You are on page 1of 20

MAKALAH

APLIKASI AKAD MURABAHAH DALAM PRODUK BANK


SYARIAH


Disusun Oleh:
Astri Yuningsih
Losa Firda Toren
Nadia Ratnasari
Nawal Rousya Mernissi
Nur Sabrina
Probo Kintoko

BS 6A
Keuangan dan Perbankan Syariah
Politeknik Negeri Jakarta
2014
APLIKASI AKAD MURABAHAH
DALAM PRODUK BANK

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Suatu perekonomian negara yang dikatakan sehat dan stabil jika dilihat dari tiga
unsur sistem keuangan Negara yaitu system moneter, sistem perbankan dan sistem keuangan
lembaga bukan bank. Salah satu faktor yang mendorong untuk penumbuhan ekonomi suatu
negara, maka ketiga system tersebut harus berjalan dengan baik. Oleh karena itu peranan
perbankan menjadi sangat penting. Berdasarkan pengaruh dari krisis keuangan global yang
terjadi kemarin bank syariah mampu bertahan dibanding bank konvensional yang mengalami
dampak dari krisis global tersebut, sehingga pada saat ini banyak ilmuan yang melirik untuk
menggunakan sistem ekonomi syariah yang di pakai di bank syariah. Salah satu pembiayaan
yang ada di bank syariah adalah pembiayaan murabahah, yaitu prinsip jual beli barang pada
harga asal dengan tambahan keuntungan yang telah disepakati bersama. Untuk memudahkan
pihak-pihak yang berkencimpung dalam perlakuan ekonomi dibutuhkan suatu sistem
keuangan yang dapat memudahkan pihak-pihak yang akan memakainya.
Jual beli Murabahah (Bai al-Murabahah) demikianlah istilah yang banyak diusung
lembaga keuangan sebagai bentuk dari Financing (pembiayaan) yang memiliki prospek
keuntungan yang cukup menjanjikan. Sehingga hampir semua lembaga keuangan syariat
menjadikannya sebagai produk financing dalam pengembangan modal mereka. Murabahah
adalah jual beli barang sebesar harga pokok barang ditambah dengan margin keuntungan
yang disepakati. Murabahah adalah pembiayaan saling menguntungkan yang dilakukan oleh
shahib al-mal (pemilik modal) dengan pihak yang membutuhkan melalui transaksi jual beli
dengan penjelasan bahwa harga pengadaan barang dan harga jual terdapat nilai lebih yang
merupakan keuntungan atau laba bagi hahib al-mal dan pengembaliannya dilakukan secara
tunai atau angsur. Kemudian dalam satu kasus murabahah ini bisa digabungkan dengan akad
wakalah, sebenarnya dalam hadist rasullulah SAW telah melarang adanya
penggabungan dua akad dalam satu transaksi. Akan tetapi dalam hal ini berbeda, akad yang
digunakan boleh dua, tapi masing-masing dari akad ini sama-sama berdiri sendiri, sehingga
tidak akan terjadi dua akad dalam satu transaksi.
Dalam agama Islam, hubungan antar sesama manusia di bahas dalam ilmu fiqh ( baca
: fiqh muamalat ), misalnya hubungan antara 2 pihak yang melakukan jual beli dengan akad
murabahah. Secara sederhana akad murabahah berarti perikatan jual-beli barang dimana
pembeli mengetahui jumlah keuntungan yang diambil oleh si penjual. Dalam konteks
perbankan syariah saat ini, akad murabahah merupakan salah satu akad utama, atau bahkan
paling dominan, yang sering digunakan oleh para praktisi perbankan syariah dalam
menyediakan kebutuhan pembiayaan nasabah.

Berdasarkan Statistik Perbankan Syariah Bulan Juni 2011 yang diterbitkan oleh Bank
Indonesia, bahwa portofolio pembiayaan atas dasar akad murabahah yang telah disalurkan
oleh perbankan syariah adalah sebesar Rp 46,161 millyar. Angka ini adalah yang paling
tinggi dibandingkan dengan penyaluran pembiayaan dengan akad selain murabahah, seperti
akad mudharabah (Rp 9,549 milyar) dan akad musyarakah (Rp 16, 295 milyar).













B. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah:
1. Mengetahui pengertian dan jenis-jenis Murabahah
2. Mengetahui mengenai apa saja Rukun&Syarat Murabahah dalam Lembaga Keuangan
Syariah
3. Mengetahui Landasan dan Dasar hukum, serta ketentuan umum Murabahah dalam
Lembaga Keuangan Syariah
4. Mengetahui Langkah Proses Murabahah dalam Lembaga Keuangan Syariah
5. Mengetahui Aplikasi Murabahah dalam produk Perbankan Syariah





















C. TINJAUAN PUSTAKA
Jual-beli murabahah merupakan jual-beli amanah, karena pembeli memberikan
amanah kepada penjual untuk memberitahukan harga pokok barang tanpa bukti tertulis.
Dengan demikian, dalam jual-beli ini tidak diperbolehkan berkhianat. Allah telah berfirman :

" "

Berdasarkan ayat di atas, apabila terjadi jual-beli murabahah dan terdapat cacat pada
barang, baik pada penjual maupun pada pembeli, maka dalam hal ini ada dua pendapat ulama.
Menurut Hanafiyah, penjual tidak perlu menjelaskan adanya cacat pada barang karena cacat
itu merupakan bagian dari harga barang tersebut. Sementara jumhur ulama tidak
memperbolehkan menyembunyikan cacat barang yang dijual karena hal itu termasuk khianat.
Penyembunyian cacat barang atau tidak menjelaskannya menurut hukum Islam dianggap
sebagai suatu pengkhianatan dan merupakan salah satu cacat kehendak (aib min uyub al-
iradah) yang berakibat pembeli diberi hak khiyar atau dalam bahasa hukum perdata Barat
pembeli diberi hak untuk minta pembatalan atas jual-beli tersebut. Ibn Juzai dari Mazhab
Maliki mengatakan, Tidak boleh ada penipuan jual-beli murabahah dan jual-beli lainnya.
Termasuk penipuan adalah menyembunyikan keadaan barang yang sebenarnya yang tidak
diingini oleh pembeli atau mengurangi minatnya terhadap barang tersebut.

Pengkhianatan dalam jual-beli murabahah ini bisa terjadi mengenai informasi tentang
cara penjual memperoleh barang, yaitu apakah melalui pembelian secara tunai, pembelian
hutang atau sebagai penggantian dari suatu kasus perdamaian. Pengkhianatan bisa juga terjadi
tentang besarnya harga pembelian.

Apabila pengkhianatan terjadi dalam hal informasi cara memperoleh barang, dimana
misalnya penjual menyatakan bahwa ia memperolehnya melalui pembelian tunai padahal
melalui pembelian hutang atau merupakan barang penggantian dalam suatu kasus
perdamaian, maka pembeli diberi hak khiyar untuk meneruskan atau membatalkan akad
tersebut. Atau dalam bahasa hukum perdata, pengkhianatan ini merupakan suatu cacat
kehendak dan memberikan hak kepada pembeli untuk meminta pembatalan akad tersebut.

Apabila pengkhianatan terjadi mengenai harga pokok barang di mana penjual
menyatakan suatu harga yang lebih tinggi dari harga sebenarnya yang ia bayar, maka dalam
hal ini ada perbedaan pendapat dalam mazhab Hanafi. Menurut Abu Hanifah, pembeli boleh
melakukan khiyar untuk meneruskan jual-beli atau membatalkannya karena murabahah
merupakan akad jual-beli yang berdasarkan amanah. Menurut Abu Yusuf (133-182 H),
pembeli tidak mempunyai hak khiyar, melainkan berhak menurunkan harga ke tingkat harga
riil sesungguhnya yang dibayarkan oleh penjual ketika membeli barang bersangkutan serta
penurunan margin keuntungan dalam prosentase yang sebanding dengan penurunan harga
pokok barang. Mazhab Maliki sejalan dengan pendapat Abu Hanifah. Sedangkan mazhab
Syafii dan Hambali sejalan dengan pendapat Abu Yusuf.

Bai al-murabahah tidak memiliki rujukan/referensi langsung dari al-Quran dan
Sunnah. Yang ada hanyalah referensi mengenai jual-beli dan perdagangan. Jual-beli
murabahah ini hanya dibahas dalam kitab-kitab fiqih dan itupun sangat sedikit dan sepintas
saja. Para ilmuwan, ulama, dan praktisi perbankan syariah agaknya menggunakan
rujukan/dasar hukum jual-beli sebagai rujukannya, karena mereka menganggap bahwa
murabahah termasuk jual-beli.

a. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 tentang Perbankan Pasal 1angka 13 menyatakan :

Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan
pihak lain untuk penyimpanan dana danatau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan
lainnya yang dinyatakan sesuai dengan Syariah, antara lain prinsip jual beli barang
dengan memperoleh keuntungan (Murabahah)
.
b. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah pada penjelasan pasal
19 Huruf d menyebutkan :

Yang dimaksud dengan Akad Murabahah adalah akad pembiayaan suatu barang
dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan
harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati.

c. Peraturan Bank Indonesia Nomor : 7/46/PBI/2005 Tentang Akad Penghimpunan Dan
Penyaluran Dana Bagi Bank Yang MelaksanakanKegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip
Syariah Pasal 1 angka 7 menyebutkan :

Murabahah adalah jual beli barang sebesar harga pokok barang ditambah dengan
margin keuntungan yang disepakati.

d. Kemudian Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 10236 menyebutkan :

Murabahah adalah menjual barang dengan harga jual sebesar harga perolehan
ditambah keuntungan yang disepakati dan penjual harus mengungkapkan harga
perolehan barang tersebut kepada pembeli




















D. PEMBAHASAN
a. Pengertian Murabahah

Kata al-Murabahah diambil dari bahasa Arab dari kata ar-ribhu (

) yang berarti
kelebihan dan tambahan (keuntungan), atau murabahah juga berarti Al-Irbaah karena salah
satu dari dua orang yang bertransaksi memberikan keuntungan kepada yang lainnya (Ibnu Al-
Mandzur., hal. 443.) Dalam bahasa Inggris disbut Trade with markup or cost-plus sale ialah
perdagangan dengan markup atau-plus biaya penjualan. Murabahah secara sederhana adalah
suatu penjualan barang seharga barang trsebut ditambah keuntungan yang disepakati. Jadi
singkatnya, murabahah adaalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan
dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.

Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan
keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Murabahah adalah menjual
barang dengan harga jual sebesar harga perolehan ditambah keuntungan yang disepakati dan
penjual harus mengungkapkan harga perolehan barang tersebut kepada pembeli. Pembayaran
murabahah dapat dilakukan secara tunai atau secara tangguh. Akad ini merupakan salah satu
bentuk natural certainty contracts, karena dalam murabahah ditentukan berapa reqiued rate
profit-nya. Menurut Sayyid Sabiq murabahah adalah akad jual beli yang ditambahkan
keuntungan dan disebutkan pada saat akad.

Penjualan dapat dilakukan secara tunai atau kredit , jika secara kredit harus dipisahkan
antara keuntungan dan harga perolehan .Keuntungan tidak boleh berubah sepanjang akad ,
kalau terjadi kesulitan bayar dapat dilakukan restrukturisasi dan kalau kesulitan bayar karma
lalai dapat dikenakan denda. Denda tersebut akan dianggap sebagai dana kebajikan . Uang
muka juga dapat diterima , tetapi harus dianggap sebagai pengurang piutang.
Merujuk Fatwa DSN No.04/DSN-MUI/IV/2000 : Murabahah adalah menjual suatu
barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan
harga yang lebih sebagai laba.



Menurut Para ahli hukum Islam mendefinisikan bai al-murabahah sebagai berikut :
1. Abd ar-Rahman al-Jaziri mendefinisikan bai al-murabahah sebagai menjual barang
dengan harga pokok beserta keuntungan dengan syarat-syarat tertentu.
2. Menurut Wahbah az-Zuhaili adalah jual-beli dengan harga pertama (pokok) beserta
tambahan keuntungan.
3. Ibn Rusyd --filosof dan ahli hukum Maliki-- mendefinisikannya sebagai jual-beli di
mana penjual menjelaskan kepada pembeli harga pokok barang yang dibelinya dan
meminta suatu margin keuntungan kepada pembeli.
4. Ibn Qudamah --ahli hukum Hambali-- mengatakan bahwa arti jual-beli murabahah
adalah jual-beli dengan harga pokok ditambah margin keuntungan.























b. Jenis Murabahah
1. Murabahah Berdasarkan Pesanan (Murabahah to the purcase order)
Murabahah ini dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat. Mengikat bahwa apabila
telah memesan barang harus dibeli sedangkan tidak mengikat bahwa walaupun telah
memesan barang tetapi pembeli tersebut tidak terikat maka pembeli dapat menerima atau
membatalkan barang tersebut.
2. Murabahah Tanpa Pesanan
Murabahah ini termasuk jenis murabahah yang bersifat tidak mengikat. Murabahah ini
dilakukan tidak melihat ada yang pesan atau tidak sehingga penyediaan barang dilakukan
sendiri oleh penjual.

c. Rukun dan Syarat Murabahah
1. Pengertian Rukun Murabahah
Rukun adalah suatu elemen yang tidak dapat dipisahkan dari suatu kegiatan atau
lembaga, sehingga bila tidak ada salah satu elemen tersebut maka kegiatan terdebut
dinyatakan tidak sah atau lembaga tersebut tidak eksis.
Menurut Jumhur Ulama ada 4 rukun dalam murabahah, yaitu Orang yang menjual
(Ba'I'), orang yang membeli (Musytari), Sighat dan barang atau sesuatu yang diakadkan.

2. Syarat Murabahah
a) Pihak yang berakad, yaitu Ba'i' dan Musytari harus cakap hukum atau balik
(dewasa), dan mereka saling meridhai (rela).
b) Khusus untuk Mabi' persyaratanya adalah harus jelas dari segi sifat jumlah,
jenis yang akan ditransaksikan dan juga tidak termasuk dalam kategori barang
haram, kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan, dan
kontrak harus bebas riba.
c) Harga dan keuntungan harus disebutkan begitu pula system pembayarannya,
semuanya ini dinyatakan didepan sebelum akad resmi (ijab qabul) dinyatakan
tertulis.
d) Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang
sesudah pembelian.
e) Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian,
misalnya: jika pembelian dilakukan secara utang. Jadi di sini terlihat adanya
unsur keterbukaan.


d. Dasar Hukum Murabahah
Dalam islam, perdagangan dan perniagaan selalu dihubungkan dengan nilai-nilai
moral, sehingga semua transaksi bisnis yang bertentangan dengan kebajikan tidaklah bersifat
islam. Ayat-ayat Al-Quran yang secara umum membolehkan jual beli, diantaranya adalah
firman Allah:


Artinya: "..dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba" (QS. Al-Baqarah:275).
Ayat ini menunjukkan bolehnya melakukan transaksi jual beli dan murabahah
merupakan salah satu bentuk dari jual beli.

Dan firman Allah:


Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama
suka diantara kamu (QS. An-Nisaa:29).

Menurut Hadist mengenai hukum Murabahah:
Dari Abu Sa'id Al-Khudri , bahwa Rasullulah Saw bersabda: "Sesungguhnya jual beli itu
harus dilakukan suka sama suka".(HR.al-Baihaqi,Ibnu Majah dan Shahi menurut Ibnu
Hibban).



Menurut Al-Ijma atau Kesepakatan Ulama, kaidah fiqh, serta Fatwa DSNnya adalah:

Transaksi ini sudah dipraktekkan di berbagai kurun dan tempat tanpa ada yang
mengingkarinya, ini berarti para ulama menyetujuinya (Ash-Shawy, 1990., hal. 200.).
Kaidah Fiqh, yang menyatakan:


Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang
mengharamkannya.
Fatwa Dewan Syariah Nasonal Majelis Ulama Indonesia No.04/DSN-MUI/IV/2000, tentang
MURABAHAH.


e. Ketentuan Umum Murabahah
1. Jual beli murabahah harus dilakukan atas barang yang telah dimiliki atau hak
kepemilikan telah berada ditangan penjual.
2. Adanya kejelasan informasi mengenai besarnya modal (harga pembeli) dan biaya-
biaya lain yang lazim dikeluarkan dalam jual beli..
3. Ada informasi yang jelas tentang hubungan baik nominal maupun presentase
sehingga diketahui oleh pembeli sebagai salah satu syarat sah murabahah
4. Dalam system murabahah, penjual boleh menetapkan syarat kepada pembeli
untuk menjamin kerusakan yang tidak tampak pada barang, tetapi lebih baik
syarat seperti itu tidak ditetapkan.
5. Transaksi pertama (anatara penjual dan pembeli pertama) haruslah sah, jika tidak
sah maka tidak boleh jual beli secara murabahah (anatara pembeli pertama yang
menjadi penjual kedua dengan pembeli murabahah).







f. Langkah Proses Murabahah
Muamalah jual beli murabahah melalui beberapa langkah tahapan, diantara yang terpenting
adalah:
1. Pengajuan permohonan nasabah untuk pembiayaan pembelian barang.
a) Penentuan pihak yang berjanji untuk membeli barang yang diinginkan dengan
sifat - sifat yang jelas.
b) Penentuan pihak yang berjanji untuk membeli tentang lembaga tertentu dalam
pembelian barang tersebut.
2. Lembaga keuangan mempelajari formulir atau proposal yang diajukan nasabah.
3. Lembaga keuangan mempelajari barang yang diinginkan.
4. Mengadakan kesepakatan janji pembelian barang.
a) Mengadakan perjanjian yang mengikat.
b) Membayar sejumlah jaminan untuk menunjukkan kesungguhan pelaksanaan
janji
c) Penentuan nisbat keuntungan dalam masa janji
d) Lembaga keuangan mengambil jaminan dari nasabah ada masa janji ini.
5. Lembaga keuangan mengadakan transaksi dengan penjual barang (pemilik pertama).
6. Penyerahan dan kepemilikan barang oleh lembaga keuangan.
7. Transaksi lembaga keuangan dengan nasabah.
a) Penentuan harga barang.
b) Penentuan biaya pengeluaran yang memungkinkan untuk dimasukkan kedalam
harga.
c) Penentuan nisbat keuntungan (profit).
d) Penentuan syarat-syarat pembayaran.
e) Penentuan jaminan-jaminan yang dituntut.
g. Aplikasi Murabahah di Lembaga Keuangan Syariah (LKS)
1. Pengertian dan makna
Dalam daftar istilah himpunan fatwa DSN (dewan syariah nasional) dijelaskan bahwa
yang dimaksud dengan murabahah adalah menjual suatu barang dengan menegaskan harga
belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba.
Murabahah merupakan bagian terpenting dari jual beli dan prinsip akad ini
mendominasi pendapatan bank dari produk-produk yang ada di semua bank islam. Dalam
islam, jual beli sebagai sarana tolong menolong antara sesama umat manusia yang diridhai
oleh Allah SWT. "Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba" (QS. Al-
baqarah :275.

2. Rukun dan syarat
Rukun murabahah dalam perbankan adalah sama dengan fiqih dan hanya dianalogikan
dalam pratek perbankannya.
Mengenai syarat yang diminta oleh bank adalah sesuai dengan kebijakan bank syariah
yang bersangkutan, umumnya persyaratan tersebut menyangkut tentang barang yang
diperjual belikan, harga dan ijab qobul (akad). Rasulallah SAW. Bersabda: "kaum
muslimin boleh melangsungkan sesuatu berdasarkan ketentuan yang mereka tetapkan".
(HR. Abu daud & Hakim).

3. Harga dan Keuntungan
a) Bank menjual harga barang sesuai harga pokok yang dibeli dari pemasok
ditambah dengan keuntungannya yang disepakati bersama .
b) Selama akad belum berakhir, maka harga jual beli tidak boleh berubah.
c) System pembayaran dan jangka waktunya yang disepakati bersama.






Aplikasi Teknis Perbankan 1 :

Penjelasan mengenai Skema Murabahah:
1. Nasabah mengajukan permohonan pembiayaan untuk membeli barang (Mobil)
kepada Bank Syariah dengan membawa semua berkas-berkas yang dibutuhkan.
Kemudian Bank Syariah melakukan proses analisa pembiayaan.

2. Bank Syariah telah menyetujui permohonan pembiayaan pembelian Mobil untuk
nasabah, kemudian Bank Syariah melakukan pembelian Mobil yang diminta
nasabah kepada PT. Toyoga (Penjual/Supplier Mobil) sebesar Rp 200 juta.

3. Bank Syariah dan Nasabah melakukan Akad Pembiayaan berdasarkan Prinsip
Murabahah selama 10 bulan untuk pembelian Mobil seharga 250 juta (sudah
termasuk keuntungan Rp 50 juta).

4. Bank Syariah mengkoordinasikan pengiriman Mobil beserta dokumen kepemilikan
kepada Nasabah.

5. Nasabah menerima Mobil beserta dokumen kepemilikan.

6. Nasabah mulai melakukan pembayaran cicilan pertama sebesar Rp 25 juta / bulan
kepada Bank Syariah hingga sembilan bulan ke depan.












































Aplikasi Teknis Perbankan 2 :



Penjelasan mengenai skema murabahah dengan akad wakalah:

1. Nasabah mengajukan permohonan pembiayaan untuk membeli barang (Mobil) kepada
Bank Syariah dengan membawa semua berkas-berkas yang dibutuhkan. Kemudian
Bank Syariah melakukan proses analisa pembiayaan. Bank Syariah telah menyetujui
permohonan pembiayaan pembelian Mobil untuk nasabah, kemudian Bank Syariah
melakukan konfirmasi pembelian Mobil yang diminta nasabah kepada PT. Toyoga
(Penjual/Supplier Mobil) sebesar Rp 200 juta.

2. Bank Syariah melakukan Akad Wakalah dengan Nasabah agar Nasabah melakukan
pembayaran uang transaksi pembelian barang atas nama Bank Syariah kepada PT.
Toyoga.
Fatwa DSN nomor : 04/DSN-MUI/IV/2000 tanggal 01 April 2000 tentang
Murabahah pada ketetapan Pertama ayat 9 dinyatakan :Jika bank (baca :
LKS) hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak
ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara
prinsip, menjadi milik bank.

Menurut, Bank Syariah barang (objek akad) sebenarnya sudah dimiliki
secara prinsip dan telah disepakati dengan supplier namun proses pengiriman
uang belum bisa dilakukan karena suatu sebab tertentu.

2.a: Bank Syariah dan Nasabah melakukan Akad Pembiayaan
berdasarkan Prinsip Murabahah selama 10 bulan untuk pembelian Mobil
seharga 250 juta (sudah termasuk keuntungan Rp 50 juta).

3. Setelah melakukan pegiriman uang kepada PT. Toyoga, Nasabah mendapatkan mobil
beserta dokumen kepemilikan termasuk kuitansi pembelian mobil.

4. Nasabah menerima Mobil beserta dokumen kepemilikan termasuk kuitansi pembelian
mobil.

5. Nasabah menyerahkan kuitansi pembelian mobil kepada Bank Syariah dan nasabah
mulai melakukan pembayaran cicilan pertama sebesar Rp 25 juta / bulan kepada Bank
Syariah hingga sembilan bulan ke depan.












Contoh Portofolio Pembiayaan pada Bank :
Pendapatan Pembiayaan Bank Syariah BNI
Tahun 2004-2008 (dalam jutaan)
Periode Pendapatan
Murabahah
Pendapatan Bagi Hasil
Mudharabah dan
Musyarakah
Total Pendapatan
Desember 2003 47.938 3.978 12.942.017
Desember 2004 70.603 8.070 11.586.286
Desember 2005 72.046 16.965 12.522.571
Desember 2006 86.844 20.654 14.704.099
Desember 2007 125.051 43.539 14.455.271
Desember 2008 222.724 99.895 16.103.368

Dari tabel diatas, mengindikasikan bahwa untuk tahun 2008 portofolio pembiayaan
Mudharabah dan Musyarakah hanya 0,23%. Sedangkan pembiayaan Murabahah
mendominasi hingga 0,76%. Hal ini menunjukan bahwa perkembangan pembiayaan
murabahah pada Bank BNI Syariah selama periode 2003-2008 mengalami peningkatan yang
berpengaru terhadap pendapatan yang di hasilkan oleh Bank Syariah tersebut.
Tingginya pertumbuhan Murabahah disebabkan produk ini memiliki skema transaksi
yang relatif lebih mudah dimengerti dan diaplikasikan dalam skema pembiayaan syariah,
karena cenderung dengan kredit konvensional. Disisi lain, produk Murabahah didominasi
oleh pembiayaan konsumtif yang tumbuh lebih tinggi dibanding pembiayaan produktif.





E. KESIMPULAN DAN SARAN
Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan
keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Pembayaran murabahah
dapat dilakukan secara tunai atau cicilan (tunda) sesuai dengan kemampuan dan kesepakatan
antara penjual (bank syariah) dan pembeli (nasabah). Dalam murabahah juga diperkenankan
adanya perbedaan dalam harga barang untuk cara pembayaran yang berbeda. Dalam hal ini
pembayaran angsuran atau tunda lebih tinggi daripada pembayaran tunai berdasarkan
ketentuan yang telah disepakati di awal perjanjian.
Disisi lain, perbankan syariah memiliki keunggulan dan kepastian atas beban margin
dalam pembiayaan murabahah. Penurunan tingkat suku bunga BI, mendorong bank-bank
(konvensional) mengubah-ubah tingkat suku bunga kreditnya. Berbeda dengan bank
konvensional yang dapat melakukan penyesuaian tingkat suku bunga sesuai perkembangan
mikro ekonomi, bank syariah telah menetapkan fixed-margin khususnya untuk pembiayaan
murabahah baik jangka menengah atau jangka panjang, sehingga nasabah lebih tenang dan
nyaman karena telah mempunya kepastian besarnya kewajiban hingga jatuh tempo
pembiayaan.
Pembiayaan murabahah merupakan salah satu sumber pendapatan bagi bank syariah.
Meningkatnya penerimaan dari pembiayaan murabahah maka akan meningkat pula
pendapatan yang dihasilkan. Apabila terjadi peningkatan terhadap pendapatan akan
berpengaruh terhadap laba operasional. Laba operasional yang diperoleh bank dipengaruhi
dari jumlah pembiayaan yang disalurkan.
Akad pembiayaan seluruhnya halal asalkan memenuhi hukum dan ketentuan syaria'ah.
Untuk biaya yang terkait dengan aset Murabahah boleh diperhitungkan sebagai beban asalkan
itu adalah biaya langsung-menurut Jumhur Ulama. atau biaya tidak langsung yang memberi
nilai tambah pada asset murabahah.

You might also like