You are on page 1of 4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penduduk yang banyak merupakan asset bagi suatu negara apabila didukung
dengan kulaitas yang memadai. Di Indonesia sendiri, jumlah penduduk saat ini
mencapai 237,6 juta, (SP-2010) namun dari segi kulaitas berdasarkan penilaian Indeks
Prestasi Manusia, Indonesia menempati rangking ke 124 dari 187 negara. Kesulitan
untuk meningkatkan kualitas penduduk Indonesia dikarenakan komposisi penduduk
yang mengalami triple burden, yang ditandai dengan besarnya usia balitadan anak,
remaja, dan lansia bila dibandingkan dengan penduduk usia produktif. Berdasarkan
sensus penduduk Indonesia tahun 2010, jumlah balita dan anak (0-9 tahun) sebanyak
45,9 juta, remaja (10-24 tahun) sebanyak 64 juta jiwa, serta lansia (60 tahun keatas)
sebanyak 23,9 juta. Hal ini mengakibatkan tingginya angka dependency ratio yaitu
sekitar 51,31 yang berarti didalam 100 orang usia produktif menanggung 51 orang
yang tidak produktif (sensus penduduk 2010).
Dengan komposisi penduduk diatas, merupakan keharusan bagi pemerintah
Indonesia untuk melakukan peningkatan kualitas manusia Indonesia guna kepentingan
pembangunan berkelanjutan. Berdasarkan amanat ICPD bahwa dalam pelaksanaan
pembangunan berkelanjutan harus berwawasan kependudukan dan keluarga.
Demikian juga dalam Hanoi statement dinyatakan bahwa perlu dilaksanakan
pembangunan pro-keluarga untuk mempersiapkan SDM berdasarkan siklus hidup.
Berkaitan dengan pembangunan pro-keluarga ini, pemerintah telah melakukan
berbagai diantaranya melalui pembangunan keluarga dengan diundangkannya
undang-undang nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga. Dalam rangka pembangunan keluaga berdasarkan siklus
hidup, pelaksanaan pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga melalui
peningkatan kualitas anak dengan pemberian akses informasi, pendidikan,
penyuluhan, dan pelayanan tentang perawatan, pengasuh perkembangan dan
perkembangan anak; peningkatan kualitas remaja dengan pemberian akses informasi,
pendidikan, konseling dan pelayanan tentang kehidupan berkeluarga, peningkatan
kualitas lansia agar tetap produktif dan berguna bagi keluarga dan masyarakat dengan
pemberian kesempatan untuk berperan dalam kehidupan keluarga, serta peningkatan
akses dan peluang terhadap penerimaan informasi dan sumber daya ekonomi melalui
usaha mikro keluarg, mutlak perlu diberhasilkan.
KEBIJAKAN DAN STRATEGI AKSELERASI
BIDANG ADVOKASI, PENGGERAKAN DAN INFORMASI

A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga didasari oleh pemikiran bahwa
penduduk sebagai modal dasar pembangunan harus menjadi titik sentral dalam
pembangunan berkelanjutan, jumlah penduduk yang besar dengan pertumbuhan
yang cepat dikhawatirkan akan memperlambat tercapainya kondisi ideal antara
kuantitas dan kualitas penduduk dengan daya dukung dan daya tampung
lingkungan. Salah satu upaya yang dilakukan dan menjadi tanggungjawab
BKKBN adalah pengandalian penduduk dan pembangunan keluarga (pasal 54).
Upaya pengendalian dilakukan salah satunya terhadap kuantitas penduduk melalui
penyelenggaraan keluarga berencana (pasal 56).
Salah satu fungsi BKKBN dalam melakukan upaya pengendalian kuantitas
dan menyelenggarakan keluarga berencana adalah melaksanakan advokasi dan
koordinasi serta menyelenggarakam komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE)
dibidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana (Perka
BKKBN No. 72/2011 Pasal 3). Kegiatan KIE program program kependudukan
dan KB (KKB) dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan keluarga, PUS, WUS,
dan remaja tentang program KKB sehingga memiliki sikap positif (menerima
program KKB). Pengetahuan dan sikap merupakan faktor predisposisi atau factor
anteseden yang menjadi dasar bagi seseorang dalam berprilaku. Wujud dari
prilaku ber-KB dapat berupa penggunaan kontrasepsi (bagi PUS dan WUS) dan
penundaan perkawinan (bagi remaja). Untuk menciptakan lingkungan yang
mendukung prilaku sasaran KIE (PUS, WUS, remaja, dan keluarga) diperlukan
kegiatan advokasi. Kegiatan advokasi dilakukan untuk menciptakan dukungan,
membangun consensus, dan mendorong iklim yang kondusif dan mendukung
terhadap perubahan prilaku yang diharapkan dari sasaran KIE. Selain itu, dalam
melakukan upaya tersebut BKKBN menjalin koordinasi dan menjalin kerjasama
dengan statkeholder dan mitra kerja.
Fungsi BKKBN yang berkaitan dengan advokasi, penggerakan, dan informasi
dilaksanakan oleh Deputi Bidang Advokasi, Penggerakan dan Informasi (ADPIN)
melalui lima direktorat, yaitu: Direktorat Advokasi dan Komunikasi, Informasi
dan Edukasi; Direktorat Bina Hubungan Antarlembaga; Direktorat Bina Lini
Lapangan; Direktorat Pelaporan dan Statistik; dan Direktorat Teknologi Infomasi
dan Dokumentasi.

You might also like