You are on page 1of 108

88

BAB IV
ANALISIS GURINDAM DAN PEMBAHASANNYA


Bab ini merupakan bagian pengkajian (analisis) puisi dengan menggunakan
pendekatan semiotik. Gurindam Dua Belas merupakan puisi karangan Raja Ali Haji.
Gurindam Dua Belas yang akan dianalisis seluruhnya berjumlah duabelas pasal.
Analisis terhadap puisi ini menitikberatkan pada unur-unsur puisi dan pemaknaan.
Unsur-unsur tersebut diantaranya, makna kata (denotasi, konotasi), citraan dan
paparan analisis atau kajian semiotik Gurindam Dua Belas.

A. Deskripsi Data
Raja Ali Haji, si empunya karya Gurindam Dua Belas menyebutkan arti
gurindam tersebut di dalam pengantar karyanya. Di pengantar tersebut juga
disebutkan tanggal gurindam ditulis, manfaat gurindam, dan perbedaan gurindam
dengan syair.
Inilah Gurindam Dua Belas Namanya
Segala puji bagi Tuhan seru sekalian alam serta shalawatkan Nabi yang akhirul
zaman serta keluarganya dan sahabatnya sekalian adanya.
Amma badu daripada itu maka tatkala sampailah hijrat al-Nabi 1263 Sannah
kepada dua puluh tiga hari bulan Rajab hari Selasa maka diilhamkan Allah Taala
kepada kita yaitu Raja Ali Haji mengarang satu gurindam cara Melayu yaitu yang
boleh juga diambil faedah sedikit-sedikit daripada perkataannya itu pada orang
yang ada menaruh akal. Maka adalah banyaknya gurindam itu hanya dua belas
pasal di dalamnya.




89
Syahdan
Adalah beda antara gurindam dengan syair itu aku nyatakan pula Bermula arti
syair melayu iaitu perkataan yang bersajak serupa dua berpasang pada akhirnya
dan tiada berkehendak pada sempurna perkataan pada satu-satu pasangnya
Bersalahan dengan Gurindam

Adapun gurindam itu yaitu perkataan yang bersajak juga pada akhir pasangannya
tetapi sempurna perkataannya dengan satu pasangan sahaja Jadilah seperti sajak
yang pertama itu syarat dan syair sajak yang kedua itu jadi seperti jawab.
Bermula inilah rupanya syairnya
Dengarkan tuan suatu rencana
Mengarang di dalam gundah gulana

Barangkali gurindam kurang kena
Tuan betulkan dengan sempurna

Inilah arti gurindam yang di bawah syatar ini

Persimpanan yang indah
Yaitulah ilmu yang memberi faedah

Aku hendak bertutur
akan gurindam yang beratur


Ini gurindam pasal yang pertama

Barang siapa tiada memegang agama,
sekali-kali tiada boleh dibilangkan nama.

Barang siapa mengenal yang empat,
maka ia itulah orang ma'rifat

Barang siapa mengenal Allah,
suruh dan tegahnya tiada ia menyalah.

Barang siapa mengenal diri,


90
maka telah mengenal akan Tuhan yang bahari.
Barang siapa mengenal dunia,
tahulah ia barang yang terpedaya.
Barang siapa mengenal akhirat,
tahulah ia dunia melarat.

Ini gurindam pasal yang kedua
Barang siapa mengenal yang tersebut,
tahulah ia makna takut.

Barang siapa meninggalkan sembahyang,
seperti rumah tiada bertiang.

Barang siapa meninggalkan puasa,
tidaklah mendapat dua temasa.

Barang siapa meninggalkan zakat,
tiadalah hartanya beroleh berkat.
Barang siapa meninggalkan haji,
tiadalah ia menyempurnakan janji.

Ini gurindam pasal yang ketiga:
Apabila terpelihara mata,
sedikitlah cita-cita.
Apabila terpelihara kuping,
khabar yang jahat tiadalah damping.
Apabila terpelihara lidah,
nescaya dapat daripadanya faedah.
Bersungguh-sungguh engkau memeliharakan tangan,
daripada segala berat dan ringan.


91
Apabila perut terlalu penuh,
keluarlah fi'il yang tiada senonoh.
Anggota tengah hendaklah ingat,
di situlah banyak orang yang hilang semangat
Hendaklah peliharakan kaki,
daripada berjalan yang membawa rugi.

Ini gurindam pasal yang keempat:
Hati kerajaan di dalam tubuh,
jikalau zalim segala anggota pun roboh.
Apabila dengki sudah bertanah,
datanglah daripadanya beberapa anak panah.
Mengumpat dan memuji hendaklah pikir,
di situlah banyak orang yang tergelincir.
Pekerjaan marah jangan dibela,
nanti hilang akal di kepala.
Jika sedikitpun berbuat bohong,
boleh diumpamakan mulutnya itu pekong.
Tanda orang yang amat celaka,
aib dirinya tiada ia sangka.
Bakhil jangan diberi singgah,
itulah perampok yang amat gagah.
Barang siapa yang sudah besar,
janganlah kelakuannya membuat kasar.
Barang siapa perkataan kotor,
mulutnya itu umpama ketur.
Di mana tahu salah diri,
jika tidak orang lain yang berperi.


92
Ini gurindam pasal yang kelima:
Jika hendak mengenal orang berbangsa,
lihat kepada budi dan bahasa,
Jika hendak mengenal orang yang berbahagia,
sangat memeliharakan yang sia-sia.
Jika hendak mengenal orang mulia,
lihatlah kepada kelakuan dia.
Jika hendak mengenal orang yang berilmu,
bertanya dan belajar tiadalah jemu.
Jika hendak mengenal orang yang berakal,
di dalam dunia mengambil bekal.
Jika hendak mengenal orang yang baik perangai,
lihat pada ketika bercampur dengan orang ramai.

Ini gurindam pasal yang ke enam:
Cahari olehmu akan sahabat,
yang boleh dijadikan obat.
Cahari olehmu akan guru,
yang boleh tahukan tiap seteru.
Cahari olehmu akan isteri,
yang boleh menyerahkan diri.
Cahari olehmu akan kawan,
pilih segala orang yang setiawan.
Cahari olehmu akan abdi,
yang ada baik sedikit budi,




93
Ini Gurindam pasal yang ke tujuh:
Apabila banyak berkata-kata,
di situlah jalan masuk dusta.
Apabila banyak berlebih-lebihan suka,
itulah tanda hampir duka.
Apabila kita kurang siasat,
itulah tanda pekerjaan hendak sesat.
Apabila anak tidak dilatih,
jika besar bapanya letih.
Apabila banyak mencela orang,
itulah tanda dirinya kurang.
Apabila orang yang banyak tidur,
sia-sia sahajalah umur.
Apabila mendengar akan khabar,
menerimanya itu hendaklah sabar.

Apabila menengar akan aduan,
membicarakannya itu hendaklah cemburuan.
Apabila perkataan yang lemah-lembut,
lekaslah segala orang mengikut.
Apabila perkataan yang amat kasar,
lekaslah orang sekalian gusar.

Apabila pekerjaan yang amat benar,
tidak boleh orang berbuat onar.

Ini gurindam pasal yang ke delapan:
Barang siapa khianat akan dirinya,
apalagi kepada lainnya.
Kepada dirinya ia aniaya,
orang itu jangan engkau percaya.


94
Lidah yang suka membenarkan dirinya,
daripada yang lain dapat kesalahannya.
Daripada memuji diri hendaklah sabar,
biar pada orang datangnya khabar.
Orang yang suka menampakkan jasa,
setengah daripada syirik mengaku kuasa.
Kejahatan diri sembunyikan,
kebaikan diri diamkan.
Keaiban orang jangan dibuka,
keaiban diri hendaklah sangka.

Ini gurindam pasal yang ke sembilan:
Tahu pekerjaan tak baik tetapi dikerjakan,
bukannya manusia yaituiah syaitan.

Kejahatan seorang perempuan tua,
itulah iblis punya penggawa.
Kepada segaia hamba-hamba raja,
di situlah syaitan tempatnya manja.

Kebanyakan orang yang muda-muda,
di situlah syaitan tempat bergoda.

Perkumpulan laki-laki dengan perempuan,
di situlah syaitan punya jamuan.

Adapun orang tua yang hemat,
syaitan tak suka membuat sahabat

Jika orang muda kuat berguru,
dengan syaitan jadi berseteru.




95
Ini gurindam pasal yang ke sepuluh:
Dengan bapa jangan durhaka,
supaya Allah tidak murka.
Dengan ibu hendaklah hormat,
supaya badan dapat selamat.
Dengan anak janganlah lalai,
supaya boleh naik ke tengah balai.
Dengan isteri dan gundik janganlah alpa,
supaya kemaluan jangan menerpa.
Dengan kawan hendaklah adil.
supaya tangannya jadi kafill.

Ini gurindam pasal yang ke sebelas:
Hendaklah berjasa,
kepada yang sebangsa.
Hendaklah jadi kepala,
buang perangai yang cela.
Hendaklah memegang amanat,
buanglah khianat.
Hendak marah,
dahulukan hujah.

Hendak dimalui,
jangan melalui.

Hendak ramai,
murahkan perangai.








96
Ini gurindam pasal yang ke duabelas:

Raja muafakat dengan menteri,
seperti kebun berpagarkan duri.

Betul hati kepada raja,
tanda jadi sebarang kerja.
Hukum adil atas rakyat,
tanda raja beroleh inayat.
Kasihkan orang yang berilmu,
tanda rahmat atas dirimu.
Hormat akan orang yang pandai,
tanda mengenal kasa dan cindai.
Ingatkan dirinya mati,
itulah asal berbuat bakti.
Akhirat itu terlalu nyata,
Kepada hati yang tidak buta.

Tamatlah gurindam yang dua belas pasal yaitu karangan kita Raja Ali Haji pada tahun
hijriah nabi kita seribu dua ratus enam puluh tiga
kepada tiga likur hari bulan Rajab
Hari selasa
Jam pukul lima
Negeri Riau
Pulau Penyengat


Dari pernyataan tersebut, kita dapat melihat bahwa sajak-sajak tersebut
ternyata berisi tuntunan moral yang berbasiskan agama. Kita juga dapat memahami
bahwa Gurindam Dua Belas merupakan bentuk syiar sang penyair.
Sesuai dengan prinsip gurindam, yaitu larik pertama adalah syarat sedangkan
larik kedua merupakan jawab, larik kedua pada Gurindam Dua Belas menjelaskan
apa yang sebenarnya terjadi pada seseorang apabila seseorang masuk ke dalam kondisi


97
pada larik pertama. Apabila banyak mencela orang,/itulah tanda dirinya kurang
berarti bila seseorang berada dalam kondisi sering (banyak) mencela orang lain,
berarti ia adalah orang yang kurang baik atau memiliki cacat yang sebenarnya pantas
dicela. Dalam Gurindam Dua Belas mempunyai rima yang sama atau adanya
persamaan bunyi di akhir larik.

B. Analisis Gurindam Dua Belas
1. Ini gurindam pasal yang pertama

Bait 1 Barang siapa tiada memegang agama,
sekali-kali tiada boleh dibilangkan nama.
Bait 2 Barang siapa mengenal yang empat,
maka ia itulah orang ma'rifat.
Bait3 Barang siapa mengenal Allah,
suruh dan tegahnya tiada ia menyalah.

Bait 4 Barang siapa mengenal diri,
maka telah mengenal akan Tuhan yang bahari.
Bait 5 Barang siapa mengenal dunia,
tahulah ia barang yang terpedaya.
Bait 6 Barang siapa mengenal akhirat,
tahulah ia dunia mudharat.

a. Makna Kata
Secara keseluruhan dalam pasal pertama menggunakan kata-kata yang
tidak umum dipergunakan sehingga sulit dipahami. Ada beberapa kata yang perlu
mendapat penegasan khusus berkaitan dengan makna konotatif dan denotatif.


98
Tetapi dalam Gurindam Dua Belas pasal kesatu banyak menggunakan makna
konotatif, sehingga perlu pemaknaan khusus untuk memahami arti pada larik-larik
di pasal satu tersebut.
Kata yang bermakna konotatif yang ditemukan pada pasal kesatu yaitu:
memegang agama, dibilangkan nama, mengenal yang empat, makrifat, mengenal
diri, mengenal Allah, dan mengenal akhirat.. Kata tersebut terdapat dalam:
1) Bait 1 Barang siapa tiada memegang agama,
sekali-kali tiada boleh dibilangkan nama.
Kata memegang agama yang terdapat dalam bait kesatu larik satu yaitu
/Barang siapa tiada memegang agama/. Kata memegang dalam
http://kamusbahasaindonesia.org (29 Mei 2011) [v] (1) memaut dengan tangan;
menggenggam (uang dan sebagainya): tangan kanannya ~ seikat bunga; (2)
mempunyai (uang dan sebagainya); (3) mengemudi (menyetir): dia tidak berani ~
setir mobil di jalan yang berbelok-belok; (4) menangkap (pencuri); (5) memakai
(mempergunakan, mempunyai) senjata dsb: siapa yang ~ senjata tanpa izin
dihukum; (6) menguasai; mengurus atau memimpin (perusahaan, pemerintahan,
dsb); memangku (jabatan dsb.); menjabat (pangkat, pekerjaan, dsb): ~ daerah yang
luas; ~ pemerintahan negeri; ~ jabatan penting; (7) menjalankan (aturan, janji,
dsb.): tetap ~ perintah dan aturan.
Kata agama dalam http://kamusbahasaindonesia.org (29 Mei 2011) [n]
ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kpd


99
Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yg berhubungan dng pergaulan manusia
dan manusia serta lingkungannya: -- Islam; -- Kristen; -- Buddha.
Apabila kata mengenal dan agama dipisah maka makna yang timbul
adalah makna denotasi. Tetapi jika kata tersebut menjadi sebuah frase /memegang
agama/ akan bermakna konotasi. Frase /memegang agama/ akan bermakna orang
yang memiliki agama atau orang yang beragama.
Pada bait satu larik kedua /sekali-kali tiada boleh dibilangkan nama/.
Kalimat /sekali-kali tiada boleh dibilangkan nama/ mempunyai makna orang yang
tidak dianggap di masyarakat.
Dari pemaknaan kata tersebut dapat ditafsirkan bahwa Gurindam Dua
Belas bait yang pertama, Barang siapa tiada memegang agama/ sekali-kali tiada
boleh dibilangkan nama adalah barang siapa atau sesiapa yang tidak memiliki
agama atau beragama itu diibaratkan sebagai seekor hewan atau binatang. Hewan
itu dalam hidupnya tidak mempunyai pegangan hidup, tidak mempunyai aturan
dan tidak mempunyai norma dalam hidupnya, sehingga orang yang yang
demikian ini dalam kehidupan bermasyarakat dianggap tidak ada atau manusia lain
tidak akan peduli dengan keberadaan orang yang sifat dan tabiatnya seperti hewan.
Dengan kata lain orang yang tidak menjalankan norma atau ketentuan agama tidak
patut ditauladani karena orang ini lebih rendah dari syaitan/hewan.
2) Bait 2 Barang siapa mengenal yang empat,
maka ia itulah orang ma'rifat.


100
Frase mengenal yang empat yang terdapat dalam bait ke-2 larik satu
Barang siapa mengenal yang empat/ maka ia itulah orang ma'rifat. Kata mengenal
yang empat dapat diartikan sebagai mengetahui yang empat. Kata empat
mempunyai makna konotasi, karena kata empat di sini bukan berarti angka empat.
Tetapi makna empat di sini diartikan sebagai syariat, tarikat, hakikat dan maarif.
Syariat, tarikat, hakikat, dan maarif adalah suatu ajaran yang harus dilaksanakan
oleh umat muslim. Orang yang menjalankan ketentuan yang empat tadi maka
orang tersebut akan menjadi makrifat. Makrifat dalam KBBI memiliki makna (1)
pengetahuan; (2) Tas tingkat penyerahan diri kepada Tuhan, yang naik setingkat
demi setingkat sehingga sampai ke tingkat keyakinan yang kuat.
Tafsiran Gurindam Dua Belas bait yang kedua Barang siapa mengenal
yang empat/ maka ia itulah orang ma'rifat adalah barang siapa atau sesiapa saja
mengenal yang empat, empat mempunyai makna yaitu syariat, tarekat, hakikat
dan makrifat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dinyatakan bahwa
pengertian dari syariat adalah hukum agama yang menetapkan peraturan hidup
manusia, hubungan manusia dengan Allah Swt., hubungan manusia dengan
manusia dan alam sekitar berdasarkan Alquran dan hadis: misalnya Alquran
adalah sumber pertama syariat Islam. Sedangkan tarekat mempunyai berbagai
makna antara lain (1) bermakna jalan; (2) jalan menuju kebenaran (dalam
tasawuf): ilmu -- , ilmu tasawuf; (3) cara atau aturan hidup (dalam keagamaan atau
ilmu kebatinan); (4) persekutuan para penuntut ilmu tasawuf. Seterusnya adalah
hakikat. Hakikat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunya makna (1)


101
intisari atau dasar: dia yang menanamkan -- ajaran Islam di hatiku; (2) kenyataan
yang sebenarnya (sesungguhnya): pd -- nya mereka orang baik-baik. Selain dari
syariat, tarekat, dan hakikat yang terpenting adalah makrifat. Makrifat sendiri
memiliki makna (1) pengetahuan; (2) Tas tingkat penyerahan diri kepada Tuhan,
yang naik setingkat demi setingkat sehingga sampai ke tingkat keyakinan yang
kuat.
Dengan demikian Orang yang memahami syariat, tarikat, hakikat dan
maarif maka orang itu boleh disebut mengenal Allah atau orang yang mendapat
makrifat dari Allah.
3) Bait 3 Barang siapa mengenal Allah,
suruh dan tegahnya tiada ia menyalah.

Kata mengenal (KBBI:2008) mempunyai makna antara lain [v] (1) tahu
dan teringat kembali: baru mendengar suaranya, aku sudah -- siapa dia; (2) tahu;
mempunyai rasa: tidak -- malu; (3) pernah tahu (bersahabat): saya belum -- dng
orang itu; (4) mengerti; mempunyai pengetahuan tentang: sebagian warga kita
belum -- (aturan) hukum dan pajak.
Sedangkan kata Allah (KBBI:2008) bermakna yaitu ] nama Tuhan dl
bahasa Arab; pencipta alam semesta yang mahasempurna; Tuhan Yang Maha Esa
yang disembah oleh orang yang beriman: demi --; hamba --; insya --; karena
Berdasarkan makna tersebut dapat ditafsirkan bahwa Gurindam Dua Belas
bait yang ketiga Barang siapa mengenal Allah/ suruh dan tegahnya tiada ia
menyalah mempunyai makna bahwa orang yang sudah mengenal Allah tentu saja


102
orang tersebut akan melakukan apa yang diperintahkan, apa yang disuruh oleh
penciptanya dan orang tersebut juga tidak akan melakukan segala hal yang
dilarang dalam agama. Orang yang mengenal Allah atau agamanya hanya akan
melakukan kebaikan-kebaikan dalam hidupnya, agar mendapat ridha dari
Tuhannya.
4) Bait 4 Barang siapa mengenal diri,
maka telah mengenal akan Tuhan yang bahari.
Kata diri (KBBI:2008) bermakna [n] (1) orang seorang (terpisah dr yg
lain); badan: ia menyesali -- nya; untuk kepentingan -- nya sendiri; (2) tidak dng
yg lain: pekerjaan itu dilakukannya seorang --; (3) dipakai sbg pelengkap beberapa
kata kerja untuk menyatakan bahwa penderitanya atau tujuannya adalah badan
sendiri: janganlah bunuh -- , kasihanilah anak- anakmu; kami minta -- , hari sudah
menjelang magrib; (4) Sas engkau: pergilah -- lekas-lekas.
Frase mengenal diri merupakan makna konotasi, karena mengenal diri
diartikan sebagai memahami akan keberadaan kita di muka bumi ini. Kata Allah
adalah makna sesungguhnya atau makna denotasi. Allah menurut KBBI:2008
mempunyai makna [n] nama Tuhan dl bahasa Arab; pencipta alam semesta yang
mahasempurna; Tuhan Yang Maha Esa yang disembah oleh orang yang beriman:
demi --; hamba --; insya --; karena --
Tafsiran Gurindam Dua Belas bait yang keempat Barang siapa mengenal
diri/ maka telah mengenal akan Tuhan yang bahari mempunyai makna bahwa
seseorang yang mengenal akan dirinya bahwa dirinya adalah ciptaan Allah Swt.,


103
seorang hamba yang tiada mempunyai daya dan kekuatan maka orang tersebut
akan mengenal Tuhannya yang kekal. Allah adalah pencipta yang sudah
mempunyai sifat yang kekal, tidak berubah-ubah (baqa). Apabila kita tahu akan
segala kekurangan, kelemahan dan ketiadaberdayaan kita maka kita akan semakin
bertambah mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Dengan kata lain tafsiran bait keempat ini mempunyai makna Manusia yang
mengenali dirinya, akan mengenal Allah yang menciptakannya. Sesungguhnya
Allah itu kekal dan tidak berubah-ubah.
5) Bait 5 Barang siapa mengenal dunia,
tahulah ia barang yang terpedaya
Tafsiran Gurindam Dua Belas bait yang kelima Barang siapa mengenal
dunia, tahulah ia barang yang terpedaya mempunyai makna orang yang
mengetahui larangan Allah, maka orang tersebut tidak terpedaya oleh godaan dan
tipu muslihat syaitan.
Barang yang terpedaya dapat diartikan (1) dapat mengetahui hal-hal yang
buruk dan tidak dibenarkan agama untuk dijalankan; (2) mengetahui godaan, tipu
muslihat syaitan yang menyesatkan. Mengetahui barang yang terpedaya berarti
menghindari segala nikmat dunia yang menyesatkan seperti mencuri, berbohong,
menyebar fitnah, membunuh, meminum minuman yang memabukkan, dan hal-hal
lain yang akhirnya menyebabkan kita terperosok ke dalam jurang kenistaan.
6) Bait 6 Barang siapa mengenal akhirat,
tahulah ia dunia mudharat.



104
Pengertian akhirat adalah [n] alam setelah kehidupan di dunia; alam baka:
perbuatan jahat akan mendapat hukuman di -- dunia mudharat. mu.da.rat
[n] sesuatu yang tidak menguntungkan; rugi; kerugian: memberi --; (2) a tidak
berhasil; gagal; (3) a merugikan; tidak berguna: pekerjaan yg -- itu sebaiknya
kautinggalkan saja
Tafsiran Gurindam Dua Belas bait yang kelima Barang siapa mengenal
akhirat/ tahulah ia dunia mudharat mempunyai makna bahwa akhirat adalah
tempat abadi, tempat yang kekal, tempat dimana segala amal perbuatan kita
diperhitungkan. Sedangkan dunia ini hanya tempat sementara. Agar kita mendapat
akhir yang baik, maka kita harus menghindari diri kita dari berbuat hal-hal yang
mendatangkan kemudharatan. Hal-hal yang mendatangkan kemudharatan harus
dihindari karena mudharat itu hanya akan mendatangkan kesusahan dan kerugian
pada diri kita.

b. Citraan Pasal I
Citraan merupakan salah satu efek yang tergambarkan dari larik-larik puisi.
Dengan adanya citraan, puisi akan semakin dinikmati oleh pembacanya. Citraan
pada puisi bertujuan untuk memberi gambaran yang jelas, dan dapat menimbulkan
suasana yang khusus, selain itu betujuan membuat (lebih) hidup gambaran dalam
pikiran dan penginderaan. Dalam larik-larik yang terdapat pada pasal pertama ini
dapat dijelaskan citraan yang digambarkan penyair sebagai berikut.


105
Pada bait pertama ini terdapat satu citraan asosiasi intelektual, yaitu adanya
gambaran tentang pengetahuan bagaimana seseorang mengenal Tuhannya, tiada
memegang agama/ tiada boleh dibilangkan nama. Adanya gambaran atau
penjelasan bahwa kita seperti tidak memeiliki nama atau identitas, apabila kita
tidak memiliki agama atau sebuah keyakinan tertentu. Keteguhan dan keyakinan
pada Tuhan dipertegas pada bait ketiga, mengenal Allah/ suruh dan tegahnya tiada
ia menyalah. Gambaran tersebut menjelaskan bahwa ketika kita mengenal Allah,
dipertegas dengan kata suruh dan dan tegah, sehingga hal itu menggambarkan
kokohnya sebuah keyakinan.
Bait keempat, mengenal diri/ maka telah mengenal akan Tuhan yang
bahari. Bait tersebut menggambarkan tentang luasnya kekuasaan Allah
digambarkan dengan kata bahari yang artinya kekal. Gambaran kekal
mengisyaratkan pembaca bahwa agar mengetahui kekuasaan Allah maka
kenalilah diri sendiri. Begitu juga dengan bait berikutnya, dianjurkan bahwa kita
akan menguasai dunia dan menjadi tidak tertipu apabila memiliki pemahaman
tentang gambaran yang dijelaskan pada bait sebelumnya. Bait kelima, mengenal
dunia/ tahulah ia barang yang terpedaya.
Pasal ini diakhiri dengan bait keenam, mengenal akhirat/ dunia
mudharat.bait penutup pada pasal satu ini menjelaskan kepada pembaca bahwa
dengan mengenal keburukan-keburukan di dunia maka kita akan lebih berhati-hati
dalam mencapai kehidupan abadi yaitu kehidupan akhirat. Asosiasi-asosiasi
intelektual atau gambaran-gambaran yang mengarahkan pembaca untuk senantiasa


106
berpikir bahwa segala sesuatu yang dilakukan di dunia ini akan berdampak pada
akhirnya nanti.

2. Analisis Gurindam Dua Belas pasal yang kedua
Gurindam Dua Belas pasal yang kedua terdiri atas lima bait, yaitu :
Ini gurindam pasal yang kedua
Bait 1 Barang siapa mengenal yang tersebut,
tahulah ia makna takut.

Bait 2 Barang siapa meninggalkan sembahyang,
seperti rumah tiada bertiang.

Bait 3 Barang siapa meninggalkan puasa,
tidaklah mendapat dua temasya.
Bait 4 Barang siapa meninggalkan zakat,
tiadalah hartanya beroleh berkat.
Bait 5 Barang siapa meninggalkan haji,
tiadalah ia menyempurnakan janji.

a. Makna Kata
1) Bait 1 Barang siapa mengenal yang tersebut,
tahulah ia makna takut.

Kata tersebut yang terdapat pada bait satu pasal yang kedua bukanlah
bermakna sebagaimana tersebut dalam KBBI:2008 yang menyatakan makna
tersebut [v] (1) sudah disebutkan (dikatakan, diceritakan, dsb): sebagaimana
yang -- di atas; (2) terkemuka; terkenal; ternama: ia seorang yg -- di seluruh desa.
Kata tersebut mengandung makna konotasi. Tafsiran Gurindam Dua Belas bait


107
yang pertama Barang siapa mengenal yang tersebut/ tahulah ia makna takut
mempunyai makna yang tersebut: merujuk kepada pasal sebelumnya yaitu pasal
satu Gurindam Dua Belas yaitu:
1. Mengenal Allah
2. Mengenal diri
3. Mengenal dunia
4. Mengenal akhirat
Sedangkan kata takut dalam konteks ini mempunyai makna ketakwaan.
Orang yang takut dengan Allah adalah orang yang bertakwa kepada Allah Swt.
Jika seseorang bertakwa maka orang tersebut akan melaksanakan segala yang
diperintahkan oleh Allah dan akan meninggalkan larangan-Nya.

2) Bait 2 Barang siapa meninggalkan sembahyang,
seperti rumah tiada bertiang.

Kata sembahyang sebagaimana yang terdapat dalam (KBBI:2008) yaitu
[n] (1) Islam salat: air -- , air wudu. Kata sembahyang mempunyai makna denotasi
yang berarti shalat. Tafsiran Gurindam Dua Belas bait yang kedua Barang siapa
meninggalkan sembahyang/ seperti rumah tiada bertiang mempunyai makna
Orang yang meninggalkan sembahyang atau orang yang meninggalkan shalat
adalah orang yang tidak memiliki pedoman hidup. Dalam teks ini juga terlihat
bahwa orang yang tidak sembahyang diumpamakan bangun rumah tidak bertiang.
Tiang merupakan komponen dasar yang membuat bangunan rumah berdiri tegak.
Begitu pula, dalam menjalankan perintah agama, jika tidak sembahyang akan


108
mudah terjerumus pada perbuatan yang dilarang Allah, yaitu perbuatan keji dan
munkar
3) Bait 3 Barang siapa meninggalkan puasa,
tidaklah mendapat dua temasya.

Puasa menurut KBBI (2008) adalah [v] menghindari makan, minum, dan
sebagainaya sengan sengaja (terutama bertalian dengan keagamaan); (2) n Islam
salah satu rukun Islam berupa ibadah menahan diri atau berpantang makan,
minum, dan segala yang membatalkannya mulai terbit fajar sampai terbenam
matahari; saum (KBBI:2008). Puasa bermakna tidak makan dan tidak minum
sampai pada batas waktu yang ditentukan. Temasa adalah masa waktu.
Dengan demikian tafsiran Gurindam Dua Belas bait yang ketiga Barang
siapa meninggalkan puasa/ tidaklah mendapat dua termasa mempunyai makna
orang yang tidak melaksanakan puasa tidak mendapat dua termasa. Masa berarti
waktu. Dua waktu kenikmatan yang diperoleh orang yang berpuasa adalah
kenikmatan waktu berbuka dan waktu bertemu dengan Tuhannya (di akhirat). Jadi
orang yang tidak berpuasa tentu saja tidak akan dapat merasakan kenikmatan dan
kebahagiaan ketika berbuka puasa dan kenikmatan bertemu dengan Allah di
akhirat.

4) Bait 4 Barang siapa meninggalkan zakat,
tiadalah hartanya beroleh berkat.


109
Pengertian zakat menurut KBBI (2008) adalah [n] (1) jumlah harta tertentu
yang wajib dikeluarkan oleh orang yg beragama Islam dan diberikan kpd golongan
yg berhak menerimanya (fakir miskin dsb.) menurut ketentuan yang telah
ditetapkan oleh syarak; (2) salah satu rukun Islam yang mengatur harta yang wajib
dikeluarkan kepada mustahik.
Kata berkat menurut KBBI (2008) yaitu [n] karunia Tuhan yang
membawa kebaikan dalam hidup manusia: semoga Tuhan melimpahkan -- Nya
kepada kita; (2) n doa restu dan pengaruh baik (yang mendatangkan selamat dan
bahagia) dari orang yang dihormati atau dianggap suci (keramat), seperti orang
tua, guru, pemuka agama: sebelum berangkat meninggalkan kampung halaman,
dia memohon -- kepada gurunya; (3) n makanan dan sebagaimana yang dibawa
pulang sehabis kenduri: undangan itu masing-masing pulang dengan membawa --
ke rumahnya; (4) v cak mendatangkan kebaikan; bermanfaat; berkah: uangnya
banyak, tetapi tidak -- [p] karena; akibat dr: -- bantuannyalah kami dapat selamat
kembali ke kampong
Zakat yang dimaksud adalah jumlah harta tertentu yang wajib dikeluarkan
oleh orang yg beragama Islam dan diberikan kepada golongan yang berhak
menerimanya (fakir miskin dsb.) menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh
syarak; Sedangkan berkat adalah karunia Tuhan yang membawa kebaikan dalam
hidup manusia: semoga Tuhan melimpahkan -- Nya kepada kita;
Tafsiran Gurindam Dua Belas bait yang keempat Barang siapa
meninggalkan zakat/ tiadalah hartanya beroleh berkat, mempunyai makna harta


110
yang tidak dizakatkan tidak akan mendapat berkat atau berkah. Membayar zakat
merupakan rukun islam yang ketiga karena itu membayar zakat adalah hal yang
wajib bagi seorang muslim. Dengan membayar zakat dengan sendirinya kita telah
membesihkan harta kita, karena dari harta yang kita miliki sebagiannya adalah hak
orang lain. Dan barangsiapa yang tidak membayar zakat tentu saja hartanya tidak
akan berkah. Orang yang tidak membayar zakat, harta yang dimilikinya tidak
memberi manfaat dan kebaikan serta kebahagiaan dan bisa mendatangkan bencana
bagi dirinya dan juga keluarganya.



5) Bait 5 Barang siapa meninggalkan haji,
tiadalah ia menyempurnakan janji.


Tafsiran Gurindam Dua Belas bait yang keempat Barang siapa
meninggalkan haji/ tiadalah ia menyempurnakan janji mempunyai makna yaitu
haji merupakan rukun Islam yang kelima. Sebagai salah satu rukun Islam, haji
harus dilaksanakan oleh muslim yang telah mampu dan memenuhi persyaratan
untuk berhaji. Upaya untuk memenuhi persyaratan itu diibaratkan sebuah janji.
Orang yang sudah mempunyai kemampuan menunaikan ibadah haji tetapi tidak
melaksanakannya berarti tidak mematuhi rukun Islam yang kelima.





111
b. Citraan Pasal II
Pasal kedua lebih banyak menjelaskan tentang manfaat rukun Islam.
Diawali dengan bait pertama /Barang siapa mengenal yang tersebut/,/tahulah ia
makna takut/. Kata tersebut menggambarkan pada kepercayaan kepada Allah
sebgaimana dijelaskan pada pasal satu. Bahwa ketika seseorang telah bersaksi dan
yakin akan keberadaan Tuhan, pembaca bisa merasakan gambaran rasa takut
dengan benar. Penjelasan berikutnya terdapat pada bait kedua, /Barang siapa
meninggalkan sembahyang/,/seperti rumah tiada bertiang/. Kata rumah pada bait
tersebut menggambarkan sebuah bangunan, yang dipertegas dengan kata tiada
bertiang, pembaca akan membayangkan sebuah rumah yang tidak kokoh dan
bangunan yang sia-sia, karna tidak akan lama pasti roboh karena jelas ada
gambaran bangunan yang tidak memiliki penyangga.
Bait ketiga, /Barang siapa meninggalkan puasa,/tidaklah mendapat dua
temasa/. Bait ini pun menggambarkan betapa seseorang yang tidak dapat menahan
diri dengan melakukan puasa, maka ia tidak akan mendapatkan temasa, yaitu
gambaran hilangnya waktu, dan kesia-siaan. Pada bait /Barang siapa
meninggalkan zakat/,/tiadalah hartanya beroleh berkat/. Kata harta
menggambarkan imaji visual, sesuatu yang tampak dan sebuah barang yang
dimiliki seseorang, namun dipertegas dengan imaji asosiasi intelektual,
penggambaran tentang kata berkat, menggambarkan bahwa harta itu tidak
bertambah dan orang akan befikir bahwa harta itu akan habis dan tidak bermanfaat.


112
Pasal ini diakhiri dengan sebuah ritual yang tidak mudah dan tidak semua
orang memperoleh kesempatan ini, yaitu tentang ibadah haji. Kegiatan tersebut
biasanya dilakukan oleh mereka yang mampu dan memiliki harta lebih. Ibadah haji
digambarkan seperti sebuah janji, dan apabila tidak ditepati ia merupakan hutang
yang harus dibayarkan. Bait tersebut berbunyi, /Barang siapa meninggalkan
haji/,/tiadalah ia menyempurnakan janji/. Kata janji berasosiasi intelektual bahwa
kegiatan itu tidak boleh ditinggalkan harus dipenuhi.

3. Analisis Gurindam Dua Belas pasal yang ketiga
Gurindam Dua Belas pasal yang ketiga ini terdiri atas tujuh bait.

Ini gu Ini gu Ini gu Ini gurindam pasal yang k rindam pasal yang k rindam pasal yang k rindam pasal yang ketiga etiga etiga etiga
Bait 1 Apabila terpelihara mata,
sedikitlah cita-cita.
Bait 2 Apabila terpelihara kuping,
khabar yang jahat tiadalah damping.
Bait 3 Apabila terpelihara lidah,
niscaya dapat daripadanya faedah.
Bait 4 Bersungguh-sungguh engkau memeliharakan tangan,
daripada segala berat dan ringan.
Bait 5 Apabila perut terlalu penuh,
keluarlah fi'il yang tiada senonoh.
Bait 6 Anggota tengah hendaklah ingat,
di situlah banyak orang yang hilang semangat
Bait 7 Hendaklah peliharakan kaki,
daripada berjalan yang membawa rugi.


113
a. Makna Kata
1) Bait 1 Apabila terpelihara mata,
sedikitlah cita-cita.

Kata mata [n] menurut KBBI (2008:886) adalah indra untuk melihat;
indra penglihat; Sedangkan kata cita-cita bermakna n] (1) keinginan
(kehendak) yang selalu ada di dalam pikiran: ia berusaha mencapai ~ nya
untuk menjadi petani yang baik; (2) tujuan yang sempurna (yang akan dicapai
atau dilaksanakan): untuk mewujudkan ~ nasional kita, kepentingan pribadi
harus dikesampingkan.
Tafsiran Gurindam Dua Belas bait yang pertama Apabila terpelihara
mata/ sedikitlah cita-cita/ Mata pada konteks ini bukanlah bermakna mata
dalam pengertian sesebenarnya. Mata disamakan disini disamakan dengan cita-
cita atau keinginan seseorang. Raja Ali Haji menggunakan bahasa konotasi
mata untuk sebuah keinginan. Dengan mata kita dapat melihat berbagai hal
yang kita inginkan. Dengan mata itu pula akan timbul segala keinginan dalam
keinginan. Cita-cita di dalam konteks ini adalah keinginan.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa orang yang memelihara mata,
berarti orang tersebut menjaga penglihatannya. Sedikitlah cita-cita
berarmakna orang tersebut menyelamatkan diri dari keinginan dan perbuatan
yang sia-sia. Orang yang memelihara mata maka sebenarnya orang tersebut
sudah meyelamatkan diri dari perbuatan yang sia-sia.



114
2) Bait 2 Apabila terpelihara kuping,
khabar yang jahat tiadalah damping


Kata kuping menurut KBBI (2008) adalah [n] telinga. Sedangkan kata
damping bermakna a] dekat; karib; rapat (tentang persaudaraan dan
sebagainya): jauh di mata -- di hati. Tafsiran Gurindam Dua Belas bait yang
kedua Apabila terpelihara kuping/ khabar yang jahat tiadalah damping.
Kuping disamakan dengan kabar. Melalui kuping kita mendengarkan
bermacam-macam kabar. Dengan menjaga pendengaran diharapkan kita tidak
akan mendengar kabar yang kurang baik dan belum jelas kebenarannya atau
kita dija untuk tidak mendengarkan kabar-kabar buruk dan ucapan yang kurang
baik.
3) Bait 3 Apabila terpelihara lidah,
niscaya dapat daripadanya faedah.

Kata lidah mempunyai makna n] (1) bagian tubuh dalam mulut yang
dapat bergerak-gerak dengan mudah, gunanya untuk menjilat, mengecap, dan
berkata-kata; (2) sesuatu atau bagian sesuatu yg menyerupai (bersifat dan
sebagainya seperti) lidah: -- serunai; (3) ujung suatu benda yang menyerupai
lidah (memanjang, agak tipis, bergerak-gerak seperti lidah, dan sebagainya): --
kain, -- api; (4) ki perkataan; tutur kata: lembut dan fasih nya. Tafsiran
Gurindam Dua Belas bait yang ketiga Apabila terpelihara lidah/ nescaya
dapat daripadanya faedah adalah hendaklah kita berbicara hanya untuk hal-hal


115
yang baik-baik saja, sehingga bermanfaat atau berguna buat diri sendiri dan
orang yang yang mendengarkannya. Kata lidah dan faedah mempunyai makna
denotasi.
4) Bait 4 Bersungguh-sungguh engkau memeliharakan tangan
daripada segala berat dan ringan.

Kata tangan dalam KBBI (2008) mempunyai arti [n] (1) anggota badan
dr siku sampai ke ujung jari atau dr pergelangan sampai ujung jari; (2) ki
sesuatu yang digunakan sbg atau menyerupai tangan; (3) kekuasaan; pengaruh;
perintah: kekuasaan pemerintahan negara ada di -- rakyat; dr -- ke -- , dari
orang kepada orang lain.
Tafsiran Gurindam Dua Belas bait yang keempat Bersungguh-sungguh
engkau memeliharakan tangan/ daripada segala berat dan ringan adalah
memelihara tangan bermakna menjaga tangan Berat dan ringan mempyai arti
tidak melakukan pekerjaan yang sia-sia sebagaimana dilarang agama. Tangan
kita dijaga untuk tidak melakukan pekerjaan dilarang agama, karena di akhirat
nanti seluruh bagian tubuh kita akan diminta pertanggungjawabannya,
termasuk tangan kita.

5) Bait 5 Apabila perut terlalu penuh,
keluarlah fi'il yang tiada senonoh.

Kata perut dalam KBBI (2008) bermakna [n] (1) bagian tubuh di bawah
rongga dada: mandi lenggang -- (melenggang -- ) upacara mandi ketika hamil


116
tujuh bulan; (2) alat pecernaan makanan di dl rongga, di bawah rongga dada
(terutama yg berupa kantung tempat mencernakan makanan dan usus): -- nya
mulas; -- nya sudah kosong; (3) kas makanan (rezeki, nafkah): sebenarnya
bukan urusan politik lagi, melainkan urusan --; (4) bagian yg terdapat di tengah
atau di dl suatu benda: tak berkelipat -- , ki tidak dapat menyimpan rahasia; (5)
ki kandungan (rahim): pada waktu itu engkau masih di dalam -- ibumu; (6) ki
barang apa yang rupanya atau bentuknya menyerupai perut 1 atau 2
[n] gulungan kecil: benang yg diurai itu digulung kecil-kecil seperut-seperut.
Sedangkan kata fiil bermakna[Ar n] perbuatan; tingkah laku; perangai.
Tafsiran Gurindam Dua Belas bait yang kelima apabila perut terlalu
penuh/ keluarlah fi'il yang tiada senonoh adalah makan berlebihan melahirkan
sifat atau perilaku tidak baik untuk melakukan perbuatan dilarang agama.
Apabila semua barang masuk ke dalam perut kita tanpa peduli halal dan haram
maka kita sendirinya sudah tidak bisa membedakan mana yang baik dan mana
yang tidak baik.
Kata perut dan fiil adalah kata yang bermakna denotasi.

6) Bait 6 Anggota tengah hendaklah ingat,
di situlah banyak orang yang hilang semangat

Maksud anggota tengah mempunyai makna yang ganda, bisa saja
anggota tengah itu bermakna alat kelamin dan kemungkinan juga bermakna
perut yang sebenarnya. Untuk tafsiran yang pertama bisa bermakna manusia


117
harus mengendalikan nafsu birahi agar tidak hilang akal sehatnya dan
melakukan perbuatan mesum atau zinah. Sedangkan makna yang kedua adalah
Kita harus memperhatikan perut kita, jangan dibiarkan kosong. Isilah perut kita
sesuai dengan kadarnya dan waktunya agar kita tetap bersemangat.
Dengan demikian kata anggota tengah bisa bermakna konotatif dan bisa
bermakna denotatif.

7) Bait 7 Hendaklah peliharakan kaki,
daripada berjalan yang membawa rugi.

Pengertian kaki menurut KBBI (2008:605) adalah anggota badan yang
menopang tubuh dan dipakai untuk berjalan. Rugi bermakna [a] (terjual)
kurang dr harga beli atau modalnya; tidak mendapat laba: -- sedikit dijualnya
juga krn ia memerlukan uang tunai; (2) a kurang dari modal (karena menjual
lebih rendah daripada harga pokok): jika dijual Rp550.000,00, -- nya
Rp50.000,00; (3) a tidak mendapat faedah (manfaat); tidak beroleh sesuatu
yang berguna: ia merasa -- mengikuti kursus itu karena apa yang diajarkan di
kursus itu telah dipelajarinya setahun yang lalu; (4) n sesuatu yang kurang baik
(tidak menguntungkan); mudarat: apa -- nya kalau kaumaafkan kesalahan
adikmu itu
Tafsiran Gurindam Dua Belas bait yang ketujuh Hendaklah
peliharakan kaki/ daripada berjalan yang membawa rugi adalah menghindari
hal-hal yang tidak diinginkan, kehidupan diarahkan kepada kebaikan. Kata


118
kaki pada larik kesatu itu menggambarkan atau sebuah simbol tentang
perjalanan hidup. Sedangkan pada larik ke dua berjalan membawa rugi
mempunyai sebuah makna yaitu melakukan perbuatan yang tidak baik (
perjalanan yang mudharat dan sia-sia. Jadi, dalam hidup ini kita harus berhati-
hati agar tidak tergelincir pada hal-hal yang sia-sia.
Kata kaki dan rugi pada pasal ketiga bait ketujuh merupakan makna
konotatif.
b. Citraan Pasal III
Gambaran atau pengindraan pada gurindam lebih banyak pada asosiasi
intelektual. Namun pada pasal tiga ini tiap baitnya juga menggunakan imaji
atau citraan penglihatan, pendengaran, perabaan dan juga rasa. Imaji
penglihatan tampak pada kata mata pada bait pertama menjadi sebuah pusat
untuk memiliki sebuah keinginan atau cita-cita, /Apabila terpelihara
mata/,/sedikitlah cita-cita/. Pada bait kedua /Apabila terpelihara
kuping/,/khabar yang jahat tiadalah damping/. Bait tersebut lebih pada
penggambaran tentang anjuran untuk senantiasa memelihara citraan
pendengaran, sehingga sesuatu yang buuk tidak akan sampai pada
pendengaran kita.
Begitu juga dengan imaji visual atau penglihatan dapat kita lihat pada
pemeliharaan lidah atau pembicaraa. Orang dapat mengasosiasikan dirinya
pada lidahnya agar senantiasa memperoleh manfaat faedah, sebagaimana
dituliskan pada bait ketiga yaitu /Apabila terpelihara lidah/, /nescaya dapat


119
daripadanya faedah/. Sementara itu pemeliharan berikutnya adalah
aktifitasatau kegiatan yang dicitrakan dengan kata tangan, maka segala bentuk
kegiatan akan lebih mudah dipisahkan antara yang sederhana dan yang sulit,
seperti dijelaskan berikut ini, /Bersungguh-sungguh engkau memeliharakan
tangan/, /daripada segala berat dan ringan/.
Imaji atau citraan rasa dapat dilihat pada bait kelima, yaitu /Apabila
perut terlalu penuh/, /keluarlah fi'il yang tiada senonoh/. Pembaca dapat
merasakan ketika merasa kekenyangan, maka tidak banyak fiil atau pekerjaan
yang dapat kita lakukan, menjadi manusia yang tidak produktif. Gambaran
tentang sesuatu yang berlebihan dapat kita rasakan apabila kita makan terlalu
banyak dan berlebih akibatnya adalah kekenyangan, sehingga kita menjadi
malas untuk berbuat sesuatu. Pada bait keeenam, /Anggota tengah hendaklah
ingat, di situlah banyak orang yang hilang semangat/ bagian ini menjelaskan
atau menegaskan tentang bait sebelumnya. Namun kata tengah
mengisyaratkan kemaluan, anggota tubuh yang harus senantiasa dijaga agar
kita senantiasa semangat dalam beraktifitas. Bait tersebut menggambarkan
tentang kewaspadaan seseorang dalam bersikap dan beperilaku, agar tidak
terjerumus pada kehinaan. Pasal ini diakhiri dengan imaji kinesik atau citraan
gerak, /Hendaklah peliharakan kaki/, /daripada berjalan yang membawa rugi/
bergerak berarti berpindah ke tempat lain dan peggambaran ini dipertegas
dengan kata berjalan yang berarti berubah posisi kearah yang lebih baik dan
tidak mengalami kerugian.


120

4. Analisis Gurindam Dua Belas pasal yang keempat
Bait 1 Hati kerajaan di dalam tubuh,
jikalau zalim segala anggota pun roboh.
Bait 2 Apabila dengki sudah bertanah,
datanglah daripadanya beberapa anak panah.
Bait 3 Mengumpat dan memuji hendaklah pikir,
di situlah banyak orang yang tergelincir.
Bait 4 Pekerjaan marah jangan dibela,
nanti hilang akal di kepala.
Bait 5 Jika sedikitpun berbuat bohong,
boleh diumpamakan mulutnya itu pekong.
Bait 6 Tanda orang yang amat celaka,
aib dirinya tiada ia sangka.
Bait 7 Bakhil jangan diberi singgah,
itulah perampok yang amat gagah.
Bait 8 Barang siapa yang sudah besar,
janganlah kelakuannya membuat kasar.
Bait 9 Barang siapa perkataan kotor,
mulutnya itu umpama ketor.
Bait 10 Di mana tahu salah diri,
jika tidak orang lain yang berperi.
a. Makna Kata
1) Bait 1 Hati kerajaan di dalam tubuh,
jikalau zalim segala anggota pun roboh.



121
Pengertian hati menurut KBBI (200) adalah [n] (1) Anat organ badan yang
berwarna kemerah-merahan di bagian kanan atas rongga perut, gunanya untuk
mengambil sari-sari makanan di dl darah dan menghasilkan empedu; (2) daging dr
hati sebagai bahan makanan (terutama hati dr binatang sembelihan): masakan
sambal goreng --; (3) jantung: -- nya berdebar-debar; (4) sesuatu yg ada di dl tubuh
manusia yg dianggap sbg tempat segala perasaan batin dan tempat menyimpan
pengertian (perasaan dsb): segala sesuatunya disimpan di dl --; membaca dalam -- ,
membaca dalam batin (tidak dilisankan), ha.ti-ha.ti adv ingat-ingat; hemat-hemat;
waspada. Tubuh mempunyai arti yaitu [n] (1) keseluruhan jasad manusia atau
binatang yang kelihatan dari bagian ujung kaki sampai ujung rambut: -- nya tegap
dan sehat; seluruh -- nya berasa sakit; nama batang -- , nama sebenarnya (bukan
nama gelar dan bukan nama timangan); (2) bagian badan yang terutama (tidak
dengan anggota dan kepala): yang dibasahi hanya -- nya; (3) diri (sendiri): tuan -- ,
tuan sendiri (bukan wakil dan sebagainya); (4) bagian yang terpenting: -- perahu; -
- pesawat terbang; (5) pertubuhan; badan (dalam organisme). Kata zalim
bermakna [a] bengis; tidak menaruh belas kasihan; tidak adil; kejam
Pengertian hati pada Gurindam Dua Belas pasal empat bait kesatu adalah
hati dalam konteks makna yang tidak sesungguhnya. Hati dalam tubuh manusia
yang menentukan arah kehidupan. Karena tingkatnya yang tinggi hati diibaratkan
sebagai kerajaan di dalam tubuh. Hati dimetaforakan dengan raja. Hati adalah
penguasa dalam tubuh. Penguasa dapat berbuat anarkis dan membawa kehancuran
bagi tubuh. Hati adalah pengendali semua perilaku manusia. Kata hati


122
dikontraskan denga zalim. Kontras makna itu sama kontras kata tubuh dan rubuh.
Kata hati berkaitan dengan tubuh dan kata zalim berkaitan dengan rubuh. Hidup
tidak diarahkan kepada kebaikan, akan mendapatkan kemudharatan dan dihinakan
oleh Allah . Hati atau kalbu yang tidak dijaga akan menimbulkan kehancuran bagi
pemiliknya.

2) Bait 2 Apabila dengki sudah bertanah,
datanglah daripadanya beberapa anak panah.

Kata dengki dalam KBBI (2008:312) adalah menaruh perasaan marah ,
benci dan tidak sukaa karena iri yang amat sangat kepada keberuntungan orang
lain. Sedangkan anak panah pada larik kedua bermakna konotatif. Kata anak
panah adalah simbol dari syaitan. Tafsiran GDB pasal keempat bait kedua
bermakna bahwa orang yang berbuat hasad, dengki dan iri yang sudah mendarah
daging kepada orang lain maka diibaratkan sifatnya seperti syaitan. Sifat syaitan
tidak senang melihat orang senang.
3) Bait 3 Mengumpat dan memuji hendaklah pikir,
di situlah banyak orang yang tergelincir.

Tafsiran terhadap GDB pasal keempat bait yang ketiga mengumpat dan
memuji handaklah pikir/ di situlah banyak orang yang tergelincir adalah bahwa
kalau kita hendak memuji seseorang haruslah dipikirkan terlebih dahulu. Kata
pikir dikontraskan dengan tergelincir. Kata pikir berarti aktivitas intelektual.
Kata tergelincir berarti bahaya yang tidak disangka. Kedua kata itu sengaja


123
dipertentangkan untuk mendapatkan efektifitas makna. Mengumpat dan memuji
pun harus dipikirkan agar tidak tergelincir.
Makna yang timbul dari kata mengumpat, memuji dan pikir adalah kata
yang bermakna konotasi.
4) Bait 4 Pekerjaan marah jangan dibela,
nanti hilang akal di kepala.
Tafsiran terhadap bait keempat adalah kita jangan membesar-besarkan
marah atau marah yang berlebihan. Jika nafsu amarah sudah menguasai tubuh kita
maka akan menyebabkan kita hilang akal atau kita tidak bisa mengendalikan diri
kita lagi. Kata marah disamakan dengan hilang akal. Hilang akal berarti lupa diri
atau gila.
Kata yang marah digunakan pada bait ini adalah kata yang bermakna
denotasi, sedangkan hilang akal alias gila bermakna konotasi.

5) Bait 5 Jika sedikitpun berbuat bohong,
boleh diumpamakan mulutnya itu pekong.

Kata bohong dalam KBBI (2008) bermakna [a] (1) tidak sesuai dng hal
(keadaan dsb) yg sebenarnya; dusta: kabar itu -- belaka; ia berkata --; (2) cak
bukan yang sebenarnya; palsu (biasanya mengenai permainan): uang --; lotre --.
Sedangkan kata pekong adalah borok atau penyakit kulit. Pengumpamaan yang
menarik ialah pada kata bohong dusta dan pekong penyakit kulit (borok).
Pekong adalah metafora dari mulut. Penyakit kulit berarti menjijikan atau


124
berbahaya. Jika orang sering berbohong maka orang tersebut diumpamakan
borok yang amat menjijikkan.

6) Bait 6 Tanda orang yang amat celaka,
aib dirinya tiada ia sangka.

Pengertian aib pada bait keenam ini adalah malu, cela atau noda. Hal ini
dapat ditafsirkan bahwa orang yang celaka adalah orang yang tidak pernah
menyadari tentang cela yang ada di dalam dirinya. Pengarang menjelaskan bahwa
orang yang sering membicarakan aib, kelemahan dan kekurangan orang lain itu
tidak sadar atau tidak menyadari akan kekurangan dan cela dirinya.
7) Bait 7 Bakhil jangan diberi singgah,
itulah perampok yang amat gagah.


Dalam KBBI (2008) kata bakhil mengandung makna [a] kikir; lokek;
pelit, sedangkan perampok mengandung arti orang yang mengambil dengan paksa
dan kekerasan barang milik orang lain.
Tafsiran terhadap GDB yang berbunyi bakhil jangan diberi singgah/ itulah
perampok yang amat gagah adalah harta yang diperoleh, yang kita miliki
sebahagian harus diberikan kepada orang yang berhak seperti fakir miskin, anak
yatim, orang jompo dan sebagainya Jika hal ini tidak dilakukan, sama artinya
mengambil harta orang yang berhak menerimanya.


125
Perumpamaan bahasa yang digunakan oleh Raja Ali Haji sangat
mendalam. Orang yang bakhil diibaratkan sebagai perampok yang amat gagah.
Perampok yang dikonotasikan sebagai orang yang mengamil hak orang lain.
8) Bait 8 Barang siapa yang sudah besar,
janganlah kelakuannya membuat kasar.

Penafsiran terhadap GDB yang berbunyi barang siapa yang sudah besar/
janganlah kelakuannya membuat kasar adalah jika seseorang semakin bertambah
usia maka kelakuan, tingkah laku dan budi pekertinya haruslah semakin baik.
Semakin bertambah usia hendaknya seseorang itu menjadi semakin baik tidak
berbuat kasar dalam artian berbuat atau perilaku yang tidak baik.
Kata besar dan kasar yang digunakan Raja Ali mengandung makna
denotasi.
9) Bait 9 Barang siapa perkataan kotor,
mulutnya itu umpama ketor.

Kata kotor dalam KBBI(2008:738) mempunyai arti [a] (1) tidak bersih;
kena noda: pakaian-pakaian -- harus dicuci; (2) banyak sampahnya (barang bekas,
barang busuk, dsb); jorok; menjijikkan: parit-parit yang -- akan mendatangkan
penyakit; (3) melanggar kesusilaan; tidak patut; keji: anak yang kurang ajar gemar
mengucapkan kata-kata --; (4) tidak mengikuti aturan; tidak jujur: mereka dapat
menang krn bermain --; Sedangkan kata ketor atau ketur bermakna [n] tempat
ludah (ketika makan sirih dsb); peludahan; tempolong.


126
Metafora yang sama antara perkataan kotor dan ketur. Dalam hal ini yang
dibandingkan adalah sifatnya. Perkataan kotor dan ketur adalah dua kata yang
bermakna sama, yaitu kotor. Tafsiran terhadap GDB bait ini adalah jika
seseorang yang berbicara kotor atau keji digolongkan manusia hina ibarat ketor.
Untuk itu hindari perkataan-perkataan yang tidak baik. Hendaklah kita
mengeluarkan ucapan-ucapan yang baik saja dari mulut kita.

10) Bait 10 Di mana tahu salah diri,
jika tidak orang lain yang berperi.

Kata berperi dalam KBBI (2008) mempunyai makna yaitu [v] berkata:
bukan beta bijak ~ , pandai menggubah madah dan syair; ia ~ tentang
kemenangannya.
Tafsiran GDB yang berbunyi di mana tahu salah diri/ jika tidak orang
lain yang berperi adalah kita tidak pernah bisa tahu kelemahan, kekurangan dan
kesalahan diri kita. Yang mengetahui kekurangan diri kita adalah orang lain.
Sejatinya kita sebagai manusia kita merasa kita sudah baik. Tetapi orang yang
melihat yang tahu akan kekurangan kita. Apabila diberi nasihat, tunjuk ajar
berkenaan dengan hal tersebut, kita terima untuk mengubah sikap dan perilaku ke
arah yang lebih baik.







127
b. Citraan Pasal IV
Sebagaimana pasal-pasal sebelumnya, pada pasal ini juga lebih banyak
mengajarkan bagaimana kita berperilaku sehari-hari. Kata atau bait yang tertulis
menggambarkan tentang aktifitas yang dilakukan oleh umat manusia. Pada bait
pertama menggambarkan citraan tentang rasa /Hati kerajaan di dalam tubuh/,
/jikalau zalim segala anggota pun roboh./ kata tubuh mencitrakan tentang
penglihatan, orang bisa melihat tubuh kita, namun semua dikendalikan oleh hati,
jika hati sebagai pusat aktifitas sudah tidak ada di tubuh ini maka akan terjadi
kedzaliman dan seluruh anggota tubuh tidak berfungsi. Pembaca dapat merasakan
apa yang digambarkan oleh penyair. Bait kedua adalah /Apabila dengki sudah
bertanah, /datanglah daripadanya beberapa anak panah/. Bagian ini menjelaskan
tentang sifat manusia yang digambarkan oleh imajai rasa, kata dengki merupakan
isyarat tentang sifat manusia, jika sifat itu ada pada manusia maka banyaklah
tantangan yang datang padanya yang dicitrakan dengan kata datanglah dipertegas
dengan imaji visual anak panah.
Bait ketiga adalah termasuk imaji intelektual dan kinesik (gerak), yaitu
/Mengumpat dan memuji hendaklah pikir/,/di situlah banyak orang yang
tergelincir/. Kata mengumpat dan memuji merpakan asosisiasi intelektua manusia
dalam berperilaku. Dan jika kegiatan itu tidak dilakukan maka ia akan tergelincir,
kata tersebut menggambarkan citra gerak, adanya perpindahan dari posisi semula
ketika seseorang terpeleset atau tergelincir. Bait keempat yaitu, /Pekerjaan marah
jangan dibela/, /nanti hilang akal di kepala/.termasuk imaji intelektual dan visual,


128
kata marah adalah sifat yang dimiliki seseorang, dan membutuhkan kekuatan
berpikir untuk bisa marah. Sedangkan imaji visual tampakpada kata kepala.
Bait kelima termasuk imaji asosiasi intelektual, yaitu /Jika sedikitpun
berbuat bohong, boleh diumpamakan mulutnya itu pekong/. Adanya asosiasi
berpikir pada aktivitas seseorang, yaitu jika ia berbohong, maka diumpamakan
mulutnya seperti pekong. Bait keenam, /Tanda orang yang amat celaka,/aib
dirinya tiada ia sangka/. Mempertegas penggambaran pada bait sebelumnya
tentang keadaan seseorang. Begitu juga pada bait-bait terakhir juga
menggambarkan asosiasi intelektual. Semua perbuatan akan berdampak, baik
negatif maupun positif, /Bakhil jangan diberi singgah,/itulah perampok yang amat
gagah//./Barang siapa yang sudah besar,janganlah kelakuannya membuat kasar//.
/Barang siapa perkataan kotor, mulutnya itu umpama ketur//. /Di mana tahu salah
diri/, /jika tidak orang lain yang berperi.//. Asosiasi intelektual adalah
penggambaran perilaku manusia membutuhkan sebuah pemikiran yang tidak
mudah, segala sesuatu pasti akan berdampak, misalnya jika ia sudah besar tidak
berlaku sewenang-wenang, atau jika seseorang berkata buruk diumpamakan seperti
ketur.
5. 5. 5. 5. Analisis Gurindam Dua Belas pasal yang kelima
Ini gurindam pasal yang kelima: Ini gurindam pasal yang kelima: Ini gurindam pasal yang kelima: Ini gurindam pasal yang kelima:
Bait 1 Jika hendak mengenal orang berbangsa,
lihat kepada budi dan bahasa,


129
Bait 1 Jika hendak mengenal orang yang berbahagia,
sangat memeliharakan yang sia-sia.
Bait 1 Jika hendak mengenal orang mulia,
lihatlah kepada kelakuan dia.
Bait 1 Jika hendak mengenal orang yang berilmu,
bertanya dan belajar tiadalah jemu.
Bait 1 Jika hendak mengenal orang yang berakal,
di dalam dunia mengambil bekal.
Bait 1 Jika hendak mengenal orang yang baik perangai,
lihat pada ketika bercampur dengan orang ramai.
a. Makna Kata
1) Bait 1 Jika hendak mengenal orang berbangsa,
lihat kepada budi dan bahasa,

Kata berbangsa dalam KBBI (2008) bermakna [v] (1) berasal dr bangsa:
sekarang sudah ada beberapa ahli atom yg -- Indonesia; (2) bermartabat tinggi;
berketurunan luhur (bangsawan): ia anak orang --; (3) termasuk dl keluarga: -- kpd
ibu.
Budi mempunyai makna [n] (1) alat batin yg merupakan paduan akal dan
perasaan untuk menimbang baik dan buruk: pendidikan untuk
memperkembangkan badan dan -- manusia; (2) tabiat; akhlak; watak: orang yang
baik --; (3) perbuatan baik; kebaikan: ada ubi ada talas, ada -- ada balas; (4) daya
upaya; ikhtiar: mencari -- untuk mengalahkan lawan; (5) akal (dl arti kecerdikan
menipu atau tipu daya): bermain


130
Bahasa [n] (1) Ling sistem lambang bunyi yg arbitrer, yang digunakan
oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan
mengidentifikasikan diri; (2) percakapan (perkataan) yg baik; tingkah laku yang
baik; sopan santun: baik budi nya.
Tafsiran GDB yang berbunyi jika hendak mengenal orang berbangsa/
lihatlah kepada budi dan bahasa adalah Dari tutur kata yang diucapkan oleh
seseorang kita akan dapat mengetahui dari mana orang tersebut berasal dan dari
keturunan mana orang tersebut berasal. Tata karma yang baik pasti berasal dari
keluarga yang baik.

2) Bait 1 Jika hendak mengenal orang yang berbahagia,
sangat memeliharakan yang sia-sia.


Tafsiran GDB yang berbunyi Jika hendak mengenal orang yang
berbahagia, sangat memeliharakan yang sia-sia. Jika kita ingin menjadi orang
yang menginginkan bahagia, tentram aman dan nyaman dalam hidup, hendaknya
kita menjauhkan diri dari perbuatan yang tidak berguna atau sia-sia.

3) Bait 1 Jika hendak mengenal orang mulia,
lihatlah kepada kelakuan dia.

Kata mulia menurut KBBI (2008) adalah [a] (1) tinggi (tentang
kedudukan, pangkat, martabat), tertinggi, terhormat: yang -- para duta besar negara
sahabat; (2) luhur (budi dsb); baik budi (hati dsb): sangat -- hatinya;


131
Tafsiran GDB yang berbunyi jika hendak mengenal orang yang mulia/
lihatlah kepada kelakuan dia adalah kelakuan atau tingkah laku seseorang
memperlihatkan jati dirinya. Kalau kita ingin melihat seseorang orang yang
bermartabat atau orang yang berbudi pekerti luhur maka kita akan mengetahuinya
dari kelakuan orang tersebut.
Kata mulia dan kelakuan yang digunakan pengarang dalam bait ini
mengandung makna denotasi.

4) Bait 1 Jika hendak mengenal orang yang berilmu,
bertanya dan belajar tiadalah jemu.

Kata ilmu dalam KBBI (2008) mengandung makna [n] (1) pengetahuan
tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang
dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu:
dia memperoleh gelar doktor dalam -- pendidikan; (2) pengetahuan atau
kepandaian (tt soal duniawi, akhirat, lahir, batin, dsb).
Sedangkan kata jemu mengandung makna a] sudah tidak suka lagi
(makan, melihat, dan sebagainya) karena terlalu sering dan sebagainya; bosan:
saya sudah dengan keadaan seperti ini.
Ciri orang berilmu adalah bertanya dan belajar. Belajar dan bertanya
berarti mencari. Orang yang berilmu adalah orang yang rajin mencari. Kata
berakal disamakan dengan bekal. Berakal berarti berfikir. Orang yang berfikir


132
akan mencari bekal hidup. Orang yang berilmu tidak akan pernah bosan dalam
mencari ilmu.
Kata ilmu dan jemu yang digunakan pengarang mengandung makna
denotatif.
5) Bait 1 Jika hendak mengenal orang yang berakal,
di dalam dunia mengambil bekal.

Kata berakal mengandung makna n] (1) daya pikir (untuk memahami
sesuatu dsb); pikiran; ingatan: makhluk Tuhan yg mempunyai -- ialah manusia; (2)
jalan atau cara melakukan sesuatu; daya upaya; ikhtiar: minta -- (kpd); (3) tipu
daya; muslihat; kecerdikan; kelicikan: penipu tidak akan kekurangan --; (4) Antr
kemampuan melihat cara memahami lingkungan. Sedangkan kata bekal
mempunyai makna sesuatu yang dapat digunakan kelak apabila perlu.
Pengarang mengasosiasikan kata berakal ditujukan untuk orang yang
berilmu, sedangkan kata bekal adalah untuk amalan atau banyak melakukan amal.
Tafsiran GDB yang berbunyi jika hendak mengenal orang yang berakal/
di dalam dunia mengambil bekal adalah rajin menuntut ilmu dan banyak beramal
dengan cara beribadah dan berbuat amal kebaikan maka akan memperoleh
keselmatan dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Kata bekal dan akal yang digunakan oleh pengarang mengandung makna
konotasi.





133
6) Bait 1 Jika hendak mengenal orang yang baik perangai,
lihat pada ketika bercampur dengan orang ramai.

Kata perangai mengandung makna [n] (1) sifat batin manusia yang
mempengaruhi segenap pikiran dan perbuatan; watak: tidak seorang pun mampu
mengubah -- nya; (2) cara berbuat; tingkah laku; kelakuan: ia memuji-muji --
calon menantunya; (3) cara khas seseorang dalam beraksi terhadap berbagai
macam fenomena.
Tafsiran makna untuk bait yang berbunyi jika hendak mengenal orang
yang baik perangai/ lihat pada ketika bercampur dengan orang ramai adalah
orang yang baik perilakunya akan selalu menjaga kesopanan ketika berada di
berbagai tempat misalnya arena sosial seperti sekolah, perhelatan dan hidup
bermasyarakat.
Kata perangai dan ramai yang digunakan pengarang pada bait ini
mengandung makna denotasi.
b. Citraan Pasal V
Gurindam lebih banyak menggunakan perumpaan dalam menggambarkan
isi baitnya. Sehingga setiap pasal memiliki model khusus, kejelasan mudah
ditangkap oleh pembaca. Kekuatan penyair adalah pada penggunaan
penggambaran-penggambaran yang mudah dipahami pembaca, misalnya kata
bagai, laksana, bahasa, bahasa, sia-sia, dan sebagainya. Penyair lebih sering
menggunakan kata-kata perumpamaan yang digunakan sehari-hari. Sebagaimana


134
juga dijelaskan pada pasal lima ini. Bait pertama, /Jika hendak mengenal orang
berbangsa/,/lihat kepada budi dan bahasa,// /Jika hendak mengenal orang yang
berbahagia/,/sangat memeliharakan yang sia-sia//. Kedua bait tersebut
menggunkan imaji asosiasi intelektual tentang orang yang mengenal bangsanya,
maka ia kan tahu tentang sopan santun dan bahasa. Begitu juga tentang arti
kebahagiaan digambarkan apabila seseorang tidak melakukan hal yang sia-sia.
Bait ketiga, /Jika hendak mengenal orang mulia/, /lihatlah kepada kelakuan
dia//. Menggunakan imaji visual dan rasa, karena untuk mengenal orang lain kita
harus tahu baik secara fisik maupun psikis orang tersebut. Sehigga digambarkan
pada bait tersebut kita melihat secara langsung perilakunya. Pada bait keempat,
/Jika hendak mengenal orang yang berilmu/,/bertanya dan belajar tiadalah jemu//.
Bait ini menjelskan aau menggambarkan cara-cara mengenal orang berilmu dan
mengnal ilmu pengetahuan adalah dengan bertanya dan belajar tanpa rasa bosan.
Imaji tersebut adalah imaji rasa, kaena dengan langsung merasakan kegiatan
bertanya dan belajar, pembaca gurindam dapat membayang bagaimana cara untuk
memperoleh ilmu.
Pada bait kelima, merupakan penggunaan citraan visual, yaitu bagaimana
cara mengenal orang lain adalah dengan memiliki bekal atau bahan yang bisa
dijadikan sebagai refernsi, sebagaimana baitberikut ini, /Jika hendak mengenal
orang yang berakal/,/di dalam dunia mengambil bekal//.
Bait keenam menggambarkan tentang bagaimana seseorang menegtahui
perilaku orang lain adalah dengan mengetahui perangainya. /Jika hendak


135
mengenal orang yang baik perangai/, /lihat pada ketika bercampur dengan orang
ramai//. Salah satu caranya adalah ketika melakukan sosialisasi dan berkupul
dengan banyak orang. Adanya interaksi antara manusia, diharapkan kita dapat
mengetahui watak dan sifat orang tersebut.

6. 6. 6. 6. Analisis Semiotik Gurindam Dua Belas pasal yang keenam
Ini gurindam pasal yang keenam: Ini gurindam pasal yang keenam: Ini gurindam pasal yang keenam: Ini gurindam pasal yang keenam:
Bait 1 Cahari olehmu akan sahabat,
yang boleh dijadikan obat.
Bait 2 Cahari olehmu akan guru,
yang boleh tahukan tiap seteru.
Bait 3 Cahari olehmu akan isteri,
yang boleh menyerahkan diri.
Bait 4 Cahari olehmu akan kawan,
pilih segala orang yang setiawan.
Bait 5 Cahari olehmu akan abdi,
yang ada baik sedikit budi,
a. Makna Kata
1) Bait 1 Cahari olehmu akan sahabat,
yang boleh dijadikan obat.

Kata sahabat dalam KBBI (2008) mengandung makna [n] kawan;
teman; handai: ia mengundang -- lamanya untuk makan bersama-sama di
restoran, sedangkan kata obat mengandung makna n] (1) Far bahan untuk
mengurangi, menghilangkan penyakit, atau menyembuhkan seseorang dr


136
penyakit: daun ketepeng sering dibuat -- pencahar; (2) Kim bahan kimia (untuk
pelbagai keperluan): hendak mencuci potret, tetapi tidak ada -- nya; (3) ki
mesiu; peluru: membuang -- , menembak ke atas (hanya untuk menakut-nakuti
dsb); (4) ki guna-guna: dia jadi penurut spt orang kena -- Sahabat selalu
bersama dalam suka dan duka, mengarahkan kita kejalan yang baik.
Tafsiran atas bait ini adalah hendaklah dalam pergaulan kita mencari
seorang sahabat, handai, kawan atau teman yang setia pada kita baik dalam
keadaan senang maupun susah, suka maupun duka juga sahabat yang dapat
memberitahu atau menegur di kala kita salah. Sahabat yang setia akan menjadi
obat dalam susah kita.

2) Bait 2 Cahari olehmu akan guru,
yang boleh tahukan tiap seteru.

Kata guru dalam KBBI (2008) bermakna [n] orang yang pekerjaannya
(mata pencahariannya, profesinya) mengajar [n] musuh perseorangan (orang
dengan seorang); musuh pribadi: ingatlah bahwa sahabat yang baik pun pada
suatu ketika dapat berubah menjadi --.
Kata guru berarti pengajar dan kata seteru berarti musuh. Dalam hal
ini guru dianggap penyelamat dari musuh. Seorang guru akan mengajarkan
tentang sesuatu kebaikan, sehingga ia tahu tiap seteru: tahu hal-hal yang tidak
baik (mengetahui kawan dan lawan).


137
Pilihan kata yang digunakan pengarang pada kata guru dan seteru
mengandung makna denotasi.
3) Bait 3 Cahari olehmu akan isteri,
yang boleh menyerahkan diri.

Istri dalam KBBI (2008) bermakna wanita yang dinikahi.
Tafsiran GDB yang berbunyi cahari olehmu akan isteri/ yang boleh
menyerahkan diri adalah carilah istri yang patuh dan taat pada suami. Seorang
istri yang taat dan patuh pada suami akan menjaga marwah dan martabat
suami.
Pilihan kata isteri dan menyerahkan diri yang digunakan pengarang
pada bait ini mengandung makna denotasi.
4) Bait 4 Cahari olehmu akan kawan,
pilih segala orang yang setiawan.

Makna atau tafsiran pada bait empat pasal enam ini sarinya masa
dengan bait kesatu pasal lima yang berbunyi cahari olehmu akan sahabat,
yang boleh dijadikan obat. Bahwa dalam mencari teman atau kawan hendaklah
cari kawan yang setia, sidik, jujur dan amanah. Karena kawan yang setia akan
menjadi obat bagi diri kita.
5) Bait 5 Cahari olehmu akan abdi,
yang ada baik sedikit budi,



138
Kata abdi dalam KBBI (2008) bermakna [n] (1) orang bawahan;
pelayan; hamba; (2) budak tebusan.Sedangkan kata budi bermakna [n] (1) alat
batin yang merupakan paduan akal dan perasaan untuk menimbang baik dan
buruk: pendidikan untuk memperkembangkan badan dan -- manusia; (2) tabiat;
akhlak; watak: orang yang baik --; (3) perbuatan baik; kebaikan: ada ubi ada
talas, ada -- ada balas; (4) daya upaya; ikhtiar: mencari -- untuk mengalahkan
lawan; (5) akal (dalam arti kecerdikan menipu atau tipu daya): bermain
Tafsiran GDB yang berbunyi cahari olehmu akan abdi/ yag ada baik
sedikit budi adalah jika kita ingin mencari pelayan atau orang yang bisa
membantu kita hendaklah kita mencari orang yang mempunyai watak atau
akhlak yang baik, agar bisa menjaga amanah dan menjaga kehormatan. Dapat
menjalankan tanggungjawab yang kita berikan padanya.
Pilihan kata yang digunakan pengarang pada kata abdi dan budi ini
bermakna denotasi.
b. Citraan Pasal VI
Pada pasal keenam memiliki lima bait, bagian ini menggambarkan tentang
hubungan sesama manusia. Pada bait pertama, /Cahari olehmu akan sahabat/,
/yang boleh dijadikan obat//. Seorang sahabat bisa diajak berbagi dan
berkeluhkesah tentang kisah hidup dan kehidupan. Seorang sahabat bisa menjadi
obat, kata obat merupakan imaji visual dan pengecap, selain bisa dlihat juga bisa
dirasakan, dalam hal ini obat bisa menjadi penenang, sebagai penyembuh rasa


139
gelisah, galau dan sedih. Bait kedua adalah /Cahari olehmu akan guru/, /yang
boleh tahukan tiap seteru//. Bait ini menggambarkan tentang bagaimana
menyelesaikan perseteruan, maka carilah seorang guru, atau penengah kata guru
menggambarkan tentang seseorang yang bijaksana. Bait ketiga, adalah /Cahari
olehmu akan isteri/, /yang boleh menyerahkan diri//. Bait ini menggambarkan
tentang hubungan keluarga, yaitu gambaran seorang suami, hanya boleh
menyerahkan dirinya secara utuh kepada istrinya. Kata istri menggambarkan
sosok yang sangat dekat dan akrab, dan hanya kepadanya seorang suami boleh
berserah diri. Bait ini tidak menggunakan kata sahabat atau kekasih untuk
berserah diri, melainkan justru kata istri.
Bait keempat merupakan imaji asosiasi intelektual dan imaji visual. Bait
tersebut adalah /Cahari olehmu akan kawan/, /pilih segala orang yang setiawan//.
Membutuhkan penalaran dan pemikiran mendalam untuk memperoleh seorang
kawan dan arti tentang kesetiaan. Bait kelima adalah /Cahari olehmu akan abdi/,
/yang ada baik sedikit budi//. Kata budi menggambarkan tentang sikap seorang
abdi. Imaji asosiasi intelektual tersebut menggambarkan tentang arti sebuah
perilaku baik bagi seorang abdi, karena ia akan berperilaku sopan dan setia
kepada tuannya.
7. 7. 7. 7. Analisis Gurindam Dua Belas pasal yang ketujuh
Ini Gurindam pasal yang ketujuh: Ini Gurindam pasal yang ketujuh: Ini Gurindam pasal yang ketujuh: Ini Gurindam pasal yang ketujuh:
Bait 1 Apabila banyak berkata-kata,
di situlah jalan masuk dusta.


140
Bait 2 Apabila banyak berlebih-lebihan suka,
itulah tanda hampir duka.
Bait 3 Apabila kita kurang siasat,
itulah tanda pekerjaan hendak sesat.
Bait 4 Apabila anak tidak dilatih,
jika besar bapanya letih.
Bait 5 Apabila banyak mencela orang,
itulah tanda dirinya kurang.
Bait 6 Apabila orang yang banyak tidur,
sia-sia sahajalah umur.
Bait 7 Apabila mendengar akan khabar,
menerimanya itu hendaklah sabar.
Bait 8 Apabila menengar akan aduan,
membicarakannya itu hendaklah cemburuan.
Bait 9 Apabila perkataan yang lemah-lembut,
lekaslah segala orang mengikut.
Bait 10 Apabila perkataan yang amat kasar,
lekaslah orang sekalian gusar.
Bait 11 Apabila pekerjaan yang amat benar,
tidak boleh orang berbuat onar
a. Makna Kata
1) Bait 1 Apabila banyak berkata-kata,
di situlah jalan masuk dusta.

Frase berkata-kata dapat diartikan orang yang banyak bicara. Kata dusta
dalam KBBI (2008) [a] tidak benar (tentang perkataan); bohong.


141
Dapat ditafsirkan tentang makna pada bait ini adalah orang yang banyak
bicara atau berkata-kata akan menjurus kepada dusta atau kebohongan, apa-apa yang
dibicarakannya banyak tidak ada faktanya. Ibarat tong kosong nyaring bunyinya
itulah julukan untuk orang sejenis ini.
Pilihan kata yang digunakan oleh pengarang untuk kata dusta mempunyai
makna denotasi
2) Bait 2 Apabila banyak berlebih-lebihan suka,
itulah tanda hampir duka.

Kata suka menurut KBBI (2008) adalah [a] berkeadaan senang (girang):
sahabat dl -- dan duka; (2) a girang hati; senang hati: sekalian bantuan dan
sokongan disambut dng -- hati; (3) v mau; sudi; rela: ia tidak -- membayar sekian;
datanglah kalau Tuan --; kalau sudah -- sama -- , biarlah kawin saja; (4) v senang;
gemar: neneknya -- benar makan sirih; memang banyak orang -- menonton
bioskop; ada yg -- daging dan ada juga yg -- ikan laut; (5) v menaruh simpati;
setuju: orang itu akan saya suruh bekerja di sini, itu pun kalau Tuan --; tiada
seorang pun -- kepadanya; (6) v menaruh kasih; kasih sayang; cinta: rasanya
jarang ibu yang tidak -- kepada anaknya; (7) a cak mudah sekali ...; kerap kali ...:
memang dia -- lupa; pensil semacam ini patah. Sedangkan kata duka bermakna
[a] susah hati; sedih hati: kawan dl suka dan
Tafsiran GDB pada bait yang berbunyi/Apabila banyak berlebih-lebihan
suka/,/itulah tanda hampir duka/ adalahketika kita sedang senang hendaklah
senang dan bahagia yang sewajarnya karena jika kegembiraan dan kesenangan


142
yang berlebihan, maka sesudah itu akan mendatangkan bencana, musibah dan
petaka.
Pilihan kata yang digunakan pengarang untuk kata suka dan duka ini
mempunyai makna denotatif.
3) Bait 3 Apabila kita kurang siasat,
itulah tanda pekerjaan hendak sesat.

Kata siasat menurut KBBI (2008) adalah [n] (1) periksa; pemeriksaan yang
teliti; penyelidikan: jangan Kakanda kurang -- , kurang periksa; (2) pertanyaan (yg
bermaksud menyelidiki dsb): panjang dan dl benar -- nya; sudi -- , pemeriksaan
dng mengajukan pertanyaan-pertanyaan; (3) teliti; saksama: ia amat perkasa dan --
memerintah rakyat; (4) kecaman; kritik; teguran; celaan: atas -- pembaca yang
bermaksud memperbaiki buku ini, lebih dahulu saya ucapkan terima kasih; (5)
politik (muslihat, taktik, tindakan, kebijakan, akal) untuk mencapai suatu maksud:
tiap-tiap partai mempunyai -- untuk melaksanakan cita-citanya dl ketatanegaraan; -
- pemerintah untuk mengembalikan keamanan dl negeri disetujui oleh parlemen;
(6) muslihat dan cara berperang: Angkatan Laut kita harus mengatur -- dl
menghadapi serangan-serangan kapal selam lawan; (7) cara bekerja; cara
melakukan sesuatu; metode: -- pekerjaan; -- mengajar membaca yang mula-mula
sekali.
Kata sesat mengandung makna [a] (1) tidak melalui jalan yg benar; salah
jalan: malu bertanya -- di jalan; mati --; (2) ki salah (keliru) benar; berbuat yang
tidak senonoh; menyimpang dari kebenaran (tentang agama dsb): ajaran yang


143
Tafsiran GDB pada bait yang berbunyi/ apabila kita kurang siasat/, /itu
tanda pekerjaan hendak sesat/ adalah jika kita hendak melakukan sesuatu
hendaklah kita dipikirkan dan selidiki terlebih dahulu baik-buruknya agar tidak
mendatangkan kemudharatan buat diri kita termasuk orang lain.
Pemilihan kata siasat dan sesat yang digunakan pengarang pada bait ini
mengandung makna denotatif.
4) Bait 4 Apabila anak tidak dilatih,
jika besar bapanya letih.

Kata latih pada KBBI (2008) mengandung makna [v] ber.la.tih v (1) belajar
dan membiasakan diri agar mampu (dapat) melakukan sesuatu: dia menjadi
seorang ahli setelah ~ bertahun-tahun; (2) berbuat agar menjadi biasa: kuda pacu
itu sedang ~ di gelanggang.
Kata letih mempunyai makna [a] tidak bertenaga (krn baru selesai kerja
berat dsb); lelah sekali: sehabis mendaki gunung, badan kami terasa sangat
Tafsiran GDB pada bait ini mempunya makna Jika kita mempunyai anak
hendaklah dididik sedari kecil. Jika tidak dididik sedari kecil maka jika anak
tersebut sudah besar akan berbuat hal-hal yang tidak diinginkan dan akhirnya anak
tersebut akan menyusahkan orangtuanya.
Kata latih dan letih yang dipilih pengarang pada bait ini mengandung
makna konotasi.
5) Bait 5 Apabila banyak mencela orang,
itulah tanda dirinya kurang.


144

Kata mencela menurut KBBI (2008) bermakna v] mengatakan bahwa ada
celanya; mencacat; mengecam; mengkritik; menghina: dengan terang-terangan ia
~ politik luar negeri kita; engkau harus berdiam diri walaupun ia ~ mu.
Tafsiran terhadap GDB yang berbunyi /Apabila banyak mencela orang/,
/itulah tanda dirinya kurang/ adalah orang yang suka mencela adalah orang yang
tidak tahu diri, tidak menyadari kelemahan dan kekurangannya. Orang seperti ini
dikatakan kurang yaitu tidak intropeksi diri. Menganggap diri paing pintar, dan
paling bagus, sedangkan orang lain dipandang rendah. Orang yang suka mencela
selalunya memiliki sifat sombong, tidak beradap, angkuh dan licik.
Kata mencela yang dipilih oleh pengarang mengandung makna denotatif
dan kata kurang mengandung makna konotatif
6) Bait 6 Apabila orang yang banyak tidur,
sia-sia sahajalah umur.

Tafsiran untuk bait keenam pasal ketujuh GDB mempunyai makna bahwa
orang yang menghabiskan waktunya hanya untuk tidur maka orang tersebut hanya
menyia-nyiakan hidupnya. Orang seperti ini tidak akan pernah berpikir untuk
kebaikan dirinya apalagi untuk orang lain. Umur dan kehidupannya tidak
membawa manfaat.
Pilihan kata tidur dan sia-sia yang digunakan pengarang mengandung
makna denotatif.



145

7) Bait 7 Apabila mendengar akan khabar,
menerimanya itu hendaklah sabar.

Kata kabar mengandung makna n] laporan tt peristiwa yg biasanya belum
lama terjadi; berita; warta: dia mendapat -- bahwa saudaranya naik haji.
Sedangkan kata sabar maknanya adalah [a] (1) tahan menghadapi cobaan (tidak
lekas marah, tidak lekas putus asa, tidak lekas patah hati); tabah: ia menerima
nasibnya dengan --; hidup ini dihadapinya dengan --; (2) tenang; tidak tergesa-
gesa; tidak terburu nafsu: segala usahanya dijalankannya dng
Selaku manusia dalam keseharian kita hendaknya kita menanamkan sikap
sabar dan ketelitian dalam hidup kita. Apabila kita menerima suatu berita apakah
berita tersebut baik atau buruk, hendaklah diteliti terlebih dahulu kebenarannya.
Jika kita tidak teliti dalam memaknai kabar yang kita terima maka kita akan
tergelincir akan fitnah yang akan menyusahkan kehidupan kita.
Kata kabar dan sabar yang dipilih pengarang untuk bait ini mengandung
makna denotatif.

8) Bait 8 Apabila mendengar akan aduan,
membicarakannya itu hendaklah cemburuan.

Arti kata aduan adalah [n] (1) perlombaan; pertandingan: ~ sapi; (2)
sabungan; barang yang diadu: ayam ~; (3) perihal atau perkara yang diadukan;
hal mengadukan. Sedangkan kata cemburu mengandung pengertian [a] (1)
merasa tidak atau kurang senang melihat orang lain beruntung dan sebagainya;


146
sirik: ia -- melihat madunya berjalan berduaan dengan suaminya; (2) kurang
percaya; curiga (karena iri hati): istrinya selalu -- kalau suaminya pulang
terlambat
Tafsiran GDB yang berbunyi /Apabila mendengar akan
aduan/,/membicarakannya itu hendaklah cemburuan/ adalah dalam menerima
suatu pengaduan kita tidak boleh langsung percaya begitu saja. Kita hendaklah
cemburuan, yaitu mencurigai tentang kebenaran dari pengaduan. Dicari
kebenaran dari aduan tersebut untuk kemudian dimusyawarahkan. Jangan
gegabah atau terburu-buru karena akan membawa efek yang kurang baik.
Kata yang dipilih pengarang untuk kata mendengar mengandung
makna denotatif, sedangkan kata cemburu mengandung makna konotatif.

9) Bait 9 Apabila perkataan yang lemah-lembut,
lekaslah segala orang mengikut.

Tafsiran GDB untuk bait yang berbunyi /Apabila perkataan yang
lemah lembut/, /lekaslah segala orang mengikut/ mengandung pengertian
bahwa apabila kita bertutur terutama dalam hal memberi nasihat hendaklah
dengan nada dan suara yang lemah lembut, tidak kasar dan membentak-bentak.
Dengan tuturan kata yang halus dan lembut, maka apa apa yang kita bicarakan
dan diperintahkan akan dengan mudah diikuti dan dituruti oleh orang.
Kata yang dipilih pengarang untuk kata lemah lembut mengandung
makna denotasi.


147

10) Bait 10 Apabila perkataan yang amat kasar,
lekaslah orang sekalian gusar.

Tafsiran GDB untuk bait yang berbunyi /Apabila perkataan yang yang
amat kasar/, /lekaslah orang sekalian gusar/ mengandung pengertian bahwa
apabila kita dengan suara yang tinggi dan kasar serta membentak-bentak,
maka membuat orang di sekeliling kita tidak nyaman dan mengganggu
ketentraman.
Kata yang dipilih pengarang untuk kata kasar dan gusar mengandung
makna denotasi.
11) Bait 11 Apabila pekerjaan yang amat benar,
tidak boleh orang berbuat onar.

Kata onar menurut KBBI (2008) mengandung pengertian n] (1) huru-
hara; gempar: ulahnya menimbulkan --; (2) keributan; kegaduhan: anak nakal
itu sering membuat --; [kl n] akal busuk; tipu muslihat: pedagang sering
melakukan -- thd pembeli.
Apabila orang membuat suatu pekerjaan dengan baik, orang-orang
sekelilingnya dan lingkungannya pasti akan merasa senang, dengan demikian
tidak akan menimbulkan keributan.
Kata yang dipilih pengarang untuk kata benar dan onar mengandung
makna denotasi.




148
b. Citraan Pasal VII
Citraan atau imaji penyair dalam menyampaikan karyanya, sebaiknya
mudah dipahami oleh pembaca. Begitu juga perumpamaan-perumpamaan yang
disusun pada gurindam dua belas. Imaji-imaji yang digabungkan dalam setiap bait,
memberi penjelasan yang sederhana kepada penikmat gurndam duabelas ini. Bait
pertama misalnya, /Apabila banyak berkata-kata/, /di situlah jalan masuk dusta//.
Menggmbarkan sebuah asosiasi intelektual, sebuah perenungan tentang tatacar
bertuturkata, untuk tidak terlalu berlebihan. Sedangkan bila terlalu banyak berkata-
kata, maka akan memunculkan sebuah dusta, yang biasanya terjadi secara tidak
sengaja.
Bait kedua, /Apabila banyak berlebih-lebihan suka/, /itulah tanda hampir
duka//. Bait ini menggambarkan tentang imaji-imaji yang berkaitan tentang sikap
manusia, kata suka, duka, berkaitan dengan perilaku manusia, yaitu menjelaskan
tentang rasa suka yang berlebihan mendekatkan tentang kedukaan. Bait ketiga,
/Apabila kita kurang siasat/, /itulah tanda pekerjaan hendak sesat//. Kata siasat
menunjukkan imaji asosiasi intelektual, yaitu tentang tata cara seseorang dalam
menyusun sebuah rencana, maka dibutuhkan cara khusus. Jika tidak maka
aktifitasnya akan sia-sia bahkan tersesat. Asosiasi intelektual pada bait ketiga
meneragkan tentang sebuah cara seseorang dalam mengambil sebuah tindakan.
Bait keempat, adalah /Apabila anak tidak dilatih/, /jika besar bapanya
letih//. Kata latih menggambarkan imaji gerak atau kinesik, yang artinya sebuah
perbuatan yang dilakukan secara terus-menerus, latih dalam hal ini adalah pola


149
asuh yang harus dilakukan sejak dini, agar ketika kelak dewasa tidak menyusahkan
orang tuanya. Bait kelima, /Apabila banyak mencela orang, /itulah tanda dirinya
kurang//. Bait ini menjelaskan atau menggambarkan tentang buruknya orang yang
mencela, menunjukkan bahwa ia sedang menunjukkan kekurangan dirinya.
Perumpamaan ini disusun untuk menunjukkan betapa buruknya mencela orang
lain, apalagi tanpa didasari dengan alasan yang kuat.
Hubungan antar manusia banyak dikisahkan pada pasal ini, hampir
semuanya menggambarkan bagaimana sseharusnya kita bersikap kepada orang
lain. Diantaranya terdapat pada bait berikut ini. /Apabila orang yang banyak tidur/,
/sia-sia sahajalah umur//./Apabila mendengar akan khabar/, /menerimanya itu
hendaklah sabar//. /Apabila mendengar akan aduan/, /membicarakannya itu
hendaklah cemburuan//./Apabila perkataan yang lemah-lembut/, /lekaslah segala
orang mengikut//./Apabila perkataan yang amat kasar/, / lekaslah orang sekalian
gusar//./Apabila pekerjaan yang amat benar/, /tidak boleh orang berbuat onar//.
Kata-kata yang menunjukkan sikap kepada orang lain dan memiliki arti asosiasi
intelektual, imaji atau citraan tentang perasaan manusia antara lain , khabar, sabar,
aduan, cemburuan, lemah lembut, kasar, gusar dan onar, kata-kata tersebut
menggambarkan sikap-sikap manusia kepada manusia lainnya. Diharapkan dengan
memahami sifat-sifat tersebut, setiap manusia dapat bersikap lebih bijaksana.




150
8. 8. 8. 8. Analisis Gurindam Dua Belas pasal yang ke delapan
Ini gurindam pasal yang kedelapan: Ini gurindam pasal yang kedelapan: Ini gurindam pasal yang kedelapan: Ini gurindam pasal yang kedelapan:
Bait 1 Barang siapa khianat akan dirinya,
apalagi kepada lainnya.
Bait 2 Kepada dirinya ia aniaya,
orang itu jangan engkau percaya.
Bait 3 Lidah yang suka membenarkan dirinya,
daripada yang lain dapat kesalahannya.
Bait 4 Daripada memuji diri hendaklah sabar,
biar pada orang datangnya khabar.
Bait 5 Orang yang suka menampakkan jasa,
setengah daripada syirik mengaku kuasa.
Bait 6 Kejahatan diri sembunyikan,
kebaikan diri diamkan.
Bait 7 Keaiban orang jangan dibuka,
keaiban diri hendaklah sangka.

a. Makna Kata
1) Bait 1 Barang siapa khianat akan dirinya,
apalagi kepada lainnya.
Kata khianat menurut KBBI (2008) mengandung pengertian [n] perbuatan
tidak setia; tipu daya; perbuatan yangbertentangan dengan janji: jangan sekali-kali
berbuat


151
Tafsiran GDB terhadap ayat tersebut adalah seseorang yang dengan dirinya
sendiri saja sering berbohong, tidak menepati janji, dan selalu melakukan tipu daya
sudah pasti dengan orang lain pun ia akan melakukan hal yang sama bahkan lebih.
Kata khianat yang digunakan pengarang mengandung makna denotasi.
2) Bait 2 Kepada dirinya ia aniaya,
orang itu jangan engkau percaya.
Kata aniaya menurut KBBI (2008) adalah [n] perbuatan bengis (spt
penyiksaan, penindasan): pada zaman dulu banyak raja yang suka berbuat -- kpd
hambanya.
Tafsiran GDB terhadap ayat tersebut adalah jangan mudah terpedaya dan
percaya pada seseorang yang dengan dirinya sendiri ia bengis, suka menindas dan
menyiksa. Orang ini pasti akan melakukan hal yang sama pada orang lain.
Kata aniaya yang dipilih pengarang pada bait ini mengandung makna denotasi.

3) Bait 3 Lidah yang suka membenarkan dirinya,
daripada yang lain dapat kesalahannya.

Kata lidah menurut KBBI (2008) adalah [n] (1) bagian tubuh dl mulut yg dapat
bergerak-gerak dng mudah, gunanya untuk menjilat, mengecap, dan berkata-kata; (2)
sesuatu atau bagian sesuatu yang menyerupai (bersifat dsb spt) lidah: -- serunai; (3)
ujung suatu benda yg menyerupai lidah (memanjang, agak tipis, bergerak-gerak spt
lidah, dsb): -- kain, -- api; (4) ki perkataan; tutur kata: lembut dan fasih nya.


152
Tafsiran GDB terhadap ayat tersebut adalah Orang yang selalu menganggap
dirinya paling benar, mempunyai sifat tidak baik karena suka menyalahkan orang lain.
Kata lidah yang dipilih pengarang pada bait ini mengandung makna denotasi.

4) Bait 4 Daripada memuji diri hendaklah sabar,
biar pada orang datangnya khabar.

Pada bait ini pengarang ingin memperlihatkan dan mengajarkan pada pembaca
bahwa kita jangan pernah memuji diri sendiri, karena apapun yang kita lakukan
biarlah orang lain yang menilai. Dengan kata lain biarlah kita mendengar segala
kebaikan, pujian itu datanganya dari orang lain.
Frase memuji diri mempunyai makna denotasi.

5) Bait 5 Orang yang suka menampakkan jasa,
setengah daripada syirik mengaku kuasa.

Kata jasa menurut KBBI (2008) adalah Perbuatan yang baik atau berguna dan
bernilai tinggi bagi orang lain, negara, instansi dan sebagainya. Sedangkan syirik
mengandung pengertian [n] penyekutuan Allah dengan yang lain, misal pengakuan
kemampuan ilmu dp kemampuan dan kekuatan Allah, pengabdian selain kepada Allah
dengan menyembah patung, tempat keramat, dan kuburan, dan kepercayaan terhadap
keampuhan peninggalan nenek moyang yang diyakini akan menentukan dan
mempengaruhi jalan kehidupan


153
Tafsiran GDB pada bait tersebut adalah berbuat baik kepada orang lain, jika
selalu diceritakan adalah kesombongan dan ria. Ria adalah setengah syirik (syirik
tersembunyi) menurut keterangan agama.
6) Bait 6 Kejahatan diri sembunyikan,
kebaikan diri diamkan.
Kata kebaikan menurut KBBI (2008) adalah kebajikan: kita wajib berbuat --
kepada semua orang. Sedangkan kejahatan adalah 1) perbuatan jahat, 2) sifat yang
jahat, 3) dosa.
Kata disembunyikan bermakna menyesal berbuat kejahatan. Didiamkan
bermakna berbuat kebaikan dengan hati yang ikhlas. Tafsiran GDB terhadap bait ke
enam pasal delapan bermakna berbuat kejahatan diinsyafi untuk tidak dilakukan
kembali. berbuat kebaikan haruslah ikhlas, tidak dipamerkan agar mendapat pahala.
7) Bait 7 Keaiban orang jangan dibuka,
keaiban diri hendaklah sangka.
Kata aib menurut KBBI (20:2008) adalah malu dan cela.
Frase jangan dibuka bermakna jangan menceritakan aib orang lain. Frase
hendaklah sangka mengandung makna koreksi diri. Orang yang diceritakan aibnya
akan malu dan luka hatinya. Hal yang sama juga akan dialami, jika aib kita diceritakan
orang. Oleh sebab itu agama melarang membuka dan menceritakan aib sesama.
Kata aib yang dipilih pengarang untuk bait tujuh pasal delapan ini mengandung
makna denotasi.


154
b. Citraan Pasal VIII
Pada bait pertama dan kedua menjelaskan tentang imaji atau citraan sikap
tentang sebuah kepercayaan, yaitu /Barang siapa khianat akan dirinya/, /apalagi
kepada lainnya//. /Kepada dirinya ia aniaya/, /orang itu jangan engkau percaya//.
kata khianat menunjukkan tentang sikap seseorang yang tidak dapat dipercaya.
Kata aniaya, percaya menunjukkan imaji sikap atau asosiasi intelektual, yaitu
kegiatan berfikir atau penalaran tentang sebuah kepercayaan. Bait berikutnya,
/Lidah yang suka membenarkan dirinya/, /dari pada yang lain dapat
kesalahannya//./Daripada memuji diri hendaklah sabar//biar pada orang
datangnya khabar//./Orang yang suka menampakkan jasa//setengah daripada
syirik mengaku kuasa//.kata-kata suka, salah, sabar, khabar, jasa dan syirik,
menggambarkan sebuah sikap yang senantiasa berlawanan, seperti dijelaskan
tentang antar larik dalam setiap baitnya, adalah hubungan timbal balik antar larik.
Ketiga bait tersebut menjelaskan tentang sikap pribadi seseorang berdampak pada
orang lain.
Setiap perilaku atau sikap kurang baik akan berdampak pada orang lain,
yaitu sikap yang dikisahkan pada bait, /Kejahatan diri sembunyikan/, /kebaikan
diri diamkan//. Bagaiman cara kita menyembunyikan kejahatan dan mendiamkan
setiap kebaikan yang kita lakukan. Begitu juga dengan menyimpan aib orang lain
untuk disimpan begitu juga dengan aib diri sendiri. Seperti digambarkan pada bait
berikut ini, /Keaiban orang jangan dibuka/, /keaiban diri hendaklah sangka//.


155
9. 9. 9. 9. Analisis Semiotik Gurindam Dua Belas pasal yang ke sembilan
Ini gurindam pasal yang kesembilan: Ini gurindam pasal yang kesembilan: Ini gurindam pasal yang kesembilan: Ini gurindam pasal yang kesembilan:
Bait 1 Tahu pekerjaan tak baik tetapi dikerjakan,
bukannya manusia yaituiah syaitan.

Bait 2 Kejahatan seorang perempuan tua,
itulah iblis punya penggawa.
Bait 3 Kepada segaia hamba-hamba raja,
di situlah syaitan tempatnya manja.

Bait 4 Kebanyakan orang yang muda-muda,
di situlah syaitan tempat bergoda.

Bait 5 Perkumpulan laki-laki dengan perempuan,
di situlah syaitan punya jamuan.

Bait 6 Adapun orang tua yang hemat,
syaitan tak suka membuat sahabat

Bait 7 Jika orang muda kuat berguru,
dengan syaitan jadi berseteru.

a. Makna Kata
1) Bait 1 Tahu pekerjaan tak baik tetapi dikerjakan,
bukannya manusia yaitulah syaitan.

Pengarang menyampaikan pesan kepada pembaca bahwa sebagai manusia
hendaklah kita selalu menjalankan apa yang sudah diperintahkan dan diatur dalam
agama, kita juga hendaknya meninggalkan segala yang dilarang oleh agama. Jika
segala larangan dalam agama kita kerjakan maka diri kita diibaratkan seperti syaitan.
Karena syaitan pada dasarnya selalu melakukan pekerjaan yang dilarang oleh agama.


156
Kata manusia dan syaitan yang dipilih pengarang pada bait tersebut
mengandung makna denotatif.

2) Bait 2 Kejahatan seorang perempuan tua,
itulah iblis punya penggawa.
Pemilihan frase perempuan tua dimaksudkan adalah jika kita sudah tua
hendaklah kita berbuat kebaikan, melakukan amal ibadah secara mendalam, dan ingat
akan kematian yang akan menjemput kita. Namun jika kita yang sudah diambang
senja masih saja melakukan kejahatan dan keonaran maka orang tersebut seperti
tentara atau prajurit dalam artian pengikut iblis atau syaitan.
Frase perempuan tua yang dipilih pengarang dalam bait ini mengandung
makna konotasi. Sedangkan kata punggawa dan iblis adalah makna denotasi.

3) Bait 3 Kepada segala hamba-hamba raja,
di situlah syaitan tempatnya manja.

Frase hamba-hamba raja mengandung pengertian pegawai kerajaan. Pegawai
kerajaan dapat ditafsirkan orang yang kerjanya mengabdi sebagai bawahan, pegawai
Negara atau pejabat negara. Frase syaitan tempat bermanja mengandung makna
mudah dipengaruhi syaitan. Menjadi pegawai atau anak buah atau pegawai bawahan
jangan suka mengambil muka kepada pimpinan, karena perbuatan ini adalah sifat
syaitan yaitu akan merugikan orang lain. Kesempatan untuk korupsi atau melakukan
kecurangan bagi seorang pegawai atau pekerja terbuka lebar bagi seorang abdi yang
tidak kuat imannya.


157
Frase hamba-hamba raja dan frase syaitan tempat bermanja yang digunakan
pengarang ini mengandung makna konotasi.

4) Bait 4 Kebanyakan orang yang muda-muda,
di situlah syaitan tempat bergoda.

Tafsiran GDB pada bait ini adalah bahwa biasanya anak-anak muda itu
diibaratkan orang yang malas berusaha, namun dalam kehidupannya banyak yang
diinginkan. Ingin segera mempunyai barang-barang di luar batas kemampuannya.
Orang yang sifatnya seperti ini sudah pasti tempatnya syaitan menggoda manusia.

5) Bait 5 Perkumpulan laki-laki dengan perempuan,
di situlah syaitan punya jamuan.

Tafsiran GDB pada bait lima pasal ke sembilan adalah berkumpulnya laki-laki
dan perempuan maka ketiganya adalah syaitan. Syaitan selalu berusaha menggoda
manusia dalam setiap kesempatan, maka ketika ada perkumpulan laki-laki dan
perempuan di situlah juga syaitan berkumpul.

6) Bait 6 Adapun orang tua yang hemat,
syaitan tak suka membuat sahabat

Kata hemat menurut KBBI (2008) adalahhe.mat
[a] berhati-hati dl membelanjakan uang, dsb; tidak boros; cermat: kita harus -- dl
penggunaan bahan bakar [a] penuh minat dan perhatian; (dng) saksama; teliti: ia
mendengarkan pelajaran dng -- dan cermat [n] pikiran; pendapat: menurut -- kami, dia
sebaiknya pulang saja.


158
Orang tua yang hemat adalah orangtua yang tidak suka melakukan perbuatan
yang dilarang agama, rajin beribadah , rajin belajar agama, semua perbuatannya tidak
lepas dari ajaran agama, dan termasuk di dalamnya membelanjakan harta dengan
perhitungan, tidak berfoya-foya. Orangtua yang seperti ini sangat tidak disukai
syaitan.
Kata hemat yang dipilih pengarang mengandung makna konotasi.

7) Bait 7 Jika orang muda kuat berguru,
dengan syaitan jadi berseteru.

Orang yang menuntut ilmu agama dan mengamalkannya, menjadi musuh
utama syeithan. Orang yang berilmu selalau menimbang segala sesuatu, mana yang
baik dan mana yang buruk, berbanding terbalik dengan orang yang tidak mempunyai
ilmu semuanya dilakukan tidak peduli lagi mana yang dilarang dan mana yang tidak.
Orang yang rajin belajar dan menuntut ilmu agama, maka anak muda seperti ini
dimusuhi syaitan, karena syaitan tidak bisa menggodanya.

b. Citraan Pasal IX
Pada pasal ini terdiri dari tujuh bait. Bait pertama, menjelaskan tentang
sebuah kesadaran manusia yang digambarkan dengan pekerjaan baik yang disia-
siakan merupakan perilaku syaitan./Tahu pekerjaan tak baik tetapi
dikerjakan/,/bukannya manusia yaituiah syaitan//. Bait kedua tentang
perumpamaan iblis adalah seperti kejahatan yang dilakukan oleh seorang


159
perempuan yang sudah tua. Penggunaan kata iblis menunjukkan bahwa perilaku
perempuan tua yang seharusnya meningkatkan amal ibadah dan berbuat kebaikan
tetapi alah berbuat sebaliknya maka orang itu diibaratkan seperti iblis, yaitu bait
kedua berikut ini, /Kejahatan seorang perempuan tua/,/itulah iblis punya
penggawa//.
Bait ketiga menggambarkan perilaku hamba-hamba raja, yaitu /Kepada
segala hamba-hamba raja/,/di situlah syaitan tempatnya manja//./Kebanyakan
orang yang muda-muda/,/di situlah syaitan tempat bergoda//. Kata syaitan
mencitrakan sebuah perilaku yang kurang baik. Sedangkan kata raja
menggambarkan seorang penguasa. Bait keempat adalah /Perkumpulan laki-laki
dengan perempuan/, /di situlah syaitan punya jamuan//. berkumpulnya laki-laki
dan perempuan menggambarkan tempat berkumpulnya syaitan. Terkadang ketika
keduanya bersatu, maka yang terjadi adalah sikap-sikap yang diluar batas, tanpa
ada pengendalian. Keduanya bersatu maka yang ketiga adalah syaitan.
Bait yang terakhir masih menceritakan tentang perilaku syaitan, yaitu /Jika
orang muda kuat berguru/,/dengan syaitan jadi berseteru//. Syaitan menjadi
tidak bersahabat ketika seseorang memiliki kesanggupan yang kuat ketika berguru,
dalam arti memiliki ilmu
10. 10. 10. 10. Analisis Gurindam Dua Belas pasal yang ke sepuluh
Ini gurindam pasal yang kesepuluh: Ini gurindam pasal yang kesepuluh: Ini gurindam pasal yang kesepuluh: Ini gurindam pasal yang kesepuluh:
Bait 1 Dengan bapa jangan durhaka,
supaya Allah tidak murka.


160
Bait 2 Dengan ibu hendaklah hormat,
supaya badan dapat selamat.
Bait 3 Dengan anak janganlah lalai,
supaya boleh naik ke tengah balai.
Bait 4 Dengan isteri dan gundik janganlah alpa,
supaya kemaluan jangan menerpa.
Bait 5 Dengan kawan hendaklah adil.
supaya tangannya jadi kafill.

a. Makna Kata
1) Bait 1 Dengan bapa jangan durhaka,
supaya Allah tidak murka.

2) Bait 2 Dengan ibu hendaklah hormat,
supaya badan dapat selamat.

Durhaka adalah [a] (1) ingkar terhadap perintah (Tuhan, orang tua, dsb); (2)
tidak setia k kekuaepadasaan yang sah (negara). Sedangkan murka adalah [v] sangat
marah: ia sangat -- mendapat perlakuan seperti itu. Kata hormat mengandung makna
[a] menghargai (takzim, khidmat, sopan): sepatutnyalah kita kepada orang tua kita;
(2) n perbuatan yang menandakan rasa khidmat atau takzim (seperti menyembah,
menunduk): hadirin serentak berdiri memberi kepada tamu yang datang.
Pada pasal ke sepuluh bait satu dan dua mengandung makna yang saling
berkait, bahwa sebagai anak hendaklah jangan durhaka dan harus hormat agar kita
selamat di dunia dan akhirat. Hormat dan patuh pada orangtua maka kita akan


161
dilindungi dari murka Allah, karena murkanya orangtua berarti murka Allah.
Sedangkan restu orangtua maka juga restu Allah.
Kata durhaka, murka, hormat dan selamat mengandung makna denotasi.

3) Bait 3 Dengan anak janganlah lalai,
supaya boleh naik ke tengah balai.

Kata lalai menurut KBBI (2008) adalah [a] kurang hati-hati; tidak
mengindahkan (kewajiban, pekerjaan, dsb); lengah: krn -- dompetnya hilang disambar
copet; (2) v tidak ingat krn asyik melakukan sesuatu; terlupa: semuanya -- bermain
kartu; [n Lay] tali di kapal (perahu) sbg pemutar kayu palang tempat menggantungkan
layar. Sedangkan kata balai mengandung arti [n] (1) gedung; rumah (umum); kantor;
(2) kl rumah (dalam lingkungan istana).
Sebagai orang tua hendaklah mendidik anaknya dengan baik dan memiliki
agar anak tersebut kelak memiliki ilmu pengetahuan. Sebab apabila dewasa anak
tersebut bisa menjadi pemimpin dan terkemuka dalam masyarakat serta menjadi
orang yang disegani oleh masyarakat.
Kata lalai yang dipilih pengarang mengandung makna denotasi. Sedangkan
kata balai mengandung makna konotasi.

4) Bait 4 Dengan isteri dan gundik janganlah alpa,
supaya kemaluan jangan menerpa.

Kata alpa dalam KBBI mengandung makna [a] lalai dl kewajiban; kurang
mengindahkan; kurang memperhatikan; lengah. Sedangkan kemaluan mempunyai arti


162
yaitu [v] mendapat malu: terpaksa kita kabulkan kehendaknya, supaya kita jangan -;
(2) n hal malu; sesuatu yang menyebabkan malu; (3) n alat kelamin (laki-laki atau
perempuan)
Tafsiran bait ini adalah sebagai seorang suami sudah seharusnya untuk
memenuhi kebutuhan nafkah baik lahir maupun batin kepada istrinya. Jika hal ini
diabaikan bukan tidak mustahil istri melakukan tindakan berakibat memalukan suami.
Kata isteri, gudik, alpa dan kemaluan yang digunakan pengarag pada bait ini
mengandung makna denotasi.

5) Bait 5 Dengan kawan hendaklah adil.
supaya tangannya jadi kafill.


Kata adil mengandung makna a] (1) sama berat; tidak berat sebelah; tidak
memihak: keputusan hakim itu --; (2) berpihak kpd yg benar; berpegang pd kebenaran;
(3) sepatutnya; tidak sewenang-wenang: para buruh mengemukakan tuntutan yang
Kata kafil mengandung makna memegang amanah.
Tafsiran GDB untuk bait ke lima pasal ke sepuluh mengandung makna bahwa
jika seorang kawan atau sahabat diperlakukan dengan adil, dia akan memegang
kapercayaan yang kita berikan. Kemudian dia dapat dijadikan wakil kita melakukan
hal-hal tertentu yang diinginkan. Dapat menggantikan posisi kita di saat yang
diperlukan.
Kata adil dalam bait ini mengandung makna denotasi.



163
b. Citraan Pasal X
Pada pasal sepuluh terdapat lima bait. Bait yang pertama adalah /Dengan
bapa jangan durhaka/,/supaya Allah tidak murka//. tentang sikap seseorang
kepada orang tuanya haruslah selalu baik, agar tidak memperoleh adzab atau
murka dari alloh. Imaji tersebut adalah asosiasi intelektual tentang pemaknaan
sebuah hadis bahwa ridlho alloh terletak pada ridho kedua orang tua. Begitu juga
dengan maksud bait pertama. Bait kedua adalah lanjutan dari bait pertama yang
menggambarkan bagaimana sikap kepada orang tua, /Dengan ibu hendaklah
hormat/,/supaya badan dapat selamat//. Kata hormat menggambar sikap baik, hal
itu dilakukan agar dalam hidup ini memperoleh keselamatan.
Bait ketiga adalah /Dengan anak janganlah lalai/,/supaya boleh naik ke
tengah balai//. Bait tersebut termasuk sikap orang tua tentang pola asuh yaitu
bagaimana orang tua supaya tidak abai dan lalia, agar memperoleh tempat yang
utama. Bait keempat menjelaskan tentang sikap waspanda dan tidak lupa diri agar
tidak terjerumus pada kemaksiatan. Yaitu /Dengan isteri dan gundik janganlah
alpa/,/supaya kemaluan jangan menerpa//. Kata alpa menggambarkan tentang
imaji sikap yang dibutuhkan untuk seseorag agar tidak lalai. Sehingga kemaluan
atau kesucian tetap terjaga dengan baik. Bait terakhir yaitu, /Dengan kawan
hendaklah adil/./supaya tangannya jadi kafill// menggambar sikap adil kepada
sesama, agar tidak ada yang dizalimi. Sebagian besar bait-bait pada pasal ini
membutuhkan penggambaran penalaran pada kehidupan nyata. Sehingga pembaca
lebih muda mencitrakan dirinya pada pesan yang disampaikan pada gurindam.


164
11. 11. 11. 11. Analisis Gurindam Dua Belas pasal yang ke sebelas
Ini gurindam pasal yang kesebelas: Ini gurindam pasal yang kesebelas: Ini gurindam pasal yang kesebelas: Ini gurindam pasal yang kesebelas:
Bait 1 Hendaklah berjasa,
kepada yang sebangsa.
Bait 2 Hendaklah jadi kepala,
buang perangai yang cela.

Bait 3 Hendaklah memegang amanat,
buanglah khianat.

Bait 4 Hendak marah,
dahulukan hajat.

Bait 5 Hendak dimulai,
jangan melalui.

Bait 6 Hendak ramai,
murahkan perangai.

a. Makna Kata
1) Bait 1 Hendaklah berjasa,
kepada yang sebangsa.

Tafsiran GDB untuk bait kesatu pasal ke sebelas ini mengandung makna
bahwa sebagai seorang warganegara hendaknya kita berjasa kepada negara dengan
cara mengabdi kepada negara. Bukan hanya menuntut haknya saja. Melakukan hal-hal
yang baik dan terpuji.

2) Bait 2 Hendaklah jadi kepala,
buang perangai yang cela.



165
Tafsiran GDB untuk bait kedua pasal ke sebelas ini adalah bahwa jika kita
ingin menjadi seorang pemimpin maka kita harus menjauhi sifat-sifat yang tidak
terpuji atau tercela. Sebagai kepala atau pemimpin hendaknya bisa menjadi contoh
teladan bagi bawahannya.
Kata cela pada bait ini mengandung makna denotasi.

3) Bait 3 Hendaklah memegang amanat,
buanglah khianat.

Kata amanat menut KBBI (2008) adalah [n] (1) pesan; perintah (dr atas):
menyampaikan -- orang tuanya; (2) keterangan (dr pemerintah); (3) wejangan (dr
orang yg terkemuka): dibacakan sebuah -- Jenderal Sudirman; -- Presiden dl Kongres
Pemuda; (4) Ling keseluruhan makna atau isi pembicaraan; konsep dan perasaan yg
disampaikan pembicara untuk dimengerti dan diterima pendengar atau pembaca; (5)
Sas gagasan yg mendasari karya sastra; pesan yg ingin disampaikan pengarang kpd
pembaca atau pendengar.
Sedangkan kata khianat bermakna [n] perbuatan tidak setia; tipu daya;
perbuatan yg bertentangan dng janji: jangan sekali-kali berbuat
Jika seseorang yang menginginkan suatu jabatan atau kedudukan maka orang
tersebut harus membuang jauh-jauh sifat khianat seperti menipu tidak menepati janji
dan sebagainya. Orang yang mempunyai ciri-ciri khianat ini tidak sesuai untuk
menjadi seorang pemimpin.
Kata amanat pada bait ini mengandung makna konotasi, dsedangkan kata
khianat mengandung makna denotasi.


166
4) Bait 4 Hendak marah,
dahulukan hujah

Kata marah mengandung pengertian [a] sangat tidak senang (krn dihina,
diperlakukan tidak sepantasnya, dsb); berang; gusar: aku -- mendengar ucapannya
yang kasar itu.
Bila ingin marah kepada orang, harus ada alasan dan bukti kesalahannya Jika
kita menerima suatu berita yang tidak berkenan, hendaklah kita bicarakan dulu.
Tanyakan terlebih dahulu masalahnya, jangan langsung marah.
Kata marah dan hujah mengandung makna deotasi.

5) Bait 5 Hendak dimalui,
jangan melalui.

Jika kita mengetahui bahwa tempat yang akan kita lalui itu akan memalukan
diri kita maka kita melalui tempat tersebut. Karena jika kita melewatinya juga maka
kita akan siap untuk dimalui oleh orang yang tahu akan kesalahan kita. Selain itu
tafsiran bait kelima ini juga adalah bila kita ingin dihargai dan dihormati oleh orang
lain kita jangan berperilaku yang tidak baik. Dan jika kita tidak mengetahui akan
sesuatu kita jangan pura-pura tahu akan sesuatu.

6) Bait 6 Hendak ramai,
murahkan perangai.

Tafsiran bait keenam pasal kesebelas ini adalah jika kita hendak memiliki
teman yang banyak maka kita harus bertingkah laku dengan baik. Banyak cara agar


167
kita bisa mempertajam perangai yang baik yaitu dengan cara ringan tangan, murah
senyum dan juga ramah.

b. Citraan Pasal XI
Mencitrakan sebuah pesan pada bait-bait gurindam tidaklah mudah,
membutuhkan pemahaman yang mendalam agar pesan yang tersampaikan dapat
dipahami. Pada bait pertama /Hendaklah berjasa/,/kepada yang sebangsa//.
Merupakan anjuran tentang bersikap baik kepada seseorang yang sebangsa.
Anjuran untuk saling membantu menolong denga menggunakan kata hendaklah
berjasa, berarti berbuat baik kepada sebangsa artinya sesama. Bagaimana
seharusnya sikap seorang pimpinan digambarkan pada bait /Hendaklah jadi
kepala/,/buang perangai yang cela//.seorang pemimpin sebaiknya menghilangkan
sifat buruk, sehingga ia layak menjadi seorang pemimpin. Kata cela dan kepala
menjadi kunci pada bait tersebut. Menunjukkan imaji rasa dan imaji visua, cela
dapat dirasakan dan seorang kepala dapat dilihat dan diperhatikan sikapnya.
Bait berikutnya adalah /Hendaklah memegang amanat/,/buanglah
khianat//. Mencitrakan atau menggambarkan bagaimana seharusnya seseorang
menjaga sebuah amanat. Dan sikap baik berikutnya yang dianjurkan adalah
sebagaimana digambarkan pada bait /Hendak marah/,/dahulukan hujah/. Pada
pasal ini banyak mengisahkan tentang sikap manusi untuk lebih berhati-hati.
Penggambaran sikap dan watak seseorang dilukiskan secara tepat oeh penyair.
Sehingga pembaca lebih mudah dalam memahami pesan yang dimaksud.


168

12. 12. 12. 12. Analisis Gurindam Dua Belas pasal yang kedua belas
Ini gurindam pasal yang kedua belas: Ini gurindam pasal yang kedua belas: Ini gurindam pasal yang kedua belas: Ini gurindam pasal yang kedua belas:
Bait 1 Raja muafakat dengan menteri,
seperti kebun berpagarkan duri.
Bait 2 Betul hati kepada raja,
tanda jadi sebarang kerja.
Bait 3tanda raja beroleh inayat.
Bait 4 Kasihkan orang yang berilmu,
tanda rahmat atas dirimu.
Bait 5 Hormat akan orang yang pandai,
tanda mengenal kasa dan cindai.
Bait 6 Ingatkan dirinya mati,
itulah asal berbuat bakti.
Bait 7 Akhirat itu terlalu nyata,
kepada hati yang tidak buta.
a. Makna Kata
1) Bait 1 Raja mufakat dengan menteri,
seperti kebun berpagarkan duri.

Kata mufakat menurut KBBI (2008) adalah [a] setuju; seia sekata; sepakat:
semuanya sudah -- , tidak seorang pun yg menolak usul itu; (2) n persetujuan; kata
sepakat: telah tercapai -- antara kedua belah pihak; kebulatan -- , persetujuan bulat.
Kata menteri mengandung makna [n] (1) kepala suatu departemen (anggota
kabinet), merupakan pembantu kepala negara dl melaksanakan urusan (pekerjaan)


169
negara; (2) gajah (dl permainan catur); (3) pegawai tinggi (sbg penasihat raja dsb).
Tafsiran bait kesatu pasal ke-12 ini adalah jika pemimpin seia-sekata,sepakat dengan
bawahannya atau menteri-menterinya maka seperti kebun berpagarkan duri. Istilah ini
berarti bahwa kalau Presiden dan menteri-menterinya satu kata dan tidak ada
perpecahan maka akan sulit orang untuk mengadu domba dan berbuat keonaran. Jika
demikian negara akan aman dari segala kekacauan yang akan mengganggu
ketentraman negara.

2) Bait 2 Betul hati kepada raja,
tandalah jadi sebarang kerja.

Jika bawahan atau menteri tidak curiga atau syak wasangka kepada atasannya
maka kerja apapun tidak akan pernah berhasil. Hati tidak tenang karena merasa curiga
kepada atasannya. Namun jika hati kita tidak curiga maka kerja apa pun akan cepat
terselesaikan. Jika bawahan dan atasan sepakat dan tidak ada iri hati maka semua
pekerjaan akan mudah dikerjakan.

3) Bait 3 Hukum adil atas rakyat
tanda raja beroleh inayat.

Kata hukum menurut KBBI (2008) adalah [n] (1) peraturan atau adat yg
secara resmi dianggap mengikat, yg dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah; (2)
undang-undang, peraturan, dsb untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat; (3)
patokan (kaidah, ketentuan) mengenai peristiwa (alam dsb) yg tertentu; (4) keputusan
(pertimbangan) yg ditetapkan oleh hakim (dl pengadilan); vonis.


170
Kata rakyat bermakna [n] (1) penduduk suatu negara: segenap -- Indonesia
berdiri di belakang pemerintah; (2) orang kebanyakan; orang biasa: bioskop untuk --;
(3) kl pasukan (balatentara): maka raksasa itu pun terbang diiringkan segenap --
lengkap dng senjatanya; (4) cak anak buah; bawahan: Lurah harus melindungi nya.
Inayat bermakna pertolongan; pemeliharaan (biasanya dr Tuhan
Jika rakyat mendapat perlakuan yang adil dari pimpinannya maka tandanya
pemimpin itu adalah pemimpin yang mendapatkan berkah. Pemimpin yang adil
merupakan berkah bagi rakyatnya. Pemimpin yang baik didambakan oleh seluruh
rakyat.
Kata rakyat, adil dan inayat merupakan makna denotasi.


4) Bait 4 Kasihkan orang yang berilmu,
tanda rahmat atas dirimu.

Tafsiran Orang yang berilmu dan pandai hendaklah kita dekati. Karena orang
yang pandai itu tempat kita bertanya maka berguru kepada orang berilmu, maka kita
akan mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk. Dengan kita bisa
membedakan mana yang baik dan buruk maka kita sudah mendapat rahmat dari Allah
Swt.
Kata ilmu dan rahmat yang dipilih pengarang pada bait ini mengandung makna
denotasi.

5) Bait 5 Hormat akan orang yang pandai,
tanda mengenal kasa dan cindai.



171
Cindai menurut KBBI (2009) adalah [n] (1) kain sutra yg berbunga-bunga; (2)
sabuk dari sutra yang berbunga-bunga. Kain cindai adalah kain yang amat mahal.
Kasa bermakna [n] (1) kain putih yang halus; kain putih yang tenunannya
jarang: dipilihnya -- untuk tirai itu; (2) kawat halus yang dianyam (biasanya untuk
penghalang nyamuk dsb).
Menghormati orang yang pandai maka kita akan mendapat ilmu. Kita bisa
membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, sehingga kita tidak tersesat dalam
bergaul. Menghormati orang yang pandai diibaratkan kita bisa mengenal kasa dan
cindai yaitu kita bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
Kasa dan cindai yang digunakan oleh pengarang dalam bait ini mengandung
makna konotatif.

6) Bait 6 Ingatkan dirinya mati,
itulah asal berbuat bakti.

Kata mati mempunyai makna yaitu [v] (1) sudah hilang nyawanya; tidak hidup
lagi: anak yg tertabrak mobil itu -- seketika itu juga; pohon jeruk itu sudah -- , akarnya
pun sudah busuk; (2) tidak bernyawa; tidak pernah hidup: batu ialah benda --;
Kata bakti (1) tunduk dan hormat; perbuatan yg menyatakan setia (kasih,
hormat, tunduk): -- kpd Tuhan Yang Maha Esa; -- seorang anak kpd orang tuanya; (2)
memperhambakan diri; setia: sbg tanda -- kpd nusa dan bangsa, ia berusaha berprestasi
sebaik-baiknya.


172
Tafsiran GDB pada bait ini yaitu setiap manusia suatu saat pasti akan mati.
Kehidupan sesudah mati adalah kehidupan yang sesungguhnya. Di Akhirat itu kita
akan kekal selamanya. Jika selama hidup kita tidak berbuat baik, maka sudah tentu
neraka yang menanti kita. Neraka tempat yang paling ditakuti manusia karena di
neraka kita akan disiksa. Jika selama hidup kita berbuat baik maka surgalah yang
menanti kita. Dengan ingat akan mati maka kita akan selalu berusaha berbuat kebaikan
untuk bekal ke akhirat.
Kata mati dan bakti merupakan kata yang bermakna denotasi.

7) Bait 7 Akhirat itu terlalu nyata,
kepada hati yang tidak buta.

Meyakini kepada orang yang beriman bahwa akhirat itu ada. Percaya akan
adanya hari akhirat berarti orang itu beriman kepada Allah Swt. Meyakini adanya
akhirat merupakan bukti iman seorang muslim.
Orang yang beriman takut akan balasan di hari akhir. Dengan adanya iman ini
kita tidak akan berbuat hal-hal yang dilarang oleh agama sehingga segala apa pun
yang kita lakukan hanya untuk mencari ridha Allah.
Bait ke tujuh pada pasal kedua belas ini mempunyai pengertian yang sama
dengan bait keenam.





173
b. Citraan Pasal XII
Pada pasal yang terakhir yaitu pasal duabelas terdat 7 bait. Pasal ini masih
berkaitan dengan sikap dan perilaku manusia. Dalam setiap baitnya terdapat
penggambara-penggambaran yang memungkinkan seseorang bersikap dengan
lebih berhati-hati. Seperti penggunaan kata kebun berpagarkan duri merupakan
asosiasi pencitraan yang menggambarka sebuah taman yang dijaga ketat, sehingga
keduanya memperoleh keamanan. Kesepakatan itu dibuat oleh seorang raja dengan
menteri dalam mencapai kata mufakat. Sikap tersebut digambarkan oleh bait /Raja
mufakat dengan menteri/,/seperti kebun berpagarkan duri//.
Sedangkan bait kedua dan ketiga menggambarkan sikap raja kepada
rakyatnya, /Betul hati kepada raja/, /tanda jadi sebarang kerja//. Dan /Hukum adil
atas rakyat/, /tanda raja beroleh inayat//. Kata inayat adalah sebuah berkah yang
dapat dijadikan panduan peroleh rejeki bagi rakyat. Kesejahteraan akan diperoleh
atas kebaikan hati raja. Bait keempat dan kelima menggambarkan tentang,
/Kasihkan orang yang berilmu/, /tanda rahmat atas dirimu//. Dan /Hormat akan
orang yang pandai/, /tanda mengenal kasa dan cindai//. Keduanya
menggambarkan keuntungan orang yang sudah berilmu kelak akan mendapatkan
kehormatan dan kemudahan dalam hidupnya.
Dua bait terakhir menggambarkan tentang kematian dan kehidupan akhirat.
Seperti dicitrakan pada bait berikut, /Ingatkan dirinya mati/, /itulah asal berbuat
bakti//. Dan seseorang yang mengenal dan mempercayai adanya akhirat
ditunjukkan oleh hati yang tidak buta, artinya ia selalu waspada, sehingga


174
semuanya dapat dilalui dengan nyata dan mudah. Seperti dilukiskan penyair pada
bait terakhir yaitu, /Akhirat itu terlalu nyata/, /Kepada hati yang tidak buta//.
Kehidupan setelah kematian itu ada, sehingga penyair menggambarkan tentang
kesadaran dan kebersihan hati dapat menuntun seseorang mempercayai adanya
kehidupan di akhirat.

C. Analisis Semiotika Gurindam Dua Belas

Perkembangan sastra Melayu klasik, tidak lepas dari perkembangan agama
Islam pada waktu itu. Islam pada waktu itu, merupakan agama yang sangat kuat dianut
oleh masyarakat Melayu. Gambaran ajaran Islam tersebut, bias dilihat dari karya-
karya sastra Melayu pada zaman klasik. Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji,
sebagaimana telah digambarkan di atas, merupakan salah satu contoh karya sastra
Melayu klasikyang secara isimengandung ajaran-ajaran Islam yang sangat kuat.
Perkembangan sastra Melayu yang mengakar pada ajaran Islam ini,
berkembang sekitar akhir abad ke-14 terutama abad ke-16 dan ke-17, dan dikenal
dengan sebutan ajaran tasawuf. Tasawuf adalah keberserahan diri seseorang terhadap
keberadaan Tuhannya. Braginsky (1993: xi) menjelaskan bahwa,
Di kawasan Melayu-Indonesia yang mahaluas itu memainkan peranan yang
sangat penting dalam sejarah, agama dan budaya. Cukup dikatakan, bahwa
justru bentuk Sufi ternyata bentuk yang paling sesuai dengan mentalitas rakyat-
rakyat di dunia kepulauan itu, bagi tersebar luasnya Islam di kalangan mereka.
Semangat toleransi yang menjadi kelaziman dalam tasawuf mashab Ibn al-
Arabi yang agung itu, serta juga kecakapan dan kefasihan mubalig-mubalig
Sufi yang tahu jalan-jalan menuju hati, baik para intelektual dan aristocrat yang


175
terpelajar maupun rakyat jelata, sangat mempermudah bagi masuknya agama
Islam ke dalam semua strata masyarakat.

Sebagaimana dari penjelasan di atas tadi, bahwa tasawuf merupakan jenis
ajaran yang paling penting dalam mentalitas masyarakat Melayu pada waktu itu.
Gurindam dua belas karya Raja Ali Haji ini adalah salah satunya karya sastra yang
mengajarkan mengenai konsep tasawuf. Gurindam dua belas ini, sebagaimana nama
dari gurindam ini, bahwa tahapan konsep tasawuf seseorang harus melalui ke dalam
dua belas tahapan. Yang dibagi ke dalam pasal-pasal.
Pasal pertama dalam Gurindam Dua Belas ini (GDB) adalah bagian yang
paling mendasar. Karena GDB ini berupa ajaran hidup, pasal pertama adalah salah
satu ajaran yang pertama yang harus dikuasai oleh setiap individu. Kata agama dan
makrifat merupakan kata kunci (larik 1 dan 2). Kata agama berarti aturan atau
landasan. Kata makrifat berasal dari tasawuf yang berarti mengenal Tuhan dengan
hati.
Dari pasal pertama ini, diajarkan ada empat hal yang harus dikuasai oleh
seseorang. Barang siapa mengenal yang empat//maka ia itulah orang marifat. Lalu
apakah konsep yang empat itu?
Konsep marifat dalam GDB adalah mengenal dan mengetahui yang empat
adalah: mengenal Allah, mengenal diri, mengenal dunia, dan mengenal akhirat (larik
3-6). Raja Ali Haji, memberikan ajaran yang pertama dengan mengenal Allah. Dalam
kajian tasawuf mengenal Allah adalah melaksanakan suruhan dan perintah-Nya, yaitu
tidak menyalah yang berarti pasrah. Mengenal diri sejajar dengan mengenal


176
Tuhan. Artinya, dengan mengenal diri sendiri, maka kita sebagai individu akan tahu
siapa yang menciptakan kita sesungguhnya. Begitupun sebaliknya, ketika kita tidak
tahu menahu tentang diri kita, tentang kewajiban kita di duinia maka diri kita secara
ruhaniah tidak mengenal keberadaan Tuhan.
Kemudian pada larik berikutnya kata dunia disamakan dengan barang yang
terpedaya. Dunia berarti sesuatu yang tak berarti, dunia dianggap seperti hiasan
yang semu dan sesungguhnya hiasan yang sebernarnya adalah akhirat. Pada posisi
seperti itu, bukan berarti seseorang harus anti dunia; melainkan bentuk gambaran pada
proses kecenderungan seseorang. Kecenderungan ini berarti bahwa, barang siapa yang
lebih menghamba pada dunia maka merugilah ia atau terpedaya. Ahmad Badrun lebih
jauh menjelaskan bahwa gambaran tentang dunia adalah sama dengan konsep zuhud
dalam tasawuf. Dalam mendekatkan diri kepada Tuhan, pengembara mengabaikan
kehidupan kematerian. Cinta pada materi akan menghambat perjalanan menuju Tuhan.
Cinta kepada Tuhan lebih utama.
Selanjutnya adalah konsep mengenal akhirat. Konsep akhirat merupakan
oposisi biner dari bait sebelumnya yaitu dunia. Gambaran akhirat dijelskan sebagai
tempat yang sesungguhnya tempat. Akhirat adalah tujuan yang terakhir tempat
bersinggah, dan dunia adalah kemelaratan itu. Barang siapa mengenal
akhirat//tahulah ia dunia melarat.
Mengenai konsep tentang empat sebagaimana digambarkan dalam pasal kesatu
di atas, dalam tradisi sufi ada yang disebut dengan suluk (Perjalanan Sufi). Suluk ini
terdiri dari empat tahap, yaitu: syariat, tarikat, hakikat, dan makrifat. Sesudah


177
melewati tahap yang terakhir, diri salik (pengembara) yang telah disucikan dan
diubah sepenuhnya menjadi kehilangan kesadaran diri, yaitu hapus(fana). Dengan
begitu prinsip Ilahi tersingkap di dalam manusia, dan keadaan sedemikian secara
metaforik disebut sebagai "penyatuan (wasl) dengan Tuhan, atau pengembalian
kepada Sumber Kewujudan. (Braginsky, 1993: 23)
Pasal berikutnya yaitu pasal kedua merupakan jawaban dari pasal satu larik
ketiga. Barang siapa mengenal yang empat//maka ia itulah orang makrifat. Kalimat
tersebut dijawab pada pasal kedua. Gambaran masalah itu terdapat pada kutipan pasal
kedua berikut.
Ini gurindam pasal yang kedua
Barang siapa mengenal yang tersebut,
tahulah ia makna takut.

Barang siapa meninggalkan sembahyang,
seperti rumah tiada bertiang.

Barang siapa meninggalkan puasa,
tidaklah mendapat dua temasa.

Barang siapa meninggalkan zakat,
tiadalah hartanya beroleh berkat.
Barang siapa meninggalkan haji,
tiadalah ia menyempurnakan janji.

Pasal kedua gurindam ini, diawali dengan barang siapa mengenal yang
tersebut, taulah ia makna takut. Kata tersebut merujuk pada barang siapa mengenal
yang empat. Ketika jiwa individu telah mencapai atau mengenal empat jenis


178
spiritualitas, maka segera dibarengi dengan kegiatan yang menurut ajaran Islam
disebut dengan rukun Islam.
Pada pasal dua ini, menuturkan mengenai tindakan manusia itu sendiri, dalam
tatanan kehidupan dirinya sebagai khalifah di dunia. Tindakan yang harus dikerjakan
meliputi keutamaan dalam beribadah. Yakni sembahyang, puasa, zakat, dan haji. Raja
Ali Haji dalam pasal kedua ini, dengan sangat mementingkan persoalan rukun ini.
Sehingga dia membandingkan akibat dari siapa yang tidak mengerjakannya.
Sebagaimana yang termaktub dalam setiap kalimatnya, barang siapa meninggalkan
sembahyang seperti rumah tiada bertiang. Permainan ironi yang sangat menarik
ditampilkan dalam kalimat tersebut. Artinya barang siapa yang tidak sembahyang,
berarti dia tidak mempunyai rumah sama sekali karena tiada bertiang.
Begitupun halnya dengan puasa, zakat, dan haji. Orang yang meninggalkan
puasa tidak mendapat dua temasa. Temasa dalam dalam pengertian ini adalah
kenikmatan. Sementara yang tidak berzakat tidak akan beroleh berkat, yaitu pahala
yang berlipat ganda. Dan yang tidak berhaji maka tidaklah menyempurnakan janji.
Haji merupakan puncak ibadah seseorang karena ia akan bertemu di baitullah.
Pada dasarnya GDB Raja Ali Haji ini, lebih pada ajaran pengenalan
pembentukan diri manusia yang sesungguhnya. Pembentukan sikap atau karakter yang
harus dimiliki oleh setiap manusia. Sebagaimana dalam pasal selanjutnya yaitu pasal
ketiga. Pasal ketiga ini, merupakan ajaran pada sikap keseharian dari diri manusia.
Berisi pada pemeliharaan anggota tubuh yang harus dijaga dengan sebaik-baiknya.


179
Pemeliharaan anggota tubuh dalam pasal ketiga ini, terdiri dari pemeliharan
terhadap mata, kuping, lidah, tangan, perut, anggota tengah (kemaluan), dan kaki.
Personifikasi tubuh yang digambarkan dalam pasal ketiga ini, merupakan anggota
tubuh yang secara lahiriah selalu mendampingi dalam kehidupan sehari-hari.
Di sana dijelaskan dengan sangat rinci sekali bagaimana faedah atau manfaat
ketika kita memelihara tubuh kita dengan baik.
Ini gurindam pasal yang ketiga:
Apabila terpelihara mata,
sedikitlah cita-cita.
Apabila terpelihara kuping,
khabar yang jahat tiadalah damping.
Apabila terpelihara lidah,
nescaya dapat daripadanya faedah.
Bersungguh-sungguh engkau memeliharakan tangan,
daripada segala berat dan ringan.
Apabila perut terlalu penuh,
keluarlah fi'il yang tiada senonoh.
Anggota tengah hendaklah ingat,
di situlah banyak orang yang hilang semangat
Hendaklah peliharakan kaki,
daripada berjalan yang membawa rugi.
Hakekat kehidupan manusia adalah memanfaatkan indra atau anggota tubuh
pada fungsi yang sebenar-benarnya. Jika dalam memanfaatkannya tidak benar atau
tidak dalam tepatnya lebih tepatnya tidak adil, maka kerugian yang didapat akan lebih
tinggi. Mata, kuping, lidah, tangan, perut, kelamin, dan kaki, jika tidak difungsikan


180
dengan benar maka akan menjadi sumber bencana sebagaimana yang digambarkan
dalam pasal ini. Mata dipadankan dengan cita-cita atau keinginan. Dengan mata kita
dapat melihat berbagai hal sehingga timbul keinginan.
Kuping sebagai alat pendengaran dengan tepat dipadankan dengan kabar.
Sebab melalui kuping kita mendengarkan bermacam-macam kabar. Selanjutnya
pasangan kata lidah dan faedah, tangan dan berat dan ringan. Penyamaan kata perut
dengan "fiil yang tiada senonoh", dan kaki dengan rugi lebih dititikberatkan pada
akibat.
Frasa anggota tengah berarti Kemaluan. Anggota tengah dipadankan
dengan hilang semangat. Barang siapa yang tidak menjaganya dengan baik bias jadi
dapat menyebabkan penyakit yang sangat menyakitkan.
Di dalam tradisi tasawuf, pemeliharan tubuh merupakan tahap-tahap
penyempurnaan rohani. Sehingga sangatlah penting fungsi ke-tubuh-an itu dijaga dan
terpelihara dengan baik. Dengan demikian sangat jelas sekali bagaimana Ali Haji
menggambarkannya dengan jawaban-jawaban dari setiap anggota tubuh yang
terpelihara dengan baik dengan jawaban yang secara substansial merupakan proses
yang sangat berat sekali. Jawaban-jawaban yang membutuhkan keseriusan yang total
dalam pencapaian kebersatuan dengan Tuhan dan alam.
Pasal berikutnya adalah pasal keempat, yang menarik di dalam pasal ini adalah
permainan gaya bahasa yang sangat apik sekali. Unsur alegoris tubuh, menjadi
metafora yang unik. Di dalam larik pertama berbunyi, hati kerajaan di daalm
tubuh//jikalau zalim segala anggota pun roboh. Hati dimetaforakan dengan raja. Raja


181
adalah nafsu yang bisa menguasai keadaan tubuh setiap individu. Sehingga jika nafsu
itu tidak bisa dikendalikan, maka akan terjadi kezaliman karena nafsu yang tidak
terkendali selalu ingin menguasai dalam perspektif manapun.
Kontras makna itu sama kontras kata tubuh dan rubuh. Kata hati berkaitan
dangan tubuh dan kata lalim berkaitan dengan rubuh. Inti pasal keempat adalah pada
larik 37 dan 38. Larik-larik berikutnya hanya penjabaran dari kedua larik itu. Masalah
dengki diumpamakan anak panah yang dapat menusuk diri sendiri (larik 39 dan
40). Kata pikir dikontraskan dengan tergelincir (larik 41 dan 42). Kata pikir
berarti aktivitas intelektual. Kata tergelincir berarti bahaya yang tidak
disangka. Kedua kata itu sengaja dipertentangkan untuk mendapatkan efektivitas
makna. Mengumpat dan memuji pun harus dipikirkan agar tidak tergelincir. Kata
marah disamakan dengan hilang akal (larik 43 dan 44).
Hilang akal berarti lupa diri atau gila. Perumpamaan yang menarik ialah
pada kata bohong dusta dan pekong penyakit kulit. Pekong adalah metafora dari
mulut. Penyakit kulit berarti menjijikkan atau berbahaya. Mulut adalah sama
dengan berbahaya. Bohong berarti berbahaya. Metafora yang sama dengan itu adalah
terdapat pada larik 53 dan 54, yaitu perkataan kotor dan ketur. Dalam hal ini yang
dibandingkan adalah sifatnya. Perkataan kotor dan ketur adalah dua kata yang
bermakna sama, yaitu kotor. Orang yang amat celaka disamakan dengan aib
dirinya (larik 47 dan 48).
Celaka dan aib mempunyai makna yang sama, yaitu tidak beruntung. Bakhil
pelit dimetaforakan dengan perampok pencuri (larik 49 dan 56). Perampok


182
kemudian berarti penjahat dan penjahat adalah musuh. Bakhil disamakan
dengan musuh karena tidak ada keinginan untuk membantu orang lain. Frasa sudah
besar dikontraskan dengan kasar (larik 51 dan 52). Sudah besar berarti
dewasa, sedangkan kata kasar berarti tidak berbudi, tidak sopan. Orang dewasa
haruslah berbudi. Perbandingan yang mirip dengan larik 51 dan 52 adalah salah
diri dengan orang lain (larik 55 dan 56) dan takabur dengan sapih (larik 57 dan
58). Kesalahan diri hanya diketahui melalui orang lain.
Orang yang takabur akan mendapat penyakit. (Badrun hal. 3-4)
(http://www.rajaalihaji.com/id/article.)
Pasal selanjutnya adalah pasal kelima. Pasal ini merupakan tahapan
selanjutnya. Jika pasal-pasal sebelumnya berbicara mengenai konsep diri yang utuh
dan secara aplikatif tanpa melibatkan orang lain. Namun, dalam pasal kelima dan
keenam secara garis besar, merupakan nasihat untuk mengenal dan berkomunikasi
dengan orang lain. Pasal ini mulai melibatkan individdu yang berada di luar dirinya.
Hubungan sesama manusia sudah diterapkan logika jika pengenalan terhadap diri
sendiri sudah terpenuhi satu per satu.
Pasal kelima menggambarkan ciri pengenal orang yang baik, sedangkan pasal
keenam merupakan anjuran untuk menemukan hubungan dengan orang lain yang
dapat diajak untuk berkomunikasi pada jalan kebenaran. Pada pasal kelima hanya tiga
orang yang dianggap bias membawa pada jalan suluk (pengembara). Adalah orang
yang berbudi, orang berbahagia, dan orang yang berilmu.


183
Seseorang tidak bias lepas dari keberadaannya dimana dia tinggal. Kata
berbangsa dipadankan dengan kata budi dan bahasa. Budi dan bahasa berarti
mengarah pada sikap atau tingkah laku yang berbudi dan berbahasa yang sopan.
Kata itu hampir sama artinya dengan kata mulia, berakal, dan baik perangai bias
dilihat pada pasal kelima bait ke 3, 5,6.
Jika hendak mengenal orang mulia,
lihatlah kepada kelakuan dia.
Jika hendak mengenal orang yang berakal,
di dalam dunia mengambil bekal.
Jika hendak mengenal orang yang baik perangai,
lihat pada ketika bercampur dengan orang ramai. (GDB, Pasal 5)
Penggunaan diksi yang digunakan oleh Raja Ali Haji selalu menunjukkan
ironisme, metafora, dan berpadanan. Pada laril-larik di atas misalnya, kata berakal
dipadankan dengan bekal. Hal ini sangat jelas bahwa penggunaan diksi di atas
sangat tepat sekali. Orang yang berakal pasti akan mengambil bekal di dunia. Bekal
bukan dalam arti meteri namun amal kebaikan yang diperbuat sebagai bekal nanti
diakirat.
Kemudian kata berperangai berasosiasi dengan kata ramai. Sikap
seseorang yang berbudi baik, berperangai baik pasti akan dihormati orang. Ramai
berasosiasi pada banyak sahabat dari kalangan orang-orang salih. Di samping larik
tersebut menunjukkan bagaimana tata cara memilih sahabat yang secara sikap baik di
mata kita, yaitu dengan cara melihat dikeramaian.


184
Tahapan berikutnya yang harus dikerjakan oleh seorang hamba dalam GDB ini
adalah bagaimana cara seorang hamba diperintahkan mencari orang-orang terdekat
sebagai teman hidupnya. Ada lima perintah yang harus dicari oleh seorang hamba di
antarnya adalah: sahabat, guru, isteri, kawan, abdi. Pada pasal ini diksi sahabat
dipadankan dengan obat, kata guru dikontraskan dengan seteru, istri dengan diri,
kawan dengan setiawan, dan abdi dengan budi.
Ini gurindam pasal yang ke enam:
Cahari olehmu akan sahabat,
yang boleh dijadikan obat.
Cahari olehmu akan guru,
yang boleh tahukan tiap seteru.
Cahari olehmu akan isteri,
yang boleh menyerahkan diri.
Cahari olehmu akan kawan,
pilih segala orang yang setiawan.
Cahari olehmu akan abdi,
yang ada baik sedikit budi,
Ahmad Badrun dalam salah satu artikelnya Gurindam Dua Belas: Pertemuan
Dengan Raja Ali Haji, menjelaskan pasal yang keenam ini sebagai berikut. Kata
sahabat berarti teman dan kata obat berarti penawar. Teman disamakan dengan
penawar. Kata guru berarti pengajar dan kata seteru berarti musuh. Dalam hal ini
guru dianggap penyelamat dari musuh. Kata istri berarti pendamping hidup atau
kawan dekat. Kata diri berarti pribadi. Kawan dekat adalah sama dengan diri
pribadi. Kata kawan dan setiawan mempunyai makna yang hampir sama dengan


185
pasangan kata istri dan diri. Pada bait kelima kata abdi disamakan dengan budi. Kedua
kata itu mempunyai makna yang sama, yaitu sopan.
Pasal berikutnya adalah pasal ketujuh dan kedelapan. Kedua pasal ini, secara
bentuk hamper sama keduanya menggunakan kalimat-kalimat pengandaian. Kalimat
pengandaian ini merujuk pada hokum kausalitas, atau sebab akibat yang jika
diperbuatmaka akan mendapatkan akibatnya. Misalnya frasa banyak berkata-kata
akan berakibat masuk dusta, berlebih-lebihan suka akan berakibat tanda hampir
duka, kurang siasat akan berakibat hendak sesat.
Apabila banyak berkata-kata,
di situlah jalan masuk dusta.
Apabila banyak berlebih-lebihan suka,
itulah tanda hampir duka.
Apabila kita kurang siasat,
itulah tanda pekerjaan hendak sesat. (GDB, pasal ke-7)
Pada pasal ke tujuh ini, setiap frasa dalam setiap larik selalu kontrastif dengan
frasa jawabannya. Frasa banyak berkata-kata yang bersanding dengan jalan masuk
dusta merupakan frasa yang cukup menarik. Banyak berkata-kata berarti banyak
berbual artinya ketika sedang dalam keaadan begitu berarti kita sedang kehilangan
control, dan ketika kehilangan control akhirnya apapun yang dibicarakan mengalami
distorsi yang sangat tinggi. Dengan begitu kecenderungan untuk berdusta atau mereka-
reka obrolan sangat tinggi. Raja Ali Haji, sangat paham dengan keadaan seperti ini,
sehingga ia mengingatkan pada kita bahwa hal yang demikian merupakan sikap yang
bahaya.


186
Selanjutnya frasa kurang siasat berarti tanda pekerjaan hendak sesat. Frasa
kurang siasat berarti kurang berpikir, tanpa ilmu, dan strategi maka akibatnya akan
sesat. Barang siapa yang kurang ilmunya, maka tidak sempurna setiap pekerjaannya.
Sikap kurang siasat bias berarti selalu terburu-buru tidak sabaran, sikap seperti itu bias
mengakibatkan kesesatan juga.
Sementara pada pasal ke delapan secara bentuk hamper sama dengan pasal ke
tujuh di atas. Namun pada pasal ke delapan ini, penyebab bukan pada diri kita
melainkan seorang hamba di suruh melihat atau membaca sikap orang lain terhadap
kita. Hubungan sebab-akibat ini, lebih pada ajaran penyikapan kita ketika melihat
orang lain yang bersikap kurang baik. Misalnya kalimat barang siapa khianat akan
dirinya maka apalagi kepada lainnya, kepada dirinya ia aniaya maka orang itu
jangan engkau percaya.
Ini gurindam pasal yang ke delapan:
Barang siapa khianat akan dirinya,
apalagi kepada lainnya.
Kepada dirinya ia aniaya,
orang itu jangan engkau percaya.
Isi pasal kedelapan lebih banyak berkaitan langsung dengan diri manusia.
Yang menonjol pada pasal itu adalah penggunaan kata atau frasa yang bermakna
binary oposisi. Kata diri dikontraskan dengan kata lainnya. Makna kedua larik itu
adalah keutamaan menjaga diri sendiri dan orang lain. Dalam larik itu dikontraskan
makna frasa dirinya ia aniyaya dan jangan kau percaya. Kata aniyaya bermakna


187
menyiksa, mengabaikan. Kata percaya bermakna yakin. Kedua kata itu baru
lengkap maknanya jika dihubungkan dengan kata-kata sebelumnya.
Selanjutnya sebagai struktur dari analisis ada bait yang menarik dalam pasal
delapan ini yakni,
Kejahatan diri sembunyikan,
kebaikan diri diamkan.
Keaiban orang jangan dibuka,
keaiban diri hendaklah sangka. (GDB, Pasal 8)
Pada bait ke 6 dan ke 7 pasal delapan ini digunakan kata kejahatan yang harus
disembunyikan dan kata kebaikan yang harus didiamkan. Kata sembunyikan dan
diamkan bias berarti yang harus dirahasiakan. Kejahatan harus disembunyikan
karena itu perbuatan yang tidak baik dan merupakan aib, sementara kebaikan yang
harus didiamkan merujuk atau berasosiasi pada sikap ria atau takabur, dan sombong.
Kebaikan meskipun itu perbuatan baik, kita harus selalu mendiamkannya jangan
menjadi sesuatu berita yang harus dipertontonkan, karena dengan demikian akan
membawa pada sikap kita yang sombong dengan itu maka harus didiamkan.
Makna yang hampir sama dengan kedua larik di atas adalah pada bait terakhir.
Keaiban orang jangan dibuka//keaiban diri hendaklah sangka. Frasa jangan dibuka
dan frasa hendaklah sangka mempunyai makna yang sama, yaitu mesti dirahasiahkan
atau disembunyikan sebagaimana pada bait sebelumnya. Bait tersebut menunjukkan
pada diri kita bahwa kita pun tidaklah sempurna pasti memiliki keaiban-keaiban yang


188
terkadang kita tidak menyadarinya. Dengan begitu jagalah keaiban orang lain hal itu
sama dengan menjaga keaiban diri kita sendiri.
Selanjutnya adalah pasal ke sembilan. Dalam pasal ini, sangat menarik untuk
ditelaah. Pasal ke sembilan ini, Raja Ali Haji menggunakan perumpamaan perbuatan
manusia yang tidak baik, manusia itu dipersonifikasikan dengan syaitan dan iblis.
Syaitan dan iblis adalah makhluk yang tercela di mata Tuhan, namun pada gurindam
ini manusia dipersonifikasikan dengan sangat kuat dan tegas.
Manusia-manusia yang dipersonifikasikan dengan syaitan dan iblis tersebut
adalah: perempuan tua yang jahat, hamba-hamba raja, orang muda, perkumpulan laki-
laki dan perempuan, orang tua hemat.
Ini gurindam pasal yang ke sembilan:
Tahu pekerjaan tak baik tetapi dikerjakan,
bukannya manusia yaituiah syaitan.

Kejahatan seorang perempuan tua,
itulah iblis punya penggawa.
Kepada segaia hamba-hamba raja,
di situlah syaitan tempatnya manja.

Kebanyakan orang yang muda-muda,
di situlah syaitan tempat bergoda.

Perkumpulan laki-laki dengan perempuan,
di situlah syaitan punya jamuan.

Adapun orang tua yang hemat,
syaitan tak suka membuat sahabat

Jika orang muda kuat berguru,
dengan syaitan jadi berseteru.


189

Yang lebih menarik dari pasal sembilan ini, ada pada bait terakhir dari pasal
ini. Jika orang muda kuat berguru//dengan syaitan jadi berseteru. Kunci dari bait ini
adalah berguru, jika setiap manusia mempunyai ilmu yang kuat tentang agama, rajin
beribadah maka ia adalah musuh dari syaitan. Berguru bisa berarti menuntut ilmu
agama, dengan begitu orang akan dekat dengan Tuhan dan para ulama.
Pasal berikutnya adalah pasal ke sepuluh. Dalam pasal ini bercerita mengenai
sikap seorang anak pada kedua orang tuanya, dan sebaliknya sikap orang tua terhadap
anaknya, sikap suami terhadap istri dan gundiknya, dan sikap terhadap kawan.
Ini gurindam pasal yang ke sepuluh:
Dengan bapa jangan durhaka,
supaya Allah tidak murka.
Dengan ibu hendaklah hormat,
supaya badan dapat selamat.
Dengan anak janganlah lalai,
supaya boleh naik ke tengah balai.
Dengan isteri dan gundik janganlah alpa,
supaya kemaluan jangan menerpa.
Dengan kawan hendaklah adil.
supaya tangannya jadi kafill.

Orang tua merupakan segalanya bagi seorang anak, maka hendaklah hormat
anak pada kedua orang tuanya. Pada bait pertama dan kedua di atas menunjukkan
kecenderungan akibat jika seorang anak tidak bersikap baik terhadap kedua orang


190
tuanya. Dengan bapak jangan durhaka//supaya Allah tidaklah murka. Dengan ibu
hendaklah hormat//supaya badan dapat selamat. Sangat jelas sekali di sini
digambarkan dengan jelas, kata durhaka berasosiasi dengan kata murka. Keduanya
bernilai negatif. Selanjutnya seorang anak harus bersikap hormat pada ibunya,
seandainya ingin selamat. Ibu adalah orang yang mengandung sehingga kedudukan
ibu lebih tinggi dari bapak. Sebagaimana Rasulullah menjelaskan bahwa orang yang
pertama yang harus dihormati adalah ibu, yang kedua adalah ibu, dan yang ketiga
adalah ibu, baru bapak. Dari itu sangatlah jelas kedudukan seorang ibu dimata
anaknya begitu tinggi derajatnya. Pada bait itu, jelas diperingati dengan baik dengan
kata selamat. Kalau kita hormat pada ibu maka kita selamat, sebaliknya kalau tidak
hormat maka Allah akan murka dan kita tidak selamat.
Tidak hanya kewajiban seorang anak pada orang tuanya melainkan sikap orang
tua pada anaknya juga. Pada bait ketiga dijelaskan orang tua janganlah lalai terhadap
anak suapaya naik di tengah balai. Balai berarti rumah, jika orang tua bisa mendidik
anaknya dengan baik maka rumah itu akan terjaga dan anaknya bisa menjaga nama
baik kedua orang tuanya.
Selanjutnya seorang suami terhadap istrinya. Kewajiban seorang suami
terhadap istrinya harus dijaga. Keharmonisan rumah tangga harus dipertahankan. Jelas
dalam bait ini, jika seorang suami tidak bisa menjaga keharmonisan dengan istrinya
maka diperingatkan akan terjadi hal yang tercela. Dengan isteri dan gundik janganlah
alpa//supaya kemaluan jangan menerpa.


191
Pada pasal kesebelas banyak kata-kata yang menarik untuk dibaca. Frasa-frasa
ini, menunjukan sikap seandainya jika. Jika menjadi A maka jangan B, demikian isi
dari pasal sebelas ini. Bahkan tidak hanya jika melainkan suatu keharusan bagi
seorang hamba untuk menjadi sesuatu. Pada pasal sebelas ini, seorang hamba harus
berjasa, harus menjadi kepala, harus memegang amanat, hendak dimulai, murahkan
perangai.
Pada pasal ini, inti dari penjelasan isi ada pada bait ke dua yakni hendaklah
jadi kepala//buang perangai yang cela. Kepala berarti pemimpin. Setiap manusia
adalah khalifah di muka bumi, dan setiap manusia harus menjadi kewajiban menjadi
seorang khalifah atau pemimpin. Namun menjadi seorang pemimpin pun harus
memiliki syarat-syarat tertentu yang dijelaskan pada bait-bait selanjutnya. Yakni harus
membuang perangai yang cela, hendak memegang amanat, hendak mendahulukan
hajat, jangan melalui, memurahkan perangai. Sikap-sikap semacam ini yang
dibutuhkan seorang pemimpin yang adil dan bijaksana.
Ini gurindam pasal yang kesebelas:
Hendaklah berjasa,
kepada yang sebangsa.
Hendaklah jadi kepala,
buang perangai yang cela.
Hendaklah memegang amanat,
buanglah khianat.
Hendak marah,
dahulukan hujah.


192

Hendak dimalui,
jangan melalui.

Hendak ramai,
murahkan perangai.
Gurindam terakhir adalah pasal kedua belas. Pasal ini berisi masalah raja dan
menteri, hukum, orang berilmu, kematian, dan akhirat.
Ini gurindam pasal yang ke duabelas:

Raja muafakat dengan menteri,
seperti kebun berpagarkan duri.

Betul hati kepada raja,
tanda jadi sebarang kerja.
Hukum adil atas rakyat,
tanda raja beroleh inayat.
Kasihkan orang yang berilmu,
tanda rahmat atas dirimu.
Hormat akan orang yang pandai,
tanda mengenal kasa dan cindai.
Ingatkan dirinya mati,
itulah asal berbuat bakti.
Akhirat itu terlalu nyata,
Kepada hati yang tidak buta.
Pada gurindam yang terakhir ini, merupakan rangkuman dari ajaran yang
diajarkan Raja Ali Haji dalam GDB ini. Rangkuman isi pada pasal terakhir ini,
merupakan yang paling puncak. Di sini dijelaskan bagaimana seorang raja harus
bersikap. Raja bisa berarti puncak sikap yang harus dimiliki oleh seorang hamba. Raja


193
bukan berarti penguasa, melainkan diri kita yang sesungguhnya. Menjadi seorang raja
harus memiliki sikap yang mahabijaksana dalam segala hal. Termasuk kebersatuan
dirinya dengan Tuhan.
Di dalam tradisi sufi, kebersatuan ini merupakan sikap cinta. Cinta adalah
keberserahan sikap terhadap segala hal, tidak mementingkan keduniawian semuanya
fana (lebur) dalam keagungan dan kuasa Tuhan. Cinta menjadi perjalanan yang
terakhir dalam meraih pengembaraan karena cinta adalah puncak perjalanan itu.
Sebagai sebuah tanda dan penanda dalam semiotika, pasal-pasal yang ada
dalam GDB saling berkaitan antara satu sama lainnya. Inti dari gurindam ini menurut
hemat peneliti ada pada pasal pertama dan terakhir, sementara pasal-pasal yang lain
adalah pasal penjelasan atau bagian-bagian dari pasal inti. Sebagaimana telah
dijelaskan di awal, pasal pertama adalah penjelasan mengenai agama dan marifat.
Marifat adalah puncak ibadah tertinggi dan pada pasal terakhir merangkup sikap pada
proses marifat itu.
Secara garis besar, GDB berisi sebagai pengajaran moral, dan pengamalan-
pengamalan ajaran agama Islam. Pengajaran agama dan ketakwaan merupakan
pengajaran yang tertinggi kemudian dijabarkan dengan pengamalan rukun Islam.
Sebagaimana Ahmad Badrun menjelaskan bahwa isi GDB menggambarkan sebuah
tarikat. Tarikat adalah jalan yang berpangkal pada syariat. Menurut Qutbaddin al-Ibadi
(dalam Schimmel 1986:101), pendidikan mistik merupakan cabang dari jalan utama
yang terdiri atas hukum Ilahi. Tidak mungkin ada jalan tanpa ada jalan utama sebagai
pangkalnya. Pengalaman mistik tidak mungkin didapat tanpa melaksanakan perintah


194
syariat dengan baik. Jalan itu lebih sempit dan sulit ditempuh. Pengembara harus
melalui beberapa maqam (persinggahan) untuk mencapai tauhid sempurna: pengakuan
berdasarkan pengalaman bahwa Tuhan itu Satu. Konsep tarikat dalam GDB adalah
bertolak dari agama. Dalam koridor agamalah tarikat dilaksanakan. Hanya saja konsep
tarikat dalam GDB masih bersifat global.
Konsep tasawuf dalam GDB sama dengan tasawuf Al-Ghazali. Makrifat bagi
Al-Ghazali tidak dapat dilepaskan dari fana dan merupakan esensi tasawuf (dalam
Simuh 1985:13). Fana adalah leburnya kesadaran pribadi dalam samudra keilahian
(Zoetmulder 1991:27). Dalam fana terjadi penghayatan makrifat, yaitu penghayatan
langsung tentang Tuhan melalui hati. Makrifat dalam konteks itu berarti penghayatan
tentang Tuhan melalui hati. Makrifat adalah level tertinggi dalam tasawuf
transendentalis. (http://www.rajaalihaji.com/id/article.)
GDB adalah salah satu karya puisi Raja Ali Haji yang diciptakan kualitas daya
pengajaran moralitas yang cukup tinggi. Sebagai ajaran moral dan nilai seyogyanya
GDB bias dijadikan sebagai bahan pengajaran di sekolah-sekolah karena sesuai
dengan peningkatan kualitas siswa dan kurikulum yang dikembangkan dalam
pengajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah-sekolah.






195

You might also like