You are on page 1of 21

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Islam sangat mengutamakan dan menghargai eksistensi manusia. Oleh karena itu, Allah
sangat murka apabila manusia menghancurkan manusia lain tanpa dasar aturannya. Dunia
sekarang sedang dilanda dengan beberapa kelalaian, yang alamnya perhatian manusia
sepenuhnya difokuskan dan disita oleh ragam kesibukan, keinginan dan hawa nafsu, guna
mengejar kepentingan dan kebutuhan duniawi, yang semakin meningkat dan tak kenal
kepuasan. Hal ini sudah disorot oleh Allah SWT dengan Qs Al Qiyamah : 20-21 dan Al Insan
: 27. Nilai-nilai moral dan spiritual, seperti keikhlasan, keadilan, kebenaran, seakan dengan
sengaja dilupakan. Hal ini disebabkan dalam diri manusia terdapat dua kekuatan yang saling
bertentangan satu sama lain, yaitu dorongan untuk berbuat baik dan terpuji dan dorongan
untuk perlakuan tidak baik atau tercela. Dari kekuatan itu yang lebih dominan adalah
dorongan tidak baik, maka dari itu apabila hati nurani melahirkan sifat-sifat tercela, maka hati
harus disirami nilai islam yang dominan pula, dan akan melahirkan sifat-sifat baik.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis dapat merumuskan rumusan masalah, yaitu
1. Apakah itu ujub dan takabur ?
2. Apakah itu dengki ?
3. Apakah itu mengumpat dan adu domba ?
4. Apakah itu riya ?
5. Apakah itu nifak dan fasik ?

1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui tentang ujub dan takabur,
2. Untuk mengetahui tentang dengki,
3. Untuk mengetahui tentang mengumpat dan adu domba,
4. Untuk mengetahui tentang riya
5. Untuk mengetahui tentang nifak dan fasik.


2

BAB II
PEMBAHASAN


2.1 Ujub dan Takabur
Secara etimologi, ujub berasal dari Ajiba, Yajibu, Ujban. Artinya heran (takjub).
Munculnya sifat ujub diawali rasa heran terhadap diri sendiri karena melihat dirinya lebih
hebat dan istimewa dari yang lain. Dari ujub, selanjutnya muncul sifat takabur (sombong),
yakni mengecilkan dan meremehkan orang lain.
Jadi, ujub dan takabur adalah dua sifat tercela yang berdampingan. Hujjatul Islam, Al-
Ghazali mengemukakan bahwa hal-hal yang menyebabkan ujub dan takabur ialah ilmu,
amal, dan ibadah, kebangsawanan, kecantikan atau ketampanan, harta, kekayaan, kekuatan,
kekuasaan, dan banyak pengikut.
Sifat ujub dibagi dua, yaitu ujub Indan Nas dan Ujub Indallah. Ujub Indan nas
adalah sikap membanggakan diri sendiri dihadapan orang lain. Tujuannya adalah mengetahui
kehebatan dan keistimewaan dirinya. Orang yang terkena penyakit ujub biasanya mudah lupa
diri sehingga bersikap sombong, arogan dan sok. Hal itu disebabkan oleh hilangnya kendali
diri, dan kurang peka terhadap situasi dan kondisi. Hal ini sangat membahayakan
keselamatan kehidupan dunia dan mengundang malapetaka.
Sifat ujub dapat menjadi sumber sifat takabur yang merupakan warisan iblis kepada
manusia yang menjadi pengikutnya. Siapa pun yang mewarisi sifat-sifat tersebut berarti dia
adalah pewaris-pewaris iblis yang disebut setan. Sebagaimana sabda Nabi SAW yang
diriwayatkan oleh Abu Asy-Syekh yang artinya :
ada tiga hal yang akan merusak (akhlak, jiwa dan agama) bagi barangsiapa yang
melakukannya, yaitu kiki ryang diikuti, hawa nafsu yang dituruti, dan keheranan (ujub)
seseorang pada dirinya sendiri.
Disamping Ujub Indan nas, ada pula Ujub Indallah, yaitu sikap membanggakan diri
sendiri dihadapan Allah. Contohnya orang yang mendapat nikmat dari Allah, kemudian
merasa heran terhadap nikmat tersebut sehingga melupakan Allah, karena terlena dengan
nikmat yang menghampirinya. Yang lebih berbahaya adalah bila sudah tidak bersyukur
kepada yang memberi nikmat, bahkan berani menentang perintah-Nya.
Ujub juga sangat berbahaya bagi para ahli ibadah, baik ibadah fardhu maupun sunah
karena dapat mengotori niatnya yang ikhlas. Misalnya, ada perasaan mampu melaksanakan
3

shalat dengan kemampuan sendiri, tanpa menyandarkan kepada Allah atau beranggapan
bahwa shalatnya akan menghantarkan dirinya masuk surga.
Ibadah yang paling berpotensi tercemar ujub adalah ibadah haji. Kebanyakan orang
merasa puas dan bangga dapat menunaikan haji, sehingga mengabaikan esensi dan makna
yang terkandung dalam setiap ritual yang dilaksanakan. Bahkan, yang lebih memprihatinkan
lagi adalah orang yang melaksanakan ibadah haji hanya untuk mendapat gelar H di depan
namanya. Padahal, Rasulullah SAW dan para sahabat tidak pernah menganjurkan dan
memberi contoh demikian.
a. Sebab-Sebab Ujub
1. Faktor Lingkungan dan Keturunan
Yaitu keluarga dan lingkungan tempat seseorang itu tumbuh. Ia akan menyerap
kebiasaan-kebiasaan keduanya atau salah satunya yang positif maupun yang negatif,
seperti sikap senang dipuji, selalu menganggap diri suci, dll.
2. Sanjungan dan Pujian yang Berlebihan
Sering kita temui sebagian orang yang terlalu berlebihan dalam memuji hingga sering
kali membuat yang dipuji lupa diri.
3. Bergaul Dengan Orang yang Terkena Penyakit Ujub.
Tidak aneh lagi/sudah jelas bahwa setiap orang akan mengikuti pola tingkah laku
temannya. Rasulullah SAW bersabda : perumpamaan teman yang shalih dan teman
yang jahat adalah seperti orang yang berteman dengan penjual minyak wangi dan
pita besi. (H.R. Al-Bukhari dan Muslim)
4. Kufur Nikmat dan Lupa Kepada Allah SWT
Begitu banyak nikmat yang diterima seorang hamba, tetapi ia lupa kepada Allah SWT
yang telah memberinya nikmat itu. Sehingga hal itu menggiringnya kepada penyakit
ujub, ia membanggakan dirinya yang sebenarnya tidak pantas untuk dibanggakan.
Sesuai dengan firman Allah yang telah menceritakan tentang kisah Qarun : Qarun
berkata : sesungguhnnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku
(Al-Qashash : 78)
5. Menangani Suatu Pekerjaan Sebelum Matang Dalam Menguasainya dan Belum
Terbina Dengan Sempurna
Sekarang ini banyak ditemui orang-orang yang berlagak pintar persis seperti pepatah
sudah dipetik sebelum matang. Yang lebih parah lagi adalah seorang yang mencuat
sebagai seorang ulama padahal ia tidak memiliki ilmu sama sekali. Lalu ia
berkomentar tentang banyak permasalahan, yang terkadang ia sendiri jahil tentang hal
4

itu. Sepintas lalu apa yang mereka ucapkan mungkin benar, namun lambat laut
masyarakat akan tahu bahwa mereka telah tertipu.
6. Jahil dan Mengabaikan Hakikat Diri (Lupa Daratan)
Sekiranya setiap manusia benar-benar merenungi dirinya, asal-muasal penciptaannya
sampai tumbuh menjadi manusia sempurna, niscaya ia tidak akan terkena penyakit
ujub.
7. Berbangga-bangga Dengan Nasab dan Keturunan
Setiap manusia terkadang memandang mulia dirinya karena darah biru yang mengalir
di tubuhnya, jabatan yang dimilikinya, maupun status sosial dalam dirinya. Ia
menganggap dirinya lebih utama dari si Fulan dan Fulan. Ia tidak mau mendatangi si
Fulan sekalipun berkepentingan. Dan tidak mau mendengarkan ucapan si Fulan.
Tidak syak lagi, ini merupakan penyebab utama datangnya penyakit ujub.
8. Berlebih-lebihan Dalam Memuliakan dan Menghormati
Barangkali inilah hikmahnya Rasulullah SAW melarang sahabat-sahabat beliau untuk
berdiri menyambut beliau. Dalam sebuah hadits riwayat Abu Dawud, Rasulullah
SAW bersabda : Barangsiapa yang suka agar orang-orang berdiri menyambutnya,
maka bersiaplah dia untuk menempati tempatnya di Neraka. (HR. At-Tirmidzi)
Dalam hadits lain Rasulullah SAW bersabda: Janganlah kamu berdiri menyambut
seseorang seperti yang dilakukan orang Ajam (non Arab) sesama mereka. (HR. Abu
Dawud dan Ibnu Majah dari Abu Umamah radhiyallahu anhu)
9. Lengah Terhadap Akibat yang Timbul dari Penyakit Ujub
Sekiranya setiap manusia menyadari bahwa ia hanya menuai dosa dari penyakit ujub
yang menjangkiti dirinya dan menyadari bahwa ujub itu adalah sebuah pelanggaran,
sedikitpun ia tidak akan kuasa bersikap ujub. Apalagi jika ia merenungi sabda
Rasulullah SAW: Sesungguhnya seluruh orang yang sombong akan dikumpulkan
pada hari Kiamat bagaikan semut yang diinjak-injak manusia. Ada seseorang yang
bertanya: Wahai Rasulullah, bukankah seseorang itu ingin agar baju yang
dikenakannya bagus, sendal yang dipakainya juga bagus? Rasulullah menjawab:
Sesungguhnya Allah itu Maha Indah, dan menyukai keindahan, hakikat sombong itu
ialah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain. (HR. Muslim dari Abdullah
bin Masud radhiyallahu anhu) awal hadits berbunyi: Tidak akan masuk Surga
orang yang terdapat sebesar biji zarrah kesombongan dalam hatinya.


5

b. Ciri-Ciri Manusia yang Suka Berperilaku Ujub dan Takabur
1. Sikap memuji diri, Sikap ini muncul karena merasa dirinya memiliki kelebihan harta,
ilmu pengetahuan, dan keturunan atau nasab. Oleh karena itu ia merasa lebih hebat
dibanding orang lain.
2. Merendahkan dan meremehkan orang lain, Sikap ini bisa diwujudkan dengan
memalingkan muka ketika bertemu dengan orang lain yang dikenalnya, karena
merasa lebih baik dan lebih hebat darinya.
3. Suka mencela dan membesar-besarkan kesalahan orang lain, Orang yang takabbur
selalu menyangka bahwa dirinyalah yang benar, baik, dan mulia serta mampu
malakukan segala sesuatu. Sedangkan orang lain dianggap rendah, kecil, hina dan tak
mampu berbuat sesuatu. Bahkan orang lain dimatanya selalu berbuat salah.
c. Bahaya dari Sikap Ujub dan Takabur
1. Sikap tercela yang sangat dibenci oleh Allah SWT ( Q.S. An Nisa : 36 )
2. Dibenci oleh orang lain karena keangkuhannya ( Q.S. Lukman ayat 18 )
3. Dapat mematikan hati manusia ( Q.S. Al Mukmin ayat 35 )
4. Tidak mensyukuri nikmat Allah SWT ( Q.S. Al Israa ayat 83 )
5. Akan dimasukan ke dalam neraka ( Q.S. An Nahl ayat 29 )
d. Cara Menjauhi Sikap Ujub dan Takabur
1. Membiasakan diri dengan perilaku terpuji. Jika urusan dunia atau rezeki lihatlah
manusia yang berada dibawah. Jika urusan akherat lihatlah manusia yang ada diatas
tingkat kedekatannya dengan Allah swt.
2. Membersihkan hati dari sikap takabbur dengan cara memperbanyak zikir kepada
Allah swt.
3. Memperbanyak sahabat, sehingga dengan semakin banyak sahabat akan semakin tahu
sisi kehidupan lain dari sahabatnya.

: ( 04 / 04 )
Artinya : Dan Tuhanmu berfirman, Berdoalah kepadaku, niscaya akan kuperkenankan
bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan
masuk ke neraka Jahannam dalam keadaan hina dina. (QS. Al- Mukmin : 40/60)

6

Rasulullah saw bersabda :

) (


Artinya : Dari Qatadah dan menambah didalamnya, Sesungguhnya Allah telah
mewahyukan kepada saya supaya kalian bertawadluk hingga tidak ada seorang pun yang
menganiaya orang lain dan tidak ada seorangpun yang menyombongkan diri atas orang
lain. (HR. Muslim)
Menurut Imam Al- Ghazali ada tujuh kenikmatan yang menyebabkan seseorang memiliki
sifat takabbur yaitu :
1. Ilmu pengetahuan, orang yang berilmu tinggi atau berpendidikan tinggi merasa
dirinya orang yang paling pandai bila dibandingkan dengan orang yang tidak berilmu
atau berpendidikan
2. Amal ibadah yang tidak jelas dapat menyebabkan sifat takabbur apalagi bila
mendapat perhatian dari orang lain
3. Kebangsawanan, dapat menyebabkan takabbur karena menganggap dirinya lebih
tinggi derajatnya daripada kelompok atau kasta lain
4. Kecantikan dan ketampanan wajah, menjadikan orang merendahkan orang lain dan
berperilaku sombong
5. Harta dan kekayaan, dapat menjadikan orang meremehkan orang miskin
6. Kekuatan dan kekuasaan, dengan kekuatan dan kekuasaan yang dimilikinya ia dapat
berbuat sewenang-wenang terhadap orang lain tanpa melihat statusnya
7. Banyak pengikut, teman sejati, karib kerabat yang mempunyai kedudukan dan
pejabat-pejabat tinggi.

2.2 Dengki
Di antara sifat buruk manusia yang banyak merusak kehidupan adalah dengki. Dalam
bahasa arab, dengki disebut hasad, yaitu perasaan yang timbul dalam diri seseorang setelah
memandang sesuatu yang tidak dimiliki olehnya, tetapi dimiliki oleh orang lain, kemudian
dia menyebarkan berita bahwa yang dimiliki orang tersebut diperoleh dengan tidak
sewajarnya.
Hasud atau Dengki merupakan sikap bathin keadaan hati, atau rasa tidak senang, benci
dan antipati terhadap orang lain yang mendapatkan kesenangan, nikmat, memiliki kelebihan
darinya. Sikap ini sebaiknya kita hindari sebab dapat mendatangkan bencana yang sangat
7

dahsyat. Seseorang yang dengki terhadap orang lain akan merasa senang jika orang lain
mendapatkan kemalangan atau kesengsaraan.
Menurut Imam Al-Ghazali, dengki adalah membenci kenikmatan yang diberikan Allah
kepada orang lain dan ingin agar orang tersebut kehilangan nikmat itu. Dengki dapat
merayapi hati orang yang merasa kalah wibawa, kalah popularitas, kalah pengaruh, atau
kalah pengikut. Sasaran kedengkian tentulah pihak yang dianggapnya lebih dalam hal
wibawa, popularitas, pengaruh, dan jumlah pengikut. Tidak mungkin seseorang merasa iri
kepada orang yang dianggap lebih kecil atau lebih lemah. Sebuah pepatah arab mengatakan,
Kullu dzi nimatin mahsudun (setiap yang mendapat kenikmatan pasti mendatangkan
kedengkian).
Sifat inilah yang menyebabkan setan yang sebelum Adam a.s ada merupakan penghuni
surga, dilaknat Allah SWT. Sifat ini pula yang menyebabkan tumpahnya darah pertama di
bumi milik Habil akibat hasud dan dengki yang dimiliki oleh Kabil. Rasulullah SAW
bersabda : hasad itu melalap kebaikan sebaimana api memakan kayu (H.R. Abu Dawud
dari Abu Hurairah).
Dalam hadist lain, Rasulullah juga menegaskan keburukan hasad dan dengki, ingatlah
bahwa nikmat-nikmat Allah itu ada musuhnya seorang bertanya, siapa mereka itu ? Nabi
menjawab, yaitu orang yang dengko kepada orang lain terhadap karunia yang diberika
Allah kepada mereka. (H.R. At-Tabrani)
Para ulama membagi tingkat dengki menjadi empat, yaitu :
1. Menginginkan lenyapnya kenikmatan dari orang lain, meskipun kenikmatan itu tidak
berpindah kepada dirinya.
2. Menginginkan lenyapnya kenikmatan dari orang lain karena dia sendiri
menginginkannya.
3. Tidak menginginkan kenikmatan itu sendiri, tetapi menginginkan kenikmatan yang
serupa. Jika dia memperolehnya, dia berusaha merusak kenikmatan orang lain.
4. Menginginkan kenikmatan yang serupa. Jika gagal memperolehnya, dia tidak
menginginkan lenyapnya kenikmatan itu dari orang lain. Sikap yang keempat ini
dibolehkan dalam qalam urusan agama.
a. Contoh-Contoh Sifat Dengki
Kedengkian orang-orang kafir Quraisy kepada Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa
Sallam yang seorang anak yatim tapi kemudian dipilih Allah untuk menerima wahyuNya.
Kedengkian mereka itu dilukiskan Allah Taaladalam firmanNya, yang artinya: Dan
mereka berkata: Mengapa Al Quran ini tidak diturunkan kepada seorang besar dari salah
8

satu dua negeri (Makkah dan Thaif) ini?(QS. Az Zukhruf: 31) Maksudnya, orang-orang
kafir Quraisy itu tidak keberatan mengikuti Muhammad, andai saja beliau itu keturunan
orang besar, tidak dari anak yatim atau orang biasa.

b. Dampak Negatif Sifat Dengki
Setiap perbuatan buruk pasti berdampak negatif. Adapun dampak perbuatan dengki
antara lain sebagai berikut:
a. Bagi pelaku sendiri
1. Merusak pahala amal baik yang telah dilakukan sebelumnya.
2. Menyiksa batinnya sendiri karena semakin banyak orang yang mendapatkan
kesenangan semakin gusar hatinya.
3. Tercela dalam pandangan Allah maupun sesama manusia.
b. Bagi orang lain
Dengki yang dilakukan terhadap seseorang akan menimbulkan kekecewaan. Hati yang
kecewa sehingga mempengaruhi raut wajah, sehingga hal itu akan mengganggu
hubungan persaudaraan.

c. Akibat Sifat Dengki
Al-Faqih as-Samarqandi, seorang ulama yang bijak berkata, ""Lima hukuman akan
sampai kepada pendengki sebelum kedengkiannya sampai kepada korbannya:
1. Kesusahan yang tidak kunjung berakhir.
2. Musibah yang dia tidak akan memperoleh ganjaran pahalanya.
3. Celaan dan aib yang tidak terpuji.
4. Kemurkaan Allah SWT.
5. Tertutup baginya pintu taufik (restu Allah).

d. Sebab-Sebab Sifat Dengki
Rasa dengki pada dasarnya tidak timbul kecuali karena kecintaan kepada dunia. Dan
dengki biasanya banyak terjadi di antara orang-orang terdekat; antar keluarga, antarteman
sejawat, antar tetangga dan orang-orang yang berdekatan lainnya. Sebab rasa dengki itu
timbul karena saling berebut pada satu tujuan. Dan itu tak akan terjadi pada orang-orang yang
saling berjauhan, karena pada keduanya tidak ada ikatan sama sekali.
Adapun orang yang mencintai akhirat, yang mencintai untuk mengetahui Allah,
malaikat-malaikat, nabi-nabi dan kerajaanNya di langit maupun di bumi maka mereka tidak
9

akan dengki kepada orang yang mengetahui hal yang sama. Bahkan sebaliknya, mereka
malah mencintai bahkan bergembira terhadap orang-orang yang mengetahuinya. Karena
maksud mereka adalah mengetahui Allah dan mendapatkan kedudukan yang tinggi di
sisiNya. Dan karena itu, tidak ada kedengkian di antara mereka.
Adapun sebab-sebab dengki antara lain:
1. Kecintaan kepada dunia yang mengakibatkan dengki antar sesama disebabkan oleh
banyak hal. Di antaranya karena permusuhan. Ini adalah penyebab kedengkian yang paling
parah. Ia tidak suka orang lain menerima nikmat, karena dia adalah musuhnya.
Diusahakanlah agar jangan ada kebajikan pada orang tersebut. Bila musuhnya itu mendapat
nikmat, hatinya menjadi sakit karena bertentangan dengan tujuannya. Permusuhan itu tidak
saja terjadi antara orang yang sama kedudukannya, tetapi juga bisa terjadi antara atasan dan
bawahannya. Sehingga sang bawahan misalnya, selalu berusaha menggoyang kekuasaan
atasannya.
2. Taazzuz (merasa paling mulia). Ia keberatan bila ada orang lain melebihi dirinya. Ia
takut apabila koleganya mendapatkan kekuasaan, pengetahuan atau harta yang bisa
mengungguli dirinya.
3. Takabbur atau sombong. Ia memandang remeh orang lain dan karena itu ia ingin agar
dipatuhi dan diikuti perintahnya. Ia takut apabila orang lain memperoleh nikmat, berbalik dan
tidak mau tunduk kepadanya. Merasa taajub dan heran terhadap kehebatan dirinya. Hal ini
sebagaimana yang biasa terjadi pada umat-umat terdahulu saat menerima dakwah dari rasul
Allah. Mereka heran manusia yang sama dengan dirinya, bahkan yang lebih rendah
kedudukan sosialnya, lalu menyandang pangkat kerasulan, karena itu mereka mendengki-nya
dan berusaha menghilangkan pangkat kenabian tersebut sehingga mereka berkata: Adakah
Allah mengutus manusia sebagai rasul? (QS. Al-Muminun: 34). Allah Taala menjawab
keheranan mereka dengan firmanNya, yang artinya: Dan apakah kamu (tidak percaya) dan
heran bahwa datang kepada kamu peringatan dari Tuhanmu dengan perantaraan seorang
laki-laki dari golonganmu agar dia memberi peringatan kepadamu ? (QS. Al Araaf: 63)
4. Takut mendapat saingan. Bila seseorang menginginkan atau mencintai sesuatu maka ia
khawatir kalau mendapat saingan dari orang lain, sehingga tidak terkabullah apa yang ia
inginkan. Karena itu setiap kelebihan yang ada pada orang lain selalu ia tutup-tutupi. Bila
tidak, dan persaingan terjadi secara sportif, ia takut kalau dirinya tersaingi dan kalah. Dalam
hal ini bisa kita misalkan dengan apa yang terjadi antardua wanita yang memperebutkan
seorang calon suami, atau sebaliknya. Atau sesama murid di hadapan gurunya, seorang alim
10

dengan alim lainnya untuk mendapatkan pengikut yang lebih banyak dari lainnya, dan
sebagainya.
5. Ambisi memimpin (hubbur riyasah). Hubbur riyasah dengan hubbul jah (senang
pangkat/kedudukan) adalah saling berkaitan. Ia tidak menoleh kepada kelemahan dirinya,
seakan-akan dirinya tak ada tolok bandingnya. Jika ada orang di pojok dunia ingin
menandingi-nya, tentu itu menyakitkan hatinya, ia akan mendengkinya dan menginginkan
lebih baik orang itu mati saja, atau paling tidak hilang pengaruhnya.
6. Kikir dalam hal kebaikan terhadap sesama hamba Allah. Ia gembira jika disampaikan
kabar pada-nya bahwa si fulan tidak berhasil dalam usahanya. Sebaliknya ia merasa sedih
jika diberitakan, si fulan berhasil mencapai kesuksesan yang dicarinya. Orang semacam ini
senang bila orang lain terbelakang dari dirinya, seakan-akan orang lain itu mengambil dari
milik dan simpanannya. Ia ingin meskipun nikmat itu tidak jatuh padanya, agar ia tidak jatuh
pada orang lain. Ia tidak saja kikir dengan hartanya sendiri, tetapi kikir dengan harta orang
lain. Ia tidak rela Allah memberi nikmat kepada orang lain. Dan inilah sebab kedengkian
yang banyak terjadi.

e. Cara Menghindari Dari Sifat Dengki
a. Berlindung kepada Allah SWT dari kejahatan orang yang hasad, dan membentengi diri
dengan Allah SWT.
b. Bertakwa kepada Allah SWT dengan menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi
larangan-Nya.
c. Mengosongkan diri dari sibuk dan memikirkan orang yang hasad kepda dirinya. Setiap
kali terbesit di benak, ia menepisnya dan memikirkan sesuatu yang lebih bermanfaat. Ia
melihat bahwa diantara siksaan batin yang besar adalah sibuk memikirkan musuh.
d. Bertaubat kepada Allah SWT dari segala dosa.
e. Yang paling berat adalah memadamkan api yang hasad dan dzalim serta menyakitinya,
dengan berbuat baik kepada nya.

f. Faedah Bersihnya Hati Dari Sifat Dengki
a. Dicintai oleh banyak orang
Jangan kalian saling membenci, jangan kalian saling hasad, dan jangan kalian saling
membelakangi. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. (HR. Muslim)
b. Mendapatkan surga dari Allah
11

Diriwayatkan dari anas bin malik radhiyallahuanhu dia berkata : Dahulu kami duduk-
duduk di sisi Nabi Shallallahualaihi wa sallam, lalu beliau Nabi Shallallahualaihi wa
sallam bersabda : Sekarang akan muncul kepada kalian dari jalan ini, seorang lelaki dari
penghuni surga.


2.3 Mengumpat dan Adu Domba
Mengumpat (ghibah) dan mengadu domba (namimah) adalah seburuk-buruk kejahatan
dan yang paling banyak beredar di masyarakat. Oleh karena itu, hanya sedikit orang yang
selamat dari keduanya.
Yang dimaksud dengan mengumpat atau ghibah ialah membicarakan aib orang lain,
sedangkan orang itu tidak suka apabila aibnya dibicarakan. Baik yang dibicarakannya itu ada
pada badannya, hartanya, anaknya, orang tuanya, istri atau suaminya, atau lainnya, tetap
ghibah namanya baik yang disebut dengan lisan, maupun tulisan, atau berbentuk rumus,
isyarat mata, tangan, kepala, atau lainnya.
Iman Abu Hamid Al-Ghazali mengutip ijma umat islam bahwa ghibah ialah menyebut
sesuatu yang tidak disenangi oleh seseorang yang ada pada dirinya.
Adapun namimah (mengadu domba) ialah memindahkan ucapan dari seseorang atau
orang lain kepada yang lain dengan maksud merusak hubungan mereka.
Umpamanya : pembicaraan si A disampaikan kepada si B-yang pernah diperkatakan
kepada si A-dengan tujuan menimbulkan permusuhan antara si A dan si B dan mengotori
kejernihan pergaulan atau menambah keruhnya pergaulan.
Hukum keduanya adalah haram menurut ijma seluruh umat Islam. Dalilnya jelas
tersebut dalam Al-Quran, Sunnah Rasul, dan ijma umat Islam.
Allah berfirman :

Artinya : celaka bagi setiap pengumpat lagi pencela.
a. Samakah Ghibah dan Namimah
Terdapat perbedaan pendapat tentang apakah ghibah (menggunjing) itu sama dengan
namimah ataukah kedua istilah tersebut adalah dua hal yang berbeda. Pendapat yang paling
kuat dua istilah tersebut berbeda. Di satu sisi, namimah itu lebih luas dibandingkan ghibah.
12

Di sisi lain, ghibah itu lebih luas dari pada namimah. Namimah adalah menceritakan
perkataan atau perbuatan A kepada B dengan tujuan merusak hubungan baik di antara kedua.
Cerita ini diceritakan tanpa kerelaan A baik A tahu ataukah tidak tahu.
Sedangkan ghibah adalah menceritakan orang lain pada saat dia tidak ada mengenai hal-hal
yang tidak dia sukai seandainya dicerita-ceritakan.
Ciri khas namimah adalah ada tujuan untuk merusak hubungan baik namun tidak
disyaratkan orang yang menjadi objek pembicaraan tersebut tidak ada di tempat.
Ciri khas ghibah adalah objek yang dibicarakan tidak ada di tempat pembicaraan.
Selain hal di atas ghibah dengan namimah itu sama.
b. Cara Menghindari Perilaku Ghibah dan Namimah
Adapun cara menghindari ghibah dan naminah ialah antara lain:
a. Menyadari bahwa perilaku ghibah dan namimah menyebabkan seseorang tidak masuk
surga meskipun rajin beribdah.
b. Jangan mudah percaya pada seseorang yang memberikan informasi negative tentang
orang lain.
c. Menghindari faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perilaku ghibah dan
namimah, seperti berkumpul tanpa ada tujuan yang jelas, menggosip dan lain-lain.

c. Obat dari Penyakit Ghibah dan Namimah
Adapun obat dari penyakit ghibah dan namimah antara lain :
1. Mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah SWT, karena itu orang yang ikhlas dalam
beribadah sulit tergoyahkan dan mempunyai pendirian, sehingga dia berfikir seribu
kali sebelum berbuat.
2. Mengenal hakekat ghibah dan namimah, dampaknya dan jalan keluarnya. Semua ini
tentu dengan belajar dan menuntut ilmu syar'i, hadir di majlis-majlis ilmu, karena
dengan hadirnya seseorang di majlis-majlis ilmu, maka akan membuat hatinya bersih
dan hilangnya penyakit hatinya.
3. Berteman dengan orang-orang yang Sholeh. Teman akan mempengaruhi watak
seseorang, karena apabila seseorang ingin tahu seseorang lihat siapa yang menjadi
teman akrabnya.
4. Selalu Muraqabah, Muraqabah adalah salah satu sifat mulia, dimana seseorang yang
senantisa muraqabah kepada Allah, maka dia akan merasakan bahwa dirinya merasa
13

diawasi Oleh Allah, karena dia tahu bahwa Allah SWT yang Maha Melihat, Maha
Mengetahui, Maha Mendengar, tidak satupun yang luput dari pengetahuannya.
Dengan sifat ini maka dia merasa takut untuk berbuat ghibah dan namimah. Dalam
hal ini Allah SWT berfirman: "...dan dia bersama kamu dimana saja kamu berada".
(QS.al-Hadiid: 4)
5. Berdoa kepada Allah SWT supaya terhindar dari perbuatan ini, karena manusia itu
lemah, maka perlu baginya untuk memohon bantuan dan pertolongan Allah SWT.

d. Sikap Seorang Muslim kepada Orang yang Suka Berbuat Ghibah dan Namimah
Adapun sikap seorang muslim kepada orang yang suka berbuat ghibah dan namimah
antara lain :
1. Tidak membenarkan perkataan orang yang berbuat ghibah dan namimah, karena
dengan membenarkannya maka jelas akan terjadi kerusakan, kebencian, permusuhan
dan berbagai macam fitnah lainnya.
2. Melarangnya berbuat ghibah dan namimah. Dengan cara menasehatinya, janganlah
kita berbuat ghibah dan namimah dan menyebarkannya. Dengan bersikap seperti itu
berarti kita telah mencegahnya dari berbuat kerusakan, dan berarti kita telah beramal
ma'ruf nahi munkar.
3. Tidak boleh langsung berburuk sangka kepada saudaranya yang tidak ada di
hadapannya, karena buruk sangka akan menjadi pemicu bagi seseorang berbuat
ghibah, nanimah dan meyebarkan fitnah.
4. Tidak boleh mencari-cari kesalahan atasnya, karena mencari-cari kesalahan juga
menjadi pemicu munculnya berbagai macam fitnah.

2.4 Riya
Riya merupakan salah satu sifat tercela yang harus dibuang jauh-jauh dalam jiwa kaum
muslimin karena dapat menggugurkan amal ibadah.
Yang dimaksud dengan riya adalah memperlihatkan diri kepada orang lain. Maksudnya
melakukan ibadah dengan niat dalam hati karena demi manusia, dunia yang dikehendaki dan
tidak berniat beribadah kepada Allah SWT. Riya ini erat hubungannya dengan sifat takabur.
Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqolani dalam kitabnya Fathul Baari berkata: Riya ialah
menampakkan ibadah dengan tujuan dilihat manusia, lalu mereka memuji pelaku amalan
itu.Imam Al-Ghazali, riya adalah mencari kedudukan pada hati manusia dengan
memperlihatkan kepada mereka hal-hal kebaikan. Sementara Imam Habib Abdullah
14

Haddad pula berpendapat bahwa riya adalah menuntut kedudukan atau meminta dihormati
daripada orang ramai dengan amalan yang ditujukan untuk akhirat.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa riya adalah melakukan amal kebaikan
bukan karena niat ibadah kepada Allah, melainkan demi manusia dengan cara
memperlihatkan amal kebaikannya kepada orang lain supaya mendapat pujian atau
penghargaan, dengan harapan agar orang lain memberikan penghormatan padanya.
Dalam pandangan para ulama akhlaq, riya itu bertingkat-tingkat. Dilihat dari untuk
siapa seseorang beramal, ada 4 derajat riya yaitu :
1. Sama sekali tidak mengharapkan pahala dari Allah. Murni karena pamrih kepada
manusia. Ini adalah derajat riya yang terburuk.
2. Mengharapkan pahala dari Allah, tetapi sangat kecil. Yang kecilnya harapan
mendapatkan pahala itu seandainya berdiri sendiri tidak akan mampu membuatnya
beramal. Sementara besarnya pamrih kepada manusia seandainya berdiri sendiri
sudah mampu membuatnya beramal.
3. Pamrih kepada Allahnya seimbang dengan pamrihnya kepada manusia. Seandainya
masing-masing pamrih berdiri sendiri, tidak akan mampu mendorong pada amal.
Tetapi ketika kedua jenis pamrih tersebut bertemu, timbullah dorongan untuk
beramal.
4. Pamrih kepada manusia hanya menjadi penguat dan menjadikan lebih giat dan lebih
rajin dalam beramal. Seandainya pamrih kepada manusianya tidak ada, ia tetap akan
beramal. Dan ini adalah derajat riya yang paling ringan.

a. Bentuk kegiatan yang memunculkan sifat riya
Sifat riya ini dapat muncul dalam beberapa bentuk kegiatan antara lain :
1. Riya dalam beribadat
Salah satunya adalah memperlihatkan kekhususan bila berada di tengah-tengah
jamaah atau ada orang yang melihatnya.
2. Riya dalam berbagai kegiatan
Rajin dan tekun bekerja selama ada orang yang melihat. Dia bekerja seolah-olah
penuh semangat, padahal dalam hati kecilnya tidak demikian. Ia rajin bekerja apabila
ada pujian, tetapi apabila tidak ada lagi memuji, semangatnya menurun. Orang riya
biasanya bersikap sombong dan angkuh, seoalh-olah hanya dia saja yang pandai,
mampu, dan berguna dalam masyarakat.
3. Riya dalam berderma dan bersedekah
15

Apabila mendermakan hartanya kepada orang lain, orang riya bermaksud bukan
karena ingin menolong dengan ikhlas, tetapi ia berderma supaya dikatakan sebagai
dermawan dan pemurah. Padahal, orang yang bersedekah karena riya, tidak akan
mendapat pahala dan amalnya pun sia-sia. Memperlihatkan kepada orang lain sama
halnya dengan menyebut-nyebut sedekahnya.
4. Riya dalam berpakaian
Orang riya biasanya memakai pakaian yang bagus, perhiasan yang mahal-mahal dan
beraneka ragam dengan harapan agar dia disebut orang kaya, mampu dan pandai
berusaha sehingga melebihi orang lain. Jika sifat itu sudah melekat pada dirinya, ia
takkan segan-segan meminjam pakaian orang lain, apabila kebetulan dia tidak
memilikinya. Tujuannya hanya dipamerkan dan sekedar mendapat pujian. Jadi, tujuan
ia berpakaian bukanlah karena mematuhi ajaran menutup aurat tetapi karena riya.
5. Riya dalam perkataan
Para ahli agama, riya mereka terlihat pada hafalan hadist dan atsar, karena ingin
bergaul dan berdiskusi dengan para ulama dan mengibuli orang orang bodoh,
sehingga mereka merasa bahwa merekalah orang yang lebih tinggi kedudukannya di
mata manusia.
Merendahkan dan mengeraskan suara ketika membaca Al Quran untuk menunjukkan
ketakutan atau kekhawatiran dan kegelisahan dan lain sebagainya, juga merupakan
bagian dari riya. Wallahu alam
Para ahli dunia, riya mereka terlihat dengan menghafal bait bait syair, kata mutiara,
mendalami tata bahasa dan sastra dalam percakapan dan terus menerus terlibat dalam
pembicaraan.
b. Akibat Buruk Riya
Setiap pelanggaran terhadap agama, pasti berakibat buruk bagi pelakunya. Adapun akibat
buruk riya antara lain sebagai berikut :
1 Menghapus pahala amal baik
2 Tidak selamat dari bahaya kekafiran karena riya sangat dekat hubungannya
dengan sikap kafir
3 Mendapat dosa besar riya termasuk perbuatan syirik. Rasullulah SAW bersabda :

.
16

Artinya :Sesuatu yang amat aku takuti yang menimpa kamu ialah syirik kecil.
Nabi di tanya tentang hal itu, maka beliau menjawab ialah riya .
c. Cara Menghilangkan Sifat Riya
Beberapa cara untuk menghilangkan sifat riya di ataranya yaitu:
1. Hindari beramal di depan orang lain. Ada sebagian orang yang memang tidak mampu
menahan diri ketika amalnya dilihat oleh orang lain dan bergaya dermawan padahal
aslinya pelit, bergaya santun padahal aslinya badung, entah lambat atau cepat orang
tersebut pasti akan ketahuan dan amal yang penuh kepura-puraan akan mudah sekali
ketahuan orang lain.
2. Sering-seringlah belajar melakukan sedekah sirri yaitu sedekah dengan cara rahasia,
misalnya memberi makan fakir miskin tanpa menyebut nama, bersedekah pada saat sepi
atau yang semacamnya. Untuk bisa melakukan sedekah sirri sudah pasti kita harus
merasa cukup agar amal yang kita lakukan untuk orang lain benar-benar ikhlas.
3. Ingatlah bahwa Allah tidak melihat seberapa banyak amal yang dilakukan yang dilihat
oleh Allah adalah seberapa baik amal yang kau kerjakan. Amal yang baik adalah beramal
semata-mata karena Allah, sedangkan ibadah yang baik adalah ibadah semata-semata
hanya karena Allah SWT.
4. Dengan niat yang baik maka semua masalah akan terselesaikan dengan baik pula.
Begitu juga sebaliknya, jika kita melakukan niat yang tidak baik maka semua akan
berakhir dengan hasil yang kurang menggembirakan.
5. Banyak berdoa dan merasa takut dari perbuatan riya
6. Melatih diri untuk beramal secara ikhlas, walaupun sekecil apapun yang dilakukan.
7.Mengendalikan diri agar tidak merasa bangga apabila ada orang lain yang memuji amal
baik yang dilakukan
8. Tidak suka memuji kebaikan orang lain dengan berlebih-lebihan karena hal itu dapat
mendorong pelakunya berbuat riya

2.5 Nifak dan Fasik
Secara bahsa, nifaq berarti lubang tempat keluarnya yarbu (binatang sejenis tikus) darri
sarangnya, yang jika ia dicari dari lubang satu, ia akan ke luar dari lubang lain. Dikatakan
pula, kata nifaq berasal dari kata yang berarti lubang bawah tanah tempat bersembunyi.
Adapun nifaq menurut syara artinya menampakkan islam dan kebaikan, tetapi
menyembunyikan kekufuran dan kejahatan. Dengan kata lain, nifaq adalah menampakkan
17

sesuatu yang bertentangan dengan apa yang terkandung di dalam hati. Orang yang melakukan
perbuatan nifaq disebut munafik.
Nifaq terbagi menjadi dua jenis yaitu nifaq itiqadiy dan nifaq amaliy.
Nifaq itiqadiy adalah nifaq besar. Pelakunya menampakkan keislaman, tetapi dalam
hatinya tersimpan kekufuran dan kebencian terhadap islam. Jenis nifaq ini menyebabkan
pelakunyamurtad, ke luar dari agama, dan di akhirat kelak, ia akan berada dalam neraka.
Allah berfirman :
sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling
bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolong pun
bagi mereka. (Q.S. An-Nisa[4] : 145)
Nifaq jenis ini ada empat macam yaitu :
1. Mendustakan Rasulullah SAW atau mendustakan sebagian dari apa yang beliau bawa.
2. Membenci Rasulullah SAW atau membenci sebagian apa yang beliau bawa.
3. Merasa gembira dengan kemunduran agama Rasulullah SAW.
4. Tidak senang dengan kemenangan agama Rasulullah SAW.
Nifaq amaliy adalah melakukan sesuatu yang merupakan perbuatan orang-orang
munafik, tetapi masih tetap ada iman di dalam hati.
Nifaq jenis ini tidak mengeluarkannya dari agama, tetapi merupakan washilah
(perantara) pada hal tersebut. Pelakunya berada dalam keadaan iman dan nifaq, dan jika
perbuatan nifaqnya lebih banyak, hal itu bisa menjerumuskan dia ke dalam nifaq yang
sesungguhnya, berdasarkan hadist Nabi SAW, ada empat hal, yang jika berada pada diri
seseorang ia menjadi seorang munafik sesungguhnya, dan jika seseorang memiliki kebiasaan
salah satu dari padanya, berarti ia memiliki satu kebiasaan (ciri) nifaq sampai ia
meninggalkannya, yaitu jika dipercaya ia berkhianat, dan jika ia berbicara, ia berbohong, jika
berjanji, ia ingkar, dan jika bertengkar, ia berkata kotor. (H.R. Muttafaq Alaih)
Sifat nifaq adalah sifat yang sangat buruk dan berbahaya. Oleh karena itulah, para
sahabat sangat takut kalau diri mereka terjerumus dalam kemunafikan. Ibnu Abi Mulaikah
berkata, aku bertemu dengan 30 sahabat Rasulullah SAW, mereka semua takut kalau-kalau
ada nifaq dala dirinya.
Adapun akibat buruk sifat nifaq, antara lain sebagai berikut :
a. Bagi diri sendiri
1.Tercela dalam pandangan Allah SWT dan sesama manusia sehingga dapat
menjatuhkan nama baiknya sendiri
2. Hilangnya kepercayaan dari orang lain atas dirinya sendiri
18

3. Tidak disenangi dalam pergaulan hidup sehari-hari
4. Mempersempit jalan untuk memperoleh rezeki karena orang lain tidak
mempercayai lagi
5. Mendapat siksa yang amat pedih kelak dihari akhir
b. Bagi orang lain
1. Menimbulkan kekecewaan hati sehingga dapat merusak hubungan persahabatan
yang telah terjalin dengan baik
2. Membuka peluang munculnya fitnah karena ucapan atau perbuatannya yang tidak
menentu
3. Mencemarkan nama baik keluarga dan masyarakat sekitarnya sehingga merasa
malu karenanya.
4. Membiasakan diri menghindari sifat nifaq
Adapun upaya untuk menghindari diri dari sifat nifaq antara lain selalu menyadari bahwa :
a. Nifaq merupakan larangan agama yang harus dijauhi dalam kehidupan sehari-hari
b. Nifaq akan merugikan diri sendiri dan orang lain sehingga dibenci dalam
kehidupan masyarakat
c. Nifaq tidak sesuai dengan hati nurani manusia (termasuk hati munafik sendiri)
d. Kejujuran menentramkan hati dan senantiasa disukai dalam pergaulan.
Fasiq berasal dari akar kata fasaqa-yafsiqu/yafsuqu-fisqan-fusuuqan. Al Qurthubi dalam
Tafsir Al Qurthubi menyebutkan bahwa secara etimologis/bahasa, Al Fisq (fasiq) berarti
keluar dari sesuatu.
Sedangkan Ibnu Manzhur dalam Lisan Al Arab menjelaskan bahwa secara
terminologis/istilah, Al Fisq bermakna maksiat, meninggalkan perintah Allah, dan
menyimpang dari jalan yang benar. Sehingga seseorang dapat disebut fasiq jika sering
berbuat dosa.
Orang-orang yang terus menerus melakukan dosa besar, menganggap dosa besar adalah
hal yang biasa, dan menolak untuk meninggalkan dosa besar, maka mereka dapat tertutup
serta mati hatinya sehingga bisa menjadi munafik dan kafir.
Allah berfirman :

19

Artinya : Sama saja bagi mereka, kamu mintakan ampunan atau tidak kamu mintakan
ampunan bagi mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang
yang fasik. (QS. Al Munaafiquun: 6)
Sehingga istilah fasiq dapat dibagi dua:
1. Fasiq kecil, yaitu orang Islam yang sering berbuat maksiat namun masih memiliki iman
dalam hatinya.
2. Fasiq besar, yaitu orang kafir dan munafik dimana mereka sudah tidak memiliki iman
dalam hatinya.
Cara menghindari sifat fasiq yaitu imani seluruh isi Al Quran dengan seteguh-teguhnya
keimanan. Dengan tanpa keraguan sedikitpun.























20

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan akhlak tercela diatas, maka dapat disimpulkan :
1. Munculnya sifat ujub diawali rasa heran terhadap diri sendiri karena melhat dirinya
lebih hebat dan istimewa dari yang lain. Dari ujub, selanjutnya muncul sifat takabur
(sombong), yakni mengecilkan dan meremehkan orang lain.
2. Hasud atau Dengki merupakan sikap bathin keadaan hati, atau rasa tidak senang,
benci dan antipati terhadap orang lain yang mendapatkan kesenangan, nikmat,
memiliki kelebihan darinya.
3. Ciri khas namimah adalah ada tujuan untuk merusak hubungan baik namun tidak
disyaratkan orang yang menjadi objek pembicaraan tersebut tidak ada di tempat.
Ciri khas ghibah adalah objek yang dibicarakan tidak ada di tempat pembicaraan.
Selain hal di atas ghibah dengan namimah itu sama.
4. Riya adalah melakukan amal kebaikan bukan karena niat ibadah kepada Allah,
melainkan demi manusia dengan cara memperlihatkan amal kebaikannya kepada
orang lain supaya mendapat pujian atau penghargaan, dengan harapan agar orang lain
memberikan penghormatan padanya.
5. Nifaq adalah menampakkan sesuatu yang bertentangan dengan apa yang terkandung
di dalam hati. Orang yang melakukan perbuatan nifaq disebut munafik.
6. Al Fisq bermakna maksiat, meninggalkan perintah Allah, dan menyimpang dari jalan
yang benar. Sehingga seseorang dapat disebut fasiq jika sering berbuat dosa.

3.2 Saran
Karena keterbatasan pengetahuan kami, hingga hanya inilah yang dapat kami sajikan,
dan tentu saja masih sangat kurang dari sisi materinya, maka itu kami mengharapkan
masukan baik itu kritik maupun saran dari pembaca demi melengkapi kekurangan tersebut.










21

DAFTAR PUSTAKA


Anwar, Rosihon. 2008. Akidah Akhlak. Bandung. Pustaka Setia.

Ana Hidayati. 2011. Makalah pendidikan. (http://ana-
hidayati.blogspot.com/2011/10/makalah-pendidikan.html). Diunduh pada 11 April 2014.

Yani. 2012. Fasiq, Kufur dan Nifaq. (http://yani.blogdetik.com/fasiq-kufur-dan-nifaq/).
Diunduh pada 11 April 2014.
Askil Pojele. 2013. Makalah Pendidikan Akhlak.
(http://askilpojele.blogspot.com/2013/09/makalah-pendidikan-akhlak-tentang.html).
Diunduh pada 11 April 2014.
Arif Fadholi. 2012. Ananiah, ghadab, Hasad, Ghibah, Namimah.
(http://ariffadholi.blogspot.com/2012/09/ananiah-ghabab-hasad-ghibah-namimah.html).
Diunduh pada 11 April 2014.
Alfallahu. 2013. Akhlaq Tercela. (http://alfallahu.blogspot.com/2013/04/akhlaq-
tercela.html). Diunduh pada 11 April 2014.
Fery Arsyadi. 2011. Makalah tentang Riya. (http://feryarsyadi.2011.makalah-tentang-
riya.blogspot.com/). Diunduh pada 11 April 2014.
Beegeer. 2013. Ujub dan Takabur. (http://beegeer.blogspot.com/2013/03/ujub-dan-
takabur.html). Diunduh pada 11 April 2014.

You might also like