You are on page 1of 25

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Setiap wilayah memiliki berbagai upaya perencanaan terhadap wilayah
tersebut dalam memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Contohnya seperti wilayah
tersebut memberikan pelayanan kepada masyarakatnya dengan menyediakan
berbagai fasilitas sebagai penunjang dari kegiatan yang dilakukan oleh
masyarakatnya. Sarana adalah fasilitas penunjang yang berfungsi untuk
penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan sosial, ekonomi dan budaya (UU
No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Pemukiman).
Sarana dalam suatu wilayah dapat meliputi sarana pendidikan, sarana
peribadatan, sarana kesehatan, dan lain sebagainya yang memiliki fungsi-fungsi
tertentu dalam memfasilitasi berbagai kegiatan yang dilakukan oleh masyrakat.
Fungsi dari masing-masing sarana atau fasilitas tersebut tentunya memiliki hierarki
atau orde atau tingkatan dalam suatu wilayah. Penentuan hierarki dari suatu
pelayanan dalam wilayah dapat ditentukan dengan berbagai metode yakni seperti
skalogram Guttman dan analisis sentralitas Marshall.
Dengan mengetahui hierarki atau orde dari suatu pelayanan, selanjutnya akan
lebih mudah dalam pendistribusian dari tiap-tiap sarana tersebut di dalam suatu
wilayah, tentu dengan persebaran yang merata.
1.2 Tujuan dan Sasaran
1.2.1 Tujuan
Tujuan dalam pembuatan laporan ini adalah untuk mengetahui orde kota
berdasarkan hierarki atau tingkatan suatu kota serta pendistribusian atau
penyebaran dari pelayanan dan fasilitas dalam wilayah tersebut dengan memahami
kondisi eksisting Kabupaten Banyumas.
1.2.2 Sasaran
- Teridentifikasinya orde kota berdasarkan hierarki kota.
- Teridentifikasinya persebaran dan jumlah fasilitas Kabupaten Banyumas.
- Teranalisisnya persebaran dan jumlah fasilitas Kabupaten Banyumas.
- Teranalisisnya hubungan antarab keterkaitan ekonomi dan interaksi
spasialnya.
2

- Teranalisisnya aksesibilitas antar pusat dengan daerah lain.
1.3 Ruang Lingkup
Dalam laporan ini, terdapat dua ruang lingkup yakni ruang lingkup materi dan
ruang lingkup wilayah.
1.3.1 Ruang Lingkup Wilayah
Wilayah yang akan dibahas dalam laporan ini adalah Kabupaten Banyumas.
Wilayah Kabupaten Banyumas seluas 132.759 Ha yaitu sekitar 4,08% dari luas
wilayah Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Banyumas terdiri dari 27 Kecamatan yang
memiliki batas-batas administrasi sebagai berikut :
Utara : Kabupaten Tegal dan Kabupaten Pemalang
Selatan : Kabupaten Cilacap
Barat : Kabupaten Cilacap dan Kabupaten Brebes
Timur : Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banjarnegara, dan Kabupaten
Kebumen.
1.3.2 Ruang Lingkup Materi
Ruang lingkup materi dalam laporan ini meliputi :
- Analisis Skalogram Guttman
- Analisis Indeks Sentralitas Marshall
- Penentuan Orde Kota
1.4 Sistematika Penulisan
Laporan ini terdiri dari lima bab yaitu Pendahuluan, Kajian Teori, Gambaran
Umum Kabupaten Banyumas, Analisis dan Hasil, Kesimpulan.
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini berisi tentang latar belakang, tujuan dan sasaran, ruang lingkup
dan sistematika penulisan laporan.
BAB II KAJIAN TEORI
Pada bab ini menjelaskan tentang pengertian orde kota, analisis skalogram
Guttman, dan analisis sentralitas Marshall.
BAB III GAMBARAN UMUM KABUPATEN BANYUMAS
Pada bab ini berisi tentang gambaran umum dari Kabupaten Banyumas yang
meliputi aspek fisik seperti kondisi geografi, topografi, dan lain-lain serta
aspek non fisik seperti pemerintahan, kependudukan, perekonomian,
kesehatan, pendidikan dan lain-lain.
3

BAB IV ANALISIS DAN HASIL
Pada bab ini berisi tentang analisis dan hasil skalogram Guttman dan indeks
sentralitas Marshall
BAB V KESIMPULAN
Pada bab ini berisi tentang kesimpulan dari penentuan hierarki/orde kota.




























4

BAB II
KAJIAN TEORI

2.1 Central Places Theory (Teori Tempat Pusat)
Kodrat manusia sebagia makhluk sosial dimana manusia tidak dapat hidup
sendiri, sehingga membutuhkan orang lain juga berlaku bagi suatu daerah/
kawasan/ wilayah/ kota. Suatu kota tidak mampu memenuhi kebutuhannya sendiri.
Namun suatu kota selalu berusaha untuk menjadi pusat penyuplai kebutuhan
masyarakat di sekitarnya. Suatu kota selalu berusaha menjadi pusat dimana
tersedia kebutuhan barang dan jasa. Meskipun pada kenyataanya tidak ada kota
yang bisa sempurna dalam memenuhi semua kebutuhannya pasti harus terkait
dengan daerah lainnya. Dalam faktanya, terdapat keterkaitan fungsional antara satu
pusat dengan wilayah sekelilingnya. Keterkaitan tersebut berupa fenomena global
cities dan keterkaitan desa-kota. Keterkaitan ini lumrah terjadi, karena tidak semua
wilayah mampu memproduksi semua kebutuhannya senidiri, sehingga harus
menggantungkan salah satunya kepada tempat lain. Selain keterkaitan fungsional,
dalam pembentukan tempat pusat juga didukung oleh adanya dukungan penduduk
untuk keberadaan suatu fungsi tertentu. Dalam suatu wilayah terdapat sebuah
tempat dengan kompleksitas kegiatan yang lengkap. Kegiatan yang berlangsung
biasanya berupa perdaganganyang dinamakan sebagai tempat pusat, dimana
tersedia barang dan jasa yang dibutuhkan bagi penduduk tempat tersebut dan
daerah di sekitarnya.
Dengan adanya tempat pusat tersebut, maka terbentuklah hierarki keruangan
wilayah sehingga suatu kawasan memiliki hubungan dengan kawasan lain, terutama
dalam pemenuhan kebutuhan. Berkurangnya penduduk, dapat berakibat pada
kemunduran atau berkurangnya fungsi kota. Perubahan dalam pendapatan karena
perubahan harga dan penawaran barang-barang pusat juga dapat mempengaruhi
pertumbuhan pusat-pusat sentral. Selain itu, alat transportasi juga memberi
kedudukan yang menguntungkan pada tempat-tempat sentral karena dapat
mendistribusi kan barang ke luar dari tempat sentral. Asas pengangkutan akan
berpengaruh apabila jumlah permintaan terhadap barang sentral jumlahnya banyak
dan prasarana transportasi (jalan) besar. Artinya, lingkungan alam memegang
peranan akan pembentukan jaringan hubungan lalu lintas. Asas pemerintahan akan
5

berpengaruh jika aspek-aspek non-ekonomi lebih kuat dibandingkan dengan aspek
yang lainnya. Jaringan setiap kota sedang dibentuk dengan dukungan alam yang
menguntungkan.
Dari fenomena inilah muncul teori pusat atau Central Place Theory yang untuk
pertama kali dikemukakan oleh Walter Christaller pada tahun 1933 dalam bukunya
yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris berjudul Central Places In Southern
Germany (diterjemahkan oleh C.W. Baski pada tahun 1966). Elemen dalam teori
tempat pusat:
Terdapat suatu tempat pusat yang dibentuk oleh fungsi yang besifat memusat
(central function/profession), fungsi (barang/jasa) yang ada beberapa titik tertentu
saja.Adanya jumlah penduduk tertentu yang mendukung keberadaan fungsi tertentu
tersebut batas ambang (threshold) Frekuensi penggunaan jasa sangat
berpengaruh terhadap penduduk ambang.Jarak di mana penduduk masih mau
untuk melakukan perjalanan untuk mendapatkan pelayanan atau fungsi tertentu
(range of goods).
2.1.1 Teori Christaller
Walter Christaller pada tahun 1933 dalam bukunya yang diterjemahkan
dalam bahasa Inggris berjudul Central Places In Southern Germany (diterjemahkan
oleh C.W. Baski pada tahun 1966) mengemukakan tentang teori tempat pusat.
Adapun bunyi teori Christaller yaitu Jika persebaran penduduk dan daya belinya
sama baiknya dengan bentang alam, sumber dayanya, dan fasilitas tranportasinya,
semuanya sama/seragam, lalu pusat-pusat pemukiman mennyediakan layanan yang
sama, menunjukkan fungsi yang serupa, dan melayani area yang sama besar, maka
hal tersebut akan membentuk kesamaan jarak antara satu pusat pemukiman dengan
pusat pemukiman lainnya
Beberapa asumsi yang mendasari teori Christaller antar lain:
a. Suatu wilayah merupakan dataran yang rata, mempunyai karakteristik
ekonomis dan karakteristik penduduk yang sama serta penduduknya tersebar
secara merata.
b. Dalam suatu kegiatan ekonomi, konsumen menanggung biaya
transportasi.Jangkauan (range) suatu barang ditentukan oleh jarak yang
dinyatakan dalam biaya dan waktu.
6

c. Konsumen memilih tempat pusat yang paling dekat untuk mendapatkan
barang dan jasa.
d. Kota-kota berfungsi sebagai tempat pusat bagi wilayah disekitarnya.
Model Chistaller tentang terjadinya model area perdagangan heksagonal
sebagai berikut:
1. Mula-mula terbentuk areal perdagangan satu komoditas berupa lingkaran-
lingkaran.
2. Setiap lingkaran memiliki pusat dan menggambarkan threshold dari
komoditas tersebut.
3. Kemudian digambarkan lingkaran-lingkaran berupa range dari komoditas
tersebut yang lingkarannya boleh tumpang tindih.
4. Range yang tumpang tindih dibagi antara kedua pusat yang berdekatan
sehingga terbentuk areal yang heksagonal yang menutupi seluruh daratan
yang tidak lagi tumpang tindih.
5. Tiap barang berdasarkan tingkat ordenya memiliki heksagonal sendiri-
sendiri.
Pusat-pusat membentuk segitiga pelayanan yang jika digabungkan akan
membentuk pola heksagonal yang merupakan wilayah pelayanan yang dianggap
optimum. Terdapat beberapa prinsip mengenai pola heksagonal Christaller :
1. Prinsip pasar (marketing principle) k=3
- Memenuhi kebutuhan pelayanan seluas mungkin.
- Disebut juga sebagai prinsip k=3 (K3), karena suatu kegiatan di tempat pusat
akan melayani 3 tempat pusat untuk fungsi di bawahnya, 1 tempat pusat
sendiri di tambah 2 tempat pusat hierarki di bawahnya.
- Adapun rumus formulanya yaitu k = 1 + (0) + 1/3 (6) = 3
2. Prinsip lalu lintas (traffic principle) k=4
- Prinsipnya adalah bagaimana meminumkan jarak penduduk untuk
mendapatkan pelayanan fungsi di tempat pusat.
- Disebut sebagai k=4 karena 1 empat pusat melayani empat tempat pusat lain,
yaitu 1 pada tempat pusatnya itu sendiri dan 3 dari tempat pusat lain.
- Bersifat linier, karena tempat pusat berada pada titik tengah dari setiap sisi
heksagon.
- Adapun rumus formulanya yaitu k = 1 + (6) + 1/3 (0) = 4
7

3. Prinsip administrasi (administrative principle) k=7
- Prinsip utamanya adanya kemudahan dalam rentang kendali pengawasan
pemerintahan.
- Keenam pusat hierarki di bawahnya berada pada batas wilayah pelayanan
hierarki di atasnya.
2.1.2 Teori Losch
Meskipun teori tempat pusat Losch's melihat lingkungan yang ideal untuk
konsumen, baik dan ide-ide Christaller adalah penting untuk mempelajari lokasi
ritel di daerah perkotaan. Seringkali, dusun kecil di daerah pedesaan melakukan
tindakan sebagai tempat pusat pemukiman berbagai kecil karena mereka adalah di
mana orang melakukan perjalanan untuk membeli barang-barang sehari-hari
mereka. Namun, ketika mereka harus membeli barang-barang bernilai tinggi seperti
mobil dan komputer, mereka harus melakukan perjalanan ke kota besar atau kota -
yang berfungsi tidak hanya pemukiman kecil mereka tetapi orang di sekitar mereka
juga.
Losch berpendapat bahwa prinsip-prinsip hierarki Christaller hanyalah
merupakan kasus khusus dari keseluruhan rangkaian sistem tempat pusat dan
murni suatu penjelasan tentang unsur jasa dalam struktur ruang. Loschian economic
landscape merupakan upaya membangunan general theory ekonomi ruang. Di
dalamnya tidak terdapat hierarki dan luas wilayah pasar tergantung dari barang
yang diproduksi. Pendekatan Losch dapat dikatakan adalah lebih merupakan
penjelasan tentang distribusi spasial dari industri manufakturing yang berorientasi
pasar.
2.2 Sistem Pusat Pemukiman
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
pemukiman adalah faktor fisik, sosial, budaya, ekonomi,politik dan lain sebagainya.
Faktor fisik yang mempengaruhi pertumbuhan pemukiman adalahkeadaan tanah,
hidrologi, iklim, morfologi dan sumber daya lain, faktor fisik mempengaruhi bentuk,
kecepatan dan perluasan pemukiman. Faktor sosial adalah karakter demografinya,
struktur dan organisasi sosial, dan relasi sosial di antara penduduk yang menghuni
pemukimantersebut. Faktor budaya yang mempengaruhi adalah tradisi setempat,
pengetahuan IPTEK. Faktor ekonomi adalah daya beli masyarakat, mata
pencaharian, transportasi dan komunikasi. Faktor politik adalah pemerintah dan
8

kebijakan setempat. Dasar teori dari sistem pusat pemukiman yaitu central place
theory serta konsep dasar range of goods dan threshold (ambang penduduk).
Analisis sistem pusat pemukiman pada dasarnya ada dua elemen, yaitu daerah
perkotaan dan daerah pedesaan dimana keduanya mempunyai ciri atau
karakteristik yang berbeda. Pada daerah pedesaan pola pemukimannya dipengaruhi
oleh pertanian, pemukiman yang rapat cenderung berkembang di daerah
yangmemiliki tanah subur. Sedangkan pada daerah perkotaan, persaingan dalam
menggunakanruang lebih intensif dari pedesaan. Analisis yang digunakan dalam
analisis sistem pusat pemukiman ada dua tipe, yaitu analisis sistem pemukiman
(settlement system analysis), dan spatial linkages analysis.Penganalisisan dalam hal
ini ada tiga jalan, yaitu dengan skalogram , analisis ambang batas/ threshold dan
analisis indeks sentralitas Marshall. Ketiganya saling melengkapi dan digunakan
untuk menentukan hierarki kota atau pusat dari sistem pusat pemukiman.
2.2.1 Analisis Skalogram Guttman
Analisis skalogram merupakan salah satu alat untuk mengidentifikasi pusat
pertumbuhan wilayah berdasarkan fasilitas yang dimilikinya, dengan demikian
dapat ditentukan hierarki pusat-pusat pertumbuhan dan aktivitas pelayanan suatu
wilayah. Wilayah dengan fasilitas yang lebih lengkap merupakan pusat pelayanan,
sedangkan wilayah dengan fasilitas yang kurang akan menjadi daerah belakang
(hinterland). Louis Guttman (1950) salah satu skala satu dimensi menggambarkan
respon subyek terhadap obyek tertentu menurut tingkatan yang sempurna, orang
yang mampu menjawab semua pertanyaan dengan baik akan lebih baik
dibandingkan dengan yang mampu menjawab sebagian saja.
Skalogram digunakan untuk menganalisis pusat-pusat pemukiman,
khususnya hierarkiatau orde pusat-pusat pemukiman. Subjek dalam analisis ini
merupakan pusat pemukiman (settlement), sedangkan obyek diganti dengan fungsi
atau kegiatan. Dengan beberapa tambahan analisis, misalnya aturan Marshall, atau
algoritma Reed-Muench, tabel skalogram menjadi indikasi awal analisis jangkauan
pelayanan setiap fungsi dan pusat pemukiman yang dihasilkan. Teknik ini untuk
memberikan gambaran adanya pengelompokkan pemukiman sebagai pusat
pelayanan dengan mendasarkan pada kelengkapan fungsi pelayanannya. Ukuran
fasilitas yang dinilai adalah jumlah dan kelengkapannya. Fasilitas yang digunakan
pada penilaian ini adalah fasilitas yang mencirikan fungsi pelayanan sosial dan
9

ekonomi. Skalogram diperoleh dengan cara membuat suatu tabel yang mengurutkan
keberadaan fasilitas suatu wilayah yang diidentifikasi sebagai pusat pelayanan.
Dengan beberapa tambahan analisis, misalnya aturan Marshall, atau algoritma Reed-
Muench, tabel skalogram menjadi indikasi awal analisis jangkauan pelayanan setiap
fungsi dan pusat pemukiman yang dihasilkan. Prosedur pengerjaan metode
Skalogram Guttman adalah sebagai berikut:
a. Identifikasi semua kawasan perkotaan yang ada.
b. Membuat urutan pemukiman berdasarkan jumlah penduduk pada bagian
sebelah kiri tabel kerja.
c. Membuat urutan fasilitas yang ditemukan berdasarkan frekuensi yang
ditemukan, pada bagian atas.
d. Membuat garis baris dan kolom sehingga lembar kerja tersebut membentuk
matriks yang menampilkan fasilitas yang ada pada masing-masing pusat
pelayanan atau kota.
e. Menggunakan tanda (1) pada sel yang menyatakan keberadaan suatu fasilitas,
dan tanda (0) pada sel yang jmenyatakan ketiadaan suatu fasilitas.
f. Menyusun ulang baris dan kolom berdasarkan frekuensi keberadaan fasilitas,
semakin banyak fasilitas yang didapati pada suatu pemukiman maka
pemukiman tersebut berada pada urutan atas.
g. Mengidentifikasi peringkat atau hierarki pemukiman yang dapat
diinterpretasikan berdasarkan prosentase keberadaan fasilitas pada suatu
pemukiman. Semakin tinggi prosentasenya, maka hierarki pemukiman
tersebut akan semakin tinggi.
Nilai atau tingkat kelayakan nilai pada analisis ini yaitu 0,9 - 1. Hierarki Nilai
COR yang ideal antara 0,9 1. Tingkat kesalahan ini dapat dihitung dengan rumus:




Dimana :
- COR : koefisien reliabilitas
- Total jenis fasilitas : jumlah seluruh fasilitas dalam tangga hierarki pusat
pelayanan
- Jumlah kesalahan : penyimpangan jumlah luar atau dalam tangga


10

Th= 100 x Ps/ Ps x Ag

2.2.2 Analisis Ambang Batas/ Threshold
Ambang batas adalah bahwa ukuran pusat sedemikian rupa sehingga jumlah
pusat kurang fungsi di atas divisi sama dengan jumlah pusat memiliki fungsi bawah
divisi. Marshall menyarankan modifikasi pada aturan umum: sekali ambang telah
ditentukan, fungsi yang berlaku, selanjutnya akan diabaikan kecuali setidaknya
setengah dari semua pusat atas ukuran ambang batas memiliki fungsi yang
bersangkutan.
Metode lain yaitu metode Reed Muench melakukan pendekatan dengan
tetap membandingkan kira kira fungsi dari setiap hierarki ambang batas. Proses ini
mengkalkulasikan nilai tengah dari populasi dengan fungsi dari tempat pemukiman
dengan rumus :


Dimana :
Th : Analisis Threshold
Ps : Jumlah pemukiman dengan mempertimbangkan fasilitas/layanan
Ag : Jumlah pemukiman tanpa mempertimbangkan fasilitas/layanan
2.2.3 Analisis Indeks Sentralitas Marshall
Indeks Sentralitas digunakan untuk menilai jumlah unit setiap jenis fasilitas
pada pemukiman dibandingkan dengan pemukiman yang lain. Indeks sentralitas
dimaksudkan untuk mengetahui struktur/hierarki pusat-pusat pelayanan yang ada
dalam suatu wilayah perencanaan pembangunan, seberapa banyak fungsi yang ada,
berapa jenis fungsi dan berapa jumlah penduduk yang dilayani serta seberapa besar
frekuensi keberadaan suatu fungsi dalam satu satuan wilayah pemukiman. Matriks
indeks sentralitas merupakan bagian dari matriks fungsi wilayah atau yang sering
disebut dengan analisis fungsi yang merupakan analisis terhadap fungsi-fungsi
pelayanan yang tersebar di wilayah studi, dalam kaitannya dengan berbagai
aktivitas penduduk/masyarakat, untuk memperoleh/memanfaatkan fasilitas-
fasilitas tersebut.Frekuensi keberadaan fungsi menunjukkan jumlah fungsi sejenis
yang ada dan tersebar di wilayah tertentu, sedangkan frekuensi kegiatan
menunjukkan tingkat pelayanan yang mungkin dapat dilakukan oleh suatu fungsi
tertentu di wilayah tertentu. Indeks sentralitas merupakan bagian dari matriks
fungsi wilayah atau yang sering disebut dengan analisis fungsi yang merupakan
11

analisis terhadap fungsi-fungsi pelayanan yang tersebar di wilayah studi, dalam
kaitannya dengan berbagai aktivitas penduduk/masyarakat, untuk
memperoleh/memanfaatkan fasilitas-fasilitas tersebut. Contoh penggunaan matriks
indeks sentralitas dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel II.1
Matriks Fungsi Wilayah
Dengan Indeks Sentralitas Kabupaten/Kota X Propinsi Y Tahun Z
No. Kecamatan Populasi
Jenis Fungsi
Jml
Indeks
Fungsi
(F)
Pendidikan Kesehatan Administrasi
SD SMP SLA PT RS Pus Kli Kec Desa LMD
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
1 A 5000
X
y
X
Y
Dst

2 B 3500
X
y
X
Y
3 C 3000
X
y
X
Y
4 D 2500
X
y
X
Y
Total Fungsi
Total
Centrality(%)

X1
100
X1
100
Dst.
Dst.
Nilai Bobot

Y1 Y1

Total (F)
Sumber: Perencanaan Pembangunan Daerah, Jakarta, 2003:119
2.2.4 Orde Kota
Tempat-tempat konsentrasi yang umumnya berupa daerah perkotaan
tersebar di suatu wilayah/negara dengan penduduk (besarnya kota) yang tidak
sama. Setiap kota memiliki daerah belakang atau wilayah pengaruhnya. Makin besar
suatu kota makin beragam fasilitas yang disediakan sehingga makin luas wilayah
pengaruhnya. Suatu kota yang besar selain memiliki daerah belakang berupa daerah
pertanian juga memiliki beberapa kota kecil. Apabila kota kecil banyak tergantung
dari kota besar maka kota kecil termasuk di dalam daerah pengaruh dari kota yang
lebih besar. Misalnya kota kecil membeli berbagai keperluan dan menjual berbagai
hasil produksinya ke kota besar. Demikian juga banyak penduduk dari kota kecil
yang pergi bekerja, mencari tempat pendidikan, dan berbagai urusan lainya ke kota
12

besar. Dengan demikian akan lebih mudah dibedakan kota mana yang lebih
tergantung terhadap kota lainnya sehingga mudah menetapkan perbedaan
rangkingnya. Biasanya kota yang paling besar wilayah pengaruhnya, diberikan
rangking satu atau kota orde kesatu, yang lebih kecil berikutnya diberi rangking dua
dan seterusnya Robinson Tarigan (2004).
Rondinelli (1983 :120-170) mengungkapkan hierarki atau tingkatan kota
akan mempengaruhi fungsi suatu kota.
Kota-kota menengah dan kecil mempunyai fungsi yang dapat digolongkan ke
dalam 8 bagian, yaitu :
1. Pusat pelayanan umum dan sosial
2. Pusat komersial dan pelayanan jasa
3. Pusat pemasaran dan perdagangan regional
4. Pusat penyediaan dan pemprosesan produk-produk pertanian
5. Pusat industri kecil
6. Pusat transportasi dan komunikasi regional
7. Pusat penarik migrasi dari perdesaan dan menjadi sumber pendapatan bagi
daerah perdesaan
8. Pusat transformasi sosial.
2.2.5 Konsep Analisis Hierarki Proses (AHP)
Menurut Thomas L. Saaty (1991), terdapat tiga prinsip dasar Analisis Hierarki
Proses yaitu :
a. Menggambarkan dan menguraikan secara hierarkis yang disebut menyusun
secara hierarkis, yaitu ; memecah-mecah persoalan menjadi unsur-unsur yang
terpisah-pisah.
b. Pembedaan prioritas dan sintesis, yang disebut sebagai penetapan prioritas,
yaitu ; menentukan peringkat elemen-elemen menurut relatif pentingnya.
c. Konsistensi Logis, yaitu ; menjamin bahwa semua elemen dikelompokkan
secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria
yang logis.
d. Nilai rasio konsistensi harus 10 persen atau kurang dan jika lebih dari 10
persen maka pertimbangan itu harus di acak atau diperbaiki agar tingkat
konsistensinya bagus.
13

Dari prinsip dasar di atas bahwa Analisis Hierarki Proses adalah suatu model
yang luwes yang memungkinkan kita mengambil keputusan dengan
mengkombinasikan pertimbangan dan nilai-nilai pribadi secara logis. Selain itu
dalam penggolongan hierarki terdapat dua macam hierarki yaitu :
- Hierarki Struktural, dimana pada hierarki ini sistem yang kompleks disusun
ke dalam komponen-komponen pokoknya dalam urutan menurun menurut
sifat struktural mereka; misalnya : ukuran, bangun warna atau umur.
- Hierarki Fungsional, yaitu suatu hierarki yang menguraikan sistem yang
kompleks menjadi elemen-elemen pokoknya menurut hubungan esensial
mereka ; misalnya : kelompok pihak berkepentingan yang utama, dan
kelompok sasaran pihak yang berkepentingan.
Adapun hierarki Perkotaan yaitu tingkatan yang menggambarkan jenjang
fungsi perkotaan sebagai akibat perbedaan jumlah, jenis, kualitas dari fasilitas yang
tersedia di kota tersebut:
Kota dengan orde I : TK PT
Kota dengan orde II : TK SMA/Diploma
Kota dengan orde III : TK SMP
Kota dengan orde IV : TK SD/SMP
Kota non orde : hanya ada SD














14

BAB III
GAMBARAN UMUM KABUPATEN BANYUMAS

3.1 Aspek Fisik
Aspek fisik yang akan dibahas dalam laporan ini adalah kondisi geografis
wilayah dan topografi wilayah.
3.1.1 Kondisi Geografis Wilayah
Kabupaten Banyumas merupakan salah satu bagian wilayah Provinsi Jawa
Tengah, dengan ibukota di Purwokerto. Kabupaten ini terletak diantara 108: 39
17 - 109: 27 15 Bujur Timur dan 7: 15 05 - 7: 37 10 Lintang Selatan.
Kabupaten Banyumas terdiri dari 27 Kecamatan dan berbatasan dengan wilayah
beberapa kabupaten, yaitu:
Utara : Kabupaten Tegal dan Kabupaten Pemalang
Selatan : Kabupaten Cilacap
Barat : Kabupaten Cilacap dan Kabupaten Brebes
Timur : Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banjarnegara, dan Kabupaten
Kebumen.
Kabupaten Banyumas memiliki luas wilayah 132.759 Ha, yaitu sekitar 4,08 %
dari luas wilayah Provinsi Jawa Tengah (3.254 juta Ha). Luas wilayah Kabupaten
Banyumas ini terdiri dari lahan sawah 32.219 Ha atau sekitar 24,27 % dari luas
keseluruhan Kabupaten Banyumas, serta lahan terbangun dan pekarangan seluas
100.640 Ha atau sekitar 75,73 % dari luas wilayah Kabupaten Banyumas. Wilayah
Kabupaten Banyumas lebih dari 45 % merupakan daerah dataran yang tersebar di
bagian tengah dan selatan serta membujur dari barat ke timur.
3.1.2 Klimatologi
Ketinggian wilayah di Kabupaten Banyumas sebagian besar berada pada
kisaran 25 100 M dpl yaitu seluas 40.385,3 Ha. Berdasarkan kemiringan wilayah,
Kabupaten Banyumas mempunyai kemiringan yang terbagi dalam 4 (empat)
kategori yaitu :
- Kemiringan 0: - 2: meliputi areal seluas 43.876,9 Ha atau 33,05 % yaitu
wilayah bagian Tengah dan Selatan.
- Kemiringan 2: - 15: meliputi areal seluas 21.294,5 Ha atau 16,04 % yaitu
sekitar Gunung Slamet.
15

- Kemiringan 15: - 40: meliputi areal seluas 35.141,3 Ha atau seluas 26,47 %
yaitu daerah lereng Gunung Slamet.
- Kemiringan lebih dari 40: meliputi areal seluas 32.446,3 Ha atau seluas
32.446,3 Ha atau seluas 24,44 % yaitu daerah lereng Gunung Slamet.
Dari kondisi kemiringan seperti diatas dapat diketahui bahwa wilayah
Kabupaten Banyumas merupakan derah dengan kondisi fisik yang heterogen.

3.2 Aspek Non Fisik
Aspek non fisik yang akan dibahas dalam laporan ini adalah aspek pendidikan
dan aspek kesehatan.
3.2.1 Aspek Pendidikan
Fasilitas Pendidikan di wilayah Kabupaten Banyumas sebagian besar masih
didominasi oleh fasilitas pendidikan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan dasar
9 tahun yaitu fasilitas SD dan SLTP yang merata di setiap wilayah Kecamatan yang
ada di Kabupaten Banyumas, sedangkan fasilitas pendidikan untuk jenjeng yang
lebih tinggi, seperti SLTA dan Perguruan Tinggi lebih terkonsentrasi di wilayah
pusat Kabupaten khususnya untuk Perguruan Tinggi dan beberapa pusat Kecamatan
dengan tingkat perkembangan yang lebih tinggi untuk fasilitas SLTA, Sarana dan
prasarana pendidikan merupakan suatu hal sangat penting didalam meningkatkan
mutu pendidikan. Untuk itu sarana dan prasarana pendidikan senantiasa menjadi
perhatian agar mutu pendidikan di Indonesia meningkat. Untuk itu Kabupaten
Banyumas setiap tahun mengalokasikan anggaran untuk perbaikan sarana dan
prasarana pendidikan. Data jumlah sekolah di Kabupaten Banyumas dapat dilihat
pada tabel dibawah ini.
Sedangkan jumlah perguruan tinggi yang ada di Kabupaten Banyumas
berdasarkan laporan dari Dinas Pendidikan Kabupaten Banyumas sampai dengan
bulan Juni 2010 berjumlah 20 buah mulai tingkat diploma I, II, III dan IV sampai
dengan S-1 dan S-2 baik negeri maupun swasta. Untuk Perguruan tinggi negeri
sebanyak 3 buah yaitu UNSOED, STAIN, POLTEKES. Sedangkan perguruan tinggi
swasta ada sebanyak 17 buah yaitu UMP, UNWIKU, AKPER YAPERMAS, AKBID YLPP,
STIE Purwokerto, Akademi Pertanian HKTI.



16

Tabel III.1
Jumlah Fasilitas Pendidikan Kabupaten Banyumas
No. Kecamatan Jumlah Sekolah Jumlah Sekolah Jumlah Sekolah
SD MI Jumlah SMP MTs Jumlah SMA SMK MA Jumlah
1. Lumbir 35 1 36 4 1 5 - - - -
2. Wangon 45 4 49 6 2 8 1 2 - 3
3. Jatilawang 36 6 42 5 1 6 2 2 1 5
4. Rawalo 24 10 34 4 3 7 1 4 1 6
5. Kebasen 30 7 37 5 1 6 - 1 1 2
6. Kemranjen 34 18 52 9 6 15 2 3 2 7
7. Sumpiuh 30 10 40 5 2 7 2 5 1 8
8. Tambak 28 12 40 6 4 10 2 - - 2
9. Somagede 23 2 25 4 - 4 - 1 - 1
10. Kalibagor 23 1 24 5 1 6 - 2 - 2
11. Banyumas 33 1 34 5 1 6 1 4 1 6
12. Patikraja 28 9 37 4 2 6 1 - - 1
13. Purwojati 20 3 23 4 1 5 - - - -
14. Ajibarang 33 11 44 8 1 9 2 3 - 5
15. Gumelar 32 4 36 5 1 6 1 - - 1
16. Pekuncen 36 12 48 6 1 7 - 1 1 2
17. Cilongok 44 19 63 6 2 8 - 1 1 2
18. Karanglewas 26 12 38 5 1 6 1 - - 1
19. Sokaraja 30 3 33 5 1 6 5 1 - 6
20. Kembaran 29 6 35 4 1 5 - 1 - 1
21. Sumbang 38 3 41 6 2 8 - - - -
22. Baturaden 28 1 29 3 1 4 1 - - 1
23. Kedungbanteng 31 5 36 6 2 8 1 1 - 2
24. Purwokerto Selatan 27 4 31 9 - 9 1 12 - 13
25. Purwokerto Barat 24 5 29 3 2 5 - 2 - 2
26. Purwokerto Timur 36 2 38 10 2 12 8 10 3 21
27. Purwokerto Utara 23 - 23 2 1 3 1 - - 1
TOTAL 826 171 997 144 43 187 33 57 13 100

Sumber: BPS Kabupaten Banyumas, 2010.

3.2.2 Aspek Kesehatan
Sarana kesehatan merupakan kebutuhan yang sangat vital dalam membangun
masyarakat Kabupaten Banyumas yang sehat. Untuk itu sarana kesehatan sebagai
tempat pelayanan kepada masyarakat senantiasa menjadi perhatian pemerintah
Kabupaten Banyumas. Jumlah sarana kesehatan yang ada saat ini dan terdata di
Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas meliputi Rumah Sakit Umum Daerah
17

sebanyak 4 buah dengan rincian Tipe B sebanyak 2 buah, Tipe C sebanyak 1 buah,
Tipe D sebanyak 1 buah dan rumah sakit khusus sebanyak 10 buah, Sedangkan
untuk Rumah Sakit Umum Swasta sebanyak 18 buah dengan rincian Tipe C
sebanyak 10 buah Tipe D sebanyak 8 buah. Sedangkan untuk fasilitas kesehatan
lainnya antara lain berupa Puskesmas yang ada dan tersebar di 27 kecamatan ada
sebanyak 39 buah, Puskesmas pembantu 39 buah.
Tabel III.
Jumlah Fasilitas Kesehatan Tahun 2010 Kabupaten Banyumas












Sumber: BPS Kabupaten Banyumas, 2010.


















No. Fasilitas Jumlah
1. RSUD 4
2. RSU Swasta 18
3. Puskesmas 39
4. Puskesmas Keliling 39
5. Puskesmas Pembantu 39
6. Rumah Sakit Khusus 10
7. Klinik tempat praktek dokter 530
8. Posyandu 2.352
9. Polindes / PKD 121
18

BAB IV
ANALISIS DAN HASIL

4.1 Analisis
Berdasarkan data fasilitas umum di Kabupaten Banyumas, data yang berisi
fasilitas pendidikan dan fasilitas kesehatan. selanjutnya akan dianalisis dengan
menggunakan analisis skalogram Guttman dan analisis indeks sentralitas Marshall.
Berikut data fasilitas umum di Kabupaten Banyumas.
Tabel IV.1
Data Fasilitas Umum di Kabupaten Banyumas
No. Kecamatan Luas
Wilaya
h km
Jumlah
Pendu
duk
Fasilitas Umum
TK SD SMP SMA Ruma
h
Bersa
lin
Polikli
nik
Puskes
mas
Pemba
ntu
Puske
smas
Ruma
h
Sakit
1 Lumbir 10266 43344 16 35 4 0 0 2 2 1 0
2 Wangon 6078 73018 25 45 6 1 0 7 2 2 1
3 Jatilawang 4816 57054 30 36 5 2 1 1 2 1 0
4 Rawalo 4964 45262 34 24 4 1 2 2 1 1 0
5 Kebasen 5399 55718 22 29 5 0 1 1 1 1 0
6 Kemranjen 6071 62335 31 34 9 1 0 2 2 2 1
7 Sumpiuh 6001 49808 26 30 5 2 0 3 2 2 1
8 Tambak 5203 41925 19 28 6 2 1 6 1 2 0
9 Somagede 4011 31825 16 22 4 0 0 1 1 1 0
10 Kalibagor 3573 45954 19 23 5 0 0 2 1 1 0
11 Banyumas 3809 45573 19 34 5 1 0 9 2 1 3
12 Patikraja 4322 50330 31 28 4 1 0 3 2 1 1
13 Purwojati 3786 30786 18 20 4 0 0 1 2 1 0
14 Ajibarang 6653 89861 38 33 8 2 2 7 2 2 2
15 Gumelar 9395 45066 23 32 5 1 0 1 1 1 0
16 Pekuncen 9270 64410 29 36 6 0 0 5 2 1 0
17 Cilongok 10534 10879
7
52 44 6 0 1 3 2 2 0
18 Karanglewa
s
3248 57194 26 26 5 1 0 5 1 1 0
19 Kedungbant
eng
2992 51064 24 29 6 1 0 2 1 1 0
20 Baturaden 2592 47074 15 29 4 1 0 4 1 2 0
21 Sumbang 5342 74660 27 38 6 0 0 1 2 2 0
22 Kembaran 4553 72136 34 28 3 0 2 5 1 2 0
23 Sokaraja 6022 76867 36 32 5 5 1 6 2 2 2
24 Purwokerto 1375 70459 23 27 9 1 2 13 1 1 2
19

Selatan
25 Purwokerto
Barat
740 49044 23 24 4 0 1 4 1 1 2
26 Purwokerto
Timur
842 57160 27 36 10 9 2 13 1 2 4
27 Purwokerto
Utara
901 57178 17 23 2 1 2 15 0 2 3
TOTAL 700 825 145 33 18 124 39 39 22

Sumber : Hasil Analisis Kelompok 10, 2012.

4.1.1 Analisis Skalogram Guttman
Analisis Skalogram Guttman digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya
layanan/fasilitas yang ada di suatu daerah. Selain itu juga untuk mengetahui
kelengkapan fasilitas suatu wilayah, dalam hal ini yang akan dianalisis adalah
fasilitas pendidikan dan fasilitas kesehatan di Kabupaten Banyumas. Berikut adalah
analisisnya :


Tabel IV.2
Analisis Skalogram Guttman
No. Kecamatan Luas
Wilayah
km
Jumlah
Pendud
uk
Fasilitas Umum Jumla
h
TK SD SMP SMA Polik
linik
Pusk
esma
s
Pusk
esma
s
Pem
bant
u
Rum
ah
Bers
alin
Rumah
Sakit
1 Lumbir 10266 43344 1 1 1 0 1 1 1 0 0 6
2 Wangon 6078 73018 1 1 1 1 1 1 1 0 1 8
3 Jatilawang 4816 57054 1 1 1 1 1 1 1 1 0 8
4 Rawalo 4964 45262 1 1 1 1 1 1 1 1 0 8
5 Kebasen 5399 55718 1 1 1 0 1 1 1 1 0 7
6 Kemranjen 6071 62335 1 1 1 1 1 1 1 0 1 8
7 Sumpiuh 6001 49808 1 1 1 1 1 1 1 0 1 8
8 Tambak 5203 41925 1 1 1 1 1 1 1 1 0 8
9 Somagede 4011 31825 1 1 1 0 1 1 1 0 0 6
10 Kalibagor 3573 45954 1 1 1 0 1 1 1 0 0 6
11 Banyumas 3809 45573 1 1 1 1 1 1 1 0 1 8
12 Patikraja 4322 50330 1 1 1 1 1 1 1 0 1 8
13 Purwojati 3786 30786 1 1 1 0 1 1 1 0 0 6
14 Ajibarang 6653 89861 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9
15 Gumelar 9395 45066 1 1 1 1 1 1 1 0 0 7
20

16 Pekuncen 9270 64410 1 1 1 0 1 1 1 0 0 6
17 Cilongok 10534 108797 1 1 1 0 1 1 1 1 0 7
18 Karanglewa
s
3248 57194 1 1 1 1 1 1 1 0 0 7
19 Kedungbant
eng
2992 51064 1 1 1 1 1 1 1 0 0 7
20 Baturaden 2592 47074 1 1 1 1 1 1 1 0 0 7
21 Sumbang 5342 74660 1 1 1 0 1 1 1 0 0 6
22 Kembaran 4553 72136 1 1 1 0 1 1 1 1 0 7
23 Sokaraja 6022 76867 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9
24 Purwokerto
Selatan
1375 70459 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9
25 Purwokerto
Barat
740 49044 1 1 1 0 1 1 1 1 1 8
26 Purwokerto
Timur
842 57160 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9
27 Purwokerto
Utara
901 57178 1 1 1 1 1 1 0 1 1 8
TOTAL 27 27 27 17 27 27 26 12 11 201

Sumber : Hasil Analisis Kelompok 10, 2012.

Berdasarkan tabel data fasilitas umum Kabupaten Banyumas per kecamatan
di atas dapat diinterpretasikan bahwa angka 1 menunjukkan di tiap kecamatan
tersebut terdapat fasilitas/layanan yang berupa fasilitas kesehatan ataupun fasilitias
pendidikan. Sedangkan angka 0 menunjukkan bahwa di tiap kecamatan tidak ada
fasilitas/layanan yang berupa fasilitas kesehatan ataupun fasilitas pendidikan.


Tabel IV.3
Analisis Skalogram Guttman
No. Kecamata
n
Luas
Wilay
ah
km
Jumlah
Pendu
duk
Fasilitas Umum Jumla
h
Err
or
%
TK SD SMP SMA Polikl
inik
Pus
kes
ma
s
Pus
kes
ma
s
Pe
mb
ant
u
Rum
ah
Bers
alin
Ru
ma
h
Sak
it
14 Ajibarang 6653 89861 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 0 4,4776
1194
23 Sokaraja 6022 76867 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 0 4,4776
1194
24 Purwoker
to Selatan
1375 70459 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 0 4,4776
1194
26 Purwoker
to Timur
842 57160 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 0 4,4776
1194
21

2 Wangon 6078 73018 1 1 1 1 1 1 1 0 1 8 2 3,9800
995
3 Jatilawan
g
4816 57054 1 1 1 1 1 1 1 1 0 8 0 3,9800
995
4 Rawalo 4964 45262 1 1 1 1 1 1 1 1 0 8 0 3,9800
995
6 Kemranje
n
6071 62335 1 1 1 1 1 1 1 0 1 8 2 3,9800
995
7 Sumpiuh 6001 49808 1 1 1 1 1 1 1 0 1 8 2 3,9800
995
8 Tambak 5203 41925 1 1 1 1 1 1 1 1 0 8 0 3,9800
995
11 Banyuma
s
3809 45573 1 1 1 1 1 1 1 0 1 8 2 3,9800
995
12 Patikraja 4322 50330 1 1 1 1 1 1 1 0 1 8 2 3,9800
995
25 Purwoker
to Barat
740 49044 1 1 1 0 1 1 1 1 1 8 2 3,9800
995
27 Purwoker
to Utara
901 57178 1 1 1 1 1 1 0 1 1 8 2 3,9800
995
5 Kebasen 5399 55718 1 1 1 0 1 1 1 1 0 7 2 3,4825
8706
15 Gumelar 9395 45066 1 1 1 1 1 1 1 0 0 7 0 3,4825
8706
17 Cilongok 1053
4
10879
7
1 1 1 0 1 1 1 1 0 7 2 3,4825
8706
18 Karangle
was
3248 57194 1 1 1 1 1 1 1 0 0 7 0 3,4825
8706
19 Kedungba
nteng
2992 51064 1 1 1 1 1 1 1 0 0 7 0 3,4825
8706
20 Baturade
n
2592 47074 1 1 1 1 1 1 1 0 0 7 0 3,4825
8706
22 Kembara
n
4553 72136 1 1 1 0 1 1 1 1 0 7 2 3,4825
8706
1 Lumbir 1026
6
43344 1 1 1 0 1 1 1 0 0 6 0 2,9850
7463
9 Somagede 4011 31825 1 1 1 0 1 1 1 0 0 6 0 2,9850
7463
10 Kalibagor 3573 45954 1 1 1 0 1 1 1 0 0 6 0 2,9850
7463
13 Purwojati 3786 30786 1 1 1 0 1 1 1 0 0 6 0 2,9850
7463
16 Pekuncen 9270 64410 1 1 1 0 1 1 1 0 0 6 0 2,9850
7463
21 Sumbang 5342 74660 1 1 1 0 1 1 1 0 0 6 0 2,9850
7463
TOTAL 27 27 27 17 27 27 26 12 11 201 20 100

Sumber : Hasil Analisis Kelompok 10, 2012.

Berdasarkan perhitungan skalogram yang telah dilakukan, jumlah error
yang didapat dari 27 Kecamatan (N) dan 9 fasilitas (k) di Kabupaten Banyumas yaitu
22

20. Sedangkan untuk jumlah fasilitas tertinggi 9 ada di Kecamatan Ajibarang dan
terkecil 6 ada di Kecamatan Sumbang.
Perhitungan COR
COR = 1- (e)/Nxk
COR = 1- 20/27x9
= 0,91769
Berdasarkan ketentuan, nilai Coeffisien of Reproducibility (COR) yang layak
untuk dianalisis adalah bernilai 0,9. Sehingga data tersebut dapat dilanjutkan
untuk dianalisis.
Perhitungan jumlah orde
Jumlah Orde = 1+3,3 Log n
= 1+3,3 Log 27
= 5,724
=6
Berarti jumlah orde yang ada di Kabupaten Banyumas adalah 6 orde
Perhitungan interval
Range = (Nilai Tertinggi-Nilai Terendah)/(Jumlah orde)
= (9-6)/6
= 0,5
Maka pembagian orde berdasarkan jumlah fasilitas yang dimiliki sebagai
berikut:
Orde I > 8,6
Orde II 8,1-8,5
Orde III 7,6-8,0
Orde IV 7,1 -7,5
Orde V 6,6-7,0
Orde VI < 6,5
No. Kecamatan Luas
Wilaya
h km
Jumlah
Pendud
uk
Fasilitas Umum Juml
ah
ORDE
TK SD SMP SMA P
ol
ik
li
ni
k
Puske
smas
Puske
smas
Pemba
ntu
Rum
ah
Bers
alin
Ru
ma
h
Sak
it
14 Ajibarang 6653 89861 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 I
23 Sokaraja 6022 76867 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 I
23

24 Purwokerto
Selatan
1375 70459 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 I
26 Purwokerto
Timur
842 57160 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 I
2 Wangon 6078 73018 1 1 1 1 1 1 1 0 1 8 III
3 Jatilawang 4816 57054 1 1 1 1 1 1 1 1 0 8 III
4 Rawalo 4964 45262 1 1 1 1 1 1 1 1 0 8 III
6 Kemranjen 6071 62335 1 1 1 1 1 1 1 0 1 8 III
7 Sumpiuh 6001 49808 1 1 1 1 1 1 1 0 1 8 III
8 Tambak 5203 41925 1 1 1 1 1 1 1 1 0 8 III
11 Banyumas 3809 45573 1 1 1 1 1 1 1 0 1 8 III
12 Patikraja 4322 50330 1 1 1 1 1 1 1 0 1 8 III
25 Purwokerto
Barat
740 49044 1 1 1 0 1 1 1 1 1 8 III
27 Purwokerto
Utara
901 57178 1 1 1 1 1 1 0 1 1 8 III
5 Kebasen 5399 55718 1 1 1 0 1 1 1 1 0 7 V
15 Gumelar 9395 45066 1 1 1 1 1 1 1 0 0 7 V
17 Cilongok 10534 108797 1 1 1 0 1 1 1 1 0 7 V
18 Karanglewa
s
3248 57194 1 1 1 1 1 1 1 0 0 7 V
19 Kedungban
teng
2992 51064 1 1 1 1 1 1 1 0 0 7 V
20 Baturaden 2592 47074 1 1 1 1 1 1 1 0 0 7 V
22 Kembaran 4553 72136 1 1 1 0 1 1 1 1 0 7 V
1 Lumbir 10266 43344 1 1 1 0 1 1 1 0 0 6 VI
9 Somagede 4011 31825 1 1 1 0 1 1 1 0 0 6 VI
10 Kalibagor 3573 45954 1 1 1 0 1 1 1 0 0 6 VI
13 Purwojati 3786 30786 1 1 1 0 1 1 1 0 0 6 VI
16 Pekuncen 9270 64410 1 1 1 0 1 1 1 0 0 6 VI
21 Sumbang 5342 74660 1 1 1 0 1 1 1 0 0 6 VI
TOTAL 27 27 27 17 27 27 26 12 11 201
Sumber : Hasil Analisis Kelompok 10, 2012.


4.1.2 Analisis Indeks Sentralitas Marshall
Analisis indeks Sentralitas Marshall ada perbedaan dengan analisis indeks
Scalogram, dimana Analisis indeks Sentralitas Marshall menilai jumlah unit setiap
jenis fasilitas pada pemukiman dibandingkan dengan pemukiman yang lain. Adapun
hasil Analisis indeks Sentralitas Marshall yaitu:
24


Kecamatan dengan nilai indeks sentralitas Marshal terbanyak yaitu
Kecamatan Purwokerto Timur sebesar 89,86 dan terkecil Kecamatan Somagede
sebesar 13,65. Menggunakan orde yang sama dengan analisis skalogram (skala
Guttman) yaitu 6 maka didapat interval orde:
Perhitungan interval
Range = (Nilai Tertinggi-Nilai Terendah)/(jumlah orde)
= (89,86-13,65)/6
= 12,70225104
= 13
Maka pembagian orde berdasarkan bobot fasilitas yang dimiliki sebagai
berikut:
Orde I > 73
Orde II 69-72
Orde III 55-68
Orde IV 41-54
Orde V 27-40
Orde VI < 26


25

No. Kecamatan TK SD SMP SMA Rum
ah
Bersa
lin
Polikli
nik
Puskes
mas
Pemba
ntu
Puskes
mas
Rum
ah
Sakit
TOTA
L
ORDE
1 Lumbir 2,29 4,24 2,76 0,00 0,00 1,61 5,13 2,56 0,00 18,59 VI
2 Wangon 3,57 5,45 4,14 3,03 0,00 5,65 5,13 5,13 4,55 36,64 III
3 Jatilawang 4,29 4,36 3,45 6,06 5,56 0,81 5,13 2,56 0,00 32,21 III
4 Rawalo 4,86 2,91 2,76 3,03 11,11 1,61 2,56 2,56 0,00 31,41 IV
5 Kebasen 3,14 3,52 3,45 0,00 5,56 0,81 2,56 2,56 0,00 21,60 V
6 Kemranjen 4,43 4,12 6,21 3,03 0,00 1,61 5,13 5,13 4,55 34,20 III
7 Sumpiuh 3,71 3,64 3,45 6,06 0,00 2,42 5,13 5,13 4,55 34,08 III
8 Tambak 2,71 3,39 4,14 6,06 5,56 4,84 2,56 5,13 0,00 34,39 III
9 Somagede 2,29 2,67 2,76 0,00 0,00 0,81 2,56 2,56 0,00 13,65 VI
10 Kalibagor 2,71 2,79 3,45 0,00 0,00 1,61 2,56 2,56 0,00 15,69 VI
11 Banyumas 2,71 4,12 3,45 3,03 0,00 7,26 5,13 2,56 13,64 41,90 II
12 Patikraja 4,43 3,39 2,76 3,03 0,00 2,42 5,13 2,56 4,55 28,27 IV
13 Purwojati 2,57 2,42 2,76 0,00 0,00 0,81 5,13 2,56 0,00 16,25 VI
14 Ajibarang 5,43 4,00 5,52 6,06 11,11 5,65 5,13 5,13 9,09 57,11 I
15 Gumelar 3,29 3,88 3,45 3,03 0,00 0,81 2,56 2,56 0,00 19,58 V
16 Pekuncen 4,14 4,36 4,14 0,00 0,00 4,03 5,13 2,56 0,00 24,37 IV
17 Cilongok 7,43 5,33 4,14 0,00 5,56 2,42 5,13 5,13 0,00 35,13 III
18 Karanglewas 3,71 3,15 3,45 3,03 0,00 4,03 2,56 2,56 0,00 22,50 V
19 Kedungbante
ng
3,43 3,52 4,14 3,03 0,00 1,61 2,56 2,56 0,00 20,85 V
20 Baturaden 2,14 3,52 2,76 3,03 0,00 3,23 2,56 5,13 0,00 22,37 V
21 Sumbang 3,86 4,61 4,14 0,00 0,00 0,81 5,13 5,13 0,00 23,66 V
22 Kembaran 4,86 3,39 2,07 0,00 11,11 4,03 2,56 5,13 0,00 33,16 III
23 Sokaraja 5,14 3,88 3,45 15,15 5,56 4,84 5,13 5,13 9,09 57,36 I
24 Purwokerto
Selatan
3,29 3,27 6,21 3,03 11,11 10,48 2,56 2,56 9,09 51,61 I
25 Purwokerto
Barat
3,29 2,91 2,76 0,00 5,56 3,23 2,56 2,56 9,09 31,95 III
26 Purwokerto
Timur
3,86 4,36 6,90 27,27 11,11 10,48 2,56 5,13 18,18 89,86 I
27 Purwokerto
Utara
2,43 2,79 1,38 3,03 11,11 12,10 0,00 5,13 13,64 51,60 I
89,86
13,65

You might also like