You are on page 1of 7

Mitos dan realita pada lansia

Banyak mitos-mitos yang berkaitan dengan proses lanjut usia (Mubarak dkk., 2009).
2.6.1. Mitos kedamaian dan ketenangan

Pada usia lanjut, lansia dapat santai sambil menikmati hasil kerja dan jerih payahnya
pada usia muda. Badai dan berbagai cobaan kehidupan seakan-akan sudah dilewati.
Kenyataannya malah sebaliknya, lansia penuh dengan stres, kemiskinan, berbagai keluhan,
dan penderitaan karena penyakit.
2.6.2. Mitos konservatif dan kemunduran pandangan

Usia lanjut pada umumnya bersifat konservatif, tidak kreatif, menolak inovasi,
berorientasi ke masa silam, ketinggalan zaman, merindukan masa lalu, kembali ke masa
anak-anak, sulit berubah, keras kepala, dan bawel. Kenyataannya tidak semua lansia bersifat
dan berperilaku demikian. Sebagian tetap segar, berpandangan ke depan, inovatif, serta
kreatif.
2.6.3. Mitos berpenyakitan

Lansia dipandang sebagai masa degeneratif biologis yang disertai oleh berbagai
penderitaan akibat berbagai proses penyakit. Kenyataannya memang proses penuaan disertai
dengan menurunnya daya tahan tubuh serta metabolisme, sehingga rawan terhadap penyakit,
tetapi masa sekarang banyak penyakit yang dapat dikontrol dan diobati.
2.6.4. Mitos senilitas

Usia lanjut dipandang sebagai masa demensia (pikun) yang disebabkan oleh kerusakan
bagian tertentu dari otak. Kenyataannya tidak semua lansia
dalam proses penuaan mengalami kerusakan otak. Mereka masih tetap sehat, segar,
dan banyak cara untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan daya ingat.
2.6.5. Mitos ketidakproduktifan

Usia lanjut dipandang sebagai usia yang tidak produktif. Kenyataannya tidak demikian, masih
banyak lansia yang mencapai kematangan dari produktivitas mental dan materialnya yang tinggi.

disimpulkan bahwa penambahan usia dapat diterangkan dengan perubahan dari kepuasan hidup,
moral, kebahagiaan atau stress psikologis. Konsep diri pada lansia dikaitkan dengan perilaku
lansia, dimana akibat peningkatan umur lansia cenderung menjadi introvet (menarik diri), lansia
ingin mengungkapkan pengalaman hidup yang selama ini ia alami, tetapi keluarga
menganggapnya sebagai orang yang cerewet dan cenderung menghindari, sehingga lansia
tersebut menjadi pendiam dan menarik diri, proses ini membentuk persepsi seseorang tentang
tubuhnya, persepsi ini mencakup tentang perubahan fisik psikologis dan psikososial.


2.2 Mitos Terhadap Lansia
1. Kedamaian dan ketenangan
Lanjut usia dapat santai menikmati hasil kerja dan jerih payahnya dimasa muda dan
dewasanya, badai dan berbagai goncangan kehidupan seakan-akan sudah berhasil
dilewati.
Kenyataan :
*Sering ditemui stress karena kemiskinan dan berbagai keluhan serta penderitaan
karena penyakit
*Depresi
*Kekhawatiran
*Paranoid
*Masalah psikotik
2. Konservatif dan kemunduran
Lansia sering dinilai :
a. Konservatif
b. Tidak kreatif
c. Menolak inovasi
d. Berorientasi ke masa silam
e. Orang yang beriman dengan sebenar-benarnya akan tampak bahagia, tidak
murung,takut,atau sedih karena Ia dijanjikan dengan surga
f. Merindukan masa lalu
g. Kembali ke masa anak-anak
h. Susah berubah
i. Keras kepala dan cerewe
3. Bingung dan tidak peduli terhadap lingkungan
4. Penyakitan
5. Kesepian dan tidak bahagia
6. Tidak berminat dengan seks dan seksualitas
7. Tidak berguna di masyarakat


































B. Konsep diri
1. Konsep diri pada lansia

Konsep diri didefinisikan sebagai semua ide, pikiran, perasaan keyakinan, dan kepercayaan yang
merupakan pengetahuan individu tentang dirinya dan mempengaruhi hubungannya dengan orang
lain (Stuart, 2006). Ide-ide, pikiran dan perasaan dan keyakinannya ini merupakan persepsi yang
bersangkutan dengan karakteristik dan kemampuan interaksi dengan orang lain dan lingkungan,
nilai yang dikaitkan dengan pengalaman dan objek sekitarnya serta tujuan dan idealismenya
(Sulistiyawati, 2005).
Konsep diri tidak terbentuk waktu lahir, tetapi dipelajari sebagai hasil pengalaman unik seseorang
dalam dirinya sendiri, dengan orang terdekat, dan dengan realitas dunia. Konsep diri juga
diartikan cara individu dalam melihat pribadinya secara utuh menyangkut fisik, emosi, intelektual,
sosial dan spiritual (Sunaryo, 2004). Konsep diri pada lansia adalah cara pandang lansia melihat
dirinya dan lingkungan di sekitarnya yang terbentuk dari lahir dan pengalaman lansia itu sendiri.
12

2. Komponen konsep diri

Menurut Stuart (2006) komponen konsep diri antara lain:
a. Citra tubuh

Kumpulan sikap individu yang disadari dan tidak disadari terhadap tubuhnya, termasuk persepsi
serta perasaan masa lalu dan sekarang tentang ukuran, fungsi, penampilan dan potensi. Citra
tubuh dimodifikasi secara berkesinambungan dengan persepsi dan pengalaman baru.
b. Ideal diri

Persepsi individu tentang bagaimana dia seharusnya berperilaku berdasarkan standar, aspirasi,
tujuan, atau nilai personal tertentu. Agar individu mampu berrfungsi dan mendemonstraskan
kecocokan antara persepsi diri dan ideal diri, maka hendaknya ideal diri di tetapkan tidak terlalu
tinggi, tetapi masih lebih tinggi dari kemampuan agar tetap menjadi pendorong dan masih dapat
dicapai.
c. Harga diri

Penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisis seberapa sesuai
perilaku dirinya dengan ideal diri. Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berasal dari
penerimaan diri sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan, kekalahan, dan kegagalan,
tetap merasa sebagai seorang yang penting dan berharga.
d. Performa peran

Serangkaian pula perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial berhubungan dengan fungsi
individu di berbagai kelompok sosial. Peran yang ditetapkan adalah peran yang dijalani dan
seseorang tidak mempunyai pilihan.
e. Identitas pribadi

Prinsip pengorganisasian kepribadian yang bertanggung jawab terhadap kesatuan,
kesinambungan, konsistensi, dan keunikan individu. Prinsip tersebut sama artinya dengan
otonomi dan mencakup persepsi seksualitas seseorang. 13
Pembentukan identitas dimulai pada masa bayi dan terus menerus berlangsung sepanjang
kehidupan, tetapi merupakan tugas utama pada masa remaja.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri

Menurut Stuart & Sudden (1998) ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep
diri. Faktor-faktor tersebut terdiri dari teori perkembangan, Significant other (orang yang
terpenting atau orang yang terdekat) dan Self Perseption (persepsi terhadap diri sendiri).
a. Teori perkembangan

Konsep diri belum ada waktu lahir, kemudian berkembang secara bertahap sejak lahir seperti
mulai mengenal dan membedakan dirinya dan orang lain. Dalam melakukan kegiatan memiliki
batasan diri yang terpisah dari lingkungan dan berkembang melalui kegiatan eksplorasi
lingkungan melalui bahasa, pengalaman atau pengenalan tubuh, nama pangilan, pengalaman
budaya dan hubungan interpersonal, kemampuan pada area tertentu yang dinilai pada diri sendiri
atau masyarakat serta aktualisasi diri dengan merealisasikan potensi yang nyata.
b. Significant Other (orang yang terpenting atau terdekat)

Dimana konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan orang lain, belajar diri
sendiri melalui kontak dan pengalaman dengan orang lain yaitu dangan cara pandangan diri
merupakan interprestasi diri pandangan orang lain terhadap diri, anak sangat dipengaaruhi orang
yang terdekat, remaja dipengaruhi oleh orang yang terdekat dengan dirinya, pengaruh orang yang
dekat atau penting sepanjang siklus hidup, pengaruh budaya dan sosialisasi.
c. Self Perseption (persepsi diri sendiri)

Yaitu persepsi individu terhadap diri sendiri dan penilaianya, serta persepsi individu terhadap
pengalamannya terhadap situasi tertentu. Konsep diri dapat dibentuk melalui penanganan diri dan
pengalaman yang positif. Sehingga konsep diri merupakan aspek yang kritikal dan dasar dari
perilaku indvidu. 14
Individu dengan perikaku yang positif dapat berfungsi lebih efektif yang dapat dilihat dari
kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan. Sedangkan
konsep diri yang negatif dapat diihat dari hubungan individu dan sosial yang terganggu.
4. Pembagian konsep diri

Menurut Keliat (1992) konsep diri di bagi menjadi dua bagian yaitu:
a. Konsep diri positif

Dasar dari perilaku individu yang lebih efektif terlihat dari kemampuan interpesrsonal,
kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan dan menunjukkan individu akan sukses
dalam hidupnya.
b. Konsep diri negatif

Kebalikan dari konsep diri positif yang dilihat dari hubungan individu dan sosial yang cenderung
memiliki harga diri rendah, dan kekecauan identitas.

You might also like