You are on page 1of 9

A.

CANDIDA
1. Pengertian
Candida adalah anggota flora normal terutama saluran pencernaan, juga
selaput mukosa saluran pernafasan, vagina, uretra, kulit dan dibawah jari-jari kuku
tangan dan kaki. Candida tampak sebagai ragi lonjong, kecil, berdinding tipis,
bertunas, gram positif, dan memiliki pseudohifa. Infeksi Candida dapat terjadi apabila
ada faktor predisposisi baik endogen maupun eksogen. Penyakit yang disebabkan
oleh Candida dapat mengenai mulut, vagina, kulit, kuku, bronki atau paru, kadang-
kadang dapat menyebabkan septikemia, endokarditis, atau meningitis.
Infeksi Candida pertama kali didapatkan di dalam mulut sebagai thrush yang
dilaporkan oleh Francois Valleix (1836). Langerbach (1839) menemukan jamur
penyebab trush, kemudian Berhout (1923) memberi nama organisme tersebut
Candida. Lebih dari 150 spesies Candida telah di identifikasi.

Sebanyak paling sedikit
tujuh puluh persen infeksi Candida pada manusia disebabkan oleh Candida albicans,
sisanya disebabkan oleh C. tropicalis, C. parapsilosis, C. guillermondii, C. kruzei dan
beberapa spesies Candida yang lebih jarang.
Di tempat-tempat ini ragi dapat menjadi dominan dan menyebabkan keadaan-
keadaan patologik ketika daya tahan tubuh menurun baik secara local maupun
sistemik.

Kadang-kadang candida menyebabkan penyakit sistemik progresif pada
penderita yang lemah atau sistem imunnya tertekan, terutama jika imunitas
berperantara sel terganggu. Candida dapat menimbulkan invasi dalam aliran darah,
tromboflebitis, endokarditis, atau infeksi pada mata dan organ-organ lain bila
dimasukkan secara intravena (kateter, jarum, hiperalimentasi, penyalahgunaan
narkotika dan sebagainya).
2. MORFOLOGI & IDENTIFIKASI
Pada sediaan apus eksudat, Candida tampak sebagai ragi lonjong, kecil,
berdinding tipis, bertunas, gram positif, berukuran 2-3 x 4-6 m, yang memanjang
menyerupai hifa (pseudohifa). Candida membentuk pseudohifa ketika tunas-tunas
terus tumbuh tetapi gagal melepaskan diri, menghasilkan rantai sel-sel yang
memanjang yang terjepit atau tertarik pada septasi-septasi diantara sel. Candida
albicans bersifat dimorfik, selain ragi-ragi dan pseudohifa, ia juga bisa menghasilkan
hifa sejati.

Candida berkembang-biak dengan budding. Pada agar sabouraud yang
dieramkan pada suhu kamar atau 37c selama 24 jam, spesies Candida menghasilkan
koloni-koloni halus berwarna krem yang mempunyai bau seperti ragi. Pertumbuhan
permukaan terdiri atas sel-sel bertunas lonjong. Pertumbuhan di bawahnya terdiri atas
pseudomiselium. Ini terdiri atas pseudohifa yang membentuk blastokonidia pada
nodus-nodus dan kadang-kadang klamidokonidia pada ujung-ujungnya.
Dua tes morfologi sederhana membedakan C.albicans yang paling pathogen
dari spesies candida lainnya yaitu setelah inkubasi dalam serum selama sekitar 90
menit pada suhu 37c, sel-sel ragi C albicans akan mulai membentuk hifa sejati atau
tabung benih dan pada media yang kekurangan nutrisi C albicans menghasilkan
chlamydospora bulat dan besar. Candida albicans meragikan glukosa dan maltosa,
menghasilkan asam dan gas; asam dari sukrosa; dan tidak bereaksi dengan laktosa.
Peragian karbohidrat ini, bersama dengan sifat-sifat koloni dan morfologi,
membedakan Candida albicans dari spesies Candida lainnya.
3. PATOGENESIS
Sumber utama infeksi candida adalah flora normal dalam tubuh pada pasien
dengan sistem imun yang menurun. Dapat juga berasal dari luar tubuh, contohnya
pada bayi baru lahir mendapat candida dari vagina ibunya (pada waktu lahir atau
masa hamil) atau dari staf rumah sakit, dimana angka terbawanya candida sampai
dengan 58%, meskipun masa hidup spesies candida di kulit sangat pendek. Transmisi
Candida antara staf rumah sakit dengan pasien, pasien dengan pasien biasanya
muncul pada unit khusus, contohnya unit luka bakar, unit geriatri, unit hematologi,
unit bedah, Intensive Care Unit dewasa dan neonatus dan unit transpantasi. Infeksi
Candida dapat terjadi apabila ada faktor predisposisi baik endogen maupun eksogen.
Faktor endogen :
1. Perubahan fisiologik :
a. Kehamilan, karena perubahan pH dalam vagina
b. Kegemukan, karena banyak keringat
c. Debilitas
d. Iatrogenik, misal kateter intravena, kateter saluran kemih
e. Endokrinopati, penyakit Diabetes Melitus, gangguan gula darah kulit
f. Penyakit kronik; tuberculosis, lupus eritematosus dengan keadaan
umum yang buruk
g. Pemberian antimikroba yang intensif (yang mengubah flora bakteri
normal)
h. Terapi progesterone
i. Terapi kortikosteroid.
j. Penyalahgunaan narkotika intravena
2. Umur : orangtua dan bayi lebih muda terkena infeksi karena status
imunologiknya tidak sempurna
3. Imunologik (imunodefisiensi)
Faktor eksogen :
a. Iklim panas dan kelembaban menyebabkan perspirasi meningkat
b. Kebersihan kulit
c. Kebiasaan berendam kaki dalam air yang terlalu lama menimbulkan maserasi
dan memudahkan masuknya jamur
d. Kontak dengan penderita, misalnya pada trush, balanopostitis.
4. TES DIAGNOSTIK LABORATORIUM
Pemeriksaan mikroskopik (Direct Microscopic Assesment) : Dahak, eksudat,
trombus, darah dan sebagainya dapat diperiksa dengan sediaan apus yang diwarnai
dengan wet mounts, gram, Giemsa, Periodic Acid Shift (PAS) untuk mencari elemen-
elemen jamur yaitu pseudohifa dan sel-sel bertunas (budding yeast cell) yang
karakteristik untuk candida.
Kultur : semua bahan termasuk kultur darah, kultur spesimen biposi, aspirasi,
kultur dari permukaan yang terlibat, urin, luka operasi, drainase luka, cairan
peritoneum, sputum, specimen bronchoalveolar lavage (BAL) atau cairan
cerebrospinal. Isolasi Candida dari kulit, urin, luka, sputum atau spesimen feses tidak
bersifat diagnostik, tetapi pertumbuhan spesies Candida dari spesimen yang steril
(darah, cairan serebrospinal) hampir selalu bersifat diagnostik. Semua bahan dibiak
pada agar Sabauraud pada suhu kamar dan pada suhu 37c; koloni-koloni khas
diperiksa untuk adanya sel-sel dan pseudomiselium yang bertunas.
Pembentukan klamidokonidia Candida albicans pada agar tepung jagung atau
perbenihan lain yang menyuburkan konidia merupakan tes diferensiasi yang penting.

Diagnosis infeksi Candidiasis invasif secara historis bergantung pada hasil kultur,
tetapi pada kultur darah hanya ditemukan angka positif kurang dari 50% dengan
hasil otopsi yang positif . Teknik terbaru dengan sistem kultur otomatis dan monitor
secara terus menerus, contoh dengan BACTEC sistem dan dengan metode
sentrifugasi lisis telah secara bermakna meningkatkan kemampuan untuk mendeteksi
candidemia.
5. PENGOBATAN
Menghindari atau menghilangkan faktor predisposisi.
Lesi-lesi lokal paling baik diobati dengan menghilangkan penyebabnya, yaitu
menghindari basah, mempertahankan daerah-daerah tersebut tetap sejuk, berbedak
dan kering dan penghentian pemakaian antibiotika.
Topikal
a. Larutan ungu gentian -1 % untuk selaput lendir, 1-2 % untuk kulit,
dioleskan sehari 2 kali selama 3 hari
b. Nistatin, berupa krim, salap, emulsi
c. Amfoterisin B
d. Grup azol antara lain :
- Mikonazol 2% berupa krim atau bedak
- Klotrimazol 1% berupa bedak, larutan dan krim
- Tiokonazol, bufonazol, isokonazol
- Siklopiroksolamin 1% larutan, krim
- Antimikotik lain yang berspektrum luas
6. PENCEGAHAN
Tindakan pencegahan yang paling penting adalah menghindari gangguan
keseimbangan pada flora normal dan gangguan daya tahan inang. Infeksi Candida
tidak menular, karena sebagian besar individu dalam keadaan normal sudah
mengandung organisme tersebut.


B. CRYPTOCOCCUS
1. Pengertian
Cryptococcus neofarmansadalah jamur seperti ragi (yeast like fungus) yang
ada dimanamana di seluruh dunia. Jamur ini menyebabkan penyakit jamur sistemik
yang disebut cryptococcosis, Dahulu dikenal dengan nama Torula histolitica. Jamur
ini paling dikenal sebagai penyebab utama meningitis jamur dan merupakan penyebab
terbanyak morbiditas dan mortalitas pasien dengan gangguan imunitas. Cryptococcus
neofarmansdapat ditemukan pada kotoran burung (terutama merpati), tanah, binatang
juga pada kelompok manusia (colonized human). Gejalanya seperti meningitis klasik
yang melibatkan meningitis secara difus. Dengan adanya AIDS, insiden cryptococcal
meningitis meningkat drastis. Di Amerika, meningitis ini termasuk lima besar
penyebab infeksi oportunistik pada pasien AIDS. Infeksi pertama biasanya melalui
inhalasi sehingga terbentuk focus primer pada paru yang biasanya asimptomatik dan
sembuh spontan. Dari focus primer ini dapat terjadi penyebaran hematogen ke tulang,
visera dan otak. Infeksi otak dapat menimbulkan penyakit yang progresif dan fatal.
2. Morfologi
Cryptococcus neoformans adalah organisme dimorfik, merupakan
basidiomisetes yang bersifat saprofit, ditemukan di seluruh dunia karena habitatnya
adalah pada kotoran burung dan tanah yang terkontaminasi kotoran burung.
Basidiospora berukuran kecil yaitu 1,8 m sampai 3,0 m, dapat dalam bentuk sel
ragi pada suhu 37C atau membentuk hifa dikariotik pada suhu 24C. Secara
mikroskopis Cryptococcus neoformans di dalam jaringan atau cairan spinal berbentuk
sferis sampai oval dengan diameter 3 m-10 m, sering bertunas (budding) dan
dikelilingi oleh kapsul yang tebal. Pada agar Sabouraud dengan suhu kamar, koloni
yang terbentuk berwarna kecoklatan, mengkilat, dan mukoid. Cryptococcus
neoformans diklasifikasikan kedalam lima serotipe (A, B, C, D, dan AD) dan tiga
varietas yaitu C. neoformans var. neoformans (serotipe D), C. neoformans var.
grubii (serotipe A), dan C. neoformans var. gattii (serotipe B dan C). Pembagian
serotipe berdasarkan perbedaan epitop pada kapsulnya dan perbedaan reaksi
aglutinasi pada kapsul sesuai dengan polisakaridanya.

3. Patogenesa
Infeksi berawal dari inhalasi sel ragi kecil atau basidiospora yang memicu
terjadinya kolonisasi pada saluran nafas dan kemudian diikuti oleh infeksi. Makrofag
pada paru-paru sangat penting dalam sistem kontrol terhadap inokulasi jamur.
Makrofag dan sel dendritik berperan penting dalam respons terhadap infeksi
Cryptococcus. Sel ini berperan dalam pengenalan terhadap jamur, dalam fagositosis,
presentasi antigen, dan aktivasi respons pada pejamu, serta meningkatkan efektivitas
opsonisasi fagositosis terhadap jamur. Pada sel dendritik reseptor mannose berperan
penting untuk pengenalan jamur dan presentasi antigen terhadap sel T, sel ini bereaksi
dengan C. neoformans dan mengekspresikannya ke limfosit kemudian bermigrasi ke
jaringan limfoid.
Makrofag memberikan respons terhadap C. neoformans dengan melepaskan
sitokin proinflamasi yaitu IL-1. Sekresi IL-1 mengatur proliferasi dan aktivasi
limfosit T yang penting dalam memediasi pembersihan paru. Kurangnya atau tidak
adanya respons imun yang baik untuk menginaktifkan dan menghancurkan organisme
yang masuk menyebabkan perluasan dan peningkatan kerusakan sel/jaringan akibat
infeksi
4. Gejala
Ada tiga pola dasarinfeksi jamur pada susunan sarafpusat yaitu, meningitis
kronis,vaskulitis dan invasi parenkimal pada infeksi Cryptococcal jaringan otak
menunjukkan adanya meningitis kronis pada leptomeningen yang dapat menebal dan
mengeras oleh reaksi jaringan penyokong dan dapat mengobstruksi aliran likuor dari
foramen Luschka dan Magendi sehingga terjadi hidrosefalus. Pada jaringan otak
terdapat substansi gelatinosa pada ruang subarakhnoid dan kista kecil di dalam
parenkim yang terletak terutama pada ganglia basilis pada distribusi arteri
lentikulostriata. Lesi parenkimal terdiri dari agregasi atau gliosis. Infiltrat meningen
terdiri dari sel-sel ingflamasi dan fibroblast yang bercampur dengan Cryptococcus.
Bentuk granuloma tidak sering ditemukan pada beberapa kasus terlihat reaksi
inflamasi kronis dan reaksi granulomatosa sama dengan yang terlihat pada
tuberculosa dengan segala bentuk komplikasinya. Perubahan susunan saraf pusat
termasuk infiltrasi meningen oleh sel mononuklear dan organisma.
5. Pengobatan
Terapi dengan amphotericin B memperlihatkan hasil yang baik. Amphotericin
B diberikan tiap hari intravena dengan dosis 0,5 mg/kg,diberikan enam sampai
sepuluh minggu, tergantung dari perbaikan klinis danekmbalinya cairan serebrospinal
kearah normal. Peneliti lain memberikan amphotericin B dengan 5-flurocytosine 150
mg/kg perhari (dalam 4 dosis). Kombinasi ini memberikan hasil yang lebih baik.


















DAFTAR PUSTAKA
Anaissie, E.J. The Changing Epidemiology of Candida Infection. Available
from URL : http://www.medscape.com/viewprogram/7208_pnt. 31 Mei 2007 :
2-6 ; 10-15.
Kuswadji. Kandidosis. Dalam : Djuanda Adhi, Hamzah Mochtar, Aisah Siti.
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi ketiga, Jakarta, FK UI, 1999 : 103-6.
Kayser, F.H., Bienz, K.A., Eckert J., & Zinkernagel, R.M. Fungi as Human
Pathogens : Medical Microbiology. New York, Thieme Stuttgart, 2005 :362-4.
Tortora, G.J, Funke, B.R., & Case, C.L. Microbiology an Introduction. Eighth
Edition, San Fransisco, Benjamin Cummings, 2004 : 606-7.
Jawetz E, Melnick J, & Adelberg E. Mikrobiologi Kedokteran. Diterjemahkan
oleh Edi Nugroho & Maulany RF. Edisi 20, Jakarta, EGC, 1996 : 627-9.

You might also like