You are on page 1of 52

Posts Tagged bahaya kimia

Potensi Pemaparan Bahaya Kimia


09JUL
ANALISIS JURNAL
Bahan-bahan kimia telah menjadi bahan yang tak dapat terpisahkan,
dalam kehidupan sehari-hari. Hampir semua industry menggunakan
bahan-bahan kimia baik sebagai bahan utama maupun yang lain.
Bahan kimia ada yang menguntungkan dan ada juga yang merugikan
bagi pengguna. Bahan kimia mempunyai potensi toxic pemaparan
untuk pekerja. Risiko pemaparan bisa berasal dari paparan, produksi,
penyimpanan, penggunaan, penggunaan, maupun kebocoran
wadahnya. Dari kedua jurnal diatas, jelaslah terlihat bahwa banyak
sekali zat kimia tersebut menimbulkan dampak negative yang tidaklah
sedikit. Misalnya pada para pekerja PT.Samiaji yang terpapar debu
asbes dan semen, mereka positif mengalami gangguan fungsi paru.
Karena debu asbes yang masuk kedalam tubuh mereka menyebabkan
3 penyakit paru yaitu penyakit asbestosis, kanker paru, dan kanker
pleura atau mesotelium. Penyakit tersebut seringkali fatal dan bahkan
dapat berujung kematian.
Lain halnya yang terjadi pada para pekerja di CV.Laksana walaupun
dari hasil menerangkan bahwa kadar keracunan benzene masih
relative kecil atau masih ditingkatan awal namun hal tersebut
sudahlah cukup untuk dapat mengganggu proses pembentukkan
eritrosit. Jika sudah berlanjut pada tingkatan yang cukup parah dan
jangka waktu lama (5-30 tahun), keracunan akibat benzene dapat
menyebabkan penderita mengalami leukemia yang juga dapat
menyebabkan kematian. Karakteristik dari benzene adalah bersifat
menguap, mudah terbakar, non polar, dan tidak berwarna. Benzena
merupakan cairan tidak berwarna dengan bau yang manis. mbang
benzena adalah sekitar 60 bagian per juta (ppm), meskipun ada
rentang yang cukup besar dalam nilai-nilai yang dilaporkan (0,78-160
ppm). Batas pemaparan benzena yang diperbolehkan, baik 8-jam
waktu eksposur rata-rata tertimbang dari 1 ppm atau jangka pendek
batas yang diperbolehkan dari 5 ppm selama menit 15 menit.
Dilihat dari cara terpaparnya pada kedua permasalahan diatas dapat
disimpulkan bahwa para pekerja terpapar bahan kimia tersebut
diantaranya melalui saluran pernapasan (inhalasi). Di Industri,
inhalasi merupakan jalan masuk paparan yang paling penting dan
paling sering terjadi terutama pada paparan bahan kimia. Selama
hidup manusia selalu bernafas di mana pun dan kapan pun tanpa perlu
tahu apakah udara yang dihirup merupakan udara yang bersih atau
tidak. Hal tersebut memungkinkan para pekerja yang selama 8 jam
per hari menghirup udara 8m
3
di lingkungan terpapar bahan kimia,
seperti benzene, setiap hari akan menghirup uap benzene atau bahan
kimia lain yang membahayakan kesehatannya.
Bahan-bahan kimia pada industry tersebut sangat berpengaruh bagi
kesehatan lingkungan terutama bagi kesehatan pekerja. Menurut
berbagai sumber dan penelitian jika setiap hari para pekerja terpapar
bahan kimia berbahaya seperti benzena setidaknya selama 8 jam maka
sangat mungkin bila hal tersebut berimbas pada penurunan status
kesehatan mereka. Sehingga produktifitas pekerja menjadi menurun
dan membuat kualitas serta kuantitas kerja menjadi terganggu.
Sehubungan dengan status kesehatan, bahaya benzena ada yang
berefek jangka pendek (akut) dan ada pula yang berefek jangka
panjang (kronis). Efek Jangka pendek (akut), menghirup high level
benzena dapat menyebabkan kematian. Sedangkan menghirup low
level benzena dapat mengakibatkan depresi sistem saraf pusat (SSP)
yang ditandai dengan kantuk, pusing, sakit kepala, mual, kehilangan
koordinasi,kerusakan otak ireversibel,kebingungan &
ketidaksadaran/pingsan. Selain itu juga dapat menyebabkan iritasi
mata, iritasi kulit, iritasi hidung, iritasi tenggorokan, iritasi saluran
pernafasan, dan tremors.
Efek jangka panjang (kronis), dapat menyebabkan kerusakan pada
sumsum tulang dan menyebabkan gangguan dalam darah, seperti :
penurunan sel darah merah, anemia, & leukimia serta penyakit
lainnya yang berhubungan dengan kanker darah dan pra-kanker dari
darah. Juga dapat menyebabkan perdarahan yang berlebihan &
menurunkan sistem imun sehingga meningkatkan kesempatan infeksi.
Selain melalui pernafasan / inhalasi dapat juga melaui kulit atau
mukosa mata. Pekerja sering kali tidak memakai sarung tangan ketika
memegang bahan kimia hal ini berisiko terpapar zat kimia berbahaya
yang masuk melalui pori pori kulit atau membran mukosa mata.
Berbeda halnya jika kita terhirup debu asbes dan semen, debu tersebut
tertinggal di paru-paru kita dan akan berubah menjadi badan-badan
asbestos, yang jika diperiksa menggunakan mikroskop tampak
seperti batang dengan panjang mencapai 200 mikron. Pada pekerja
yang telah lama terpapar debu asbes, retensi serat-serat asbesnya
cukup besar. Jika dibiarkan, serat tersebut secara perlahan-lahan akan
menimbulkan jaringan ikat pada paru yang progresif. Kelainan secara
radiologis atau dengan foto rontgen paru, mudah dikenali karena
menunjukkan gambaran khas. Berupa ground glass appearance atau
titik-titik halus di basis paru-paru dengan batas jantung dan diafragma
yang tidak jelas. Setelah masa laten yang panjang, antara 20-40 tahun,
serat tersebut bisa menimbulkan kanker paru. Selain terpapar melalui
jalur inhalasi, kedua bahan kimia tersebut juga dapat masuk ke tubuh
manusia melalui kulit atau mukosa mata ataupun mengonsumsi
makanan dan minuman yang mengandung sejumlah kecil serat-serat
tersebut (pada debu asbes dan semen). Akibat lebih lanjutnya dapat
menimbulkan obtruksi saluran pernafasan para pekerja. Ada tiga
macam penyakit paru yang dapat menyerang para pekerja apabila
secara terus-menerus terpapar oleh debu yang ditimbulkan oles asbes
dan semen yaitu penyakit asbestosis, kanker paru, dan kanker pleura
(mesotelium).
Beberapa langkah dapat dilakukan untuk mengendalikan risiko
terpapar bahan kimia tersebut yaitu melalui pengendalian sumber,
pengendalian di sepanjang area yang terpapar, dan pengendalian pada
para pekerja. Pengendalian risiko pemaparan bahan kimia diantaranya
dengan melakukan pengecekan konsentrasi /nilai batas aman
pemakaian bahan kimia serta lama pemaparannya. Selanjutnya adalah
dengan pemeriksaan kesehatan para pekerja secara rutin dan berkala,
sehingga akan didapat data kesehatan pekerja sebagai bentuk
pendeteksian dini terhadap risiko paparan bahan kimia. Penempatan
tenaga ahli juga diperlukan untuk mengendalikan risiko bahan kimia.
Peningkatan pengetahuan para pekerja mengenai bahan kimia tersebut
beserta risikonya juga penting dalam mengendalikan risiko bahan
kimia. Selain itu pada pekerja yang terpapar debu asbes dan semen
untuk mengurangi tingginya konsentrasi debu asbes dan semen
dengan membuat pembatas yang tegas di antara ruang-ruang unit
operasi, penambahan sistem ventilasi udara setempat secara natural,
monitoring pengukuran lingkungan kerja secara rutin serta menjaga
kebersihan lingkungan kerja.
Dan hal yang tidak kalah penting dalam upaya mendukung
pengendalian risiko bahan kimia adalah penggunaanpersonal
protective equipment atau yang biasa disebut alat pelindung diri
(APD) terutama masker. Untuk benzene yang masuk ke dalam tubuh
terutama dalam bentuk gas/uap Tidak hanya sekedar masker, masker
yang tepat dan efektif untuk meminimalkan risiko tersebut seharusnya
berupa canister respirator yang dapat melindungi paparan partikel
gas toksik karena dilengkapi filter. Penempatan tenaga ahli juga
diperlukan untuk mengendalikan risiko bahan kimia. Peningkatan
pengetahuan para pekerja mengenai bahan kimia tersebut beserta
risikonya juga penting dalam menggendalikan risiko bahan kimia.
Karena bersifat toksik, sudah seharusnyalah penyimpanan dan
pengangkutannya dilakukan secara hati-hati dan sesuai prosedur
keamanan dan kesehatan kerja. Hal yang tidak kalah penting dalam
upaya mendukung pengendalian risiko bahan kimia adalah
penggunaan personal protective equipment atau yang biasa disebut
alat pelindung diri (APD). Untuk benzene yang masuk ke dalam
tubuh terutama dalam bentuk gas/uap melalui inhalasi/pernafasan,
maka dibutuhkan masker . Tidak hanya sekedar masker, masker yang
tepat dan efektif untuk meminimalkan risiko tersebut seharusnya
berupa canister respirator yang dapat melindungi paparan partikel
gas toksik karena dilengkapi filter. Selain kesesuaian fungsidan jenis
alat pelindung diri, maka juga harus diperhatikan kenyamanan
pemakaiannya dan tidak menimbulkan gangguan dalam bekerja
http://ermayani-da.students-blog.undip.ac.id/tag/bahaya-kimia/

PENGARUH KADAR KLORIDA PADA AIR SUMUR GALI
April 12, 2009
Filed under: lingkungan Urip Santoso @ 2:10 am
Tags: argentometri, klorida, sumur gali
Oleh Yurman
Pascasarjana Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu

ABSTRAK

. Klorida adalah merupakan anion pembentuk Natrium Klorida yang
menyebabkan rasa asin dalam air bersih ( air sumur ). Kadar klorida
pada sampel air dengan menggunakan metode Argentometri di
dapatkan nilai kadar klorida 9,10 mg/ l, dan telah memenuhi
persyaratan kualitas air minum sesuai dengan Permenkes, RI No 907/
Menkes/ SK/ VII/ 2002, sebagai mana kadar maksimal klorida yang
diperbolehkan untuk air minum adalah 250 mg/ l.
Kata Kunci : Sumur Gali , Klorida, Argentometri

1. PENDAHULUAN

Hidup bersih dan sehat dapat diartikan sebagai hidup di
lingkungan yang memiliki standar kebersihan dan kesehatan serta
menjalankan pola/ perilaku hidup bersih dan sehat.Lingkungan yang
sehat dapat memberikan efek terhadap kualitas kesehatan . Kesehatan
seseorang akan menjadi baik jika lingkungan yang ada disekitarnya
juga baik. Begitu juga sebaliknya , kesehatan seseorang akan menjadi
buruk jika lingkungan yang ada disekitarnya kurang baik. Dalam
penerapan hidup bersih dan sehat dapat dimulai dengan mewujudkan
lingkungan yang sehat (Depkes,2002)
Salah satu kebutuhan penting akan kesehatan lingkungan
adalah masalah air bersih, persampahan dan sanitasi, yaitu kebutuhan
akan air bersih, pengelolaan sampah yang setiap hari diproduksi oleh
masyarakat serta pembuangan air limbah yang langsung dialirkan
pada saluran / sungai. Hal tersebut meyebabkan
pendangkalan saluran / sungai, tersumbatnya saluran / sungai karena
sampah pada saat musim penghujan selalu terjadi banjir dan
menimbulkan penyakit.
Masalah air merupakan masalah yang utama, baik masalah
penyediaan air bersih di kota dan didesa . maupun masalah
penyaluran dan pngelolaan air buangan penduduk dan idusteri. Air
sangat dibutuhkan oleh semua mahluk di dunia. Oleh karen itu seiring
dengan meningkatnya kebutuhan manusia berbagai upaya dilakukan
untuk menyediakan air bersih yang aman bagi kesehatan . Adapun air
yang sehat harus memenuhi empat kretiria parameter. Parameter
pertama adalah parameter fisik yang meliputi padatan terlarut,
kekeruhan , warna, rasa, bau, dan suhu. Parameter kedua adalah
parameter kimiawi yang terdiri atas berbagai ion, senyawa beracun,
kandungan oksigen terlarut dan kebutuhan oksigen kimia. Parameter
yang ketiga adalah parameter biologis meliputi jenis dan kandungan
mikrooganisme baik hewan maupun tumbuhan. Paramete yang
terakhir adalah parameter radioaktif meliputi kandungan bahan
bahan radio aktif, ( Kursusiarni, 2002 ).
Air minum di sebagian besar daerah tempat tinggal penduduk
diperoleh dari beberapa sumber air, diantaranya sumber air tanah
yaitu air sumur. Air minum yang sehat harus memenuhi persyaratan
fisik, kimia dan mikrobiologi berdasarkan Permenkes RI No. 907/
Menkes/SK/VII/2002 tentang kadar maksimal yang diperbolehkan
dalam air minum yaitu 250mg/l.

II. ISI
A. Sumber Air
Mahkluk hidup tidak terlepas dari kebutuhan akan air.
Manusia dalam kehidupan sehari-hari memerlukan air untuk
berbagai keperluan mulai dari air minum, mencuci, mandi dan lain-
lain. Sumber-sumber air tersebut adalah:
1. Air permukaan
Air permukaan pada hakikatnya banyak tersedia di alam.
Kondisi air permukaan sangat beragam karena dipengaruhi oleh
banyak hal yang berupa elemen meteorologi, dan elemen daerah
pengairan. Kualitas air permukaan tersebut, tergantung dari daerah
yang dilewati oleh aliran air. Pada umumnya kekeruhan air
permukaan cukup tinggi karena banyak mengandung lempung
substansi organik.sehingga ciri air permukaan yaitu melebihi
padatan terendap (dissolved solid) rendah, dan bahan tersuspensi
(suspended solid) tinggi. Atas dasar kandungan bahan terendap dan
bahan tersuspensi tersebut maka kualitas air sungai relatif lebih
rendah daripada kualitas air danau, pond, rawa, reservoar. Air
permukaan tersebut dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat,
setelah melalui proses tertentu.
2. Air tanah
Air tanah adalah air yang bergerak dalam tanah, terdapat
diantara butir-butir tanah atau dalam retakan bebatuan. Air tanah
lebih banyak tersedia daripada air hujan. Ciri-ciri air tanah yaitu
memiliki suspended solids rendah dissvolved solids tinggi. Dengan
demikian maka permasalahan pada air tanah yang mungkin timbul
adalah tingginya angka kandungan total dissvolved solids (TDS),
besi, mangan, kesadahan. Air tanah dapat berasal dari mata air di
kaki gunung, atau sepanjang aliran sungai atau berasal dari air
tanah dangkal dengan kedalaman antara 15-30 meter, yaitu berupa
air sumur gali, sumur pantek, sumur bor tangan, atau bahkan
terkadang mencapai lebih dari 100 meter.
3. Air angkasa
Air angkasa yaitu air yang berasal dari atmosfir seperti hujan
dan salju. Air hujan jumlahnya sangat terbatas, dipengaruhi antara
lain oleh musim, jumlah, intensitas dan distribusi hujan. Hal
tersebut juga dipengaruhi oleh letak geografis suatu daerah dan
lain-lain. Kualitas air hujan sangat dipengaruhi oleh kualitas udara
atau atmosfir di daerah tersebut. Pencemaranyang mungkin timbul
antara lain berupa debu, dan gas. Pada umumnya kualitas air hujan
relatif baik, namun kurang mengandung mineral dan sifatnya mirip
air suling. Air hujan biasanya banyak dimanfaatkan apabila sukar
memperoleh dan atau terkendala dengan air tanah serta air
permukaan, pada daerah bersangkutan. Pemanfaatan air hujan
tersebut biasanya bersifat individual. Caranya, air hujan yang
berasal dari talang-talang rumah ditampung pada tandon-tandon air
yang telah dilengkapi dengan saringan sederhana. (Setijo, dkk.,
2002).
Kualitas dari berbagai sumber air tersebut berbeda-beda
sesuai dengan alam, kondisi aktivitas manusia yang berbeda di
sekitarnya. (Suripin, 2002).

B. Persyaratan Kualitas Air

Parameter Kualitas Air yang digunakan untuk kebutuhan
manusia haruslah air yang tidak tercemar atau memenuhi
persyaratan fisika, kimia, dan biologis (Notoatmodjo,2003).
1. Persyaratan Fisika Air
Air yang berkualitas harus memenuhi persyaratan fisika sebagai
berikut:
a. Jernih atau tidak keruh
Air yang keruh disebabkan oleh adanya butiran-butiran
koloid dari tanah liat. Semakin banyak kandungan koloid
maka air semakin keruh.
b. Tidak berwarna
Air untuk keperluan rumah tangga harus jernih. Air yang
berwarna berarti mengandung bahan-bahan lain yang
berbahaya bagi kesehatan.
c. Rasanya tawar
Secara fisika, air bisa dirasakan oleh lidah. Air yang terasa
asam, manis, pahit atau asin menunjukan air tersebut tidak
baik. Rasa asin disebabkan adanya garam-garam
tertentu yang larut dalam air, sedangkan rasa asam
diakibatkan adanya asam organik maupun asam anorganik.
d. Tidak berbau
Air yang baik memiliki ciri tidak berbau bila dicium dari jauh
maupun dari dekat. Air yang berbau busuk mengandung
bahan organik yang sedang mengalami dekomposisi
(penguraian) oleh mikroorganisme air.
e. Temperaturnya normal
Suhu air sebaiknya sejuk atau tidak panas terutama agar tidak
terjadi pelarutan zat kimia yang ada pada saluran/pipa, yang
dapat membahayakan kesehatan dan menghambat
pertumbuhan mikro organisme.
f. Tidak mengandung zat padatan
Air minum mengandung zat padatan yang terapung di dalam
air.

1. Persyaratan Kimia
Kualitas air tergolong baik bila memenuhi persyaratan kimia
seperti berikut:
a. pH netral
Derajat keasaman air minum harus netral, tidak boleh bersifat
asam atau basa. Contoh air yang terasa asam adalah air
gambut. Air murni mempunyai pH 7. apabila pH di bawah 7
air bersifat asam, sedangkan di atas 7 berarti bersifat basa
(rasanya pahit).
b. Tidak mengandung zat kimia beracun
Air yang berkualitas baik tidak mengandung bahan kimia
beracun seperti sianida, sulfida, fenolik.
Tidak mengandung garam atau ion-ion logam seperti Fe, Mg,
Ca, K, Hg, Zn, Mn, Cl, Cr dan lain-lain.
c. Kesadahan rendah
Tingginya kesadahan berhubungan dengan garam-garam
yang terlarut di dalam air terutama Ca dan Mg.
d. Tidak mengandung bahan organik
Kandungan bahan organik dalam air dapat terurai menjadi
zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan. Bahan-bahan
organnik itu seperti NH
4
, H
2
S, SO
4
2-
dan NO
3-

(Kusnaedi,2002).

C. Sifat Kimia dan Fisika
1. Kelarutan
Kebanyakan klorida larut dalam air, seperti
Merkurium ( I ) Klorida, (Hg
2
Cl
2
), Perak Klorida, (
AgCl), Timbel Klorida, (PbCl
2
) yang ini larut sangat sedikit
dalam air dingin, tetapi mudah larut dalam air mendidih,
sedangkan tembaga ( I ) klorida, (CuCl), bismut oksiklorida,
(BiOCl), stibium oksiklorida, (SbOCl), dan Merkurium ( II )
oksiklorida, (Hg
2
OCl
2
), tak larut dalam air. Untuk mempelajari
reaksi-reaksi ini, pakailah larutan natrium klorida, NaCl, 0,1M.


2. Analisa Kualitatif
Analisa klorida secara kualitatif dapat dilakukan dengan
beberapa cara, diantaranya:
a. Dengan larutan Perak Nitrat
Jika larutan encer suatu senyawa klorida direaksikan
dengan larutan perak nitrat, akan terjadi endapan putih
bergumpal yang tidak larut dalam asam nitrt encer dan mudah
larut dalam amonia, dengan mengasamkan larutan amoniakal
ini dengan asam nitrat encer akan terbentuk endapan
kembali.endapan putih yang terjadi berupa perak klorida yang
tidak akan larut kembali dalam asam nitrat encer. Dengan
penambahan amonia, terjadi komplek perak diamonium yang
larut. Jika larutan yang mengandung ion klor ini diasamkan,
perak klorida akan terbentuk kembali dan akan mengendap.
b.
13
Dengan Kalium Permanganat atau Mangan Dioksida
Jika suatu senyawa klorida dipanaskan dengan kalium
permanganat atau mangan dioksida, akan terjadi uap yang
berwarna hijau pucat dan menyebabkan kertas kanji-kalium
iodida berwarna biru. Dengan mengoksidasi kalium
permanganat atau mangan dioksida akan terjadi klor yang
akan mengoksidasi iodida dalam kertas kalium menjadi iod,
yang kemudian dengan amilum memberikan warna
biru (Roth. H. J. 1998).

3. Analisis Klorida Secara Kuantitatif
Analisa klorida secara kuantitatif dapat dilakukan dengan
beberapa cara, diantaranya analisa secara titrimetri dengan
menggunakan metode argentometri. Metode yang sering
digunakan pada penetapan klorida adalah metode argentometri.
Metode argentometri (titrasi pengendapan) yang tergolong pada
pemeriksaan kimia secara titrimetri / volumetri.

a. Pengertian
Titrimetri atau analisa volumetri adalah salah satu cara
pemerikasaan jumlah zat kimia yang luas penggunaannya. Cara
ini sangat menguntungkan karena pelaksanaannya mudah dan
cepat, ketelitian dan ketepatan cukup tinggi, juga dapat
digunakan untuk menentukan kadar berbagai zat yang
mempunyai sifat yang berbeda-beda.

b. Prinsip
Dalam larutan netral atau sedikit basa, kalium kromat
dapat menunjukan titik akhir titrasi klorida dengan perak nitrat.
Perak klorida yang terbentuk diendapkan secara kuantitatif
sebelum warna merah perak kromat terbentuk.

Reaksi
AgNO
3
+ NaCl AgCl + NaNO
3

AgNO
3
+ KCl AgCl + KNO
3

Dalam titrasi pengendapan zat yang ditentukan bereaksi
dengan zat pentiter membentuk senyawa yang sukar larut dalam
air, syarat-syaratnya:
a) Terjadinya kesetimbangan serbaneka harus berlangsung
cukup cepat;
b) 4 Zat yang akan ditentukan akan bereaksi secara
stoikiometri dengan zat pentiter;
c) Endapan yang terbentuk harus sukar larut sehingga
terjamin Harus tersedia cara penentuan titik akhir yang
sesuai.
d) kesempurnaan reaksi sampai 99,9%;
Beberapa cara titrasi pengendapan yang melibatkan ion
perak, diantaranya adalah cara mohr, cara volhard dan cara
fajans. Pada cara mohr ion-ion halida (Cl
-
, Br
-
, I
-
) ditentukan
dengan larutan baku perak nitrat, dengan memakai ion kromat
atau peralatan yang sesuai untuk menentukan titik akhir titrasi.
Titrasi larutan ion klorida 0,1 M dengan cara mohr, reaksinya
sebagai berikut:
Ag
-
+ Cl
-
AgCl
Cara titrasi volhard dapat pula digunakan untuk menetukan
ion-ion halida dengan cara titrasi kembali. Penentuan ion klorida
agak rumit dengan titrasi ini, lantaran kelarutan AgCl lebih
tinggi daripada kelarutan AgSCN, maka pada penentuan ion
klorida dengan cara volhard, titrasi harus dihentikan pada saat
timbulnya warna merah pertama kali, atau titrasi kembali
dilakukan setelah AgCl dipisahakan terlebih dahulu.

4. Pemakaian Titrasi Pengendapan
Pada umumnya titrasi pengendapan didasarkan pada
penggunaan larutan baku perak nitrat sehingga cara titrasi ini
sering dinamakan titrasi argentometri. Pada titrasi ini biasanya
digunakan larutan baku perak nitrat 0,1 M dan larutan baku
Kalium Tiosianat 0,1 M. Kedua pereaksi ini dapat diperoleh
sebagai zat baku utama, namun kalium tiosianat agak mudah
menyerap air sehingga larutannya perlu dibakukan dengan larutan
perak nitrat. Kedua larutan baku ini cukup mantap selama dalam
penyimpanan asalkan disimpan dalam wadah kedap udara dan
terlindung dari cahaya.
Pelarut yang dugunakan harus air betul-betul murni, atau air
suling. Kalau tidak kekeruhan akan muncul lantaran pengaruh ion
klorida yang ada di dalam air. Jika larutan itu disaring, kemudian
dibakukan dengan NaCl secara gravimetri.
Selain larutan kalium tiosianat, larutan amonium tiosianat
0,1 M sering pula dipakai sebagai larutan baku di dalam titrasi
argentometri. Namun, karena amonium tiosianat sangat mudah
menyerap air, maka harus dibakukan dulu dengan larutan baku
perak nitrat memakai cara titrasi volhard. (Rivai, H. 1995).

5. Ion-ion Pengganggu
Ion-ion yang dapat mengganggu dalam penetapan kadar
klorida metode argentometri atau pengendapan adalah: Bahan-
bahan yang terdapat dalam air minum dalam jumlah yang normal
tidak mengganggu; Bromida, iodida, dan sianida ekivalen dengan
konsentrasi klorida; Ion sulfida, ferri sulfat dan sulfat menggaggu,
tetapi dapat dihilangkan dengan penambahan hidrogen peroksida;
Ion sulfida, ferri sulfat dan sulfat menggaggu, tetapi dapat
dihilangkan dengan penambahan hidrogen peroksida; Ortofosfat
yangn lebih dari 25 mg/L mengganggu dengan membentuk
endapan perak fospat; Besi yang lebih dari 10 mg/L mengaburkan
titik akhir.

IV . SIMPULAN
Berdasarkan hasil telaah pustaka dari beberapa sumber bahwa
kadar klorida maksimal yang diperbolehkan pada air minum yaitu
250 mg/l.



V . UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua penulis
buku yang dijadikan sumber pada telaah pustaka ini.

DAFTAR PUSTAKA


Bucke, KA. dkk. 1987. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia. Jakarta.

Depkes Direktorat Laboratorium Kesehatan. 2002. Pedoman
Pemeriksaan Kimia Air Minum dan Air Bersih.

Depkes RI.1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga 1979. Jakarta.

Depkes RI. 2002. Petunjuk Pemeriksaan Air Minum / Air
Bersih. Edisi kedua. Jakarta.

Depkes RI. 2002. Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air
Minum. Departemen Kesehatan. Jakarta.

Kursusiarini, M. 2002. Pemanfaatan Zeolit Alam Yang Diaktifkan
sebagai adsorben Untuk Mengurangi Kadar Mangan Terlarut
Dalam Air. Skripsi S1, FMIPA UNIB, Bengkulu.

Kusnaedi. 2002. Mengolah Air Gambut dan Air Kotoran untuk Air
Minum. Penerbit Swadaya. Jakarta.

Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. PT. Rineka
Cipta. Jakarta.

Roth, H. J. 1988. Analisis Farmasi. Diterjemahkan Oleh Kisman, S.
Dr ; Ibrahim, S. Dr. Gadjah Mada University Press.

Soemirat, J. 1995. Kualitas Air dan Kesehatan. Departemen
Kesehatan RI. Bandung.

Sumiaty, E. 2003. Bimbingan Teknis Pengambilan Contoh dan
Analisis Kualitas Air. Serpedal Deputi VII. Jakarta.

Suripin. 2002. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Penerbit
Andi. Yogyakarta.

Vogel. 1979. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan
Semimikro, Edisi Kelima. Penerbit Kalmen Media Pusaka. Jakarta
http://uwityangyoyo.wordpress.com/2009/04/12/pengaruh-kadar-
klorida-pada-air-sumur-gali/

KEBIJAKAN PENGGUNAAN PESTISIDA
PADA TANAMAN July 24, 2011
Filed under: lingkungan Urip Santoso @ 6:41 am
Tags: pestisida, pestisida organik, tanaman
VERA IDA ROMANNA, SP

Abstrak
Perhatian masyarakat terhadap soal pertanian dan lingkungan
beberapa tahun terakhir ini menjadi meningkat. Di mana
masyarakat semakin peduli tentang gaya hidup sehat. Keadaan ini
disebabkan karena semakin dirasakannya (dampak negatif yang
besar bagi lingkungan mengenai penggunaan bahan-bahan kimia
untuk meningkatkan produktivitas tanaman). Bahan-bahan kimia
yang selalu digunakan untuk alasan produktivitas dan ekonomi
ternyata saat ini lebih banyak menimbulkan dampak negatif
daripada dampak positifnya, baik bagi kehidupan manusia dan
lingkungan sekitarnya.
(Penggunaan pupuk, pestisida, dan bahan kimia lainnya yang terus
menerus dapat merusak biota tanah, keresistenan hama dan
penyakit, serta dapat merubah kandungan vitamin dan mineral
beberapa komoditi sayuran dan buah. Hal ini tentunya jika
dibiarkan lebih lanjut akan berpengaruh fatal bagi siklus
kelangsungan kehidupan, bahkan jika sayuran atau buah yang
telah tercemar tersebut dimakan oleh manusia secara terus
menerus, tentunya akan menyebabkan kerusakan jaringan bahkan
kematian). Untuk itu pemerintah dan pihak swasta terus menerus
(memberikan penyuluhan kepada petani untuk memilih pestisida
sebagai alternatif terakhir dalam pembasmi hama dan penyakit
tanaman.)

(Kata Kunci : Pestisida, dosis dan penggunaan pestisida organic)

Pendahuluan
(Pestisida adalah substansi kimia dan bahan lain serta jasad renik
dan virus yang digunakan untuk mengendalikan berbagai hama.)
Yang dimaksud hama di sini adalah sangat luas, yaitu serangga,
tungau, tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman yang
disebabkan oleh fungi (jamur), bakteria dan virus, kemudian
nematoda (bentuknya seperti cacing dengan ukuran mikroskopis),
siput, tikus, burung dan hewan lain yang dianggap merugikan.
(Pestisida juga diartikan sebagai substansi kimia dan bahan lain
yang mengatur dan atau menstimulir pertumbuhan tanaman atau
bagian-bagian tanaman, (e-petani, 2010).)
Sesuai konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT), penggunaan
pestisida ditujukan bukan untuk memberantas atau membunuh
hama, namun lebih dititik beratkan untuk mengendalikan hama
sedemikian rupa hingga berada dibawah batas ambang ekonomi
atau ambang kendali. Selama ini, kita mengetahui bahwa pestisida
sangat berguna dalam membantu petani merawat pertaniannya.
Pestisida dapat mencegah lahan pertanian dari serangan hama. Hal
ini berarti jika para petani menggunakan pestisida, hasil
pertaniannya akan meningkat dan akan membuat hidup para petani
menjadi semakin sejahtera. Dengan adanya pemahaman tersebut,
pestisida sudah digunakan di hampir setiap lahan pertanian.
Namun sekarang ini banyak pemahaman yang salah tentang
penggunaan dosis dari pestisida ini. Para petani tidak
mengindahkan anjuran pemakaian yang telah diterapkan oleh
pemerintah, akibatnya
Dalam bidang pertanian pestisida merupakan sarana untuk
membunuh hama-hama tanaman.( Dalam konsep Pengendalian
Terpadu Hama, pestisida berperan sebagai salah satu komponen
pengendalian. Prinsip penggunaannya adalah:
* harus kompatibel dengan komponen pengendalian lain, seperti
komponen hayati
* efisien untuk mengendalikan hama tertentu
* meninggalkan residu dalam waktu yang tidak diperlukan
* tidak boleh persistent, jadi harus mudah terurai
* dalam perdagangan (transport, penyimpanan, pengepakan,
labeling) harus memenuhi persyaratan keamanan yang maksimum
* harus tersedia antidote untuk pestisida tersebut
* sejauh mungkin harus aman bagi lingkungan fisik dan biota
* relatif aman bagi pemakai (LD50 dermal dan oral relatif tinggi)
* harga terjangkau bagi petani.)
Idealnya teknologi pertanian maju tidak memakai pestisida. Tetapi
sampai saat ini belum ada teknologi yang demikian. Pestisida
masih diperlukan, bahkan penggunaannya semakin meningkat.
Pengalaman di Indonesia dalam menggunakan pestisida untuk
program intensifikasi, ternyata pestisida dapat membantu
mengatasi masalah hama padi. Pestisida dengan cepat menurunkan
populasi hama, hingga meluasnya serangan dapat dicegah, dan
kehilangan hasil karena hama dapat ditekan.
Pengalaman di Amerika Latin menunjukkan bahwa dengan
menggunakan pestisida dapat meningkatkan hasil 40 persen pada
tanaman coklat. Di Pakistan dengan menggunakan pestisida dapat
menaikkan hasil 33 persen pada tanaman tebu, dan berdasarkan
catatan dari FAO penggunaan pestisida dapat menyelamatkan
hasil 50 persen pada tanaman kapas.
Dengan melihat besarnya kehilangan hasil yang dapat
diselamatkan berkat penggunaan pestisida, maka dapat dikatakan
bahwa peranan pestisida sangat besar dan merupakan sarana
penting yang sangat diperlukan dalam bidang pertanian. Usaha
intensifikasi pertanian yang dilakukan dengan menerapkan
berbagai teknologi maju seperti penggunaan pupuk, varietas
unggul, perbaikan pengairan dan pola tanam akan menyebabkan
perubahan ekosistem yang sering diikuti oleh meningkatnya
problema serangan jasad pengganggu. Demikian pula usaha
ekstensifikasi pertanian dengan membuka lahan pertanian baru,
yang berarti melakukan perombakan ekosistem, sering kali diikuti
dengan timbulnya masalah serangan jasad pengganggu. Dan
tampaknya saat ini yang dapat diandalkan untuk melawan jasad
pengganggu tersebut yang paling manjur hanya pestisida. Memang
tersedia cara lainnya, namun tidak mudah untuk dilakukan,
kadang-kadang memerlukan tenaga yang banyak, waktu dan biaya
yang besar, hanya dapat dilakukan dalam kondisi tertentu yang
tidak dapat diharapkan efektifitasnya. Pestisida saat ini masih
berperan besar dalam menyelamatkan kehilangan hasil yang
disebabkan oleh jasad pengganggu.

(PEMBAHASAN)
(Kandungan Pestisida)
Sebagai daerah tropis, Indonesia kaya sumber daya alam yang bisa
dijadikan pengendali hama secara hayati. Tentu langkah ini lebih
ramah lingkungan ketimbang pengendali berbahan kimiawi
sintetik. Pestisida acap kali dituding sebagai perusak lingkungan.
Zat kimiawi buatan manusia ini mengandung efek yang
berbahaya. (Di Indonesia, perkembangan industri pestisida lebih
banyak didominasi oleh para pemegang pendaftaran). Mereka,
baik yang punya pabrik formulasi maupun tidak, sekaligus
memasarkan produknya.
(Menurut data Departemen Perindustrian dan Perdagangan
diketahui bahwa setiap tahunnya jumlah perusahaan pemegang
pendaftaran pestisida terus bertambah. Saat ini, tak kurang dari
511 formulasi pestisida yang telah terdaftar dan diizinkan beredar
untuk pertanian dan kehutanan. Umumnya berbahan bahan aktif
senyawa kimia sintetik.)
Dari angka tadi, lima puluh persennya dipakai untuk
mengendalikan serangga dan 24 persen membunuh jamur.
Sisanya sebagaipengendali gulma.
(Pestisida sebelum digunakan harus diformulasi terlebih dahulu.
Pestisida dalam bentuk murni biasanya diproduksi oleh pabrik
bahan dasar, kemudian dapat diformulasi sendiri atau dikirim ke
formulator lain.) Oleh formulator baru diberi nama. (Berikut ini
beberapa formulasi pestisida yang sering dijumpai:
1. (Cairan emulsi (emulsifiable concentrates/emulsible
concentrates)
Pestisida yang berformulasi cairan emulsi( meliputi pestisida yang
di belakang nama dagang diikuti oleb singkatan ES (emulsifiable
solution), WSC (water soluble concentrate). B (emulsifiable) dan
S (solution). Biasanya di muka singkatan tersebut tercantum angka
yang menunjukkan besarnya persentase bahan aktif. Bila angka
tersebut lebih dari 90 persen berarti pestisida tersebut tergolong
murni. Komposisi pestisida cair biasanya terdiri dari tiga
komponen, yaitu bahan aktif, pelarut serta bahan perata. Pestisida
golongan ini disebut bentuk cairan emulsi karena berupa cairan
pekat yang dapat dicampur dengan air dan akan membentuk
emulsi.
1. ( Butiran (granulars)
Formulasi butiran biasanya hanya (digunakan pada bidang
pertanian sebagai insektisida sistemik.) Dapat digunakan
bersamaan waktu tanam untuk melindungi tanaman pada umur
awal.( Komposisi pestisida butiran biasanya terdiri atas bahan
aktif, bahan pembawa yang terdiri atas talek dan kuarsa serta
bahan perekat. Komposisi bahan aktif biasanya berkisar 2-25
persen, dengan ukuran butiran 20-80 mesh). Aplikasi pestisida
butiran lebih mudah bila dibanding dengan formulasi lain.
(Pestisida formulasi butiran di belakang nama dagang biasanya
tercantum singkatan G atau WDG (water dispersible granule).)
1. (Debu (dust))
Komposisi pestisida formulasi debu ini biasanya (terdiri atas
bahan aktif dan zat pembawa seperti talek). Dalam bidang
pertanian pestisida formulasi debu ini kurang banyak digunakan,
karena kurang efisien. (Hanya berkisar 10-40 persen saja apabila
pestisida formulasi debu ini diaplikasikan dapat mengenai sasaran
(tanaman).)
4. ( Tepung (powder))
(Komposisi pestisida formulasi tepung pada umumnya terdiri atas
bahan aktif dan bahan pembawa seperti tanah hat atau talek
(biasanya 50-75 persen). Untuk mengenal pestisida formulasi
tepung, biasanya di belakang nama dagang tercantum singkatan
WP (wettable powder) atau WSP (water soluble powder).)
1. (Oli (oil))
Pestisida formulasi oli biasanya dapat( dikenal dengan singkatan
SCO (solluble concentrate in oil). Biasanya dicampur dengan
larutan minyak seperti xilen, karosen atau aminoester. Dapat
digunakan seperti penyemprotan ULV (ultra low volume) dengan
menggunakan atomizer. Formulasi ini sering digunakan pada
tanaman kapas.)
1. 6. ( Fumigansia (fumigant)
Pestisida ini (berupa zat kimia yang dapat menghasilkan uap, gas,
bau, asap yang berfungsi untuk membunuh hama. Biasanya
digunakan di gudang penyimpanan.)
(Dosis Penggunaan Pestisida pada Tanaman)
Hal-hal teknis yang perlu diperhatikan dalam penggunaan
pestisida adalah ketepatan penentuan dosis. Dosis yang terlalu
tinggi akan menyebabkan pemborosan pestisida, di samping
merusak lingkungan. Dosis yang terlalu rendah menyebabkan
hama sasaran tidak mati. Di samping berakibat mempercepat
timbulnya resistensi.
Dosis adalah jumlah pestisida dalam liter atau kilogram yang
digunakan untuk mengendalikan hama tiap satuan luas tertentu
atau tiap tanaman yang dilakukan dalam satu kali aplikasi atau
lebih. Ada pula yang mengartikan dosis adalah jumlah pestisida
yang telah dicampur atau diencerkan dengan air yang digunakan
untuk menyemprot hama dengan satuan luas tertentu. Dosis bahan
aktif adalah jumlah bahan aktif pestisida yang dibutuhkan untuk
keperluan satuan luas atau satuan volume larutan. (Besarnya suatu
dosis pestisida biasanya tercantum dalam label pestisida.
(Sebelum membeli, baca dahulu kegunaan dari pestisida tersebut
pada labelnya. )Ada jenis pestisida yang khusus diperuntukkan
untuk hama tertentu saja (selective pesticide). Jika dipakai untuk
hama lainnya mungkin tidak akan efektif. Pilih yang sesuai
dengan keperluannya.
(Sebelum mencampur, ukur takaran secara akurat sesuai dosis
pada petunjuk pemakaiannya.) Jika seharusnya 1 sendok teh
untuk 1 liter air misalnya, jangan ditambah menjadi 2 sendok
teh dengan maksud agar lebih ampuh. Hama tentunya tetap akan
mati, tetapi juga akan mempengaruhi/membahayakan yang lain
seperti tanaman yang bersangkutan dan lingkungan sekitarnya
(manusia dan hewan).
(Sebelum menggunakannya, periksa dengan seksama waktu,
kondisi lingkungan, target dll.Jangan menggunakannya pada
siang hari karena akan membakar daun, jangan lakukan pada
saat anak-anak sedang berada pada lingkungan tersebut, dll.)
(Sebelum melakukan penyemprotan, gunakan pelindung seperti
yang tertera pada label,) seperti : sarung tangan, kacamata,
pakaian khusus, dll.
(Sebelum menyimpan atau membuang sisa bahan, ikuti petunjuk
cara penyimpanan dan pembuangan yang terdapat pada label.)
Jangan lupa untuk mencuci ber-ulang2 wadah/botol nya
sebelum dibuang ke tempat sampah.
(Buang air bekas cucian wadah tersebut ketempat yang aman
sesuai dengan petunjuk pada label.)
(Simpan pestisida :
jauh dari jangkauan anak2
o pada tempat aslinya (jangan dituang/dipindahkan ke
wadah lain).
o jauh dari binatang peliharaan.
o ditempat yang terkunci dan kering.
Setelah melakukan penyemprotan, jangan lupa untuk mencuci
tangan dengan sabun atau mandi untuk menghilangkan sisa-sisa
pestisida.
Ganti dan cuci dengan bersih pakaian dan peralatan lainnya
yang digunakan untuk penyemprotan.
Jika terjadi keracunan, segera lakukan tindakan sesuai dengan
petunjuk pada kemasan atau konsultasi dengan dokter.)
(Dampak yang Ditimbulkan bila Menyalahi Aturan
Pemakaian Pestisida)
(Kesalahan dalam memilih jenis pestisida berakibat tidak
efektifnya pestisida tersebut, misalnya OPT tidak terkendali dan
tanaman tidak sembuh. Hal ini mendorong pengulangan aplikasi
pestisida berkali-kali dalam jangka waktu pendek yang
dampaknya antara lain residunya tinggi, percepatan resistensi,
pemborosan, dan pencemaran lingkungan hidup.)
(Ditemukan bahwa sisa pemakaian pestisida dapat merusak
ekosistem air yang berada di sekitar lahan pertanian. )Mengapa
demikian? (Jika pestisida digunakan, akan menghasilkan sisa-sisa
air yang mengandung pestisida. air yang mengandung pestisida ini
akan mengalir melalui sungai atau aliran irigasi dan dapat
menyuburkan ganggang di perairan tempat sungai atau irigasi tadi
bermuara.
Dengan suburnya ganggang, dapat mengakibatkan cahaya
matahari sulit untuk masuk ke dalam danau. Ini mengakibatkan
hewan-hewan ataupun fitoplankton tidak mendapat cahaya. Jika
fitoplankton tidak mendapat cahaya, maka tidak akan dapat
berfotosintesis dan tidak dapat lagi menghasilkan makanan untuk
hewan-hewan air.)
Selain merusak ekosistem, (pestisida juga dapat mengganggu
kesehatan terutama kesehatan petani.) Dengan seringnya
menggunakan pestisida, maka kontak kulit dengan pestisida juga
akan semakin sering dan dapat (mengakibatkan iritasi kulit). (Atau
jika pestisida terhirup dan masuk paru-paru, dapat mengganggu
kesehatan pernafasan.)
Pada dasarnya penggunaan pestisida merupakan alternatif terakhir
dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman. Bahkan
pemerintah telah menghilangkan subsidi atas pestisida dan
bersama-sama pihak swasta sering memberikan penyuluhan-
penyuluhan mengenai penggunaan pestisida yang baik dan benar.
(Penelitian lain juga menyebutkan bahwa resiko kanker pada
orang-orang yang merokok disebabkan oleh penggunaan pestisida
pada saat menanam tembakau.) Jika kita membandingkan orang-
orang zaman dahulu, walaupun mereka perokok, tetapi mereka
tetap sehat dan tidak mengalami penyakit kanker. Kemungkinan
ini disebabkan karena zaman dahulu belum digunakannya
pestisida saat menanam tembakau.
Pestisida tidak hanya berperan dalam mengendalikan jasad-jasad
pengganggu dalam bidang pertanian saja, namun juga diperlukan
dalam bidang kehutanan terutama untuk pengawetan kayu dan
hasil hutan yang lainnya, dalam bidang kesehatan dan rumah
tangga untuk mengendalikan vektor (penular) penyakit manusia
dan binatang pengganggu kenyamanan lingkungan, dalam bidang
perumahan terutama untuk pengendalian rayap atau gangguan
serangga yang lain.
Pada umumnya pestisida yang digunakan untuk pengendalian
jasad pengganggu tersebut adalah racun yang berbahaya, tentu saja
dapat mengancam kesehatan manusia. Untuk itu penggunaan
pestisida yang tidak bijaksana jelas akan menimbulkan efek
samping bagi kesehatan manusia, sumber daya hayati dan
lingkungan pada umumnya.

(Upaya Pemerintah dalam Mengatur Penggunaan Pestisida)
Saat ini( penggunaan pestisida di Indonesia harus memenuhi unsur
standar mutu yang ditetapkan Undang-Undang Tentang Sistem
Budidaya Tanaman No. 12 Tahun 1992). Sebab terkadang di
lapangan, marak beredar pestisida-pestisida yang kurang aman
bagi kesehatan ketika diaplikasikan. Untuk mencegah maraknya
hal tersebut, maka dibuatlah pasal-pasal yang mengatur tentang
peredaran pestisida yang aman. Dan tentunya, dalam pasal-pasal
tersebut ada peran serta pemerintah dalam mengawasi peredaran
serta penggunaan pestisida dengan menentukan standar mutu yang
aman bagi manusia dan lingkungan.
(Pada pasal 38 (1) disebutkan bahwa : Pestisida yang akan
diedarkan di dalam wilayah negara RI wajib terdaftar, memenuhi
standar mutu, terjamin efektivitasnya, aman bagi manusia dan
lingkungan hidup, serta diberi label.)
Dalam hal ini, untuk menjamin kualitas dan mutu pestisida,
pestisida tersebut harus terdaftar di Komisi Pestisida dan
dilakukan pengujian mutu pestisida agar aman digunakan oleh
masyarakat Indonesia khususnya petani. Sedangkan efektivitas
yang dimaksud adalah kemampuan pestisida membunuh OPT
secara spesifik dan tepat sasaran terhadap OPT yang ingin
dibunuh.
(Pada pasal 38 (2) berbunyi : Pemerintah menetapkan standar
mutu pestisida sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dan jenis
pestisida yang boleh diimpor.)
Hal ini terkait dalam tanggung jawab pemerintah atas keamanan
penggunaan pestisida bagi lingkungan. Kemudian ada( pasal 39
yang menyebutkan : Pemerintah melakukan pendaftaran dan
mengawasi pengadaan, peredaran, serta penggunaan pestisida.)
Pemerintah dalam hal ini melalui Menteri Pertanian membentuk
suatu komisi yang memberikan kebijakan tentang pendaftaran dan
uji kelayakan yang dinamakan Komisi Pestisida. KP ini yang
merupakan suatu lembaga non-struktural yang bertugas membantu
Menteri Pertanian dalam menentukan kebijakan pengelolaan
pestisida di Indonesia. Pestisida yang didaftarkan akan dicek
kembali oleh lembaga penguji yang telah diakreditasi oleh Komite
Akreditasi Nasional, BSN atau laboratorium uji mutu pestisida
yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian disampaikan kepada Dirjen
Bina Sarana Pertanian dalam waktu 7 hari kerja telah melakukan
evaluasi dengan menggunakan metode standar yang telah
ditetapkan oleh Dirjen BSP atas saran dan pertimbangan dari KP.
Setelah hal tersebut terpenuhi, barulah Menteri Pertanian dapat
memutuskan pemberian ijin peredaran pestisida di Indonesia
setelah mendapat masukan dan kebijakan teknis dari KP tersebut.
Sehingga pengguna pestisida bagi konsumen khususnya petani
terjamin keamanannya dan tentunya penggunaan pestisida itu
tidak merusak lingkungan.

(KESIMPULAN)
Penggunaan pestisida di lingkungna pertanian khususnya untuk
mengendalikan hama yang menyerang tanaman di persemaian dan
tanaman muda pada saat ini masih menimbulkan dilema.
(Penggunaan pestisida khususnya pestisida sintetis/kimia memang
memberikan keuntungan secara ekonomis, namun memberikan
kerugian diantaranya : Residu yang tertinggal tidak hanya pada
tanaman, tapi juga pada air, tanah dan udara. )Penggunaan secara
terus menerus akan mengakibatkan efek resistensi berbagai jenis
hama.
(Penggunaan pestisida kimia di Indonesia telah memusnahkan
55% jenis hama dan 72% agen pengendali hayati. Oleh karena itu,
diperlukan pengganti pestisida yang ramah lingkungan. Salah satu
alternatif pilihannya adalah penggunaan pestisida hayati
tumbuhan. Pestisida nabati adalah salah satu pestisida yang bahan
dasarnya berasal dari tumbuhan. Tumbuhan sendiri pada dasarnya
kaya akan bahan aktif yang berfungsi sebagai alat pertahanan
alami terhaddap penganggunya.) Bahan pestisida yang berasal dari
tumbuhan dijamin aman bagi lingkungan karena cepat terurai di
tanah (biodegradable) dan tidak membahayakan hewan, manusia
dan serangga non sasaran.
(Alternatif lainnya adalah penggunaan pestisida nabati. Pestisida
nabati adalah bahan aktif tunggal atau majemuk yang dapat
digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu
tumbuhan (PPT). Pestisida nabati ini berfungsi sebagai penolak,
penarik, antifertilitas (pemandul), pembunuh dan bentuk lainnya.)
Pemerintah sudah gencar menerapkan pasal-pasal mengenai
penggunaan pestisida yang baik dan benar, dengan antara lain
memperketat pengeluaran izin distribusi pestisida bahkan telah
menghilangkan subsidi mengenai pestisida. Pemerintah juga lebih
giat untuk mencetak tenaga-tenaga penyuluh pertanian yang
handal, yang bisa mengajak para petani di Indonesia untuk lebih
memperhatikan komposisi yang tepat bagi penggunaan pestisida
yang ramah lingkungan, atau sebisa mungkin para petani tersebut
lebih dicerdaskan dalam aspek pengenalan lingkungan sehingga
dapat memproduksi produk pertanian yang lebih mementingkan
kesehatan manusia sebagai konsumen utamanya juga hewan dan
lingkungan sekitarnya dibanding keuntungan pribadi ataupun
kelompok tertentu.

UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dinas Pertanian
Provinsi Bengkulu yang telah memberikan kemudahan
mendapatkan informasi dalam penulisan jurnal ini. Ucapan
terimakasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman satu
angkatan PSL yang telah banyak memberikan masukan dan
kritikan yang membangun sehingga menambah wawasan yang
sangat bernilai bagi penulis.

(DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Umar Fahmi. 1987. Kelompok Resiko Tinggi
Keracunan Pestisida Anti Chlinesterase pada Para Petani. Medika
No. 10 Oktober 1987. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Atmosoeharjo, Suprapto. 1991. Suatu Upaya Pengendalian
Penggunaan Pestisida Melalui Pendekatan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi. Pidato Pengukuhan Guru Besar UGM. Yogyakarta
Ardiwinanta, A.N, S.Y.Jatmiko, and E.S Harsanti. 1999.
Monitoring Residue at West Java, Proceeding for GreenHouse
Gasses emulsion Research & Increasing Rice Productivity in Law
and Rice research Station for Agricultral Environment
Preventation. Jakenan.
Direktorat Jenderal P2PM. 2003. Pedoman Penggunaan Pestisida.
Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Djajadi., Sholeh, M dan Nunung Sudibyo. 2002. Jurnal Penelitian
Tanaman Industri Volume 8 No. 1 : Pengaruh Pupuk Organik dan
Anorganik ZA dan SP 36 terhadap Hasil dan Mutu Tembakau
Temanggung pada Tanah Andisol. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan. Bogor.
Faesal.,Najamuddin, A dan M. Akil. 2006. Penelitian Pertanian
Tanaman Pangan Volume 25 No. 2 : Pengaruh Cara Pemberian
dan Takaran Pupuk Kandang terhadap Hasil Biomas Tanaman
Jagung. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.
Bogor.
Handojo, D. 2009. Blog : Sedikit Tentang Pestisida. Dinas
Kesehatan Jawa Tengah. Semarang
Munaf, S. 1997. Bahaya Pestisida. Departemen Kesehatan RI.
Jakarta
Keputusan Menteri. 2002. Pengawasan Pupuk dan Pestisida.
Jakarta.
Keputusan Menteri Pertanian. 1997. Nomor
887/Kpts/OT.210/9/97 Tentang Pedoman Pengendalian OPT.
Jakarta.
Petani, E. 2010. Apa itu Pestisida. Distribusi Biotis Agrindo.
Jakarta.
Peraturan Menteri Perdagangan RI. 2008. Lampiran IV
Permenrindag Tanggal 24 Juni 2008. Jakarta.
Peraturan Pemerintah. 1995. PP No. 6 Tahun 1995 tentang
Perlindungan Tanaman. Jakarta.
Soetikno S. Sastroutomo, M.Sc., D.Sc., Ir. 1992. Pestisida dan
Dampak Penggunaannya. PT. Gramedia Pustaka Ilmiah. Jakarta.
http://uwityangyoyo.wordpress.com/2011/07/24/kebijakan-
penggunaan-pestisida-pada-tanaman/)

You might also like