You are on page 1of 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Makanan adalah komponen utama yang sangat berperan penting daam kehidupan
umat manusia. Makanan merupakan hal penentu dari segala aktivitas manusia. Makanan yang
dikonsumsi oleh manusia tidak boleh mendatangkan bahaya untuk diri manusia itu sendiri.
Pada umumnya bahan makanan mengandung beberapa unsur atau senyawa seperti air,
karbohidrat, protein, vitamin, lemak, enzim, pigmen, dll. Makanan yang sangat digemari oleh
masyarakat Indonesia adalah salah satunya bakso. Karena makanan ini relatif murah untuk
kalangan status sosial manapun.
Seiring dengan kemajuan zaman dan teknologi, beberapa pedagang bakso yang
melakukan segala cara untuk mendapatkan keuntungan yang lebih dengan cara memberi zat
pengawet yaitu boraks. Hal ini bertujuan agar bakso yang dibuat atau yang diproduksi dapat
disimpan lebih tahan lama, dan tekstur lebih kenyal. Sedangkan para pedagang bakso tersebut
tidak memikirkan bahaya yang akan terjadi kepada pembeli dalam jangka pendek ataupun
jangka panjang.
Penggunaan didasari oleh faktor ekonomi, dimana pelaku menginginkan untung yang
besar dalam penjualan makanan dagangannya tanpa harus merugi bila makanan tersebut tak
terjual dan menjadi basi. Para oknum tersebut kebanyakan tidak mengetahui efek samping
dan bahaya yang dapat ditimbulkan dari pemakaian boraks secara internal. Ada pula yang
beranggapan bahwa pemakaiannya wajar dan tidak akan banyak menimbulkan efek negatif
yang parah bagi kesehatan.
Hal tersebut tentunya meresahkan para calon konsumen. Maka perlu dilakukan
pengujian kandungan boraks yang mungkin ada pada beberapa sampel makanan. Para
pedagang pun harus diberitahukan bahaya penggunaan boraks bagi kesehatan, sehingga
menghentikan kebiasaan mencampur boraks dalam makanan.
Penggunaan boraks dapat menganggu daya kerja sel dalam tubuh manusia sehingga
menurunkan aktivitas organ, oleh karena itu penggunaan bahan pengawet ini sangat dilarang
oleh pemerintah khususnya Departemen Kesehatan karena dampak negatif yang timbul
sangat besar.


1.2 Tujuan
Menguji beberapa sampel yang mungkin menggunakan boraks sebagai pengawet.
1.3 Manfaat
- Menjadi sumber pengetahuan cara menguji boraks pada sampel makanan.
- Menjadi sumber pengetahuan bahayanya penggunaan boraks sebagai pengawet
dalam makanan



























BAB II
LANDASAN TEORI

Peranan bahan tambahan pangan (BTP) khususnya bahan pengawet menjadi semakin
penting sejalan dengan kemajuan teknologi BTP sintesis. Bahan tambahan pangan yang
diizinkan penggunaanya, antara lain antioksidan, antikempal, pengatur keasaman, pemanis
buatan, pemutih, pengental, pengawet, pengeras, pewarna, penyedap rasa dan sekuestran
(Cahyadi, 2008). Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang sering digunakan adalah pemanis,
pewarna dan pengawet (BPOM, 2003)
Zat kimia yang digunakan sebagai pengawet dapat berupa zat organik dan anorganik.
Zat organik lebih sering digunakan untuk pengawet karena mudah dibuat. Zat organik yang
biasanya digunakan adalah asam sorbat, asam propionat, asam benzoat, asam asetat (cuka)
dan epoksida. Asam benzoat atau garam natriumnya sering digunakan untuk bahan makanan
dengan kondisi asam, seperti minuman buah, sari apel, minuman berkarbonat, acar, dan
sambal tomat. Bahan ini digunakan untuk mencegah pertumbuhan bakteri. Benzoat efektif
pada pH 2,5 - 4,0. Asam benzoat secara alami terdapat dalam rempah-rempah dan kayu
manis. Cuka atau larutan 4% asam asetat biasa digunakan untuk mencegah pertumbuhan
kapang dalam roti.
Zat pengawet anorganik yang digunakan adalah sulfit, nitrat dan nitrit. Garam nitrit
dan nitrat (NaNO
3
atau NaNO
2
, dengan nama dagang sendawa Chili) biasanya digunakan
untuk memperoleh warna daging yang baik dan menghambat pembentukan toksin
oleh Clostridium botulinum. Namun demikian, penggunaan natrium nitrit sebagai pengawet
dapat membahayakan, bila terjadi ikatan antara nitrit dengan amino atau amida yang dapat
membentuk turunan nitrosamida (senyawa karsinogen nitrosamina) yang bersifat toksik
(racun) dan dapat menimbulkan kanker pada hewan. Oleh karena itu penggunaan nitrit
hendaknya dibatasi. Zat pengawet yang paling aman digunakan adalah pengawet alamiah
seperti gula, garam dapur, dan asam jawa. Secara garis besar zat pengawet dibedakan menjadi
tiga jenis sebagai berikut.
1. GRAS (Generally Recognized as Safe) yang umumnya bersifat alami, sehingga aman
dan tidak berefek racun sama sekali.
2. ADI (Acceptable Daily Intake), yang selalu ditetapkan batas penggunaan hariannya
(daily intake) guna melindungi kesehatan konsumen.
3. Zat pengawet yang memang tidak layak dikonsumsi, karena berbahaya seperti boraks
dan formalin.
Akhir-akhir ini beredar informasi di masyarakat dimana terjadi penyalahgunaan
penggunaan zat aditif terutama zat pengawet pada produk pangan yang sesungguhnya tidak
sesuai dengan penggunaannya dan zat aditif tersebut dapat memicu terjadinya penyakit
kanker. Sebagai contoh yaitu penggunaan boraks dan formalin dalam makanan sehari-hari
seperti baso, mie basah, ikan asin dan tahu.
I. Formalin
Formalin adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk. Di dalam
larutan formalin terkandung sekitar 37% formaldehid dalam air dan merupakan anggota
paling sederhana dan termasuk kelompok aldehid dengan rumus kimia HCHO. Formalin
biasanya diperdagangkan di pasaran dengan nama berbeda-beda antara lain yaitu: Formol,
Morbicid, Methanal, Formic aldehyde, Methyl oxide, Oxymethylene, Methylene aldehyde,
Oxomethane, Formoform, Formalith, Karsan, Methyleneglycol, Paraforin, Polyoxymethylene
glycols, Superlysoform, Tetraoxymethylene, dan Trioxane.
Formalin digunakan pada :
Bidang kesehatan : desinfektan dan pengawet mayat
Industri perkayuan dan plywood : sebagai perekat
Industri plastik : bahan campuran produksi
Industri tekstil, resin, karet dan fotografi : mempercepat pewarnaan
Dari hasil sejumlah survey dan pemeriksaan laboratorium, ditemukan sejumlah
produk pangan menggunakan formalin sebagai pengawet misalnya ikan segar, ayam potong,
mie basah, bakso, ikan asin dan tahu yang beredar di pasaran, dengan ciri sebagai berikut:
Tahu yang bentuknya sangat kenyal, tidak mudah hancur, awet beberapa hari dan
berbau menyengat.
Mie basah yang berwarna lebih mengkilat serta awet beberapa hari dan tidak mudah
basi dibandingkan dengan yang tidak mengandung formalin.
Ayam potong yang berwarna putih bersih, awet dan tidak mudah busuk.
Ikan basah yang warnanya putih bersih, kenyal, insangnya berwarna merah tua bukan
merah segar, awet sampai beberapa hari dan tidak mudah busuk.
Ikan asin yang bentuknya bagus, tidak lembek, tidak bau, dan awet.
Bakso yang berwarna lebih putih dan lebih keras serta awet sampai beberapa hari dan
tidak mudah busuk.
Formalin tidak diizinkan ditambahkan ke dalam bahan makanan atau digunakan
sebagai pengawet makanan, tetapi formalin mudah diperoleh dipasar bebas dengan harga
murah. Adapun landasan hukum yang dapat digunakan dalam pengaturan formalin yaitu:
UU Nomor : 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
UU Nomor : 7 tahun 1996 tentang Pangan
UU Nomor : 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Kepmenkes Nomor : 1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Bahan Tambahan Makanan
SK Memperindag Nomor : 254/2000 tentang Tataniaga Impor dan Peredaran Bahan
Berbahaya
Dampak formalin pada kesehatan manusia, dapat bersifat akut dan kronik.
Akut (efek pada kesehatan manusia terlihat langsung)
1. Bila terhirup akan terjadi iritasi pada hidung dan tenggorokan, gangguan
pernafasan, rasa terbakar pada hidung dan tenggorokan serta batuk-batuk.
Kerusakan jaringan dan luka pada saluran pernafasan seperti radang paru dan
pembengkakan paru. Tanda-tanda lainnya meliputi bersin, radang tekak, radang
tenggorokan, sakit dada, yang berlebihan, lelah, jantung berdebar, sakit kepala,
mual dan muntah. Pada konsentrasi yang sangat tinggi dapat menyebabkan
kematian.
2. Bila terkena kulit akan menimbulkan perubahan warna, yakni kulit menjadi merah,
mengeras, mati rasa dan ada rasa terbakar.
3. Bila terkena mata akan menimbulkan iritasi mata sehingga mata memerah, rasanya
sakit, gata-gatal, penglihatan kabur dan mengeluarkan air mata. Bila merupakan
bahan berkonsentrasi tinggi maka formalin dapat menyebabkan pengeluaran air
mata yang hebat dan terjadi kerusakan pada lensa mata.
4. Apabila tertelan maka mulut, tenggorokan dan perut terasa terbakar, sakit menelan,
mual, muntah dan diare, kemungkinan terjadi pendarahan, sakit perut yang hebat,
sakit kepala, hipotensi (tekanan darah rendah), kejang, tidak sadar hingga koma.
Selain itu juga dapat terjadi kerusakan hati, jantung, otak, limpa, pankreas, sistem
susunan syaraf pusat dan ginjal.
Kronik (setelah terkena dalam jangka waktu yang lama dan berulang)
1. Apabila terhirup dalam jangka waktu lama maka akan menimbulkan sakit kepala,
gangguan sakit kepala, gangguan pernafasan, batuk-batuk, radang selaput lendir
hidung, mual, mengantuk, luka pada ginjal dan sensitasi pada paru. Efek
neuropsikologis meliputi gangguan tidur, cepat marah, keseimbangan terganggu,
kehilangan konsentrasi dan daya ingat berkurang. Gangguan haid dan kemandulan
pada perempuan. Kanker pada hidung, rongga hidung, mulut, tenggorokan, paru
dan otak
2. Apabila terkena kulit, kulit terasa panas, mati rasa, gatal-gatal serta memerah,
kerusakan pada jari tangan, pengerasan kulit dan kepekaan pada kulit, dan terjadi
radang kulit yang menimbulkan gelembung
3. Jika terkena mata, yang paling berbahaya adalah terjadinya radang selaput mata.
4. Jika tertelan akan menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan, muntah-muntah
dan kepala pusing, rasa terbakar pada tenggorokan, penurunan suhu badan dan rasa
gatal di dada
Pemakaian formaldehida pada makanan dapat menyebabkan keracunan pada tubuh
manusia, dengan gejala: sukar menelan, mual, sakit perut yang akut disertai muntah-muntah,
mencret darah, timbulnya depresi susunan syaraf, atau gangguan peredaran darah. Konsumsi
formalin pada dosis sangat tinggi dapat mengakibatkan konvulsi (kejang-kejang), haematuri
(kencing darah) dan haimatomesis (muntah darah) yang berakhir dengan kematian. Injeksi
formalin dengan dosis 100 gr dapat mengakibatkan kematian dalam waktu 3 jam.
Formalin tidak termasuk dalam daftar bahan tambahan makanan (additive) pada
Codex Alimentarius, maupun yang dikeluarkan oleh Depkes. Humas Pengurus Besar
Perhimpunan Dokter spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PB PAPDI) menyatakan formalin
mengandung 37% formalin dalam pelarut air dan biasanya juga mengandung 10 persen
methanol. Formalin sangat berbahaya bagi kesehatan manusia, karena dapat menyebabkan
kanker, mutagen yang menyebabkan perubahan sel dan jaringan tubuh, korosif dan iritatif.
Berdasarkan penelitian WHO, kandungan formalin yang membahayakan sebesar 6 gram.
Padahal rata-rata kandungan formalin yang terdapat pada mie basah 20 mg/kg mie.
II. Boraks
NATRII TETRABORAS (Natrium Tetraborat, Boraks)
Rumus struktur :
- Na2B4O7.10H2O BM 381,37
- Anhidrat BM 201,22
Pemerian : hablur transparan tidak berwarna atau serbuk hablur putih; tidak berbau. Larutan
bersifat basa terhadap fenolftalein. Pada waktu mekar di udara kering dan hangat, hablur
sering dilapisi serbuk warna putih.
Kelarutan : larut dalam air; mudah larut dalam air mendidih dan dalam gliserin; tidak larut
dalam etanol.
Wadah dan penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat (FI IV, hal 605)
Asam borat dan garam sodium borat adalah bahan aktif pada insektida, acaricides,
algacides, herbicides, fungicides, dan pengawet kayu. Asam borat dan garam borat terdapat
di alam pada batuan, tanah, tanaman dan air sebagai bentuk alami dari boron.boraks atau
asam boraks digunakan untuk bahan pembuat deterjen dan antiseptik.
Boraks merupakan senyawa kimia dengan nama natriurn tetraborat, berbentuk kristal
lunak. Boraks bila dilarutkan dalam air akan terurai menjadi natrium hidroksida serta asam
borat. Baik boraks maupun asam borat memiliki sifat antiseptik, dan biasa digunakan oleh
industri farmasi sebagai ramuan obat misalnya dalam salep, bedak, larutan kompres, obat oles
mulut dan obat pencuci mata. Secara lokal boraks dikenal sebagai 'bleng' (berbentuk larutan
atau padatan/kristal) dan ternyata digunakan sebagai pengawet misalnya pada pembuatan mie
basah, lontong dan bakso.
Penggunaan boraks ternyata telah disalahgunakan sebagai pengawet makanan, antara
lain digunakan sebagai pengawet dalam bakso dan mie. Boraks juga dapat menimbulkan efek
racun pada manusia, tetapi mekanisme toksisitasnya berbeda dengan formalin. Toksisitas
boraks yang terkandung di dalam makanan tidak langsung dirasakan oleh konsumen. Boraks
yang terdapat dalam makanan akan diserap oleh tubuh dan disimpan secara kumulatif dalam
hati, otak, atau testis (buah zakar), sehingga dosis boraks dalam tubuh menjadi tinggi. Pada
dosis cukup tinggi, boraks dalam tubuh akan menyebabkan timbulnya gejala pusing-pusing,
muntah, mencret, dan kram perut. Bagi anak kecil dan bayi, bila dosis dalam tubuhnya
mencapai 5 gram atau lebih, akan menyebabkan kematian. Pada orang dewasa, kematian
akan terjadi jika dosisnya telah mencapai 10 - 20 g atau lebih.
IDENTIFIKASI UMUM (FI IV, HAL 921)
Borat
A. Asamkan 1 mL larutan dengan HCL P hingga bereaksi asam terhadap lakmus.
Tambahkan 3 tetes atau 4 tetes larutan jenuh iodium P dan 3 tetes atau 4 tetes
larutan polivinil alkohol P (1 dalam 50): terjadi warna biru intensif.
B. Tambahkan asam sulfat P dan metanol P, campur, kemudian bakar: terjadi nyala
api bertepi hijau.


BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan
Neraca analitik
Kaca arloji
Mortar penghalus
Corong buchner
Kertas saring
Erlenmeyer
Beaker glass
Kertas boraks
Pipet tetes
Sampel (Bakso)
Aquadest
Larutan boraks standar
Boraks dalam bentuk serbuk
Indikator (reagen kit)

3.2 Cara Kerja




Lihat perubahan warna dan catat hasilnya
Kertas uji decelupkan ke dalam larutan tersebut, kemudian indikator diteteskan
Untuk lebih memastikan pengujian, larutan sampel dapat dicampurkan dengan
boraks standar dalam bentuk serbuk
dan Indikator (Reagen kit) diteteskan pada kertas uji tersebut
Kertas boraks disiapkan, lalu kertas dicelupkan ke dalam 3 larutan
Aquadest kontrol (-)
Boraks standar kontrol (+)
Sampel kontrol uji
Sampel dilarutkan dengan sedikit aquadest sampai sampel bisa disaring, lalu
sampel disaring dengan menggunakan corong buchner
Sampel ditimbang, kemudian dihaluskan dengan mortar penghalus
Alat dan bahan disiapkan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan
Kontrol Negatif : Kertas turmeric berwarna kekuningan Tidak terdeteksi boraks
Kontrol Positif : Kertas turmeric berwarna kemerahan Terdeteksi boraks
Sampel : Kertas turmeric berwarna kekuningan Tidak terdeteksi boraks

4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan analisa kualitatif kandungan boraks (Natrium
Tetraborat) terhadap sampel makanan yaitu bakso ayam home made yang didapatkan dari
seorang penjual sayur di kawasan kampus FKIK UIN Jakarta.
Seperti yang kita ketahui, boraks merupakan senyawa kimia yang biasanya
digunakan untuk mengawetkan mayat ataupun specimen-spesimen biologi lainnya. Natrium
tetraborat atau boraks, menurut BPOM sendiri,sama sekali dilarang penggunaannya dalam
makanan ataupun minuman. Penggunaan boraks dalam dosis yang rendah tidak akan
menyebabkan kerusakan namun akan terakumulasi di otak, hati, lemak dan ginjal. Jika
terakumulasi terus akan menyebabkan malfungsi dari organ-organ tersebut sehingga
membahayakan tubuh. Penggunaan boraks dalam dosis yang banyak mengakibatkan
penurunan nafsu makan, gangguan pencernaan, demam, anuria. Dan dalam jangka panjang
akan menyebabkan radang kulit merangsang SPP, apatis, depresi, slanosis, pingsan,
kebodohan dan karsinogen. Bahkan bisa menimbulkan kematian
Analisa ini diawali dengan menimbang 1 buah sampel bakso. Lalu dihaluskan dengan
bantuan air sampai membentuk massa yang dapat disaring. Boraks memiliki sifat dapat larut
dalam air, membentuk natrium hidroksida dan asam borat. Asam borat inilah yang biasanya
diidentifikasi. Setelah halus, sampel tersebut disaring dengan bantuan corong Buchner untuk
mempercepat proses penyaringan. Sampel disaring secukupnya saja.
Sementara itu disiapkan kertas turmeric/kertas kurkumin/kertas kunyit sejumlah 3
buah. Di mana kertas ini dibuat dengan komposisi kunyit di dalam alcohol. Secara spesifik,
kandungan kunyit yang digunakan sebagai bahan dasar identifikasi ini adalah kurkumin.
Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan 3 bahan uji. Yaitu control negative di
mana kertas turmeric dicelupkan ke aquadest. Control positif yaitu kertas turmeric yang
dicelupkan ke dalam boraks standar dan sampel yang telah disaring yang dicelupkan ke
kertas turmeric. Ketiga bahan uji mendapatkan perlakuan yang sama. Adapun penggunaan
control positif dan negative adalah sebagai pembanding hasil antara sampel dan control. Agar
dapat terlihat dengan lebih jelas hasil yang didapatkan.
Pada saat pencelupan ini, warna kertas kunyit pada akontrol negative tetap berwarna
kekuningan, warna pada control negative berubah menjadi kemerahan dan warna pada
sampel tetap berwarna kekuningan.
Hal ini dapat terjadi akibat adanya reaksi antara boraks dan kurkimin berikut ini,
Boraks + Kurkumin Rosocyanine
Na2B4O7 + C21H20O6 B[C21H19O6]2Cl
Terbentuk rosocyanine yang lantas berubah menjadi berwarna merah kecoklatan.
Hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa Boraks bersifat basa, maka
keberadaan boraks dapat dideteksi dengan menggunakan indikator basa (larutan kurkumin
dalam alkohol), yang akan menunjukkan warna merah kecoklatan.
Identifikasi tidak berhenti sampai di sini, namun dilanjutkan dengan penambahan
reagen Imedha Scientifc sebagai penegasan terhadap terjadinya perubahan warna. Setelah
penambahan reagen imedha, terlihat dengan jelas warna pada control negative tetap berwarna
kekuningan, sementara pada control positif, warna kemerahan yang muncul semakin kuat.
Pada sampel, warna tetap berwarna kekuningan yang serupa dengan control negative. Hasil
ini menunjukkan bahwa tidak terdeteksi adanya kandungan boraks di dalam sampel yang
diujikan. Namun begitu, hasil negative yang didapatkan belum tentu merupakan hasil yang
valid. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh:
1. Air mungkin dapat menarik boraks (dalam bentuk asam borat) dari sampel, tetapi tidak
sempurna. Apalagi, dalam praktikum ini digunakan air dingin. Asam borat larut dalam
18 bagian air dingin, lebih kecil kelarutannya dibandingkan dengan dalam air mendidih
yakni larut dalam 4 bagian air mendidih. Untuk menambah kelarutannya dalam air,
seharusnya ditambahkan asam klorida, asam sitrat atau asam tartrat. Selain itu,
penggunaan air panas akan melepaskan asap putih sehingga senyawa boraks terlepas
dari senyawa dalam sampel sehingga memudahkan identifikasi menggunakan kertas
kunyit.
2. Boraks yang terdapat dalam sampel bakso ayam dalam kadar yang sangat sedikit,
sehingga tidak terdeteksi oleh uji sederhana. Diperlukan pengujian lebih lanjut
menggunakan alat modern semisal spektrofotometer UV-Vis
3. Kit boraks yang digunakan diketahui telah kadaluarsa. Hal ini mungkin berkontribusi
pada hasil praktikum.
BAB V
KESIMPULAN

Pada kontrol negatif kertas turmeric berwarna kekuningan dimana tidak terdeteksi
boraks, lalu
Kontrol positif kertas turmeric berwarna kemerahan dimana terdeteksi boraks, dan
Pada sampel kertas turmeric berwarna kekuningan tidak terdeteksi boraks.
Sampel bakso home made tidak terdeteksi secara kualitatif terdapat pengawet boraks

















DAFTAR PUSTAKA

Cahyadi, W. 2008. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: Bumi
Aksara
Depkes. RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV 1995.
Depkes. RI. 1998. Peraturan Menteri Kesehatan RI No: 722/Menkes/Per/IX/1998 Tentang
Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: DepKes RI.
Nasution, Anisyah. 2009. Analisis Kandungan Borakas pada Lontong di Kelurahan Padang
Bulan Kota Medan Tahun 2009. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Svehla, G, diterjemahkan oleh Ir.L.Setiono.1979. VOGEL, Buku Teks Analisis Anorganik
Kualitatif Makro dan Semimikro, Bagian I dan II. Jakarta : PT. Kalman Media Pustaka.
Tubagus Indra, dkk. 2013. Jurnal Identifikasi Penetapan Kadar Boraks dalam Bakso Jajanan
di Kota Manado. Manado: FMIPA UNSRAT.
Tumbel, Maria. 2010. Jurnal Chemical Analisis Kandungan Boraks dalam Mie Basah yang
Beredar di Kota Makasar. Makasar : FMIPA UNM
Underwood, A. L dan R. A. Day, JR. 1996. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Kelima. Penerbit
Erlangga:Jakarta.

You might also like