Analisa gas darah berguna untuk menilai fungsi paru-paru dan ginjal dalam mempertahankan keseimbangan asam basa darah. Tes ini mengukur kadar oksigen, karbondioksida, bikarbonat, dan pH darah. Hasilnya dapat menunjukkan gangguan pernapasan atau ginjal seperti asidosis atau alkalosis metabolik. Pengambilan sampel darah arteri dilakukan dengan hati-hati agar tidak menimbulkan komplikasi, kemudian
Analisa gas darah berguna untuk menilai fungsi paru-paru dan ginjal dalam mempertahankan keseimbangan asam basa darah. Tes ini mengukur kadar oksigen, karbondioksida, bikarbonat, dan pH darah. Hasilnya dapat menunjukkan gangguan pernapasan atau ginjal seperti asidosis atau alkalosis metabolik. Pengambilan sampel darah arteri dilakukan dengan hati-hati agar tidak menimbulkan komplikasi, kemudian
Analisa gas darah berguna untuk menilai fungsi paru-paru dan ginjal dalam mempertahankan keseimbangan asam basa darah. Tes ini mengukur kadar oksigen, karbondioksida, bikarbonat, dan pH darah. Hasilnya dapat menunjukkan gangguan pernapasan atau ginjal seperti asidosis atau alkalosis metabolik. Pengambilan sampel darah arteri dilakukan dengan hati-hati agar tidak menimbulkan komplikasi, kemudian
Pembimbing : Dr. Heru S. ,SpA Definisi Analisa gas darah, disebut juga analisa gas darah arteri merupakan tes untuk mengukur kadar oksigen, karbondioksida , bicarbonate dan keasaman (pH) darah Tujuan mengevaluasi seberapa efektif paru-paru mengirimkan oksigen ke dalam darah dan seberapa efisien membuang gas karbondioksida. Pemeriksaan ini juga menunjukan seberapa baik ginjal dan paru-paru saling berinteraksi untuk mempertahankan pH darah normal (keseimbangan asam basa). Analisa gas darah pada umumnya dilakukan untuk menilai penyakit respiratory. Sebagai tambahan, komponen asam basa dari test menyediakan informasi tentang fungsi ginjal Prosedur Pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan analisa gas darah dapat dilakukan pada a. radialis, a. tibialis posterior, a. dorsalis pedis, dan lain-lain. Arteri femoralis atau brakialis sebaiknya tidak digunakan jika masih ada alternatif lain, karena tidak mempunyai sirkulasi kolateral yang cukup untuk mengatasi bila terjadi spasme atau trombosis. Sedangkan arteri temporalis atau axillaris sebaiknya tidak digunakan karena adanya risiko emboli otak. Pada neonatus, dimana sering ditemukan kesulitan untuk mendapatkan darah dari arteri, sampel darah kapiler dapat digunakan. Korelasi nilai sampel darah arteri dan kapiler bervariasi, baik untuk pH dan PCO2, tapi jelek untuk PaO2. Cara Pengambilan Siapkan semprit yang telah dibasahi antikoagulan heparin steril Tanda-tanda pembuluh darah arteri / nadi adalah terabanya denyutan yang tidak ditemukan pada vena Bila telah ditemukan arteri, lakukan tindakan asepsis dengan alcohol 70% Dengan 2 jari telunjuk dan jari tengah lakukan fiksasi arteri tersebut Kemudian lakukan tusukan / pungsi tegak lurus (karena letaknya dalam) sampai terkena arteri tersebut Bila arteri telah tercapai akan tampak darah yang akan mengalir sendiri oleh tekanan darah ke dalam semprit yang telah mengandung heparin. Cabut semprit dan segera ditutup dengan gabus sehingga tidak terkena udara. Goyangkan semprit sehingga darah tercampur rata dan tidak membeku Tekan pungsi dengan baik sampai tidak tampak darah mengalir. Hal ini tidak sama dengan vena karena dengan vena lebih mudah membeku daripada arteri Segera kirim ke laboratorium Perbedaan Darah Arteri & Vena lokasi tusukan lebih dalam teraba denyutan yang tidak ada pada vena warna darah lebih merah terang daripada vena darah akan mengalir sendiri ke dalam semprit Rujukan Normal AGD No. Komponen Nilai Rujukan 1. PH 7,35 7,45 2. PCO2 35 45 mmHg 3. PO2 75 100 mmHg 4. HCO3 22 26 mEq/L 5. Base Excess (BE) 2,3 mEq/L Klinis Manifestasi Klinis pH PCO2 HCO3 Asidosis metabolik Alkalosis metabolik Asidosis respiratorik Alkalosis respiratorik ASIDOSIS METABOLIK Etiologi Produksi ion hidrogen oleh sel secara berlebihan; hal ini dapat terjadi pada: Peningkatan metabolisme akibat demam, kejang, distress pernapasan Gangguan metabolisme normal yang menyebabkan peningkatan asam organik, misalnya pada: Hipoksia jaringan akibat hipoperfusi, misalnya pada dehidrasi yang menyebabkan metabolisme anaerob dengan hasil asam laktat dan asam piruvat Ketosis akibat kelaparan, diabetes mellitus, keracunan salisilat Keracunan metil alkohol Ketonemia rantai cabang Asiduria metil malonik Hiperglisinemia Kehilangan bikarbonat secara berlebihan melaui air kemih atau tinja, misalnya ada diare, drainase ileostomi, ureterosigmoidostomi Pemberian asam, misalnya HCl, asam amino Kegagalan ginjal untuk mengekskresi kelebihan asam. Hal ini dapat disebabkan oleh menurunnya filtrasi glomerulus atau oleh disfungsi tubulus. Disfungsi tubulus ginjal dapat terjadi sebagai penyakit primer, atau sekunder terhadap renjatan, sindrom Fankoni, sistinosis, intoleransi fructose, dan hiperkalsemia Penambahan cairan ekstraselular secara mendadak dan berkurangnya konsentrasi bikarbonat sedangkan CO2 tetap dipertahankan
Gambaran Klinis biasanya didominasi oleh penyakit primernya dan ditambah oleh adanya pernapasan yang cepat dan dalam (pernapasan Kussmaul) sebagai upaya kompensasi, yang dapat disalahtafsirkan sebagai penyakit pernapasan. Untuk membedakan hal ini perlu dilakukan analisis gas darah arteri. Dapat pula terjadi anoreksia, nausea dan vomitus. Asidosis yang berat dapat menurunkan resistensi vascular sistemik dan fungsi ventrikel, sehingga mungkin terjadi hipotensi, edema paru, dan hipoksia jaringan. Bila asidosis makin berat, terjadi depresi susunan saraf pusar sehingga terjadi koma dengan atau tanpa kejang. Laboratorium penurunan pH, bikarbonat, dan pCO2 serum. Untuk setiap penurunan bikarbonat plasma sebanyak 1 mEq/L akan disertai penurunan pCO2 sebesar 1,0 1,5 mmHg. Bila korelasi tersebut tidak terjadi diduga terdapat gangguan campuran. Asidemia juga menyebabkan afinitas oksigen terhadap hemoglobin menurun, sehingga menambah hipoksia jaringan. Pengobatan Umum Pada dasarnya pengobatan asidosis metabolic adalah dengan memberikan terapi alkali. Pada keadaan asidosis laktat, keto asidosis diabetic, insufisiensi sirkulasi, dan hipoksia tidak dianjurkan pemberian natrium laktat karena tidak cukup dapat dimetabolisme; dalam hal ini sebaikany diberi natrium bikarbonat. Selain itu pengobatan suportif lainnya disesuaikan dengan etiologi penyakit primernya. Misalnya pada ketoasidosis diabetic diberi insulin dan glukosa, asidosis laktat karena hipoksia diatasi dengan memperbaiki jalan napas dan pemberian oksigen, diare diatasi dengan pemberian cairan oral dan parenteral yang mengandung bikarbonat, insufisiensi ginjal bila perlu dilakukan dialysis, renjatan diatasi dengan memperbaiki sirkulasi. Pengobatan Khusus diberikan cairan yang mengandung bikarbonat. Bila asidosis metabolic berat dengan pH < 7,10 segera diberikan bikarbonat 2- 4 mEq/kgBB; cairan ini dapat dibuat dari larutan bikarbonat 7,5% steril yang dilarutkan dalam cairan infuse bila mungkin lakukan pemeriksaan anlisis gas darah untuk segera mengetahui deficit basa yang dapat dikoreksi dengan rumus berikut : bikarbonat yang diperlukan (mEq) = BE x BB x 0,3 Keterangan: BE = Base Excess (kelebihan basa) yang merupakan perbedaan antara konsentrasi natrium bikarbonat yang dikehendaki dan yang terukur saat itu dalam mEq/L. BE yang negative berarti deficit basa. BB = berat badan dalam kg. 0,3 = factor distribusi natrium bikarbonat dalam tubuh. bila asidosis metabolic masih dalam kompensasi (pH normal) koreksi cukup diberikan dengan cara separuh cairan diberikan secara cepat dan sisanya dengan infuse. Tetapi dalam keadaan tidak terkompensasi (pH ,7,10 ) harus diberikan penuh secara cepat. bila terdapat gangguan fungsi ginjal pemberian natrium bikarbonat harus hati- hati, karena natrium dapat meningkatkan volume cairan ekstraseluler. Biasanya bikarbonat darah cukup dinaikan sampai mencapai kadar 15mEq/l. pemberian bikarbonat yang berlebihan pada gangguan fungsi ginjal dapat menimbulkan gejalaa tetani. Pada keadaan hiperfosfatemia dengan asidosis, perlu diberikan makanan rendah fosfor bersama gel aluminium per oral. Tetapi bila penyebabnya gagal injal kronik, pemberian aluminium tidak dianjurkan. Sebaiknya diberikan kalsium karbonat untuk mengikat fosfor dalam usus.
ALKALOSIS METABOLIK Etiologi Hilangnya ion hidrogen, kloride, dan kalium dari lambung akibat muntah, misalnya pada stenosis pylorus atau drainase atau aspirasi cairan nasogastrik yang berlangsung lama Kehilangan kalium yang berlebihan melalui urin, misalnya akibat pemberian diuretic, atau dalam traktus gastrointestinalis Penambahan berlebihan bikarbonat ke dalam CES, yang disebabkan karena pemberian larutan parenteral berlebihan maupun pemberian susu secara berlebihan pada sindrom susu alkali Meningkatnya reabsorpsi bikarbonat oleh ginjal seperti pada deplesi kalium, sindrom Cushing, sindrom Bartter, dan hiperaldosteronisme primer Penyusutan volume CES, yang dapat meninggikan kadar bikarbonat dan meningkatkan pengambilan kembali bikarbonat oleh ginjal
Manifestasi Klinis Diagnosis alkalosis metabolic perlu dipertimbangkan bila terdapat riwayat penyakit yang sesuai. Tidak ada gejala alkalosis metabolic yang patognomonik. Alkalosis metabolic murni menurunkan konsentrasi kalsium ion, yang bila berat akan meningkatkan eksitebilitas neuromuscular dan menyebabkan spasme, tetani, dan kejang yang dapat disertai apne. Mekanisme pernapasan berupa hipoventilasi membawa akibat yang tidak menguntungkan, karena pada udara kamar akan terjadi hipoksemia yang sebanding dengan peningkatan PCO2. penurunan aktifitas pernapasan dapat merupakan predisposisi untuk terjadinya ateleteksis dan bahkan dapat menyebabkan gagal napas. Alkalemia meningkatkan afinitas hemoglobin terhadap oksigen, yang mengurangi jumlah oksigen yang dilepaskan ke jaringan yang dapat memperberat hipoksia jaringan yang sudah ada akibat hipoventilasi dengan atau tanpa atelektasis. Pada alkalosis metabolik dan alkalemia berat terjadi penurunan curah jantung, peningkatan resistensi perifer, dan dapat terjadi disritmia jantung yang refrakter, terutama bila terjadi pula kehilangan ion kalium atau magnesium pada pasien yang diberi digitalis.
Pengobatan Pengobatan alkalosis metabolic adalah dengan pemberian ammonium klorida dengan dosis dihitung menurut rumus: Amonium klorida yang diperlukan (mEq) = (Ki- Ku) x BB x fd Atau dapat juga dengan rumus: 0,3 x BB x BE Ki = konsentrasi bikarbonat natrikus yang diinginkan Ku = konsentrasi bikarbonat natrikus yang diukur BB = berat badan dalam kg Fd = factor distribusi dalam tubuh, untuk ammonium klorida adalah 0,2 0,3 Pemberian ammonium klorida hanya berguna menghilangkan gejala, tetapi tidak dapat mengkoreksi hipovolemia atau kekurangan kalium yang terjadi. Alkalosis metabolic yang disertai hipovolemia akan menunjukan respons yang baik bila diobati dengan cairan untuk menambah volume, disertai dengan pemberian kalium dan klorida bila terjadi deficit. Tindakan ini umumnya dilakukan pada keadaan muntah, pengisapan cairan lambung, diare congenital dengan banyak kehilangan klorida, defisiensi klorida dalam makanan, atau pada pemberian diuretic. Dalam pediatric penggunaan ammonium klorida jarang dilakukan, lebih sering digunakan larutan kalium klorida. Meskipun koreksi yang terjadi lebih lambah tetapi biasanya cukup adekuat. ASIDOSIS RESPIRATORIK Etiologi semua bayi pada saat lahir, yang dapat menetap bila bayi mengalami distress pelbagai penyakit paru yang berat, seperti penyakit membrane hialin, bronkopneumoni,edem paru, efusi pleura massif, pneumotorak,paralysis diafragma, ststus asmatikus, sistik fibrosis, bronkiolitis, croup penyakit neuromuscular seperti trauma batang otak, sindrom Guillan- Barre, overdosis obat sedative obstruksi jalan napas oleh benda asing, bronkospasme hebat, edem larings kelainan vascular seperti emboli paru massif asidosis respiratorik kronik dapat terjadi pada sindrom Pickwickian, poliomyelitis, obstruksi kronik jalan napas, kifoskoliosis, atau pemberian sedative jangka panjang.
Klinis Biasanya asidosis respiratorik akut disertai hipoksia, maka hipoksia sering mendominasi gejala klinis, bersama dengan tanda gawat napas lainnya. Hiperkapnia mengakibatkan terjadinya vasodilatasi dan meninggikan aliran darah serebral, sehingga mungkin menimbulkan gejala nyeri kepala dan peninggian tekanan intracranial. Hiperkapnia berat dapat menimbulkan depresi serebral, dalam keadaan ini akan terdapat penurunan pH, peninggian PCO2, dan peninggian sedang bikarbonat plasma. Asidosis respiratorik biasanya juga disertai asidosis metabolic ringan, karena hipoksia akan menyebabkan terjadinya penimbunan asam laktat dan asam organic lainnya dalam cairan ekstraselular. Koreksi cairan perlu disetai pemeriksaan pH dan analisis gas darah. Pengobatan yang tepat adalah memperbaiki ventilasi dengan respirator. Pengobatan dengan natrium bikarbonat kurang tepat, karena tindakan ini malahan akan menyebabkan hiperosmolalitas dan gagal jantung.