You are on page 1of 9

ANALISA KASUS

1. Anamnesis
Anamnesis dapat dilakukan autoanamnesis maupun alloanamnesis
kepada orang yang melihat kejadian. Anamnesis pada kasus gigitan ular dapat
diperoleh riwayat terjadinya peristiwa (lokasi gigitan, berapa jumlah gigitan),
waktu dan tempat kejadian (dihubungkan dengan insidensi ular yang hidup di
area tersebut), jenis dan ukuran ular (dapat lebih digali mengenai kenampakan
ular, bentuk, pupil atau mata ular, apakah terdapat garis-garis, pola kulit atau
suara berderak yang khas, serta panjang ular), luka pada bekas gigitan ular.
1,2,3
Selain itu juga perlu ditanyakan gejala-gejala yang muncul dalam 30 menit
sampai 24 jam setelah kejadian. Apakah terdapat gejala lokal seperti bengkak
dan nyeri pada luka. Apakah terdapat gejala sistemik seperti lemas, otot lemah,
berkeringat, menggigil, hipotensi, mual, hipersalivasi, rasa metalik di mulut,
muntah, nyeri kepala, dan pandangan kabur, perdarahan dan berkemih.
1,2,3,4

Pada pasien dengan gigitan ular, ditanyakan pula riwayat penyakit sebelumnya
(terutama riwayat alergi terhadap serum anti bisa ular) dan riwayat pengobatan
yang telah didapat.
1,5

Pada pasien ini didapatkan gejala sistemik berupa merasa lemas, mata berkuang-kunang dan
mual. Sedangkan keluhan rasa keram pada seluruh tubuh, berkeringat, menggigil ataupun
mengeluarkan air ludah yang banyak tidak ada. Keluarga pasien melihat jenis ular tersebut
yaitu jenis ular yang kepalanya menyerupai sendok.



2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang pertama kali dilakukan pada kasus snake bite
atau gigitan ular adalah pemeriksaan kesadaran. Bisa ular yang bersifat
neurotoksin dapat menyebabkan penurunan kesadaran sampai koma.
Neurotoksin dapat menimbulkan gejala berupa ptosis, diplopia, disartria,
kelumpuhan, distres pernapasan.
3,4,5

Pemeriksaan selanjutnya adalah pemeriksaan tanda vital. Pemeriksaan
ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat gejala sistemik atau tidak.
Daya toksik dari bisa ular yang masuk ke dalam tubuh dapat menyebar melalui
peredaran darah sehingga terjadi gangguan pada sistem neurologis,
kardiovaskuler, serta pernafasan. Gangguan sistem neurologis dapat terjadi
karena bisa ular mengenai saraf yang berhubungan dengan sistem pernafasan
sehingga terjadi oedem pada saluran pernafasan sehingga pasien akan sulit
bernafas. Toksik yang masuk ke pembuluh darah juga dapat menyebabkan
gangguan pada sistem kardiovaskuler yaitu hipotensi.
6,7,8
Pemeriksaan tanda vital meliputi :
a. Tekanan darah
b. Nadi
c. Respiration Rate
d. Suhu
Pemeriksaan suhu digunakan untuk menilai kondisi metabolisme di dalam
tubuh. Salah satu penyebab produksi panas dalam tubuh adalah proses
infeksi.
6,7
Gambaran klinis atau gejala lokal yang timbul pada tempat gigitan dapat dinilai
dengan inspeksi maupun palpasi. Gejala lokal tersebut antara lain adalah :
- bekas taring atau gigitan
- nyeri dan pendarahan lokal
- ekimosis
- inflamasi (bengkak, kemerahan, panas)
- bula
- infeksi lokal
- nekrosis
- limfangitis
- pembesaran limfonodi
10,13,14

Pemeriksaan mengenai fungsi pembekuan juga perlu dilakukan dengan
cara menilai perdarahan dari bekas gigitan. Efek snake bite adalah kerusakan
otot. Jadi untuk pemeriksaannya perlu dinilai, kelenturan otot, nyeri, ROM,
kelemahan, urine berwarna coklat atau merah yang mengindikasikan
myogobinuria. Periksa juga tanda gejala sistemik dan gejala khusus yang
muncul pada snake bite
7,15

Pada saat pasien dibawa ke UGD RSAM, pasien tampak dalam keadaan sakit
sedang dan dalam kesadaran yang compos mentis.
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Frekuensi nadi : 127 x/menit, teratur, isi dan tegangan cukup
Pernapasan : 25x/menit, teratur, kedalaman cukup, tidak tampak retraksi
Suhu : 38,2 C (per axiler)

Dan didapatkan gejala lokal berupa bengkak dan kemerahan pada punggung telapak kaki dan
melihat tanda berupa dua titik bekas gigitan ular






3. Diagnosis Dan Differential Diagnosis
Diagnosis snake bite ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis serta
pemeriksaan fisik. Diagnosis gigitan ular berbisa tergantung pada keadaan
bekas gigitan atau luka yang terjadi dan memberikan gejala lokal dan sistemik
sebagai berikut :
a. Gejala lokal : nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (dalam 30 menit 24
jam), ditemukan fang marks, perdarahan lokal, memar, pembesaran
limfonodi, tanda inflamasi (edema, kemerahan, panas), terdapat bulla, atau
bisa ditemukan nekrosis.
b. Gejala sistemik : hipotensi, kelemahan otot, berkeringat, mengigil, mual,
hipersalivasi, muntah, nyeri kepala, abdominal pain, dan pandangan
kabur
29

c. Gejala khusus gigitan ular berbisa
14,15
:
o Hematotoksik: perdarahan di tempat gigitan, paru, jantung, ginjal,
peritoneum, otak, gusi, hematemesis dan melena, perdarahan kulit
(petekie, ekimosis), hemoptoe, hematuri, koagulasi intravaskular
diseminata (KID)
o Neurotoksik: hipertonik, fasikulasi, paresis, paralisis pernapasan,
ptosis oftalmoplegi, paralisis otot laring, reflek abdominal, kejang
dan koma
28

o Kardiotoksik: hipotensi, henti jantung, koma, syok, aritmia, oedem
pulmo, gangguan vaskular
o Sindrom kompartemen: edema tungkai dengan tanda tanda 5P
(pain, palor, paresthesia, paralysis, pulselesness).
8,13



Diagnosis banding untuk snake bite antara lain :
Gigitan laba-laba atau sengatan kalajengking
Pada gigitan laba-laba, ditemukan riwayat kontak dengan laba-laba pada
anamnesis. Pada regio yang tergigit, ditemukan pembengkakan dengan
onset lambat dan menyebabkan kekakuan otot. Gejala ini tidak ditemukan
pada gigitan ular yang pembengkakannya terjadi progresif.
8,11,12

Scorpion sting
Tusukan duri
Pada tusukan duri tidak ditemukan gejala lokal berupa oedem dan gejala
sistemik yang progresif seperti pada kasus snake bite.
16


4. Pemeriksaan Penunjang Dan Penilaian Hasil Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium darah yang diperlukan pada adalah Hb, leukosit,
trombosit, kreatinin, elektrolit, waktu perdarahan, waktu pembekuan, waktu
protrombin, fibrinogen, APTT, uji faal hepar, dan golongan darah.
13,17
Angka rujukan normal untuk hasil pemeriksaan di atas adalah:
Hb : 12-15 g/dL Natrium : 135-145 mEq/L
AE : 4,2-6,2. 10
3
/L Kalium : 3,1-4,3 mEq/L
AL : 4-11.10
3
/L Klorida : 95-105 mEq/L
AT : 150-350.10
3
/L Kreatinin : 0,5-1,5 mg/dL
Hct : 38-51% GDS : < 200 mg/dL
PT : 11-14 detik Albumin : 3-5,5 g/dL
APTT : 20-40 detik
Gigitan ular dari spesies tertentu dapat menyebabkan perdarahan pada organ
internal seperti organ-organ abdomen. Selain itu, dapat terjadi perdarahan pada
tempat gigitan atau perdarahan spontan dari mulut atau luka yang lama.
Perdarahan yang tidak terkontrol dapat menyebabkan syok. Adanya perdarahan
massif ditunjukkan pada penurunan hemoglobin. Pemeriksaan trombosit, waktu
perdarahan, waktu pembekuan darah, waktu protrombin juga perlu dilakukan.
Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat gangguan faktor
pembekuan darah yang menyebabkan perdarahan terus menerus maupun
gangguan koagulopati. Pemeriksaan Analisis Gas Darah dan pH juga
diperlukan pada pasien dengan gejala neurotoksis (gangguan sistem
respirasi).
13,15,18
Selain pemeriksaan darah, dapat juga dilakukakan pemeriksaan urine rutin
untuk mengetahui apakah terdapat hematuria, haemoglobinuria, maupun
proteiunria (mioglobinuria). Adanya hematuria, hemoglobinuria, maupun
mioglobinuria menunjukkan bahwa gigitan ular sudah sampai menyerang organ
ginjal.
13,18,19
Pemeriksaan EKG dapat membantu menegakkan diagnosis. Pada gigitan ular
family Viperidae dapat terjadi gangguan kardiovaskuler seperti aritmia.
13,17

Pada pasien ini hasil pemeriksaan penunjang yang dilakukan baik itu
pemeriksaan hematologi ataupun kimia darah masih dalam batas normal.
Namun belum dilakukan pemeriksaan penunjang yang lainnya seperti
pemeriksaan analisis gas darah, urin rutin ataupun EKG.


5. Rencana Penatalaksanaan
Pada pasien ini pertolongan pertama yang diberikan kepada pasien oleh
keluarga adalah menghisap racun dari bekas gigitan dengan mulut anggota
keluarga pasien. Berikut adalah langkah-langkah yang dilakukan dalam
menangani gigitan ular :
7,19,20,21
a. Pertolongan pertama
Tujuan pertolongan pertama adalah:
o memperlambat absorpsi sistemik dari racun
o mencegah komplikasi sebelum pasien dibawa ke RS
o mengawasi gejala keracunan awal yang berbahaya
o mengatur pengiriman pasien secara cepat dan tepat ke RS yang
mampu menangani dengan maksimal
Pertolongan pertama yang dapat diberikan diantaranya adalah
menenangkan korban, imobilisasi ekstremitas yang tergigit dengan balutan
atau bidai. Setiap gerakan atau kontraksi otot akan meningkatkan absorpsi
racun ke pembuluh darah maupun limfe. Pada pertolongan pertama,
hindari intervensi apapun pada bekas gigitan karena dapat menyebabkan
infeksi , meningkatkan absorbs racun, serta meningkatkan perdarahan.
Penderita juga diistirahatkan dalam posisi horizontal. Jika timbul gejala
sistemik yang cepat sebelum pemberian antibisa, daerah proksimal dan
distal dari gigitan diikat (tourniquet). Pemasangan tourniquet ini bertujuan
untuk menahan aliran limfe. Pemasangan tourniquet kurang berguna jika
dilakukan lebih dari 30 menit pasca gigitan.

Pengawasan gejala keracunan awal yang berbahaya dapat dilakukan
dengan observasi :
- Oedem yang bertambah dengan cepat pada tempat gigitan
- Pembesaran limfonodi lokal, yang menunjukkan bahwa racun telah
menyebar melalui saluran limfe
- Gejala sistemik seperti syok, mual, muntah, nyeri kepala hebat, mudah
mengantuk ataupun ptosis
- Urin yang berwarna coklat gelap

b. Segera kirim ke RS

c. Resusitasi dan penanganan klinis segera, meliputi :
- Penatalaksanaan jalan nafas
- Penatalaksanaan fungsi pernafasan
- Penatalaksanaan fungsi sirkulasi dengan pemberian infus cairan
kristaloid
- Pada luka gigitan dapat diberikan verband ketat dan luas diatas luka
serta imobilisasi dengan menggunakan bidai.

d. Penanganan klinis yang lebih mendalam dan diagnosis spesies ular

e. Pemberian SABU (serum anti bisa ular)
Serum anti bisa ular harus diberikan secepatnya setelah gejala dan tanda
local maupun sistemik ditemukan. Serum anti bisa ular akan menetralkan
efek bisa ular walaupun gigitan ular sudah terjadi beberapa hari yang lalu.
Atau pada kasus kelainan hemostatik, anti bisa ular masih dapat diberikan
walaupun sudah terjadi lebih dari 2 minggu. Tetapi beberapa bukti klinis
menyebutkan bahwa anti bisa ular efektif dalam beberapa jam setelah
digigit ular.
Teknik pemberian: 2 vial @ 5ml intravena dalam 500 ml NaCl 0,9% atau
Dextrose 5% dengan kecapatan 40-80 tetes/menit. Maksimal 100 ml (20
vial). Kemudian diulang setiap 6 jam. Apabila diperlukan (misalnya
gejala-gejala tidak berkurang atau bertambah) anti serum dapat terus
diberikan setiap 24 jam sampai maksimum (80 - 100 ml). Anti serum yang
tidak diencerkan dapat diberikan langsung sebagai suntikan intravena
dengan sangat perlahan-lahan.

f. Observasi respon serum bisa ular
Pedoman terapi serum anti bisa ular menurut Luck :
Monitor keseimbangan cairan dan elektrolit
Ulangi pemeriksaan darah pada 3 jam setelah pemberian
antivenom
Jika koagulopati tidak membaik (fibrinogen tidak meningkat,
waktu pembekuan darah tetap memanjang), ulangi pemberian
serum anti bisa ular. Ulangi pemeriksaan darah pada 1 dan 3 jam
berikutnya. Gangguan koagulopati berat berikan antivenin spesifik,
plasma fresh-frozen, cryoprecipitate (fibrinogen, faktor VIII), fresh
whole blood.
Jika koagulopati membaik (fibrinogen meningkat, waktu
pembekuan menurun) maka monitor ketat kerusakan dan ulangi
pemeriksaan darah untuk memonitor perbaikannya. Monitor
dilanjutkan 2x24 jam untuk mendeteksi kemungkinan koagulopati
berulang.

g. Pemberian terapi suportif dan profilaksis
Gangguan koagulopati berat: beri plasma fresh-frozen (dan
antivenin)
Perdarahan: beri tranfusi darah segar atau komponen darah,
fibrinogen, vitamin K, tranfusi trombosit
Hipotensi: beri infus cairan kristaloid
Monitor pembengkakan local dengan lilitan lengan atau anggota
badan
Gangguan neurologik: beri Neostigmin (asetilkolinesterase),
diawali dengan sulfas atropine
Beri tetanus profilaksis bila dibutuhkan. Pada pasien ini diberikan
Anti Tetanus Serum 750 IU intra muskular
Untuk mengurangi rasa nyeri berikan aspirin atau kodein, hindari
penggunaan obat obatan narkotik depresan. Pada pasien ini
diberikan Ketorolac 1 x 15 mg
Pemberian antibiotika spektrum luas. Kaman terbanyak yang
dijumpai adalah P.aerugenosa, Proteus,sp, Clostridium sp,
B.fragilis. pada pasien ini diberikan Ceftriaxon 2 x 750 mg.
Pemberian anti piretik untuk menurunkan demam pada pasien
akibat dari reaksi inflamasi. Pada pasien ini diberikan Paracetamol
3 x 250 mg.

h. Rehabilitasi
Pemulihan fungsi normal di bagian digigit harus diawasi. Fisioterapi
konvensional dapat mempercepat proses ini.
9,12,22,23,26

You might also like