You are on page 1of 23

1

LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. A
No. Rekam Medik : 63-61-03
Usia : 47tahun
Tgl. MRS :7 November 2013

II. Anamnesis
Keluhan utama: nyeri dada
Dialami sejak 3 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Dirasakan muncul
pada saat sedang beristirahat. Lokasi nyeri pada sebelah kiri dada, seperti rasa
terbakar dan terasa tembus hingga ke punggung. Nyeri dada dirasakan lebih dari
30 menit dan tidak hilang dengan istirahat. Selama serangan pasien mengeluh
sesak nafas, berkeringat dan lemah. Pasien dapat tidur dengan 1 bantal dan tidak
pernah terbangun dari tidur akibat sesak. Tidak ada riwayat sesak pada saat
berkegiatan.
Demam (-), riwayat pingsan (-)
Nyeri ulu hati (-), mual (-), muntah (-), nafsu makan menurun (+)
Buang air besar biasa, buang air kecil lancar.
Riwayat penyakit sebelumnya:
Riwayat hipertensi sejak 3 tahun yang lalu, berobat tidak teratur
Riwayat Osteoarthritis (+) 2 tahun lalu
Riwayat diabetes mellitus(-)
Merokok (+) 2 bungkus sejak 1 tahun yang lalu
2

Riwayat mengkonsumsi minuman beralkohol disangkal
Tidak ada riwayat penyakit jantung sebelumnya
Tidak ada riwayat keluarga dengan penyakit jantung
Tidak ada riwayat asma
Tidak ada riwayat gastritis

Faktor resiko:
Faktor yang dapat modifikasi:
Riwayat hipertensi
Riwayat merokok (2 bungkus perhari sudah 1 tahun)
Faktor yang tidak dapat dimodifikasi:
Jenis kelamin : Laki-laki

III. Pemeriksaan Fisis
Kesan umum: Tampak sakit sedang/gizi cukup/sadar
Tanda vital:
Tekanan darah : 170/90 mmHg
Nadi : 70x/menit
Pernapasan : 18 x/menit
Suhu : 36,5C


3

3.Status lokalis
a. Pemeriksaan kepala
Mata : anemis -/-, ikterus -/-
Bibir : sianosis -/-
b. Pemeriksaan leher
Limfadenopati : -
DVS : R + 0 cmH
2
O
c. Pemeriksaan dada
Inspeksi : Normochest,pergerakan gerak napas
simetris.
Palpasi : Massa tumor (-)
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Bunyi utama :
Bronkovesikuler
Bunyi tambahan :
Wheezing (-/-), Rhonki




d. Pemeriksaan jantung
Inspeksi : Ictus cordis tdak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi :
Batas jantung kanan : Linea parasternalis dekstra
Batas jantung kiri : Linea midklavikularis sinistra
4

Auskultasi : BJ I/II,regular
Bising (-)
e. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : Datar, ikut gerak napas
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
Perkusi : Timpani (+) Asciters (-)
Palpasi : Hepar : tidak teraba
Limpa : tidak teraba
Massa tumor (-)
f. Pemeriksaan ekstremitas
Inspeksi : Edema pretibial (-/-)
Palpasi : Akral hangat

IV. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Hasil Nilai Normal
HGB 16 g/dL 14 - 18 g/dL
WBC 17,72.10
3
/mm
3
(4 - 10).10
3
/mm
3

PLT 375.10
3
/mm
3
(150 - 500).10
3
/mm
3

CK 91 U/L < 190 U/L
Troponin T <0.02 -
5

Ureum 30 mg/dL 10 - 50 mg/dL
Kreatinin 0,9 mg/dL < 1,3 mg/dL
SGOT 24 U/L < 38 U/L
SGPT 23U/L < 41 U/L
GDS 388 mg/dL 140 mg/dL
Cholesterol Total 235 mg/dl 200mg/dl
HDL 34 mg/dl > 55 mg/dl
LDL 130 mg/dl <130 mg/dl
Triglyceride 279 mg/dl 200 mg/dl


Elektrokardiografi





6

Interpretasi
Rhythm : Sinus
Heart rate : 56 bpm
Regularity : reguler
Axis : Normoaxis, 20
o

QRS duration : 0.92 s
PR interval : 0.12s
P wave : 1.08s
ST Segment : T inverted at lead II,III, AVF
Conclusion : Possible Inferior myocardial infarction, probably old
summary

Ekokardiografi

7

Kesimpulan:
Disfungsi sistolik dan diastolik LV, EF 67 %
LVH(-)
Hipokinetik basal inferior + inferoseptal
V. Diagnosis
STEMI Anteroseptal onset >24 jam killip 1
VI. Penatalaksanaan
Tirah baring
O
2
2-4 lpm ( via nasal canule )
IVFD NaCl 0,9 500cc/24 jam
Diet Jantung
Rencana Primary PCI
Anti Agregasi Platelet
ASA (Aspilet) 320 mg (4 tab) loading dose
Clopidogrel (Plavix) 600 mg (8 tab) loading dose
Nitrat
ISDN (Cedocard ) 2 mg/hour/SP 10 cc/hour
Anti Hipertensi
ACE-I (Captopril)12,5 mg 1-1-1
Anti Kolesterol
HMG-Co A reductase inhibitor (Simvastatin) 20 mg 0-0-1

8

Anti Anxietas
Benzodiazepin (Alprazolam) 0,5 mg 0-0-1
Laksatif
Laxadin syrup 0-0-2 cth


















9

PEMBAHASAN

PENDAHULUAN
Infark miokard akut (IMA) adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke
otot jantung terganggu sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan sehingga berakibat adanya gangguan
pada organ-organ tubuh. Hal ini bisa disebabkan trombus arteri koroner oleh
ruptur plak yang dipermudah terjadinya oleh faktor-faktor seperti
hipertensi,merokok dan hiperkolesterolemia. IMA dengan elevasi ST (STEMI)
merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut yang terdiri dari angina
pektoris tak stabil, AMI tanpa elevasi ST dan AMI dengan elevasi ST. STEMI
terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskular,
di mana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi dan
akumulasi lipid. Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal
pasien AMI.(Kosowsky, 2009).
Ada dua tipe dasar infark miokard akut:
Transmural: terkait dengan aterosklerosis arteri koroner utama yang
melibatkan. Hal pada anterior, posterior, inferior, lateral atau septum. Infark
transmural memperpanjang melalui seluruh ketebalan otot jantung dan biasanya
merupakan akibat dari kurang suplai darah di daerah itu.
Subendocardial: melibatkan area kecil di dinding subendocardial dari ventrikel
kiri, septum ventrikel, atau otot papiler. Infark Subendocardial dianggap akibat
dari suplai darah menurun secara lokal, mungkin dari penyempitan arteri
koroner. Daerah subendocardial adalah terjauh dari suplai darah jantung dan lebih
rentan terhadap jenis patologi. (Reznik, 2010)



10

II. ETIOLOGI
Infark miokard terjadi oleh penyebab yang heterogen, antara lain:
Infark miokard tipe 1 Infark miokard secara spontan terjadi karena ruptur plak,
fisura, atau diseksi plak aterosklerosis.Selain itu, peningkatan kebutuhan dan
ketersediaan oksigen dan nutrien yang inadekuat memicu munculnya infark
miokard.Hal-hal tersebut merupakan akibat dari anemia, aritmia dan hiper atau
hipotensi.
Infark miokard tipe 2 Infark miokard jenis ini disebabkan oleh vaskonstriksi dan
spasme arteri menurunkan aliran darah miokard.
Infark miokard tipe 3 Pada keadaan ini, peningkatan pertanda biokimiawi tidak
ditemukan. Hal ini disebabkan sampel darah penderita tidak didapatkan atau
penderita meninggal sebelum kadar pertanda biokimiawi sempat meningkat.
Infark miokard tipe 4a Peningkatan kadar pertanda biokimiawi infark miokard
(contohnya troponin) 3 kali lebih besar dari nilai normal akibat pemasangan
percutaneous coronary intervention (PCI) yang memicu terjadinya infark miokard.
Infark miokard tipe 4b Infark miokard yang muncul akibat pemasangan stent
trombosis.
Infark miokard tipe 5 Peningkatan kadar troponin 5 kali lebih besar dari nilai
normal. Kejadian infark miokard jenis ini berhubungan dengan operasi bypass
koroner(Thygesen, 2007).

Abnormalitas kadar lipid serum yang merupakan faktor resiko adalah
hiperlipidemia. Hiperlipidemia adalah peningkatan kadar kolesterol atau
trigliserida serum di atas batas normal. The National Cholesterol Education
Program (NCEP) menemukan kolesterol LDL sebagai faktor penyebab penyakit
jantung koroner.The Coronary Primary Prevention Trial (CPPT) memperlihatkan
bahwa penurunan kadar kolesterol juga menurunkan mortalitas akibat infark
miokard. (Brown, 2006)
11

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140
mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg.Peningkatan tekanan darah
sistemik meningkatkan resistensi vaskuler terhadap pemompaan darah dari
ventrikel kiri.Akibatnya kerja jantung bertambah, sehingga ventrikel kiri
hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan pompa. Bila proses aterosklerosis terjadi,
maka penyediaan oksigen untuk miokard berkurang. Tingginya kebutuhan
oksigen karena hipertrofi jaringan tidak sesuai dengan rendahnya kadar oksigen
yang tersedia. (Brown, 2006).
Merokok meningkatkan resiko terkena penyakit jantung kororner sebesar
50%.Seorang perokok pasif mempunyai resiko terkena infark miokard. Di Inggris,
sekitar 300.000 kematian karena penyakit kardiovaskuler berhubungan dengan
rokok. (Ramrakha, 2006).
Obesitas meningkatkan resiko terkena penyakit jantung koroner.Sekitar
25-49% penyakit jantung koroner di negara berkembang berhubungan dengan
peningkatan indeks masa tubuh (IMT).Overweight didefinisikan sebagai IMT >
25-30 kg/m2 dan obesitas dengan IMT > 30 kg/m2.Obesitas sentral adalah
obesitas dengan kelebihan lemak berada di abdomen. Biasanya keadaan ini juga
berhubungan dengan kelainan metabolik seperti peninggian kadar trigliserida,
penurunan HDL, peningkatan tekanan darah, inflamasi sistemik, resistensi insulin
dan diabetes melitus tipe II. (Ramrakha, 2006).
PATOFISOLOGI
Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika
aliran darah coroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak
aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. STEMI terjadi jika thrombus arteri
coroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini
dicetuskan oleh factor-faktor seperti merokok,hipertensi,dan akumulasi lipid.
Penelitian histologi menunjukan plak koronre cenderung mengalami
rupture jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid. Pada STEMI
gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red thrombus, yang dipercaya
menjadi dasar sehingga STEMI memberikan respon terhadap terapi trombolitik.
12

Pada lokasi rupture plak berbagai agonis (kolagen , ADP,
epinefrin,serotonin) memicu aktivitas trombosit dan selanjutnya memproduksi dan
melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten).
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel
yang rusak. Factor VII dan X diaktivasi,mengakibatkan konversi prothrombin
menjadi thrombin, yang kemudian menkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri
coroner kemudian akan mengalami oklusi oleh thrombus yang terdiri agregat
trombosit dan fibrin.
DIAGNOSIS
Diagnosis kerja yang ditegakkan dari kasus adalah STEMI (ST Elevation
Myocardial I nfarction). Dengan dasar anamnesis nyeri dada yang khas dan
gambaran EKG yang menunjukkan adanya Elevasi ST 2mm, minimal pada 2
sadapan prekordial yang berdampingan atau 1mm pada 2 sadapan ekstremitas.
Jika dilakukan pemeriksaan enzim jantung dan hasil troponin T yang meningkat,
maka semakin memperkuat diagnosis, namun keputusan untuk memberikan terapi
revaskularisasi tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan enzim, mengingat dalam
tatalaksana Infark Miokard Akut (IMA), prinsip utama pelaksanaan adalah time is
muscle dengan mengejar waktu agar prognosa lebih baik jika diberi terapi
trombolitik pada jangka waktu yang sesuai selepas serangan jantung.
Anamnesis
Nyeri dada :
Sifat nyeri dada (angina) merupakan gejala cardinal pasien MI :
Lokasi : substernal,retrosternal,dan perikordial
Sifat nyeri : rasa sakit ditekan,terbakar,ditindih benda berat,
ditusuk,diperas,dipelintir.
Penjalaran : lengan kiri,leher, punggung, interskapula,perut
Nyeri tidak membaik/menghilang sepenuhnya dengan istirahat/ nitrat
13

Factor pencetus: latihan fisik,stres emosi,udara dingin,dan sesudah makan.
Gejala yang menyertai: mual,muntah,sulit bernafas, keringat dingin,cemas,lemas.
Sesak napas (Dispneu) adalah pernapasan yang disadari dan abnormal dengan ciri
napas tidak menyenangkan, sukar bernapas. Sesak napas ini merupakan keluhan
dari:
Penyakit jantung : koroner, valvular, dan miokardial
Penyakit paru : limitasi aliran udara masuk ke paru (gangguan ventilasi) dan
keadaan hipoksia pada keadaan restriktif, terjadi stimulasi napas karna hipoksia.
Penyakit deformitas dinding toraks
Sakit otot pernapasan
Obesitas
Anemia, dll.
Riwayat sesak napas sangat penting untuk memperkirakan penyebab yang
mendasari.Kemungkinan penyebabnya adalah emboli paru, pneumotoraks, udema
pulmonal akut, pneumonia, atau obstruksi jalan napas.Sesak napas yang hilang
dengan pemakaian bronkodilator dan kortikosteroid diperkirakan akibat asma.
Namun sesak napas yang hilang dengan istirahat, obat diuretik, dan digitalis
diperkirakan akibatgagal jantung kiri. Gradasi sesak napas akibat gagal jantung
kiri dimana ventrikel kiri dan atau atrium kiri tinggi adalah :
- Dyspnea on Effort (DOE)
- Orthopnea
- Paroxysmal Nocturnal Dyspnea
- Dyspnea at rest
Perbedaan prinsip DOE pada individu normal dengan penderita gagal jantung kiri
adalah derajat aktivitas yang menyebabkan keluhan.Pada individu normal beban
latihan berat menyebabkan dispneu.Pada gagal jantung kiri yang makin berat,
14

intensitas latihan yang menyebabkan dispneu yang tidak terjadi sebelumnya. DOE
pada gagal jantung kiri merupakan akibat dari desaturasi arteri, hipertensi vena
pulmonalis, dan stiff lung.
Pemeriksaan Fisis
Sebagian besar pasien cemas dan tidak bias istirahat,seringkali ekstremitas
pucat dan keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan
banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI.
EKG
Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan
nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI.Pemeriksaan ini harus dilakukan
segera dalam 10 menit sejak kedatangan di IGD.Pemeriksaan ini merupakan
landasan dalam menentukan keputusan terapi karena bukti kuat menunjukkan
gambaran elevasi segmen ST dapat mengidentifikasi pasien yang bermanfaat
untuk dilakukan terapi reperfusi.
Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST
mengalami evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis
Infark Miokard Gelombang Q. Sebagian kecil tetap menetap menjadi Infark
Miokard Non Gelombang Q. jika obstruksi trombus tidak total, obstruksi bersifat
sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi
segmen ST. pasien tersebut biasanya mengalami angina pektoris tidak stabil atau
non STEMI. Pada sebagian pasien tanpa elevasi ST berkembang tanpa
menunjukkan gelombang Q disebut infark non Q.





15

Lokasi infark miokard berdasarkan perubahan gambaran EKG
No Lokasi Gambaran EKG
1 Anterior
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-
V4/V5
2 Anteroseptal
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-
V3
3 Anterolateral
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-
V6 dan I dan aVL
4 Lateral
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V5-
V6 dan inversi gelombang T/elevasi ST/gelombang
Q di I dan aVL
5 Inferolateral
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III,
aVF, dan V5-V6 (kadang-kadang I dan aVL).
6 Inferior
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III,
dan aVF
7 Inferoseptal
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III,
aVF, V1-V3
8
True
posterior
Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen ST
depresi di V1-V3. Gelombang T tegak di V1-V2
9
RV
Infraction
Elevasi segmen ST di precordial lead (V3R-V4R).
Biasanya ditemukan konjungsi pada infark inferior.
Keadaan ini hanya tampak dalam beberapa jam
pertama infark.


16

Biomarker kerusakan jantung
Pemeriksaan yang dianjurkan adalah Creatinine Kinase (CK) MB dan
Cardiac Spesific Troponin (cTn)T atau cTn I dan dilakukan secara serial. cTn
harus digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai
kerusakan otot miokard, karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan
CKMB. Pada pasien dengan Elevasi ST dan gejala AMI (Infark Miokard Akut),
terapi reperfusi diberikan segera mungkin dan tidak tergantung pada pemeriksaan
biomarker.
Peningkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas normal, menunjukkan ada
nekrosis jantung (miokard infark).
CKMB : meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak
dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung,
miokarditis, dan kardioversi elektrik juga dapat meningkatkan CKMB
PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan Infark Miokard Akut adalah
mengurangi/menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang merupakan
kandidat terapi reperfusi segera, triase pasien risiko rendah ke ruang yang terpat di
rumah sakit dan menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI.
Tatalaksana Umum
Oksigen
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri
<90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen
selama 6 jam pertama.
Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman pada dosis 0,4 mg dan
dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri
dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan
17

menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara
dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark atau pembuluh kolateral. Jika nyeri
dada terus berlangsung dapat diberikan NTG intravena.NTG intravena juga
diberikan untuk mengendalikan hipertensi atau edema paru.Tapi nitrat harus
dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistol <90mmHg atau pasien yang
dicurigai menderita infark ventrikel kanan (infark inferior pada EKG, JVP
meningkat, dan hipotensi).
Mengurangi/Menghilangkan Nyeri Dada
Hal ini sangat penting, karena nyeri dikaitkan dengan aktivasi simpatis yang
menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan beban jantung.
Aspirin
Merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan efektif pada
spektrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang
dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukkal
dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi. Selanjutnya aspirin dapat diberikan
oral dengan dosis 75-162 mg.
Beta-Bloker
Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian beta-bloker IV,
selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah metoprolol 5
mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung >60
menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg, interval PR <0,24 detik dan ronki tidak
lebih dari 10 cm dari diafragma. Limabelas menit setelah dosis IV terakhir
dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam,
dan dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam.
Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan
dalam tatalaksana nyeri dada STEMI. Diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat
diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Efek samping
18

adalah konstriksi vena dan arteriolar melalui penurunan simpatis, sehingga dapat
terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah jantung dan tekanan darah
arteri. Efek hemodinamik ini dapat diatasi dengan elevasi tungkai dan pada
kondisi tertentu diperlukan penambahan cairan IV dengan NaCl 0,9%. Morfin
juga dapat memberikan efek samping bradikardia, blok jantung derajat tiga,
terutama pada pasien dengan infark posterior. Namun hal ini dapat dicegah
dengan pemberian atropin 0,5 mg IV.
Terapi Reperfusi
Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan derajat
disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI
berkembang menjadi gagal jantung atau takiaritmia ventrikular maligna. Sasaran
terapi reperfusi pada pasien STEMI adlah door-to-needle (atau medical contact-
to-needle) time untuk memulai terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam 30 menit
atau door-to-balloon (atau medical contact-to-balloon) time untuk PCI dapat
dicapai dalam 90 menit.
Tapi ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam memilih terapi reperfusi
ini, yaitu waktu onset gejala (terapi fibrinolisis sebaiknya diberikan 2 jam
pertama, sedangkan PCI boleh setelah 2 jam), risiko mortalitas pasien STEMI,
risiko perdarahan, waktu & fasilitas di RS
Terapi Fibrinolitik
Pengobatan lebih awal fibrinolisis (door-drug < 30 menit) dapat membatasi
luasnya infark, fungsi ventrikel normal, dan mengurangi angka kematian. Ada
beberapa jenis obat fibrinolitik, misalnya Streptokinase (SK), Tissue Plasminogen
Activator (tPA), Reteplase (Retavase), dan Tenekteplase (TNKase). Di Indonesia
umumnya tersedia Streptokinase, dengan dosis pemberian sebesar 1,5 juta U,
dilarutkan dalam 100 cc NaCl 0,9% diberikan secara infus selama 1 jam.
Percutaneous Coronary Intervention (PCI)
Intervensi koroner perkutan, biasanya angioplasti dan/atau stenting tanpa
didahului fibrinolisis disebut PCI primer. PCI ini efektif dalam mengembalikan
19

perfusi pada STEMI jika dilakukan dalam beberapa jam pertama Infark Miokard
Akut. PCI primer lebih efektif dari fibrinolisis dalam membuka arteri koroner
yang tersumbat dan dikaitkan dengan outcome klinis jangka pendek dan jangka
panjang yang lebih baik. Dibandingkan trombolisis, PCI primer lebih dipilih jika
terdapat syok kardiogenik (terutama pasien <75 tahun), risiko perdarahan
meningkat, atau gejala sudah ada sekurang-kurangnya 2 atau 3 jam jika bekuan
darah lebih matur dan kurang mudah hancur dengan obat fibrinolisis. Namun
demikin PCI lebih mahal dalam hal personil dan fasilitas, dan aplikasinya terbatas
berdasarkan tersedianya sarana. Hanya ada di beberapa RS






Terapi Fibrinolisis Terapi Invasif (PCI)
Onset < 3 jam Onset > 3 jam
Tidak tersedia pilihan invasif terapi
Kontak doctor-baloon atau door-
baloon> 90 menit
(door-baloon) minus (door-needle)
lebih dari 1 jam.
Tidak terdapat kontraindikasi
fibrinolisis

Tersedia ahli PCI
Kontak doctor-baloon atau door balloon <
90 menit
Doorbaloon) minus (door-needle) < 1 jam
Kontraindikasi fibrinolisis, termasuk resiko
perdarahan dan perdarahan intraserebral.
STEMI resiko tinggi (CHF, Killip 3)
Diagnosis STEMI diragukan.
20

KOMPLIKASI
Aritmia
Beberapa bentuk aritmia mungkin timbul pada AMI.Hal ini disebabkan
perubahan-perubahan listrik jantung sebagai akibat iskemia pada tempat infark
atau pada daerah perbatasan yang mengelilingi, kerusakan sistem konduksi, lemah
jantung kongestif atau keseimbangan elektrolit yang terganggu.
Aritmia ventrikel : ekstra sistol ventrikel (VES) sering terjadi pada AMI.
Takikardia ventrikel (VT) atau fibrilasi ventrikel (VF) penyebab utama kematian
mendadak sebelum mencapai coronary care unit.VES dapat merupakan pencetus
timbulnya VT atau VF.
VES yang merupakan peringatan akan terjadinya VT atau VF adalah :
Fenomena R on T : interval yang pendek antara komplek sinus dengan VES
VES yang sering > 4/menit
Repetitif VES : couple, triple, quatriple
Bentuk multiple dari VES pada 1 sadapan
VT atau VF tanpa ada VES sebelumnya dapat pula terjadi. Aritmia atrial : atrial
takikardia, atrial fibrilasi, atrial flutter jarang terjadi, tetapi bila ada menyebabkan
gangguan/kemudian hemodinamik. Bradiaritmia akibat kerusakan nodus SA atau
AV sering terjadi pada IMA di dinding inferior.
Gagal Jantung Kongestif
Gagal jantung kongestif merupakan kongesti sirkulasi akibat disfungsi
miokardium.Tempat kongesti bergantung ventrikel yang terlibat.Disfungsi
ventrikel kiri atau gagal jantung kiri menyebabkan kongesti pada vena
pulmonalis.Sedangkan disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan
menyebabkan kongesti vena sistemik.Kegagalan pada kedua ventrikel disebut
kegagalan biventrikular.Gagal jantung kiri merupakan komplikasi mekanis yang
paling seding terjadi setelah Infark Miokard.
21

Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik terjadi akibat disfungsi nyata ventrikel kiri sesudah mengalami
infark yang masif, biasanya mengenai lebih dari 40% ventrikel kiri.Selain
pengobatan awal dan keberhasilan revaskularisasi primer melalui PTCA di
beberapa RS, syok kardiogenik tetap merupakan penyebab kematian utama pada
pasien rawat inap yang menderita infark miokardium.Syok kardiogenik
merupakan lingkaran maut dengan perubahan hemodinamik progresif hebat yang
ireversibel, dimana terjadi penurunan perfusi perifer, penurunan perfusi koroner,
dan peningkatan kongesti paru. Bila terjadi hipotensi, asidosis metabolik dan
hipoksemia selanjutnya akan semakin menekan fungsi miokardium. Insidensi
syok kardiogenik adalah 10-15% kasus sedangkan kematiannya mencapai 68%
jika tidak segera diobati.Terapinya menggunakan obat trombolitik, pompa balon
intra-aorta (IAPB) dan revaskularisasi awal dengan angioplasti atau cangkok
pintas arteria koronaria (CABG) dapat menurunkan mortalitas.
Emboli/Tromboemboli
Merupakan komplikasi klinis nyata pada infark miokardium akut dalam 10%
kasus (terutama dengan infark yang luas pada dinding anterior). EKG 2 dimensi
memperlihatkan sekitar sepertiga penderita infark anterior memiliki trombi dalam
ventrikel kiri, tetapi jarang terjadi pada penderita infark inferior dan
posterior.Tromboembolisme dianggap merupakan faktor penting yang berperan
dalam kematian sekitar 25% pasien infark yang meninggal setelah dirawat inap.
Emboli arteri berasal dari trombi mural dalam ventrikel kiri dan dapat
menyebabkan stroke bila terdapat dalam sirkulasi serebral.Sebagian besar emboli
paru terjadi di vena tungkai dan terbatasnya aliran darah ke jaringan menyebabkan
meningkatnya risiko.
Defek Septum Ventrikel (VSD)
Nekrosis septum interventrikular dapat menyebabkan ruptur dinding septum
sehingga terjadi defek septum ventrikel.Septum mendapatkan aliran darah ganda
(yaitu dari arteria yang berjalan turun pada permukaan anterior dan posterior
sulkus interventrikularis) sehingga ruptura septum menunjukkan adanya penyakit
22

arteria koronaria yang cukup berat, yang mengenai lebih dari satu arteri.Pada
hakekatnya, ruptur membentuk saluran keluar kedua dari ventrikel kiri.Pada tiap
kontraksi ventrikel maka aliran terpecah dua, yaitu melalui aorta dan defek
septum ventrikel.Tekanan jantung kiri jauh lebih besar dari jantung kanan
sehingga darah dipirau melalui defek dari kiri ke kanan (dari tekanan lebih besar
ke tekanan lebih rendah). Darah yang dipindahkan ke kanan jantung cukup besar
jumlahnya sehingga darah yang menuju sistemik (curah jantung) menjadi sangat
berkurang, disertai dengan peningkatan kerja ventrikel kanan dan kongesti paru-
paru
PROGNOSIS
Terdapat beberapa sistem untuk menentukan prognosis pasca IMA :
Klasifikasi Killip, berdasarkan pemeriksaan fisik bedside sederhana ; S3 gallop,
kongesti paru dan syok kardiogenik
Klasifikasi Forrester, berdasarkan monitoring hemodinamik indeks jantung dan
pulmonary capillary wedge pressure (PCWP)
TIMI risk score, adalah sistem prognostik paling akhir yang menggabungkan
anamnesis sederhana dan pemeriksaan fisik yang dinilai pada pasien STEMI yang
mendapat terapi trombolitik.
Tabel 1.Klasifikasi Killip pada Infark Miokard Akut
Kelas Defenisi Mortalitas %
I Tak ada tanda gagal jantung kongestif 6
II + S3 dan atau ronki basah 17
III Edema paru 30-40
IV Syok kardiogenik 60-80


23

Tabel 2.Klasifikasi Forrester untuk Infark Miokard Akut
Kelas
Indeks kardiak
(L/min/m
2
)
PCWP (mmHg) Mortalitas %
I >2,2 <18 3
II >2,2 >18 9
III <2,2 <18 23
IV <2,2 >18 51

You might also like