You are on page 1of 27

PENGARUH EKSTRAK TAUGE YANG DIGUNAKAN

TERHADAP KARAKTERISTIK NATA DE CARROT YANG DIHASILKAN





Oleh :
IDON CANDRA
06 117 038











PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2012



PENGARUH EKSTRAK TAUGE YANG DIGUNAKAN
TERHADAP KARAKTERISTIK NATA DE CARROT YANG DIHASILKAN


Oleh : Idon Candra
Pembimbing : 1). Ir. Rifma Eliyasmi MS dan 2). Ir. Sahadi Didi Ismanto M.Si

ABSTRAK

Penelitian tentang Pengaruh Ekstrak Tauge yang digunakan terhadap Karakteristik
Nata de Carrot yang dihasilkan telah dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil
Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Andalas pada bulan Agustus sampai
dengan bulan Desember 2011. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
pemberian ekstrak tauge yang berbeda terhadap karakteristik nata de carrot yang dihasilkan,
dan mengetahui penambahan ekstrak tauge terbaik dalam pembuatan nata de carrot.

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi wortel dan tauge.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan
dengan 6 kali ulangan. Data pengamatan dianalisis dengan uji F pada taraf nyata 5 % dan
apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji Duncans New
Multiple Range Test (DNMRT) pada taraf nyata 5 %. Perlakuan yang digunakan pada
penelitian ini adalah A (175 g), B (200 g), C (225 g), dan D (250 g). Pengamatan dilakukan
terhadap kadar air, ketebalan, berat, rendemen, dan organoleptik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan ekstrak tauge tidak berpengaruh
nyata terhadap kadar air dan uji organoleptik (rasa, tekstur, aroma, dan warna), namun
memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap ketebalan dan rendemen. Hasil penelitian
terbaik didapat pada perlakuan D, dengan konsentrasi ekstrak tauge 250 g dengan nilai
ketebalan 7,91 mm, berat 723,10 g, rendemen 72,31 %, kadar air 98,64 %, rasa 3,30 (agak
suka), tekstur 3,60 (agak suka), aroma 3,65 (agak suka), warna 3,75 (suka).

Kata Kunci : Ekstrak wortel, Ekstrak Tauge, Nata, Axetobacter Xylinum








I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Wortel merupakan salah satu jenis sayuran yang mudah rusak dan selama ini wortel
hanya dikonsumsi dalam bentuk segar berupa sayuran maupun olahan lain seperti minuman
berupa jus. Wortel biasanya dijual dalam bentuk segar, pada saat panen raya produksi
berlimpah, sehingga jika tidak ditangani dengan tepat maka masa simpannya menjadi singkat,
mutu akan rendah sehingga harga wortel menjadi turun. Jika wortel dapat diolah menjadi
berbagai jenis produk, maka hal ini dapat meningkatkan nilai ekonomis wortel dan sekaligus
memperpanjang masa simpan. Salah satunya dengan memanfaatkan wortel dalam pembuatan
nata.
Sumatera barat mempunyai tingkat produksi wortel yang cukup bagus. Produksi
wortel Sumatera Barat dari tahun 2006 sampai 2009 cenderung meningkat. Dari data yang
didapat produksi wortel dari tahun 2006 sampai 2009 yaitu 7.845 ton dengan luas lahan 439
ha (2006), 9.838 ton dengan luas lahan 632 ha (2007), 12.044 ton dengan luas lahan 739 ha
(2008) dan 13.141 ton dengan luas lahan 829 ha (2009). Daerah sentra produksi terdapat di
Bukit Tinggi, Solok, Tanah Datar, dan Agam (Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan BPS
Prov. Sumbar, 2010)
Syarat dari pembuatan nata adalah media mengandung karbohidrat (gula) yang cukup
tinggi, berdasarkan tabel komposisi pangan Indonesia tahun (2009), wortel memiliki
kandungan karbohidrat sebesar 7,90 sehingga wortel dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku
utama dalam pembuatan nata. Nata merupakan produk makanan yang berasal dari proses
fermentasi. Bakteri pembentuk nata adalah Acetobacter Xylinum yang termasuk genus
Acetobacter. Kata nata berasal dari spanyol, wujudnya berupa sel berwarna putih hingga


abu-abu muda, tembus pandang dan teksturnya kenyal seperti kolang kaling (daging buah
enau muda), (Saragih, 2004).
Nutrisi media fermentasi akan menentukan Acetobakter Xylinum dan kemampuannya
mengubah komponen dalam media menjadi nata, sehingga komposisi nutrisi dalam media
fermentasi juga akan berpengaruh terhadap karakteristik nata yang dihasilkan. Pemilihan
sumber nitrogen yang tepat merupakan faktor penting untuk pertumbuhan Acetobacter
Xylinum agar mendapatkan karakteristik nata yang maksimal sehingga dapat menjadi
pertimbangan dalam pembuatan nata dari wortel (Sulandra et al, 2000).
Dalam pembuatan nata dari wortel (nata de carrot) diperlukan sumber nitrogen yang
digunakan sebagai pertumbuhan Acetobacter Xylinum. Menurut sulandra et al (2000), sumber
nitrogen yang umum digunakan dalam proses fermentasi nata adalah, Urea, ZA, dan NPK,
namun sumber nitrogen ini merupakan produk sintetis yang dihindari penggunaannya pada
pertanian organik apalagi dalam pembuatan nata de carrot (tjong, 2004 cit Afridona 2006 ).
Oleh karena itu diperlukan sumber nitrogen alami dalam pembuatan nata de coco, salah
satunya adalah tauge.
Sesuai dengan penelitian Afridona (2006), yang menggunakan 5 jenis sumber
nitrogen, yaitu tauge (100 gr), air kaldu ikan (100 gr), kaldu blok megi (4 gr), vetsin
ajinomoto (4 gr) dan ampas tahu (100 gr). Penelitian ini membuktikan bahwa nata dengan
tauge sebagai sumber nitrogen memiliki ketebalan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
nata yang menggunakan sumber nitrogen lainnya. Selain itu, berdasarkan uji organoleptik
nilai tertinggi juga diperoleh pada tauge sebagai sumber N. Karena itu peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang tauge sebagai sumber nitrogen dalam pembuatan nata de carrot.
Berdasarkan penelitian pendahuluan yang telah dilakukan dengan tiga perlakuan yaitu
penambahan ekstrak tauge dari 175 gr, 200 gr, dan 225 gr, diperoleh hasil bahwa dengan
penambahan 175 gr, 200 gr tauge sudah membentuk nata, pada penambahan 225 gr tauge


memberikan hasil nata dengan tekstur dan penampakan yang cukup baik, oleh karena itu pada
penelitian selanjutnya diperlukan penambahan tauge dalam mencapai karakteristik nata yang
diharapkan. Pada penelitian selanjutnya, penulis akan melakukan penelitian dengan
penambahan ekstrak tauge dari 175 gr, 200 gr, 225 gr, dan 250 gr tauge.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis akan melakukan penelitian dengan judul
Pengaruh Ekstrak Tauge yang digunakan terhadap Karakteristik Nata de Carrot
yang dihasilkan
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh penambahan ekstrak tauge terhadap karakteristik nata de
carrot yang dihasilkan
2. Untuk mengetahui tingkat penerimaan produk nata de carrot yang dihasilkan terhadap
uji daya terima panelis
3. Untuk mengetahui jumlah penambahan ekstrak tauge yang tepat dalam pembuatan
nata de carrot.

1.3 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan
penggunaan tanaman wortel dan tauge sebagai bahan baku pangan lokal.
1.4 Hipotesa Penelitian
Hipotesa dari penelitian ini adalah
H0 : Penambahan ekstrak tauge tidak berpengaruh terhadap karakteristik nata de carrot yang
dihasilkan.
H1 : Penambahan ekstrak tauge berpengaruh terhadap karakteristik nata de carrot yang
dihasilkan.


III. BAHAN DAN METODA

3.1 Waktu Dan Tempat
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan bulan
Desember 2011, di Laboratorium Mikrobiologi, Kulitatif dan Kuantitatif Teknologi Hasil
Pertanian Universitas Andalas.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi wortel yang
merupakan hasil sortasi pasar dengan harga yang jauh lebih murah, biakan bakteri cair
Acetobacter Xylinum, gula, larutan cuka dan tauge. Alat-alat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pH meter, kompor, panci, saringan, gelas ukur, kertas koran, karet,
sendok, timbangan analitik, pisau stainless steel, tali plastik, jangka sorong, blender, nampan,
lampu bunsen dan termometer.
3.3 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan
acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 6 kali ulangan. Hasil pengamatan dari masing-
masing parameter dianalisa statistik dengan uji F, jika kesimpulan dari uji F berbeda nyata,
maka analisa statistik kemudian dilanjutkan dengan uji Duncans Multiple Range (DNMRT)
pada taraf nyata 5%.
Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Perlakuan A = Ekstrak wortel 1 liter + tauge 175 g
Perlakuan B = Ekstrak wortel 1 liter + tauge 200 g
Perlakuan C = Ekstrak wortel 1 liter + tauge 225 g
Perlakuan D = Ekstrak wortel 1 liter + tauge 250 g



Tabel 3. Formula Pembutan Nata de carrot

Bahan
Perlakuan
A B C D
Ekstrak Wortel (liter) 1 1 1 1
Gula (g) 100 100 100 100
Ekstrak Tauge (ml) 250 250 250 250
Starter (ml) 200 200 200 200
Asam cuka (ml) 2,5 2,5 2,5 2,5
Ektrak tauge yang digunakan berasal dari berat tauge yang berbeda, yaitu A (175 g),
B (200 g), C (225 g), D (250 g).

3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Pembuatan Starter
Pada proses pembuatan nata, dilakukan persiapan starter. Pembuatan starter bertujuan
untuk memperbanyak dan mengaktifkan Acetobacter Xylinum sebelum dipindahkan ke
medium fermentasi. Ada beberapa tahap pembuata starter yaitu
a. Pembuatan ekstrak wortel
Umbi wortel yang sudah, melewati sortasi pasar, disortasi lagi dari bagian
yang busuk dan tidak layak konsumsi, dibersihkan lalu dipotong-potong untuk
mempermudah proses penghancuran, kemudian diblender dan diberi air dengan
perbandingan 1 kg wortel ditambah 4 liter air. Setelah wortel hancur lalu disaring
untuk mendapatkan ekstraknya.
b. Pembuatan ekstrak tauge
Tauge yang akan digunakan ditimbang sebanyak 200 g, kemudian dicuci, lalu
dihancurkan dengan blender, setelah itu tauge direbus dengan air sebanyak 500 ml,
setelah mendidih ambil ekstraknya sebanyak 250 ml untuk masing-masing perlakuan,
sisa ampas dibuang.



c. Inokulai bakteri Acetobacter Xylinum
Ekstrak wortel dan ekstrak tauge yang sudah didapatkan, dimasukan kedaam
panci, kemudian direbus hingga mendidih, tambahkan gula pasir sebanyak 100 g, dan
laruta cuka 2,5 ml, lalu aduk hingga larut, kemudian hasil rebusan didinginkan hingga
suhu kamar, setelah dingin larutan dimasukan kedalam botol steril dan inokulasikan
biakan cair Acetobacter Xylinum sebanyak 20 %, lalu tutup dengan kertas koran
kemudian difermentasi hingga terbentuk lapisan tipis diatas permukaan media starter.
Dapat dilihat pada diagram alir pembuatan starter lampiran 1.
3.4.2 Pembuatan Nata de Carrot (Modifikasi Marlinda Hayati, 2003)
Adapun proses dalam pembuatan nata de carrot yaitu :
a. Pembuatan ekstrak wortel
Umbi wortel yang sudah, melewati sortasi pasar, disortasi lagi dari bagian
yang busuk dan tidak layak konsumsi, dibersihkan lalu dipotong-potong untuk
mempermudah proses penghancuran, kemudian diblender dan diberi air dengan
perbandingan 1 kg wortel ditambah 4 liter air. Setelah wortel hancur lalu disaring
untuk mendapatkan ekstraknya. Pisahkan sesuai perlakuan, yaitu 1 liter untuk masing-
masing perlakuan.
b. Pembuatan ekstrak tauge
Tauge yang akan digunakan ditimbang sesuai perlakuan yaitu 175 g, 200 g,
225 g, dan 250 g. kemudian dicuci, lalu dihancurkan dengan blender, setelah itu tauge
direbus dengan air sebanyak 500 ml, setelah mendidih ambil ekstraknya sebanyak 250
ml untuk masing-masing perlakuan, sisa ampas dibuang.





c. Pembuatan nata de carrot
1. Masukan ekstrak tauge kedalam panci yang berisi ekstrak wortel sesuai dengan
perlakuan. Kemudian tambahkan gula sebanyak 100 g serta larutan cuka.
2. Rebus semua bahan hingga mendidih. Setelah mendidih dinginkan pada suhu
kamar.
3. Jika medium sudah dingin, masukan starter dengan perbandingan sebanyak 20%.
Aduk hingga merata, lalu masukan kedalam baskom/ nampan plastik yang sudah
disterilkan.
4. Tutup baskom/nampan tersebut, dan selanjutnya difermentasi selama satu minggu
hingga dua minggu pada suhu kamar.
5. Setelah diperam, nata akan terbentuk, dan nata siap dipanen.
3.5 Pengamatan
Pengamatan dilakukan terhadap nata de carrot yang sudah jadi, dengan
parameternya yaitu (kadar air, ketebalan, berat, rendemen, dan uji organoleptik)
3.5.1 Kadar Air Metoda Oven (Sudarmadji, Haryono dan Suhardi, 1984)

Bersihkan cawan alumunium dari kotoran, kemudian keringkan dalam oven pada
suhu 110 C selama 1-2 jam. Setelah itu masukkan cawan kedalam desikator sampai dingin
kemudian timbang cawan tersebut. Masukkan 1-2 g bahan kedalam cawan dan timbang
kembali. Keringkan dalam oven pada suhu 100-110 C selama 3-5 jam, tergantung pada
bahan. Setelah itu sampel didinginkan dalam desikator dan timbang.
Kadar air dihitung dengan rumus :
Rumus :

Keterangan :
a = berat awal sampel (g)
b = berat sampel setelah pengeringan (g)


3.5.2 Ketebalan Nata
Pengukuran ketebalan nata dilakukan pada waktu pemanenan. ketebalan nata
dapat diukur dengan menggunakan jangka sorong dan dihitung ketebalan nata dari masing-
masing ulangan, kemudian hasil perhitungan dirata-ratakan. Pengukuran dilaksanakan pada
lima tempat yang berbeda pada setiap perlakuan dan ulangan, tebal nata merupakan rata-rata
dari pengukuran dan dinyatakan dalam mm.
3.5.3 Berat Nata
Nata di panen dan dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan kotoran dan
lendir yang melekat, lalu ditiriskan selama 15 menit, kemudian ditimbang dengan
menggunakan neraca analitis. Berat nata dihitung dari masing-masing ulangan dan hasilnya
dirata-ratakan. Berat nata dinyatakan dalam gram.
3.5.4 Rendemen (Sudarmadji, Haryono dan Suhardi, 1984)

Penentuan rendemen nata dapat dilakukan dengan cara menghitung berat nata
yang dihasilkan dan dibagi dengan berat medium, kemudian dikali 100%

3.5.5 Uji Organoleptik
Uji organoleptik yang dilakukan menggunakan cara uji hedonik (uji
kesukaan). Pada uji hedonik panelis diminta tanggapan pribadinya terhadap tingkat
kesukaannya terhadap produk. Uji organoleptik dilakukan terhadap warna, rasa dan tekstur
dari produk nata dengan jumlah panelis sebanyak 20 orang dan skor penilaian dari 1 sampai
5. Kemudian panelis memberikan penilaian terhadap produk yang diujikan. Dimana nilai
pengujikan dicantumkan pada formulir organoleptik. Data hasil organoleptik ditabulasin dan
dianalisis secara statistik dengan menggunakan nilai rata-rata. Dapat dilihat pada formulir uji
organoleptik pada lampiran 4.



IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kadar Air
Dari hasil penelitian yang dilakukan didapatkan nilai kadar air nata berkisar antara
98,57 % - 98,70 %. Hasil analisa sidik ragam terhadap kadar air nata yang dihasilkan dengan
berbagai perlakuan penambahan ekstrak tauge memberikan pengaruh berbeda tidak nyata
(Lampiran 3.). Nilai rata-rata kadar air nata pada masing masing perlakuan dapat dilihat
pada Tabel 4.
Tabel 4. Nilai Rata-Rata Pengaruh Perbedaan Penambahan Ekstrak Tauge Terhadap Kadar
Air Nata yang Dihasilkan
Perlakuan Berat Tauge Kadar air (%)
B (200 g) 98,70 a
D (250 g) 98,64 a
A (175 g) 98,60 a
C (225 g) 98,57 a
KK = 0,16%
Menurut Hubies et al. (1996), nata merupakan makanan berkalori rendah
dengan kandungan air sebesar 98%. Kadar air terendah didapat dari perlakuan C yaitu 98,57
% dan kadar air tertinggi didapat dari perlakuan B dengan kadar air 98,70 %. Kandungan
kadar air dari produk nata berpengaruh terhadap kekenyalan nata. Nata yang kenyal
disebabkan oleh terperangkapnya sejumlah molekul air didalam serat nata yang dihasilkan.
Dengan susunan serat yang rapat akan menyebabkan molekul air yang terperangkap lebih
sedikit sehingga menyebabkan turunnya kekenyalan nata. Kadar air dari nata de carrot yang
dihasilkan lebih tinggi dari kadar air nata yang dibuat dari sari buah pepaya dengan
penambahan sukrosa yang berbeda oleh Damayanti (2002) yaitu 95,16 % - 96,89 %.




4.2 Ketebalan
Dari hasil penelitian yang dilakukan didapatkan nilai ketebalan nata berkisar antara
6,71 mm 7,91 mm. Hasil analisa sidik ragam (Lampiran 3.) terhadap ketebalan nata yang
dihasilkan dengan berbagai perlakuan konsentrasi ekstrak tauge memberikan pengaruh
berbeda nyata kemudian dilakukan uji DNMRT pada taraf = 5% . Nilai rata-rata ketebalan
nata yang dihasilkan pada masing masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Nilai Rata-Rata Pengaruh Perbedaan Penambahan Ekstrak Tauge Terhadap
Ketebalan Nata yang Dihasilkan
Perlakuan Berat Tauge Ketebalan (mm)
D (250 g) 7,91 a
C (225 g) 7,18 b
A (175 g) 6,96 b c
B (200 g) 6,71 c
KK = 3,49%
Dari Tabel 5 dapat dilihat semakin banyak penambahan tauge maka nilai ketebalan
nata yang dihasilkan semakin tinggi. Ketebalan terendah didapat dari perlakuan B yaitu 6,71
mm dan ketebalan tertinggi didapat dari perlakuan D yaitu 7,91 mm. Tingginya nilai
ketebalan nata pada perlakuan D disebabkan oleh pada kondisi tersebut Acetobacter Xylinum
mampu memanfaatkan nutrisi yang terkandung didalam media secara maksimal untuk
menghasilkan energi metabolisme dan membentuk selulosa dalam jumlah yang banyak.
Sedangkan pada perlakuan B nata yang dihasilkan lebih tipis, dimungkinkan penambahan
tauge yang rendah sebagai nutrisi bagi Acetobacter Xylinum untuk pertumbuhannya sehingga
jumlah selulosa yang dihasilkan sedikit karena kemampuan bakteri untuk memanfaatkan
nutrisi kurang maksimal.
Semakin banyak selulosa yang dibentuk, maka nata yang dihasilkan akan semakin
tebal (Hartadi, 1989). Pada perusahaan besar seperti PT Keong Nusantara Abadi (Wong
Coco) dan INACO ( Indonesia Nata de Coco ) yang memproduksi nata mentah sampai


kemasan yang menggunakan ZA sebagai sumber nitrogen dengan konsentrasi 20 g setiap 20
liter air kelapa memiliki ketebalan nata berkisar antara 0,8 cm 1,5 cm / 8 mm 15 mm
(Anonim, 2012). Penambahan nutrisi bagi pertumbuhan Axetobacter Xylinum sangat
mempengaruhi terhadap ketebalan nata dan rendemen yang dihasilkan. Menurut anonim
(2012), kandungan nitrogen dalam pupuk ZA sebesar 21 %.
Tingginya ketebalan nata de coco yang dihasilkan oleh PT Wong Coco dan INACO
dibandingkan nata de carrot yang dihasilkan. Hal ini mungkin disebabkan oleh kandungan N
dalam perlakuan penambahan tauge yang diperlukan bakteri untuk pertumbuhannya tidak
begitu basar (kandungan N-nya rendah). Hal ini sejalan juga dengan penelitian yag dilakukan
oleh George M. Souisa, et. al. (2006), yang menggunakan sumber N alami dari ekstrak
kacang hijau (Phaseolus radiatus, L) bagi pertumbuhan Axetobacter Xylinum dengan
penambahan kacang hijau 300 ml didapatka hasil terbaik denga ketebalan nata sebesar 0,83
cm (8,30 mm).
Walaupun ketebalan nata de carrot lebih rendah dibandingkan dengan nata de coco
yang dihasilkan PT Wong Coco dan INACO dengan penambahan ZA sebagai sumber
nitrogen, namun penambahan tauge sebagai sumber nitrogen organik (alami) sebagai
pengganti nutrisi bagi Axetobacter Xylinum dalam pembuata nata de carrot lebih alami dan
memenuhi kriteria sebagai pangan fungsional.
4.3 Berat
Dari hasil penelitian yang dilakukan didapatkan nilai berat nata berkisar antara 710,77
g 723,10 g. Hasil analisa sidik ragam (Lampiran 3.) terhadap berat nata yang dihasilkan
dengan berbagai perlakuan penambahan ekstrak tauge memberikan pengaruh berbeda nyata
kemudian dilakukan uji DNMRT pada taraf = 5% . Nilai rata-rata berat nata yang
dihasilkan pada masing masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 6.



Tabel 6. Nilai Rata-Rata Pengaruh Perbedaan Penambahan Ekstrak Tauge Terhadap Berat
Nata yang Dihasilkan
Perlakuan Berat Tauge Berat (g)
D (250 g) 723,10 a
C (225 g) 722,93 a
B (200 g) 721,83 a
A (175 g) 710,77 b
KK = 0,63%
Dari Tabel 6 dapat dilihat semakin banyak penambahan tauge maka nilai berat nata
yang dihasilkan semakin tinggi. Tingginya nilai berat nata pada perlakuan D disebabkan oleh
pada kondisi tersebut Acetobacter Xylinum mampu memanfaatkan nutrisi yang terkandung
didalam media secara maksimal untuk menghasilkan energi metabolisme dan membentuk
selulosa dalam jumlah yang banyak. Menurut Dalendo et. al. (1967), penambahan sumber
karbon dan nitrogen kedalam medium fermentasi tidak hanya mencukupi kebutuhan energi
yang diperlukan oleh Acetobacter xylinum akan tetapi juga merangsang pembentukan
selulosa nata yang lebih tebal dan berat.
4.4 Rendemen
Dari hasil penelitian yang dilakukan didapatkan nilai rendemen nata berkisar antara
71,07 % 72,31 %. Hasil analisa sidik ragam (Lampiran 3.) terhadap rendemen nata yang
dihasilkan dengan berbagai perlakuan penambahan ekstrak tauge memberikan pengaruh
berbeda nyata kemudian dilakukan uji DNMRT pada taraf = 5% . Nilai rata-rata rendemen
nata yang dihasilkan pada masing masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 7.







Tabel 7. Nilai Rata-Rata Pengaruh Perbedaan Konsentrasi Ekstrak Tauge Terhadap
Rendemen Nata yang Dihasilkan
Perlakuan Berat Tauge Rendemen (%)
D (250 g) 72,31 a
C (225 g) 72,29 a
B (200 g) 72,18 a
A (175 g) 71,07 b
KK = 0,63%
Dari Tabel 7 dapat dilihat Peningkatan rendemen sejalan dengan peningkatan berat
nata yang dihasilkan. Rendemen terendah didapat dari perlakuan A yaitu 71,07 % dan
rendemen tertinggi didapat dari perlakuan D yaitu 72,31 %. Tingginya nilai berat nata pada
perlakuan D disebabkan oleh pada kondisi tersebut Acetobacter Xylinum mampu
memanfaatkan nutrisi yang terkandung didalam media secara maksimal untuk menghasilkan
energi metabolisme dan membentuk selulosa dalam jumlah yang banyak. Menurut Nugraheni
(2007), nutrisi media fermentasi akan menentukan Acetobacter xylinum dan kemampuannya
mengubah komponen dalam media menjadi nata, sehingga komposisi nutrisi dalam media
fermentasi akan berpengaruh terhadap karakteristik nata yang dihasilkan. Menurut Rachman
(1989), senyawa-senyawa karbon dan nitrogen merupakan komponen penting dalam
fermentasi yang menyediakan semua nutrient yang dibutuhkan mikroba untuk memperoleh
energi.
4.5 Uji Organoleptik
Uji organoleptik yang dilaksanakan menggunakan uji hendonik yang
dilakukan terhadap warna, aroma, rasa dan tekstur terhadap nata yang dihasilkan. Jumlah
panelis sebanyak 20 orang dengan skor penilaian 1-5. Data uji organoleptik dihitung dengan
menggunakan uji F, sebagai berikut :




4.5.1 Rasa
Dari hasil penelitian yang dilakukan didapatkan nilai rata rata penilaian panelis
terhadap rasa pada nata berkisar antara 3,30 3,85. Hasil analisa sidik ragam terhadap rasa
pada nata yang dihasilkan dengan berbagai perlakuan penambahan ekstrak tauge memberikan
pengaruh berbeda tidak nyata (Lampiran 3.). Nilai rata-rata terhadap rasa nata pada masing
masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Nilai Rata-Rata Pengaruh Perbedaan Penambahan Ekstrak Tauge Terhadap Rasa
Nata yang Dihasilkan
Perlakuan Berat Tauge Rasa
A (175 g) 3,85 a
B (200 g) 3,65 a
C (225 g) 3,40 a
D (250 g) 3,30 a
KK = 20,97%
Skor nilai kesukaan: 1= sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak suka, 4 = suka, 5 = sangat suka
Dari tabel 8 diatas dapat dilihat nilai terendah diperoleh dari perlakuan D yaitu
3,30 (agak suka) dan nilai tertinggi diperoleh dari perlakuan A yaitu 3,85 (suka). Tingginya
nilai uji rasa pada perlakuan A diduga dipengaruhi oleh kadar serat yang dikandung lebih
rendah dibandingkan dengan perlakuan lain, karena nata dengan kadar serat yang rendah
akan lebih mudah digigit.
Pada umumnya nata yang dihasilkan berasa tawar. Saat pemanenan nata berasa asam
karena masih adanya asam asetat yang tertinggal dari hasil proses fermentasi. Untuk
menghilangkannya dilakukan perendaman dan perebusan secara optimal. Pada nata siap saji
memiliki rasa manis dikarenakan dalam pengolahan lebih lanjut nata direndam didalam
larutan sirup selama 24 jam, sehingga nata dapat menyerap gula dari sirup yang ditambahkan.




4.5.2 Tekstur
Dari hasil penelitian yang dilakukan didapatkan nilai rata rata penilaian panelis
terhadap tekstur pada nata berkisar antara 3,60 3,85. Hasil analisa sidik ragam terhadap
tekstur pada nata yang dihasilkan dengan berbagai perlakuan penambahan ekstrak tauge
memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (Lampiran 3.). Nilai rata-rata terhadap tekstur nata
pada masing masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Nilai Rata-Rata Pengaruh Perbedaan Penambahan Ekstrak Tauge Terhadap Tekstur
Nata yang Dihasilkan
Perlakuan Berat Tauge Tekstur
C (225 g) 3,85 a
A (175 g) 3,75 a
B (200 g) 3,75 a
D (250 g) 3,60 a
KK = 19,62%
Skor nilai kesukaan: 1= sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak suka, 4 = suka, 5 = sangat suka
Dari Tabel 9 dapat dilihat nilai tekstur nata dihasilkan dengan kriteria agak
suka, karena nata yang diperoleh umumnya bertekstur kenyal. Nata mempunyai tekstur agak
kenyal, padat, kokoh, putih dan transparan (menyerupai kolang kaling) (sutarminingsih,
2004).
4.5.3 Aroma
Dari hasil penelitian yang dilakukan didapatkan nilai rata rata penilaian
panelis terhadap aroma pada nata berkisar antara 3,55 3,70. Hasil analisa sidik ragam
terhadap aroma pada nata yang dihasilkan dengan berbagai perlakuan penambahan ekstrak
tauge memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (Lampiran 3.). Nilai rata-rata terhadap
aroma nata pada masing masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 10.




Tabel10. Nilai Rata-Rata Pengaruh Perbedaan Penambahan Ekstrak Tauge Terhadap Aroma
Nata yang Dihasilkan
Perlakuan Berat Tauge Aroma
A (175 g) 3,70 a
B (200 g) 3,65 a
D (250 g) 3,65 a
C (225 g) 3,55 a
KK = 17,91%
Skor nilai kesukaan: 1= sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak suka, 4 = suka, 5 = sangat suka
Nata yang dihasilkan tidak beraroma, apabila masih ada aroma asam pada nata saat
penyajian, hal ini disebabkan karena proses perendaman dan perebusan yang tidak optimal
karena masih adanya asam asetat yang terperangkap didalam lapisan nata. Menurut
sutarminingsih (2004), proses perendaman dan perebusan yang tidak sempurna akan
menurunkan kualitas nata yang dihasilkan.
4.5.4 Warna
Dari hasil penelitian yang dilakukan didapatkan nilai rata rata penilaian panelis
terhadap warna pada nata berkisar antara 3,60 3,80. Hasil analisa sidik ragam terhadap
warna pada nata yang dihasilkan dengan berbagai perlakuan penambahan ekstrak tauge
memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (Lampiran 3.). Nilai rata-rata terhadap warna nata
pada masing masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Nilai Rata-Rata Pengaruh Perbedaan Penambahan Ekstrak Tauge Terhadap
Warna Nata yang Dihasilkan
Perlakuan Berat Tauge Warna
A (175 g) 3,80 a
C (225 g) 3,75 a
D (250 g) 3,75 a
B (200 g) 3,60 a
KK = 17,28%
Skor nilai kesukaan: 1= sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak suka, 4 = suka, 5 = sangat suka


Warna nata yang baru dipanen berwarna putih kekuningan. Kemungkinan hal ini
dipengaruhi oleh zat warna atau betakaroten dari bahan dasar yang digunakan yaitu wortel.
Namun warna tersebut akan hilang pada saat pencucian dan perendaman sehingga warna
yang muncul adalah nata berwarna putih. Menurut Sutarminingsih (2004), nata berwarna
putih dan transparan.
4.5.5 Rekapitulasi Nilai Organoleptik


Gambar 1. Grafik Radar Hubungan Pengaruh Penambahan Ekstrak Tauge dengan Uji
Organoleptik Pada Nata yang Dihasilkan
Dari grafik radar organoleptik Nata de Carrot dapat dilihat bahwa produk yang paling
diterima oleh panelis yaitu pada perlakuan A (Ekstrak wortel + tauge 175 g). Dimana nilai
yang diberikan terhadap rasa yaitu 3,85 (suka), tekstur 3,75 (suka), aroma 3,70 (agak suka),
warna 3,80 (suka).






V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil beberapa kesimpulan
sebagai berikut :
a. Pemberian ekstrak tauge yang berbeda dalam pembuatan nata de carrot memberikan
pengaruh berbeda nyata terhadap nilai ketebalan, berat, dan rendemen. Namun, tidak
berpengaruh nyata terhadap kadar air dan uji organoleptik (rasa, tekstur, aroma,
warna)
b. Penerimaan produk Nata de Carrot yang dihasilkan terhadap uji daya terima panelis
didapatkan nilai uji organoleptik terbaik pada perlakuan A, yaitu rasa 3,85 (suka),
tekstur 3,75 (suka), aroma 3,70 (agak suka), warna 3,80 (suka).
c. Penambahan ekstrak tauge terbaik didapatkan pada perlakuan D dengan konsentrasi
250 g dengan nilai ketebalan 7,91 mm, berat 723,10 g, rendemen 72,31 %, kadar air
98,64 %, rasa 3,30 (agak suka), tekstur 3,60 (agak suka), aroma 3,65 (agak suka),
warna 3.75 (suka).
5.5 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka disarankan untuk penelitian
selanjutnya, perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut untuk meningkatkan ketebalan dan
rendemen nata yang dihasilkan dengan menggunakan tauge sebagai sumber nitrogen alami,
dengan tauge yang baru tumbuh (kecambah).










DAFTAR PUSTAKA


Adrial, 2003. Pengaruh Penambahan Nira Tebu Sebagai Sumber Gula Dalam Fermentasi
Nata De Coco. Skripsi. Fakultas Pertanian UNAND. Padang

Afridona, Wiwi 2006. Pembentukan Nata De Coco Dengan Sumber Nitrogen Organik Yang
Berbeda (skripsi) . Jurusan Biologi, Fakultas MIPA. UNP. Padang

Anonim. 2009. Manfaat Tanaman dan Buah Wortel. http://radensomad.com/manfaat-
tanaman-dan-buah-wortel.html[21 Desember 2010]

Anonim. 2011. Manfaat Tauge. sumber: id. Wikipedia. Org. kapanlagi.com. Mei 2011
Anonim a. 2012. Fungsi Pupuk ZA Bagi Tanaman Kita. http:/ grahafamily-surabaya
.com/manfaat-belerang-dan-pupuk-za.html [27 Januari 2012]
Anonim b. 2012. Sumber Nitrogen bagi Bakteri Nata de Coco. http://wahana dunia ilmu-nata
de coco.com/.html [09 Februari 2012]
Anonim c. 2012. Peranan Axetobacter xylinum dalam pembentukan nata. http://gudang ilmu-
bandung.com/.html [09 Februari 2012]
Anonim d. 2012. Industri Pengolahan Nata de Coco. Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK).
Bank Indonesia (BI) [19 Februari 2012]
Astuti,A dan Prabasari, I. 1994. Pengaruh Limbah Tahu Cair Terhadap Pertumbuhan A.
Cylinum dan pembentukan nata. Universitas Muhamadiyah. Yogyakarta

Cahyono, N. 2002. Wortel, Teknik Budidaya dan Analisa Usaha Tani. Kasinus. Yogyakarta.

Dalendo, A. L. dan Manicuiz, P. L., 1967. Preparation and Storage Qualities of Nata,
The Phillipines Agriculturiest.

Hayati, Marlinda. 2003. Membuat Nata De Coco.Adicita Karya Nusa. Yogyakarta

Hidayat, Nur. dkk.2006. Mikrobiologi Industri. Andi. Yogyakarta

Hubies, M.E., Arsatmojo dan Suliantri. 1996. Formulasi Pembuatan Nata de Pina. Buletin
Teknologi dan Industri Pangan. Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia.
Bogor
Fardiaz, Srikandi. 1987. Penuntun Praktek Mikrobiologi Pangan. Lembaga Sumberdaya
Informasi Institut Pertanian Bogor. Bogor

Gardner, F.P.; Pierce, R.B.; Mitchell, R.L. 1985. Fisiologi Tanaman Budidaya. Terjemahan
oleh Herawati Susilo dan Subiyanto (pendamping). 1991. Jakarta : UI-Press.

George M., Sidharta, B.R., Pranata, F. Sinung. 2006. Pengaruh Acetobacter xylinum dan
Ekstrak Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.) terhadap Produksi Nata dari Substrat


Limbah Cair Tahu. Fakultas Biologi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY).
Yogyakarta

Kamil, J. 1979. Teknologi Benih I. Angkasa. Bandung

Kisman, S, Sutrisno, W. Cahyadi, Kusnadi, dan Y. Taufik. 1997. Pemanfaatan Limbah Cair
Tepung Tapioka Untuk Pembuatan Nata De Cassava. Laporan Penelitian Institut
Teknologi Bandung. Bandung

Lempang, M., 2006. Rendemen dan Kandungan Nutrisi Nata Pinnata Yang Diolah dari Nira
Aren. Jumal Penelitian Hasil Hutan Vol.24 No.2 Tahun 2006, haI.133-144. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Bogor.
Nisa, F. C., Hani, R. H. Wastono, T., Baskoro, B. dan Moestijanto. 2001. Produksi Nata Dari
Limbah Cair Tahu (Whey) Kajian Penambahan Sukrosa Dan Ekstrak Kecambah.
Jurnal Teknologi Pertanian. Vol. 2. No 2. Yogyakarta

Nofrida, Rini. 2009. Pengaruh Tingkat Penambahan Pepaya Terhadap Kualitas dan Umur
Simpan Saus Cabe Besar. Skripsi Fateta UNAND

Nugraheni, Mutiara, 2007. Pengaruh Ekstrak Kecambah Kacang Hijau Sebagai Sumber
Nitrogen Pada Pemanfaatan Limbah Tahu Terhadap Karakteristik Nata De Soya
Mentah dan Limbahnya. Teknologi Kejuruan Vol 30. No. 2, Universitas Negri
Yogyakarta. Yoyakarta

Maulana, I, Aditya. 2010. Pengaruh Ekstrak Tauge (Phaseolus Radiatus) Terhadap Kerusakan
Sel Ginjal Mencit (Mus Musculus) yang di Induksi Paracetamol. Fakultas
Kedokteran, Universitas Sebelas Maret. Surakarta

Misgiyarta. 2007. Teknologi Pembuatan Nata De Coco. Balai Besar Penelitian Dan
Pengembangan Pasca Panen Pertanian. Bogor

PERSAGI. 2009. Tabel Komposisi Pangan Indonesia. Gramedia. Jakarta

Rachman, A. 1989. Pengantar Teknologi Fermentasi. IPB. Bogor

Rahayu. E. S. (1993). Bahan Pangan Hasil Fermentasi. Pusat Antar Universitas Pangan dan
Gizi UGM. Yogyakarta
Saragih. 2004. Membuat Nata De Coco. Puspa swara. Jakarta

Setyawan, O. 2003. Pengaruh Jumlah Starter Acetobacter Xylinum dan Konsentrasi
Ammonium Sulfat Terhadap Produksi Nata De Pina. Fakultas Pertanian UNRI.
Pekanbaru

Sri, D, Ulya, S, Syamsul A. -. Pembuatan Nata de Manggo (Kajian: Konsentrasi Sukrosa dan
Lama Fermentasi



Suhardjo. 1986. Pangan, Gizi Dan Pertanian. Universitas Indonesia. Jakarta

Sudarmadji, S. Bambang, H dan Suharmi. 1984. Analisa Bahan Pangan dan Pertanian.
Liberty. Yogyakarta
Sulandra, K, M. Nada, P, Sarjana, dan Ekawti. 2000. Pengaruh Berbagai Kosentrasi Pupuk
ZA dan NPK Terhadap Produksi Serta Karakteristik Nata De Coco. Laporan
Penelitian Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran . Denpasar

Sutarminingsih, L. 2004. Peluang Usaha Nata De Coco. Kanisius. Yogyakarta

Sutopo, L. 1993. Teknologi Benih. RajaGrafindo Persada. Jakarta

Syofnida, L. 2007. Pengaruh berat tauge sebagai sumber nitrogen terhadap mutu nata de
coco. Jurusan biologi, Fakulta MIPA, UNP 2007. Padang

Thamrin, S, E. 2012. Pemanfaatan Rosella Dalam Pembuatan Nata de Coco (skripsi).
Teknologi Pertanian. UNAND. Padang

Tjioe, L. 2007. Tauge yang Menyehatkan. http://www.kapanlagi.com [10 Februari 2012]



















Lampiran 1. Diagram Alir Pembuatan Starter (Marlinda Hayati, 2003)























Ekstrak wortel
1 liter
Masukan Gula Pasir 100 gr,
Ekstrak Kecambah 250 ml,
dan larutan cuka 2,5 ml
Dipanaskan hingga
mendidih
Dinginkan
Inokulasikan biakkan bakteri cair
Acetobacter xylinum sebanyak 20%
Inkubasi hingga terbentuk lapisan tipis
diatas permukaan media starter.
Biasanya 2-3 hari
Starter Nata


Lampiran 2. Diagram Alir Pembuatan Nata de Carrot (Marlinda Hayati, 2003)






















Panaskan hingga mendidih
Dinginkan
Inokulasikan starter
sebanyak 20%
Aduk hingga merata, dan masukan
ke dalam baskom/nampan
(tutup dengan koran)
Fermentasi selama
10 hari
Panen
Ekstrak wortel 1 liter
untuk masing-masing
perlakuan

Kupas kulit ari nata
lalu di cuci
Analisa:
Kadar air, berat,
ketebalan nata, dan
rendemen nata
Nata Mentah
Ekstrak kecambah
a. 250 ml dari 175 g tauge
b. 250 ml dari 200 g tauge
c. 250 ml dari 225 g tauge
d. 250 ml dari 250 g tauge
Gula 100 g, larutan cuka 2,5 ml


Lampiran 4. Dokumentasi Penelitian

a. Bahan baku yang digunakan



Wortel Tauge
b. Starter inokulum Acetobacter xylinum


Starter Nata
c. Nata de Carrot yang dihasilkan


Nata Sebelum perendaman Nata Sebelum perendaman di potong sesuai ukuran





Nata Sebelum perendaman sudah di potong Nata de Carrot yang sudah direndam



Nata siap dikonsumsi

You might also like