Sari Pustaka Divisi : Gawat Darurat Pediatri Oleh : Marte Robiul Sani Pembimbing : dr. Enny Harliany Alwi, SpAK, M.Kes. Dr. dr. Dadang Hudaya Somasetia, SpAK, M.Kes. Dr. dr. Dzulfikar Djalil LH, SpAK, M.Kes. dr. Stanza Uga Peryoga, SpA, M.Kes. Hari/Tanggal : Senin, 03 Juni 2013
STRATEGI PEMILIHAN ANTIBIOTIK DI EMERGENSI ANAK
PENDAHULUAN Pemberian antibiotik merupakan salah satu komponen penting yang harus segera dilakukan dalam satu jam pertama tatalaksana sepsis berdasarkan surviving sepsis campaign 2012. 1
Dokter emergensi sebagai petugas terdepan dalam perang menghadapi infeksi harus dapat memberikan antibiotik secara cepat dan tepat. Dalam memilih antibiotik diperlukan pemahaman farmakologi klinik obat, patofisiologi penyakit, pola kuman penyebab serta resistensinya. Saat ini pemilihan antibiotik masih berdasarkan kebiasaan yang sering dilakukan, pilihan pribadi, iklan perusahaan farmasi, dan sebagian kecil berdasarkan penelitian berbasis bukti. 2,3
Dokter emergensi cenderung memilih antibiotik spektrum luas, kelas tinggi dan lebih mahal, tetapi hal ini tidak selalu merupakan pilihan terbaik untuk pasien dan kadang bersifat irasional. Penggunaan antibiotik irasional akan memberikan dampak negatif berupa meningkatnya kejadian resistensi bakteri terhadap antibiotik, meningkatkan toksisitas dan efek samping antibiotik, serta biaya rumah sakit yang meningkat. 2,3
Pemilihan antibiotik harus dilakukan secara hati-hati tetapi tidak boleh menyebabkan terlambatnya pemberian antibiotik. 1,2 Keterlambatan pemberian antibiotik di emergensi dapat meningkatkan angka mortalitas dan morbiditas. Sebelum memberikan antibiotik, dokter emergensi harus dapat menegakkan diagnosis dengat tepat yang didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang kemudian memberikan antibiotik jika dicurigai suatu infeksi bakteri. 2,4,5
Dalam sari pustaka ini akan dibahas mengenai epidemiologi, etiologi, diagnosis infeksi di emergensi, pemilihan serta kekeliruan antibiotik di emergensi.
2
EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI INFEKSI Infeksi merupakan penyakit yang tersering menyebabkan seorang anak dibawa ke emergensi. Infeksi yang menyebabkan seorang anak dibawa ke emergensi sebagian besar disebabkan karena virus. Penyebab lain adalah bakteri, protozoa, jamur, cacing, dan organisme atipikal (riketsia, klamidia, mikoplasma). Beberapa penyakit infeksi yang sering ditemukan antara lain pneumonia, selulitis/abses, infeksi saluran kencing, infeksi saluran pernafasan akut, otitis media, dan fever of unknown origin. Sebagian besar infeksi saluran nafas akut dan diare disebabkan karena virus, yang bersifat ringan, self limited disease, dan hanya memerlukan pengobatan simptomatik. Sebagian kecil lainnya infeksi virus dapat menyebabkan infeksi berat seperti ensefalitis, hepatitis, dan AIDS. 2,3
Infeksi karena protozoa seperti pneumocystis, cryptosporidium, dan cryptococcus sering terjadi pada anak dengan immunocompromised, sedangkan pada anak yang tidak immunocompromised biasanya karena malaria, amoebiasis, trichomoniasis, dan giardiasis. Malaria harus dicurigai pada pasien anak dengan panas yang tidak diketahui sebabnya dan baru bepergian dari daerah endemis. Jamur yang menjadi penyebab tersering infeksi adalah candida dan dermatophytes. 2,7
Penyebab lain infeksi yang menyebabkan seorang anak dibawa ke emergensi adalah bakteri. Bakteri diklasifikasikan dalam 4 kelompok, yaitu gram positif, gram negatif, anaerob, dan atipikal. Pengelompokan ini akan membantu dokter emergensi untuk memilih kelas antibiotik yang tepat. 2,7
DIAGNOSIS INFEKSI DI EMERGENSI Langkah awal dalam evaluasi dan tatalaksana pasien dengan infeksi sama dengan tatalaksana kasus lainnya yang datang ke emergensi. Pertama dengan membebaskan jalan nafas pada pasien dengan hipoksemia atau sepsis serta pemberian oksigen dan bantuan sirkulasi jika diperlukan. Selanjutnya lakukan anamnesis lengkap, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang yang sesuai serta kultur. Perlu diperhatikan untuk memberikan antibiotik secepatnya, karena pemberian antibiotik ini pada beberapa kasus merupakan tindakan lifesaving. 2,3
Anamnesis Untuk menentukan etiologi infeksi pada pasien anak, dokter emergensi harus melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara cermat dan sistematis. Anamnesis yang lengkap mengarahkan ke suatu diagnosis yang benar. Dengan anamnesis lebih lengkap kemungkinan 3
diagnosis suatu penyakit dapat lebih tepat ditentukan. Gejala-gejala yang didapatkan dari anamnesis akan mengarahkan dokter emergensi untuk menentukan kemungkinan tempat infeksi. Statistik pola kuman sangat berguna untuk mengidentifikasi organisme spesifik penyebab infeksi sesuai tempat infeksi yang didapatkan. 7
Hal lain yang bisa dijadikan petunjuk untuk menentukan kuman penyebab adalah onset penyakit, progresifitas penyakit, dan perjalanan penyakitnya. Sebagai contoh pasien dengan pneumonia dan mengalami kejang kemungkinan mengalami aspirasi, harus dipikirkan kemungkinan pertumbuhan kuman anaerob. Gambaran klinis dari penyakit infeksi kadang tidak khas sehingga sering kali salah dalam menentukan sumber infeksi terutama pada pasien bayi serta pasien anak dengan immunocompromised. Penelitian retrospektif menunjukan pasien anak dengan infeksi saluran kencing kadang datang dengan keluhan utama muntah. 7,8
Riwayat pengobatan sebelumnya sangat penting untuk menentukan kemungkinan infeksi penyebab. Pasien post operasi lien atau dengan asplenic functional seperti pada penderita sickle cell berisiko terkena infeksi kuman berkapsul. Haemophylus influenza dan pneumococus dapat menyebabkan sepsis berat dalam waktu yang cepat. Pasien anak dengan immunocompromised dapat mengalami infeksi kuman yang tidak biasa seperti Pneumocystic jiroveci atau Cryptococcus neoformans. 2,8
Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah tempat infeksi didapatkan. Kuman yang didapatkan di rumah sakit cenderung lebih resistan terhadap antibiotik dibandingkan kuman yang didapatkan di komunitas dan penting sekali untuk mengetahui pola resistensi kuman lokal baik terhadap kuman rumah sakit atau komunitas. Laboratorium rumah sakit biasanya mempunyai informasi mengenai sensitifitas terhadap kuman yang sering terjadi dan informasi ini sangat penting mengingat meningkatnya kejadian multidrug resistant terhadap bakteri. Riwayat sosial ekonomi serta gaya hidup juga penting ditanyakan pada pasien infeksi yang datang ke emergensi. Anak remaja pemakai obat intravena harus dicurigai menderita Staphylococcal endocarditis serta peminum alkohol harus dicurigai terinfeksi Klebsiella pneumonia. 7,8
Pemeriksaan Fisis Pemeriksaan fisis dapat memberikan informasi diagnostik penting terutama tempat terjadinya infeksi yang merupakan salah satu petunjuk kemungkinan kuman penyebab. Anak dengan lesi bulosa di kulit kemungkinan disebabkan infeksi S. Aureus, anak dengan kemerahan pada costovertebra kemungkinan menderita pielonefritis yang disebabkan Escherichia coli. Pemeriksaan fisis dimulai dengan keadaan umum dan tanda vital. Standar tatalaksana pertama 4
di emergensi adalah tindakan agresif untuk memperbaiki tanda vital abnormal. Pemeriksaan tekanan darah dan monitoring tekanan vena sentral sangat penting dilakukan untuk monitoring pada pasien sepsis. Penilaian heart rate merupakan cara cepat dan tidak mahal dalam monitoring pasien sepsis. Bila didapatkan takikardi harus dilakukan pengecekan suhu dan tekanan darah. Bradikardi relatif disertai hipotensi atau febris merupakan petunjuk etiologi spesifik infeksi salmonella. Suhu dapat diukur dengan oral, timfani atau rektal. Termometer timpani kurang sensitif bila dibandingkan dengan rektal dalam mengukur suhu. Pulse oxymetry sering disebut sebagai pemeriksaan tanda vital kelima, alat yang objektif dan tidak mahal untuk menilai sistem pernafasan dan oksigenasi. 2,9
Pemeriksaan fisis dapat menemukan tanda yang patognomonis suatu penyakit. Pada bayi dengan keadaan umum yang toksik, temuan ubun-ubun cembung mengindikasikan suatu meningitis. Takipneu dan tarikan dinding dada merupakan prediktor pneumonia yang paling baik, sedangkan auskultasi dan perkusi memiliki sensitivitas 90%. Adanya ruam berupa makula, petekiae, purpura pada anak yang menderita demam harus dipikirkan suatu infeksi meningokokal. Sekitar 7-10% etiologi demam yang disertai petekiae adalah infeksi meningokokal. 2,3,9
Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menegakan diagnosis infeksi meliputi hitung darah lengkap, pengukuran analisa gas darah, urinalisis, lumbal pungsi, pemeriksaan C- reactive protein (CRP), gram, dan kultur. Jumlah leukosit 15.000/mm 3 terjadi 2-3 kali lebih sering pada infeksi bakteri dibandingkan infeksi virus. Jumlah leukosit 15.000/mm 3 memiliki sensitivitas 67% dan spesifisitas 85% serta jumlah batang dalam hitung jenis >500 sel/L memiliki sensitivitas 80% dan spesifisitas 74% dalam mendiagnosis occult bacterial infection. 9,10
C-reactive protein adalah suatu reaktan yang disintesis terutama di hati selama fase akut inflamasi. Pada penyakit infeksi akut oleh bakteri kadar CRP serum dapat meningkat sampai 200 mg/L, sedangkan pada infeksi virus biasanya tidak meningkat. Urinalisis membantu identifikasi infeksi saluran kemih (ISK) sebagai fokus infeksi dan jika didapatkan kecurigaan ISK. Urinalisis direkomendasikan pada anak usia 2 tahun yang mengalami demam tanpa sebab yang jelas, karena insidensi ISK tinggi pada anak perempuan dan anak laki-laki yang belum sirkumsisi pada kelompok usia tersebut. 9,10
Pemeriksaan lainnya yang sangat penting dilakukan adalah pemeriksaan kultur. Pemeriksaan kultur bisa didapatkan dari darah, feses, urin, dan sputum. Pratt dkk 4
merekomendasikan pemeriksaan kultur darah pada anak demam 39 o C berusia 36 bulan, terutama bila leukosit 15.000/mm 3 . Kultur darah tidak direkomendasikan pada kasus dengan 5
diagnosis presumtif viral syndrome. Kultur feces dilakukan bila dicurigai etiologi bakteri. Sebuah penelitian pada anak usia <1 tahun yang mengalami diare melaporkan 3 prediktor klinis etiologi bakteri yaitu: adanya darah pada feses, suhu tubuh >39,0 o C, frekuensi diare 10 kali/24 jam. Anak yang memiliki dua prediktor klinis memiliki risiko tinggi menderita enteritis bakteri. 2,4,10
PEMILIHAN ANTIBIOTIK Antibiotik adalah agen yang digunakan untuk mencegah dan mengobati suatu infeksi karena bakteri. 3,11 Berdasarkan data National Hospital Ambulatory Medical Care Survey (NHAMCS) antibiotik merupakan obat kedua tersering diberikan di emergensi anak setelah obat nyeri. 3
Sebelum memberikan antibiotik, harus memperhatikan bagaimana cara memilih antibiotik empiris pada pengobatan awal, dosis, cara dan lama pemberian, serta bagaimana cara memperbaiki pengobatan apabila terjadi kegagalan pengobatan. 11,12
Antibiotik untuk pengobatan infeksi pada pasien anak dapat diklasifikasikan dalam 4 golongan, yaitu penisilin dengan derivatnya, sefalosporin, aminoglikosida, dan antimikroba lain termasuk kloramfenikol, makrolid, kotrimoksazol, dan lain-lain. Untuk pengobatan infeksi berat pada umumnya dipergunakan golongan penisilin, sefalosporin dan aminoglikosida baik sebagai monoterapi atau kombinasi. 2,11
Berdasarkan aktivitasnya antibiotik dibedakan menjadi antibiotika spektrum luas (broad spectrum) dan spektrum sempit (narrow spectrum). Antibiotika spektrum luas seperti tetrasiklin dan sefalosporin efektif terhadap organisme baik gram positif maupun gram negatif. Antibiotik berspektrum luas sering kali dipakai untuk mengobati penyakit infeksi yang menyerang belum diidentifikasi dengan pembiakan dan sensitifitas. Antibiotika spektrum sempit efektif untuk melawan satu jenis organisme. Contohnya penisilin dan eritromisin dipakai untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif. Karena antibiotik berspektrum sempit bersifat selektif, maka obat-obat ini lebih aktif dalam melawan organisme tunggal tersebut daripada antibiotik berspektrum luas. 12,13
Penisilin resisten terhadap penisilase dipergunakan untuk infeksi kuman stafilokokus yang resisten terhadap penisilin. Metisilin adalah preparat pensilin resisten terhadap penisilinase yang pertama kali dibuat dalam bentuk parenteral. Derivat penisilin ini dipergunakan sebagai terapi awal pneumonia sebelum diperoleh hasil biakan. Namun tidak lama setelah obat ini diperkenalkan, timbul kuman methycillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA). 12,13
Golongan sefalosporin mempunyai afinitas spektrum luas, baik terhadap bakteri kokus gram positif maupun gram negatif serta anaerob. Sebagian besar sefalosporin relatif resisten terhadap sifat hidrolisis enzim beta laktamase yang dihasilkan S. aureus. Seperti halnya penisilin, sefalosporin aman untuk anak dan toksisitas tidak tergantung dosis, namun perlu diwaspadai bahwa sefalosporin bersifat nefrotoksik dan dapat menyebabkan kelainan perdarahan. 13
Golongan aminoglikosida merupakan antibiotik spektrum luas untuk basil enterik dan beberapa organisme gram positif, bersifat bakterisidal dan mudah diabsorbsi. Namun golongan aminoglikosida bersifat nefrotoksik, ototoksik. Kombinasi aminoglikosida dengan penisilin akan memberikan daya bakterisidal yang lebih cepat dengan konsentrasi aminoglikosida yang rendah sehingga mengurangi efek toksik. 13,14
Mekanisme Kerja Antibiotik Antibiotik mempunyai kemampuan mengeliminasi bakteri melalui beberapa mekanisme, antara lain: 11,12
a. Inhibitor sintesis dinding sel bakteri Memiliki efek bakterisidal dengan cara memecah enzim dinding sel dan menghambat enzim dalam sintesis dinding sel. Contohnya antara lain golongan -Laktam seperti 7
penisilin, sefalosporin, karbapenem, monobaktam, dan inhibitor sintesis dinding sel lainnya seperti vancomisin, basitrasin, fosfomisin, dan daptomisin. b. Inhibitor sintesis protein bakteri Memiliki efek bakterisidal atau bakteriostatik dengan cara menganggu sintesis protein tanpa mengganggu sel-sel normal dan menghambat tahap tahap sintesis protein. Obat- obat yang aktivitasnya menginhibitor sintesis protein bakteri seperti aminoglikosida, makrolida, tetrasiklin, streptogamin, klindamisin, oksazolidinon, kloramfenikol. c. Menghambat sintesa folat Mekanisme kerja ini terdapat pada obat-obat seperti sulfonamida dan trimetoprim. Bakteri tidak dapat mengabsorbsi asam folat, tetapi harus membuat asam folat dari PABA (asam paraaminobenzoat), pteridin, dan glutamat. Sedangkan pada manusia, asam folat merupakan vitamin dan kita tidak dapat menyintesis asam folat. Hal ini menjadi suatu target yang baik dan selektif untuk senyawa-senyawa antimikroba. d. Mengubah permeabilitas membran sel Memiliki efek bakteriostatik dan bakterisid dengan menghilangkan permeabilitas membran dan oleh karena hilangnya substansi seluler menyebabkan sel menjadi lisis. Obat- obat yang memiliki aktivitas ini antara lain polimiksin, amfoterisin B, gramisidin, nistatin, kolistin. e. Mengganggu sintesis DNA dan RNA Mekanisme kerja ini terdapat pada obat-obat seperti metronidasol, kinolon, novobiosin. Obat-obat ini menghambat asam deoksiribonukleat (DNA) girase sehingga mengahambat sintesis DNA. DNA girase adalah enzim yang terdapat pada bakteri yang menyebabkan terbukanya dan terbentuknya superheliks pada DNA sehingga menghambat replikasi DNA. Mengganggu sintesa RNA, seperti rifampisin.
Terapi Empiris vs Terapi Definitif Pengobatan antimikroba pada dasarnya dibagi menjadi pengobatan empiris dan definitif. Pada saat pengobatan dimulai sebagian besar mikroba penyebab belum diketahui secara definitif, maka pengobatan diberikan secara empiris. Pengobatan antimikroba secara empiris dilakukan tanpa pembuktian secara laboratorik, pada umumnya diberikan pada saat pengobatan awal. Antibiotik tersebut diberikan sambil menunggu hasil kultur. Untuk menentukan pengobatan awal harus dipahami mengenai jenis mikroba tersering sebagai penyebab serta pola kepekaan bakteri. Pengobatan antimikroba berdasarkan jenis mikroorganisme penyebab yang telah 8
teridentifikasi disebut pengobatan definitif. Setelah patogen penyebab serta uji resistensinya dapat diidentifikasi, antibiotik harus disesuaikan dengan mempertimbangkan keadaan klinis pasien. Pemilihan antimikroba yang akan diberikan apakah monoterapi atau politerapi (kombinasi) harus didasarkan pada lokasi infeksi dan pengetahuan mengenai kemungkinan mikroba di lokasi tersebut. 11,12,13
Mikroorganisme Penyebab Identifikasi mikroba penyebab dan sifat resistensi antimikroba terhadapnya merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan pilihan antibiotik yang akan digunakan. Secara umum, antibiotik pilihan harus bersifat bakterisidal, mempunyai spektrum sempit, ditoleransi dengan baik pada anak, dan cost effective. Apabila kita dapat mengidentifikasi mikroba penyebab maka antibiotik dapat ditentukan dengan tepat. Namun pada awal pengobatan kita harus menduga mikroorganisme yang tersering menjadi penyebab penyakit infeksi pada lokasi tersebut. Misalnya, bakteri yang sering menjadi penyebab pneumonia adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophyllus influenzae. Escherichia colli dan enterobacteriaceae seringkali merupakan penyebab infeksi saluran kemih. 11,13
Resistensi Antibiotik Kegagalan pengobatan tidak selalu disebabkan oleh antimikroba resisten terhadap mikroba penyebab. Hal-hal yang perlu diperhatikan apabila terjadi kegagalan pengobatan adalah apakah mikroba penyebab yang diduga telah benar dan sesuai dengan antimikroba yang diberikan secara empiris, apakah dosis dan cara pemberian telah dipatuhi, apakah ada fokus infeksi yang menjadi sumber infeksi, apakah ada komplikasi, apakah antimikroba resisten, dan pertanyaan terakhir yang harus dipikirkan adalah apakah diagnosis pasien tersebut sudah benar. 2,3,13
Resisten antimikroba merupakan isu penting dalam pengobatan penyakit infeksi, yang pada dasarnya dapat disebabkan oleh : 11,13
Mikroorganisme menghasilkan enzim adenillacting, fosforilacting, acetylacting agent sehingga dapat menghancurkan obat Antimikroba tidak dapat menembus dinding bakteri untuk mencapai tempat yang potensial oleh karena penurunan permeabilitas mikroorganisme dinding sel Mikroorganisme berkembang dan mengadakan perubahan struktur tubuh, seperti perubahan kromosom dengan menghilangkan protein tertentu pada subunit ribosom 9
Mikroorganisme mempunyai kemampuan meningkatkan sintesis lintasan metabolisme esensial sehingga melawan antimikroba. Keberhasilan pengobatan infeksi tidak terlepas dari upaya membatasi resistensi antimikroba khususnya di rumah sakit. Hal-hal penting dilakukan untuk mengurangi resistensi adalah batasi penggunaan antimikroba, segera pulangkan pasien apabila tidak ada indikasi rawat, tingkatkan program pengendalian penggunaan antimikroba, rotasi penggunaan antimikroba, kurangi pemakaian antimikroba yang diduga telah resisten, canangkan kembali budaya cuci tangan, lakukan biakan dari koloni yang dicurigai sebagai sumber nosokomial. 11,13
KEKELIRUAN (PI TFALLS) ANTIBIOTIK DI EMERGENSI Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan oleh dokter emergensi dalam memberikan antibiotik, sehingga pemberian antibiotik dapat memberikan hasil optimal. 2
a. Lumbal pungsi (LP) ditunda sebelum ada hasil CT scan sehingga pemebrian antibiotik terlambat Antibiotik direkomendasikan untuk diberikan segera pada anak dengan kemungkinan diagnosis meningitis. Lumbal pungsi dapat dilakukan tanpa menunggu CT scan terlebih dulu sepanjang tidak ada manifestasi klinis yang menunjukan kecurigaan adanya massa intrakranial dengan peningkatan tekanan intrakranial. Tidak menunda pemberian antibiotik karena belum dilakukan LP. Tidak ada bukti antibiotik dapat mengaburkan diagnosis meningitis. 2
b. Orangtua tidak mengatakan bahwa anaknya alergi penisilin Dokter emergensi harus melakukan anamnesis selengkap mungkin. Pertanyaan tentang riwayat alergi obat sangat penting terutama jika anak mendapatkan antibiotik. Harus diingat bahwa kejadian tersering dari antibiotik adalah karena alergi obat dan kadang orangtua pasien tidak otomatis mengatakan bahwa anaknya alergi obat tertentu. 2
c. Orangtua tidak mengatakan bahwa anaknya sedang menggunakan antikoagulan Hal penting yang harus ditanyakan adalah riwayat pengobatan. Banyak antibiotik dapat meningkatkan metabolisme obat lain sehingga meningkatkan komplikasi akibat efek samping dari obat. Perdarahan dapat terjadi pada pasien yang mendapatkan antikoagulan warfarin yang dicetuskan pemberian natibiotik siprofloksasin. 2
d. Anak memerlukan antibiotik karena menderita pneumonia, tetapi orangtua tidak mengatakan bahwa anaknya sudah mendapatkan teofilin untuk pengobatan asma 10
Penting sekali ditekankan bahwa riwayat pengobatan sebelumnya sangat penting ditanyakan. Pemberian antibiotik tidak boleh menyebabkan penyakit iatrogenik. Pemberian eritromisin dapat menyebabkan toksisitas teofilin karena peningkatan kadar teofilin. 2
SIMPULAN Infeksi merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas pada anak. Antibiotik dapat menjadi obat lifesaving dan jika diberikan dengan benar dapat mencegah berbagai komplikasi yang mungkin timbul akibat infeksi. Dalam memilih antibiotik dokter emergensi harus memperhatikan tiga komponen penting, yaitu patogen (the bug), antibiotik (the drug), dan pasien (the host). Organ tempat terjadinya infeksi merupakan hal yang penting diperhatikan dalam memilih antibiotik yang dapat mengcover kemungkinan kuman penyebab. Hal penting juga untuk melakukan anamnesis, pemeriksaan fisis yang lengkap serta dikonfirmasi dengan pemeriksaan penunjang yang sesuai untuk menegakan etiologi suatu infeksi.
11
DAFTAR PUSTAKA
1. Dellinger RP, Carlet JM, Masur H, Gerlach H, Calandra T, Cohen J, Gea-Banacloche J, Keh D, Marshall JC, Parker MM, Ramsay G, Zimmerman JL, Vincent JL, Levy MM: Surviving Sepsis Campaign guidelines for management of severe sepsis and septic shock: 2012. Crit Care Med.2013:580-637. 2. Gernsheimer J, Hlibczuk V, Bartniczuk D, Hipp A, Turturro M, Wilde J. Antibiotics in the ED: How To Avoid The Common Mistake Of treating Not Wisely, But Too well. Dalam: An Evidence-Based Approach To Infectious disease. EB Medicine.2010;87-119. 3. Pitts S, Niska R, Xu J. National hospital ambulatory medical care survey:2006 emergency departement summary. Nath Health Stat report.2008;(7):1-38. 4. Pratt A, Attia MW. Duration of fever and markers of serious bacterial infection in young febrile children. Pediatr Int.2007;49(1):31-5 5. Septimus EJ, Kuper KM. Clinical challenges in addressing resistance to antimicrobial drugs in the twenty-first century. Clin Pharmacol Ther. 2009;86(3):336-339. 6. Ho YC, Sun HY, Chen MY. Clinical presentation and outcome of toxoplasmic encephalitis in patients with human immunodeficiency virus type 1 infection. J Microbiol Immunol Infect. 2008;41(5):386-92. 7. Perz JF, Craig AS, Coffey CS, et al. Changes in antibiotic prescribing for children after a community-wide campaign. JAMA. 2002;287(23):3103-3109 8. Berild D, Ringertz SH, Aabyholm G, Lelek M, Fosse B. Impact of an antibiotic policy on antibiotic use in a paediatric department. Individual based follow-up shows that antibiotics were chosen according to diagnoses and bacterial findings. International Journal of Antimicrobial Agents. 2002;20:333-338. 9. Luxmore B, Powell KR, Daz SR et al. Absolute band counts in febrile infants: know your laboratory. Pediatrics. 2002;110(1 Pt 1):e12 10. Pkknen M, Kallio MJ, Kallio PE. Sensitivity of erythrocyte sedimentation rate and C- reactive protein in childhood bone and joint infections. Clin Orthop Relat Res. 2010;468(3):861-866. 11. Ozkurt Z, Erol S, Kadanali A, Ertek M, Ozden K, Tasyaran MA. Changes in antibiotic use, cost and consumption after an antibiotic restriction policy applied by infectious disease specialists. Jpn J Infect Dis. 2005; 58:338-43. 12
12. Bronzwaer S, Cars O, Buchholz U, Mlstad S, Goettsch W, Veldhuijzen IK, et al. The Relationship between Antimicrobial Use and Antimicrobial Resistance in Europe . Emerg Infect Dis. March 2010; 8(3): 278282. 13. World Health Organization. The role of education in the rational use of medicines. New Delhi: WHO; 2006. 14. Zhang W, Shen X, Bergman U, Wang Y, Chen Y, Huang M, et al. Drug utilisation 90% (DU90%) profiles of antibiotics in five Chinese childrens hospitals. International Journal of Antimicrobial Agents. 2008; 32: 250255.
13
Lampiran 1 Tabel 1. Bakteri penyebab infeksi yang sering ditemukan di emergensi Tempat Infeksi Bakteri Penyebab Gigi dan mulut Streptococcus, anaerob, staphylococcus
Faringitis Streptococcus grup A
Otitis media S. pneumonia, H influenza, M catarrhalis
Sinusitis S. pneumonia, H influenza, M catarrhalis, Streptococcus grup A, anaerob
Bronchitis S. pneumonia, H influenza, M catarrhalis
Pneumonia Newborn : Streptococcus grup B, enterobacteriacea, listeria, Chlamidia <5 th: S pneumonia, H influenza, S aureus, M pneumonia 5-18 th : S pneumonia, M pneumonia, Chlamidia
Infeksi saluran kemih Enterobacteriacea, S saprophyticus, Proteus, Klebsiella, enterococci
Infeksi pelvis N gonorrheae, C trachomatis, anaerab, enterobacteriacea
Infeksi intra abdominal Enterobacteriacea, enterococci, bacteroides fragilis, clostridia
Kulit Selulitis : S aureus, Streptococcus pyogenes, Streptococcus grup A Luka gigitan : S viridan, Pasteurella multicoda, S aureus, Eikinella corrodens Kaki diabetes: cocci aerobik dan bacilli, anaerob
Meningitis Neonates: streptococcus grup B, E colli, Listeria 1-50 th : S pneumonia, N meningitis, H influenza
Endocarditis S viridans, staphylococci, enterococci