 6 jam, n=24) dan kematian yang tertunda (6 jam 28 hari, waktu bertahan hidup, n=46) kematian mendadak (waktu bertahan hidup <6 jam) dari cedera kepala tumpul (n=30; dengan atau tanpa cedera kepala, n=7/23) , cedera karena benda tajam (n=23), asfiksia (n=25: pencekikan, n=12; gantung atipikal, n=5; aspirasi, n=8), tenggelam (n=14; air tawar, n=10; air asin, n=5), kebakaran (n=56), penyakit serebrovaskular (n=12) termasuk perdarahan spontan otak (n=8) dan perdarahan subarachnoid (SAH, n=5) dan infark miokard akut/iskemik tanpa pengobatan medis (AMI, n=51), (ditunjukkan rinci di tabel 1). Penyebab kematian yang disebutkan di atas diklasifikasikan dengan dasar patologi dan toksikologi. Grup infark miokard akut terdiri dari kasus mati mendadak, yang menunjukkan penemuan makro dan mikroskopik dari penyakit jantung iskemik akut tanpa adanya bukti penyebab kematian selain serangan jantung (37,38). Untuk kasus kepala dan kekerasan tumpul lainnya, skor keparahan cedera diperkirakan mengikuti skala cedera yang disingkat. Revisi 1990 (AIS90) code (39).
2.2 Analisis serum100B Konsentrasi serum 100B telah dianalisis dengan enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA, didirikan oleh SRL,Tokyo), menggunakan reagen 2 monoklonal anti-S100B, klon 8b10 dan klon 6G1(Hy Test, Turku). Peroksidase, label antibodi monoklonal 6G1 telah disiapkan oleh metode periodat. Untuk kalibrasi, larutan standar berisi bovine S100B (Sigma-Aldrich, Louis, MO) pada konsentrasi dari 0.0001-5.0 ng/ml telah disiapkan dalam cairan pengenceran penyangga (PBST; larutan penyangga Dulbeccos phosphate (PBS), pH 7.4-0.05% tween 20). Prosedur terdiri dari langkah-langkah berikut ini : a). lapisi plat ELISA dengan 0.1 ml klon 8B10 (2ug/ml PBS) selama 1 jam di suhu kamar. b). memblokir situs aktif yang masih tersisa dengan 0.2 ml 1% serum albumin bovin (BSA)-PBS selama lebih dari 1 jam dalam suhu kamar. c).tambahkan 0.1 ml larutan standard dan sampel serum yang telah diencerkan 10-,
Tabel 1 Profil kasus (n=283)
100- dan 200 lipatan dengan PSBT ke dalam sumbernya masing-masing, dan diinkubasi selama 1 jam dalam suhu ruangan, diikuti dengan 4 kali pencucian dengan PBST, (d) inkubasi dengan 0,1 ml antibodi monoklonal 6G1 yang dilabel peroksidase, yang mengalami dilusi dengan BSA/PBST-2 mM CaCI2 1% selama 1 jam dalam suhu ruangan dan kemudian dicuci 4 kali dengan PBST, (e) inkubasi dengan 0,1 ml larutan TMBZ selama 10 sampai 15 menit dalam suhu ruangan dan ditambahkan 0,05 ml 2 N H2SO4, (f) pembacaan absorban pada 450/650 nm dengan sistim microreader automatis. Reaktivitas silang terhadap S100AB dan S100AA adalah kurang dari 6,2 dan 0,1%, masing-masing dibandingkan dengan reaktivitas terhadap S100BB (data dari SRL, Tokyo). Batas pendeteksian fungsional adalah 0,05 ng/ml, dan kontaminasi hemoglobin (<0,08 g/dl) tidak mengganggu pengukuran. Untuk kasus hemolisis yang kuat yang mungkin memengaruhi pengukuran, hasil temuan tersebut tidak digunakan dalam analisis.
2.3 Analisis secara toksikologi Konsentrasi karboksihemoglobin (CoHb) di dalam darah ditentukan dengan menggunakan sistem CO-oksimeter untuk semua korban kebakaran dan zat kimia volatile termasuk alkohol yang dianalisis oleh kromatografi gas jeda kepala. Analisis obat dilakukan dengan menggunakan spektrometri masa/kromatografi gas.
2.4 Analisis secara statistik Analisis persamaan regresi digunakan untuk memeriksa hubungan antara beberapa pasang parameter termasuk usia, jenis kelamin, waktu postmortem (perkiraan dari kematian hingga autopsi), waktu bertahan hidup dan kadar S100B serum, dan perbandingan antara kelompok dengan menggunakan uji non-parametrik (uji Mann-Whitney U-test). Nilai P kurang dari 0,05 dipergunakan untuk menyatakan nilai signifikansi. Dalam gambar 2, hasil analisis data ditunjukkan dalam box-plot, untuk setiap 50% dari data dirangkum dalam box. Garis dalam tiap kotak mewakili nilai median dan garis diluar tiap kotak mewakili 90% interval kepercayaan.
3. Hasil 3.1 Stabilitas dalam darah cadaver dan distribusi topografi. Ketika stabilitas S100B dalam sampel darah cadaver yang dikumpulkan (n=8, 1.16-91,0 ng/ml, 9 sampai 32 jam postmortem) diperiksa selama penyimpanan pada suhu ambient (ca. 25oC), tidak terdapat perubahan yang signifikan selama 48 jam. Untuk semua kasus, kadar S100B serum biasanya lebih tinggi pada vena subklavia dibandingkan dengan jantung kanan dan arteri iliaka eksterna (P<0,001), dan paling rendah pada jantung kiri (P<0,05), menunjukkan hubungan yang baik antara jantung dan darah tepi (Gambar 1). Kadar serum untuk tiap tempat tidak tergantung pada waktu postmortem (r<0,1, p>0,1) dan tidak tergantung pada usia dan jenis kelamin.
3.2 Analisis dengan hal terhadap penyebab kematian Kadar S100B menunjukkan penanda peningkatan pada jantung kanan dan darah pada vena subklavia untuk kematian akut dari cedera kepala dan asfiksia oleh karena kompresi (srangulasi dan digantung) dibandingkan dengan kelompok lain (p<0,05) (Gambar 2 (a) dan (b)). Terdapat perbedaan yang serupa pada kadar darah pada jantung kiri antara penyebab kematian, walaupun tidak terbukti. Untuk strangulasi dan digantung, peningkatan juga dapat diamati dari aliran darah pada vena iliaka eksterna. Terdapat peningkatan sedang kadar S100B pada jantung kanan dan vena subklavia untuk bukan cedera kepala tumpul dibandingkan dengan tenggelam, trauma api dan Infark Miokard Akut (P<0,05), dan peningkatan ringan pada jantung kanan untuk cedera karena benda tajam dibandingkan dengan tenggelam dan trauma api (P<0,05). SAH menunjukkan kadar yang lebih rendah pada jantung kanan, vena sublavia dan vena iliaka eksterna dibandingkan dengan untuk perdarahan otak dan kelompok lain. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara tenggelam di air tawar dan air asin atau perbedaan trauma pai dengan yang kadar COHb yang lebih rendah (<60%) dan yang lebih tinggi kadar COHb nya (>60%). Untuk kasus kematian akibat cedera kepala akut (survival time < 6 jam), tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada kadar S100B serum antara kasus kematian perakut dengan laserasi serebral termasuk batang otak (n=7) dan pada kasus yang lain (n=17, p<0,05), keduanya menunjukkan kadar yang lebih tinggi dibandingkan dengan kasus yang survival-nya lebih panjang (Gambar 3).
dibandingkan dengan kasus bertahan hidup yang lebih lama.Pada kasus cedera kepala dengan kematian tertunda dibagi menjadi kelompok dengan kematian subakut (6 jam- 3 hari bertahan hidup, n= 26) dan kelompok dengan bertahan hidup yang lebih panjang (waktu bertahan hidup > 3 hari, n= 20), tidak ada perbedaan signifikan yang diamati antara mereka. Analisis lebih lanjut berkaitan dengan kontribusi cedera otak pada kadar serum S100B untuk kasus-kasus kematian akut, menunjukan kadar pada jantung kanan dan vena subklavia lebih tinggi pada kasus-kasus cedera kepala yang fatal dengan atau tanpa cedera lain (ISS, 18-75 dengan nilai rata-rata 43 dan ISS, 9-75 dengan nilai rata-rata 20, masing-masing) dan cedera bukan kepala fatal dengan cedera kepala (politrauma ; ISS, 23-45 ; median, 43) dibandingkan pada kasus-kasus fatal cedera tumpul tanpa cedera kepala (ISS, 10-38 ; median, 20) (gambar 4). Pada kelompok asfiksia, kadar S100B pada jantung kanan dan vena subklavia lebih tinggi pada pencekikan dan kasus gantung daripada aspirasi, dan terdapat juga sebuah peningkatan pada darah vena iliaka eksterna untuk kedua kelompok. Pada asfiksia yang fatal termasuk aspirasi ,bagian kiri, kanan jantung dan kadar darah vena subklavia lebih rendah daripada kasus tenggelam, kebakaran, dan kematian tertunda akibat cedera kepala.
Gambar 3. Kadar serum protein S100B postmortem pada kasus cederakepala. Kematian perakut, kasus kasus dengan laserasi yang melibatkan batang otak ;kematian akut, dengan bertahan hidup < 6 jam; kematian subakut, dengan waktu bertahan hidup antara 6 jam dan 3 hari ; kematian memanjang, dengan bertahan hidup > 3 hari. * kasus-kasus kematian akut dan kematian per akut menunjukan peningkatan kadar serum yang signifikan daripada kasus dengan kematian subakut dan kematian memanjang (P<0,005-0,001).
Gambar 4. Kadar serum protein S100B postmortem pada kasus cedera tumpul sebuah perbandingan antara cedera kepala dan bukan cedera kepala.Kematian kadar keparahan cedera untuk kasus-kasus cedera tumpul yang fatal tanpa cedera kepala (ISS, 10-36 ; median, 16,5) secara signifikan lebih rendah daripada cedera kepala yang fatal tanpa cedera lain (ISS, 9-75 ; median, 16.0), cedera kepala yang fatal dengan cedera lain (ISS, 18-75; median, 43,0) dan bukan cedera kepala yang fatal dengan cedera kepala(ISS, 23-75; median, 43.0) (P<0,001).
4. Diskusi S100B stabil selama penyimpanan beku jangka panjang dan terhadap hemolisis . Dalam penelitian ini, secara eksperimental menunjukkan bahwa S100B juga stabil dalam darah mayat yang dikumpulkan pada suhu kamar (25 o C) lebih kurang 48 jam, walaupun penelitian eksperimental menggunakan mayat termasuk pengambilan sampel secara terus-menerus tidak memungkinkan karena alasan praktik dan etika. Kadar serum pada darah jantung dan perifer untuk kasus autopsi biasanya lebih tinggi daripada yang disebutkan pada referensi klinis (0,01 0,3 ng/ml). Namun, kadar tersebut tidak tergantung terhadap waktu mati (5 47 jam), umur atau jenis kelamin pada subjek tersebut, menunjukkan peningkatan non-spesifik selama proses kematian. Secara cepat, peningkatan non-spesifik dan sistemik pada kadar serum selama beberapa jam setelah kematian, yang ditunjukkan pada kadar serum kalsium, magnesium, dan mioglobin , tidak mungkin muncul untuk S100B saat distribusi (spesifik otak secara besar), sifat kimia (protein intraselular), dan juga rentang yang luas pada kadar serum waktu mati yang tergantung pada penyebab kematian sebagai gambaran yang dipertimbangkan. Analisis topografi menunjukkan bahwa kadar vena subklavia paling tinggi pada semua kasus diikuti oleh kadar jantung kanan, yang diindikasikan predominan pada asal serebral. Perbedaan topografi ini mungkin disebabkan kerusakan sirkulasi akut segera sebelum meninggal . Di bawah kondisi ini, ada peningkatan kadar serum lebih lanjut yang tergantung pada penyebab kematian seperti yang disebutkan di bawah ini. Berkaitan dengan penyebab kematian, peningkatan yang jelas pada jantung kanan dan vena subklavia diamati untuk kematian akut dari cedera kepala dan asfiksia karena kompresi pada leher (pencekikan dan gantung diri). Untuk kasus cedera kepala, kadar serum tergantung pada kadar keparahan cedera otak dan waktu bertahan hidup; hal itu secara signifikan lebih tinggi pada kasus kematian perakut atau akut akibat cedera kepala (bertahan hidup lebih pendek 6 jam) daripada kasus dengan bertahan hidup yang lama. Kadar yang lebih rendah pada kasus dengan bertahan hidup yang lama mungkin sebagian disebabkan waktu paruh serum S100B yang lebih pendek (3 4 jam) . Dalam hal ini, pemeriksaan imunohistokimia mungkin berpotensi lebih berguna pada kasus bertahan hidup yang lebih lama . Pada kematian jangka panjang dari cedera kepala, kadar serum S100B yang rendah mungkin mengesankan kontribusi yang dominan pada komplikasi pasca trauma sampai kematian. Temuan di atas pada cedera kepala yang fatal, seperti yang diharapkan, menunjukkan bahwa S100B dapat digunakan juga sebagai penanda serum postmortem untuk pemeriksaan kadar keparahan cedera kepala pada kasus kematian akut (bertahan hidup dalam 6 jam). Korban tewas akibat bukan cedera kepala menunjukkan peningkatan yang signifikan ketika terdapat komplikasi pada cedera kepala yang cukup besar. Peningkatan yang signifikan pada kasus cedera kepala berat menunjukkan kadar yang paling tinggi pada vena subklavia sebagai kontribusi paling banyak pada kerusakan jaringan otak karena cedera kepala untuk peningkatan kadar serum S100B seperti yang dijelaskan pada laporan klinis. Kadar serum yang rendah pada beberapa kasus politrauma dengan cedera kepala berat mungkin disebabkan oleh bertahan hidup yang sangat singkat yang berhubungan dengan sirkulasi yang kolaps. Sebaliknya, kadar serum S100B yang lebih rendah pada SAH dibandingkan dengan perdarahan serebral dan juga kelompok lain yang mungkin disebabkan oleh kerusakan jaringan otak yang lebih ringan dan/atau periode bertahan hidup yang lebih singkat. Namun, perlu dicatat bahwa ada tanda peningkatan di dalam kadar serum S100B untuk kasus pencekikan dan gantung diri tanpa cedera kepala, yang tidak terbukti pada kasus aspirasi dan tenggelam. Penemuan ini menunjukkan bahwa kerusakan jaringan otak berat untuk kasus- kasus kompresi leher yang fatal karena cedera vaskuler kongestif dan/atau hipoksia/iskemia otak lanjut juga dapat menyebabkan peningkatan serum S100B. Di samping itu, peningkatan kadar dalam darah vena iliaka eksternal untuk kasus-kasus ini menunjukkan keterlibatan dari kerusakan jaringan sistemik akibat hipoksia lanjut. Persamaan mekanisme patofisiologi yang melibatkan hipoksia lanjut dapat menyebabkan peningkatan dalam kadar serum S100B untuk kasus-kasus kekerasan benda tumpul atau tajam tanpa cedera kepala dan juga untuk kematian lain saat mati yang lama. Walaupun hubungan antara kadar serum S100B dan distribusi S100B di dalam jaringan otak tidak dapat diidentifikasi di dalam penelitian ini, pengamatan di atas menunjukkan bahwa peningkatan serum S100B dapat disebabkan terutama oleh kerusakan otak yang besar (kerusakan astrosit) sebagai hasil dari cedera kepala dan hipoksia/iskemia lanjut yang diikuti oleh kongesti serebrovaskuler, dan sebagian oleh kerusakan jaringan hipoksia/iskemia sistemik, tergantung pada waktu bertahan hidup. Kadar serum S100B di dalam kematian bukan cedera kepala akut mungkin berguna terutama untuk pemeriksaan kerusakan otak dalam proses kematian pada autopsi medikolegal, karena bukti morfologi biasanya sangat sedikit pada kasus tersebut. Dengan demikian, penanda ini mungkin juga berguna untuk memeriksa kerusakan otak pada kematian akut karena keracunan yang berat dan penyakit. Peningkatan kadar serum S100B dalam kasus ini mengindikasikan adanya kebocoran dari kerusakan jaringan otak, sumber utama bisa dari serebrum sebagai indikasi dalam penelitian klinis . Namun, fungsi intra- dan ekstraseluler S100B belum sepenuhnya dijelaskan. Untuk menghubungkan kadar serum S100B postmortem dengan kerusakan jaringan otak, perlu adanya penelitian lebih lanjut yang melibatkan imunohistokimia otak. Dalam penelitian klinis, peningkatan serum S100B yang ringan sampai sedang (< 15 ng/ml) diamati sesuai kerusakan otak, stroke iskemik serebral, perdarahan serebral, SAH dan henti jantung . Kadar yang lebih tinggi sekitar 25 ng/ml dilaporkan pada pasien yang mati-otak akibat luka trauma. Kematian dari cedera otak dan perdarahan serebral pada penelitian ini menunjukkan kadar serum S100B yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien klinis yang masih hidup, menunjukkan kerusakan otak berat yang lebih lanjut pada kasus berat. Namun, penemuan pada kematian akibat cedera kepala yang lebih lambat dapat dibandingkan dengan kasus kematian otak klinis. SAH juga menunjukkan kadar serum S100B yang sama untuk kasus klinis dan autopsi. Hal ini menunjukkan kerusakan otak yang lebih ringan pada kematian akut akibat SAH, sebagai periode bertahan hidup yang lebih singkat yang sebagian menambah penjelasan di atas. Penelitian ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan pada kadar serum S100B postmortem yang tergantung pada penyebab kematian, secara bebas terhadap waktu postmortem kurang lebih 48 jam. Walaupun pengaruh agonal dan postmortem pada penanda biokimia tidak dapat dihindari pada kasus autopsi, hal tersebut juga termasuk temuan morfologi. Ini merupakan tugas yang penting dan keperluan sosial bagi ahli forensik atau ahli patologi medikolegal untuk berkontribusi pada penyelidikan postmortem dari kematian seperti persiapan. Pertimbangan pada perubahan postmortem, penemuan biokimia berdasarkan data statistik akan berguna tidak hanya untuk membantu menetukan penyebab kematian khusunya kasus yang komplit atau atipikal tetapi juga menyediakan bukti pada kasus individu untuk ditunjukkan di lapangan. Kesimpulan, penelitian ini menunjukkan bahwa S100B dapat digunakan sebagai penanda serum untuk mengetahui kadar keparahan kerusakan otak karena cedera, hipoksia atau iskemia serebral dan hipoksia sistemik yang berat sebagai akibat yang fatal dari trauma dan penyakit berdasarkan penyelidikan secara patologikal dan toksikologikal.