You are on page 1of 12

ANALISIS FONETIK BAHASA DAYAK

IBAN MUALANG KECAMATAN


KAPUAS HULU, KABUPATEN
PUTUSIBAU

RENCANA PENELITIAN

HARTIKA SARI
NIM: 511100011






INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
PONTIANAK
2014

I
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
A. Latar belakang ............................................................................................... 1
B. Rumusan masalah ......................................................................................... 6
C. Tujuan penelitian .......................................................................................... 6
D. Manfaat penelitian ........................................................................................ 6
E. Metodologi penelitian ................................................................................... 7
BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................................ 9
A. Pengertian fonetik ......................................................................................... 9
B. Pengertian semantik ....................................................................................... 10
C. Pengertian makna .......................................................................................... 10
D. Jenis makna ................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 11









1
BAB 1
PENDAHULUAAN

A. Latar Belakang
Pada dasar nya, setiap orang dan kelompok sosial mempunyai karakteristik tersendiri yang
unik dan khas dalam hidup dan kehidupannya. Karakteristik itulah yang membedakan
seseorang dengan yang lainnya, atau sekelompok orang dengan kelompok yang lainnya.
Kekhasan itu dapat meliputi gaya hidup, bahasa, tradisi sosial dan sebagainya. Dengan kata
lain, perbedaan dalam hal gaya hidup, bahasa, tradisi sosial dan lain-lain adalah sesuatu yang
lumrah dan sunnatullah(Ibrahim MS, 2005). Karena itu, perbedaan tersebut mesti selalu
dipahami sebagai bentukan sosial yang tak terelakkan, dan pastinya juga merupakan suatu
bentuk komunikasi dalam masyarakat pemiliknya.
Sebagai suatu bentuk komunikasi, karakteristik-karakteristik sosial dan budaya tersebut
tentunya mempunyai makna yang senantiasa dipertukarkan dalam masyarakat. Meskipun
dalam banyak hal, tampak simbol-simbol budaya dan tradisi sosial yang hidup dalam suatu
masyarakat hanya sekedar ritual belaka. Hal ini pulalah yang berlaku pada realitas sosial dan
komunikasi masyarakat Melayu Nanga Belitang dalam bentuk tradisi topung tawar.
Sebagai seorang generasi muda yang awam akan makna tradisi sosial dalam masyarakat,
selalunya muncul pertanyaan dalam hati ketika melihat prosesi topung tawar ini dilakukan.
1. Mengapa tradisi ini ada? Untuk apa tradisi ini dilakukan?
2. Apa sebenarnya makna yang terkandung dalam tradisi ini?
3. Mengapa harus dilakukan tradisi dan prosesi seperti ini?
4. Itulah diantara pertanyaan yang selalu muncul dalam benak penulis.
Sebagai seorang pengkaji ilmu komunikasi, keyakinan bahwa adanya pesan-pesan tertentu
yang selalu dikomunikasikan melalui tradisi topung tawar itu menjadikan ketertarikan dan
rasa penasaran yang semakin besar. Karena itulah penelitian dan kajian lebih intens
dilakukan, yang meskipun belum secara mendalam dan sungguh-sungguh, artikel ini adalah
salah satu hasil kajianya.

2

Batasan Kajian
Sebagai satu bentuk komunikasi, tentunya banyak perspektif yang dapat digunakan untuk
melihat, mengkaji dan memahami tradisi ini, baik dari aspek sosial, budaya, hingga hukum
dan agama. Kajian ini hanya akan melihat tradisi topung tawar sebagai satu bentuk
komunikasi dalam tradisi adat dan budaya masyarakat Melayu Nanga belitang . Dengan kata
lain, perspektif kajian ini murni pada nilai-nilai komunikasi dari tradisi topung tawar itu (pure
communication of values). Karena itu pula yang dicari dari kajian ini adalah seputar makna-
makna atau pesan-pesan tertentu yang terkandung dalam setiap prosesi topung tawar itu.
Sebaliknya, kajian ini tidak akan melihat tradisi topung tawar itu dari perspektif hukum dan
agama. Meskipun kenyataannya orang Melayu di Nanga Belitang sama dengan umumnya
orang Melayu di Nusantara ini, yakni beragama Islam (muslim). Selain untuk memfokuskan
kajian dari perspektif komunikasi, keengganan penulis mengkaji tradisi ini dari sisi hukum
dan agama ada dikarenakan kemungkinan debateble nya kajian ini. Sebab, ada banyak
pendapat dan rujukan yang saling berbeda dalam melihat tradisi topung tawar ini dari
perspektif hukum dan agama (lihat Rusli Hasbi, 2009).
Seputar Defenisi IstilahSecara sederhana, di banyak tempat, di mana terdapatnya masyarakat
Melayu yang mengamalkan tradisi ini, selalu mereka sebutkan dengan nama tepung tawar.
Apakah itu untuk selamatan dan syukuran, maupun untuk tolak bala dan buang sial (Andi
Amd, 2009; Ariawijaya, 2008; Iqbal Fadhil, 2006). Pada masyarakat Melayu Aceh, tradisi
topung tawar ini dikenal dengan sebutan peusijuek (Rusli Hasbi, 2009).
Pada masyarakat Melayu Nanga Belitang, tradisi tepung tawar ini disebut dengan vokal yang
sedikit berbeda, mengikuti khas varian bahasa Melayu setempat, yakni melayu belitang.
Istilah topung tawar yang hidup dalam masyarakat Melayu Nanga belitang adalah bermakna
sebagai berikut: Topung bermakna tepung. Topung dengan sebutan o (t-o-pung) merupakan
ciri umum bahasa Melayu di Nanga Jajang dan sekitarnya (Ibrahim MS, 2009), yang berbeda
sebutannya dengan Melayu di daerah lain seperti Melayu Pontianak dan Sambas yang
menggunakan e (t-e-pung). Perbedaan sebutan huruf vokal tersebut merupakan varian
mendasar bagi orang Melayu di Ulu Kapuas, bahkan menjadi identitas kawasan dan asal
daerah (Yusriadi, 2008; Ibrahim 2009). Jika mengacu pada varian yang dipetakan oleh
Yusriadi (2008) ataupun Ibrahim (2009a), jelas bahwa masyarakat Melayu Nanga belitang
menggunakan varian bahasa yang sama atau mirip dengan varian Embau Hilir -pung-pung
3

(varian Selimbau), atau t-(o=t-o-pung), bukannya t- (varian Suhaid dan Putussibau) dan
bukan pula t-e-pung (varian umum). Sebagai satu ciri umum dari bahasa orang Melayu di
Nanga Belitang, berikut ini dapat dibandingkan beberapa perkataan yang khas dalam varian
bahasa Melayu Nanga Belitang: kemana-konai/kemonai, siapa-sopai, harga-roga, ronyung,
sodung dan sebagainya. Untuk analisis varian bahasa Melayu di kacamatan belitang
kabupaten sekadau. Sementara topung itu sendiri bermakna tepung yang terbuat dari beras
dengan cara ditumbuk sampai halus menjadi tepung. Tawar sendiri paling tidak mempunyai
dua makna; pertama bermakna tabar dan tiada rasa apa-apa (tidak manis, asin, asam, pahit dan
sebagainya). Itulah makna asal dari topung tawar itu. Kedua, bermakna sebagai obat atau
penangkal dari suatu penyakit, bencana dan racun. Itulah yang selanjutnya lahir dalam bentuk
istilah tawar racun, tawar kolera, tawar bisa dan lain-lain.
Dengan demikian, topung tawar itu adalah tepung yang terbuat dari beras yang sudah
ditumbuk, yang tidak mempunyai rasa apa-apa, dan diperuntukkan menawar, mengobati,
menangkal dan mendo`akan seseorang supaya terhindar dari penyakit dan bala bencana.
Dalam konteks kajian ini, kedua-dua makna istilah ini mungkin saja relevan dan digunakan
bersamaan, sebagaimana hal itu akan terlihat dalam kajian ini lebih lanjut.
Tujuan dari tradisi. Berdasarkan tujuannya, jelas bahwa tradisi topung tawar ini dilakukan
untuk tujuan mendo`akan seseorang agar selamat, bahagia dan terhindar dari segala penyakit,
bala dan bencana dalam hidupnya. Hal ini tampak dari makna simbol-simbol (perlengkapan)
ritual tradisi dan lapadz-lapadz do`a ketika prosesi ini dilakukan. Kedua bentuk makna
tersebut akan dikaji pada bagian lain dalam tulisan ini.
Tujuan lainnya dari tradisi ini tentu saja adalah untuk memelihara warisan hidup dan budaya
orang Melayu, karenanya tradisi ini diwarisi secara turun temurun dari generasi ke generasi.
Hal ini merupakan ciri umum dari bangsa Melayu itu sendiri yang dikenal dengan ketinggian
budayanya.
Bangsa kita, Indonesia adalah sebuah bangsa yang dikenal dengan berbagai kekayaan
khazanah budaya hidup dan sosial masyarakatnya. Hal itu bersinergi dengan kekayaan bangsa
ini akan pluralitas etnik, budaya dan agama, dimana setiap etnik, budaya dan agama yang
berbeda akan memberikan arahan, tuntunan dan pedoman dalam hidup dan kehidupan sosial
masyarakatnya. Realitas itu tidak terkecuali juga wujud di bumi Kalimantan Barat ini, dimana
dari sisi agama misalnya, di Kalbar terdapat masyarakat yang bergama Islam, Kristen (Katolik
4

dan Protestan), Hindu, Budha, Konghu Chu, dan bahkan aliran kepercayaan (BPS, 2008).
Dari sisi etnik, di Kalbar terdapat etnik Melayu, Dayak, Madura, China, Jawa, Bugis, Minang,
dan sebagainya (BPS, 2008).
Sebagai salah satu komunitas terbesar di Kalimantan (Nieuwenhuis, 1894; Enthoven, 1903;
King, 1993), masyarakat Melayu memiliki sejarah panjang dalam kehidupan sosial etnik di
Kalimantan Barat. Sejarah panjang kehidupan masyarakat Melayu dari pesisir hingga ke
pelosok daerah Ulu Kapuas, telah turut memberikan warna tersendiri dalam membangun
tatanan sosial dan keselarasan alam hayati. Dengan kata lain, masyarakat Melayu telah turut
memelihara dan menjaga kelestarian alam dan kehidupan sosial di Kalimantan Barat
umumnya dan kabupaten sekadau khususnya, tak terkecuali dalam konteks ini adalah
masyarakat Melayu di Nanga Belitang Kabupaten Sekadau.
Deskripsi Kawasan Kajian
Nanga Belitang sebagai sebuah kawasan kajian dalam tulisan ini adalah nama sebuah
kampung kecil setingkat dusun. Penamaan kampung ini dengan Nanga Belitang sebenarnya
dinisbahkan kepada nama salah satu sungai besar yang melintasi dan bermuara di sekitar
perkampungan ini, yakni Sungai Maboh.
Kebiasaan memberi nama daerah dengan nama sungai atau nama muara seperti itu, sudah
sejak lama dipraktekkan oleh masyarakat di Kalimantan, khususnya Kalimantan Barat. Di
daerah Kabupaten Pontianak misalnya, ada banyak tempat yang menggunakan kata sungai
sebagai nama daerahnya seperti Sungai Nipah, Sungai Purun, Sungai Kunyit, dan Sungai
Raya. Kecenderungan penamaan tempat dengan metode ini banyak terdapat di daerah hilir
Sungai Kapuas. Di daerah hulu, penamaan tempat dan daerah banyak menggunakan kata
nanga yang berarti muara . Nanga belitang adalah salah satu dari sekian banyak pemukiman
yang menggunakan cara tersebut. Ini berarti bahwa Dusun Nanga belitang terletak di muara
Sungai Maboh yang merupakan anak Sungai belitang. Secara administrasi, Dusun Nanga
maboh merupakan bagian dari Desa sp 4 setuntung yang terletak di wilayah Kecamatan
belitang tengah.




5

B. Rumusan Masalah
Masalah umum dalam penelitiaan ini adalah bagaimanakah menigkatkan keterampilan dalam
berbicara fonologi bahasa dayak dialek melayu sekadau?
Adapun masalah khusus dalam penelitiaan ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah Fonetik berbicara bahasa dayak mualang dengan dialek melayu sekadau
kacamatan belitang kabupaten sekadau kalimatan barat
2. Apakah perbedaan fonemik dalam berbahasa dayak mualang dengan dialek muelayu
sekadu kecamatan belitang kabupaten sekadau kalimatan barat
C. Tujuaan penelitian
Setiap peneliti akan mempunyai tujuaan yang akan di capai sesuai dengan rumusan
masalah penelitiaan, maka penelitian ini secara umum adalahuntuk meningkatkan
keterampilan berbicara bahasa malang dengan dialek melayu sekadau kalimatan barat.
1. Mendeskerpsikan Fonetik cara berbicara bahasa dayak mualang dialek melayu sekadau
kecamatan belitang kabupanen sekadau Kalimantan barat
2. Mendeskeripsikan hasil Fonemik bebicara bahasa dayak mualang dialek melayu sekadau
kecamatan belitan kabupaten sekadau kalimatan barat
D. Manfaat penelitiaan
Setelah penelitiaan ini dilakukan penulis berharap hasil dari penelitiaan ini dapat bermafaat
bagi beberapa pihak khususnya bagi penulis, baik mamfaat teoritis maupun mafaan peratis.
1. Mamfaat teoritis
Secara umum, penelitiaan ini memberikan sumbangaan kepada dunia pendidikan dalam
pembelajaran mata pelajaran bahasa Indonesia. Secara khusus penelitian ini dapat
menjadi panduan untuk mengembangkan penerapan di dalam melakukan sebuah
penelitiaan kebahasaan
2. Manfaat praktis
a. Bagi peneliti
Dapat menjadi motivasi untuk meningkatkan keterampilan berbicara bahasa dayak
mualang dialek melayu sekadau atau pun di lingkungan masarakat khususnya.
b. Bagi masaakat
6

dapat menambah wawasan dalam melakukan proses belajar berbahasa dayak
mualang dialek melayau dekadau di dalm kehidupan masarakat sekitarnya.

E. Metodologi Penelitian
1. metode dan bentuk penelitian
metode penelitian
menurut Arigunto (2002:126), metode dalam pengumpulan data penelitiannya. Metode
dalam penelitian ini adalah menggunakan metode diskriptif. Metode diskriptif adalah satu
teknik pemecahan masalah dalam penelitian dengan menggunakan cara-cara yang
didasarkan kepada realita actual yang terjadi disaat penelitian dilakukan
2. Teknik dan alat pengumpulan data
Salah satu kegiatan pentiang dalam penelitian ini adalah pengumpulan data yang
diperlukan. Untuk mengumpulakan data dibutuhkan satu alat penelitian yang akurat,
karna hasilnya sangat menentukan mutu dan hasil penelitian.
Menurut hardari Nawawi ( 2007:100), ada enam teknik dalam satu penelitian yaitu:
1. Teknik obserpasi langsung
2. Teknik obserpasi tidak langsung
3. Teknik komunikasi langsung
4. Teknik komunikasi tidak langsung
5. Teknik studi documenter
1. Teknik obserpasi langsung
Menurut hardari nawawi ( 2007:100)teknik obserpasi langsung adalah cara pengumpulan
data yang dilakukan melalui pengamatan dan pencataan gejala-gejala yang tampak pada
opjek penelitian dan pelaksanannya langsung pada empat dimana pada peristiwa, keadaan
atau situasi yang sedang terjadi.
Pengamatan yang dilakukan terhadap masarakat , ketika selama melakukan peruses
komunikasi berlangsng. Pengamatan yang dilakukan terhadap masarakat dipokus kan
pada pelasanan penyampaiyan pembicaraan yang dilakukan. Sedangkan pengamatan
terhadap siswa dipokusakan pada tingkat partisipasi siswa dalam mengikuti peruses
pembelajaran yang sedang berlangsung.
2. Teknik komunikasi langsung
7

Merupakan cara pengumpulan data, yakni penelitian langsung berhadapan dengan objek
penelitian untuk mendapatkan data atau responden.
Kegiatan wawancara setelah ada atas dasar hasil pengamatan di masarakat maupun kajian
dokumen. Wawan cara di lakukan dengan antara peneliti,siswa dan guru. Kegiatan ini
dimaksudkan untuk memperoleh informasi berbagai hal yang berkaitan dengan
pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia.
3. Fokus penelitianini lebih kepada
Fokus dalam penelitian ini lebih kepada analisis fonetik artikulastoris bahasa dayak mualang
dialek melayu belitang dengan pendekatan semiotic.

















9
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Pengertian fonetik
Fonetik atau fonetika adalah bagian ilmu dalam lingustik yang mempelajari atau
menyelidiki bunyi bahasa yang di perodusi oleh manusia tampa melihat fungsi bunyi itu
sebagi pembeda makna dalam satu bahasa. Ilmu fonetik menyelidiki bunyi dari suduk
pandang tuturan atu unjan. Di sisilai fonologi adalah ilmu yang berdasarkan fonetik dan
mempelajari sistim fonetika. Fonetik pertama kali di pelajari sekitar abad ke-5 sm di india
kuno oleh Panini, sang resi yang mempelajari bahasa sangsekerta.
Contoh bunyi yang di hasilkan siapa-sopai.itu ada penekanan terhadap suatu bunyi yang
di ucapkan so-pai hurup i dengan nada yang di tekan.kemana-keonai atau konai
1. Fonetik organis atau artikulatoris iyalah fonetik yang mempelajari bagaimana makanisme
alat-alat bicara yang ada dalam tubuh manusia menghasilkan suatu bunyi bahasa. Dalam
fonetik ini yang dipelajari adalah posisi dan gerakan bibir, lidah dan organ-organ manusia
lainya yang memperodusi suara atau bunyi bahasa.
ludah (me) Ludah
lupa klUpA
luruskan (me) sampan jub r
mandi mank
menyodorkan semua hidangan ur kaggU It dIPakaI
dihadapan seseorang dImUa ura
minum dari ceret Inum aI? cIrk
muntah mUtah
naik nikk
ngences liyur
2. fonetik akustik ialah fonetik yang mempelajari bunyi bahasa dari segi bunyi sebagai
gejala fisis.dalam fonetik ini yang di pelajari adalah gelombang suara dan bagaimana
mereka di dengarkan oleh telinga manusia.misal kan jika kita lagi berbicara apakah yang
kita bicarakan dapat mendengar jelas dan mudah di pahami oleh si pendengar.
10

3. Fonetik auditoris iyalah fonetik yang mempelajari bagai mana mekanisme telinga
penerima bunyi bahasa sebagai getaran udara.dalam fonetik ini yang di pelajari adalah
proses resepsi bunyi dan terutama otak pengelolah data yang masuk sebagai suara.
B. pengertian semantik
Kata sematik berasal dari bahasa yunani sema yang artianya tanda atau lambing (sing).
semantik pertama kali digunaka oleh seorang filolog perancis bernama mikal breal
pada tahun 1883. Kata semantic kemudian dipakai sebagai istilah yang di gunaka untuk
bidang lingustik yang mempelajari tentang tanda-tanda lingustik dengan hal-hal yang
ditandainya. Oleh karna itu kata semantik dapat diartikan sebagi ilmu tentang makna atau
tentang arti, yaitu salah satu dari tiga tataran analisis
bahasa:fonologi,semantik,geramatik.
C. pengertian makna
Menurut teori yang di kembangkan dari pandanga Ferdinand de Saussure, makna adalah
pengertian atau konsep yang di miliki atau terdapat pada sebuah tanda lingustik.setiap
tanda lingustik terdiri darai dua unsur,yaitu
1. Yang di artikan (perancis :sinifie,inggris,sigfied)
2. Yang mengartikan (perancis : signifie,inggris:signifier). Sebenarnya tidak lain dari
pada konsep atau makna dari suatu tanda-dan bunyi sedangkan yang mengartikan
(significant atau signifier)adalah bunyi-bunyi yang terbentuk dari fonem-fonem
bahasa yang bersangkutan.
D. Jenis Makna
Menurut chaer (1994), maka dapat di bedakakan berdasarkan jenis dan sudut pandang.
Berdasarkan jenis semantiknya, dapat dibedakan antara makna leksikal dan makna
gerametikal, berdasarkan ada atau tidak nya referen pada sebuah kata atau leksem dapat
dibedaka adanya makna referensial dan makna nonreferensial, berdasarkan adatidak nya
nilai rasa pada sebuah kata/ leksem dapat di bedakan adanya makna denotatif dan makna
konotatif, berdasarkan ketepatan makna nya di kenal makna kata dan makna istilah atau
makna umum dan makna khusus.




11
DAFTAR PUSTAKA

Chaer,Adbul.2007.Lingustik Umum. Jakarta:Rineka Cipta.
Chaer, Adbul.1994.Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta:Rinika Cipta

You might also like