You are on page 1of 202

I

H U

MODUL PENGENDALIAN DEMAM BERDARAH DENGUE

SA

DA

BAK
T

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENYAKIT DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN 2011

KATA SAMBUTAN

Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh. Salam sejahtera bagi kita semua. Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan karunia-Nya serta dukungan berbagai pihak khususnya para ahli/ pakar yang telah berkontribusi dalam penyusunan Modul Pelatihan Pengendalian Demam Berdarah Dengue ini. Sebagaimana kita ketahui bahwa Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit endemis dan menimbulkan masalah kesehatan, bukan hanya di Indonesia tapi juga di negara - negara tropis dan subtropis di dunia. Di Asia penyakit ini endemis di negara - negara ASEAN serta di beberapa negara Asia Selatan seperti; Bangladesh, India, Srilangka dan Maldives dan lain-lain. Dalam upaya penanggulangan Demam Berdarah Dengue, pemerintah mempunyai 4 (empat) pilar strategi. Pertama, memperkuat pengamatan kasus/penderita dan pengamatan vektor didukung dengan laboratorium yang memadai; Kedua, memperkuat penatalaksanaan penderita di rumah sakit, puskesmas dan klinik; Ketiga, meningkatkan upaya pengendalian vektor secara terpadu; Keempat, memperkuat kemitraan dengan berbagai pihak dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit DBD. Dalam rangka mendukung pelaksanaan strategi pemerintah tersebut maka diperlukan upaya pembangunan kualitas SDM kesehatan yang memadai dalam pengendalian Demam Berdarah Dengue. Modul Pelatihan Pengendalian Demam Berdarah Dengue ini diharapkan dapat menjadi bahan pembelajaran dan pelatihan bagi seluruh SDM kesehatan khususnya bagi pengelola program DBD di daerah untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam pengendalian Demam Berdarah Dengue.

Saran-saran dan kritik terhadap buku ini sangat diharapkan guna lebih menyempurnakan penerbitan berikutnya. Wassalammualaikum warahmatulahi wabarakatuh.

Jakarta, November 2011 Direktur Jenderal PP dan PL

Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama NIP 195509031980121001

KATA PENGANTAR
Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia merupakan salah satu penyakit endemis dengan angka kesakitan yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun dan daerah terjangkit semakin meluas hingga mencapai 400 kabupaten/kota dari 474 kabupaten/kota di Indonesia, bahkan sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB). Sampai saat ini vaksin dan obat virus DBD belum ditemukan, sehingga salah satu strategi utama dan paling effektif untuk pengendalian penyakit DBD adalah dengan cara melakukan upaya preventif dengan pemutusan rantai penularan melalui gerakan PSN-DBD, tanpa mengabaikan peningkatan kewaspadaan dini dan penanggulangan KLB serta penatalaksanaan kasus. Penerapan strategi tersebut memerlukan dukungan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan dan ketrampilan memadai melalui pelatihan di setiap jenjang administrasi. Untuk keperluan pelatihan telah disusun modul Pelatihan Progaram yang terdiri dari 10 materi sebagai satu kesatuan pembelajaran, yaitu: A. Materi Dasar : Kebijakan Pengendalian DBD B. Materi Inti 1. Epidemiologi DBD 2. Surveilans kasus DBD 3. Surveilans dan Pengendalian Vektor DBD 4. Tatalaksana Kasus DBD 5. Penyelidikan Epidemiologi, Penanggulangan Fokus, dan Penanggulangan KLB DBD 6. Pengoperasian Alat dan Bahan Pengendalian Vektor DBD 7. Perencanaan dan Supervisi Pengendalian DBD 8. Promosi Kesehatan Dalam Pengendalian DBD C. Materi Penunjang 1. Membangun Komitmen Belajar 2. Rencana Tindak Lanjut dan Pembulatan Modul ini merupakan revisi dan penyempurnaan dari buku modul yang telah dicetak pada tahun 2007, dan diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak, terutama bagi pengelola program DBD di provinsi maupun kabupaten/kota dalam upaya pengendalian DBD. Akhir kata saya ucapkan terima kasih atas masukan dari berbagai pihak terutama dari para kontributor serta tim editor yang menjadikan buku modul ini menjadi sempurna dan mudah dilaksanakan di lapangan.

Jakarta, November 2011 Direktur Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang

dr. Rita Kusriastuti, MSc NIP 195406011982122001 ii

TIM PENYUSUN
Pelindung Prof. DR. Dr. Tjandra Yoga Aditama, SpP(K), MARS, DTM & H, DTCE Pengarah dr. Rita Kusriastuti, MSc Kontributor 1. dr. Triyunis Miko (FKM-UI) 2. dra. Sri Kusminarti (Pusat Promkes) 3. dr. Mulya Rahma karyanti, Sp.A (Dep. Ilmu Kesehatan Anak-RSCM 4. drh. Sri Sugiharti, MKes (PPSDM, Kemkes) 5. dr. Binyamin Sihombing, MPH (WHO Indonesia) 6. Dra. Fitri Riyanti, Msi (Subdit Pengendalian Vektor) 7. drh. Sugiarto, Msi (Subdit Pengendalian Vektor) 8. dr. Bangkit Hutajulu, MSc, PH (Subdit Arbovirosis) 9. drh. Endang Burni Prasetyowati, M.Kes (Subdit Arbovirosis) 10. dr. Darmawali handoko, M.Epid (Subdit Arbovirosis) 11. dr. Iriani Samad 12. Rohani Simanjuntak, SKM, MKM 13. Subahagio SKM 14. dr. Galuh Budhi Leksono Adhi 15. Erliana Setaini, SKM, MPH 16. dr. Sri Hartoyo 17. dr. Dauries Ariyanti Muslikhah 18. Suratno 19. Suharyono Editor 1. 2. 3.

dr. Darmawali handoko, M.Epid drh. Endang Burni Prasetyowati, M.Kes dr. Sri Hartoyo UCAPAN TERIMA KASIH

Kepada semua pihak yang telah memberikan masukan/saran perbaikan

iii

DAFTAR SINGKATAN
3M : Menutup, Menguras dan Memanfaatkan ABJ : Angka Bebas Jentik Ae : Aedes APD : Alat Pelindung Diri AR : Attack Rate BI : Breteau Index BLL : Building Learning Commitment BMKG : Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika BPS : Biro Pusat Statistik Bti : Bacillus Thruringiensis CI : Container Index COMBI : Communication for behavioral impact. CSS : Cairan Serebrospinal DBD : Demam Berdarah Dengue DD : Demam Dengue Den : Dengue DP-DBD : Data Peorangan Demam Berdarah Dengue HI : House Index IAKMI : Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia IBI : Ikatan Bidan Indonesia ICR : Index Curah Hujan IDI : Ikatan Dokter Indonesia IGRs : Insect Growth Regulators IWAPI : Ikatam JE : Japanese Encephalitis JPL : Jam Pelajaran JUMANTIK : Juru Pemantau Jantik KD-DBD : Kewaspadaan Dini DBD KDRS : Kewaspadaan Dini Rumah Sakit KID : Koagulasi Intravascular Disseminata KIE : Komunikasi Informasi Edukasi KLB : Kejadian Luar Biasa LCD : Liquit Crystal Display LPB : Limfosit Plasma Biru LSM : Lembaga Sosial Masyarakat MDGs : Millenium Development Goals MUSREBANG : Musyawarah Rencana Pembangunan NS : Non Struktural PF : Fogging Fokus PKK : Pembinaan Kesejahteraan Keluarga PLA : Partisipatory Learning Approach POKJA : Kelompok Kerja POKJANAL : Kelompok Kerja Oerasional PSN : Pemberantasan Sarang Nyamuk PVT : Pengendalian Vektor Terpadu PWS : Pemantauan Wilayah Setempat

iv

SDM SKD SOP SP SPM SSD STP T TPA TPK TP-LKMD TPU TTU UKS ULV UPK UPT UPTD USG WI

: Sumber Daya Manusia : Sistem Kewaspadaan Dini : Standar Operasional Prosedur : Species : Standard Pelayanan Minimal : Syndrome Syok Dengue : Sistim Terpadu Penyakit : Teori : Tempat Penampungan Air : Tujuan Pembelajaran Khusus : Tim Pembina Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa : Tujuan Pembelajaran Umum : Tempat - tempat Umum : Usaha Kesehatan Sekolah : Ultra Low Volume : Unit Pelayanan Kesehatan : Unit Pelaksana Teknis : Unit Pelaksana Teknis Daerah : Ultra Sonografi : Widya Iswara

DAFTAR ISI KATA SAMBUTAN ................................................................................................................ KATA PENGANTAR .............................................................................................................. TIM PENYUSUN.................................................................................................................... DAFTAR SINGKATAN........................................................................................................... DAFTAR ISI ........................................................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................................. DAFTAR TABEL .................................................................................................................... DAFTAR GAMBAR................................................................................................................ BAB I KURIKULUM PELATIHAN MANAJEMEN PENGENDALIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) I. PENDAHULUAN ......................................................................................................... A. Latar Belakang....................................................................................................... B. Filosofi ................................................................................................................... II. PERAN DAN FUNGSI ................................................................................................. A. Peran ..................................................................................................................... B. Fungsi .................................................................................................................... III. KOMPETENSI ............................................................................................................. IV. TUJUAN PELATIHAN.................................................................................................. A. Tujuan Umum ........................................................................................................ B. Tujuan Khusus....................................................................................................... V. STRUKTUR PROGRAM.............................................................................................. VI. PESERTA, PELATIH DAN PENYELENGGARA ......................................................... A. Peserta .................................................................................................................. B. Fasilitator / Narasumber ........................................................................................ C. Penyelenggara....................................................................................................... VII. ALUR PROSES DAN METODE PEMBELAJARAN..................................................... VIII. WAKTU DAN KELENGKAPAN PELATIHAN............................................................... A. Waktu Pelatihan..................................................................................................... B. Kelengkapan Pelatihan.......................................................................................... IX. MONITORING DAN EVALUASI PELATIHAN ............................................................. A. Monitoring .............................................................................................................. B. Evaluasi ................................................................................................................. X. GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (lampiran) .......................................... XI. SERTIFIKASI ............................................................................................................... BAB II MATERI DASAR KEBIJAKAN PENGENDALIAN PENYAKIT DBD ....................... I. DESKRIPSI SINGKAT ................................................................................................. II. TUJUAN PEMBELAJARAN ......................................................................................... A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) ...................................................................... B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) ..................................................................... III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN ..................................................... IV. METODE...................................................................................................................... V. BAHAN BELAJAR........................................................................................................ VI. ALAT BANTU BELAJAR.............................................................................................. VII. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN.................................................................... A. Langkah 1 .............................................................................................................. B. Langkah 2 .............................................................................................................. ii i iii iii iii iii iii ix

1 1 2 2 2 2 2 3 3 3 3 4 4 4 4 5 5 5 5 6 6 6 6 6 7 7 7 7 7 7 8 8 8 8 8 8 vi

VIII. URAIAN MATERI......................................................................................................... 8 A. Situasi DBD dan Permasalahan DBD di Indonesia ............................................... 8 B. Kebijakan Pengendalian Penyakit DBD................................................................. 10 IX. KEPUSTAKAAN .......................................................................................................... 15 BAB III MATERI INTI 1 EPIDEMIOLOGI DEMAM BERDARAH DENGUE ...................... I. DESKRIPSI SINGKAT ................................................................................................. II. TUJUAN PEMBELAJARAN ......................................................................................... A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) ...................................................................... B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) ..................................................................... III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN ..................................................... IV. METODE...................................................................................................................... V. BAHAN BELAJAR........................................................................................................ VI. ALAT BANTU............................................................................................................... VII. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN ................................................ VIII. URAIAN MATERI POKOK BAHASAN : EPIDEMIOLOGI DBD ................................... 1. Gambaran Epidemiologi ........................................................................................ 2. Penyebab Penyakit................................................................................................ 3. Distribusi Penyakit ................................................................................................. 4. Penularan dan masa inkubasi ............................................................................... 5. Faktor Risiko Penularan Infeksi Dengue ............................................................... 6. Ukuran Epidemiologi.............................................................................................. IX. KEPUSTAKAAN .......................................................................................................... MATERI INTI 2 SURVEILANS KASUS DBD........................................................................ I. Deskripsi Singkat ......................................................................................................... II. Tujuan Pembelajaran................................................................................................... A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) ...................................................................... B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) ..................................................................... III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN ..................................................... IV. METODE...................................................................................................................... V. BAHAN BELAJAR........................................................................................................ VI. ALAT BANTU BELAJAR.............................................................................................. VII. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN.................................................................... VIII. URAIAN MATERI......................................................................................................... A. TUJUAN DAN PENGERTIAN SURVEILANS DBD ............................................... B. SISTIM PELAKSANAAN SURVEILANS DALAM PENGENDALIAN DBD ............ C. KEGIATAN SURVEILANS DI BERBAGAI TINGKATAN ....................................... IX. KEPUSTAKAAN .......................................................................................................... MATERI INTI 3 SURVEILANS DAN PENGENDALIAN VEKTOR DBD.............................. I. DESKRIPSI SINGKAT ................................................................................................. A. Surveilans Vektor DBD .......................................................................................... B. Pengendalian Vektor DBD..................................................................................... II. TUJUAN PEMBELAJARAN ......................................................................................... A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) ...................................................................... B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) ..................................................................... III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN .................................................... IV. METODE...................................................................................................................... V. BAHAN BELAJAR........................................................................................................ 16 16 16 16 16 16 16 16 17 17 17 17 18 19 20 21 23 23 24 24 24 24 24 24 24 25 25 25 25 25 27 33 43 44 44 44 44 45 45 45 45 46 46 vii

VI. ALAT BANTU............................................................................................................... VII. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN (DISESUAIKAN) .................... VIII. URAIAN MATERI ........................................................................................................ A. METODE SURVEILANS VEKTOR DBD ............................................................... B. MORFOLOGI, IDENTIFIKASI DAN BIOEKOLOGI VEKTOR DBD ....................... C. METODE PENGENDALIAN VEKTOR ................................................................. D. KEGIATAN PENGENDALIAN VEKTOR DBD ..................................................... E. PELAPORAN DAN EVALUASI HASIL PENGENDALIAN VEKTOR .................... IX. KEPUSTAKAAN ......................................................................................................... MATERI INTI 4 TATALAKSANA KASUS DEMAM DENGUE DAN DEMAM BERDARAH DENGUE .............................................................................................................................. I. DESKRIPSI SINGKAT ................................................................................................. II. TUJUAN PEMBELAJARAN ........................................................................................ A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) ..................................................................... B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) .................................................................... III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN .................................................... IV. METODE ..................................................................................................................... V. BAHAN BELAJAR ....................................................................................................... VI. ALAT BANTU BELAJAR ............................................................................................. VII. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN BELAJAR ............................................................ VIII. URAIAN MATERI ....................................................................................................... A. Definisi Operasional DD dan DBD ........................................................................ B. Diagnosis DD dan DBD ......................................................................................... C. Tatalaksana DD dan DBD .................................................................................... IX. KEPUSTAKAAN ......................................................................................................... MATERI INTI 5 PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI, PENANGGULANGAN FOKUS, DAN PENANGGULANGAN KLB .................................................................................................. I. DESKRIPSI SINGKAT ................................................................................................ II. TUJUAN PEMBELAJARAN ........................................................................................ A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) ..................................................................... B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) .................................................................... III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN .................................................... IV. METODE...................................................................................................................... V. BAHAN BELAJAR ....................................................................................................... VI. ALAT BANTU .............................................................................................................. VII. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN ................................................................... VIII. URAIAN MATERI ........................................................................................................ A. KONSEP PENANGGULANGAN EPIDEMIOLOGI (PE) DAN PENANGGULANGAN FOKUS (PF) ...................................................................... B. PENANGGULANGAN KEJADIAN LUAR BIASA .................................................. MATERI INTI 6 PENGOPERASIAN ALAT DAN BAHAN PENGENDALIAN VEKTOR ... I. DESKRIPSI SINGKAT ................................................................................................ II. TUJUAN PEMBELAJARAN ........................................................................................ A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) ..................................................................... B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) .................................................................... III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN .................................................... IV. METODE .....................................................................................................................

46 46 47 47 53 57 60 61 63

64 64 64 64 64 64 64 65 65 65 65 65 66 71 78

79 79 79 79 79 79 80 80 80 80 80 80 84 87 87 87 87 87 87 88 viii

V. BAHAN BELAJAR ....................................................................................................... VI. ALAT BANTU .............................................................................................................. VII. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN (DISESUAIKAN) .................... URAIAN MATERI .................................................................................................................. A. MESIN HOT FOGGER .......................................................................................... B. MESIN ULTRA LOW VOLUME (ULV) .................................................................. C. JENIS DAN APLIKASI INSEKTISIDA UNTUK PENGENDALIAN VEKTOR DBD ....................................................................................................................... MATERI INTI 7 PERENCANAAN DAN SUPERVISI PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT DBD .................................................................................................................... DESKRIPSI SINGKAT ................................................................................................ I. II. TUJUAN PEMBELAJARAN ........................................................................................ A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) ..................................................................... B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) .................................................................... III. POKOK BAHASAN ..................................................................................................... IV. METODE ..................................................................................................................... V. BAHAN BELAJAR ....................................................................................................... VI. ALAT BANTU .............................................................................................................. VII. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN ............................................... VIII. URAIAN MATERI ........................................................................................................ A. PENENTUAN DAERAH MASALAH DBD ............................................................. B. PENENTUAN KEGIATAN PENGENDALIAN DBD ............................................... C. PENYUSUNAN RENCANA OPERASIONAL ....................................................... VIII. KEPUSTAKAAN ........................................................................................................ MATERI INTI 8 PROMOSI KESEHATAN DALAM PROGRAM PENGENDALIAN DEMAM BERDARAH DENGUE .......................................................................................... I. DESKRIPSI SINGKAT ................................................................................................ II. TUJUAN PEMBELAJARAN ....................................................................................... A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) ..................................................................... B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) .................................................................... III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN .................................................... IV. METODE ..................................................................................................................... V. BAHAN BELAJAR ....................................................................................................... VI. ALAT BANTU BELAJAR ............................................................................................ VII. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN ................................................................... VIII. URAIAN MATERI ........................................................................................................ A. STRATEGI DASAR PROMOSI KESEHATAN ...................................................... B. KEMITRAAN MELALUI POKJANAL DBD ............................................................. C. PENYULUHAN KESEHATAN ..............................................................................

88 88 88 89 89 92 93 98 98 98 98 98 98 99 99 99 99 99 100 103 107 110

111 111 111 111 111 111 112 112 112 112 113 113 116 120

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 Lampiran 9 Lampiran 10 Lampiran 11 Lampiran 12 Lampiran 13 Lampiran 14 Lampiran 15 Lampiran 16 Lampiran 17 Lampiran 18 Lampiran 19 Lampiran 20 Lampiran 21 Lampiran 22 Lampiran 23 Lampiran 24 Lampiran 25 Lampiran 26 Lampiran 27 Lampiran 28

: Garis Besar Program Pembelajaran : Peraturan Perundang-undangan terkait dengan program pengendalian DBD : KD-PKM : Formulir K-DBD : Formulir W2-DBD : Formulir W 1 : Formulir KD-RS : Formulir DP-DBD : Formulir P-DBD : Kartu Jentik Rumah/Bangunan : Formulir JPJ-1 : Formulir PJB-1 : Formulir PJB-2 : Formulir PJB-3 : Panduan praktek materi inti 3 : Formulir So : Studi kasus materi inti 4 : Form PE : Form hasil PE : Form Berita Acara hasil penanggulangan DBD : Form KLB DBD : Studi materi inti 5 : Panduan praktek materi inti 6 : Perhitungan insektisida dalam pengendalian vektor : Contoh cara perhitungan kegiatan pengendalian DBD : Check list supervisi : Studi kasus materi inti 7 : Studi kasus materi inti 8

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3 Tabel 4 Tabel 5 Tabel 6 Tabel 7 Tabel 8 Tabel 9 Tabel 10 Tabel 11 Tabel 12 Tabel 13 Tabel 14 Tabel 15 Tabel 16

: Indikator Nasional DBD : Jumlah penderita DD, DBD, dan SSD menurut desa/kelurahan per mingguan : Jumlah penderita DBD per tahun di Puskesmas tahun 2008 - 2010 : Distribusi penderita DBD menurut RW di Kelurahan : Jumlah penderita DBD per bulan di Puskemas X Tahun 2006 - 2010 : Jumlah penderita DD, DBD, dan SSD menurut Kecamatan per mingguan : Distribusi penderita DBD, per Kecamatan di wilayah kerja Puskesmas : Jumlah penderita DD, DBD, dan SSD di Kabupaten : Jumlah pendeirta dan kematian DBD di kabupaten per kelompok umur per tahun : Jumlah DD, DBD, dan SSD mingguan di provinsi : Distibusi penderita DBD per kabupaten/kota : Jumlah penderita DD, DBD, dan SSD di provinsi : Jumlah penderita dan kematian DBD per golongan umur di provinsi : Kajian daerah masalah DBD kabupaten per Puskesmas : Contoh penentuan besarnya masalah DBD per desa/kelurahan per Puskesmas : Contoh penggunaan bagan Ganti pada program

xi

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Gambar 2 Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar 3 4 5 6 7 8 9 : Grafik Pertambahan Jumlah kasus DBD sejak tahun 1968 - 2011 : Grafik Insidens Rate DBD per 100.00 penduduk dan Case Fatality Rate (CFR) di Indonesia tahun 2005-2010 : Grafik Insidens Rate (IR) DBD per Provinsi di Indonesia tahun 2010 : Virus Dengue : Grafik Distribusi Kasus Dengue di Negara-negara Asia Tahun 2000-2009 : Distribusi IR DBD di Indonesia Tahun 2010 : Nyamuk Aedes Aegypti : Siklus penularan penyakit DBD : Grafik Pola Indek Curah Hujan (ICH) dan IR DBD di Provinsi NTT Tahun 2005-2009 : Grafik Pola Indek Curah Hujan (ICH) dan IR DBD di Provinsi Kalimantan Timur tahun 2005-2009 : Grafik Pola Indek Curah Hujan (ICH) dan IR DBD di Provinsi DKI Jakarta tahun 2005-2009 : Peta Stratifikasi desa/kelurahan DBD di Puskesmas X : Grafik rata-rata jumlah penderita DBD di Puskesmas X tahun 2006-2010 : Contoh Ovitrap : Contoh Aspirator : Ovarium Aedes sp : Dilatasi pada saluran telur (pedikulus) Aedes sp : Telur Aedes aegypti : Larva Aedes aegypti : Pupa : Aedes sp : Siklus Hidup nyamuk Aedes aegypti : Cara menghitung hasil Uji Torniquet : Bintik-bintik perdarahan di bawah kulit : Tanda Penyembuhan DBD : Contoh Mesin Hot Fogger : Contoh Mesin Ultra Low Volume (ULV)

Gambar 10 Gambar 11 Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27

xii

Lampiran 1 MATERI DASAR 1 : Kebijakan Pengendalian Penyakit DBD WAKTU : 2 JPL Tujuan Pembelajaran Umum : Peserta mampu memahami Peraturan Perundang-undangan dan Kebijakan yang terkait dengan program pengendalian DBD. No Tujuan Pembelajaran Khusus 1 Mampu menjelaskan situasi dan permasalahan yang terkait dengan pengendalian DBD 2 Mampu menjelaskan kebijakan, strategi, dan kegiatan pokok pengendalian DBD dan menjelaskan target/indikator kinerja pengendalian DBD Pokok Bahasan/ Sub Pokok Bahasan Pokok Bahasan : Situasi DBD dan Permasalahan Pengendalian DBD: 1. Situasi DBD di Indonesia 2. Permasalahan Pengendalian DBD Pokok Bahasan : Kebijakan Pengendalian DBD : 1. Renstra Kemenkes tahun 20102014 2. Visi, Misi, dan Tujuan Pengendalian DBD. 3. Kebijakan, Strategi dan Sasaran Pengendalian DBD 4. Kegiatan Pokok Pengendalian DBD 5. Target/indikator pengendalian DBD tahun 2010-2014 Media & Alat Bantu LCD, komputer & bahan ajar

Metode Ceramah, Diskusi & tanya jawab Ceramah, Diskusi & tanya jawab

LCD, komputer & bahan ajar

MATERI INTI 1 : Epidemiologi DBD WAKTU : T 2 JPL Tujuan Pembelajaran Umum : Peserta latih mampu memahami epidemiologi DBD No Tujuan Pembelajaran Khusus 1 Dapat menjelaskan gambaran epidemiologi DBD Pokok Bahasan/ Sub Pokok Bahasan Pokok Bahasan : Epidemiologi DBD : 1.Gambaran Epidemiologi 2.Penyebab penyakit 3.Distribusi penyakit 4.Penularan dan Masa Inkubasi 5.Faktor resiko penularan 6.Ukuran epidemiologi yang berhubungan dengan DBD Metode Ceramah, Diskusi & tanya jawab Media & Alat Bantu LCD, komputer & bahan ajar

121

MATERI INTI 2 : Surveilans Kasus DBD WAKTU : T 2 JPL, P 2 JPL Tujuan Pembelajaran Umum : Peserta mampu melaksanakan surveilans kasus DBD di wilayah kerjanya. No Tujuan Pembelajaran Khusus 1 Dapat menjelaskan pengertian dan tujuan surveilans DBD Pokok Bahasan/ Sub Pokok Bahasan Pokok Bahasan Tujuan dan pengertian surveilans DBD: 1.Tujuan surveilans 2.Pengertian 3.Definisi Operasional Pokok Bahasan : Sistem Pelaksanaan Surveilans dalam pengendalian DBD: 1.Jenis Sumber data 2.Peran Unit Pelaksana 3.Strategi dan pelaksanaan surveilans pengendalian DBD Pokok Bahasan : Kegiatan surveilans DBD di berbagai tingkat administrasi: 1.Tingkat Puskesmas 2.Tingkat Kabupaten/kota 3.Tingkat provinsi Metode Media & Alat Bantu

Ceramah, LCD, tanya jawab & komputer & praktek bahan ajar

Dapat menjelaskan sistem pelaksanaan surveilans dalam pengendalian DBD

Ceramah, tanya jawab & praktek

LCD, komputer & bahan ajar

Dapat menjelaskan sistem pelaporan dan kegiatan surveilans kasus DBD

Ceramah, tanya jawab & praktek

LCD, komputer & bahan ajar

MATERI INTI 3 : Surveilans dan Pengendalian Vektor DBD WAKTU : T 2 JPL, P 3 JPL Tujuan Pembelajaran Umum : Peserta mampu melaksanakan surveilans dan pengendalian vektor DBD diwilayah kerjanya. No Tujuan Pembelajaran Khusus 1 Dapat menjelaskan metode surveilans vektor DBD Pokok Bahasan/ Sub Pokok Bahasan Pokok Bahasan : Metode Surveilans vektor DBD : 1.Penentuan lokasi pengamatan 2.pelaksanaan pengamatan 3.Teknis pengamatan 4.Alat dan Bahan survey 5.Laporan hasil survei Pokok Bahasan Morfologi, identifikasi dan Bioekologi vektor DBD Sub Pokok Bahasan : 1.Morfologi 2.Identifikasi 3.Bioekologi vektor DBD Metode Media & Alat Bantu

Ceramah, LCD, tanya jawab & komputer & praktek bahan ajar

Dapat menjelaskan morfologi, identifikasi dan bio-ekologi vektor DBD

Ceramah, tanya jawab & praktek

LCD, komputer & bahan ajar

Dapat menjelaskan Pokok Bahasan Metode Metode pengendalian pengendalian vektor

Ceramah, tanya jawab &

LCD, komputer &

122

vektor

Sub Pokok Bahasan : 1.Kimiawi 2.Biologi 3.Managemen lingkungan 4.Pemberantasan sarang nyamuk (PSN) DBD 5.Pengendalian vektor terpadu

praktek

bahan ajar

Dapat Melaksanakan Pokok Bahasan : Kegiatan kegiatan pengendalian pengendalian vektor DBD : vektor DBD 1.Kegiatan pengendalian vektor di tingkat administrasi 2.Operasional pengendalian vektor 3.Kegiatan pengendalian vektor pada KLB DBD Dapat Melaksanakan pelaporan dan evaluasi hasil pengendalian vektor DBD Pokok Bahasan : Pelaporan dan Evaluasi hasil pengendalian vektor : 1.Pelaporan hasil pengendalian vektor 2.Evaluasi hasil pengendalian vektor

Ceramah, tanya jawab & praktek

LCD, komputer & bahan ajar

Ceramah, tanya jawab & praktek

LCD, komputer & bahan ajar

MATERI INTI 4 WAKTU

: Tatalaksana Kasus Demam Dengue dan DBD : T 1 JPL, P 2 JPL

Tujuan Pembelajaran Umum : Peserta mampu memahami tatalaksana Demam Dengue dan DBD. No Tujuan Pembelajaran Khusus 1 Menjelaskan definisi operasional kasus DD dan DBD Pokok Bahasan/ Sub Pokok Bahasan Pokok Bahasan : Definisi Operasional DD dan DBD : 1.Definisi Suspek Infeksi Dengue 2.Definisi DD 3.Definisi DBD Pokok Bahasan : Diagnosis DD dan DBD : 1.Diagnosis Suspek Infeksi Dengue 2.Diagnosis Demam Dengue 3.Diagnosis DBD Metode Media & Alat Bantu

Ceramah, LCD, tanya jawab & komputer & praktek bahan ajar

Menjelaskan tatacara mendiagnosis DD dan DBD berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium.

Ceramah, tanya jawab & praktek

LCD, komputer & bahan ajar

123

4.Jenis - Jenis Pemeriksaan laboratorium pada penderita DBD 4 Dapat Melaksanakan kegiatan pengendalian vektor DBD Pokok Bahasan : Kegiatan pengendalian vektor DBD : 1.Kegiatan pengendalian vektor di tingkat administrasi 2.Operasional pengendalian vektor 3.Kegiatan pengendalian vektor pada KLB DBD Pokok Bahasan : Tata laksana DD dan DBD: 1.Pertolongan Pertama Penderita DBD oleh masyarakat. 2.Langkah-langkah Pemeriksaan DD dan DBD 3.Tatalaksana Rujukan penderita DBD 4.Tatalaksana DD dan DBD Ceramah, tanya jawab & praktek LCD, komputer & bahan ajar

Menjelaskan tata laksana DD dan DBD meliputi pertolongan pertama oleh Masyarakat, oleh petugas medis dan paramedis, dan tatacara rujukan ke Rumah Sakit

Ceramah, tanya jawab & praktek

LCD, komputer & bahan ajar

MATERI INTI 5 WAKTU

: Penyelidikan Epidemiologi, Penanggulangan Fokus dan Penanggulangan KLB : T 1 JPL, P 2 JPL

Tujuan Pembelajaran Umum : Peserta mampu melaksanakan kegiatan penyelidikan epidemiologi, penanggulangan fokus dan penanggulangan KLB DBD. No Tujuan Pembelajaran Khusus 1 Dapat menjelaskan konsep PE, PF, dan KLB dan Dapat melaksanakan PE dan PF 2 Pokok Bahasan/ Sub Pokok Bahasan POKOK BAHASAN : KONSEP PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI (PE) : 1.Konsep PE 2.Konsep PF Metode Media & Alat Bantu

Ceramah, LCD, tanya jawab & komputer & praktek bahan ajar

Dapat melaksanakan POKOK BAHASAN : penanggulangan KLB PENANGGULANGAN KEJADIAN LUAR BIASA : 1.Konsep KLB 2.Langkah-langkah pelaksanaan penanggulangan KLB 3.Evaluasi Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB)

Ceramah, tanya jawab & praktek

LCD, komputer & bahan ajar

124

MATERI INTI 6 WAKTU

: Pengoperasian Alat dan Bahan Pengendalian Vektor : T 2 JPL, PL 4 JPL

Tujuan Pembelajaran Umum : Peserta mampu melakukan pengoperasian alat dan menjelaskan bahan pengendalian vektor DBD. No Tujuan Pembelajaran Khusus 1 Melakukan pengoperasian mesin hot fogger Pokok Bahasan/ Sub Pokok Bahasan Pokok Bahasan : Mesin hot fogger (pengkabut panas) : 1.Petunjuk Teknis Pengoperasian Mesin hot fogger 2.Petunjuk teknis perbaikan hot fogger 3.Petunjuk Teknis perawatan mesin hot fogger Metode Ceramah, tanya jawab, diskusi & praktek Media & Alat Bantu LCD, komputer & bahan ajar

Melakukan pengoperasian Pokok Bahasan : mesin Ultra Low mesin ULV. Volume (ULV) : 1.Petunjuk Teknis Pengoperasian Mesin ULV 2.Petunjuk teknis perbaikan mesin ULV 3.Petunjuk teknis perawatan mesin ULV Mengaplikasikan insektisida Pokok Bahasan : Jenis dan aplikasi insektisida untuk pengendalian vektor DBD : 1.Jenis Insektisida 2.Cara aplikasi Insektisida

Ceramah, tanya jawab, diskusi & praktek

LCD, komputer & bahan ajar

Ceramah, tanya jawab, diskusi & praktek

LCD, komputer & bahan ajar

125

MATERI INTI 7 : Perencanaan Pengendalian Penyakit DBD. WAKTU : T 1 JPL, P 2 JPL Tujuan Pembelajaran Umum : Peserta mampu melakukan perencanaan dan supervisi pengendalian DBD. No Tujuan Pembelajaran Khusus 1 Menentukan daerah masalah DBD melalui kajian epidemiologi Pokok Bahasan/ Sub Pokok Bahasan Pokok Bahasan : Penentuan Daerah Masalah DBD : 1.Dasar Penyusunan Rencana 2.Penentuan Daerah Masalah DBD 3.Penentuan besarnya masalah DBD Pokok Bahasan : Penentuan kegiatan pengendalian DBD : Jenis Kegiatan Pokok Bahasan : Penyusunan Rencana Operasional Pokok Bahasan : Supervisi dan Bimbingan Teknis : 1.Konsep Supervisi dan Bimbingan Teknis 2.Pelaksanaan Supervisi dan bimbingan Teknis 3.Penilaian Supervisi dan bimbingan Teknis Metode Media & Alat Bantu

Ceramah, tanya LCD, jawab, & praktek komputer & bahan ajar

Menentukan kegiatan pengendalian DBD

Ceramah, tanya jawab, & praktek

LCD, komputer & bahan ajar LCD, komputer & bahan ajar LCD, komputer & bahan ajar

Menyusun rencana operasional Melaksanakan Supervisi dan Bimbingan Teknis serta Membuat kesimpulan akhir dan laporan umpan balik

Ceramah, tanya jawab, & praktek Ceramah, tanya jawab, & praktek

126

MATERI INTI 8 WAKTU

: Promosi Kesehatan dalam program Pengendalian DBD : T 2 JPL, P 2 JPL

Tujuan Pembelajaran Umum : Peserta mampu melaksanakan promosi kesehatan dalam program pengendalian DBD. No Tujuan Pembelajaran Khusus 1 Dapat menjelaskan tentang promosi kesehatan Pokok Bahasan/ Sub Pokok Bahasan Metode Media & Alat Bantu LCD, komputer & bahan ajar

Pokok Bahasan : Strategi Ceramah, tanya dasar promosi kesehatan : jawab & bermain peran 1.Strategi advokasi 2.Strategi bina suasana 3.Strategi gerakan pemberdayaan Pokok Bahasan : Kemitraan melalui POKJANAL DBD : 1. Konsep kemitraan 2. POKJANAL DBD Pokok Bahasan Penyuluhan Kesehatan Ceramah, tanya jawab & bermain peran

Dapat menjelaskan tentang kemitraan

LCD, komputer & bahan ajar

Dapat melakukan penyuluhan kesehatan

Ceramah, tanya jawab & bermain peran

LCD, komputer & bahan ajar

127

Lampiran 2

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT DENGAN PROGRAM PENGENDALIAN DBD A. Peraturan Perundang-Undangan Inti Terkait Dengan Program Pengendalian DBD 1. KEPMENKES No. 581/MENKES/SK/VII/1992 Tentang Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue (lihat lampiran KEPMENKES tsb.) 2. KEPMENKES No. 92 Tahun 1994 Tentang Perubahan Atas Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 581/Menkes/SK/VII/1992 Tentang Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue (lihat KEPMENKES tsb) 3. KEPMENDAGRI No. 31-VI Tahun 1994 Tentang Pembentukan Kelompok Kerja Operasional Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue (POKJANAL DBD) Tim Pembina LKMD Tingkat Pusat (lihat KEPMENKES tsb). B. Peraturan Perundang-Undangan Penunjang Beserta Pasal-Pasal Terkait Dengan Program Pengendalian DBD 1. UU No. 4 Th. 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (pasal 1-15) 2. UU No. 23 Th.1992 tentang Kesehatan (Bab III Ps.4,6,12s/d 15, Bab IV, Ps.17s/d 22, Bab V ,Ps 50; BAB VI. Ps 53 s/d 60; BAB IX Ps.73-78, BAB XIII Ps.102 & 103; BAB XV.107 . 3. UU No. 32 Th. 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Penjelasan Umum.1b,3,7 s/d 10) 4. UU No. 33 Th. 2004 tentang Perimbangan Keuangan Daerah (BAB VI Ps.10, BAB 10 Ps.87) 5. PP No. 40 Th. 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular (BAB I, BAB II, Bab III s/d XI.) 6. PP No. 25 Th. 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Provinsi Sebagai Daerah Otonomi (BAB II Ps.2 (10.j) 7. PP No. 84 Tahun 2000 Tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah 8. PP No. 39 Tahun 2001 Tentang Penyelenggaraan Dekonsentrasi (BAB IV Ps.6 s/d 9, BAB VI Ps.11 9. PP 52 Tahun 2001 Tentang Penyelenggaraan Tugas Perbantuan (BAB VII Ps.11,12, BAB VIII Ps. 13,14) 10. PP No. 65 Tahun 2005 Tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal 11. PERPRES No. 7 Tahun 2005 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004 - 2009 ( Ps.6, Bab 28 tentang kesehatan) 12. PERMENKES No. 560 Tahun 1989 Tentang Jenis Penyakit Tertentu Yang Dapat Menimbulkan Wabah, Tata Cara Penyampaian Laporannya dan Tata Cara Penanggulangannya 13. PERMENKES No. 949 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (KLB). (Lampiran latar belakang penyakit yang sering menimbulkan KLB)

128

14. PERMENKES No. 1575 Tahun 2005 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan (Bab VI Ps. 380 s/d 390, Ps.458 s/d 460, 466-468) 15. KEPMENKES R.I No.829/MENKES/SK/VII/1999 tentang Kesehatan Perumahan (Lampiran C persyaratan kesehatan Lingkungan no.6) 16. KEPMENKES No. 261 Tahun 1998 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja (BAB II Persyaratan H. Tentang vektor penyakit ) . 17. KEPMENKES No. 829 Tahun 1999 Tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan 18. KEPMENKES No. 1116 Tahun 2003 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan (III. Penyelenggaran sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan No. D.1.d) 19. KEPMENKES No. 1457 Tahun 2003 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota. (P. Pencegahan dan Pemberantasan penyakit DBD) 20. KEPMENKES No. 1479 Tahun 2003 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular Terpadu (lampiran Jenis-jenis penyakit no.5. bersumber RS. No.21) 21. KEPMENKES No. 131 Tahun 2004 Tentang Sistem Kesehatan Nasional 22. KEPMENKES No. 1091 Tahun 2004 Tentang Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota. (Lampiran keputusan no urut P. Pencegahan dan pemberantasan Penyakit Demam Berdarah) 23. KEPMENKES No. 1204 Tahun 2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit ( Lampiran , Tatalaksana RS, no.5.b.10; VI.C.1.a) 24. KEPMENKES No. 331 Tahun 2005 Tentang Rencana Strategis Departemen Kesehatan 2005 - 2009 25. KEPMENKES RI No.1350/MENKES/SK/XII/2001 Tentang Pestisida, DEPKES RI , Jakarta Tahun 2004. (Bab 1. Ketentuan Umum Ps.1, Bab III P, BAB II, Ps 2,3, Bab III Ps 4 s/d7, Bab IV Ps.9 s/d 13, Bab V Ps14 s/d 19, BAb VI Ps. 20, BAB VII Ps 21) 26. PERDA (Peraturan Daerah) CONTOH : a. Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 2044 Tahun 2004 Tentang Satuan Biaya Untuk Pelaksanaan Kegiatan Penyelidikan Epidemiologi (PE), Pengasapan (Fogging), Operasional ULV, Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), dan Pemantauan Jentik Berkala (PJB) Di Provinsi Daerah Ibukota Jakarta b. Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 447 Tahun 2005 Tentang Penanggulangan Waspada Kejadian Luar Biasa (KLB) Penyakit Demam Berdarah Dengue di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta c. Instruksi Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 11 Tahun 2003 Tentang Kewaspadaan Dini Terhadap Penyakit Demam Berdarah Dengue di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta d. Instruksi Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 39 Tahun 2004 Tentang Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Lingkungan Kelurahan Provinsi DKI Jakarta e. Instruksi Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 115 Tahun 2005 Tentang Antisipasi Perkembangan Situasi Musim Hujan di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta f. Surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 5681 Tahun 2005 Tentang Penetapan Penggunaan Anggaran Swadana Puskesmas Untuk Kegiatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta g. Surat Edaran Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 46/SE/2004 Tentang Gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSNDBD) di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

129

h. Surat Ketua Umum Tim Penggerak PKK Pusat Tanggal No. 500/SKR/PKK.PST/IX/94 Kepada Ibu Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Dati I di Seluruh Indonesia Perihal Penyuluhan dan Motivasi tentang Gerakan PSN-DBD i. KEPMENKES No. 331 Tahun 2005 Tentang Rencana Strategis Departemen Kesehatan 2005 - 2009 Lampiran 2 KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 581/Menkes/SK/VII/1992 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa penyakit Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu penyakit yang cenderung meningkat jumlah kasusnya dan penyebarannya, serta sering menimbulkan kejadian luar biasa dan kematian sehingga menjadi masalah kesehatan masyarakat; b. bahwa untuk itu perlu dilakukan berbagai kegiatan pemberantasan penyakit demam berdarah dengue secara dini dan terus-menerus; c. bahwa sehubungan dengan huruf a dan b tersebut di atas perlu ditetapkan Keputusan Menteri Kesehatan tentang Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue. Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 9 tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Kesehatan (Lembaran Negara tahun 1960 nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2068). 2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, tambahan Lembaran Negara Nomor 3037). 3. Undang-undang Nomor 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa (Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3153). 4. Undang-undang No.4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3273). 5. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1987 tentang Penyerahan sebagian Urusan Pemerintahan dalam Bidang Kesehatan kepada Daerah (Lembaran Negara Tahun 1987 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3347) 6. Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal daerah.

130

7. Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1991 tentang Penanggulangan Penyakit Menular (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3447) 8. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 tahun 1980 tentang Penyempurnaan dan Peningkatan Fungsi Lembaga Sosial Desa Menjadi Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa. 9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 560/Menkes/Per/VIII/1989 tentang jenis Penyakit Tertentu yang dapat menimbulkan wabah, Tata Cara Penyampaian Laporannya dan Tata cara Penanggulangan Seperlunya. MEMUTUSKAN Menetapkan Pertama Kedua : : : KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE Upaya pemberantasan penyakit Demam Berdarah Dengue dilakukan melalui kegiatan pencegahan, penemuan, pelaporan penderita, pengamatan penyakit dan penyelidikan epidemiologi, penanggulangan seperlunya, penanggulangan lain dan penyuluhan kepada masyarakat. Pelaksanaan kegiatan pemberantasan penyakit demam berdarah dengue dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat di bawah koordinasi Kepala Wilayah/Daerah. Pelaksanaan pemberantasan penyakit demam berdarah dengue dilakukan sesuai dengan yang tercantum dalam lampiran keputusan ini. Petunjuk teknis pelaksanaan keputusan ini ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman. Keputusan ini berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ketiga

Keempat Kelima Keenam

: : :

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Keputusan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal: 27 Juli 1992 MENTERI KESEHATAN RI,

Dr. ADHYATMA, MPH.

131

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN R.I. NOMOR:581/MENKES/SK/VII/1992. TANGGAL : 27 JULI 1992 BAB I PENDAHULUAN 1. Penyakit Demam Berdarah Dengue disebabkan virus dan ditularkan lewat nyamuk merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, yang cenderung semakin luas penyebarannya sejalan dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk. 2. Seluruh wilayah Indonesia, mempunyai risiko untuk kejangkitan penyakit Demam Berdarah Dengue karena virus penyebab dan nyamuk penularnya (Aedes aegypti) tersebar luas, baik di rumah-rumah maupun di Tempat Umum, kecuali yang ketinggiannya lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut. 3. Penyakit demam berdarah dengue adalah penyakit menular yang: a. Terutama menyerang anak b. Ditandai dengan panas tinggi, perdarahan dan dapat menimbulkan renjatan dan kematian c. Termasuk salah satu penyakit yang dapat menimbulkan wabah. 4. Pemberantasan penyakit demam berdarah dengue pada dasarnya dilakukan sesuai dengan pemberantasan penyakit menular pada umumnya, namun mengingat vaksin untuk mencegah dan obat untuk membasmi virusnya belum ditemukan, maka pemberantasan penyakit demam berdarah dengue dilaksanakan terutama dengan memberantas nyamuk penularnya. 5. Untuk memberantas penyakit demam berdarah dengue diperlukan pembinaan peran serta masyarakat guna mencegah dan membatasi penyebaran penyakit. 6. Pembinaan peran serta masyarakat dilaksanakan dengan penyuluhan dan motivasi kepada masyarakat. Oleh karena itu pemberantasan penyakit demam berdarah dengue dilaksanakan melalui kerjasama lintas program dan sektoral yang dikoordinasikan oleh kepala Wilayah/Daerah. BAB II MAKSUD DAN TUJUAN Maksud dan Tujuan Keputusan ini adalah memberikan pedoman bagi masyarakat, tokoh masyarakat, petugas kesehatan dan sektor-sektor terkait dalam upaya bersama mencegah dan membatasi penyebaran penyakit demam berdarah dengue sehingga terjadinya kejadian luar biasa/wabah dapat dicegah dan angka kesakitan dan kematian dapat diturunkan serendah-rendahnya.

132

BAB III DASAR HUKUM 1. Undang-undang Nomor 9 tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Kesehatan (Lembaran Negara tahun 1960 nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2068). 2. 3. 4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, tambahan Lembaran Negara Nomor 3037). Undang-undang Nomor 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa ( Lembaran Negara, Tahun 1979 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3153). Undang-undang No.4 tahun 1984 tentang wabah Penyakit Menular ( Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3273).

5. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1987 tentang Penyerahan sebagian Urusan Pemerintahan dalam Bidang Kesehatan kepada Daerah (Lembaran Negara Tahun 1987 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3347) 6. Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal daerah. 7. Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1991 tentang Penanggulangan Penyakit Menular (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3447) 8. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 tahun 1980 tentang Penyempurnaan dan Peningkatan Fungsi Lembaga Sosial Desa Menjadi Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa. 9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 560/Menkes/Per/VIII/1989 tentang jenis Penyakit Tertentu yang dapat menimbulkan wabah, Tata Cara Penyampaian Laporannya dan Tata cara Penanggulangan Seperlunya. BAB IV PENGERTIAN 1. Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang ditandai dengan demam mendadak 2 sampai dengan 7 hari tanpa penyebab yang jelas, lemah/lesu, gelisah, nyeri ulu hati, disertai tanda perdarahan di kulit berupa bintik perdarahan (petechiae, lebam (echymosis) atau ruam (purpura). Kadang-kadang mimisan, berak darah, muntah darah, kesadaran menurun atau renjatan (Shock). 2. Penderita/tersangka adalah orang sakit dengan tanda-tanda seperti pada butir 1 atau sekurang-kurangnya panas tanpa sebab jelas dan petichiae atau tanda perdarahan lainnya.

133

3. Pengamatan penyakit adalah kegiatan mencatat jumlah penderita/tersangka penyakit demam berdarah dengue menurut waktu dan tempat (wilayah) kejadian, yang dilaksanakan secara teratur. 4. Pemusnahan penyebab penyakit adalah penyemprotan insektisida untuk membasmi nyamuk pembawa virus dengue. 5. Pemberantasan penyakit Demam Berdarah Dengue adalah semua upaya untuk mencegah dan menangani kejadian Demam Berdarah Dengue termasuk tindakan untuk membatasi penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengue. 6. Penyelidikan epidemiologi adalah kegiatan pelacakan penderita/tersangka lainnya dan pemeriksaan jentik nyamuk penular penyakit demam berdarah dengue di rumah penderita/tersangka dan rumah-rumah sekitarnya dalam radius sekurang-kuranya 100 meter, serta tempat umum yang diperkirakan menjadi sumber penyebaran penyakit lebih lanjut. 7. Penanggulangan seperlunya adalah penyemprotan insektisida dan /atau pemberantasan sarang nyamuk yang dilakukan berdasarkan hasil penyelidikan epidemiologi. 8. Kejadian luar biasa adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan/kematian penyakit demam berdarah dengue yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu. 9. Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) adalah pemeriksaan tempat penampungan air dan tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti untuk mengetahui adanya jentik nyamuk, yang dilakukan di rumah dan tempat umum secara teratur sekurang-kurangnya tiap 3 bulan untuk mengetahui keadaan populasi jentik nyamuk penular penyakit demam berdarah dengue. 10. Abatisasi adalah penaburan insektisida pembasmi jentik pada tempat penampungan air. 11. Rumah adalah bangunan untuk tempat tinggal termasuk bangunan yang digunakan untuk usaha kecil seperti warung, toko,industri-rumahan, dan mushola. 12. Tempat umum ialah bangunan untuk pelayanan umum seperti sekolah, hotel/losmen, asrama, rumah makan, tempat rekreasi, tempat industri/pabrik, kantor, terminal/stasiun, stasiun pompa bensin, rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan lainnya, dimana kemungkinan terjadinya penularan tinggi. 13. Angka Bebas Jentik (ABJ) adalah persentase rumah dan/atau Tempat Umum yang tidak ditemukan jentik, pada pemeriksaan jentik berkala. 14. Desa/kelurahan rawan adalah desa/kelurahan yang dalam 3 tahun yang terakhir kejangkitan penyakit demam berdarah dengue, atau yang karena keadaan lingkungannya (antara lain karena penduduknya padat, mempunyai hubungan transportasi yang ramai dengan wilayah lain), sehingga mempunyai risiko untuk kejadian luar biasa.

134

BAB V TANDA-TANDA DAN PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE 1. Penderita penyakit demam berdarah dengue pada umumnya disertai tanda-tanda sebagai berikut: a. Hari pertama sakit: panas mendadak terus-menerus, badan lemah/lesu. Pada tahap ini sulit dibedakan dengan penyakit lain b. Hari kedua atau ketiga: timbul bintik-bintik perdarahan, lebam, atau ruam pada kulit muka, dada, lengan, atau kaki dan nyeri ulu hati. Kadang-kadang mimisan, berak darah atau muntah darah. Bintik perdarahan mirip dengan bekas gigitan nyamuk. Untuk membedakannya kulit diregangkan; bila hilang bukan tanda penyakit demam berdarah dengue. c. Antara hari ketiga sampai ketujuh, panas turun secara tiba-tiba. Kemungkinan yang selanjutnya: 1) Penderita sembuh, atau 2) Keadaan memburuk yang ditandai dengan gelisah, ujung tangan dan kaki dingin, banyak mengeluarkan keringat. Bila keadaan berlanjut, terjadi renjatan 9lemah lunglai, denyut nadi lemah atau tak teraba). Kadang-Kadang Kesadarannya menurun. 2. Penyakit demam berdarah dengue umumnya ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti (meskipun juga dapat ditularkan oleh Aedes albopictus yang hidup di kebun). Nyamuk ini mendapat virus dengue pada waktu mengisap darah penderita penyakit demam berdarah dengue atau orang tanpa gejala sakit yang membawavirus itu dalam darahnya (carier). 3. Virus dengue memperbanyak diri dan menyebar keseluruh tubuh nyamuk, termasuk ke kelenjar liurnya. 4. Jika nyamuk ini menggit orang lain, maka virus dengue akan dipindahkan bersama air liur nyamuk. Dalam waktu kurang dari 7 hari orang tersebut menderita sakit demam berdarah dengue. Virus dengue memperbanyak diri dalam tubuh manusia dan akan berada dalam darah selama 1 minggu. 5. Orang yang kemasukan virus dengue tidak semuanya akan sakit demam berdarah dengue. Ada yang demam ringan yang akan sembuh dengan sendirinya, atau bahkan ada yang sama sekali tanpa gejala sakit. Tetapi semuanya merupakan pembawa virus dengue selama 1 minggu, sehingga dapat menularkan kepada orang lain di berbagai wilayah yang ada nyamuk penularnya. 6. seluruh wilayah mempunyai risiko untuk kejangkitan penyakit demam berdarah dengue, namun tempat yang potensial bagi penyebaran penyakit adalah desa rawan dan tempat umum. 7. Nyamuk penular demam berdarah dengue teruitama adalah Aedes aegypti. a. Sifat-sifat nyamuk Aedes aegypti: 1) Berwarna hitam dengan gelang-gelang (loreng) putih pada tubuhnya, dengan bercak-bercak putih di sayap dan kakinya.Berkembang biak di tempat penampungan air yang tidak beralaskan tanah seperti bak mandi/wc, tempayan,

135

2) 3) 4) 5)

drum dan barang-barang yang menampung air seperti kaleng, ban bekas, pot tanaman air, tempat minum burung dan lain-lain. Kadang-kadang juga di pelepah daun, lobang pohon, lobang pagar pipa/bambu, lobang pipa tiang bendera, dan genangan air di talang atap rumah dan lain-lain. Biasanya menggigit pada siang hari. Nyamuk betina membutuhkan darah manusia untuk mematangkan telurnya agar dapat meneruskan keturunannya. Kemampuan terbangnya 100 meter.

b. Daur hidup: 1) Nyamuk betina meletakkan telur di tempat perkembang-biakannya. 2) Dalam beberapa hari telur menetas menjadi jentik,kemudian berkembang menjadi kepompong dan akhirnya menjadi nyamuk (perkembang-biakan dari telur-jentik-kepompong-nyamuk membutuhkan waktu 7-10 hari). 3) Dalam tempo 1-2 hari nyamuk yang baru menetas ini (yang betina) akan menggigit (mengisap darah) manusia dan siap untuk melakukan perkawinan dengan nyamuk jantan. 4) Setelah mengisap darah, nyamuk betina beristirahat sambil menunggu proses pematangan telurnya. Tempat beristirahat yang disukai adalah tumbuhtumbuhan atau benda tergantung di tempat yang gelap dan lembab, berdekatan dengan tempat perkembang biakannya. 5) Siklus mengisap darah dan bertelur ini berulang setiap 3-4 hari. 6) Bila mengisap darah seorang penderita demam berdarah dengue atau carrier, maka nyamuk ini seumur hidupnya dapat menularkan virus itu. 7) Umur nyamuk betina rata-rata 2-3 bulan. BAB VI UPAYA PEMBERANTASAN Upaya pemberantasan penyakit demam berdarah dengue dilaksanakan dengan cara tepat guna oleh pemerintah dengan peran serta masyarakat yang meliputi : (1) pencegahan, (2) penemuan, pertolongan dan pelaporan, (3) penyelidikan epidemiologi dan pengamatan penyakit demam berdarah dengue, (4) penanggulangan seperlunya, (5) penanggulangan lain dan (6) penyuluhan. 1. PENCEGAHAN Pencegahan dilaksanakan oleh masyarakat di rumah dan Tempat umum dengan melakukan Pemberantasan sarang Nyamuk (PSN) yang meliputi: a. menguras tempat penampungan air sekurang-kurangnya seminggu sekali, atau menutupnya rapat-rapat. b. Mengubur barang bekas yang dapat menampung air c. Menaburkan racun pembasmi jentik (abatisasi) d. Memelihara ikan e. Cara-cara lain membasmi jentik. 2. PENEMUAN, PERTOLONGAN DAN PELAPORAN

136

Penemuan, pertolongan dan pelaporan penderita penyakit demam berdarah dengue dilaksanakan oleh petugas kesehatan dan masyarakat dengan cara-cara sbb: a. Keluarga yang anggotanya menunjukkan gejala penyakit demam berdarah dengue memberikan pertolongan pertama (memberi minum banyak, kompres dingin dan dan obat penurun panas yang tidak mengandung asam salisilat) dan dianjurkan segera memeriksakan kepada dokter atau unit pelayanan kesehatan. b. Petugas kesehatan melakukan pemeriksaan, penentuan diagnosa dan pengobatan/perawatan sesuai dengan keadaan penderita dan wajib melaporkan kepada puskesmas. c. Kepala keluarga diwajibkan segera melaporkan kepada lurah/kepala desa melalui kader, ketua RT/RW, Ketua Lingkungan/Kepala Dusun. d. Kepala asrama, ketua RT/RW, Ketua Lingkungan, Kepala Dusun yang mengetahui adanya penderita/tersangka diwajibkan untuk melaporkan kepada Puskesmas atau melalui lurah/kepala desa. e. Lurah/Kepala Desa yang menerima laporan, segera meneruskannya kepada puskesmas. f. Puskesmas yang menerima laporan wajib melakukan penyelidikan epidemiologi dan pengamatan penyakit. 3. PENGAMATAN PENYAKIT DAN PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI a. pengamatan penyakit dilaksanakan oleh Puskesmas yang menemukan atau ` menerima laporan penderita tersangka untuk: 1) Memantau situasi penyakit demam berdarah dengue secara teratur sehingga kejadian luar biasa dapat diketahui sedini mungkin 2) Menentukan adanya desa rawan penyakit demam berdarah dengue. b. Penyelidikan epidemiologi dilaksanakan oleh petugas kesehatan dibantu oleh masyarakat, untuk mengetahui luasnya penyebaran penyakit dan langkah-langkah untuk membatasi penyebaran penyakit sebagai berikut: 1) Petugas Puskesmas melakukan penyelidikan epidemiologi. 2) Keluarga penderita dan keluarga lain disekitarnya membantu kelancaran pelaksanaan penyelidikan. 3) Kader, Ketua RT/RW, Ketua lingkungan, Kepala Dusun, LKMD, membantu petugas kesehatan dengan menunjukkan rumah penderita/tersangka dan mendampingi petugas kesehatan dalam pelaksanaan penyelidikan epidemiologi. c. Kepala Puskesmas melaporkan hasil penyelidikan epidemiologi dan adanya kejadian luar biasa kepada Camat dan Dinas Kesehatan Dati II, disertai rencana penanggulangan seperlunya. 4. PENANGGULANGAN SEPERLUNYA a. Penanggulangan seperlunya dilakukan oleh petugas kesehatan dibantu oleh masyarakat untuk membatasi penyebaran penyakit. b. Jenis kegiatan yang dilakukan disesuaikan dengan hasil penyelidikan epidemiologi sebagai berikut: 1) Bila: - ditemukan penderita/tersangka demam berdarah dengue lainnya

137

atau - ditemukan 3 atau lebih penderita panas tanpa sebab yang jelas dan ditemukan jentikdilakukan penyemprotan insektisida (2 siklus interval 1 minggu) disertai penyuluhan di rumah penderita/tersangka dan sekitarnya dalam radius 200 meter dan sekolah yang bersangkutan bila penderita/tersangka adalah anak sekolah. 2) Bila terjadi Kejadian Luar Biasa atau wabah, dilakukan penyemprotan insektisida (2 siklus dengan interval 1 minggu) dan penyuluhan di seluruh wilayah yang terjangkit. 3) Bila tidak ditemukan keadaan seperti di atas, dilakukan penyuluhan di RW/Dusun yang bersangkutan. c. Langkah Kegiatan 1) Pertemuan untuk musyawarah masyarakat desa dan RW/Lingkungan/Dusun 2) Penyediaan tenaga untuk pemeriksa jentik dan penyuluhan untuk dilatih 3) Pemantauan hasil pelaksanaan di tiap RW/lingkungan/Dusun.

BAB VIII PEMBINAAN PELAKSANAAN Untuk membina pelaksanaan upaya pemberantasan penyakit demam berdarah dengue, dibentuk Kelompok Kerja Operasional Pemberantasan Penyakit demam Berdarah Dengue (POKJANAL DBD) di setiap tingkatan administrasi pemerintahan. POKJANAL DBD merupakan forum koordinasi pembinaan pelaksanaan pemberantasan penyakit demam berdarah dengue. 1. Susunan Oeganisasi Pokjanal DBD. a. POKJANAL DBd tingkat Kecamatan, tingkat dati II dan tingkat Dati I, masing-masing dibentuk oleh Camat, Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tk II, Gubernur Kepala daerah TK I, dan merupakan forum koordinasi dalam wadah Tim Pembina LKMD. Anggotanya terdiri dari unsur instansi dan lembaga terkait dalam pembinaan pelaksanaan pemberantasan penyakit demam berdarah dengue termasuk Tim Penggerak PKK Pusat, tingkat 1, tingkat II dan PKK Tingkat Kecamatan. b. POKJANAL DBD Tingkat Pusat dibentuk oleh menteri Kesehatan, Departemen Dalam Negeri, Departemen Pendidikan & Kebudayaan, Departemen Penerangan, Departemen Agama, Departemen Keuangan, Bappenas, Departemen Sosial, Tim Penggerak PKK Pusat dan instansi lain terkait. 2. Penggorganisasian POKJANAL DBD di setiap tingkatan administrasi pemerintahan sebagai berikut: a. Ketua b. Wakil Ketua Bidang Teknis c. Wakil Ketua bidang Bina program d. Sekretaris e. Anggota.

138

3. Tugas dan Fungsi POKJANAL DBD mempunyai tugas: a. Menyiapkan data dan informasi tentang keadaan dan perkembangan Pokja DBD/POKJANAL DBD, cakupan program serta pencapaian hasil kegiatan. b. Menganalisa masalah dan kebutuhan pembinaan serta menetapkan alternatif pemecahan masalah yang dihadapi Pokja DBD/POKJANAL DBD. c. Menyusun rencana tindak lanjut terhadap pemecahan masalah. d. Melakukan pemantauan dan bimbingan teknis pengelolaan program. e. Menginformasikan masalah yang dihadapi berdasarkan butir d. Tersebut diatas kepada instansi/lembaga yang bersangkutan dalam rangka pemecahan masalah. f. Melaporkan hasil pelaksanaan kegiatannya kepada Kepala wilayah/Daerah pada tingkat pemerintahan yang sama dan kepada POKJANAL DBD pada tingkat pemerintahan yang setingkat lebih tinggi sekurang-kurangnya setiap 3 bulan. 4. Tata hubungan kerja a. Pokjanal DBD untuk dan atas nama Tim Pembina LKMD memberikan bimbingan dan petunjuk teknis kepada tim Pembina LKMD yang lebih rendah, sesuai dengan bidang dan tugasnya. b. POKJANAL DBD menyampaikan laporan hasil kegiatannya kepada Ketua Harian Tim Pembina LKMD pada tingkat pemerintahan yang sama. c. POKJANAL DBD dapat melakukan hubungan kerja dengan Dinas/Instansi dan Lembaga Swadaya Masyarakat atau lembaga lain dengan sepengetahuan ketua Harian tim pembina LKMD, sesuai dengan bidang tugasnya. d. POKJANAL DBD Tingkat Kecamatan dalam melaksanakan kegiatannya menggunakan sistem UDKP untuk memadukan perencanaan, pelaksanaan dan penilaian serta tindak lanjut pembangunan masyarakat desa yang menyeluruh dan terpadu pada tingkat kecamatan. e. Mekanisme kerja POKJANAL DBD dilaksanakan melalui pendekatan fungsional yaitu dengan memperhatikan tugas pokok, fungsi, kewenangan dan tanggung jawab masing-masing instansi dalam semangat kebersamaan dan keterpaduan. f. Hubungan kerja POKJANAL DBD dengan POKJANAL lain yang ada pada tingkat pemerintahan yang sama, berdasarkan koordinasi dan konsultasi. 5. Langkah Kegiatan a. Analisa situasi penyakit demam berdarah dengue termasuk keadaan nyamuk (jentik) penular demam berdarah dengue. b. Stratifikasi desa rawan berdasarkan besarnya masalah penyakit demam berdarah dengue c. Penentuan desa rawan yang diprioritaskan sebagai sasaran program. d. Menyusun rencana kegiatan pemberantasan yang ditetapkan dan disetujui oleh Kepala Wilayah/Daerah. e. Pelaksanaan kegiatan sesuai dengan tanggung jawab masing-masing tingkatan pemerintahan f. Pemantauan dan evaluasi serta pelaporan g. Pembinaan dan tindak lanjut. 6. Dalam hal terjadi Kejadian Luar Biasa/Wabah penyakit DBD , kepalaWilayah/Daerah dapat membentuk Tim gerak cepat yang anggotanya terdiri dari anggota POKJANAL, unsur keamanan, dan unsur lain yang terkait.

139

BAB IX PEMBIAYAAN Biaya yang diperlukan untuk pemberantasan penyakit demam berdarah dengue dibebankan kepada masing-masing instansi/lembaga terkait, baik melalui APBN, APBD I, APBD II, swadaya maupun sumber-sumber lain yang sah. BAB X PENGHARGAAN Terhadap kelompok atau perorangan yang berhasil melakukan upaya pemberantasan penyakit demam berdarah dengue dapat diberikan penghargaan oleh Kepala wilayah/Daerah atas usulan POKJANAL DBD setempat.

Ditetapkan di: JAKARTA Pada tanggal : 27 Juli 1992 MENTERI KESEHATAN RI.

Dr,

ADHYATMA.MPH.

140

Lampiran 3

PEMBERITAHUAN TERSANGKA DBD/DD/DBD/SSD*) (Dikirimkan dalam 24 jam Setelah Penegakkan Diagnosis) UNIT PELAYANAN KESEHATAN : ................................................................ KABUPATEN/KOTA*) : ...................................................... PROPINSI : ..............................

Kepada Yth, Kadinkes Kabupaten/Kota*) ........................... di .............................................................


Bersama ini kami beritahukan bahwa kami telah memeriksa/merawat seorang pasien (rawat jalan/rawat inap *)): Nama : .................................................................................... Umur : .................................................................................... Jenis Kelamin : .................................................................................... Nama orang tua/KK : .................................................................................... Alamat rumah : Jl. .................................................................No. ........ RT............................................RW............................ Desa/Kelurahan...........................Kecamatan : ....................... Tanggal mulai sakit : ...........................................20......... Tanggal penegakkan diagnosis : ...........................................20......... Keadaan penderita saat ini : Hidup/Meninggal*)

Bila pasien rawat inap : Tanggal mulai perawatan Tanggal keluar/selesai perawatan

: ...........................................20......... : ...........................................20.........
-Jumlah trombosit terendah -Nilai hematokrit terendah -Nilai hematokrit tertinggi -IgM (+/-) -IgG (+/-) -IgM dan IgG (+/-)

Diagnosis **): Tersangka DBD DD (Demam Dengue) DBD (Demam Berdarah Dengue) SSD (Sindrom Syok Dengue)

..............................................,.................20....... Kepala/Direksi*.................................

Tembusan : Kepada Yth. Ka. Puskesmas

(.......................................................)

*) Coret yang tidak perlu; **) Bubuhkan tanda check ( ) ; *Rumah Sakit atau tempat perawatan (fasilitas kesehatan) lainnya

141

142

Formulir K-DBD

LAPORAN BULANAN PENDERITA DD/DBD/SSD DAN PROGRAM PEMBERANTASAN

Propinsi/Kabupaten/Kota/Puskesmas *) Laporan Bulan/Tahun


Jumlah penderita DBD Jumlah PSN DBD Jumlah penderita SSD IR* Jumlah penderita DBD/SSD yang meninggal
(7) (8) (9) (10) (11)

: ............................................................................................. : .............................................................................................
(1)
CFR (%) Jumlah PE Jumlah larvasidasi Jumlah Penyuluhan PSN DBD Jumlah fogging focus

Kabupaten/ Kota/ Kecamatan/ Desa/ Kelurahan*)


(4) (5) (6)

Jumlah penderita DD

Jumlah penderita DD yang meninggal

(1)

(2)

(3)

(12)

(13)

Jumlah

Lampiran 4

*) Coret yang tidak perlu PJB: Pemeriksaan Jentik Berkala * Jumlah penderita DBD dan SSD per 100.000 penduduk

(2) lanjutan (1)


Jumlah Jumlah Jumlah daerah KLB kabupaten/ kabupaten/ kota/ kota/ (desa/ endemis kelurahan/ kecamatan/ kabupaten/ kota*) Jumlah kecamatan Jumlah kabupaten/ kota/ sporadis Jumlah kecamatan endemis
(17) (18) (19) (20) (21) (22) (23) (24) (25) (26)

Jumlah PJB Jumlah desa/ kelurahan Jumlah desa/ kelurahan endemis Jumlah kecamatan sporadis Jumlah desa/ kelurahan sporadis

Jumlah Jumlah G3 rumah/ M SMP s.d. bangunan bulan ini yang diperiksa jentik Jumlah positif Jentik)*

(14)

(15)

(16)

Jumlah

* Misalnya yang diperiksa 300, positif 25, maka ditulis 300 (25) *) Coret yang tidak perlu G3M SMP : Gerakan 3 M sebelum masa penularan

.....................................................................................20......... Kadinkes Propinsi/Kabupaten/Kota/Ka. Puskesmas *)

Lampiran 4b

143

(......................................................................)

144

Formulir W2-DBD LAPORAN MINGGUAN PENDERITA DD/DBD/SSD

Propinsi/Kabupaten/Kota/Puskesmas*) : ............................................................................................. Bulan/Tahun : .............................................................................................


Minggu*
2 DD P M P M P M P M P M P M P M P M P M P M P M P M DBD SSD DD DBD SSD DD DBD SSD DD DBD SSD DD P M 3 4 .......

Total DBD P M SSD P M

Kabupaten/ Kota/ Kecamatan/ Desa/ Kelurahan*)


M

DD

DBD

SSD

Jumlah

*) Coret yang tidak perlu; P=Penderita; M:Meninggal; *Mengikuti kalender survailans

DD : Demam Dengue DBD : Demam Berdarah Dengue SSD : Sindrom Syok Dengue

....................................................,..............................20......... Kadinkes Propinsi/Kabupaten/Kota/Ka. Puskesmas*)

Lampiran 5

(.....................................................................)

WI

PU/KA/PR *)

LAPORAN KEJADIAN LUAR BIASA (dilaporkan dalam 24 jam)

Pada tgl/bln/th : ............................./20............. di Desa/Kelurahan : ............................................... Kecamatan : ............................................... kabupaten/Kota : ............................................... Propinsi : ...............................................

Telah terjadi sejumlah ................. Penderita dan sejumlah........................Kematian Demam Kuning demam bolak-balik Hepateis Pertusis Tyhus bercak wabah Demam berdarah Dengue Typhus perut Rabies Campak Polio Meningtus Encehatis Malaria Sakit kepala Lemah/lesu Mual Mimsar Perdarahan mulut Muntah darah Berak darah Bercak-bercak merah di kulit menggigil Nyeri ulu hati Hati membesar Freg Bab > 3 x IV

Tersangka penyakit

Kolera Pies Diarae Dipriten Anhrax

K K K K K K K K K K K K K K K K K K
Bercak-bercak merah pada kulit leher kesadaran menurun Shock Batuk pilek Conjuctive photoshop Sakit wabah malaria Leher membengkak

K K K K K K K K K K K K K K K K K K Sesak napas K disertai bunyi Batuk beruntun K K Kelumpuhan K Sulit menelan K Makan K Sulit bernapas K Berkunang K Muka pucat K Nyeri otot Limpa membesar K perasaan dingin K K dan ingusan
Selaput mata kuning Air seni berwama spt air teh kental Sember Permukaan lidah kotor pingirannya merah Kaku kuduk Kejang-kejang Reflex patologis porsis kulit melepur Ulous

K K K K K

K Penyakit lainnya K K Tersangka keracunan K K K

dengan gejala

K Berak-berak K Muntah-muntah Diare mengencer K K Seperti air K Cenidras Demam tinggi men K dada dingin panas K K tenaga kurang Batuk darah men K K dadak Dengan mendadak K K kulit kuning

K Sakit perut K perubahan bentuk K tinja bentuk K tinja Lesu K Pasilo mata K Muka K papus K Noda K kekakuan umum di K seluruh tubuh K Sukar jalan Mulut
sukar dibuak mengisap Cyanosisi

K K K K K K K K K K K K K K

Tindakan yang telah diambil !

.................................................. .................................................. ..................................................

Keterangan *) Coret yang tidak perlu

......................................................20......... Kepala................................... (..................................)

Catatan 1. Satu kelas formulir ini hanya untuk melaporkan satu jenis tersangka penyakit keracunan 2. Bila tersangka KI.B tsb terjadi pada beberapa tempat (Kelurahan/Desa/Kecamatan/ Kabupaten) tuliskan semuannya pada tempat yang tersedia. 3. Penderita dan kematian tuliskan jumlah keseluruhannya 4. Selain melalui Pos. isi laporan Wl ini dapat disampaikan dengan menggunakan saran: komunikasi cepat yang lain

Lampiran 6

145

Lampiran 7
Form KD/RS-DBD

PEMBERITAHUAN PENDERITA INFEKSI DENGUE (Dikirimkan dalam 24 jam setelah diagnosis awal ditegakkan) RS/PUSKESMAS*) : ............................................
KAB/KOTA*) : ..............................................PROVINSI :. ................................................ Kepada Yth Dinas Kesehatan Kab/Kota ....................................... di .............................................................................. Bersama ini kami beritahukan bahwa kami telah memeriksa/merawat seorang pasien. No. Rekam Medik : .............................................................................. Nama : .............................................................................. Umur : ........tahun Jenis Kelamin : L/P*) Nama orang tua/KK : .............................................................................. Alamat rumah : Jl..................................................No.telp/HP:........ RT...........................RW/RK.................................... Kelurahan/Desa :....................Kecamatan :............ Tanggal mulai sakit : .........................................................20.................. Tanggal mulai dirawat/diagnosis dibuat : .........................................................20..................
KEADAAN PENDERITA SAAT INI: HIDUP/MENINGGAL*) DIAGNOSIS AWAL**):

HASIL PEMERIKSAAN LAB - Jumlah Trombosit terendah - Nilai Hematokrit terendah

Suspek Infeksi Dengue DD (Demam Dengue) DBD (Demam Berdarah Dengue) SSD (Sindrom Syok Dengue)

DIAGNOSIS AKHIR **): Tanggal:............ Suspek Infeksi Dengue DD (Demam Dengue) DBD (Demam Berdarah Dengue) SSD (Sindrom Syok Dengue) Lainnya: .......................................

HASIL PEMERIKSAAN LAB - Jumlah Trombosit terendah - Nilai Hematokrit terendah

KEADAAN PENDERITA SAAT PULANG: HIDUP/MENINGGAL*)

...................................................Thn........ DIREKTUR/KEPALA ..............................

( Tembusan : Kepada Yth : Kepala Puskesmas ________________________ *) : Lingkari yang dipilih **) : Bubuhkan tanda check ( ? ) pada box **) : Bubuhkan tanda Check (v) pada box. Lembar 1: Untuk Dinas Kesehatan Kab/Kota Lembar 2: Untuk Keluarga Penderita agar disampaikan ke Puskesmas di daerah tempat tinggalnya

146

Formulir DP-DBD

DATA DASAR PERORANGAN PENDERITA DD/DBD/SSD DAN PENANGGULANGAN

Propinsi/Kabupaten/Kota/Puskesmas *) Laporan Bulan/Tahun


Kabupaten/ Kota Alamat Tanggal penegakkan diagnosis KecamaTan Desa/ Kelurahan Tanggal Tanggal mulai sakit/ mulai demam perawatan Diagnosis (DD/ DBD/ SSD *)

: ............................................................................................. : .............................................................................................
(1)
Tanggal Tanggal keluar pelaporan dari tempat /selesai perawatan perawatan

No.

No. Kode penderita

Umur (tahun)

Jenis kelamin (L/P)

10

11

12

13

14

Lampiran 8

*) Coret yang tidak perlu L: laki-laki; P:perempuan DD: Demam Dengue DBD : Demam Berdarah Dengue; SSD : Sindrom Syok Dengue (DBD derajat III atau IV)

147

148
Hasil pemeriksaan laboratorium Serologis Nilai hematokrit terendah IgM (+/-) IgG (+/-) IgM dan IgG (+/-) Nilai hematokrit tertinggi Tanggal penyuluhan Tanggal fogging focus siklus 2 Tanggal Penyelidikan epidemiologis (PE) Tanggal PSN DBD Tanggal larvasidasi Tanggal fogging focus siklus 1 Penanggulangan fokus

Nama unit pelapor (RS/tempat perawatan )

Keadaan pulang (K/M:)

Jumlah trombosit terendah

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

26

27

28

K : kasus (=sembuh); M : meninggal

.....................................................................................20......... Kadinkes Propinsi/Kabupaten/Kota/Ka. Puskesmas *)


Lampiran 8b

(......................................................................)

Lampiran 9
(Form: P-DBD) Puskesmas Kab/Kota Propinsi Triwulan No DATA TRIWULAN P2 DEMAM BERDARAH DENGUE : ........................................ : ......................................... : ......................................... : ......................................... Larvasidasi Angka Bebas Jentik PJB Selektif Kel/ Rumah Kel/ Rumah Rumah Sekolah RS/ TTU**) Pusk. Lain Desa Desa (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)

Fogging Kab/Kota Massal Kecamatan/Puskesmas Kel/ Rumah / Desa Kelurahan/Desa (1) (2) (3) (4)

JUMLAH *) Coret yang tidak perlu **) Sebutkan jenis tempat umumnya Stok Bahan Insektisida Larvasida RDT DBD Filter Paper Dengue Blot Kit Leaflet Slide DBD Radio Spot Film DBD JUMLAH Jumlah Alat Mesin Fog Mesin ULV besar Mesin ULV portable Jumlah Baik Keadaan Rusak

JUMLAH ...................., tgl. ....................... ................................................... (.................................................) NIP.

149

Lampiran 10

KARTU JENTIK RUMAH/BANGUNAN* Nama KK/Pengelola Bangunan/Instansi: ................................... Alamat: ...................................................................................... Desa/Kelurahan: ......................................................................... Kecamatan: ................................................................................ Kabupaten/Kota: ........................................................................

Bulan

Hasil pemeriksan jentik nyamuk penular DBD (+)/(-) Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember *Gantungkan pada meteran listrik rumah/bangunan Petugas pemeriksa jentik

(.......................................................)

150

Lampiran 11 FORMULIR JPJ-1 HASIL PEMERIKSAAN JENTIK RT/RW : ....................................................... DESA/KELURAHAN : ....................................................... KECAMATAN: .................................................................. KABUPATEN/KOTA: .......................................................... No Nama KK/ Jenis/Nama TTU Alamat (RT/RW) Jentik (-) (+) Keterangan

Petugas pemeriksa jentik

(.......................................................)

151

Lampiran 12 FORMULIR PJB-1 REKAPITULASI HASIL PEMERIKSAAN JENTIK KECAMATAN/WILAYAH KERJA PUSKESMAS : ............................................... KABUPATEN/KOTA: .......................................................................................... No Tanggal pemeriksaan jentik Desa/Kelurahan yang diperiksa Jumlah rumah/bangunan yang diperiksa Jumlah rumah/bangunan yang positif jentik ABJ* desa/ kel. (%)

* ABJ (Angka Bebas Jentik): Jumlah rumah/bangunan yang tidak ditemukan (bebas) jentik dibagi jumlah rumah/ bangunan yang diperiksa, dikalikan 100%.

Kepala Puskesmas,

152

Lampiran 13 FORMULIR PJB-2 REKAPITULASI HASIL PEMERIKSAAN JENTIK PER KECAMATAN & KELURAHAN KABUPATEN/KOTA ................................................................................. No Tanggal pemeriksaan jentik Kecamatan & Kelurahan yang diperiksa Jumlah rumah/bangunan yang diperiksa Jumlah HI, CI, rumah/bangunan BI, ABJ* yang positif jentik desa/ kel. (%)

* ABJ (Angka Bebas Jentik): Jumlah rumah/bangunan yang tidak ditemukan (bebas) jentik dibagi jumlah rumah/ bangunan yang diperiksa, dikalikan 100%

Kepala Subdin PP&PL,

(.......................................................)

153

Lampiran 14 FORMULIR PJB 3 REKAPITULASI HASIL PEMERIKSAAN JENTIK PER KABUPATEN PROPINSI : .......................................................................................... No Tanggal pemeriksaan jentik Kabupaten & Kecamatan yang diperiksa Jumlah rumah/bangunan yang diperiksa Jumlah rumah/bangunan yang positif jentik HI, CI, BI, ABJ* desa/ kel. (%)

* ABJ (Angka Bebas Jentik): Jumlah rumah/bangunan yang tidak ditemukan (bebas) jentik dibagi jumlah rumah/ bangunan yang diperiksa, dikalikan 100%. * HI *CI *BI Kepala Subdin PP&PL,

(.......................................................)

154

Lampiran 15

PANDUAN PENUGASAN SURVEILAN DAN PENGENDALIAN VEKTOR DBD Penugasan : A. Surveilan Vektor DBD 1. Sebagai tenaga program DBD di Propinsi, Kab/Kota dan Puskesmas, anda diminta mengkoordinasikan dan melaksanakan kegiatan survei vektor 2. Fasilitator membagi peserta menjadi 6 kelompok, tiap-tiap kelompok terdiri dari 5 orang. 3. Fasilitator membagikan alat dan bahan penugasan kepada masing-masing kelompok. 4. Tiap kelompok menyusun rencana kegiatan surveilan DBD (sampel ditentukan secara acak/sistematic random sampling). 5. Kemudian tiap kelompok mempresentasikan hasil kegiatan tersebut. B. Praktik Laboratorium/Kelas 1. Fasilitator membagi peserta menjadi 6 kelompok, tiap-tiap kelompok terdiri dari 5 orang. 2. Fasilitator membagikan alat dan bahan untuk identifikasi jentik dan nyamuk dewasa kepada masing-masing kelompok. 3. Fasilitator mencontohkan identifikasi jentik/larva menggunakan mikroskop compound. 4. Peserta melakukan identifikasi jentik/larva menggunakan mikroskop compound seperti yang dicontohkan oleh fasilitator. 5. Fasilitator mencontohkan identifikasi nyamuk Aedes sp. dewasa menggunakan mikroskop stereo. 6. Peserta melakukan identifikasi nyamuk Aedes sp. dewasa menggunakan mikroskop stereo seperti yang dicontohkan oleh fasilitator. 7. Peserta mengidentifikasi jentik dan nyamuk secara mikroskopis! (spesimen dan mikroskop disediakan oleh fasilitator)

155

BAB I KURIKULUM PELATIHAN MANAJEMEN PENGENDALIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit menular yang disebabkan oleh virus dari golongan Arbovirosis group A dan B yang bermasalah di Indonesia adalah Demam Berdarah Dengue (DBD), Chikungunya dan Japanese Encephalitis (JE). Ketiga penyakit tersebut sama-sama ditularkan oleh gigitan vektor nyamuk tetapi mempunyai beberapa perbedaan antara lain jenis/spesies nyamuk penularnya, pola penyebaran, gejala penyakit, tata laksana pengobatan maupun upaya pencegahannya. Penyakit DBD mulai dikenal di Indonesia sejak tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta, dan setelah itu jumlah kasus DBD terus bertambah seiring dengan semakin meluasnya daerah endemis DBD. Penyakit ini tidak hanya sering menimbulkan KLB tetapi juga menimbulkan dampak buruk sosial maupun ekonomi. Kerugian sosial yang terjadi antara lain karena menimbulkan kepanikan dalam keluarga, kematian anggota keluarga, dan berkurangnya usia harapan penduduk. Pada tiga tahun terakhir (2008-2010) jumlah rata-rata kasus dilaporkan sebanyak 150.822 kasus dengan rata-rata kematian 1.321 kematian. Situasi kasus DBD tahun 2011 sampai dengan Juni 2011 dilaporkan sebanyak 16.612 orang dengan kematian sebanyak 142 orang (CFR=0,85%). Dari jumlah kasus tersebut, proporsi penderita DBD pada perempuan sebesar 50,33% dan laki-laki sebesar 49,67% . Disisi lain angka kematian akibat DBD pada perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki. Situasi ini perlu diatasi dengan segera agar indikator kinerja/target pengendalian DBD yang tertuang dalam dokumen RPJMN yaitu IR DBD pada tahun 2014 adalah 51/100.000 penduduk, serta ABJ sebesar 95% dapat dicapai. G ambar 1 : Pertambahan Jumlah Kasus DBD sejak Tahun 1968-2011

IR 2010 :65,70/ 100.000 pddk


80

60

IR dan CFR

40

20

1968

1970

1972

1974

1976

1978

1980

1982

1984

1986

1988

1990

1992

1994

1996

1998

2000

2002

2004

2006

2008

Tahun

IR/100.000 CFR(%)

2010

B. Filosofi Pelatihan manajemen pengendalian DBD, menggunakan nilai-nilai dan keyakinan yang menjiwai, mendasari, dan memberikan identitas pada sistem pelatihan sebagai berikut : 1. Pelatihan menerapkan prinsip pembelajaran orang dewasa dengan karakteristik : a. Pembelajaran pada orang dewasa adalah belajar pada waktu, tempat dan kecepatan yang sesuai untuk dirinya. b. Setiap orang dewasa memiliki cara dan gaya belajar tersendiri dalam upaya belajar secara efektif. c. Kebutuhan orang untuk belajar adalah karena adanya tuntutan untuk mengembangkan diri secara profesional. d. Proses pembelajaran melalui pelatihan diarahkan kepada upaya perubahan perilaku dalam diri manusia sebagai diri pribadi dan anggota masyarakat. e. Proses pembelajaran orang dewasa melalui pelatihan perlu memperhatikan penggunaan metode dan teknik yang dapat menciptakan suasana partisipatif. 2. Proses pelatihan memanfaatkan pengalaman peserta dalam melakukan pengendalian DBD dan digunakan pada setiap tahap proses pembelajaran. 3. Proses pembelajaran lebih banyak memberi pengalaman melakukan sendiri secara aktif pengendalian DBD atau menggunakan metode learning by doing. II. PERAN DAN FUNGSI A. Peran Setelah selesai pelatihan peserta mempunyai peran : 1. Pengelola program 2. Penyuluh B. Fungsi Setelah selesai pelatihan peserta mampu : 1. Memahami epidemiologi DBD 2. Melakukan surveilans kasus DBD 3. Melakukan surveilans dan pengendalian vektor DBD 4. Memahami penatalaksanaan kasus DBD 5. Melakukan penyelidikan epidemiologi, penanggulangan fokus dan KLB DBD 6. Mengoperasikan alat dan bahan pengendalian vektor DBD 7. Melakukan perencanaan dan supervisi pengendalian DBD 8. Melakukan promosi kesehatan dalam program pengendalian DBD III. KOMPETENSI Peserta memiliki kompetensi dalam : 1. Memahami epidemiologi (melakukan kegiatan epidemiologi) 2. Melakukan surveilans kasus 3. Melakukan surveilans dan pengendalian vektor 4. Memahami penatalaksanaan kasus DBD 5. Melakukan penyelidikan epidemiologi, penanggulangan fokus dan KLB 6. Mengoperasikan alat dan bahan pengendalian vektor, 7. Melakukan perencanaan dan supervisi pengendalian DBD 8. Melakukan promosi kesehatan dalam program pengendalian DBD 2

IV.

TUJUAN PELATIHAN A. Tujuan Umum Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta mampu mengelola program pengendalian DBD. B. Tujuan Khusus Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta dapat : 1. Menjelaskan epidemiologi 2. Melakukan surveilans kasus 3. Melakukan surveilans dan pengendalian vektor 4. Memahami penatalaksanaan kasus DBD 5. Melakukan penyelidikan epidemiologi, penanggulangan fokus dan KLB 6. Mengoperasikan alat dan bahan pengendalian vektor 7. Melakukan perencanaan dan supervisi pengendalian DBD 8. Melakukan promosi kesehatan dalam program pengendalian DBD

V.

STRUKTUR PROGRAM No A Materi Materi Dasar Kebijakan pengendalian DBD Materi Inti 1. Epidemiologi DBD 2. Surveilans Kasus DBD 3. Surveilans dan pengendalian vektor DBD 4. Tatalaksana kasus DBD 5. Penyelidikan Epidemiologi, Penanggulangan Fokus dan Penanggulangan KLB DBD 6. Pengoperasian alat dan bahan pengendalian Vektor DBD. 7. Perencanaan dan supervisi pengendalian Pengendalian Penyakit DBD 8. Promosi Kesehatan dalam Pengendalian DBD Materi Penunjang 1. Membangun komitmen belajar 2. Rencana tindak lanjut & Pembulatan Total Keterangan tabel : T : Teori P : Penugasan PL : Praktek Lapangan 1JPL : 45 menit 3 T 2 P PL JML 2

2 2 2 1 1

2 3 2 2

2 4 5 3 3

2 2 2

6 4

2 2 16 17 4

2 2 37

VI.

PESERTA, PELATIH DAN PENYELENGGARA A. Peserta 1. Peserta latih adalah: Pengelola program DBD di tingkat Pusat, UPT, Provinsi, Kabupaten/Kota dan Puskesmas. 2. Kriteria peserta latih adalah : a. Mendapat dukungan dari pimpinan b. Memiliki kewenangan tugas dalam pengendalian DBD c. Pendidikan minimal D3 kesehatan atau yang setara d. Jumlah peserta latih dalam 1 kelas maksimal 30 orang B. Fasilitator / Narasumber 1. Fasilitator adalah : a. Subdit Arbovirosis b. Subdit Pengendalian Vektor c. Pusat Promosi Kesehatan d. Subdit Bina Upaya RS Khusus dan Rujukan e. Dinkes Provinsi f. Widya Iswara (WI) g. Tim Pakar 2. Kriteria fasilitator adalah : a. Pelatih/fasilitator mempunyai kemampuan kediklatan b. Mempunyai kemampuan teknis sesuai dengan materi yang diberikan c. Pendidikan pelatih minimal setara dengan kriteria peserta latih C. Penyelenggara Penyelenggara pelatihan ini dilakukan oleh : 1. Pusat (Ditjen PP dan PL) 2. Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota 3. UPT/UPTD terkait DBD

VII.

ALUR PROSES DAN METODE PEMBELAJARAN Pembukaan

Membangun komitmen belajar (BLC) Metode : permainan, diskusi

Wawasan/ Pengetahuan Metode : - Ceramah tanya jawab - Bermain peran/simulasi - Studi kasus - Demonstrasi

Praktek lapangan

Rencana Tindak Lanjut

Ketrampilan : 1. Kebijakan Pengendalian DBD 2. Epidemiologi DBD 3. Surveilans Kasus DBD 4. Surveilans dan Pengendalian Vektor DBD 5. Tatalaksana Kasus DBD 6. Penyelidikan Epidemiologi, Penanggulangan Fokus dan Penanggulangan KLB. 7. Pengoperasian alat dan bahan, Pengendalian Vektor 8. Perencanaan dan Supervisi Pengendalian DBD 9. Promosi Kesehatan dalam Program Pengendalian DBD

Evaluasi

Penutupan Bagan 1 : Alur proses pembelajaran VIII. WAKTU DAN KELENGKAPAN PELATIHAN A. Waktu Pelatihan Pelatihan diselenggarakan selama 37 jam pelajaran (1 JPL = 45 menit) B. Kelengkapan Pelatihan Untuk menunjang proses pembelajaran perlu adanya kelengkapan berupa : 1. Referensi yang berasal dari fasilitator 2. Formulir-formulir yang dibutuhkan selama proses pembelajaran 3. Peralatan dan bahan yang dibutuhkan : Mikroskop compound dan stereo, hot fogger/ (mesin pengasap), ULV(Ultra Low Volume), PSN kit, spesimen jentik dan nyamuk, insektisida, bahan bakar, 4. Alat bantu belajar : LCD, Notebook, Whiteboard, Flipchart, Compact Disk 5

IX.

MONITORING DAN EVALUASI PELATIHAN A. Monitoring Monitoring bertujuan untuk menjaga proses pelatihan berjalan sesuai dengan desain/ modul pelatihan. B. Evaluasi 1. Evaluasi terhadap peserta dilakukan dengan pre-test dan post-test 2. Evaluasi terhadap fasilitator : a. Untuk mengetahui kemampuan fasilitator/narasumber dalam menyampaikan materi pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran. b. Materi pembelajaran yang disampaikan dapat dipahami/diserap oleh peserta 3. Evaluasi terhadap penyelenggaraan pelatihan

X. XI.

GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (lampiran 1) SERTIFIKASI Sertifikat akan diberikan kepada peserta yang telah mengikuti pelatihan dengan memenuhi ketentuan yang berlaku : 1. Mengikuti pelatihan/kehadiran sekurang-kurangnya 90% dari alokasi waktu pelatihan. 2. Mendapatkan 1 (satu) angka kredit

BAB II MATERI DASAR KEBIJAKAN PENGENDALIAN PENYAKIT DBD (Waktu : T 2 JPL) I. DESKRIPSI SINGKAT Dewasa ini, pembangunan kesehatan di Indonesia dihadapkan pada masalah dan tantangan yang muncul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial ekonomi dan perubahan lingkungan strategis, baik secara nasional maupun global. Penerapan desentralisasi di bidang kesehatan dan pencapaian sasaran Millenium Development Goals (MDGs) merupakan contoh masalah dan tantangan yang perlu menjadi perhatian seluruh stakeholder bidang kesehatan, khususnya para pengelola program, dalam menyusun kebijakan dan strategi agar pelaksanaannya menjadi lebih efisien dan efektif. Program pencegahan dan pengendalian penyakit menular telah mengalami peningkatan capaian walaupun penyakit infeksi menular masih tetap menjadi masalah kesehatan masyarakat yang menonjol terutama TB, Malaria, HIV-AIDS, DBD dan Diare. Angka kesakitan DBD masih tinggi, yaitu sebesar 65,57 per 100.000 penduduk pada tahun 2010, sedangkan angka kematian dapat ditekan di bawah 1 persen, yaitu 0,87 persen. Target pengendalian DBD tertuang dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kesehatan 2010-2014 dan KEPMENKES 1457 tahun 2003 tentang Standar Pelayanan Minimal yang menguatkan pentingnya upaya pengendalian penyakit DBD di Indonesia hingga ketingkat Kabupaten/Kota bahkan sampai ke desa. Melalui pelaksanaan program pengendalian penyakit DBD diharapkan dapat berkontribusi menurunkan angka kesakitan, dan kematian akibat penyakit menular di Indonesia II. TUJUAN PEMBELAJARAN A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) Peserta mampu memahami kebijakan dan strategi yang terkait dengan program pengendalian DBD. B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) Setelah mengikuti pelatihan ini peserta mampu : 1. Menjelaskan situasi DBD dan permasalahan yang terkait dengan pengendalian DBD. 2. Menjelaskan dan melaksanakan kebijakan, strategi dan kegiatan pokok pengendalian DBD. 3. Menjelaskan target / indikator kinerja pengendalian DBD III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN A. Pokok Bahasan 1 : Situasi DBD dan Permasalahan Pengendalian DBD Sub Pokok Bahasan : 1. Situasi DBD di Indonesia 2. Permasalahan pengendalian DBD 7

B. Pokok Bahasan 2 : Kebijakan Pengendalian DBD Sub Pokok Bahasan : 1. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014 2. Visi, Misi dan Tujuan Pengendalian DBD 3. Kebijakan, Strategi dan Sasaran Pengendalian DBD 4. Kegiatan Pokok Pengendalian DBD 5. Target/Indikator Pengendalian DBD tahun 2010-2014 IV. METODE V. Ceramah Diskusi & tanya jawab

BAHAN BELAJAR Modul Copy materi

VI.

ALAT BANTU BELAJAR Komputer LCD CD

VII.

LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN A. Langkah 1 1. Penciptaan suasana kesiapan belajar 2. Perkenalan diri 3. Mengajukan pertanyaan yang mengarah pada pengenalan topik materi B. Langkah 2 1. Pelatih menjelaskan tujuan umum dan tujuan khusus pembelajaran 2. Diberikan kesempatan kepada peserta untuk mengajukan pertanyaan atau mengklarifikasi tujuan tersebut 3. Pemaparan materi selama 2 JPL 4. Diskusi dan tanya jawab

VIII. URAIAN MATERI A. Situasi DBD dan Permasalahan DBD di Indonesia 1. Situasi DBD Penyakit DBD merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat dan endemis di hampir seluruh Kota/Kabupaten di 8

Indonesia. Sejak ditemukan pertama kali pada tahun 1968 hingga saat ini jumlah kasus DBD dilaporkan meningkat dan penyebarannya semakin meluas mencapai seluruh provinsi di Indonesia (33 provinsi). Penyakit ini seringkali menimbulkan KLB di beberapa daerah endemis tinggi DBD. Grafik 2 : Insiden Rate DBD per 100.000 penduduk dan Case Fatality Rate (CFR) di Indonesia tahun 2005 - 2010

Sejak tahun 2005, nampak adanya kecenderungan penurunan CFR DBD. Sedikit peningkatan nampak pada tahun 2009. Kecenderungan penurunan tersebut tidak nampak pada IR DBD per 100.000 penduduk. IR DBD sejak 2006 hingga 2010 cenderung fluktuatif. Pada tahun 2010 jumlah kasus DBD yang dilaporkan sebanyak 155.777 penderita (IR: 65,57/100.000 penduduk) dengan jumlah kematian sebanyak 1.358 (CFR0,87 %). Gambar 3 : Grafik Insiden Rate (IR) DBD di Indonesia tahun 2010

2. Permasalahan DBD Peningkatan kasus dan KLB DBD dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: a. Belum ada obat anti virus untuk mengatasi infeksi virus Dengue, maka memutus rantai penularan, pengendalian vektor DBD dianggap yang terpenting saat ini. b. Kurangnya peran serta masyarakat dalam pengendalian DBD, terutama pada kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) meskipun pada umumnya pengetahuan tentang DBD dan cara-cara pencegahannya sudah cukup tinggi. c. Kurangnya jumlah dan kualitas SDM pengelola program DBD di setiap jenjang administrasi d. Kurangnya kerjasama serta komitmen lintas program dan lintas sektor dalam pengendalian DBD, e. Sistem pelaporan dan penanggulangan DBD yang terlambat dan tidak sesuai dengan standard operasional prosedur (SOP), f. Banyak faktor yang berhubungan dengan peningkatan kejadian DBD dan KLB yang sulit atau tidak dapat dikendalikan seperti, kepadatan penduduk/ pemukiman, urbanisasi yang tidak terkendali, lancarnya transportasi (darat , laut dan udara), serta keganasan (virulensi) virus Dengue. g. Perubahan iklim (climate change) yang cenderung menambah jumlah habitat vektor DBD menambah risiko penularan. h. Infrastruktur penyediaan air bersih yang tidak memadai i. Letak geografis Indonesia di daerah tropik mendukung perkembangbiakan vektor dan pertumbuhan virus. B. Kebijakan Pengendalian Penyakit DBD 1. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014 Pada dokumen Renstra Kemenkes tahun 2010-2014 tertuang visi dan misi serta nilai-nilai dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia, yang menjadi dasar dalam penentuan kebijakan dan strategi pengendalian DBD di Indonesia. Guna mewujudkan visi dan misi rencana strategis pembangunan kesehatan, Kementerian Kesehatan menganut dan menjunjung tinggi nilai-nilai yaitu : a. Pro Rakyat yang artinya dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, Kemenkes selalu mendahulukan kepentingan rakyat dan menghasilkan yang terbaik untuk rakyat. b. Inklusif adalah melibatkan semua pihak dalam melaksanakan semua program pembangunan kesehatan. Karena pembangunan kesehatan tidak mungkin hanya dilaksanakan oleh Kemenkes saja. c. Responsif yang dimaksud adalah program kesehatan harus sesuai dengan kebutuhan dan keinginan rakyat, serta tanggap dalam mengatasi permasalahan di daerah, situasi kondisi setempat, sosial budaya dan kondisi geografis. d. Efektif untuk mencapai hasil yang signifikan sesuai target yang telah ditetapkan dan bersifat efisien. e. Bersih, bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), transparan dan akuntabel.

10

Adapun sasaran strategis dalam pembangunan kesehatan 201-2014 antara lain adalah : a. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, swasta dan masyarakat madani dalam pembangunan kesehatan melalui kerjasama nasional dan global. b. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu dan berkeadilan, serta berbasis bukti; dengan pengutamaan pada upaya promotifpreventif. c. Meningkatkan pembiayaan pembangunan kesehatan terutama untuk mewujudkan jaminan sosial kesehatan nasional. d. Meningkatkan pengembangan dan pemberdayaan SDM kesehatan yang merata dan bermutu. e. Meningkatkan ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan serta menjamin keamanan/khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan. f. Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel, transparan, berdayaguna dan berhasilguna untuk memantapkan desentralisasi kesehatan yang bertanggung jawab. 2. Visi, Misi dan Tujuan Pengendalian DBD a. Visi Untuk meningkatkan kemampuan penduduk khususnya di daerah endemis sehingga mampu mencegah dan melindungi diri dari penularan DBD melalui perubahan perilaku (PSN DBD) dan kebersihan lingkungan. b. Misi 1) Program pengendalian DBD bertujuan untuk menghentikan dan mencegah penularan penyakit dari penderita ke orang sehat melalui pengendalian vektor. 2) Penduduk yang menjadi sasaran program pengendalian termasuk individu, keluarga, kelompok dan masyarakat terutama yang tinggal di daerah endemis, pimpinan lembaga pemerintah, swasta dan organisasi kemasyarakatan dan lingkungan tempat pemukiman baik yang ada di dalam dan di luar rumah agar bebas dari tempat perkembangbiakan vektor. c. Tujuan 1) Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pencegahan dan pengendalian DBD 2) Menurunkan jumlah kelompok masyarakat yang berisiko terhadap penularan DBD 3) Melaksanakan penanganan penderita sesuai standar 4) Menurunkan angka kesakitan DBD 5) Menurunkan angka kematian akibat DBD 3. Kebijakan, Strategi dan Sasaran Pengendalian DBD a. Kebijakan Nasional Pengendalian DBD Kebijakan Nasional untuk pengendalian DBD sesuai KEPMENKES No 581/MENKES/SK/VII/1992 (Lampiran 2) tentang Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue, adalah sebagai berikut : 1) Meningkatkan perilaku dalam hidup sehat dan kemandirian terhadap pengendalian DBD. 2) Meningkatkan perlindungan kesehatan masyarakat terhadap penyakit DBD. 11

3) Meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi program pengendalian DBD. 4) Memantapkan kerjasama lintas sektor/ lintas program. 5) Pembangunan berwawasan lingkungan. b. Strategi Pengendalian DBD Berdasarkan visi, misi, kebijakan dan tujuan pengendalian DBD, maka strategi yang dirumuskan sebagai berikut : 1) Pemberdayaan masyarakat Meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pencegahan dan pengendalian penyakit DBD merupakan salah satu kunci keberhasilan upaya pengendalian DBD. Untuk mendorong meningkatnya peran aktif masyarakat, maka KIE, pemasaran sosial, advokasi dan berbagai upaya penyuluhan kesehatan lainnya dilaksanakan secara intensif dan berkesinambungan melalui berbagai media massa maupun secara berkelompok atau individual dengan memperhatikan aspek sosial budaya yang lokal spesifik. 2) Peningkatan kemitraan berwawasan bebas dari penyakit DBD Upaya pengendalian DBD tidak dapat dilaksanakan oleh sektor kesehatan saja, peran sektor terkait pengendalian penyakit DBD sangat menentukan. Oleh sebab itu maka identifikasi stake-holders baik sebagai mitra maupun pelaku potensial merupakan langkah awal dalam menggalang, meningkatkan dan mewujudkan kemitraan. Jejaring kemitraan diselenggarakan melalui pertemuan berkala guna memadukan berbagai sumber daya yang tersedia dimasing-masing mitra. Pertemuan berkala sejak dari tahap perencanaan sampai tahap pelaksanaan, pemantauan dan penilaian melalui wadah Kelompok Kerja Operasional (POKJANAL DBD) di berbagai tingkatan administrasi. 3) Peningkatan Profesionalisme Pengelola Program SDM yang terampil dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan salah satu unsur penting dalam mencapai keberhasilan pelaksanaan program pengendalian DBD. 4) Desentralisasi Optimalisasi pendelegasian wewenang pengelolaan kegiatan pengendalian DBD kepada pemerintah kabupaten/kota, melalui SPM bidang kesehatan. 5) Pembangunan Berwawasan Kesehatan Lingkungan Meningkatkan mutu lingkungan hidup yang dapat mengurangi risiko penularan DBD kepada manusia, sehingga dapat menurunkan angka kesakitan akibat infeksi Dengue/DBD. c. Sasaran Berdasarkan strategi yang telah dirumuskan, maka sasaran pengendalian DBD adalah : 1) Individu, keluarga dan masyarakat di tujuh tatanan dalam PSN yaitu tatanan rumah tangga, institusi pendidikan, tempat kerja, tempat-tempat umum, tempat penjual makanan, fasilitas olah raga dan fasilitas kesehatan yang secara keseluruhan di daerah terjangkit DBD mampu mengatasi masalah termasuk melindungi diri dari penularan DBD di dalam wadah organisasi kemasyarakatan yang ada dan mengakar di masyarakat. 2) Lintas program dan lintas sektor terkait termasuk swasta/dunia usaha, LSM dan organisasi kemasyarakatan mempunyai komitmen dalam penanggulangan penyakit DBD. 12

3) Penanggungjawab program Tingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan dan Desa/Kelurahan mampu membuat dan menetapkan kebijakan operasional dan menyusun prioritas dalam pengendalian DBD. 4) SDM bidang kesehatan di tingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan dan Desa/Kelurahan 5) Kepala wilayah/pemerintah daerah, pimpinan sektor terkait termasuk dunia usaha, LSM dan masyarakat. 4. Kegiatan Pokok Pengendalian DBD a. Surveilans epidemiologi Surveilans pada pengendalian DBD meliputi kegiatan surveilans kasus secara aktif maupun pasif, surveilans vektor (Aedes sp), surveilans laboratorium dan surveilans terhadap faktor risiko penularan penyakit seperti pengaruh curah hujan, kenaikan suhu dan kelembaban serta surveilans akibat adanya perubahan iklim (climate change). b. Penemuan dan tatalaksana kasus Penyediaan sarana dan prasarana untuk melakukan pemeriksaan dan penanganan penderita di Puskesmas dan Rumah Sakit. c. Pengendalian vektor Upaya pengendalian vektor dilaksanakan pada fase nyamuk dewasa dan jentik nyamuk. Pada fase nyamuk dewasa dilakukan dengan cara pengasapan untuk memutuskan rantai penularan antara nyamuk yang terinfeksi kepada manusia. Pada fase jentik dilakukan upaya PSN dengan kegiatan 3M Plus : 1) Secara fisik dengan menguras, menutup dan memanfaatkan barang bekas 2) Secara kimiawi dengan larvasidasi 3) Secara biologis dengan pemberian ikan 4) Cara lainnya (menggunakan repellent, obat nyamuk bakar, kelambu, memasang kawat kasa dll) Kegiatan pengamatan vektor di lapangan dilakukan dengan cara : 1) Mengaktifkan peran dan fungsi Juru Pemantau Jentik (Jumantik) dan dimonitor olah petugas Puskesmas. 2) Melaksanakan bulan bakti Gerakan 3M pada saat sebelum musim penularan. 3) Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) setiap 3 bulan sekali dan dilaksanakan oleh petugas Puskesmas. 4) Pemantauan wilayah setempat (PWS) dan dikomunikasikan kepada pimpinan wilayah pada rapat bulanan POKJANAL DBD, yang menyangkut hasil pemeriksaan Angka Bebas Jentik (ABJ). d. Peningkatan peran serta masyarakat Sasaran peran serta masyarakat terdiri dari keluarga melalui peran PKK dan organisasi kemasyarakatan atau LSM, murid sekolah melalui UKS dan pelatihan guru, tatanan institusi (kantor, tempat0tempat umum dan tempat ibadah). Berbagai upaya secara polotis telah dilaksanakan seperti instruksi Gubernur/Bupati/Walikota, Surat Edaran Mendagri, Mendiknas, serta terakhir pada 15 Juni 2011 telah dibuat suatu komitmen bersama pimpinan daerah Gubernur dan Bupati/Walikota untuk pengenadalian DBD.

13

e. Sistem kewaspadaan dini (SKD) dan penanggulangan KLB Upaya SKD DBD ini sangat penting dilakukan untuk mencegah terjadinya KLB dan apabila telah terjadi KLB dapat segera ditanggulangi dengan cepat dan tepat. Upaya dilapangan yaitu dengan melaksanakan kegiatan penyelidikan epidemiologi (PE) dan penanggulangan seperlunya meliputi foging fokus, penggerakan masyarakat dan penyuluhan untuk PSN serta larvasidasi. Demikian pula kesiapsiagaan di RS untuk dapat manampung pasien DBD, baik penyediaan tempat tidur, sarana logistik, dan tenaga medis, paramedis dan laboratorium yang siaga 24 jam. Pemerintah daerah menyiapkan anggaran untuk perawatan bagi pasien tidak mampu. f. Penyuluhan Promosi kesehatan tentang penyakit DBD tidak hanya menyebarkan leaflet atau poster tetapi juga ke arah perubahan perilaku dalam pemberantasan sarang nyamuk sesuai dengan kondisi setempat. Metode ini antara lain dengan COMBI, PLA dsb.

g. Kemitraan/jejaring kerja Disadari bahwa penyakit DBD tidak dapat diselesaikan hanya oleh sektor kesehatan saja, tetapi peran lintas program dan lintas sektor terkait sangat besar. Wadah kemitraan telah terbentuk melalui SK KEPMENKES 581/1992 dan SK MENDAGRI 441/1994 dengan nama Kelompok Kerja Operasional (POKJANAL). Organisasi ini merupakan wadah koordinasi dan jejaring kemitraan dalam pengendalian DBD. h. Capacity building Peningkatan kapasitas dari Sumber Daya baik manusia maupun sarana dan prasarana sangat mendukung tercapainya target dan indikator dalam pengendalian DBD. Sehingga secara rutin perlu diadakan sosialisasi/penyegaran/pelatihan kepada petugas dari tingkat kader, Puskesmas sampai dengan pusat. i. Penelitian dan survei Penelitian dan upaya pengembangan kegiatan pengendalian tetap terus dilaksanakan oleh berbagai pihak, antara lain universitas, Rumah Sakit, Litbang, LSM dll. Penelitian ini menyangkut beberapa aspek yaitu bionomik vektor, penanganan kasus, laboratorium, perilaku, obat herbal dan saat ini sedang dilakukan uji coba terhadap vaksin DBD. Monitoring dan evaluasi Monitoring dan evaluasi ini dilaksanakan secara berjenjang dari tingkat kelurahan/desa sampai ke pusat yang menyangkut pelaksanaan pengendalian DBD, dimulai dari input, proses, output dan outcome yang dicapai pada setiap tahun.

j.

5. Target atau Indikator Pengendalian DBD Indikator DBD ini telah tertuang dalam dokumen RPJMN tahun 2010 2014 serta Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan tahun 2010 2014 dan Kepmenkes No 828 tahun 2008 tentang petunjuk teknis Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota.

14

Oleh karena itu karena saat ini pemerintah telah memulai dan terus mengembangkan kinerja Kementerian/Lembaga berdasarkan indikator kinerja tersebut diatas, apa yang menjadi target dalam pengendalian DBD harus kita capai.

Tabel 1. Indikator Nasional DBD Indikator Angka kesakitan penderita DBD per 100.000 penduduk 2010 55 2011 54 2012 53 2013 52 2014 51

IX.

KEPUSTAKAAN 1. Rencana Strategis 2005-2009 Program Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue. 2005. Direktorat Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kemenkes RI. 2. Laporan Analisis Situasi DBD di Indonesia tahun 2008 dan Rencana Program Pengendalian tahun 2009-2010. 2009. Direktorat PPBB, Kemenkes RI 3. Pedoman Pengawasan Program Bidang Kesehatan Pengendalian Demam Berdarah Dengue (DBD). 2009. Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. 4. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014.2010. Kemenkes RI. 5. Kumpulan Peraturan Perundangan-Undangan yang terkait dengan Program Pengendalian DBD.

15

BAB III MATERI INTI 1 EPIDEMIOLOGI DEMAM BERDARAH DENGUE (Waktu: T 2 JPL) I. DESKRIPSI SINGKAT Penyakit Dengue meliputi Demam Dengue (DD), Demam Berdarah Dengue (DBD), dan Sindrom Syok Dengue (SSD). Penerapan epidemiologi diperlukan sebagai metode pendekatan dalam pelaksanaan kegiatan pengendalian penyakit Dengue. Materi Epidemiologi penyakit Dengue membahas tentang pengertian epidemiologi, gambaran epidemiologi (identifikasi penyakit Dengue, penyebab penyakit, distribusi penyakit, reservoir virus dengue, cara penularan, masa inkubasi, masa penularan, kekebalan dan kerentanan) dan ukuran epidemiologi sederhana yang berhubungan dengan penyakit dengue. II. TUJUAN PEMBELAJARAN A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta latih mampu memahami epidemiologi DBD B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta latih mampu : 1. Menjelaskan gambaran epidemiologi DBD 2. Menguraikan ukuran epidemiologi yang berhubungan dengan DBD III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN Pokok Bahasan : Epidemiologi DBD Sub Pokok Bahasan : 1. Gambaran Epidemiologi 2. Penyebab penyakit 3. Distribusi penyakit 4. Penularan dan Masa inkubasi 5. Faktor risiko penularan 6. Ukuran epidemiologi yang berhubungan dengan DBD. IV. METODE V. Ceramah, Tanya jawab.

BAHAN BELAJAR Modul

16

VI.

Handout (copy materi)

ALAT BANTU LCD Laptop atau desktop Flipchart Whiteboard Spidol

VII.

LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN A. Langkah 1 1. Penciptaan suasana kesiapan belajar. 2. Perkenalan diri 3. Mengajukan pertanyaan yang mengarah pada pengenalan topik materi B. Langkah 2 1. Menjelaskan tujuan umum dan tujuan khusus pembelajaran 2. Diberikan kesempatan kepada peserta untuk mengajukan pertanyaan atau mengklarifikasi tujuan tersebut. C. Langkah 3 1. Pengajar memberikan paparan tentang epidemiologi DBD. 2. Tanya jawab materi

VIII. URAIAN MATERI EPIDEMIOLOGI DBD 1. Gambaran Epidemiologi a. Pengertian Epidemiologi Epidemiologi berasal dari kata Epi, demos dan logos. Epi berarti atas, demos berarti masyarakat, logos berarti ilmu, sehingga epidemiologi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang kejadian di masyarakat. Epidemiologi penyakit Dengue adalah ilmu yang mempelajari tentang kejadian dan distribusi dan frekuensi penyakit Dengue (DD/DBD/SSD) menurut variabel epidemiologi (orang, tempat dan waktu) dan berupaya menentukan faktor resiko terjadinya kejadian itu di kelompok populasi. Distribusi yang dimaksud diatas adalah distribusi orang, tempat dan waktu; sedangkan frekwensi dalam hal ini adalah Insidens, CFR, dll. Determinan faktor risiko berarti faktor yang mempengaruhi atau faktor yang memberi risiko atas terjadinya penyakit DD/DBD/SSD.

17

b. Sejarah KLB Dengue pertama kali terjadi tahun 1653 di Frech West Indies (Kepulauan Karibia), meskipun penyakitnya sendiri sudah telah dilaporkan di Cina pada permulaan tahun 992 SM. Di Australia serangan penyakit DBD pertama kali dilaporkan pada tahun 1897, serta di Italia dan Taiwan pada tahun 1931. KLB di Filipina terjadi pada tahun 1953-1954, sejak saat itu serangan penyakit DBD disertai tingkat kematian yang tinggi melanda beberapa negara di wilayah Asia Tenggara termasuk India, Indonesia, Kepulauan Maladewa, Myanmar, Srilangka, Thailand, Singapura, Kamboja, Malaysia, New Caledonia, Filipina, Tahiti dan Vietnam. Selama dua puluh tahun kemudian, terjadi peningkatan kasus dan wilayah penyebaran DBD yang luar biasa hebatnya, dan saat ini KLB muncul setiap tahunnya di beberapa negara di Asia Tenggara. 2. Penyebab Penyakit Penyebab penyakit Dengue adalah Arthrophod borne virus, famili Flaviviridae, genus flavivirus. Virus berukuran kecil (50 nm) ini memiliki single standard RNA. Virion-nya terdiri dari nucleocapsid dengan bentuk kubus simetris dan terbungkus dalam amplop lipoprotein.Genome (rangkaian kromosom) virus Dengue berukuran panjang sekitar 11.000 dan terbentuk dari tiga gen protein struktural yaitu nucleocapsid atau protein core (C), membrane-associated protein (M) dan suatu protein envelope (E) serta gen protein non struktural (NS). Terdapat empat serotipe virus yang disebut DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN4. Ke empat serotipe virus ini telah ditemukan di berbagai wilayah Indonesia. Hasil penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa Dengue-3 sangat berkaitan dengan kasus DBD berat dan merupakan serotipe yang paling luas distribusinya disusul oleh Dengue-2, Dengue-1 dan Dengue -4. Terinfeksinya seseorang dengan salah satu serotipe tersebut diatas, akan menyebabkan kekebalan seumur hidup terhadap serotipe virus yang bersangkutan. Meskipun keempat serotipe virus tersebut mempunyai daya antigenis yang sama namun mereka berbeda dalam menimbulkan proteksi silang meski baru beberapa bulan terjadi infeksi dengan salah satu dari mereka. E. Protein M. Protein

C. Protein + ssRNA
Spheres Diameter: 40-60 nm

Gambar 2 : Virus Dengue 18

3. Distribusi Penyakit a. Situasi Global Berbagai serotipe virus Dengue endemis di beberapa negara tropis. Di Asia, virus Dengue endemis di China Selatan, Hainan, Vietnam, Laos, Kamboja, Thailand, Myanmar, India, Pakistan, Sri Langka, Indonesia, Filipina, Malaysia dan Singapura. Negara dengan endemisitas rendah di Papua New Guinea, Bangladesh, Nepal, Taiwan dan sebagian besar negara Pasifik. Virus Dengue sejak tahun 1981 ditemukan di Quesland, Australia Utara. Serotipe Dengue 1,2,3, dan 4 endemis di Afrika. Di pantai Timur Afrika terdapat mulai dari Mozambik sampai ke Etiopia dan di kepulauan lepas pantai seperti Seychelles dan Komoro. Saudi Arabia pernah melaporkan kasus yang diduga DBD. Di Amerika, ke-4 serotipe virus dengue menyebar di Karibia, Amerika Tengah dan Amerika Selatan hingga Texas (1977-1997). Tahun 1990 terjadi KLB di Meksiko, Karibia, Amerika Tengah, Kolombia, Bolivia, Ekuador, Peru, Venezuela, Guyana, Suriname, Brazil, Paraguai dan Argentina. Grafik 4 : Distribusi Kasus Dengue di Negara-negara Asia Tahun 2000-2009

b. Situasi di Indonesia Penyakit Dengue pertama kali dilaporkan pada tahun 1968 di Jakarta dan Surabaya. Pada tahun 2010 penyakit dengue telah tersebar di 33 provinsi, 440 Kab./Kota. Sejak ditemukan pertama kali kasus DBD meningkat terus bahkan sejak tahun 2004 kasus meningkat sangat tajam. Kenaikan kasus DBD berbanding terbalik dengan angka kematian (CFR) akibat DBD, dimana pada awal ditemukan di Surabaya dan Jakarta CFR sekitar 40% kemudian terus menurun dan pada tahun 2010 telah mencapai 0,87%. Kasus DBD terbanyak dilaporkan di daerah-daerah dengan tingkat kepadatan yang tinggi, seperti provinsi-provinsi di Pulau Jawa, Bali dan Sumatera. Insidens Rate (IR) tahun 2010 telah mencapai 65,62/100.000 penduduk dengan Case Fatality rate 0,87 %.

19

Gambar 6 : IR DBD per Provinsi di Indonesia Tahun 2010

4. Penularan dan masa inkubasi a. Vektor DBD Virus Dengue ditularkan dari orang ke orang melalui gigitan nyamuk Aedes (Ae). Ae aegypti merupakan vektor epidemi yang paling utama, namun spesies lain seperti Ae.albopictus, Ae.polynesiensis dan Ae. niveus juga dianggap sebagai vektor sekunder. Kecuali Ae.aegypti semuanya mempunyai daerah distribusi geografis sendiri-sendiri yang terbatas. Meskipun mereka merupakan host yang sangat baik untuk virus dengue, biasanya mereka merupakan vektor epidemi yang kurang efisien dibanding Ae.aegypti .

Gambar 7 : Nyamuk Ae.aegypti Nyamuk penular dengue ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat dengan ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut. b. Siklus penularan Nyamuk Aedes betina biasanya terinfeksi virus dengue pada saat dia menghisap darah dari seseorang yang sedang dalam fase demam akut (viraemia) yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul. Nyamuk menjadi infektif 8-12 hari sesudah mengisap darah penderita yang sedang viremia (periode inkubasi ekstrinsik) dan tetap infektif selama hidupnya Setelah melalui periode inkubasi ekstrinsik tersebut, kelenjar ludah nyamuk bersangkutan akan terinfeksi dan virusnya akan ditularkan ketika nyamuk tersebut menggigit dan mengeluarkan cairan ludahnya ke dalam luka gigitan ke tubuh orang lain. Setelah masa inkubasi di tubuh manusia selama 3 - 4 hari (rata-rata selama 4-6 hari) timbul gejala awal penyakit secara mendadak, yang ditandai demam, pusing, myalgia (nyeri otot), hilangnya nafsu makan dan berbagai tanda atau gejala lainnya. 20

Viremia biasanya muncul pada saat atau sebelum gejala awal penyakit tampak dan berlangsung selama kurang lebih lima hari. Saat-saat tersebut penderita dalam masa sangat infektif untuk vektor nyamuk yang berperan dalam siklus penularan, jika penderita tidak terlindung terhadap kemungkinan digigit nyamuk. Hal tersebut merupakan bukti pola penularan virus secara vertikal dari nyamuk-nyamuk betina yang terinfeksi ke generasi berikutnya.

Gambar 8 : Siklus penularan penyakit DBD

c. Masa inkubasi Infeksi Dengue mempunyai masa inkubasi antara 2 sampai 14 hari, biasanya 4-7 hari. d. Host Virus dengue menginfeksi manusia dan beberapa spesies dari primata rendah. Tubuh manusia adalah reservoir utama bagi virus tersebut, meskipun studi yang dilakukan di Malaysia dan Afrika menunjukkan bahwa monyet dapat terinfeksi oleh virus dengue sehingga dapat berfungsi sebagai host reservoir. Semua orang rentan terhadap penyakit ini, pada anak-anak biasanya menunjukkan gejala lebih ringan dibandingkan dengan orang dewasa. Penderita yang sembuh dari infeksi dengan satu jenis serotipe akan memberikan imunitas homolog seumur hidup tetapi tidak memberikan perlindungan terhadap terhadap infeksi serotipe lain dan dapat terjadi infeksi lagi oleh serotipe lainnya. 5. Faktor Risiko Penularan Infeksi Dengue Beberapa faktor yang berisiko terjadinya penularan dan semakin berkembangnya penyakit DBD adalah pertumbuhan jumlah penduduk yang tidak memiliki pola tertentu, faktor urbanisasi yang tidak berencana dan terkontrol dengan baik, semakin majunya sistem transportasi sehingga mobilisasi penduduk sangat mudah, sistem pengelolaan limbah dan penyediaan air bersih yang tidak memadai, berkembangnya penyebaran dan kepadatan nyamuk, kurangnya sistem pengendalian nyamuk yang efektif, serta melemahnya struktur kesehatan masyarakat. Selain faktor-faktor lingkungan tersebut diatas status imunologi seseorang, strain virus/serotipe virus yang menginfeksi, usia dan riwayat genetik juga berpengaruh terhadap penularan penyakit. Perubahan iklim (climate change) global yang menyebabkan kenaikan ratarata temperatur, perubahan pola musim hujan dan kemarau juga disinyalir menyebabkan risiko terhadap penularan DBD bahkan berisiko terhadap munculnya 21

KLB DBD. Adanya kenaikan Index Curah Hujan (ICH) di beberapa provinsi yaitu NTT, DKI dan Kalimantan Timur selalu diikuti dengan kenaikan kasus DBD.

Gambar 9 : Grafik Pola Index Curah Hujan (ICH) dan IR DBD di Provinsi NTT tahun 2005 - 2009

Gambar 10 : Grafik Pola Pola Index Curah Hujan (ICH) dan IR DBD di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2005 - 2009

Gambar 11 : Grafik Pola Pola Index Curah Hujan (ICH) dan IR DBD di Provinsi DKI Jakarta 2005 - 2009 22

6. Ukuran Epidemiologi Ukuran (parameter) frekuensi penyakit yang paling sederhana adalah ukuran yang sekedar menghitung jumlah individu yang sakit pada suatu populasi, ukuran frekuensi tersebut bermanfaat bagi petugas kesehatan di daerah dalam mengalokasikan dana atau kegiatan. Ukuran-ukuran epidemiologi yang sering digunakan dalam kegiatan pengendalian DBD adalah Insidence Rate (IR), Case Fatality Rate (CFR), Attack Rate (AR). a. Angka Kesakitan/Insiden Rate (IR) IR adalah ukuran yang menunjukkan kecepatan kejadian (baru) penyakit populasi. IR merupakan proporsi antara jumlah orang yang menderita penyakit dan jumlah orang dalam risiko x lamanya ia dalam risiko. IR = Jumlah kasus baru penyakit X 100% Juml orang yang berisiko b. Angka Kematian/Cured Fatality Rate (CFR) CFR adalah angka kematian yang diakibatkan dari suatu penyakit dalam suatu waktu tertentu dikalikan 100%. CFR = Jumlah kematian Jumlah kasus X 100%

c. Attack Rate Ukuran epidemiologi pada waktu terjadi KLB, untuk menghitung kasus pada populasi berisiko di wilayah dan waktu tertentu. AR = Jumlah kasus Jumlah populasi berisiko pada waktu tertentu IX. KEPUSTAKAAN 1. WHO. 1997. Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemoragic Fever. WHO. 2. Direktorat Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Depkes RI. 2005. Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah di Indonesia. Departemen Kesehatan RI. 3. Kandun, I N. 2006. Buku Manual Pemberantasan Penyakit (Terjemahan Manual CDC edisi 17,18). 4. Direktorat Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kemenkes RI. 2006. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Departemen Kesehatan RI. 5. WHO.2009. Dengue Guideline for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control. WHO. 6. WHO. 2010. Comprehensive Guidelines for Perevention and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever. WHO.

23

MATERI INTI 2 SURVEILANS KASUS DBD (Waktu: T2 JPL, P 2 JPL) I. Deskripsi Singkat Surveilans kasus DBD meliputi proses pengumpulan, pencatatan, pengolahan, analisis dan interpretasi data kasus serta penyebarluasan informasi ke penyelenggara program, instansi dan pihak terkait secara sistematis dan terus menerus. Materi ini juga menjelaskan tentang surveilans kasus DBD dari tingkat Puskesmas sampai dengan tingkat Provinsi. II. Tujuan Pembelajaran A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) Setelah mengikuti pelatihan ini peserta mampu melaksanakan surveilans kasus DBD di wilayah kerjanya. B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) Setelah mengikuti pelatihan ini peserta latih mampu : 1. Menjelaskan tujuan dan pengertian surveilans 2. Menjelaskan sistem pelaksanaan surveilans dalam pengendalian DBD. 3. Menjelaskan sistem pelaporan kasus. 4. Menjelaskan kegiatan surveilans DBD diberbagai tingkat wilayah administrasi. III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN A. Pokok Bahasan : Tujuan dan pengertian surveilans DBD Sub Pokok Bahasan : 1. Tujuan surveilans 2. Pengertian 3. Definisi operasional B. Pokok Bahasan 2 : Sistem Pelaksanaan Surveilans dalam Pengendalian DBD Sub Pokok Bahasan : 1. Jenis dan sumber data 2. Peran unit pelaksana 3. Strategi dan pelaksanaan surveilans pengendalian DBD C. Pokok Bahasan 3 : Kegiatan surveilans DBD di berbagai tingkat wilayah administrasi. Sub Pokok Bahasan : 1. Tingkat Puskesmas 2. Tingkat Kabupaten/kota 3. Tingkat provinsi IV. METODE 24 Ceramah Tanya Jawab.

V.

Penugasan di kelas

BAHAN BELAJAR Modul Copy materi Lembar kasus dan kunci jawaban

VI.

ALAT BANTU BELAJAR LCD Laptop atau desktop Flipchart Whiteboard Spidol

VII.

LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN A. Langkah 1 1. Penciptaan suasana belajar 2. Perkenalan diri 3. Mengajukan pertanyaan yang mengarah pada pengenalan topik materi. B. Langkah 2 Pelatih menjelaskan tujuan pembelajaran. C. Langkah 3 1. Fasilitator memberikan materi modul dan memfasilitasi diskusi interaktif (selama 2 JPL). 2. Fasilitator membagi peserta menjadi 5 kelompok untuk praktek di kelas (setiap kelompok terdiri dari lebih kurang 6 peserta). 3. Kelompok membahas study kasus yang diberikan fasilitator

VIII. URAIAN MATERI A. TUJUAN DAN PENGERTIAN SURVEILANS DBD 1. Tujuan Surveilans Tersedianya data dan informasi epidemiologi sebagai dasar manajemen kesehatan untuk pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi program kesehatan dan peningkatan kewaspadaan serta respon kejadian luar biasa yang cepat dan tepat . Secara khusus tujuan surveilans DBD adalah : a. Memantau kecenderungan penyakit DBD b. Mendeteksi dan memprediksi terjadinya KLB DBD serta penanggulangannya c. Menindaklanjuti laporan kasus DBD dengan melakukan PE, serta melakukan penanggulangan seperlunya, d. Memantau kemajuan program pengendalian DBD 25

e. Menyediakan informasi untuk perencanaan pengendalian DBD f. Pembuatan kebijakan pengendalian DBD. 2. Pengertian a. Menurut WHO, Surveillans adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis, dan interpretasi data, serta penyebarluasan informasi ke penyelenggara program, instansi pihak terkait secara sistematis dan terus menerus serta penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan b. Berdasarkan KEPMENKES nomor 1116 tahun 2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan, Surveillans adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut, agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efisien dan efektif melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan. c. Surveilans Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis, dan interpretasi data, serta penyebarluasan informasi ke penyelenggara program, instansi dan pihak terkait secara sistematis dan terus menerus tentang situasi DBD dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit tersebut agar dapat dilakukan tindakan pengendalian secara efisien dan efektif. 3. Definisi Kasus Operasional a. Suspek Infeksi dengue ditegakkan bila terdapat 2 kriteria yaitu demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas berlangsung selama 2-7 hari dan adanya manifestasi perdarahan: sekurang-kurangnya uji tourniquet (Rumple Leede) positif b. Probable Demam Dengue ialah : demam disertai 2 atau lebih gejala penyerta seperti sakit kepala, nyeri dibelakang bola mata, pegal, nyeri sendi ( athralgia ), rash, dan manifestasi perdarahan, leucopenia ( lekosit < 5000 /mm3 ), jumlah trombosit < 150.000/mm3 dan peningkatan hematokrit 5 - 10 % atau pemeriksaan serologis Ig M positif. c. Demam Berdarah Dengue (DBD)ialah demam 2 - 7 hari disertai dengan manifestasi perdarahan, Jumlah trombosit < 100.000 /mm3, adanya tanda tanda kebocoran plasma (peningkatan hematokrit 20 % dari nilai normal, dan atau efusi pleura, dan atau ascites, dan atau hypoproteinemia/ albuminemia) dan atau hasil pemeriksaan serologis pada penderita tersangka DBD menunjukkan hasil positif atau terjadi peninggian (positif) IgG saja atau IgM dan IgG pada pemeriksaan dengue rapid test (diagnosis laboratoris). d. Sindrom Syok Dengue (SSD) ialah kasus DBD yang masuk dalam derajat III dan IV dimana terjadi kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan denyut nadi yang cepat dan lemah, menyempitnya tekanan nadi ( 20 mmHg) atau hipotensi yang ditandai dengan kulit dingin dan lembab serta pasien menjadi 26

gelisah sampai terjadi syok berat (tidak terabanya denyut nadi maupun tekanan darah). e. Kasus adalah penderita DD, DBD atau SSD. f. Kewaspadaan dini DBD ialah suatu kewaspadaan terhadap peningkatan kasus dan atau faktor resiko DBD, seperti: adanya peningkatan populasi nyamuk, penurunan ABJ <95%, adanya perubahan cuaca, dan peningkatan tempat-tempat perindukan.

g. Laporan kewaspadaan dini DBD adalah laporan adanya peningkatan kasus dan peningkatan faktor resiko DBD. Laporan kewaspadaan dini dimaksudkan untuk kegiatan proaktif surveilans. h. Kecamatan Endemis adalah kecamatan yang dalam 3 tahun terakhir, setiap tahun ada penderita DBD i. j. Kecamatan Sporadis adalah kecamatan yang dalam 3 tahun terakhir terdapat penderita DBD tetapi tidak setiap tahun. Kecamatan Potensial adalah kecamatan yang dalam 3 tahun terakhir tidak pernah ada penderita DBD, tetapi penduduknya padat, mempunyai hubungan transportasi yang ramai dengan wilayah yang lain dan presentase rumah yang ditemukan jentik lebih atau sama dengan 5%.

k. Kecamatan Bebas yaitu kecamatan yang tidak pernah ada penderita DBD selama 3 tahun terakhir dan presentase rumah yang ditemukan jentik kurang dari 5%. B. SISTIM PELAKSANAAN SURVEILANS DALAM PENGENDALIAN DBD 1. Jenis dan sumber data Surveilans Beberapa fariabel data yang berhubungan dengan pengendalian DBD adalah sbb : a. Data kesakitan dan kematian menurut golongan umur dan jenis kelamin, kasus DD, DBD, SSD dari Unit Pelayanan kesehatan, W1, kewaspadaan mingguan, bulanan, dan tahunan. b. Data penduduk menurut golongan umur tahunan. c. Data desa, kecamatan, kabupaten, provinsi terdapat kasus DD, DBD, SSD bulanan dan tahunan d. Data ABJ kecamatan, kabupaten/kota, provinsi hasil dari kegiatan pengamatan jentik. Data tersebut diatas dapat diperoleh dari : a. Laporan rutin DBD, mingguan, bulanan ( puskesmas, kabupaten/kota, dan provinsi ) b. Laporan KLB/wabah /W1( puskesmas, kabupaten/kota, provinsi ) c. Laporan laboratorium dari UPK (puskesmas, RS, Labkes, dll) d. Laporan hasil penyelidikan kasus perorangan (puskesmas, kabupaten/kota) e. Laporan penyelidikan KLB/wabah (puskesmas, kabupaten/kota) f. Survei khusus (pusat, provinsi, kabupaten/kota)

27

g. Laporan data demografi (puskesmas, kabupaten/kota, provinsi) h. Laporan data vektor (puskesmas, kabupaten/kota, provinsi) i. Laporan dari Badan Meteorologi & Geofisika provinsi, kabupaten/kota, kecamatan tentang curah hujan dan hari hujan 2. Peran Unit Pelaksana Surveilans DBD merupan surveilans rutin yang dilaksanakan di seluruh unit pelayanan kesehatan di seluruh Indonesia. Untuk menjamin berlangsungnya penyelenggaraan sistem surveilans kasus DBD ini, maka perlu dijabarkan peran setiap unit penyelenggaraan surveilans kasus DBD diseluruh unit pelayanan kesehatan secara berjenjang termasuk pusat, yaitu : a. Pusat 1) Unit pelaksana tingkat pusat a) Pengaturan penyelenggaraan surveilans kasus DBD nasional b) Menyusun pedoman pelaksanaan surveilans kasus DBD nasional c) Menyelenggarakan manajemen surveilans kasus DBD nasional d) Melakukan kegiatan surveilans kasus DBD nasional termasuk SKDKLB e) Pembinaan dan asistensi teknis f) Monitoring dan evaluasi g) Melakukan penyelidikan KLB sesuai kebutuhan nasional h) Pengembangan pemanfaatan teknologi surveilans kasus DBD i) Pengembangan metodologi surveilans epidemiologi j) Pengembangan kompetensi sumber daya manusia surveilans epidemiologi k) Menjalin kerjasama nasional dan internasional secara teknis dan sumber-sumber dana. l) Menjadi pusat rujukan surveilans kasus DBD regional dan nasional. m) Kerjasama surveilans kasus DBD dengan provinsi, nasional dan internasional. 2) Pusat Data dan Informasi a) Koordinasi pengelolaan sumber data dan informasi kasus DBD nasional b) Koordinasi kajian strategis dan penyajian informasi kasus DBD c) Asistensi teknologi informasi 3) Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan a) Melakukan penelitian dan pengembangan teknologi dan metode surveilans kasus DBD b) Melakukan penelitian lebih lanjut terhadap temuan dan atau rekomendasi surveilans kasus DBD b. Tingkat Provinsi 1) Unit Pelaksana Teknis Tingkat Provinsi a) Melaksanakan surveilans kasus DBD di wilayah provinsi termasuk SKD-KLB b) Melakukan penyelidikan KLB sesuai kebutuhan provinsi

28

c) Membuat pedoman teknis operasional surveilans kasus DBD sesuai dengan pedoman yang berlaku. d) Menyelenggarakan pelatihan surveilans kasus DBD e) Pembinaan dan asistensi teknis ke kabupaten/kota f) Monitoring dan evaluasi g) Mengembangkan dan melaksanakan surveilans kasus DBD dan masalah penyakit DBD lokal spesifik. h) Melakukan pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data serta desinfo secara terus menerus dan berkesinambungan. i) Menjadi unit pengendalian bila terjadi KLB di wilayah Kabupaten/ Kota 2) Rumah Sakit Pusat dan Provinsi a) Melaksanakan surveilans kasus DBD rumah sakit . b) Identifikasi dan rujukan kasus sebagai sumber data surveilans kasus DBD Kabupaten/Kota, Provinsi dan Pusat. c) Melakukan kajian epidemiologi kasus DBD dan masalah yang terkait dengan DBD. 3) Laboratorium Kesehatan Provinsi a) Melakukan pemeriksaan spesimen surveilans kasus DBD c. Tingkat Kabupaten/Kota 1) Unit Teknis Kabupaten/Kota a) Pelaksana Surveilans kasus DBD nasional diwilayah kabupaten/kota b) Menyelenggarakan manajemen surveilans kasus DBD termasuk SKD KLB c) Melakukan penyelidikan dan Penanggulangan KLB DBD di Wilayah Kabupaten/ kota yang bersangkutan. d) Supervisi dan asistensi teknis ke puskesmas dan rumah sakit dan komponen surveilans DBD diwilayahkan. e) Melaksanakan pelatihan surveilans kasus DBD. f) Monitoring dan evaluasi kasus DBD g) Melaksanakan survelens epidemiologi kasus DBD secara spesifik lokal. 2) Rumah sakit kabupaten / kota . a) Melaksanakan surveilans kasus DBD di rumah sakit. b) Identifikasi dan rujukan kasus DBD sebagai sumber data surveilans kasus DBD kabupaten/kota , propinsi dan pusat. c) Melakukan kajian epidemiologi kasus DBD dan masalah DBD lainnya di rumah sakit. 3) Laboratorium Kesehatan kabupaten/kota a) Melakukan pemeriksaan spesimen kasus DBD. d. Tingkat Kecamatan 1) Puskesmas a) Pelaksana surveilans kasus DBD nasional di wilayah puskesmas. b) Melaksanakan pencatatan dan pelaporan penyakit dan masalah kasus DBD.

29

c) Melakukan koordinasi survailans kasus DBD dengan praktek dokter, bidan, swasta dan unit pelayanan kesehatan yang berada diwilayah kerjanya . d) Melakukan koordinasi surveilans kasus DBD antar puskesmas yang berbatasan . e) Melakukan SKD-KLB dan penyelidikan KLB DBD di wilayah puskesmas f) Melaksanakan surveilans epidemiologi kasus DBD dan masalah kesehatan spesifik lokal . 3. Strategi Dan Pelaksanaan Surveilans Pengendalian DBD a. Strategi Surveilans Adapun strategi surveilans dalam program pengendalian DBD adalah sebagai berikut : 1) Advokasi dan dukungan perundang-undangan 2) Menyediakan pembiayaan program surveilans DBD 3) Pengembangan sistem surveilans sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan program secara nasional, provinsi dan kabupaten/kota termasuk penyelenggaraan sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa penyakit dan bencana. 4) Peningkatan mutu dan data informasi epidemiologi. 5) Peningkatan profesionalisme tenaga surveilans. 6) Pengembangan tim epidemiologi yang handal. 7) Penguatan jejaring surveilans epidemiogi. 8) Peningkatan pengetahuan surveilans epidemiologi untuk tiap tenaga kesehatan. 9) Peningkatan pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi elektromedia yang terintegrasi dan interaktif. b. Pelaksanaan Surveilans DBD 1) Pengumpulan data Pengumpulan data kasus dilaksanakan secara berjenjang mulai dari Pukesmas dan jejaringnya (community based), sampai Rumah Sakit (hospital based), laboratorium kabupaten/kota dan propvinsi dengan menggunakan form pelaporan demam berdarah yang dikoordinasi oleh dinas kesehatan kab/kota di tingkat kab/kota atau di dinas kesehatan provinsi di tingkat provinsi, Kemkes RI untuk masing-masing tingkatan dijelaskan melalui pokok bahasan selanjutnya 2) Pengolahan dan penyimpanan data Dilaksanakan disetiap tingkat unit pelaksanakan surveilans 3) Analisis data Analisis deskriptif dan analitik dilakukan disetiap unit pelaksana surveilans sesuai dengan kemampuan masing-masing 4) Penyebarluasan informasi Dilaksakanakan disetiap unit pelaksana surveilans kepada pihak yang membutuhkan data tersebut

30

Lampiran 16
Form-So

FORMULIR PASIEN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) Kepada yth, RS./ Puskesmas Rawat Inap...................................................... di........................................................ Bersama ini kami beritahukan bahwa kami telah memeriksa/merawat pasien: Nama : ..................................................... L/P Umur.......th.......bln..................... Nama Kepala Keluarga Alamat Rumah : .................................................................................... : Jln ......................................... No .............................. Rw. ............................... Rt. ...................................... Kelurahan : .............................. Kecamatan................................. Tanggal mulai sakit : Tgl/bl/th: Tanggal masuk RS/puskesmas : Tgl/bl/th: Jam .......................... Tgl. Meninggalkan RS/puskesmas : Tgl/bl/th: No. 1. 2. 3. 4. HASIL PEMERIKSAAN KLINIS Demam Perdarahan. temasuk uji Tourniquet positif Pembesaran hati Syok PEMERIKSAAN LABORATORIUM Tanggal: ......................................... Jam: .................. Hb Hematokrit Trombosit (jumlah per ul) ADA ...................... ...................... ...................... ...................... I ...................... ...................... ...................... ...................... ...................... TIDAK ...................... ...................... ...................... ...................... II ...................... ...................... ...................... ...................... ......................

HASIL PEMERIKSAAN

5. 6. 7.

PENGOBATAN -Diinfus/tidak **), tangggal ........................................... Jam .................... DIAGNOSIS KLINIS: -Tersangka DBD/DD/DBD/SSD**) .........................................., 20...........

( ............................................. ) **) Coret yang tidak perlu *) Beri tanda X untuk hasil pemeriksaan klinis DD=demam dengue, DBD=demam berdarah dengue, SSD=sindrom syok dengue 156

Lampiran 17 STUDI KASUS MATERI INTI 5 Studi Kasus 1 1. Jelaskan diagnosis Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue? Bagaimana membedakannya? 2. Bagaimana pertolongan pertama yang Saudara berikan jika anak Saudara menunjukkan gejala-gejala klinis Demam berdarah? 3. Seandainya Saudara adalah seorang dokter di Puskesmas X, Saudara hendak merujuk seorang penderita DBD ke sebuah Rumah Sakit, maka hal-hal apakah yang perlu Saudara perhatikan? Studi Kasus 2 Sepasang suami istri membawa seorang anak laki-lakinya yang berusia 6 tahun ke ruang UGD RSUD di Kota A pada tanggal 18 Oktober 2011 pukul 20.00 WIB, setelah diperiksa oleh dokter diperoleh data berikut: Anamnesa - Seorang anak laki-laki, umur 6 tahun, berat badan 16 kg, datang dengan keluhan badan panas sejak 3 hari sebelum masuk RS. - Badan panas tinggi mendadak, terus menerus, tidak menggigil, tidak ada keringat malam dan tidak kejang, dan kepala terasa nyeri. - Pasien juga mengeluh perut terasa sakit menyeluruh, tanpa disertai mual dan muntah, nafsu makan menurun dan badan terasa lemas disertai dengan terlihatnya bintik - bintik merah pada kulit tangan dan kaki pasien. Pemeriksaan Fisik - Keadaan umum : Tampak sakit sedang - Kesadaran : Compos mentis - Tekanan darah : 100 / 70 mmHg - Nadi : 130 x / menit, reguler, teraba kuat dan cepat - Suhu : 38,10 C - Respirasi : 38 x / menit - Konjungtiva : Hiperemis - Mulut : Bibir kering, sianosis (-), lidah kotor tidak hiperemis, perdarahan gusi (-) - Abdomen : Nyeri tekan epigastrium dan hipogastrium Hepar teraba 2/4 x 1/4, konsistensi lunak, permukaan rata, tepi sulit dinilai Nyeri ketok (+) - Ekstremitas : *Superior : Akral teraba hangat, Uji tourniket/ rumple leed (+) *Inferior : Akral teraba hangat, refleks patologik (-) Pemeriksaan Laboratorium tanggal 18 Oktober 2011 pukul 20.30 WIB Darah - Hb : 14,8 gr % - Ht : 46 vol % - LED : 9 mm/Jam - Leukosit : 6200/mm - Hitung jenis : 0/0/2/72/23/3 - Trombosit : 120.000 / mm 157

Pertanyaan: Jika seandainya Saudara adalah dokter yang merawat pasien tersebut: 1. 2. 3. 4. 5. Menurut Saudara, apakah diagnosis kerja pasien tersebut? Jelaskan alasannya! Bagaimana terapi yang Saudara berikan? Sebutkan diagnosis banding apa saja yang mungkin untuk kasus tersebut diatas? Pemeriksaan lanjutan apa saja yang akan Saudara anjurkan terhadap pasien tersebut? Saran atau pesan apa yang akan Saudara sampaikan kepada orang tua pasien tersebut?

Studi Kasus 3

1. Pelatih meminta peserta memperagakan cara melakukan uji bendung (uji tourniket) 2. Pelatih dapat merancang studi kasus tambahan lainya sesuai kebutuhan pelatihan dan target peserta latih pada saat pelatihan!

158

Lampiran 18
Lampiran Materi Inti 5 : Penyelidikan Epidemiologi, PF, Dan Penanggulangan KLB (Formulir PE)

FORMULIR PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGIS (PE)


Nama penderita Nama KK Alamat Kelurahan/Desa Kecamatan : .................................................................................................................. : .................................................................................................................. : .................................................................................................................. .....................................................RT: .................RW : ............................ : ................................................................................................................. : .................................................................................................................. Pemeriksaan Penderita Panas/tersangka DBD* No. Nama KK Bintik Umur perdarahan/ Uji Nama Tourniquet Tanda Penderita perdarahan lain Pemeriksaan Jentik (+/-) Kesimpulan Pend. Tersangka Panas

Jumlah *) Termasuk yang menderita panas 1 minggu yang lalu **) Bila ada penderita DBD yang lain, Kesimpulan: - Perlu pengasapan (fogging) Ya ** **) Ya : Jika ada penderita DBD lainnya atau Ada tersangka DBD (= 3 tersangka), dan ada jentik (=5%) Tanggal ..................................... 20 ..... Mengetahui Kepala Puskesmas, Petugas pelaksana Tidak

(..................................)

(.....................................................)

159

Lampiran 19 PUSKESMAS ............................... DINAS KESEHATAN KEBAPATEN/KOTA*) ................................ .........................,....................20........ Nomor Lapiran : ........................... : Hasil Penyelidikan Epidemiologis DBD

Kepada Yth : Lurah/Kades ............................... diTempat Dengan hormat, Bersama ini kami beritahukan bahwa berdasarkan hasil penyelidikan kami di lokasi penderita dan bangunan di sekitar tempat tinggal penderita DBD: Nama Penderita : ........................................................................................... Umur : ........................................................................................... Nama KK : ........................................................................................... Alamat : ........................................................................................... RT : .............. RW : ............... Kel/Desa : .......................... dapat disimpulkan bahwa terdapat/tidak terdapat*) tanda-tanda penularan demam berdarah di wilayah tersebut. Oleh karena itu di wilayah RW................. Kel/Desa .................... akan dilakukan: Penyuluhan kepada masyarakat. Penggerakan masyarakat untuk melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN DBD) Laravasidasi Penyemprotan Insektisida, akan kami lakukan pada tgl ................................................................ Sehubungan dengan hal tersebut di atas, mohon kepada warga masyarakat setempat diminta untuk berperan serta dan membantu kelancaran pelaksanaan kegiatan tersebut. Atas perhatian dan bantuan nya kami ucapkan terimakasih. Keterangan : *)Coret yang tidak perlu BeritandaV untuk kegiatan yang akan dilakukan Tembusan Kepada Yth. Camat ........................ KEPALA PUSKESMAS ..............

(...........................................................) NIP.

160

Lampiran 20 PUSKESMAS ............................. DINAS KESEHATAN KABUPATEN /KOTA*) ...............................

.........................,..................20........ Nomor Lampiran : : Hasil Pelaksanaan Penanggulangan DBD BERITA ACARA

Dengan hormat, Bersama ini kami sampaikan hasil pelaksanaan penanggulangan penyakit DBD di wilayah RW ................Kel/desa .................... Yang berupa kegiatan:

Penyuluhan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN DBD) Larvasidasi Penyemprotan Insektisida dilaksanakan

tgl ...................................... tgl ...................................... tgl ...................................... tgl ......................................

Demikian, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih. Mengetahui, Kepala Desa .......

Kepala Puskesmas .......

(............................) Tembusan Kepada Yth. Camat ..........................

(............................................) NIP.

Beri tanda V pada kotak untuk kegiatan yang dilaksanakan

161

Lampiran 21 FORM PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LUAR BIASA DEMAM BERDARAH DENGUE Tanggal Penyelidikan : Pukul : IDENTITAS KEPALA KELUARGA 1. Nama : 2. Umur : Th L/P 3. Alamat : RT : RW : Kel : Kec. : Kab./Kota 4. Pekerjaan : Alamat Pekerjaan 5. Hubungan dengan penderita (diisi bila responden adalah orang-orang kontak) a. Hubungan sedarah serumah (orang tua, anak, saudara, bukan saudara) b. Hubungan tidak serumah (tetangga, teman kantor, teman sekoiah, lainnya sebutkan , .............................................. IDENTITIAS PENDERITA 1. Nama 2. Umur 3. Pekerjaan/sekolah 4. Alamat Pekerjaan/sekolah C. 1. 2. 3. : : : :

Th

L/P

RIWAYAT PENYAKIT Keluhan / gejala utama yang muncul : Kapan mulai muncul (tgl/jam) : Apa yang dilakukan saat timbul gejala pertama kali ? Sebutkan a. ............................................................. b............................................................. c. ............................................................. Gejala lain yang timbul: No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Gejala Kapan Kondisi (baik/tetap/kurang)

4.

5.

6.

Saat sekarang ini sedang menderita sakit lain (yang sudah didiagnosa oleh tenaga medis) ? a. Ya b. Tidak Bila Ya, sebutkan :........................................................................... Apakah ada anggota serumah juga menderita gejala serupa (tersangka DBD) ? a. Ada b. Tidak (Bila ada, lakukan pelacakan dengan form ini)

162

C.

SPESIMEN DIPERIKSA No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. * Ambil darah dari ujung jari teteskan ke paper disc hingga penuh. Jenis Sampel diperiksa Hasil Laboratorium Keterangan

D.

PEMERIKSAAN JENTIK No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. empat Pemeriksaan Jentik Hasil Pemeriksaan DLM RMH LUAR Keterangan

E. 1.

PENGOBATAN DAN KONDISI TERAKHIR Perawatan yang diberikan: a. ......................................................... b. ......................................................... c. ......................................................... d. ......................................................... Keadaan penderita saat ini: a. Sembuh b. Meninggal, tanggal......... c. Tetap

2.

163

Lampiran 22

Soal 1: Pada akhir bulan Februari 2011 dilaporkan adanya KLB DBD di Kecamatan Labu, yang menyebabkan 20 orang menderita DBD dan dirawat di Puskesmas setempat. Kasus sudah mulai muncul sejak awal Februari dan terus meningkat sampai bulan Maret 2011. Total sampai akhir Maret adalah 50 kasus dan 2 orang diantaranya meninggal. Kecamatan Labu terletak di antara perkebunan kelapa dan kebanyakan masyarakat menampung air hujan karena sumber air bersih jauh dari kampung. Matapencaharian sebagian masyarakat adalah mengumpulkan kelapa untuk disetor ke pabrik kopra di ibukota kabupaten yang berjarak kurang lebih 5 km dari kecamatan tersebut. Selain itu masyarakat juga mengumpulkan batok kelapa untuk dibuat arang. Selama 5 tahun terakhir tidak ada laporan kasus DBD, biasanya kasus yang banyak ditemuai adalah diare. Diskusi : 1. Sebagai petugas pengelola DBD di kabupaten, kegiatan apa saja yang Saudara lakukan untuk menanggulangi situasi diatas? Apakah situasi di Kecamatan Labu diatas dapat dikategorikan sebagai KLB DBD? Jika ya apa yang perlu dilakukan? Faktor risiko apa yang kira-kira menjadi sumber penularan DBD di kecamatan Labu tersebut diatas ? Saran apakah yang Saudara berikan kepada masyarakat untuk menghilangan faktor risiko penularan terhadap DBD?

2.

3.

4.

164

Lampiran 23

Lampiran Materi Inti 6 : Pengoperasian Alat Dan Bahan Pengendalian Vektor PANDUAN PRAKTIKUM PENGOPERASIAN ALAT DAN BAHAN PENGENDALIAN VEKTOR 1. Praktik pengendalian vektor dengan menggunakan mesin fog a). Pengertian Pengendalian vektor menggunakan mesin fog adalah metode penyemprotan udara berbentuk asap (pengasapan/fogging) yang dilakukan untuk mencegah/mengendalikan penyakit demam berdarah dengue (DBD) di rumah penderita/tersangka DBD dan lokasi sekitarnya serta tempat-tempat umum (TTU) misalnya sekolah, kantor dll, yang diperkirakan dapat menjadi sumber penularan penyakit DBD. b). Persiapan 1) Buat peta/sketsa wilayah yang akan di fogging yang memuat batas wilayah dan jumlah rumah. 2) Buat surat pemberitahuan dan permintaan bantuan tenaga pengantar kepada RT, RW atau Lurah tentang akan dilakukannya fogging diwilayahnya. 3) Siapkan tenaga pelaksana berdasarkan jumlah rumah atau areal yang akan di fogging, yang terdiri dari Supervisor, Kepala Regu, dan Petugas Fogging . 4) Siapkan alat bantu operasional seperti kendaraan, jerigen dll. 5) Siapkan perlengkapan petugas seperti pakaian lapangan, masker dll. 6) Siapkan insektisida, bahan pelarut (solar) dan bahan bakar. c). Pelaksanaan 1) Supervisor mengkoordinir seluruh kegiatan fogging. 2) Kepala Regu memimpin pelaksanaan fogging agar tercapai target yang direncanakan. 3) Petugas fogging melakukan fogging sesuai dengan petunjuk dari kepala regu. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan fogging : Fogging dilakukan diseluruh area yang direncanakan, dimulai dari ujung arah angin. Fogging dimulai dari dalam rumah yang paling belakang, keluar melalui pintu depan kemudian luar rumah dimulai dari ujung arah angin. Untuk rumah tingkat dimulai dari lantai atas terus kebawah.

2. Praktik Pengendalian Vektor dengan Menggunakan Mesin ULV a). Pengertian Pengendalian vektor menggunakan mesin ULV adalah metode penyemprotan udara (aerial spraying) berbentuk kabut dengan volume yang sangat kecil (ultra low volume) dan dilakukan di area yang cukup luas misalnya se RW, se Kelurahan, se kecamatan atau bahkan seluruh wilayah kota yang sedang terjangkit penyakit DBD.

165

b). Persiapan 1) Buat peta/sketsa wilayah yang akan di fogging yang memuat batas wilayah dan jalan yang dapat dilalui mobil pengangkut ULV. 2) Buat surat pemberitahuan dan permintaan bantuan tenaga pengantar kepada RW atau Lurah tentang akan dilakukannya penyemprotan diwilayahnya. 3) Siapkan tenaga pelaksana berdasarkan jumlah mesin ULV dan areal yang akan disemprot, yang terdiri dari Supervisor, Kepala Regu, Pengemudi, Operator dan Teknisi. 4) Siapkan alat bantu operasional seperti kendaraan pengangkut ULV, sepeda motor, jerigen dll. 5) Siapkan perlengkapan petugas seperti pakaian lapangan, masker dll. 6) Siapkan insektisida dan bahan bakar. c). Pelaksanaan 1) Supervisor mengkoordinir seluruh kegiatan penyemprotan. 2) Kepala Regu memimpin pelaksanaan penyemprotan agar tercapai target yang direncanakan. 3) Pengemudi menjalankan kendaraan pengangkut ULV sesuai dengan petunjuk kepala regu dengan kecepatan 5 Km per jam. 4) Operator mengoperasikan mesin ULV dari atas kendaraan. 5) Teknisi membantu operator dan mengatasi gangguan/kerusakan mesin di lapangan.

Penyemprotan dilakukan diseluruh area yang direncanakan, dimulai dari ujung arah angin. Penyemprotan dilakukan pada pagi dan sore hari pada keadaan suhu dan kecepatan angin rendah.

166

Lampiran 24

Perhitungan Kebutuhan tenaga & bahan insektisida dalam pengendalian vektor P2DBD 1. Kebutuhan tenaga yang diperlukan, berdasarkan luas wilayah (jumlah rumah/ bangunan yang akan diliput) dan jumlah alat semprot yang tersedia. a. Supervisor : 1 orang b. Regu fogging fokus : 11 orang per 5 mesin fog, yaitu: - 1 orang kepala regu - 5 orang penyemprot dan - 5 orang pembantu penyemprot c. Tim ULV : 4 orang per 1 mesin ULV, yaitu: - 1 orang ketua tim - 1 orang operator - 1 orang teknisi - 1 orang pengemudi 2. Kebutuhan alat bantu operasional. a. Tiap regu fogging membutuhkan: - 1 buah kendaraan roda 4 untuk mengangkut petugas, alat/bahan ke lokasi operasi (kendaraan ini dapat digunakan regu fogging lain secara bergiliran). - 1 buah megaphone (yang akan digunakan oleh kepala regu fogging untuk menyampaikan pesan-pesan kepada ke masyarakat. b. Tiap tim ULV membutuhkan: - 1 buah kendaraan roda 4 pengangkut mesin ULV. - 1 buah kendaraan roda 2 untuk ketua tim. - 1 buah megaphone (yang akan digunakan oleh kepala regu fogging untuk menyampai-kan pesan-pesan kepada ke masyarakat. 3. Menyiapkan perlengkapan petugas. Setiap petugas (baik regu fogging maupun tim ULV) dilengkapi 1 set perlengkapan operasional: a. 1 stel pakaian lapangan (dengan baju lengan panjang). b. 1 buah masker pelindung. c. 1 buah topi lapangan. d. 1 pasang sarung tangan. e. 1 pasang sepatu lapangan. 4. Kebutuhan insektisida untuk fogging (2 siklus) : Insektisida: (1) Golongan Organofosfat : Malathion 95% : 1 Liter per Ha Metil pirimifos 500 gr/l : 400 ml per Ha (2) Golongan Sintetik Piretroid : Cypermethrine 25 gr/l : 800 ml per Ha Alpamethrine 30 gr/l : 200 ml per Ha Lamda sihalothrine 25 gr/l: 150 ml per Ha Permethrine 97,5 g/l + S-Bioaletrin 15 g/l : 200 ml per Ha

167

Bahan pelarut/bahan bakar mesin dan kendaraan:: Solar (pelarut insektisida) : 20 liter per Ha 2 siklus Premium mesin fog : 6 liter per Ha 2 siklus Premium mesin ULV : 10 liter per mesin per hari Premium kendaraan roda 4 : 20 liter per kendaraan per hari Premium kendaraan roda 2 : 2 liter per kendaraan per hari Mesin Fog dan ULV Kebutuhan mesin fog: Tiap Puskemas: 4 unit Tiap Kab/Kota :10 unit Mesin ULV (insektisida digunakan tanpa bahan pelarut/solar): Tiap Kab/Kota :1 unit Kebutuhan larvasidasi Temephos 1% : 40 gram per rumah (1 siklus) Metoprene 1,3% : 10 gram per rumah (1 siklus) Piriproksifen 0,5% : 2 gram per rumah (1 siklus) Bahan pembantu operasional: a. Untuk tiap regu fogging dibutuhkan: - 2 buah jerigen 20 liter untuk solar yang digunakan hari itu - 2 buah jerigen 5 liter untuk cadangan premium - 1 buah jerigen 2 liter untuk cadangan Malathion - 8 buah battery untuk 2 unit mesin fog - 2 buah corong besar bersaring - 2 buah corong kecil bersaring - 4 lembar kain lap/serbet b. Untuk tiap tim ULV dibutuhkan: - 1 buah jerigen 20 liter untuk cadangan Malathion - 1 buah corong besar bersaring - 4 lembar kain lap tangan/mesin 5. Menghitung kebutuhan biaya gaji upah petugas penyemprot (*) Fogging a. Petugas fogging = Luas sasaran (Ha) x 1 OH x 2 siklus b. Pembantu petugas fogging = Luas sasaran (Ha) x 1 OH x 2 siklus c. Kepala regu = Luas sasaran (Ha) x 1 OH x 2 siklus d. Pengemudi ULV 5 Ha = Luas sasaran (Ha) x 1 OH x 2 siklus

5 Ha = Luas sasaran (Ha) x 4 OH x 2 siklus 50 Ha

*) Unit cost (satuan harga) gaji upah setiap petugas disesuaikan dengan standar masing-masing daerah.

168

Lampiran 25 Lampiran Materi 7 : Perencanaan dan Supervisi Beberapa cara perhitungan kegiatan-kegiatan pengendalian DBD 1) Fogging fokus Satuan biaya fogging fokus dihitung sebagai berikut: Kegiatan: Fogging fokus (per fokus = 300 rumah/15 Ha) Uraian Gaji Upah: a. Upah penyemprot (15 OH x 2 Ki) b. Kepala Regu (3 OH x 2 Ki) c. Pengemudi (3 OH x 2 Ki) Bahan a. Bahan pembantu operasional a1. Solar : 0,5 lt x 300 rm x 2 ki a2. Premium : a2.1. Ms.fog :0,075 lt x 300 rm x 2 ki a2.2. Kendaraan pengangkut : 20 lt x 2 ki b. Penyelidikan Epidemiologi Perjalanan a. Penyelidikan Epidemiologi &Penyuluhan (2 Or x 1 OH) b. Pengawasan Teknis Operasional b1. Petugas Puskesmas b1. Petugas Kabupaten/Kota TOTAL Volume Satuan Jumlah Biaya Satuan (Rp) Harga (Rp)

30 6 6

OH OH OH

Rp. ........... Rp. ........... Rp. ...........

Rp. ........... Rp. ........... Rp. ...........

300 45 40 1

Lt Lt Lt Pt

Rp. ........... Rp. ........... Rp. ........... Rp. ...........

Rp. ........... Rp. ........... Rp. ........... Rp. ...........

2 2 2

OH OH OH

Rp. ........... Rp. ........... Rp. ...........

Rp. ........... Rp. ........... Rp. ........... Rp. ...........

2). Fogging massal Satuan biaya fogging massal dihitung sebagai berikut: Kegiatan: Fogging massal dengan mesin fog (per 50 Ha atau 1.000 rumah) Uraian Gaji Upah: a. Upah penyemprot (50 OH x 2 Ki) Volume Satuan Jumlah Biaya Satuan (Rp) Harga (Rp)

50

OH

Rp. ...........

Rp. ...........

169

b. Kepala Regu (10 OH x 2 Ki) c. Pengemudi (10 OH x 2 Ki) Bahan a. Bahan pembantu operasional a1. Solar : 10 lt x 50 Ha x 2 ki a2. Premium : a2.1. Ms.fog :1,5 lt x 50 Ha x 2 ki a2.2. Kendaraan pengangkut : 2 Lt x 50 Ha x 2 ki Perjalanan a. Pengawasan Teknis Operasional a1. Petugas Puskesmas b1. Petugas Kabupaten/Kota TOTAL

20

OH

Rp. ........... Rp. ...........

1.000 150 200

Lt Lt Lt

Rp. ........... Rp. ........... Rp. ........... Rp. ........... Rp. ........... Rp. ...........

10 5

OH OH

Rp. ........... Rp. ........... Rp. ........... Rp. ........... Rp. ...........

Kegiatan: Fogging massal dengan mesin ULV (per 50 Ha atau 1.000 rumah) Uraian 1. Gaji Upah: - Upah Tim Penyemprot (4 OH x 2 Ki) 2. Bahan Premium kendaraan pengangkut ULV (2 x 20 Lt ) 3. Perjalanan a. Pengawasan Teknis Operasional a1. Petugas Puskesmas b1. Petugas Kabupaten/Kota TOTAL 3) Larvasidasi rumah Satuan biaya larvasidasi rumah dihitung sebagai berikut: Kegiatan: Larvasidasi rumah (per desa/kelurahan) Satuan Harga (Rp.) Jumlah Biaya (Rp.) Volume Satuan Jumlah Biaya Satuan (Rp) Harga (Rp)

OH

Rp. ........... Rp. ...........

40

Lt

Rp. ........... Rp. ...........

2 1

OH OH

Rp. ........... Rp. ........... Rp. ........... Rp. ........... Rp. ...........

Uraian Gaji Upah:

Volume

Satuan

170

Larvasidasi Petugas : (3000/50 rm x 4 Ki) Kepala Regu : (3000/250 rm x 4 Ki) Penyuluhan/Penggerakan PSN (2 OH x 4 Ki) Bahan a. Bahan pembantu operasional (3000/50 Rmh x 1 Pt) Perjalanan : a. Pengawasan Teknis Ops. a1. Petugas Puskesmas a2. Petugas Kabupaten Lain-lain a. Pengangkutan larvasida b. Pelatihan Petugas Larvasidasi (50 Or x 1 Hr) c. Penyelenggaraan PSN Jumlah

a a1. a2. b.

240 48 8

OH OH OH

Rp. ........... Rp. ........... Rp. ...........

Rp. ........... Rp. ........... Rp. ...........

60

PT

Rp. ...........

Rp. ...........

2 2 25 50 1

OH OH Kg OH PT Desa

Rp. ........... Rp. ........... Rp. ........... Rp. ........... Rp. ...........

Rp. ........... Rp. ........... Rp. ........... Rp. ........... Rp. ........... Rp. ...........

4) Larvasidasi sekolah Satuan biaya larvasidasi sekolah dihitung sebagai berikut: Kegiatan: Larvasidasi sekolah (per 15 sekolah) Satuan Harga (Rp.) Rp. ........... Jumlah Biaya (Rp.) Rp. ...........

Uraian

Volume

Satuan

Transport petugas pelaksana (Pusk.) (15/5 sek x 4 ki) Bahan a. Perlengkapan Larvasidasi Perjalanan Pengawasan teknis Ops.Kab (1 hr x 1 or x 2 ki) Jumlah

12

OH

1 2

PT OH

Rp. ........... Rp. ...........

Rp. ........... Rp. ........... Rp. ...........

171

5) Pemeriksaan jentik berkala (PJB) Satuan biaya PJB dihitung sebagai berikut: Kegiatan: PJB (per 100 rmh sampel) Uraian Gaji Upah a. Petugas : 100/20 rmh x 4 kl b. Kepala Regu : 100/100 rmh x 4 kl Bahan a. Bahan pembantu operasional Perj. Pengawasan teknis Ops.Kab a. Petugas Puskesmas : 1 or x 1 kl b. Petugas Kabupaten : 1 or x 1 kl Jumlah 6) Pemberantasan sarang nyamuk (PSN) Satuan biaya PSN dihitung sebagai berikut: Kegiatan: PSN (Bulan Bakti Gerakan 3M) (per Desa/Kelurahan) Jumlah Satuan Biaya Harga (Rp.) (Rp.) Rp. ........... Rp. ........... Rp. ........... Rp. ........... Rp. ........... Rp. ........... Rp. ........... Rp. ........... Rp. ........... Rp. ........... Rp. ........... Rp. ........... Rp. ........... Rp. ........... Volume Satuan Satuan Harga (Rp.) Rp. ........... Rp. ........... Rp. ........... Rp. ........... Rp. ........... Rp. ........... Jumlah Biaya (Rp.) Rp. ........... Rp. ........... Rp. ........... Rp. ........... Rp. ........... Rp. ...........

20 4 1 1 1 1

OH OH PT OH OH Desa

Uraian

Volume

Satuan

a. Pertemuan Pokja Desa (15 Or x 1 Hr x 1 Ki) b. Latihan Kader (10 Or x 1 Hr x 1 Ki) c. Penyuluhan (2 Or x 1 Hr x 4 Ki) d. Penggerakan Massa (100 Or x 4 Ki) e. Operasional Kerjabakti (4 Ki) f. Pemeriksaan Jentik (10 Or x 2 Hr x 4 Ki) g. Supervisi Puskesmas (2 Or x 2 Hr x 4 Ki) Jumlah Satuan Harga 172

15 10 8 400 4 80 16

Ki Ki Ki Ki Ki Ki Ki

Desa

Rp. ...........

Rp. ...........

7) Pemantauan jentik oleh Kader/Jumantik Satuan biaya pemantauan jentik dihitung sebagai berikut: Kegiatan: Pemantauan jentik oleh Kader/Jumantik (per Desa/Kelurahan) Jumlah Satuan Biaya Harga (Rp.) (Rp.)

Uraian 1. Transport a. Jumantik (10 Or x 20 Hr (25 rmh/hari) x 12 Tr b. Supervisor (1 Or x 1 Hr x 10 Lok x 12 Tr) 2. Bahan/Alat a. Bahan pembantu operasional a1. Senter a2. Batu bateray a3. Formulir Jumantik 3. Pelatihan dan pertemuan a. Latihan Jumantik dan Supervisor (11 Or x 1 Hr x 1 Tr) b. Transport pengajar/narasumber (4 Or x 1 Hr x 1 Tr) c. Pertemuan rutin dlm rangka pemantap an/penyegaran Jumantik &Supervisor (11 Or x 1 Hr x 12 Tr) d. Transport pet. Puskesmas & Dinkes Kab/Kota dlm rangka pertemuan rutin c1. Puskesmas (1 Or x 1 Hr x 12 Tr) c2. Kab/Kota (1 Or x 1 Hr x 12 Tr) 4. Pengawasan/pembinaan Jumantik dan Supervisor Jumantik oleh pet. Puskes. dan Kab/Kota a. Pusk. (1 Or x 1 Hr x 10 Lok x 12 Tr) b. Kab. (1 Or x 1 Hr x 10 Lok x 12 Tr) Jumlah

Volume

Satuan

2.400 120

OT OT

Rp. ........... Rp. ...........

Rp. ........... Rp. ...........

10 240 1.800

BH BH Lb

RRp. ........... Rp. ........... RRp. ........... Rp. ........... Rp. ........... Rp. ...........

10 4 132

OT OT OT

Rp. ...........

Rp. ...........

Rp. ........... Rp. ........... RRp. ........... Rp. ...........

12 12

OT OT

Rp. ........... Rp. ...........

Rp. ........... Rp. ...........

120 120

OT OT

Rp. ........... Rp. ...........

Rp. ........... Rp. ........... Rp. ...........

173

Lampiran 26

CHEKLIST SUPERVISI P2 DBD TINGKAT PROVINSI INPUT


1 2 3 4 Apakah buku-buku berikut tersedia? Buku Program Pengendalian DBD Buku Tatalaksana DBD Buku Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis Jumantik Leaflet DBD, flipchart DBD dan Poster DBD PROSES SURVEILLANS KASUS Apakah data berikut tersedia ? Trend: Grafik kasus/insidens, CFR, jumlah Kab./Kota terjangkit per tahun, sejak mulai ada DBD. Musim Penularan: Grafik (rata-rata) jumlah kasus per bulan di Provinsi selama 5 tahun terakhir Grafik maksimum-minimum bulanan kasus, disertai grafik jumlah kasus tahun ini dan tahun yang lalu untuk Provinsi Grafik maksimum-minimum bulanan kasus, disertai grafik jumlah kasus tahun ini dan tahun yang lalu untuk Kab./Kota Peta lokasi Kab/Kota endemis (tinggi, sedang, rendah) dan yang ditanggulangi tahun ini Tabel daftar nama: Kab/Kota endemis, Kecamatan endemis dan jumlah Puskesmas, non endemis: seluruhnya dan yang ditanggulangi tahun ini Apakah ada buku catatan kasus DBD per Kab./Kota? Apakah ada laporan kasus dari Kab./Kota lebih cepat melalui jalur lain di luar laporan K-DBD? Apakah ada pemberitahuan kasus dari Provinsi lain ?(cross notification) Berapa lama waktu (time laps) rata-rata antara dirawat sampai dilaksanakan PE & Fogging Fokus

Y Y Y Y

T T T T

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Y Y Y Y Y Y Y Y Y

T T T T T T T T T

PENANGGULANGAN KASUS Apakah data di bawah ini tersedia? 1 Daftar rencana kegiatan Provinsi & jadual waktunya (dan realisasinya) 2 Catatan tentang dana untuk penanggulangan kasus (PE, FF, Larvasidasi dan Penyuluhan) di Provinsi (stok dana) 3 Daftar rencana pengiriman (alokasi) sarana: dana, bahan dan alat

Y Y Y

T T T

174

bagi Kab./Kotauntuk penanggulangan kasus (dan realisasinya) 4 Pengadaan insektisida, larvasida dan alat (mesin fog) 5 Daftar inventaris dan stok bahan dan alat di Provinsi & Kab/Kota mesin fog, ULV, kendaraan dan bahan penyuluhan

Y Y

T T

SURVEILLANS VEKTOR
1 Berapa Kab./Kota yang melakukan PJB 2 Berapa yang sudah masukkan laporan (Form PJB-R dan PJB-TU) 3 Apakah Kab./Kota menyampaikan hasil PJB (Form PJB-R dan PJB-TU) secara teratur/tersedia? 4 Apakah hasil PJB sudah dianalisa? (Form Khusus: tabel dan diagram) 5 Apakah sudah disusun rencana alokasi Kab./Kota yang akan melaksanakan survey? 6 Apakah seluruh laporan hasilnya sudah diterima? 7 Vektor: Hasil- hasil survey jentik/PSP

Y Y Y Y Y Y Y

T T T T T T T

PENANGGULANGAN DAN PENYELIDIKAN KLB


1 SK Gubernur tentang penetapan dan pencabutan status KLB 2 Alokasi dana penanggulangan KLB 3 Laporan penanggulangan dan Penyelidikan KLB

Y Y Y

T T T

BULAN BAKTI GERAKAN "3 M" DBD


1 Apakah sudah ada SK atau Instruksi Gubernur tentang PSN? 2 Apakah sudah dibentuk TIM Penggerak PSN (POKJA/POKJANAL DBD)? Susunan? 3 Bagaimana bentuk kegiatan penggerakan PSN oleh Tim Penggerak PSN Provinsi? Susunan? 4 Berapa kali diselenggarakan pertemuan LS? Adakah dokumennya? 5 Apakah pertemuan LS biasanya dipimpin oleh Gubernur/Sekda/ Karo Kesra 6 Apakah bebasnya jentik sudah masuk dalam Kriteria Lomba Desa /lomba lainnya? 7 Apakah penyuluhan melalui radio (spot) sudah dilakukan? 8 Apakah penyuluhan melalui TV (pemutaran filler) sudah dilakukan? 9 Apakah ada kegiatan penyuluhan lainnya, sebutkan

Y Y Y Y Y Y Y Y Y

T T T T T T T T T

PENINGKATAN PROFESIONALISME SUMBER DAYA


1 Alokasi dana untuk kegiatan peningkatan profesionalisme sumber daya 2 Rencana kegiatan pelatihan dan TOR

Y Y

T T

175

3 4 5 6

Laporan Pelatihan (TOT) program P2DBD Laporan Pelatihan (TOT) tatalaksana kasus Laporan pertemuan-pertemuan yang berhubungan dengan program P2DBD Laporan Kab./Kota yang sudah disupervisi dan dilakukan bimbingan teknis perbaikan/pemeliharaan mesin fog/ULV ? 7 Apakah dalam melakukan supervisi menggunakan check list yang ada?

Y Y Y Y Y

T T T T T

CHEKLIST SUPERVISI P2 DBD TINGKAT KAB./KOTA INPUT


1 2 3 4 Apakah buku-buku berikut tersedia? Buku Program Pengendalian DBD Buku Tatalaksana DBD Buku Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis Jumantik Leaflet DBD, flipchart DBD dan Poster DBD

Y Y Y Y

T T T T

PROSES SURVEILLANS KASUS


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Apakah data berikut tersedia ? Trend: Grafik kasus/insidens, CFR, jumlah Kelurahan/Desa terjangkit per tahun, sejak mulai ada DBD. Musim Penularan: Grafik (rata-rata) jumlah kasus perbulan selama 5 tahun yang terakhir untuk Kelurahan/Desa Grafik maksimum-minimum bulanan kasus, disertai grafik jumlah kasus tahun ini dan tahun yang lalu untuk Kab./Kota Grafik maksimum-minimum bulanan kasus, disertai grafik jumlah kasus T tahun ini dan tahun yang lalu untuk masing-masing Kecamatan Peta lokasi Kelurahan/Desa rawan DBD ( endemis sporadis, potensial maupun bebas) dan yang ditanggulangi tahun ini Tabel daftar nama: Kecamatan endemis, dan jumlah Puskesmas,Kelurahan endemis,sporadis, potensial dan bebas yang ditanggulangi tahun ini Apakah ada buku catatan (rekapitulasi) kasus DBD per Kecamatan? Apakah ada laporan kasus lebih cepat melalui jalur lain di luar lap. KDRS? Apakah dilakukan pengambilan data kasus di RS oleh petugas Dinas T Kesehatan Kab./Kota tiap 1 minggu sekali? Apakah ada pemberitahuan kasus dari Kab./Kota lain ?(cross notification) Berapa lama waktu (time laps) rata-rata antara dirawat sampai dilaksanakan PE & Fogging Fokus

Y Y Y Y Y Y Y Y Y

T T T T T T T T T

Y T .........

176

PENANGGULANGAN KASUS
Apakah data di bawah ini tersedia? 1 Daftar rencana kegiatan Kab./Kota & jadual waktunya (dan realisasinya) 2 Catatan tentang dana untuk penanggulangan kasus (PE, FF, Larvasidasi dan Penyuluhan) di Kab./Kota 3 Laporan pelaksanaan PE, FF, Larvasidasi dan Penyuluhan 4 Pengadaan insektisida, larvasida dan alat (mesin fog) 5 Daftar inventaris dan stok bahan dan alat di Kab/Kota mesin fog, ULV, kendaraan dan bahan penyuluhan

Y Y Y Y Y

T T T T T

SURVEILLANS VEKTOR
1 Berapa Puskesmas/Kelurahan yang melakukan PJB sampel 2 Berapa yang sudah masukkan laporan (Form PJB-R dan PJB-TU atau P-DBD)? 3 Apakah Puskesmas menyampaikan hasil PJB (Form PJB-R dan PJB-TU atau P-DBD) secara teratur/tersedia? 4 Formulir PJB-R (hasil PJB rumah) untuk masing-masing Kecamatan digabung dalam 1 lembar 5 Formulir PJB-TU (hasil PJB Sekolah/TTU-I) untuk masing-masing Kecamatan 6 Vektor: Hasil- hasil survey jentik/PSP

......... ......%

Y Y Y Y

T T T T

PENANGGULANGAN DAN PENYELIDIKAN KLB


1 2 3 4 5 6 Apakah data berikut tersedia? Alokasi dana penanggulangan KLB : Fogging massal, Larvasidasi massal dan PSN Laporan pelaksanaan Fogging massal 2 siklus dengan interval 1 minggu Laporan pelaksanaan Larvasidasi missal Laporan pelaksanaan PSN-DBD massal dan serentak SK Bupati/Walikota tentang penetapan dan pencabutan status KLB Laporan penanggulangan dan penyelidikan KLB

Y Y Y Y Y Y

T T T T T T

BULAN BAKTI GERAKAN "3 M" DBD


1 Apakah sudah ada SK atau Instruksi Bupati/Walikota tentang PSN? 2 Apakah sudah dibentuk TIM Penggerak PSN (POKJA/POKJANAL DBD)? Susunan? 3 Bagaimana bentuk kegiatan penggerakan PSN oleh Tim Penggerak PSN Kab./Kota? Susunan? 4 Berapa kali diselenggarakan pertemuan LS? Adakah dokumennya? 5 Apakah pertemuan LS biasanya dipimpin oleh Bupati/Walikota? 6 Apakah bebasnya jentik sudah masuk dalam Kriteria Lomba Desa/lomba lainnya? 7 Apakah penyuluhan melalui radio (spot) sudah dilakukan? 8 Apakah ada kegiatan penyuluhan lainnya, sebutkan

Y Y Y Y Y Y Y Y

T T T T T T T T
177

PENINGKATAN PROFESIONALISME SUMBER DAYA


1 2 3 4 Laporan Pelatihan program P2DBD Laporan Pelatihan ketrampilan petugas dalam tatalaksana kasus Laporan pertemuan-pertemuan yang berhubungan dengan program P2DBD Laporan supervisi/ bimbingan teknis

Y Y Y Y

T T T T

CHEKLIST SUPERVISI P2 DBD TINGKAT PUSKESMAS


INPUT Apakah buku-buku berikut tersedia? Buku Program Pengendalian DBD Buku Tatalaksana DBD Buku Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis Jumantik Leaflet DBD, flipchart DBD dan Poster DBD Formulir So, K-DBD, W1, W2 Apakah tersedia bagan penatalaksanaan penderita DBD? Apakah tersedia alat-alat berikut: a. Manset anak b. Mikroskop c. Hemometer Sahli d. Pipet Hb e. Pipet eritrosit f. Pipet leukosit g. Kamar hitung Trombosit h. Hemositometer PROSES SURVEILLANS KASUS Apakah data berikut tersedia ? Trend: Grafik kasus/insidens, CFR, jumlah Kelurahan/Desa terjangkit per tahun,sejak mulai ada DBD. Musim Penularan: Grafik (rata-rata) jumlah kasus perbulan selama 5 tahun yang terakhir untuk Kelurahan/Desa Grafik maksimum-minimum bulanan kasus 5 tahun, disertai grafik jumlah kasus tahun ini dan tahun yang lalu? Data pemantauan kasus harian (buku catatan harian) dan pemantauan kasus mingguan Peta lokasi Kelurahan/Desa rawan DBD ( endemis sporadis, potensial maupun bebas) dan yang ditanggulangi tahun ini

1 2 3 4 5 6 7

Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y

T T T T T T T T T T T T T T

1 2 3 4 5

Y Y Y Y Y

T T T T T

178

6 Tabel daftar nama: Kelurahan endemis, Kelurahan sporadis, potensial dan bebas yang ditanggulangi tahun ini 7 Apakah ada pemberitahuan kasus dari RS melalui keluarga penderita (form KD-DBD) 8 Apakah ada umpan balik kasus DBD dari Kab./Kota? 9 Apakah ada pemberitahuan kasus dari Puskesmas lain ? 10 Berapa lama waktu (time laps) rata-rata sejak diagnosis ditegakkan sampai dilaksanakan PE 11 Berapa lama waktu (time laps) rata-rata sejak PE sampai dilaksanakan Fogging Fokus

Y Y

T T

Y T Y T ........Hari
........Hari

PENANGGULANGAN KASUS
1 2 3 4 5 6 7 8 Apakah data di bawah ini tersedia? Daftar rencana kegiatan Puskesmas & jadual waktunya (dan realisasinya) Catatan pelaksanaan PE, FF, Larvasidasi dan Penyuluhan Apakah semua penderita/tersangka DBD dilakukan PE? Apakah digunakan form PE? Apakah Puskesmas melakukan fogging? Apakah sebelum fogging fokus dilakukan PE? Apakah fogging fokus sesuai kriteria? Daftar inventaris dan stok bahan dan alat di Puskesmas mesin fog, larvasida, dan bahan penyuluhan

Y Y Y Y Y Y Y Y

T T T T T T T T

SURVEILLANS VEKTOR
1 Usulan rencana kegiatan surveillans vektor (pemberantasan vektor dan Bulan Bakti gerakan 3M) dan telah dikirimkan ke Kab./Kota? 2 Apakah seluruh kelurahan dilakukan PJB? 3 Siapa yang melaksanakan PJB? Petugas Puskesmas/Jumantik/Kader 4 Apakah form PJB/AS-1 masih digunakan oleh petugas? 5 Apakah petugas PJB sudah dilatih? 6 Bulan apa dilaksanakannya Siklus I: Siklus II: Siklus III: Siklus IV: 7 Formulir PJB-R (hasil PJB rumah untuk masing-masing Kelurahan) 8 Formulir PJB-TU (hasil PJB Sekolah/TTU-I)

Y Y Y Y Y

T T T T T

Y Y

T T

PENANGGULANGAN DAN PENYELIDIKAN KLB


Apakah data berikut tersedia? 1 Rencana kelurahan yang dilakukan Fogging massal (tabel) 2 Realisasi kelurahan yang dilakukan Fogging massal (tabel)

Y Y

T T
179

3 Laporan pelaksanaan Fogging massal 2 siklus dengan interval 1 minggu 4 Laporan pelaksanaan Larvasidasi massal 5 Laporan pelaksanaan PSN-DBD massal dan serentak

Y Y Y

T T T

BULAN BAKTI GERAKAN "3 M" DBD


1 Apakah sudah ada SK atau Instruksi Camat tentang PSN? 2 Apakah sudah dibentuk TIM Penggerak PSN (POKJA DBD)? Susunan? 3 Bagaimana bentuk kegiatan penggerakan PSN oleh Tim Penggerak PSN Kecamatan? 4 Berapa kali diselenggarakan pertemuan LS? Adakah dokumennya? 5 Apakah pertemuan LS biasanya dipimpin oleh Camat? 6 Apakah ada kegiatan penyuluhan DBD di Posyandu? 7 Laporan hasil penyuluhan 8 Apakah hasil PJB disampaikan dalam pertemuan POKJA DBD? /Pertemuan lainnya (terutama kepada Camat dan Kepala Sekolah)

Y Y Y Y Y Y Y Y

T T T T T T T T

PENINGKATAN PROFESIONALISME SUMBER DAYA


Apakah data berikut tersedia? 1 Data Dokter Puskesmas yang sudah dilatih tatalaksana kasus DBD 2 Data Petugas pengelola program yang sudah dilatih atau mengikuti Pertemuan 3 Petugas laboratorium telah melakukan pemeriksaan trombosit dan hematokrit 4 Laporan pelatihan kader PSN (Jumantik) ........orang/RT ........Org ........Org

Y Y

T T

CHEKLIST SUPERVISI P2 DBD DI KKP INPUT


1 2 3 4 5 6 7 Apakah buku-buku berikut tersedia? Buku Program (pedoman) Pengendalian DBD Buku Tatalaksana DBD Buku Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis Jumantik Leaflet DBD, flipchart DBD dan Poster DBD Formulir So, K-DBD, W1, W2 Apakah tersedia bagan penatalaksanaan penderita DBD? Apakah tersedia alat-alat berikut:

Y Y Y Y Y Y Y

T T T T T T T

180

a. Manset anak b. Mikroskop c. Blood Analyzer d. Hemometer Sahli e. Pipet Hb f. Pipet eritrosit g. Pipet leukosit h. Kamar hitung Trombosit i. Hemositometer

Y Y Y Y Y Y Y Y Y

T T T T T T T T T

PROSES SURVEILLANS KASUS


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Apakah data berikut tersedia ? Trend: Grafik kasus/insidens, CFR, jumlah wilayah kerja terjangkit Y T per tahun,sejak mulai ada DBD. Y T Musim Penularan: Grafik (rata-rata) jumlah kasus perbulan selama 5 tahun yang terakhir untuk wilayah kerja Y T Grafik maksimum-minimum bulanan kasus 5 tahun, disertai grafik jumlah kasus tahun ini dan tahun yang lalu? Y T Data pemantauan kasus harian (buku catatan harian) dan pemantauan kasus mingguan Y T Peta lokasi wilayah kerja rawan DBD ( endemis sporadis, potensia maupun bebas) dan yang ditanggulangi tahun ini Tabel daftar nama: wilayah kerja endemis, wilker sporadis, wilker potensial Y T dan bebas yang ditanggulangi tahun ini Y T Apakah ada pemberitahuan kasus dari RS melalui keluarga penderita (form KD-DBD) Y T Apakah ada buku catatan kasus DBD per wilayah kerja? Apakah ada pemberitahuan kasus dari Puskesmas/dinas kesehatan di wilyah Y T kerja ? Apakah ada kontak person dengan Dinas Kesehatan terkait? Y T ........Hari Berapa lama waktu (time laps) rata-rata sejak diagnosis ditegakkan sampai dilaksanakan PE Berapa lama waktu (time laps) rata-rata sejak PE ........Hari sampai dilaksanakan Fogging Fokus

PENANGGULANGAN KASUS
Apakah data di bawah ini tersedia? 1 Daftar rencana kegiatan KKP & jadwal waktunya (dan realisasinya) 2 Catatan tentang dana untuk penanggulangan kasus (PE, FF, Larvasidasi dan Penyuluhan) di KKP (stok dana)

Y Y

T T

181

3 Daftar rencana pengiriman (alokasi) sarana: dana, bahan dan alat bagi wilker untuk penanggulangan kasus (dan realisasinya) 4 Pengadaan insektisida, larvasida dan alat (mesin fog) 5 Daftar inventaris dan stok bahan dan alat di KKP dan Wilkernya mesin fog, ULV, kendaraan dan bahan penyuluhan

Y Y Y

T T T

SURVEILLANS VEKTOR
1 Usulan rencana kegiatan surveilans vektor dari tiap tiap wilker 2 Apakah seluruh wilker melakukan PJB? 3 Apakah wilker menyampaikan hasil PJB (Form PJB-R dan PJB-TU) secara teratur/tersedia? 4 Apakah hasil PJB sudah dianalisa? (Form Khusus: tabel dan diagram) 5 Siapa yang melaksanakan PJB? Petugas/Jumantik/Kader 6 Apakah petugas PJB sudah dilatih? 7 Bulan apa dilaksanakannya? Vektor : Hasil-hasil survey jentik/PSP Siklus I : Siklus II: Siklus III: Siklus IV:

Y Y Y Y Y Y Y

T T T T T T T

PENANGGULANGAN DAN PENYELIDIKAN KLB


1 2 3 4 Alokasi dana Penanggulangan KLB Laporan Penanggulangan dan Penyelidikan KLB Laporan pelaksanaan Larvasidasi Laporan pelaksanaan PSN-DBD, Fogging

Y Y Y Y

T T T T

BULAN BAKTI GERAKAN "3 M" DBD


1 Apakah sudah ada SK atau Instruksi Camat tentang PSN? 2 Apakah sudah dibentuk TIM Penggerak PSN (POKJA DBD)? Susunan? 3 Bagaimana bentuk kegiatan penggerakan PSN oleh Tim Penggerak PSN Kecamatan? 4 Berapa kali diselenggarakan pertemuan LS? Adakah dokumennya? 5 Apakah pertemuan LS biasanya dipimpin oleh Camat? 6 Apakah ada kegiatan penyuluhan DBD di Posyandu? 7 Laporan hasil penyuluhan 8 Apakah hasil PJB disampaikan dalam pertemuan POKJA DBD? /Pertemuan lainnya (terutama kepada Camat dan Kepala Sekolah)

Y Y Y Y Y Y Y Y

T T T T T T T T

182

PENINGKATAN PROFESIONALISME SUMBER DAYA


Apakah data berikut tersedia? 1 Alokasi dana untuk kegiatan peningkatan profesionalisme sumber daya 2 Rencana kegiatan pelatihan dan TOR 3 Data Petugas pengelola program yang sudah dilatih atau mengikuti Pertemuan 4 Laporan pelatihan program P2 DBD dan tata laksana kasus 5 Laporan pertemuan yang berhubungan dengan DBD 6 Laporan Supervisi/Bimbingan TeknisT 7 Petugas laboratorium telah melakukan pemeriksaan trombosit dan hematokrit 8 Laporan pelatihan kader PSN (Jumantik)

Y Y Y Y Y Y Y Y

T T T T T T T T

CHEKLIST SUPERVISI P2 DBD DI BTKL INPUT


Apakah buku-buku berikut tersedia? 1 2 3 4 5 6 Buku Program (pedoman) Pengendalian DBD Buku Tatalaksana DBD Buku Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis Jumantik Leaflet DBD, flipchart DBD dan Poster DBD Apakah tersedia bagan penatalaksanaan penderita DBD? Apakah tersedia alat-alat berikut: a. Mikroskop b. Blood Analyzer c. Hemometer Sahli d. Pipet Hb e. Pipet eritrosit f. Pipet leukosit g. Kamar hitung Trombosit h. Hemositometer i. PCR

Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y

T T T T T T T T T T T T T T

183

PROSES SURVEILLANS KASUS


Apakah data berikut tersedia ? 1 Trend: Grafik kasus/insidens, CFR, jumlah wilayah kerja terjangkit Y T per tahun,sejak mulai ada DBD. 2 Musim Penularan: Grafik (rata-rata) jumlah kasus perbulan selama 5 tahun Y T yang terakhir untuk wilayah kerja 3 Grafik maksimum-minimum bulanan kasus 5 tahun, disertai grafik jumlah Y T kasus tahun ini dan tahun yang lalu? 4 Data pemantauan kasus harian (buku catatan harian) dan pemantauan Y T kasus mingguan 5 Peta lokasi wilayah kerja rawan DBD ( endemis sporadis, potensial Y T maupun bebas) dan yang ditanggulangi tahun ini 6 Tabel daftar nama: wilayah kerja endemis, wilker sporadis, wilker potensial Y T dan bebas yang ditanggulangi tahun ini 7 Apakah ada kajian tentang DBD (kasus,virus,jentik,nyamuk aedes aegypty)? Y T Y T 8 Apakah ada kajian tentang resistensi insektida di wilayah kerja? Y T 9 Apakah ada buku catatan kasus DBD per wilayah kerja? 10 Apakah ada pemberitahuan kasus dari Puskesmas/dinas kesehatan di wilyah Y T kerja ? Y T 11 Apakah ada kontak person dengan Dinas Kesehatan terkait? ........Hari 12 Berapa lama waktu (time laps) rata-rata sejak diagnosis ditegakkan sampai dilaksanakan PE 13 Berapa lama waktu (time laps) rata-rata sejak PE ........Hari sampai dilaksanakan Fogging Fokus

PENANGGULANGAN KASUS
Apakah data di bawah ini tersedia? 1 Daftar rencana kegiatan BTKL & jadwal waktunya (dan realisasinya) 2 Catatan tentang dana untuk penanggulangan kasus (PE, FF, Larvasidasi dan Penyuluhan) di BTKL (stok dana) 3 Daftar rencana pengiriman (alokasi) sarana: dana, bahan dan alat bagi wilker untuk penanggulangan kasus (dan realisasinya) 4 Pengadaan insektisida, larvasida dan alat (mesin fog) 5 Daftar inventaris dan stok bahan dan alat di BTKL dan Wilkernya mesin fog, ULV, kendaraan dan bahan penyuluhan

Y Y Y Y Y

T T T T T

184

SURVEILLANS VEKTOR
1 Usulan rencana kegiatan surveilans vektor dari tiap tiap wilker 2 Apakah seluruh wilker melakukan PJB? 3 Apakah wilker menyampaikan hasil PJB (Form PJB-R dan PJB-TU) secara teratur/tersedia? 4 Apakah hasil PJB sudah dianalisa? (Form Khusus: tabel dan diagram) 5 Siapa yang melaksanakan PJB? Petugas/Jumantik/Kader 6 Apakah petugas PJB sudah dilatih? 7 Bulan apa dilaksanakannya? Vektor : Hasil-hasil survey jentik/PSP Siklus I : Siklus II: Siklus III: Siklus IV:

Y Y Y Y Y Y Y

T T T T T T T

PENANGGULANGAN DAN PENYELIDIKAN KLB


1 2 3 4 Alokasi dana Penanggulangan KLB Laporan Penanggulangan dan Penyelidikan KLB Laporan pelaksanaan Larvasidasi Laporan pelaksanaan PSN-DBD, Fogging

Y Y Y Y

T T T T

BULAN BAKTI GERAKAN "3 M" DBD


1 Apakah sudah ada SK atau Instruksi Camat tentang PSN? 2 Apakah sudah dibentuk TIM Penggerak PSN (POKJA DBD)? Susunan? 3 Bagaimana bentuk kegiatan penggerakan PSN oleh Tim Penggerak PSN Kecamatan? 4 Berapa kali diselenggarakan pertemuan LS? Adakah dokumennya? 5 Apakah pertemuan LS biasanya dipimpin oleh Camat? 6 Apakah ada kegiatan penyuluhan DBD di Posyandu? 7 Laporan hasil penyuluhan 8 Apakah hasil PJB disampaikan dalam pertemuan POKJA DBD? /Pertemuan lainnya (terutama kepada Camat dan Kepala Sekolah)

Y Y Y Y Y Y Y Y

T T T T T T T T

185

PENINGKATAN PROFESIONALISME SUMBER DAYA


Apakah data berikut tersedia? 1 Alokasi dana untuk kegiatan peningkatan profesionalisme sumber daya 2 Rencana kegiatan pelatihan dan TOR 3 Data Petugas pengelola program yang sudah dilatih atau mengikuti Pertemuan 4 Laporan pelatihan program P2 DBD dan tata laksana kasus 5 Laporan pertemuan yang berhubungan dengan DBD 6 Laporan Supervisi/Bimbingan Teknis 7 Petugas laboratorium telah melakukan pemeriksaan trombosit, hematokrit dan PCR 8 Laporan pelatihan kader PSN (Jumantik)

Y Y Y Y Y Y Y Y

T T T T T T T T

186

Lampiran 27

1. Latihan 1 Propinsi A memiliki satu kabupaten endemis yang mempunyai wilayah kerja 15 kecamatan dengan jumlah puskesmas sebanyak 20 puskesmas, 10 kecamatan diantaranya merupakan daerah endemis DBD, 2 kecamatan sporadis dan 3 kecamatan bebas/potensial DBD. Dari 10 kecamatan endemis tersebut, 25 Desa diantaranya merupakan wilayah yang tinggi kasus DBDnya (>5 penderita per desa). Kader/Jumantik yang telah dilatih di desa yang ada kasus DBDnya sebanyak 100 orang, Pokja DBD telah terbentuk di setiap desa/kelurahan endemis. Berdasarkan data kasus DBD di kabupaten : Tahun 2002 Tahun 2003 Tahun 2004 Tahun 2005 : : : : 350 425 475 900 Kasus Kasus Kasus Kasus

1. Saudara adalah pengelola program di Dinas Kesehatan Provinsi, buatlah rencana kegiatan yang akan dilaksanakan. 2. Saudara adalah pengelola program di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, buatlah rencana kegiatan yang akan dilaksanakan. 2. Latihan 2 Kabupaten Saudara mendapat alokasi dana untuk kegiatan pengendalian DBD sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. Penanggulangan fokus : 50 Fokus (4 kali) Larvasidasi : 10 desa (30.000 rumah) setiap 3 bulan sekali PJB : 10 Lokasi (tiap 3 bulan sekali) Pertemuan POKJANAL : 4 Kali Penggerakkan Masyarakat dalam PSN sepanjang tahun

Kepada Saudara sebagai pengelola program Kabupaten, diminta untuk membuat Penyusunan Perencanaan Kegiatan (POA) termasuk jadwal masing-masing kegiatan tersebut.

187

Lampiran 28

A. Bermain Peran Total jumlah pemain adalah 6 orang, dikelompokkan sebagai berikut: 3 orang petugas tatap muka 3 orang petugas tatap muka B. Prosedur : 1. Peserta pelatihan lain akan berperan sebagai pemerhati yang mempelajari cara yang tepat atau kurang tepat dari setiap pasangan petugas-publik. Peserta juga harus mencatat umpan balik mereka karena pelatih akan menanyakan serta memberikan masukan tambahan mengenai hal yang sebaiknya dilakukan dalam penyuluhan. 2. Masing-masing kelompok diatas, secara terpisah akan mendapatkan penjelasan tentang skenario dan cara bermain. Penjelasan dilakukan di luar ruang pelatihan. Secara bergiliran setiap kelompok diatas mendapatkan waktu 5 menit untuk bermain peran di muka kelas. Pasangan yang belum mendapat giliran tetap berada di luar ruang pelatihan. Setelah semua pemeran selesai mempertujukkan peran mereka, maka pelatih meminta masukan dari pemerhati (peserta pelatihan lainnya).

3.

4.

C. Penjelasan Peran 1. Petugas tatap muka a. Saudara berperan sebagai petugas Puskesmas yang menemui anggota masyarakat sebuah kampung yang sangat padat penduduknya, kurang menjaga kebersihan lingkungan dan banyak ditemukan jentik nyamuk di dalam bak mandi, ember penampungan air di dapur serta di dalam barang-barang bekas di sekitar rumah mereka. Dalam waktu satu minggu ini terdapat 2 orang anak yang sakit dan dirawat di rumah sakit dengan diagnosa DBD. Saudara harus mendapatkan informasi tentang kemungkinan adanya warga lain yang sakit dengan gejala DBD, sambil memberikan penyuluhan pencegahan penyebaran DBD di wilayah tersebut. Saudara berperan sebagai petugas Jumantik yang akan melakukan kegiatan rutin pemantauan jentik di sebuah kompleks perumahan mewah. Tugas Saudara adalah memberi tahukan kepada pemilik salah satu rumah bahwa Saudara akan memeriksa situasi sekitar rumah serta di adalam rumah untuk memantau kemungkinan adanya jentik nyamuk Aedes. Saudara berperan sebagai petugas Puskesmas yang menemui orang tua dari pasien anak tersangka DBD. Orang tua pasien tersebut meminta agar lingkungan rumahnya segera disemprot. Dari hasil PE yang dilakukan oleh petugas surveilans Puskasmas diperoleh data bahwa tjdak ada penderita/ tersangka infeksi Dengue lainnya serta hasil pemeriksaan ABJ adalah 95%.

b.

c.

188

2.

Publik tatap muka a. Saudara berperan sebagai anggota masyarakat yang tinggal di sebuah kampung padat penduduknya, kondisi lingkungan kotor. Bahkan diluar rumah Saudara terdapat tumpukan ban mobil bekas yang akan dijual setelah terkumpul agak banyak. Anda tidak tahu bahwa 2 orang tetangga anda ada yang sakit DBD dan sekarang sedang dirawat di rumah sakit, dan anda juga tidak tahu samasekali bahwa bahwa terdapat banyak jentik nyamuk Aedes dalam ban-ban bekas tersebut. Tapi setelah mendapat informasi dari petugas Puskesmas, Saudara tetap tidak mau menyingkirkan ban bekas tersebut karena memang penghasilan anda menjual ban bekas tersebut. Saudara berperan sebagai ibu rumah tangga pemilik rumah mewah di sebuah kompleks perumahan yang didatangi Jumantik. Saudara menolak kunjungan Jumantik tersebut karena berpikiran jentik Aedes tidak mungkin ada di rumah mewah Saudara. Saudara berperan sebagai orang tau pasien DBD yang protes kepada Puskesmas karena rumhanya tidak kunjung disemprot. Walaupun petugas Puskesmas sudah memberikan penjelasan tetapi Saudara beranggapan bahwa untuk mencegah penularan DBD adalah dengan foging.

b.

c.

Kepada para peserta yang tidak mendapat peran petugas-publik, akan bertugas sebagi penilai. Peserta menilai bagaimana petigas bersikap dan cara memberikan penjelasan sesuai skenario. Setelah masing-masing pihak memahami perannya, setiap pasangan petugas-publik diberikan kesempatan secara bergiliran melakukan tugasnya. Setelah seluruha pasangan selesai bermain, maka pelatih meminta peserta pelatihan untuk memberikan masukan apa yang sudah baik dan yang perlu diperbaiki oleh petugas. Pelatih merangkum masukan dari peserta serta memberikan penjelasan bagaimana seharusnya sebagai petugas bersikap kepada publik.

189

c. Sistim Pelaporan Kasus DBD 1. Alur Pelaporan DBD

Ditjen PP & PL
-W2-DBD -K-DBD -W1

-DP-DBD

Umpan balik

-W2-DBD -K-DBD -W1

RS Pemerintah & Swasta Unit Pelayanan Kesehatan Lain, Seperti: Balai Pengobatan, Poliklinik, Dokter Praktek Swasta, dan lain-lain Umpan balik
-W2-DBD -DP-DBD -W1 - KD/RS-DBD

Dinas Kesehatan
- KD/RS-DBD

Puskesmas

KD/RS-DBD ( tembusan) Bagan 2 : Alur Pelaporan DBD 2. Mekanisme pelaporan a. Pelaporan dari Puskesmas 1) Setiap puskesmas melaporkan kasus suspek infeksi Dengue ke dinas kesehatan kabupaten/kota. Puskesmas juga wajib melaporkan kasus infeksi dengue (DD, DBD dan SSD) yang dapat didiagnosis di puskesmas dalam waktu 24 jam menggunakan form KD-PKM DBD (Lampiran 3). 31

2) Puskesmas dapat merujuk kasus (suspek infeksi dengue, DD, DBD dan SSD) yang tidak dapat ditangani di puskesmas. 3) Laporan di bawah ini juga digunakan di puskesmas : - Formulir K-DBD sebagai laporan bulanan (Lampiran 4) - Rekapan W2 sebagai rekapan mingguan (Lampiran 5) - Formulir W1 bila terjadi KLB (Lampiran 6) - Laporan Sistim Terpadu Penyakit (STP) b. Pelaporan dari RS : 1) Setiap unit pelayanan kesehatan yang menemukan kasus infeksi dengue (DD, DBD, SSD) wajib segera melaporkan ke dinas kesehatan kabupaten/kota setempat selambat-lambatnya dalam 24 jam dengan tembusan ke puskesmas wilayah tempat tinggal penderita (KD-RS). Laporan tersebut merupakan laporan yang dipergunakan untuk tindakan penanggulangannya. 2) Pelaporan kasus mingguan dan bulanan merupakan laporan rekapitulasi kasus (suspek infeksi dengue DD, DBD dan SSD) yang dilaporkan setiap minggunya atau bulannya dari puskesmas dan rumah sakit dengan menggunakan form W2. c. Pelaporan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota ke Dinas Kesehatan Provinsi: 1) Menggunakan formulir K-DBD sebagai laporan bulanan (Lampiran 4) 2) Menggunakan formulir W1 bila terjadi KLB (Lampiran 6) 3) Laporan STP d. Pelaporan dari dinas kesehatan Provinsi ke pusat (Subdit Arbovirosis, Ditjen PP dan PL): 1) Menggunakan formulir K-DBD sebagai laporan bulanan (Lampiran 4) 2) Menggunakan formulir W1 bila terjadi KLB. (Lampiran 6) 3) Laporan STP 3. Pelaporan khusus dalam situasi Kejadian Luar Biasa (KLB) Pelaporan dalam situasi KLB dapat mengikuti Permenkes No. 1501/2010, yaitu : a. Pelaporan oleh unit pelayanan kesehatan 1) Pelaporan kasus DBD harian 2) Pelaporan dengan formulir KD-RS tetap dilaksanakan (Lampiran 7) b. Pelaporan dari puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten/kota: 1) Pelaporan kasus DBD harian 2) Menggunakan formulir W1 3) Menggunakan formulir W2-DBD sebagai laporan mingguan KLB 4) Menggunakan formulir K-DBD sebagai laporan bulanan (Lampiran 4) c. Pelaporan dari dinas kesehatan kabupaten/kota ke dinas kesehatan provinsi: 1) Pelaporan kasus DBD harian 2) Menggunakan formulir W1 3) Menggunakan formulir W2-DBD sebagai laporan mingguan KLB 4) Menggunakan formulir K-DBD sebagai laporan bulanan d. Pelaporan dari dinas kesehatan provinsi ke Ditjen PP dan PL: 1) Pelaporan kasus DBD harian 2) Menggunakan formulir W1 32

3) Menggunakan formulir W2-DBD sebagai laporan mingguan 4. Umpan Balik Pelaporan Umpan balik pelaporan perlu dilaksanakan guna meningkatkan kualitas dan memelihara kesinambungan pelaporan, kelengkapan dan ketepatan waktu pelaporan serta analisis terhadap laporan. Frekuensi umpan balik oleh masingmasing tingkat administrasi dilaksanakan setiap bulan, minimal tiga kali dalam setahun. C. KEGIATAN SURVEILANS DI BERBAGAI TINGKAT WILAYAH ADMINISTRASI 1. Tingkat Puskesmas Surveilans epidemiologis demam berdarah dengue (DBD) di puskesmas meliputi kegiatan pengumpulan dan pencatatan data tersangka DBD untuk melakukan Penyelidikan Epidemiologi (PE). Pengolahan dan penyajian data penderita DBD untuk pemantauan KLB berdasarkan; laporan mingguan KLB (W2DBD); laporan bulanan kasus/ kematian DBD dan program pemberantasan (K-DBD); data dasar perorangan penderita suspek/infeksi dengue DD, DBD, SSD (DP-DBD), penentuan stratifikasi (endemisitas) desa/kelurahan, distribusi kasus DBD per RW/dusun, penentuan musim penularan, dan kecenderungan DBD. a. Pengumpulan dan pencatatan data 1) Pengumpulan dan pencatatan dilakukan setiap hari, bila ada laporan tersangka DBD dan penderita DD, DBD, SSD. 2) Sumber data yang diterima puskesmas dapat berasal dari : rumah sakit (form KDRS) dinas kesehatan kabupaten/kota (informasi tentang adanya kasus) puskesmas rawat inap puskesmas lain (cross notification) dan unit pelayanan kesehatan lain (balai pengobatan, poliklinik, dokter praktek swasta, dan lain-lain), dan 3) Hasil penyelidikan epidemiologi (kasus tambahan jika sudah ada konfirmasi dari rumah sakit/unit pelayanan kesehatan lainnya). 4) Untuk pencatatan tersangka DBD dan penderita DD, DBD, SSD menggunakan Buku Catatan Harian atau buku register DBD yang memuat catatan (kolom) sekurang-kurangnya seperti pada Form DP-DBD 5) Data demografi dan klimatologi b. Pengolahan dan penyajian data Data pada Buku Catatan Harian DBD diolah dan disajikan dalam bentuk : 1) Pemantauan situasi DBD mingguan menurut desa/kelurahan a) Jumlahkan masing-masing penderita DBD dan SSD setiap minggu dan sajikan pada tabel seperti pada contoh di bawah ini.

33

Tabel 2 : Jumlah penderita DD, DBD dan SSD menurut desa/kelurahan dan minggu di puskesmas X, tahun ......... Minggu ke: .............Bulan:............................. Puskesmas: ........................................(tambah kolom suspex infeksi Dengue) Desa/ Minggu* Kelurah 1 2 3 .... an DD DB DS DD DB DS DD DB DS DD DB DS D D D D S S S S P M P M P M P M P M P M P M P M P M P M P M P M

Jumlah

2 0 5 2 3 3 4 0 1 2 2 2 9 0 5 2 3 3 4 0 5 1 1 1

*Mengikuti kalender survailans; P:Penderita, M:Meninggal DD=Demam Dengue, DBD=Demam Berdarah Dengue, SSD=Sindrom Syok Dengue (DBD stadium III/ IV) b) Berdasarkan hasil penggabungan jumlah penderita DBD dan SSD dari data mingguan, dapat dideteksi secara dini adanya KLB DBD atau keadaan yang menjurus pada KLB DBD.

c) Bila terjadi KLB DBD maka lakukan tindakan sesuai dengan pedoman penanggulangan KLB DBD dan laporkan segera ke dinas kesehatan kabupaten/ kota menggunakan formulir W1 (Lampiran 6). 2) Penyampaian laporan DD, DBD,dan SSD selambat-lambatnya dalam 24 jam setelah diagnosis ditegakkan menggunakan formulir KD-PKM (Lampiran 3). 3) Laporan data dasar perorangan penderita DD, DBD, SSD menggunakan formulir DP-DBD yang disampaikan per bulan (Lampiran 8). 4) Rekapan mingguan (W2-DBD) (Lampiran 5) a) Jumlahkan penderita DBD dan SSD setiap minggu menurut desa/kelurahan b) Laporkan ke dinas kesehatan kabupaten/kota dengan formulir W2-DBD

34

5) Laporan bulanan a) Jumlahkan penderita/kematian DD, DBD, SSD termasuk data beberapa kegiatan pokok pemberantasan/penanggulangannya setiap bulan b) Laporkan ke dinas kesehatan kabupaten/kota dengan formulir K-DBD (Lampiran 4) 6) Penentuan stratifikasi desa/kelurahan DBD Cara menentukan stratifikasi (endemisitas) desa/kelurahan: a) Buatlah tabel desa/kelurahan dengan menjumlahkan penderita DBD dan SSD dalam 3 (tiga) tahun terakhir b) Tentukan stratifikasi masing-masing desa/kelurahan menurut kriteria stratifikasi desa/kelurahan. Contoh penentuan strata dapat dilihat pada contoh tabel dibawah : Tabel 3 : Jumlah penderita DBD per tahun di Puskesmas X, tahun 2008-2010 No. 1. 2. 3. 4. Desa/kelurahan Mekar Jaya Megah Sukasari 2008 6 5 0 0 2009 5 0 0 0 2010 8 3 0 0 ABJ* Stratifikasi Endemis Sporadis Potensial Bebas X 100 % Jumlah rumah/bangunan yang diperiksa ABJ=100% - HI c) Beradasarkan Tabel 3. di atas sajikan stratifikasi desa/kelurahan tersebut seperti pada peta (Gambar 12) di bawah ini: Gambar 12 : Peta stratifikasi desa/kelurahan DBD di Puskesmas X, tahun 2008-2010

=95% >95%

Jumlah rumah/bangunan yang ditemukan jentik *HI: House index:

MEGAH

SUKASARI

JAYA

Strafikasi Bebas Potensial Sporadis Endemis

MEKAR

Merah=endemis, kuning =sporadis, hijau =potensial, putih=bebas 7) Mengetahui distribusi penderita DBD per RW/dusun Distribusi penderita DBD per RW/Dusun dibuat setiap tahun. Cara membuat distribusi, yaitu dengan menjumlahkan penderita DBD dan SSD per RW/dusun seperti contoh (Tabel 4) dibawah ini. 35

Tabel 4 : Distribusi penderita DBD menurut RW/dusun Puskesmas : .......................................... Tahun : .................... Desa/kelurahan RW/dusun Jumlah penderita Jumlah meninggal

8) Penentuan musim penularan DBD a) Jumlahkan penderita DBD dan SSD per bulan selama 5 tahun terakhir dan buatlah tabel seperti contoh (Tabel 5) di bawah ini Tabel 5 : Jumlah penderita DBD per bulan di Puskesmas X, tahun 2006-2010 Rata-rata Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 Jumlah jumlah Bulan penderita per tahun 1. Januari 8 10 9 8 5 40 8 2. Februari 9 10 14 6 7 46 9 3. Maret 4 6 7 5 4 26 5 4. April 10 9 5 7 4 35 7 5. Mei 6 8 4 8 5 31 6 6. Juni 4 8 3 4 2 21 4 7. Juli 3 6 2 3 2 16 3 8. Agustus 1 5 1 1 2 10 2 9. September 1 2 0 0 1 4 1 10. Oktober 1 4 3 3 2 15 3 1. November 4 5 2 4 5 20 4 12. Desember 2 7 4 8 3 24 5 Total 55 80 54 57 55 288 57 b) Buat grafik seperti contoh (Gambar 13) di bawah ini Gambar 13 : Grafik rata-rata jumlah penderita DBD Puskesmas X, 2006-2010
10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEP OKT NOP DES

36

Saat sebelum masa penularan pada contoh ini adalah bulan September, yaitu bulan dimana jumlah penderita DBD paling rendah, berdasarkan jumlah penderita rata-rata per bulan selama 5 tahun, 2006-2010.

9) Mengetahui kecenderungan situasi penyakit Mengetahui kecenderungan situasi penyakit dimaksud untuk mengetahui apakah situasi penyakit DBD di wilayah puskesmas tetap, naik atau turun. Caranya yaitu dengan membuat garis trend sebagai berikut: a) Buat tabel jumlah penderita DBD dan SSD per tahun sejak kasus ditemukan b) Buat grafik garis dengan sumbu mendatar adalah tahun dan sumbu tegak adalah jumlah penderita DBD c) Buat garis trend melalui grafik garis sedemikian sehingga siklus yang terdapat di atas dan di bawah garis trend tersebut lebih kurang sama. c. Indikator Kinerja Puskesmas: 1) 2) 3) 4) 5) 6) Tersedianya data kasus DBD perorangan (DP-DBD). Tersedianya data kasus dan kematian DBD mingguan(W2 DBD). Tersedianya data kasus dan kematian DBD bulanan (K-DBD). Tersedianya grafik dan peta distribusi kasus DBD. Tersedianya data hasil kegiatan pemantauan jentik berkala (ABJ). Tersedia data endemisitas dan distribusi kasus DBD per desa/kelurahan

2. Kegiatan Surveilans DBD di Wilayah Kerja Kabupaten/Kota a. Pencatatan Data 1) Sumber data: a) Laporan KD -DBD dari rumah sakit (pemerintah dan swasta) b) Laporan data dasar personal DBD dari puskesmas (DP-DBD) c) Laporan rutin bulanan (K-DBD) dari puskesmas d) Laporan W1 dan W2-DBD e) Laporan hasil surveilans aktif oleh dinas kesehatan kabupaten/kota ke unit pelayanan kesehatan f) Cross Notification dari kabupaten/kota lain. 2) Pencatatan Data a) Untuk pencatatan suspek infeksi dengue, DD, DBD, SSD, misalnya menggunakan Buku Catatan Mingguan Penderita atau buku register DBD yang memuat catatan (kolom) sekurang-kurangnya seperti pada Form DP-DBD b) Perlu kecermatan terhadap kemungkinan pencatatan yang berulang untuk pasien yang sama, misalnya antara tersangka Dengue dan penderita DBD karena terjadi perubahan status suspek infeksi Dengue menjadi penderita DBD selama proses perawatan dan antara penderita DBD yang dilaporkan RS dengan yang dilaporkan kembali oleh puskesmas, sehingga perlu dilakukan verifikasi terlebih dahulu sebelum dimasukkan dalam form pelaporan.

37

b. Pengolahan dan Penyajian Data Dari data yang ada pada buku catatan mingguan penderita DD, DBD dan SSD dapat dilakukan penyajian data sebagai berikut: 1) Pemantauan situasi DD, DBD, SSD mingguan menurut kecamatan a) Jumlahkan masing-masing penderita DD, DBD, SSD setiap minggu dan sajikan pada tabel seperti pada contoh (Tabel 6) di bawah ini. Tabel 6 : Jumlah penderita DD, DBD, SSD menurut kecamatan dan minggu di Kabupaten/Kota X, tahun ......... : ....................... Bulan:........................(kolom ditambah....) Minggu ke Kabupaten/kota : ......................................................... Kecam atan Minggu*) 1 DD 2 3 .... DB SS DD DB SS DD DB SS DD DB SS D D D D D D D D P M P M P M P M P M P M P M P M P M P M P M P M

Jumlah *) Mengikuti kalender survailans; P = Penderita, M = Meninggal DD = Demam Dengue, DBD = Demam Berdarah Dengue, SSD = Sindrom Syok Dengue (DBD stadium III/ IV) b) Berdasarkan data mingguan (setelah dilakukan penggabungan jumlah penderita DBD dan SSD untuk setiap minggunya) dapat diketahui adanya KLB DBD atau keadaan yang menjurus pada KLB DBD. c) Bila terjadi KLB, maka lakukan tindakan sesuai dengan pedoman penanggulangan KLB DBD dan laporkan segera ke dinas kesehatan Provinsi menggunakan formulir W1 2) Laporan data dasar perorangan penderita DD, DBD, SSD menggunakan formulir DP-DBD yang disampaikan per bulan. 3) Laporan mingguan (W2-DBD) a) Jumlahkan penderita DBD dan SSD setiap minggu menurut kecamatan b) Laporkan ke dinas kesehatan provinsi dengan formulir W2-DBD 4) Laporan bulanan a) Jumlahkan penderita/kematian DD, DBD, SSD termasuk beberapa kegiatan pokok pemberantasan/penanggulangannya setiap bulan b) Laporkan ke dinas kesehatan provinsi dengan formulir K-DBD 5) Penentuan stratifikasi kecamatan DBD Cara menentukan stratifikasi kecamatan: a) Buatlah tabel kecamatan dengan menjumlahkan penderita DBD dan SSD dalam 3 (tiga) tahun terakhir b) Tentukan stratifikasi masing-masing kecamatan Contoh penentuan strata dapat dilihat pada Tabel 3 38

c) Berdasarkan tabel di atas sajikan stratifikasi kecamatan tersebut seperti pada contoh (Gambar 12). 6) Mengetahui distribusi penderita DBD per kecamatan atau wilayah kerja puskesmas Distribusi penderita DBD per desa/kelurahan dibuat setiap tahun. Cara membuat distribusi, yaitu dengan menjumlahkan penderita DBD dan SSD menurut desa/kelurahan seperti contoh dibawah ini Tabel 7. Distribusi penderita DBD per Kecamatan atau wilayah kerja puskesmas Kab/kota : .............................. Tahun : .................... Kecamatan/ Jumlah penderita Jumlah meninggal Wilayah kerja Jumlah penduduk (IR) (CFR) puskesmas

7) Penentuan musim penularan a) Jumlahkan penderita DBD dan SSD per bulan menurut kecamatan b) Kumpulkan data penderita DBD dan SSD per bulan selama 5 tahun terakhir dan buatlah seperti contoh pada Tabel 5. c) Buat grafik seperti contoh pada Gambar 13 8) Mengetahui kecenderungan situasi DBD Mengetahui kecenderungan situasi penyakit dimaksud untuk mengetahui apakah situasi penyakit DBD di wilayah kabupaten/kota tetap, naik atau turun. Caranya yaitu dengan membuat garis trend sebagai berikut: a) Buat tabel jumlah penderita DBD dan SSD per tahun sejak kasus ditemukan b) Buat grafik garis dengan sumbu mendatar adalah tahun dan sumbu tegak adalah jumlah penderita DBD c) Buat garis trend melalui grafik garis sedemikian sehingga siklus yang terdapat di atas dan di bawah garis trend tersebut lebih kurang sama. 9) Mengetahui jumlah penderita DD, DBD dan SSD per tahun Tabel 8. Jumlah penderita DD, DBD dan SSD di Kabupaten/Kota X, tahun ..... Tambah kolom suspek infeksi dengue
Jumlah penderita Tahun DD DBD SSD

Jumlah

39

10) Mengetahui distribusi penderita dan kematian DBD menurut tahun, kelompok umur dan jenis kelamin. Jumlahkan penderita DBD dan SSD, sajikan seperti pada contoh tabel di bawah ini: Tabel 9. Jumlah penderita dan kematian DBD menurut tahun dan kelompok umur di kabupaten/kota X, tahun ...........
Tahun P Pr Lk Pr < 1 th M Lk Pr P Lk Pr 1-4 th M Lk Pr P Lk Pr 5-14 th M Lk Pr P 15-44 th M Lk Pr Lk Pr > 44 th M Lk Pr Lk Pr Jumlah M Lk Pr Lk

Jumlah

P= Penderita, M=Meninggal c. Indikator Kinerja Kabupaten/Kota: Kinerja kabupaten/kota dinilai baik jika memenuhi indicator berikut ini : 1. Persentasi kelengkapan pengiriman laporan puskesmas ( K-DBD, DP-DBD, W2 DBD) ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota adalah 80 %. 2. Persentasi ketepatan laporan puskesmas ( K-DBD, DP-DBD, W2 DBD) ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota adalah 80 %. 3. Persentasi laporan KD-RS yang diterima tidak lebih dari 24 jam sejak diagnosis pertama ditegakkan adalah 100%. 4. Tersedia data endemisitas dan distribusi kasus per kecamatan (tabel, grafik, mapping). 5. Dapat menentukan saat terjadinya musim penularan di kabupaten/kota berdasarkan analisis data DBD yang tersedia. 6. Dapat melihat kecenderungan penyakit DBD di kabupaten/kota berdasarkan analisis data yang tersedia. 7. Tersedianya data demografi dan geografi kabupaten/kota (dari BPS dan BMG). 3. Kegiatan Surveilans DBD Di Wilayah Kerja Provinsi a. Surveilans Epidemiologis DBD di Dinas Kesehatan Provinsi 1) Sumber data: a) Laporan rutin bulanan (K-DBD) dari kabupaten/kota b) Laporan W1 c) Laporan hasil surveilans aktif oleh dinas kesehatan Provinsi ke unit pelayanan kesehatan d) Cross Notification dari Provinsi lain. e) Laporan KDRS ( Menggunakan Form KDRS) 2) Pengolahan dan Penyajian Data a) Pemantauan situasi DD, DBD, SSD bulanan menurut kabupaten/kota

40

(1) Jumlahkan masing-masing penderita DD, DBD, SSD setiap bulan dan sajikan pada tabel seperti pada contoh di bawah ini. Tabel 10. Jumlah penderita DD, DBD, SSD Minggu ke : ................. Bulan:............................. Provinsi : .........................................................
Kabupaten Minggu*) / Kota 1

....

DBD SSD DD DBD SSD DD DBD SSD DD DBD SSD DD P M P M P M P M P M P M P M P M P M P M P M P M Jumlah

*) Mengikuti kalender survailans; P = Penderita, M = Meninggal DD = Demam Dengue, DBD = Demam Berdarah Dengue, SSD = Sindrom Syok Dengue (DBD stadium III/ IV) (2) Berdasarkan data mingguan (setelah dilakukan penggabungan jumlah penderita DBD dan SSD untuk setiap minggunya) dapat diketahui adanya KLB DBD atau keadaan yang menjurus pada KLB DBD. (3) Bila terjadi KLB, maka lakukan tindakan sesuai dengan pedoman penang-gulangan KLB DBD dan laporkan segera ke Subditt Arbovirosis, Ditjen PP dan PL, Kemenkes RI, menggunakan formulir W1 b) Laporan data dasar perorangan penderita DD, DBD, SSD menggunakan formulir DP-DBD yang disampaikan per bulan. c) Laporan bulanan (1) Jumlahkan penderita/kematian DD, DBD, SSD termasuk beberapa kegiatan pokok pemberantasan/penanggulangannya setiap bulan (2) Laporkan ke Subdit Pengendalian Arbovirosis, Ditjen PP dan PL dengan formulir K-DBD d) Penentuan stratifikasi kabupaten/kota DBD Cara menentukan stratifikasi kabupaten/kota: (1) Buatlah tabel kabupaten/kota dengan menjumlahkan penderita DBD dan SSD dalam 3 (tiga) tahun terakhir (2) Tentukan stratifikasi masing-masing kabupaten/kota Contoh penentuan strata dapat dilihat pada Tabel 3. (3) Beradasarkan tabel di atas sajikan stratifikasi kabupaten/kota tersebut seperti pada Gambar 12. e) Mengetahui distribusi penderita DBD menurut kabupaten/kota Distribusi penderita DBD per kabupaten/kota dibuat setiap bulan. Cara membuat distribusi, yaitu dengan menjumlahkan penderita DBD dan SSD menurut kabupaten/kota seperti contoh dibawah ini 41

Tabel 11. Distribusi penderita DBD per kabupaten/kota Propinsi : ........................... Tahun : ................ Kabupaten Kecamatan Jumlah penderita Jumlah meninggal

f)

Penentuan musim penularan (1) Jumlahkan penderita DBD dan SSD per bulan menurut kabupaten/kota (2) Kumpulkan data penderita DBD dan SSD per bulan selama 5 tahun terakhir dan buatlah tabel seperti contoh pada Tabel 3 (3) Buat grafik seperti contoh pada Gambar 13.

g) Mengetahui kecenderungan situasi DBD Mengetahui kecenderungan situasi penyakit dimaksud untuk mengetahui apakah situasi penyakit DBD di wilayah provinsi, naik atau turun. Caranya yaitu dengan membuat garis trend sebagai berikut: (1) Buat tabel jumlah penderita DBD dan SSD per tahun sejak kasus ditemukan (2) Buat grafik garis dengan sumbu mendatar adalah tahun dan sumbu tegak adalah jumlah penderita DBD (3) Buat garis trend melalui grafik garis sedemikian sehingga siklus yang terdapat di atas dan di bawah garis trend tersebut lebih kurang sama. h) Mengetahui jumlah penderita DD, DBD dan SSD per tahun Tabel 12. Jumlah penderita DD, DBD dan SSD di Provinsi X, tahun .......
Jumlah penderita Tahun DD DBD SSD

Jumlah

i)

Mengetahui distribusi penderita dan kematian DBD menurut tahun, kelompok umur dan jenis kelamin

42

Jumlahkan penderita DBD dan SSD, sajikan seperti pada contoh tabel di bawah ini: Tabel 13. Jumlah penderita dan kematian DBD menurut tahun dan kelompok umur dan jenis kelamin di Provinsi X, tahun ..........
Tahun P Pr Lk Pr < 1 th M Lk Pr P Lk Pr 1-4 th M Lk Pr P Lk Pr 5-14 th M Lk Pr 15-44 th P M Lk Pr Lk Pr > 44 th P M Lk Pr Lk Pr Jumlah P M Lk Pr Lk

Jumlah

b. Indikator Kinerja Provinsi Kinerja kabupaten/kota dinilai baik jika memenuhi indikator berikut ini : 1) Persentasi kelengkapan pengiriman laporan puskesmas ( K-DBD, DP-DBD, W2 DBD) ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota adalah 80 %. 2) Persentasi ketepatan laporan puskesmas ( K-DBD, DP-DBD, W2 DBD) ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota adalah 80 %. 3) Tersedia data endemisitas dan distribusi kasus per kecamatan (tabel, grafik, mapping). 4) Dapat menentukan saat terjadinya musim penularan di kabupaten/kota berdasarkan analisis data DBD yang tersedia. 5) Dapat melihat kecenderungan penyakit DBD di kabupaten/kota berdasarkan analisis data yang tersedia. 6) Tersedianya data demografi dan geografi kabupaten/kota (dari BPS dan BMG). 7) Persentasi kelengkapan data Triwulan DBD (Lampiran 9) IX. Daftar Pustaka 1. Buku Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah; Subdit Arbovirosis, Dit.PPBB, Ditjen PP & PL, Depkes RI, tahun 2005. 2. Buku modul Surveilans; Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan, Depkes RI, tahun 2004. 3. KEPMEN 1116/MENKES/SK/VIII/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan, Depkes RI, tahun 2004. 4. KEPMEN 1479/MENKES/SK/X/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular Terpadu, Depkes RI, tahun 2004. 5. KEPMEN 949/MENKES/SK/VIII/2004, tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (KLB). 6. Permenkes 1501 tahun 2010 43

MATERI INTI 3 SURVEILANS DAN PENGENDALIAN VEKTOR DBD (Waktu: T 2 JPL, P 3 JPL) I. DESKRIPSI SINGKAT A. Surveilans Vektor DBD Surveilans Vektor DBD meliputi proses pengumpulan, pencatatan, pengolahan, analisis dan interpretasi data vektor serta penyebarluasan informasi ke penyelenggara program dan pihak instansi terkait secara sistematis dan terusmenerus. Sebagai dasar untuk melakukan surveilans vektor terlebih dahulu harus memahami tentang pengertian dan tujuan surveilans vektor DBD, metode surveilans vektor DBD (Penentuan lokasi surveilans, Waktu pengamatan, cara pengamatan/ pengukuran vektor DBD dan Peralatan surveilans) serta Morfologi, Identifikasi dan Bio-ekologi vektor DBD (perilaku, distribusi dan hubungannya dengan iklim, sosial budaya dan bersifat lokal spesifik, yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit DBD. Surveilans vektor merupakan unsur penting dalam pelaksanaan program pengendalian penyakit DBD antara lain dalam pengambilan keputusan / kebijakan dan menentukan tindak lanjut dari data yang diperoleh dalam rangka menentukan tindakan pengendalian vektor secara efisien dan efektif. B. Pengendalian Vektor DBD Pengendalian DBD yang tepat adalah pemutusan rantai penularan yaitu dengan pengendalian vektornya, karena vaksin dan obat masih dalam proses penelitian. Vektor DBD sudah menyebar ke seluruh wilayah Indonesia, hal ini disebabkan oleh adanya perubahan iklim global, kemajuan teknologi transportasi, mobilitas penduduk, urbanisasi, dan infrastruktur penyediaan air bersih yang kondusif untuk perkembangbiakan vektor DBD, serta perilaku masyarakat yang belum mendukung upaya pengendalian. DBD merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan, oleh karena itu pengendalian vektornya tidak mungkin berhasil dengan baik tanpa melibatkan peran serta masyarakat termasuk lintas sektor, lintas program, LSM, tokoh masyarakat dan penyandang dana. Pengendalian vektor DBD harus berdasarkan pada data dan informasi tentang bioekologi vektor, situasi daerah termasuk sosial budayanya. Beberapa metode pengendalian vektor antara lain dengan: a) Kimiawi dengan insektisida dan larvasida, b) Biologi dengan menggunakan musuh alami seperti predator, bakteri dll, c) Managemen lingkungan seperti mengelola atau meniadakan habitat perkembangbiakan nyamuk yang terkenal dengan 3 M plus atau gerakan PSN (pengendalian sarang nyamuk), d) penerapan peraturan perundangan, e) meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengendalian vektor. Pengendalian vektor terpadu atau dikenal sebagai Integrated Vector Management (IVM) adalah pengendalian vektor yang dilakukan dengan menggunakan kombinasi beberapa metode pengendalian vektor, berdasarkan pertimbangan keamanan, rasionalitas dan efektivitas pelaksanaannya serta kesinambungannya. 44

Keunggulan Pengendalian Vektor Terpadu (PVT) adalah (a) dapat meningkatkan efektifitas serta efisiensi berbagai metode/cara pengendalian, (b) dapat meningkatkan program pengendalian terhadap lebih dari satu penyakit tular vektor, (c) melalui kerjasama lintas sektor hasil yang dicapai lebih optimal dan saling menguntungkan. Pedoman PVT diharapkan menjadi kerangka kerja dan pedoman bagi penentu kebijakan serta pengelola program pengendalian penyakit tular vektor di Indonesia. Pedoman ini disusun sebagai acuan dalam pelaksanaan PVT bagi para pengambil keputusan tingkat Pusat ,Propinsi, Kabupaten/kota dan sektor terkait II. TUJUAN PEMBELAJARAN A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) Peserta mampu melaksanakan surveilans dan pengendalian vektor DBD di wilayah kerjanya. B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) Peserta mampu: 1. Menjelaskan metode surveilans vektor DBD. 2. Menjelaskan morfologi, identifikasi dan bio-ekologi vektor DBD. 3. Melaksanakan metode pengendalian vektor DBD 4. Melaksanakan kegiatan pengendalian vektor DBD 5. Melaksanakan pelaporan dan evaluasi hasil pengendalian vektor DBD III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN A. Pokok Bahasan 1 : Metode surveilans vektor DBD Sub Pokok Bahasan : 1. Penentuan lokasi pengamatan 2. Pelaksanaan pengamatan 3. Teknis pengamatan 4. Alat dan bahan survei 5. Laporan hasil survei B. Pokok Bahasan 2 : Morfologi, identifikasi dan Bioekologi vektor DBD Sub Pokok Bahasan : 1. Morfologi 2. Identifikasi 3. Bioekologi vektor DBD C. Pokok Bahasan 3 : Metode pengendalian vektor Sub Pokok Bahasan : 1. Kimiawi 2. Biologi 3. Managemen lingkungan 4. Pemberantasan sarang nyamuk (PSN) DBD 5. Pengendalian vektor terpadu (PVT) D. Pokok Bahasan 4 : Kegiatan pengendalian vektor DBD Sub Pokok Bahasan : 1. Kegiatan pengendalian vektor di tingkat administrasi 2. Operasional pengendalian vektor 45

3. Kegiatan pengendalian vektor pada KLB DBD E. Pokok Bahasan 5 : Pelaporan dan Evaluasi hasil pengendalian vektor Sub Pokok Bahasan : 1. Pelaporan hasil pengendalian vektor 2. Evaluasi hasil pengendalian vektor IV. METODE V. Penyajian/presentasi Tanya jawab Penugasan : identifikasi nyamuk dewasa dan larva/jentik Aedes sp.

BAHAN BELAJAR Modul Bahan belajar (buku-buku terkait dengan materi ini) Spesimen nyamuk (dewasa dan larva) Lembar kerja/penugasan : formulir, check list

VI.

ALAT BANTU LCD Laptop atau desktop Mikroskop compound dan stereo Peralatan laboratorium entomologi dan peralatan survey entomologi Flipchart Spidol White board PSN kit

VII.

LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN (DISESUAIKAN) A. Langkah 1 1. Penciptaan suasana belajar 2. Perkenalan diri B. Langkah 2 1. Fasilitator menjelaskan tujuan pembelajaran 2. Fasilitator menjelaskan hasil yang ingin dicapai dari pembelajaran. C. Langkah 3 1. Fasilitator memberikan paparan tentang sub-pokok bahasan 2. Fasilitator melakukan tanya jawab. 3. Fasilitator membagi peserta menjadi beberapa kelompok untuk melaksanakan penugasan (setiap kelompok 6 peserta). D. Langkah 4 1. Kelompok mempersiapkan alat dan bahan tugas. 2. Kelompok melaksanakan tugas yang diberikan fasilitator.

46

3. Fasilitator menilai hasil penugasan. VIII. URAIAN MATERI A. METODE SURVEILANS VEKTOR DBD Surveilans vektor DBD adalah pengamatan vektor DBD secara sistimatis dan terus menerus dalam hal kemampuannya sebagai penular DBD yang bertujuan sebagai dasar untuk memahami dinamika penularan penyakit dan upaya pengendalian DBD. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Tujuan dilaksanakan surveilan vektor DBD adalah: Untuk mengetahui tingkat kepadatan vektor DBD Untuk mengetahui tempat perindukan potensial vektor DBD Untuk mengetahui jenis larva/jentik vektor DBD Untuk mengukur indek-indek larva/jentik (ABJ, CI, HI, dan BI) Untuk mencari cara pengendalian vektor DBD yang tepat Untuk menilai hasil pengendalian vektor Untuk mengetahui tingkat kerentanan vektor DBD terhadap insektisida.

Dalam metode Surveilans Vektor DBD yang ingin kita peroleh antara lain adalah data-data kepadatan vektor. Untuk memperoleh data-data tersebut tentulah diperlukan kegiatan survei, ada beberapa metode survei yang kita ketahui, meliputi metode survei terhadap nyamuk, jentik dan survei perangkap telur (ovitrap). Sebelum melakukan survei vektor DBD diperlukan penentuan lokasi surveilans/ pengamatan, waktu pengamatan, cara pengamatan/ pengukuran vektor DBD, persiapan peralatan dan bahan surveilans vektor DBD, pengumpulan, pencatatan dan analisa data hasil surveilans/pengamatan. 1. Penentuan Lokasi Pengamatan Lokasi yang akan diamati/diukur tingkat kepadatan vektor DBD adalah lokasi yang diduga sebagai tempat perkembangbiakan/istirahat/mencari makan nyamuk Aedes sp. yang berdekatan dengan kehidupan/kegiatan manusia, antara lain : a. permukiman penduduk, b. tempat-tempat umum (pasar, terminal angkutan umum, rumah makan/restoran, hotel/losmen, sekolah, tempat ibadah, perkantoran dsb). Pengamatan/pengukuran kepadatan populasi vektor DBD dapat dilakukan pada : a. Wilayah endemis DBD. b. Wilayah yang pernah terjadi KLB DBD. c. Wilayah yang menjadi sasaran pengendalian vektor DBD secara kimiawi dan biologi. 2. Pelaksanaan Pengamatan Pengamatan kepadatan populasi vektor DBD dilakukan mulai dari tingkat Puskesmas sampai Pusat, sebagai berikut : a. Kader / PKK / Jumantik Melakukan pemeriksaan jentik minimal 1 minggu sekali disetiap rumah pada wilayah kerja jumantik. Sebaiknya dilakukan bersamaan dengan pelaksaanaan PSN. b. Petugas puskesmas 47

1) Monitoring secara berkala minimal 3 bulan sekali pada wilayah kerja Puskesmas (PJB) dan dilakukan evaluasi pelaksaanaan PSN. 2) Pemeriksaan jentik berkala (PJB) juga dilakukan oleh masing-masing puskesmas terutama di desa/kelurahan endemis (cross check) pada tempat-tempat perkembang-biakan nyamuk Aedes aegypti di 100 sampel rumah/bangunan yang dipilih secara acak serta diulang untuk setiap siklus pemeriksaan. 3) Contoh cara memilih sampel 100 rumah/bangunan sebagai berikut: a) Dibuat daftar RW dan RT untuk tiap desa/kelurahan b) Setiap RT diberi nomor urut c) Dipilih sebanyak 10 RT sampel secara acak (misalnya dengan cara systematic random sampling) dari seluruh RT yang ada di wilayah desa/kelurahan d) Dibuat daftar nama kepala keluarga (KK) atau nama TTU dari masingmasing RT sampel atau yang telah terpilih. e) Tiap KK/rumah/TTU diberi nomor urut, kemudian dipilih 10 KK/rumah/TTU yang ada di tiap RT sampel secara acak (misalnya dengan cara systematic random sampling). c. Pengelola Program DBD di Dinkes Kab/Kota Monitoring dan evaluasi PSN yang telah dilakukan oleh kader jumantik dan Puskesmas secara berkala minimal 6 bulan sekali d. Pengelola Program DBD di Dinkes Propinsi Monitoring dan evaluasi PSN yang telah dilakukan oleh Dinkes Kab/Kota secara berkala minimal 6 bulan sekali 3. Teknis Pengamatan Dalam metode surveilans vektor DBD yang ingin kita peroleh antara lain adalah data-data kepadatan vektor. Untuk memperoleh data-data tersebut tentulah diperlukan kegiatan survei, ada beberapa metode survei yang kita ketahui, meliputi metode survei telur, survei terhadap jentik dan nyamuk. a. Survei telur Survei ini dilakukan dengan cara memasang perangkap telur (ovitrap) yang dinding sebelah dalamnya dicat hitam, kemudian diberi air secukupnya. Ovitrap berbentuk tabung yang dapat dibuat dari potongan bambu, kaleng dan gelas platik/kaca. Ovitrap diletakkan di dalam dan di luar rumah atau tempat yang gelap dan lembab. Cara kerja ovitrap adalah padel (berupa potongan bilah bambu atau kain yang tenunannya kasar dan berwarna gelap) yang dimasukkan kedalam tabung tersebut berfungsi sebagai tempat meletakkan telur nyamuk. Setelah 1 minggu dilakukan pemeriksaan ada atau tidaknya telur nyamuk di padel, kemudian dihitung ovitrap index. Perhitungan ovitrap index adalah: Ovitrap Index: Jumlah padel dengan telur x 100% Jumlah padel diperiksa Untuk mengetahui gambaran kepadatan populasi nyamuk penular secara lebih tepat, telur-telur padel tersebut dikumpulkan dan dihitung jumlahnya.

48

Kepadatan populasi nyamuk : Jumlah telur = ......telur per ovitrap Jumlah ovitrap yang digunakan Gambar 14. Contoh ovitrap
Wase mesh Cardboard paddle Overflow hole

padel lubang untuk mencegah meluapnya air hujan

batas permukaan air

b. Survei jentik Survei jentik dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1) Memeriksa tempat penampungan air dan kontainer yang dapat menjadi habitat perkembangbiakan nyamuk Aedes sp. di dalam dan di luar rumah untuk mengetahui ada tidaknya jentik. 2) Jika pada penglihatan pertama tidak menemukan jentik, tunggu kira-kira 1/2 -1 menit untuk memastikan bahwa benar-benar tidak ada jentik. 3) Gunakan senter untuk memeriksa jentik di tempat gelap atau air keruh. Metode survei jentik: 1) Single larva Cara ini dilakukan dengan mengambil satu jentik di setiap tempat genangan air yang ditemukan jentik untuk diidentifikasi lebih lanjut. 2) Visual Cara ini cukup dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya jentik di setiap tempat genangan air tanpa mengambil jentiknya. Biasanya dalam program DBD mengunakan cara visual. Ukuran-ukuran yang dipakai untuk mengetahui kepadatan jentik Aedes aegypti : 1) Angka Bebas Jentik (ABJ): Jumlah rumah/bangunan yang tidak ditemukan jentik x 100% Jumlah rumah/bangunan yang diperiksa 49

2) House Index (HI): Jumlah rumah/bangunan yang ditemukan jentik x 100% Jumlah rumah/bangunan yang diperiksa 3) Container Index (CI): Jumlah container dengan jentik x 100% Jumlah container yang diperiksa 4) Breteau Index (BI): Jumlah container dengan jentik dalam 100 rumah/bangunan c. Survei nyamuk Survei nyamuk dilakukan dengan cara menangkap nyamuk menggunakan umpan orang di dalam dan di luar rumah, masing-masing selama 20 menit per rumah serta penangkapan nyamuk yang hinggap di dinding dalam rumah. Penangkapan nyamuk biasanya dilakukan dengan menggunakan aspirator. Gambar 15. Contoh aspirator.

Indeks-indeks nyamuk yang digunakan: 1) Landing rate : Jumlah Aedes aegypti betina tertangkap umpan orang Jumlah penangkapan x jumlah jam penangkapan 2) Resting per rumah: Jumlah Aedes aegypti betina tertangkap pada penangkapan nyamuk hinggap Jumlah rumah yang dilakukan penangkapan Apabila ingin diketahui rata-rata umur nyamuk di suatu wilayah, dilakukan pembedahan perut nyamuk-nyamuk yang ditangkap untuk memeriksa keadaan ovariumnya di bawah mikroskop. Jika ujung pipa-pipa udara (tracheolus) pada ovarium masih menggulung, berarti nyamuk itu belum pernah bertelur 50

(nuliparous). Jika ujung pipa-pipa udara sudah terurai/terlepas gulungannya, maka nyamuk itu sudah pernah bertelur (parous). Gambar 16. Ovarium Aedes sp.

Untuk mengetahui rata-rata umur nyamuk, apakah merupakan nyamuknyamuk baru (menetas) atau nyamuk-nyamuk yang sudah tua digunakan indek parity rate. Parity rate : Jumlah nyamuk Aedes aegypti dengan ovarium parous x 100% Jumlah nyamuk yang diperiksa ovariumnya Bila hasil survei entomologi suatu wilayah, parity ratenya rendah berarti populasi nyamuk-nyamuk di wilayah tersebut sebagian besar masih muda. Sedangkan bila parity ratenya tinggi menunjukkan bahwa keadaan dari populasi nyamuk di wilayah itu sebagian besar sudah tua. Untuk menghitung rata-rata umur suatu populasi nyamuk secara lebih tepat dilakukan pembedahan ovarium dari nyamuk-nyamuk parous, untuk menghitung jumlah dilatasi pada saluran telur (pedikulus). Umur populasi nyamuk = rata-rata jumlah dilatasi x satu siklus gonotropik Contoh: Bila jumlah dilatasi nyamuk rata-rata 3 dan siklus gonotropiknya 4 hari, maka umur rata-rata nyamuk tersebut adalah: 3x4=12 hari. Semakin tua rata-rata umur nyamuk semakin besar potensi terjadinya penularan di suatu wilayah. Gambar 17. Dilatasi pada saluran telur (pedikulus) Aedes sp.

51

4. Alat dan Bahan Survei Alat dan bahan yang minimal harus tersedia untuk melaksanakan survei kepadatan populasi vektor DBD adalah : a. Peralatan 1) Peralatan umum - Compound microskop, untuk memeriksa jentik dan ovarium - Senter, untuk menerangi sasaran survei (jentik/nyamuk) - Petridish, untuk tempat jentik aatau nyamuk yang akaan diperiksa - Tas ransel, untuk membawa peralatan serta bahan survei 2) Peralatan survei telur - Perangkap telur (ovitrap) - Padel untuk tempat peletakan telur 3) Peralatan survei jentik - Gayung, untuk mengambil jentik - Pipet, untuk mengambil jentik - Botol kecil (vial larva), untuk tempat larva - Susceptibility test kit larva (1 set peralatan uji kerentanan larva), untuk mengetahui tingkat kerentanan jentik terhadap insektisida 4) Peralatan survei nyamuk - Stereo mikroskop, untuk identifikasi dan membedah nyamuk - Loupe/kaca pembesar 10 x atau 20 x, untuk identifikasi nyamuk dan kondisi perut nyamuk - Aspirator, untuk menangkap nyamuk - Kotak nyamuk, untukmembawa nyamuk hidup - Kurungan nyamuk, untuk memelihara nyamuk - Pinset ujung runcing, untuk memegang nyamuk - Jarum seksi untuk membedah nyamuk - Gunting kecil, untuk memotong kain kasa dan kertas - Susceptibility test kit untuk mengukur tingkat kerentanan nyamuk terhadap insektisida - Bio Assay test kit, untuk mengukur tingkat efikasi insektisida b. Bahan survei 1) Bahan survei umum - Objek glass (slide glass), untuk pemeriksaan jentik dan pembedahan ovarium - Kaca penutup (cover glass), untuk menutup persediaan - Kertas label, untuk pemberian etiket - Formulir-formulir entomologi DBD, untuk pencatatan hasil survei - Alat-alat tulis untuk menulis hasil survei - Kertas tissu untuk membersihkan kaca benda 2) Bahan survei telur - Kantong plastik, untuk tempat padel - Kantong plastik besar, untuk membawa padel 3) Bahan survei nyamuk - Paper cup, untuk wadah nyamuk - Kain kasa, untuk menutup paper cup - Karet gelang, untuk mengikat kain kasa di paper cup - Kapas untuk menutup lobang di kain kasa dan pemaakaian kloroform - Kloroform, untuk mematikan nyamuk - Jarum serangga no. 3, untuk pinning nyamuk - Jarum seksi untuk membedah abdomen nyamuk. 52

5. Laporan hasil survey Pencatatan hasil pemeriksaan jentik dilakukan oleh petugas jumantik/kader dan pelaporannya dilakukan secara berjenjang sebagai berikut : a. Laporan hasil survei oleh Kader / PKK / Jumantik Hasil pemeriksaan jentik dicatat pada KARTU JENTIK RUMAH / BANGUNAN yang ditinggalkan di rumah/bangunan. (Lampiran 10) FORMULIR JPJ-1 digunakan untuk pelaporan ke puskesmas dan instansi terkait.(Lampiran 11) b. Laporan hasil survei oleh Puskesmas Pemeriksaan jentik yang dilakukan oleh kader/PKK/Jumantik harus dilakukan monitoring dan evaluasi oleh petugas Puskesmas secara berkala minimal 3 bulan sekali. Rekapitulasi hasil PJB dilaksanakan oleh puskesmas setiap 3 bulan dengan melakukan pencatatan hasil pemeriksaan jentik di pemukiman (rumah) dan tempat-tempat umum pada FORMULIR PJB-1 dan dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.(Lampiran 12) c. Laporan hasil survei oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Laporan PJB yang dilakukan oleh Puskesmas kemudian dilakukan rekapitulasi oleh Pengelola Program DBD di Dinkes Kab/Kota menggunakan FORMULIR PJB-2 dan dilaporkan kepada Dinkes Provinsi. (Lampiran 13) d. Laporan hasil survei oleh Dinas Kesehatan Provinsi Hasil pemeriksaan jentik dari Dinkes Kab/Kota dilakukan rekapitulasi oleh Pengelola Program DBD di Dinkes Provinsi menggunakan FORMULIR PJB3 dan dilaporkan ke Pusat (Ditjen PP dan PL, Subdit Pengendalian Arbovirosis) (Lampiran 14) B. MORFOLOGI, IDENTIFIKASI DAN BIOEKOLOGI VEKTOR DBD Berdasarkan Permenkes Nomor 374/Menkes/Per/III/2011 tentang pengendalian vektor bahwa pengertian vektor adalah arthropoda yang dapat menularkan, memindahkan dan atau menjadi sumber penular penyakit terhadap manusia. Vektor DBD adalah nyamuk yang dapat menularkan, memindahkan dan atau menjadi sumber penular DBD. Di Indonesia ada 3 jenis nyamuk yang bisa menularkan virus dengue yaitu : Aedes aegypti, Aedes albopictus dan Aedes scutellaris . Seseorang yang di dalam darahnya mengandung virus Dengue merupakan sumber penular Demam Berdarah Dengue (DBD). Virus Dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam.Berikut ini uraian tentang morfologi, siklus hidup, dan siklus hidup lingkungan hidup, tempat perkembangbiakan, perilaku, penyebaran, variasi musiman, ukuran kepadatan dan cara melakukan survei jentik. 1. Morfologi Morfologi tahapan Aedes aegypti sebagai berikut: a. Telur Telur berwarna hitam dengan ukuran 0,80 mm, berbentuk oval yang mengapung satu persatu pada permukaan air yang jernih, atau menempel pada dinding tempat penampung air. Telur dapat bertahan sampai 6 bulan di tempat kering. 53

Gambar 18. Telur Aedes aegypti

Gambaran morfologi Aedes aegypti secara mikroskopis dapat anda lihat di buku Pedoman Survai Entomologi Demam Berdarah Dengue; Subdit Pengendalian Vektor, Ditjen PP&PL, DEPKES RI. b. Jentik (larva) Ada 4 tingkat (instar) jentik/larva sesuai dengan pertumbuhan larva tersebut, yaitu: 1) Instar I : berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm 2) Instar II : 2,5-3,8 mm 3) Instar III : lebih besar sedikit dari larva instar II 4) Instar IV : berukuran paling besar 5 mm Gambar 19. Larva Aedes aegypti

c. Pupa Pupa berbentuk seperti koma. Bentuknya lebih besar namun lebih ramping dibanding larva (jentik)nya. Pupa Aedes aegypti berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata pupa nyamuk lain. Gambar 20. Pupa

d. Nyamuk dewasa Nyamuk dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan ratarata nyamuk lain dan mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian badan dan kaki. 54

Gambar 21. Aedes sp.

Sebenarnya yang dimaksud Vektor DBD adalah nyamuk Aedes aegypti betina. Perbedaan morfologi antara nyamuk aedes aegypti yang betina dengan yang jantan terletak pada perbedaan morfologi antenanya, Aedes aegypti jantan memiliki antena berbulu lebat sedangkan yang betina berbulu agak jarang/ tidak lebat. 2. Identifikasi a. Peralatan dan bahan terdiri dari : Stereo mikroskop, loupe, spesimen dan kunci identifikasi. b. Cara Identifikasi : Menggunakan kunci identifikasi nyamuk (kunci identifikasi bergambar dan buku kunci dengan bentuk dikotomi). Mencocokkan ciri-ciri morfologi spesimen nyamuk dibawah mikroskop. 3. Bioekologi a. Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti seperti juga jenis nyamuk lainnya mengalami metamorfosis sempurna, yaitu: telur - jentik (larva) -pupa - nyamuk. Stadium telur, jentik dan pupa hidup di dalam air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik/larva dalam waktu 2 hari setelah telur terendam air. Stadium jentik/larva biasanya berlangsung 6-8 hari, dan stadium kepompong (Pupa) berlangsung antara 24 hari. Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk dewasa selama 9-10 hari. Umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan. Gambar 22. Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti

55

b. Habitat Perkembangbiakan Habitat perkembangbiakan Aedes sp. ialah tempat-tempat yang dapat menampung air di dalam, di luar atau sekitar rumah serta tempat-tempat umum. Habitat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1) Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari, seperti: drum, tangki reservoir, tempayan, bak mandi/wc, dan ember. 2) Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti: tempat minum burung, vas bunga, perangkap semut, bak kontrol pembuangan air, tempat pembuangan air kulkas/dispenser, barang-barang bekas (contoh : ban, kaleng, botol, plastik, dll). 3) Tempat penampungan air alamiah seperti: lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, pelepah pisang dan potongan bambu dan tempurung coklat/karet, dll. c. Perilaku Nyamuk Dewasa Setelah keluar dari pupa, nyamuk istirahat di permukaan air untuk sementara waktu. Beberapa saat setelah itu, sayap meregang menjadi kaku, sehingga nyamuk mampu terbang mencari makanan. Nyamuk Aedes aegypti jantan mengisap cairan tumbuhan atau sari bunga untuk keperluan hidupnya sedangkan yang betina mengisap darah. Nyamuk betina ini lebih menyukai darah manusia daripada hewan (bersifat antropofilik). Darah diperlukan untuk pematangan sel telur, agar dapat menetas. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan perkembangan telur mulai dari nyamuk mengisap darah sampai telur dikeluarkan, waktunya bervariasi antara 3-4 hari. Jangka waktu tersebut disebut dengan siklus gonotropik (Gambar 22). Aktivitas menggigit nyamuk Aedes aegypti biasanya mulai pagi dan petang hari, dengan 2 puncak aktifitas antara pukul 09.00 -10.00 dan 16.00 17.00. Aedes aegypti mempunyai kebiasaan mengisap darah berulang kali dalam satu siklus gonotropik, untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini sangat efektif sebagai penular penyakit. Setelah mengisap darah, nyamuk akan beristirahat pada tempat yang gelap dan lembab di dalam atau di luar rumah, berdekatan dengan habitat perkembangbiakannya. Pada tempat tersebut nyamuk menunggu proses pematangan telurnya. Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai, nyamuk betina akan meletakkan telurnya di atas permukaan air, kemudian telur menepi dan melekat pada dinding-dinding habitat perkembangbiakannya. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik/larva dalam waktu 2 hari. Setiap kali bertelur nyamuk betina dapat menghasilkan telur sebanyak 100 butir. Telur itu di tempat yang kering (tanpa air) dapat bertahan 6 bulan, jika tempat-tempat tersebut kemudian tergenang air atau kelembabannya tinggi maka telur dapat menetas lebih cepat. Gambar 23.
Siklus gonotropik

Hari : :

10

11

12

Nyamuk menghisap darah Nyamuk meletakkan telur

56

d. Penyebaran Kemampuan terbang nyamuk Aedes sp. betina rata-rata 40 meter, namun secara pasif misalnya karena angin atau terbawa kendaraan dapat berpindah lebih jauh. Aedes aegypti tersebar luas di daerah tropis dan sub-tropis, di Indonesia nyamuk ini tersebar luas baik di rumah maupun di tempat umum. Nyamuk Aedes aegypti dapat hidup dan berkembang biak sampai ketinggian daerah 1.000 m dpl. Pada ketinggian diatas 1.000 m dpl, suhu udara terlalu rendah, sehingga tidak memungkinkan nyamuk berkembangbiak. e. Variasi Musiman Pada musim hujan populasi Aedes aegypti akan meningkat karena telur-telur yang tadinya belum sempat menetas akan menetas ketika habitat perkembangbiakannya (TPA bukan keperluan sehari-hari dan alamiah) mulai terisi air hujan. Kondisi tersebut akan meningkatkan populasi nyamuk sehingga dapat menyebabkan peningkatan penularan penyakit Dengue.

C. METODE PENGENDALIAN VEKTOR Pengendalian vektor adalah upaya menurunkan faktor risiko penularan oleh vektor dengan meminimalkan habitat perkembangbiakan vektor, menurunkan kepadatan dan umur vektor, mengurangi kontak antara vektor dengan manusia serta memutus rantai penularan penyakit Metode pengendalian vektor DBD bersifat spesifik lokal, dengan mempertimbangkan faktorfaktor lingkungan fisik (cuaca/iklim, permukiman, habitat perkembangbiakan); lingkungan sosial-budaya (Pengetahuan Sikap dan Perilaku) dan aspek vektor. Pada dasarnya metode pengendalian vektor DBD yang paling efektif adalah dengan melibatkan peran serta masyarakat (PSM). Sehingga berbagai metode pengendalian vektor cara lain merupakan upaya pelengkap untuk secara cepat memutus rantai penularan. Berbagai metode PengendalianVektor (PV) DBD, yaitu: - Kimiawi - Biologi - Manajemen lingkungan - Pemberantasan Sarang Nyamuk/PSN - Pengendalian Vektor Terpadu (Integrated Vector Management/IVM) 1. Kimiawi Pengendalian vektor cara kimiawi dengan menggunakan insektisida merupakan salah satu metode pengendalian yang lebih populer di masyarakat dibanding dengan cara pengendalian lain. Sasaran insektisida adalah stadium dewasa dan pra-dewasa. Karena insektisida adalah racun, maka penggunaannya harus mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan dan organisme bukan sasaran termasuk mamalia. Disamping itu penentuan jenis insektisida, dosis, dan metode aplikasi merupakan syarat yang penting untuk dipahami dalam kebijakan pengendalian vektor. Aplikasi insektisida yang berulang di satuan ekosistem akan menimbulkan terjadinya resistensi serangga sasaran. 57

Golongan insektisida kimiawi untuk pengendalian DBD adalah : Sasaran dewasa (nyamuk) adalah : Organophospat (Malathion, methyl pirimiphos), Pyrethroid (Cypermethrine, lamda-cyhalotrine, cyflutrine, Permethrine & S-Bioalethrine). Yang ditujukan untuk stadium dewasa yang diaplikasikan dengan cara pengabutan panas/Fogging dan pengabutan dingin/ULV Sasaran pra dewasa (jentik) : Organophospat (Temephos).

2. Biologi Pengendalian vektor biologi menggunakan agent biologi seperti predator/pemangsa, parasit, bakteri, sebagai musuh alami stadium pra dewasa vektor DBD. Jenis predator yang digunakan adalah Ikan pemakan jentik (cupang, tampalo, gabus, guppy, dll), sedangkan larva Capung, Toxorrhyncites, Mesocyclops dapat juga berperan sebagai predator walau bukan sebagai metode yang lazim untuk pengendalian vektor DBD. Jenis pengendalian vektor biologi : Parasit : Romanomermes iyengeri Bakteri : Baccilus thuringiensis israelensis

Golongan insektisida biologi untuk pengendalian DBD (Insect Growth Regulator/IGR dan Bacillus Thuringiensis Israelensis/BTi ), ditujukan untuk stadium pra dewasa yang diaplikasikan kedalam habitat perkembangbiakan vektor. Insect Growth Regulators (IGRs) mampu menghalangi pertumbuhan nyamuk di masa pra dewasa dengan cara merintangi/menghambat proses chitin synthesis selama masa jentik berganti kulit atau mengacaukan proses perubahan pupae dan nyamuk dewasa. IGRs memiliki tingkat racun yang sangat rendah terhadap mamalia (nilai LD50 untuk keracunan akut pada methoprene adalah 34.600 mg/kg ). Bacillus thruringiensis (BTi) sebagai pembunuh jentik nyamuk/larvasida yang tidak menggangu lingkungan. BTi terbukti aman bagi manusia bila digunakan dalam air minum pada dosis normal. Keunggulan BTi adalah menghancurkan jentik nyamuk tanpa menyerang predator entomophagus dan spesies lain. Formula BTi cenderung secara cepat mengendap di dasar wadah, karena itu dianjurkan pemakaian yang berulang kali. Racunnya tidak tahan sinar dan rusak oleh sinar matahari. 3. Manajemen lingkungan Lingkungan fisik seperti tipe pemukiman, sarana-prasarana penyediaan air, vegetasi dan musim sangat berpengaruh terhadap tersedianya habitat perkembangbiakan dan pertumbuhan vektor DBD. Nyamuk Aedes aegypti sebagai nyamuk pemukiman mempunyai habitat utama di kontainer buatan yang berada di daerah pemukiman. Manajemen lingkungan adalah upaya pengelolaan lingkungan sehingga tidak kondusif sebagai habitat perkembangbiakan atau dikenal sebagai source reduction seperti 3M plus (menguras, menutup dan memanfaatkan barang bekas, dan plus: menyemprot, memelihara ikan predator, menabur larvasida dll); dan menghambat pertumbuhan vektor (menjaga kebersihan lingkungan rumah, mengurangi tempat-tempat yang gelap dan lembab di lingkungan rumah dll) 58

4. Pemberantasan Sarang Nyamuk / PSN-DBD Pengendalian Vektor DBD yang paling efisien dan efektif adalah dengan memutus rantai penularan melalui pemberantasan jentik. Pelaksanaannya di masyarakat dilakukan melalui upaya Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN-DBD) dalam bentuk kegiatan 3 M plus. Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan, kegiatan 3 M Plus ini harus dilakukan secara luas/serempak dan terus menerus/berkesinambungan. Tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku yang sangat beragam sering menghambat suksesnya gerakan ini. Untuk itu sosialisasi kepada masyarakat/ individu untuk melakukan kegiatan ini secara rutin serta penguatan peran tokoh masyarakat untuk mau secara terus menerus menggerakkan masyarakat harus dilakukan melalui kegiatan promosi kesehatan, penyuluhan di media masa, serta reward bagi yang berhasil melaksanakannya. a. Tujuan Mengendalikan populasi nyamuk Aedes aegypti, sehingga penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi. b. Sasaran Semua tempat perkembangbiakan nyamuk penular DBD : Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari (non-TPA) Tempat penampungan air alamiah c. Ukuran keberhasilan Keberhasilan kegiatan PSN DBD antara lain dapat diukur dengan Angka Bebas Jentik (ABJ), apabila ABJ lebih atau sama dengan 95% diharapkan penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi. d. Cara PSN DBD PSN DBD dilakukan dengan cara 3M-Plus, 3M yang dimaksud yaitu: Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti bak mandi/wc, drum, dan lain-lain seminggu sekali (M1) Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti gentong air/tempayan, dan lain-lain (M2) Memanfaatkan atau mendaur ulang barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan (M3). Selain itu ditambah (plus) dengan cara lainnya, seperti: Mengganti air vas bunga, tempat minum burung atau tempat-tempat lainnya yang sejenis seminggu sekali. Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak Menutup lubang-lubang pada potongan bambu/pohon, dan lain-lain (dengan tanah, dan lain-lain) Menaburkan bubuk larvasida, misalnya di tempat-tempat yang sulit dikuras atau di daerah yang sulit air Memelihara ikan pemakan jentik di kolam/bak-bak penampungan air Memasang kawat kasa Menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam kamar Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai Menggunakan kelambu Memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk Cara-cara spesifik lainnya di masing-masing daerah. 59

Keseluruhan cara tersebut diatas dikenal dengan istilah dengan 3M-Plus. e. Pelaksanaan 1) Di rumah Dilaksanakan oleh anggota keluarga. 2) Tempat tempat umum Dilaksanakan oleh petugas yang ditunjuk oleh pimpinan atau pengelola tempat tempat umum. 5. Pengendalian Vektor Terpadu (Integrated Vektor Management) IVM merupakan konsep pengendalian vektor yang diusulkan oleh WHO untuk mengefektifkan berbagai kegiatan pemberantasan vektor oleh berbagai institusi. IVM dalam pengendalian vektor DBD saat ini lebih difokuskan pada peningkatan peran serta sektor lain melalui kegiatan Pokjanal DBD, Kegiatan PSN anak sekolah dll. D. KEGIATAN PENGENDALIAN VEKTOR DBD 1. Kegiatan pengendalian vektor sesuai dengan tingkat administrasi Kegiatan Pengendalian Vektor memberikan beban yang berbeda disetiap level administratif yaitu : a. Pusat Sesuai dengan Tupoksi Pusat, maka Kegiatan Pengendalian Vektor (PV) lebih diutamakan pada kegiatan penetapan kebijakan Pengendalian Vektor, Penyusunan standarisasi, modul juklak juknis, Monitoring dan evaluasi Pengendalian Vektor Nasional, serta Bimbingan teknis Pengendalian Vektor Nasional. b. Provinsi Di tingkat propinsi, kegiatan pengendalian vektor adalah : pelaksanaan kebijakan nasional pengendalian vektor, merencanakan kebutuhan alat, bahan dan operasional PV, monev PV, bintek PV ke kabupaten. c. Kabupaten Otonomi daerah memberikan peran yang lebih luas kepada Kabupaten untuk secara aktif dan mandiri melakukan kegiatan PV di wilayahnya sesuai dengan kondisi spesifik lokal daerah. Untuk itu selain melaksanakan juklak/juknis dan pedoman, merupakan tugas kabupaten untuk merencanakan dan mengadakan alat, bahan operasional PV, monev kegiatan PV DBD, bintek kegiatan PV DBD di Puskesmas. d. Puskesmas Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan bertugas menjaga kesinambungan kegiatan PV oleh masyarakat di wilayahnya, menggerakkan peran serta masyarakat melalui kader, tokoh masyarakat, serta melakukan kegiatan PV secara langsung di masyarakat. 2. Operasional Pengendalian Vektor a. Pengabutan (fogging/ULV) Pelaksana : Petugas dinas kesehatan kabupaten/kota, puskesmas dan tenaga lain yang telah dilatih. Lokasi : Meliputi seluruh wilayah terjangkit Sasaran : Rumah dan tempat-tempat umum 60

Insektisida Alat Cara

: : :

Sesuai dengan dosis Mesin fog atau ULV Pengasapan/ULV dilaksanakan 2 siklus dengan interval satu minggu (petunjuk fogging terlampir)

b. Pemberantasan sarang jentik/nyamuk DBD (PSN DBD) Pelaksana : Masyarakat di lingkungan masing-masing Lokasi : Meliputi seluruh wilayah terjangkit dan wilayah sekitarnya dan merupakan satu kesatuan epidemiologis Sasaran : Semua tempat potensial bagi perindukkan nyamuk : tempat penampungan air,barang bekas ( botol aqua, pecahan gelas,ban bekas, dll) lubang pohon/tiang pagar/pelepah pisang, tempat minum burung, alas pot, dispenser, tempat penampungan air di bawah kulkas, dibelakang kulkas dsb, di rumah/bangunan dan tempat umum. Cara : Melakukan kegiatan 3 M plus. (disesuaikan dengan lokal spesifik daerah terjangkit). Contoh : - Untuk daerah sulit air PSNnya tidak menguras, tetapi larvasidasi, ikanisasi, dll). - Untuk daerah tandus tidak mengubur namun diamankan agar tidak menjadi tempat penampungan air. - Untuk daerah mudah mendapatkan air menguras dengan sikat dan sabun - PLUS: membakar obat nyamuk, menggunakan repelen, kelambu, menanam pohon sereh, zodia, lavender,geranium, pasang, obat nyamuk semprot, pasang kasa dll. c. Larvasidasi Pelaksana : Lokasi Sasaran Insektisida Cara : : : : Tenaga dari masyarakat dengan bimbingan petugas puskesmas/dinas kesehatan kabupaten/kota Meliputi seluruh wilayah terjangkit Tempat penampungan air (TPA) di rumah dan tempattempat umum Sesuai dengan dosis. Disesuaikan dengan sirkulasi pemakaian insektisida instruksi Dirjen PP dan PL (terlampir surat intruksi) Larvasidasi dilaksanakan diseluruh wilayah KLB (petunjuk larvasidasi terlampir).

3. Kegiatan pengendalian vektor pada KLB DBD Pada saat KLB, maka pengendalian vektor harus dilakukan secara cepat, tepat dan sesuai sasaran untuk mencegah peningkatan kasus dan meluasnya penularan. Langkah yang dilakukan harus direncanakan berdasarkan data KLB, dengan tiga intervensi utama secara terpadu yaitu pengabutan dengan fogging/ULV, PSN dengan 3 M plus, larvasidasi dan penyuluhan penggerakan masyarakat untuk meningkatkan peran serta. E. PELAPORAN DAN EVALUASI HASIL PENGENDALIAN VEKTOR 1. Pelaporan hasil pengendalian vektor Manfaat pelaporan untuk memantau kegiatan PV secara berjenjang dimulai dari Puskemas, Kabupaten, Provinsi. Pelaporan memuat tentang : 61

a. Data kasus, data vektor dan PE (Penyelidikan Epidemiologi) b. Metode PV yang digunakan termasuk jenis insektisida, dosis insektisida, cara aplikasi, alat yang digunakan serta sasaran aplikasi. c. Pemetaan dan cakupan atau luas area intervensi 2. Evaluasi hasil pengendalian vektor Untuk mendapatkan hasil evaluasi yang tepat, maka perlu dilakukan survei pendahuluan untuk membandingkan dengan kondisi pasca intervensi. Evaluasi hasil pengendalian vektor terdiri dari : a. Efektifitas untuk menilai dampak keberhasilan kegiatan PV, yang diukur dengan larva survey (survei jentik) menggunakan indikator Index Larva, yaitu: House Index (HI), Container Index (CI) dan Breateu Index (BI) serta Angka Bebas Jentik (ABJ). Survei Jentik ini lazimnya dikombinasi dengan survei PSP (Pengetahuan, Sikap dan Perilaku). b. Operasional : - Bioassay, dengan menggunakan pengetesan dengan spesimen hidup pada saat penyemprotan dilakukan. - Cakupan, dengan mengukur luas area dan atau jumlah rumah yang diintervensi. - Dosis, dengan mengukur luas area atau jumlah rumah dengan dosis atau jumlah insektisida yang digunakan. c. Langkah - langkah Pengendalian Vektor 1) Perencanaan Pengendalian Vektor - Analisis data kasus - Penentuan daerah sasaran intervensi - Pemilihan metoda PV disesuaikan dengan permasalahan dan kondisi setempat - Perencanaan ketersediaan bahan, peralatan, SDM, dan biaya. 2) Operasional Pengendalian Vektor - Koordinasi dengan daerah sasaran - Penyuluhan PV termasuk penggerakan Peran serta masyarakat - Pengorganisian intervensi, termasuk pembagian tugas. - Implementasi Praktek kerja Lapangan Upaya pemberantasan DBD hanya dapat berhasil apabila seluruh masyarakat berperan secara aktif dalam PSN DBD. Gerakan PSN DBD merupakan bagian yang paling penting dari keseluruhan upaya pemberantasan DBD oleh keluarga/ masyarakat. Pengalaman beberapa negara menunjukkan bahwa pemberantasan jentik melalui kegiatan PSN DBD dapat mengendalikan populasi nyamuk Aedes aegypti, sehingga penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi. Bentuk pelaksanaan kegiatan PSN DBD disesuaikan dengan situasi dan kondisi masing-masing daerah (kearifan lokal). Pembinaan peran serta masyarakat dalam PSN DBD antara lain dapat dikoordinasikan oleh POKJANAL DBD Kelurahan/Desa dan POKJANAL DBD Kecamatan, Kabupaten/Kota dan Propinsi. Belum ada penjelasan format2 laporannya 62

IX.

KEPUSTAKAAN 1. Kemenkes. 2010. Permenkes nomor : 374/Menkes/Per/III/2010 tentang Pengendalian Vektor. Jakarta 2. Depkes RI. 2005. Buku Pencegahan Dan Pemberantasan DBD; Subdit Arbovirosis, Dit PPBB, Ditjen PP&PL. Jakarta. 3. Depkes RI. 2007. Buku Pedoman Jumantik, Subdit. Arbovirosis. Jakarta. 4. Depkes RI. 2004. Buku Modul Entomologi, Subdit. Pengendalian Vektor. Jakarta. 5. Depkes RI. 2007. Buku Pedoman Survei Entomologi Demam Berdarah Dengue,Dit PPBB, Ditjen PP & PL. Jakarta. 6. Depkes RI. 2003. Buku Pencegahan Dan Penanggulangan Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue (Terjemahan WHO Regional Publication SEARO No.29). Jakarta.

63

MATERI INTI 4 TATALAKSANA KASUS DEMAM DENGUE DAN DEMAM BERDARAH DENGUE (Waktu : T 1 JPL, P 2 JPL) I. DESKRIPSI SINGKAT Materi ini menjelaskan tata laksana kasus Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) di puskesmas dan rumah sakit, serta pertolongan pertama terhadap penderita. II. TUJUAN PEMBELAJARAN A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) Setelah mengikuti materi ini, peserta latih mampu memahami tatalaksana kasus DD dan DBD. B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta latih mampu: 1. Menjelaskan definisi operasional kasus DD dan DBD 2. Menjelaskan tatacara mendiagnosis DD dan DBD berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium. 3. Menjelaskan tata laksana DD dan DBD meliputi pertolongan pertama oleh Masyarakat, oleh petugas medis dan paramedis, dan tatacara rujukan ke Rumah Sakit III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN A. Pokok Bahasan 1 : Definisi Operasional DD dan DBD Sub Pokok Bahasan: 1. Definisi Suspek Infeksi Dengue 2. Definisi DD 3. Definisi DBD B. Pokok Bahasan 2 : Diagnosis DD dan DBD Sub Pokok Bahasan : 1. Diagnosis Suspek Infeksi Dengue 2. Diagnosis Demam Dengue 3. Diagnosis DBD 4. Jenis - Jenis Pemeriksaan laboratorium pada penderita DBD C. Pokok Bahasan 3 : Tata laksana DD dan DBD Sub Pokok Bahasan: 1. Pertolongan Pertama Penderita DBD oleh masyarakat. 2. Langkah-langkah Pemeriksaan DD dan DBD 3. Tatalaksana Rujukan penderita DBD 4. Tatalaksana DD dan DBD 5. Pelaporan Kasus IV. METODE 64 Ceramah Tanya Jawab Penugasan: Studi kasus

V.

BAHAN BELAJAR Modul Handout Lembar kasus

VI.

ALAT BANTU BELAJAR LCD Laptop atau desktop Flipchart Whiteboard Spidol Buku Pedoman tatalaksana kasus DBD.

VII.

LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN BELAJAR A. Langkah 1 Penciptaan suasana kesiapan belajar Perkenalan diri Mengajukan pertanyaan yang mengarah pada pengenalan topik materi B. Langkah 2 Menjelaskan tujuan umum dan tujuan khusus pembelajaran Diberikan kesempatan kepada peserta untuk mengajukan pertanyaan atau mengklarifikasi tujuan tersebut. C. Langkah 3 Pelatih memberikan paparan tentang Tatalaksana Kasus DD dan DBD Pelatih mendemonstrasikan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis DD dan DBD

VIII. URAIAN MATERI Infeksi Dengue memiliki gambaran klini yang luas. Perjalanan klinis mulai dari asimtomatik yang akan sembuh dengan sendirinya sampai dengan infeksi Dengue yang berat yang ditandai dengan kebocoran plasma dengan atau tanpa perdarahan. A. Definisi Operasional DD dan DBD Kriteria WHO (2009) : 1. Suspek Infeksi Dengue ialah penderita demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas berlangsung selama 2-7 hari dan disertai dengan 2 atau lebih tandatanda : mual, muntah, bintik perdarahan, nyeri sendi, tanda-tanda perdarahan : sekurang-kurangnya uji tourniquet (Rumple Leede) positif, leucopenia dan trombositopenia. Infeksi Dengue dapat bermanifestasi 2 macam yaitu infeksi Dengue Ringan dan Berat.

65

Tanda-tanda yang mengarah kepada infeksi Dengue Berat adalah : Nyeri abdominal Muntah yang terus menerus Tanda-tanda kebocoran plasma (asites, efusi pleura) Perdarahan mukosa (epistaksis, gusi) Letargi Pembesaran hati > 2 cm Pemeriksaan Lab. : Peningkatan hematokrit dan penurunan trombosi Catatan : DD ditegakkan setelah melewati masa kritis (saat demam turun) dengan dasar nilai hematokrit normal atau tidak ditemukan adanya kebocoran plasma sistematik. Pasien dapat dipulangkan setelah diobservasi dalam waktu 24 jam setelah melewati masa kritis. 2. Demam Dengue (DD) ialah demam disertai 2 atau lebih gejala penyerta seperti sakit kepala, nyeri dibelakang bola mata, pegal, nyeri sendi ( athralgia ), rash, mual, muntah dan manifestasi perdarahan. Dengan hasil laboratorium leukopenia ( lekosit < 5000 /mm3 ), jumlah trombosit cenderung menurun < 150.000/mm3 dan didukung oleh pemeriksaan serologis. 3. Demam Berdarah Dengue (DBD) ialah demam 2 - 7 hari disertai dengan manifestasi perdarahan, Jumlah trombosit < 100.000 /mm3, adanya tanda tanda kebocoran plasma (peningkatan hematokrit 20 % dari nilai normal, dan/atau efusi pleura, dan/atau ascites, dan/atau hypoproteinemia/ albuminemia) dan atau hasil pemeriksaan serologis pada penderita tersangka DBD menunjukkan hasil positif atau terjadi peninggian (positif) IgG saja atau IgM dan IgG pada pemeriksaan dengue rapid test (diagnosis laboratoris). 4. Sindrom Syok Dengue (SSD) ialah kasus DBD yang masuk dalam derajat III dan IV dimana terjadi kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan denyut nadi yang cepat dan lemah, menyempitnya tekanan nadi ( 20 mmHg) atau hipotensi yang ditandai dengan kulit dingin dan lembab serta pasien menjadi gelisah sampai terjadi syok berat (tidak terabanya denyut nadi maupun tekanan darah). B. Diagnosis DD dan DBD 1. Diagnosis Suspek Infeksi Dengue Diagnosis Suspek Infeksi dengue ditegakkan bila terdapat 2 kriteria berikut: - Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas berlangsung selama 2-7 hari - Manifestasi perdarahan: sekurang-kurangnya uji tourniquet (Rumple Leede) positif 2. Diagnosis Demam Dengue (DD) a. Probable 1) Demam tinggi mendadak 2) Ditambah 2 atau lebih gejala/tanda penyerta: - Muka kemerahan - Konjungtiva kemerahan - Nyeri kepala - Nyeri belakang bola mata - Nyeri otot & tulang - Ruam kulit - Manifestasi perdarahan 66

Mual dan muntah Leukopenia (Lekosit = 5000 /mm3) Trombositopenia (Trombosit < 150.000 /mm3 ) Peningkatan hematokrit 5 - 10 %, sebagai akibat dehidrasi.

3) Dan terdapat sekurang-kurangnya satu dari kriteria berikut: - Pemeriksaan serologi Hemaglutination Inhibition (HI) test sampel serum tunggal; titer 1280 atau tes antibodi IgM dan IgG positif, atau antigen NS1 positif. - Kasus berlokasi di daerah dan waktu yang bersamaan dimana terdapat kasus konfirm Demam Dengue/Demam Berdarah Dengue b. Confirmed / diagnosis pasti Kasus probable disertai sekurang-kurangnya satu kriteria berikut: 1) Isolasi virus Dengue dari serum 2) Pemeriksaan HI Test Peningkatan titer antibodi 4 kali pada pasangan serum akut dan konvalesen atau peningkatan antibodi IgM spesifik untuk virus dengue 3) Positif antigen virus Dengue pada serum atau cairan serebrospinal (LCS=Liquor Cerebro Spinal) dengan metode immunohistochemistry, immunofluoressence atau ELISA 4) Positif pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR) 3. Diagnosis Demam Berdarah Dengue (DBD) a. Penegakan Diagnosis Untuk menegakkan diagnosis DBD diperlukan sekurang-kurangnya: - Terdapat kriteria klinis a dan b - Dua Kriteria laboratorium 1) Klinis a) Demam tinggi mendadak berlangsung selama 2-7 hari. b) Terdapat manifestasi/ tanda-tanda perdarahan ditandai dengan: - Uji Bendung (Tourniquet Test) positif - Petekie, ekimosis, purpura - Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi - Hematemesis dan/ atau melena c) Pembesaran hati ( di jelaskan cara pemeriksaan pembesaran hati ) d) Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi ( 20 mmHg), hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien tampak gelisah 2) Laboratorium a) Trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang) b) Adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler, yang ditandai adanya: Hemokonsentrasi/ Peningkatan hematokrit 10% dari data baseline saat pasien belum sakit atau sudah sembuh atau adanya efusi pleura, asites atau hipoproteinemia (hipoalbuminemia). b. Derajat Beratnya Penyakit DBD Derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat: Derajat I : Demam dan satu-satunya manifestasi perdarahan ialah uji Tourniquet positif. 67

Derajat II

: Terdapat perdarahan spontan antara lain perdarahan kulit (petekie), perdarahan gusi, epistaksis atau perdarahan lain. (mesntruasi berlebihan, perdarahan saluran cerna). Derajat III : Derajat I atau II disertai kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan lembab, dan anak tampak gelisah. Derajat IV : Seperti derajat III disertai Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur. Catatan : DBD Derajat III & IV adalah Sindrom Syok Dengue Adanya kebocoran plasma (plasma leakage) yang ditandai dengan hemokonsentrasi membedakan DBD dari DD. Pembagian derajat penyakit dapat juga dipergunakan untuk kasus dewasa.

c. Gejala /tanda utama DBD Gejala / tanda utama DBD sebagai berikut: 1) Demam, 2) Tanda-tanda perdarahan, 3) Hepatomegali, 4) Syok 1) Demam Demam tinggi mendadak, sepanjang ahri, berlangsung 2-7 hari. Fase kritis ditandai saat demam mulai turun biasanya setelah hari ke 3-6, hati-hati karena pada fase tersebut dapat terjadi syok. 2) Tanda-tanda perdarahan Penyebab perdarahan pada pasien DBD ialah gangguan pada pembuluh darah, trombosit, dan faktor pembekuan. Jenis perdarahan yang terbanyak adalah perdarahan kulit seperti uji Tourniquet positif, petekie, purpura, ekimosis dan perdarahan konjungtiva. Petekie sering sulit dibedakan dengan bekas gigitan nyamuk, untuk membedakannya: lakukan penekanan pada bintik merah yang dicurigai dengan kaca obyek atau penggaris plastik transparan, atau dengan meregangkan kulit. Jika bintik merah menghilang saat penekanan/ peregangan kulit berarti bukan petekie. Perdarahan lain yaitu epitaksis, perdarahan gusi, melena dan hematemesis. Pada anak yang belum pernah mengalami mimisan, maka mimisan merupakan tanda penting. Kadang-kadang dijumpai pula perdarahan konjungtiva atau hematuria. Uji Tourniquet sebagai tanda perdarahan ringan,dapat dinilai sebagai presumptif test (dugaan keras). Pada hari ke-2 demam, uji Tourniquet memiliki sensitivitas 90,6% dan spesifisitas 77,8%,dan pada hari ke-3 demam nilai sensitivitas 98,7% dan spesifisitas 74,2%. Uji Tourniquet dinyatakan positif jika terdapat lebih dari 10 petekie pada area 1 inci persegi (2,8 cm x 2,8 cm) di lengan bawah bagian depan (volar) termasuk pada lipatan siku (fossa cubiti).

68

Gambar 17. A Cara menghitung hasil uji Torniquet

Gambar 17. B Bintik-bintik perdarahan di bawah kulit

Cara melakukan uji Tourniquet sebagai berikut : Pasang manset anak pada lengan atas (ukuran manset sesuaikan dengan umur anak, yaitu lebar manset = 2/3 lengan atas) Pompa tensimeter untuk mendapatkan tekanan sistolik dan tekanan diastolik Aliran darah pada lengan atas dibendung pada tekanan antara sistolik dan diastolik (rata-rata tekanan sistolik dan diastolik) selama 5 menit. (Bila telah terlihat adanya bintik-bintik merah 10 buah, pembendungan dapat dihentikan). Lihat pada bagian bawah lengan depan (daerah volar) dan atau daerah lipatan siku (fossa cubiti), apakah timbul bintik-bintik merah, tanda perdarahan (petekie) Hasil Uji Tourniquet dinyatakan positif (+) bila ditemukan 10 bintik perdarahan (petekia), pada luas 1 inci persegi ( 2,8 cm2.) 3) Hepatomegali (pembesaran hati) Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit, bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba (just palpable) sampai 2-4 cm di bawah lengkungan iga kanan dan dibawah procesus Xifoideus Proses pembesaran hati, dari tidak teraba menjadi teraba, dapat meramalkan perjalanan penyakit DBD. Derajat pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit, namun nyeri tekan di hipokondrium kanan disebabkan oleh karena peregangan kapsul hati. Nyeri perut lebih tampak jelas pada anak besar dari pada anak kecil. 4) Syok Tanda-tanda syok (renjatan): Kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari tangan dan kaki Capillary refill time memanjang > 2 detik Penderita menjadi gelisah Sianosis di sekitar mulut Nadi cepat, lemah, kecil sampai tak teraba Perbedaan tekanan nadi sistolik dan diastolik menurun 20 mmHg d. Jenis-Jenis Pemeriksaan Laboratorium pada penderita DBD Beberapa jenis pemeriksaan laboratorium pada penderita DBD antara lain: 1) Hematologi 69

a). Hemoglobin Penurunan Hb disertai dengan penurunan hematokrit diduga adanya perdarahan internal. b) Leukosit Jumlah leukosit normal, tetapi biasanya menurun dengan dominasi sel neutrofil. Peningkatan jumlah sel limfosit atipikal atau limfosit plasma biru (LPB) > 4% di darah tepi yang biasanya dijumpai pada hari sakit ketiga sampai hari ke tujuh. c) Trombosit Pemeriksaan trombosit antara lain dapat dilakukan dengan cara: Semi kuantitatif (tidak langsung) Langsung (Rees-Ecker) Cara lainnya sesuai kemajuan teknologi (Hematology Cell Counter Automatically) Jumlah trombosit 100.000/l biasanya ditemukan diantara hari ke 3-7 sakit. Pemeriksaan trombosit perlu diulang setiap 4-6 jam sampai terbukti bahwa jumlah trombosit dalam batas normal atau keadaan klinis penderita sudah membaik. d) Hematokrit Peningkatan nilai hematokrit menggambarkan adanya kebocoran pembuluh darah. Penilaian hematokrit ini, merupakan indikator yang peka akan terjadinya perembesan plasma, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan hematokrit secara berkala. Pada umumnya penurunan trombosit mendahului peningkatan hematokrit. Hemokonsertrasi dengan peningkatan hematokrit 20% (misalnya nilai Ht dari 35% menjadi 42%), mencerminkan peningkatan permeabilitas kapiler dan perembesan plasma. Perlu mendapat perhatian, bahwa nilai hematokrit dipengaruhi oleh penggantian cairan atau perdarahan. Namun perhitungan selisih nilai hematokrit tertinggi dan terendah baru dapat dihitung setelah mendapatkan nilai Ht saat akut dan konvalescen (hari ke-7). Pemeriksaan hematrokrit antara lain dengan mikro-hematokrit centrifuge Nilai normal hematokrit: Anak-anak : 33 - 38 vol% Dewasa laki-laki : 40 - 48 vol% Dewasa perempuan : 37 - 43 vol% Untuk puskesmas yang tidak ada alat untuk pemeriksaan Ht, dapat dipertimbangkan estimasi nilai Ht = 3 x kadar Hb. 2) Serologis Pemeriksaan serologis didasarkan atas timbulnya antibodi pada penderita terinfeksi virus Dengue. a) Uji Serologi Hemaglutinasi inhibisi (Haemaglutination Inhibition Test) Pemeriksaan HI sampai saat ini dianggap sebagai uji baku emas (gold standard). Namun pemeriksaan ini memerlukan 2 sampel darah (serum) dimana spesimen harus diambil pada fase akut dan fase konvalensen (penyembuhan), sehinggga tidak dapat memberikan hasil yang cepat.

70

b) ELISA (IgM/IgG) Infeksi dengue dapat dibedakan sebagai infeksi primer atau sekunder dengan menentukan rasio limit antibodi dengue IgM terhadap IgG. Dengan cara uji antibodi dengue IgM dan IgG, uji tersebut dapat dilakukan hanya dengan menggunakan satu sampel darah (serum) saja, yaitu darah akut sehingga hasil cepat didapat. Saat ini tersedia Dengue Rapid Test (misalnya Dengue Rapid Strip Test) dengan prinsip pemeriksaan ELISA. Interpretasi Hasil Pemeriksaan Dengue Rapid Test Dengue Rapid Test mendiagnosis infeksi virus primer dan sekunder melalui penentuan cut-off kadar IgM dan IgG dimana cut-off IgM ditentukan untuk dapat mendeteksi antibodi IgM yang secara khas muncul pada infeksi virus dengue primer dan sekunder, sedangkan cut off antibodi IgG ditentukan hanya mendeteksi antibodi kadar tinggi yang secara khas muncul pada infeksi virus dengue sekunder (biasanya IgG ini mulai terdeteksi pada hari ke-2 demam) dan disetarakan dengan titer HI > 1:2560 (tes HI sekunder) sesuai standar WHO. Hanya respons antibodi IgG infeksi sekunder aktif saja yang dideteksi, sedangkan IgG infeksi primer atau infeksi masa lalu tidak dideteksi. Pada infeksi primer IgG muncul pada setelah hari ke14, namun pada infeksi sekunder IgG timbul pada hari ke-2 Interpretasi hasil adalah apabila garis yang muncul hanya IgM dan kontrol tanpa garis IgG, maka Positif Infeksi Dengue Primer (DD). Sedangkan apabila muncul tiga garis pada kontrol, IgM, dan IgG dinyatakan sebagai Positif Infeksi Sekunder (DBD). Beberapa kasus dengue sekunder tidak muncul garis IgM, jadi hanya muncul garis kontrol dan IgG saja. Pemeriksaan dinyatakan negatif apabila hanya garis kontrol yang terlihat. Ulangi pemeriksaan dalam 2-3 hari lagi apabila gejala klinis kearah DBD. Pemeriksaan dinyatakan invalid apabila garis kontrol tidak terlihat dan hanya terlihat garis pada IgM dan/atau IgG saja. c) Antigen NS1 Pemeriksaan Laboratorium untuk konfirmasi : PCR (Polymerase Chain Reaction) Isolasi Virus 3) Radiologi Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan penunjang untuk mendeteksi adanya kebocoran plasma. Pada foto toraks posisi Right Lateral Decubitus dapat mendeteksi adanya efusi pleura minimal pada paru kanan. Pada pemeriksaan USG dapat mendeteksi adanya asites, penebalan dinding kandung empedu dan efusi pleura minimal. C. Tatalaksana 1. Pertolongan Pertama Penderita Demam Berdarah Dengue oleh Masyarakat Pada awal perjalanan DBD gejala dan tanda tidak spesifik, oleh karena itu masyarakat/keluarga diharapkan waspada jika terdapat gejala dan tanda yang mungkin merupakan awal perjalanan penyakit tersebut. Gejala dan tanda awal 71

DBD dapat berupa panas tinggi tanpa sebab jelas yang timbul mendadak, sepanjang hari, selama 2-7 hari, badan lemah/lesu, nyeri ulu hati, tampak bintik-bintik merah pada kulit seperti bekas gigitan nyamuk disebabkan pecahnya pembuluh darah kapiler di kulit. Untuk membedakannya kulit diregangkan bila bintik merah itu hilang, bukan tanda penyakit DBD. Apabila keluarga/masyarakat menemukan gejala dan tanda di atas, maka pertolongan pertama oleh keluarga adalah sebagai berikut: a. Tirah baring selama demam b. Antipiretik (parasetamol) 3 kali 1 tablet untuk dewasa, 10-15 mg/kgBB/kali untuk anak. Asetosal, salisilat, ibuprofen jangan dipergunakan karena dapat menyebabkan nyeri ulu hati akibat gastritis atau perdarahan. c. Kompres hangat d. Minum banyak (1-2 liter/hari), semua cairan berkalori diperbolehkan kecuali cairan yang berwarna coklat dan merah (susu coklat, sirup merah). e. Bila terjadi kejang (jaga lidah agar tidak tergigit, longgarkan pakaian, tidak memberikan apapun lewat mulut selama kejang) Jika dalam 2-3 hari panas tidak turun atau panas turun disertai timbulnya gejala dan tanda lanjut seperti perdarahan di kulit (seperti bekas gigitan nyamuk), muntah-muntah, gelisah, mimisan dianjurkan segera dibawa berobat/ periksakan ke dokter atau ke unit pelayanan kesehatan untuk segera mendapat pemeriksaan dan pertolongan. 2. Langkah - Langkah Pemeriksaan Demam Berdarah Dengue Penderita yang menunjukan gejala/ tanda klinis DBD maka dilakukan pemeriksaan sebagai berikut : a. Anamnesis (wawancara) dengan penderita atau keluarga penderita tentang keluhan yang dirasakan, sehubungan dengan gejala DBD. b. Observasi kulit dan konjungtiva untuk mengetahui tanda perdarahan. Observasi kulit meliputi wajah, lengan, tungkai, dada, perut dan paha. c. Pemeriksaan keadaan umum dan tanda-tanda vital (kesadaran, tekanan darah, nadi, dan suhu). d. Perabaan hati dan Penekanan pada hipokondrium kanan menimbulkan rasa sakit/nyeri yang disebabkan karena adanya peregangan kapsul hati e. Uji Tourniquet (Rumple Leede) f. Pemeriksaan laboratorium darah rutin (Hb, Ht, Leukosit, Trombosit). 3. Tatalaksana Rujukan Penderita DBD Demam Berdarah Dengue termasuk salah satu penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah sesuai dengan Undang-Undang No. 4 th 1984 tentang Wabah Penyakit Menular serta Peraturan Menteri Kesehatan No. 560 tahun 1989, maka bila dijumpai kasus DBD wajib dilaporkan dalam kurun waktu kurang dari 24 jam. Dokter atau petugas kesehatan yang menemukan kasus/tersangka DBD diwajibkan melaporkan ke Puskesmas setempat sesuai dengan domisili (tempat tinggal) pasien dan membuat surat pengantar untuk disampaikan kepada kepala desa/kelurahan melalui keluarga pasien. Formulir rujukan pasien DBD dari Puskesmas dan sarana pelayanan kesehatan lainnya menggunakan formulir S, atau surat tersendiri yang memuat data, nama, jenis kelamin, umur, nama kepala keluarga, alamat, tanggal mulai masuk dan keluar sarana pelayanan kesehatan ( Puskesmas Perawatan, Rumah Sakit) dan pengobatan yang telah diberikan, disampaikan kepada RS rujukan. 72

Persiapan rujukan Sebelum merujuk pasien DBD perlu memperhatikan : a. Tanda vital pasien harus stabil b. Disertakan formulir dengan hasil parameter klinis dan laboratorium serta terapi penting yang sudah diberikan. Penderita dirujuk ke Rumah Sakit bila ditemukan tanda-tanda berikut : a. Letargi b. Penurunan kesadaran, c. badan dingin dan lembab, terutama pada tangan dan kaki, Capillary refill time > 2 detik d. muntah terus menerus e. kejang. f. Perdarahan berupa : mimisan, Hematemesis, Melena g. ada tanda-tanda kebocoran plasma (asistes, efusi pleura) h. tidak buang air kecil dalam 4-6 jam terakhir i. nyeri abdomen 4. Tatalaksana Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat simtomatis dan suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien bermanifestasi ringan dapat berobat jalan sedangkan pasien dengan tanda bahaya dirawat. Tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif. Diagnosis dini dan memberikan nasehat untuk segera dirawat bila terdapat tanda bahaya, merupakan hal yang penting untuk mengurangi angka kematian. Di pihak lain, perjalanan penyakit DBD sulit diramalkan. a. Tatalaksana Infeksi Dengue dengan manifestasi ringan Pasien dengan manifestasi ringan dapat berobat jalan tetapi jika ada perburukan harus dirawat. Pasien rawat jalan dianjurkan: 1) Tirah baring, selama masih demam. 2) Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan. 3) Untuk menurunkan suhu menjadi <39oC, dianjurkan pemberian parasetamol. Asetosal/salisilat tidak dianjurkan (indikasi kontra) oleh karena dapat meyebabkan gastritis, perdarahan, atau asidosis. 4) Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirop, susu, disamping air putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari. 5) Monitor suhu, urin dan tanda-tanda bahaya sampai melewati fase kritis. 6) Monitor pemeriksaan laboratorium darah rutin berkala Orang tua atau pasien dinasehati bila setelah demam turun didapatkan nyeri perut hebat, buang air besar hitam, atau terdapat perdarahan kulit serta mukosa seperti mimisan, perdarahan gusi, apalagi bila disertai berkeringat dingin, hal tersebut merupakan tanda kegawatan, sehingga harus segera dibawa segera ke rumah sakit. b. Tatalaksana DBD dan SSD 1). Tatalaksana DBD Patofisilogik utama DBD adalah kebocoran plasma karena adanya 73

peningkatan permeabilitas kapiler. Maka kunci tatalaksana DBD terletak pada deteksi secara dini fase kritis yaitu saat suhu turun (the time of defervescence) yang merupakan fase awal terjadinya kegagalan sirkulasi, dengan melakukan observasi klinis disertai pemantauan kebocoran plasma dan gangguan hemostasis. Prognosis DBD terletak pada pengenalan tanda-tanda bahaya secara awal dan pemberian cairan Larutan garam isotonik atau kristaloid sebagai cairan awal pengganti volume plasma sesuai dengan berat ringan penyakit. Perhatian khusus pada kasus dengan peningkatan hematokrit yang terus menerus dan penurunan jumlah trombosit yang cepat. Secara umum pasien DBD dapat dirawat di puskesmas perawatan atau rumah sakit. a) Fase Demam Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD, bersifat simtomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan. Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik tidak dapat mengurangi lama demam pada DBD. b) Fase Kritis Periode kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya hari ke 3-5 fase demam. Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi. Pemeriksaan kadar hematokrit berkala merupakan pemeriksaan laboratorium yang terbaik untuk pengawasan hasil pemberian cairan yaitu menggambarkan derajat kebocoran plasma dan pedoman kebutuhan cairan intravena. Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum dijumpai perubahan tekanan darah dan tekanan nadi. Hematokrit harus diperiksa minimal satu kali sejak hari sakit ketiga sampai suhu normal kembali. Bila sarana pemeriksaan hematokrit tidak tersedia, pemeriksaan hemoglobin dapat dipergunakan sebagai alternatif walaupun tidak terlalu sensitif. Untuk puskesmas yang tidak ada alat pemeriksaan Ht, dapat dipertimbangkan dengan menggunakan Hb Sahli dengan estimasi nilai Ht=3x kadar Hb b.1) Penggantian Volume Plasma Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang terjadi pada fase penurunan suhu (fase afebris, fase krisis, fase syok) maka dasar pengobatannya adalah penggantian volume plasma yang hilang. Walaupun demikian, penggantian cairan harus diberikan dengan bijaksana dan berhati-hati. Kebutuhan cairan awal dihitung untuk 2-3 jam pertama, sedangkan pada kasus syok mungkin lebih sering (setiap 30-60 menit). Tetesan berikutnya harus selalu disesuaikan dengan tanda vital, kadar hematokrit, dan jumlah volume urin. Secara umum volume yang dibutuhkan adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5-8%.

74

b.2) Cairan intravena diperlukan, apabila: 1) Anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi sehingga tidak mungkin diberikan minum per oral, ditakutkan terjadinya dehidrasi sehingga mempercepat terjadinya syok, 2) Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala. Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dan kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% di dalam larutan NaCI 0,45%. Bila terdapat asidosis, diberikan natrium bikarbonat 7,46%, 1-2 ml/kgBB intravena bolus perlahan-lahan. Pada saat pasien datang, berikan cairan kristaloid/ NaCI 0,9% atau dekstrosa 5% dalam ringer laktat/NaCI 0,9%, 6-7 ml/kgBB/jam. Monitor tanda vital, diuresis setiap jam dan hematokrit serta trombosit setiap 6 jam. Selanjutnya evaluasi 12-24 jam. Apabila selama observasi keadaan umum membaik yaitu anak nampak tenang, tekanan nadi kuat, tekanan darah stabil, diuresis cukup, dan kadar Ht cenderung turun minimal dalam 2 kali pemeriksaan berturut-turut, maka tetesan dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam. Apabila dalam observasi selanjutnya tanda vital tetap stabil, tetesan dikurangi menjadi 3 ml/kgBB/jam dan akhirnya cairan dihentikan setelah 24-48 jam. b.3) Jenis Cairan - Kristaloid: Larutan ringer laktat (RL), Larutan ringer asetat (RA), Larutan garam faali (GF), Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL), Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA), Dekstrosa 5% dalam 1/2 larutan garam faali (D5/1/2LGF) (Catatan: Untuk resusitasi syok dipergunakan larutan RL atau RA tidak boleh larutan yang mengandung dekstosa) - Koloid: Dekstran 40, Plasma, Albumin, Hidroksil etil starch 6%, gelafundin c) Fase Penyembuhan/konvalesen Pada fase penyembuhan, ruam konvalesen akan muncul pada daerah esktremitas. Perembesan plasma berhenti ketika memasuki fase penyembuhan, saat terjadi reabsorbsi cairan ekstravaskular kembali ke dalam intravaskuler. Apabila pada saat itu cairan tidak dikurangi, akan menyebabkan edema palpebra, edema paru dan distres pernafasan.

Gambar 18 : Tanda penyembuhan DBD Ruam petekie yang menyeluruh dengan bercak- bercak putih

75

2). Tatalaksana SSD Syok merupakan keadaan kegawatan. Cairan pengganti adalah pengobatan yang utama, berguna untuk memperbaiki kekurangan volume plasma. Pasien anak cepat mengalami syok dan sembuh kembali bila diobati segera dalam 48 jam. Pasien harus dirawat dan segera diobati bila dijumpai tanda-tanda syok yaitu gelisah, letargi/lemah, ekstrimitas dingin, bibir sianosis, oliguri, dan nadi lemah, tekanan nadi menyempit ( 20 mmHg) atau hipotensi, dan peningkatan mendadak dari kadar hematokrit atau kadar hematokrit meningkat terus menerus walaupun telah diberi cairan intravena. Pada penderita SSD dengan tensi tak terukur dan tekanan nadi 20 mm Hg segera berikan cairan kristaloid sebanyak 20 ml/kg BB selama 30 menit, bila syok teratasi turunkan menjadi 10 ml/kgBB/jam a) Penggantian Volume Plasma Segera Cairan resusitasi awal adalah larutan kristaloid 20 ml/kgBB secara intravena dalam 30 menit. Pada anak dengan berat badan lebih, diberi cairan sesuai berat BB ideal dan umur, bila tidak ada perbaikan pemberian cairan kristoloid ditambah cairan koloid. Apabila syok belum dapat teratasi setelah 60 menit, berikan cairan koloid 1020 ml/kg BB secepatnya dalam 30 menit. Pada umumnya pemberian koloid tidak melebihi 30ml/kgBB/hari atau maksimal pemberian koloid 1500ml/hari, dan sebaiknya tidak diberikan pada saat perdarahan. Setelah pemberian cairan resusitasi kristaloid dan koloid, syok masih menetap sedangkan kadar hematokrit turun, maka pikirkan adanya perdarahan internal. Maka dianjurkan pemberian transfusi darah segar/ komponen sel darah merah. Apabila nilai hematokrit tetap tinggi, maka berikan darah dalam volume kecil (10ml/kgBB/jam) dapat diulang sampai 30ml/kgBB/24jam, Setelah keadaan klinis membaik, tetesan infus dikurangi bertahap sesuai keadaan klinis dan kadar hematokrit. b) Pemeriksaan Hematokrit untuk Memantau Penggantian Volume Plasma Pemberian cairan harus tetap diberikan walaupun tanda vital telah membaik dan kadar hematokrit turun. Tetesan cairan segera diturunkan menjadi 10 ml/kgBB/jam dan kemudian disesuaikan tergantung dari kehilangan plasma yang terjadi selama 24-48 jam. Cairan intravena dapat dihentikan apabila hematokrit telah turun, dibandingkan nilai Ht sebelumnya. Jumlah urin 1ml/kgBB/jam atau lebih merupakan indikasi bahwa keadaaan sirkulasi membaik. Pada umumnya, cairan dapat dihentikan setelah 48 jam syok teratasi. Apabila cairan tetap diberikan dengan jumlah yang berlebih pada saat terjadi reabsorpsi plasma dari ekstravaskular (ditandai dengan penurunan kadar hematokrit setelah pemberian cairan rumatan), maka akan menyebabkan hipervolemia dengan akibat edema paru dan gagal jantung. Penurunan hematokrit pada saat reabsorbsi plasma ini jangan dianggap sebagai tanda perdarahan, tetapi disebabkan oleh hemodilusi. Nadi yang kuat, tekanan darah normal, diuresis cukup, tanda vital baik, merupakan tanda terjadinya fase reabsorbsi. 76

c) Koreksi Ganggungan Metabolik dan Elektrolit Hiponatremia dan asidosis metabolik sering menyertai pasien DBD/SSD, maka analisis gas darah dan kadar elektrolit harus selalu diperiksa pada DBD berat. Apabila asidosis tidak dikoreksi, akan memacu terjadinya KID, sehingga tatalaksana pasien menjadi lebih kompleks. Pada umumnya, apabila penggantian cairan plasma diberikan secepatnya dan dilakukan koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat, maka perdarahan sebagai akibat KID, tidak akan tejadi sehingga heparin tidak diperlukan. d) Pemberian Oksigen Terapi oksigen 2 liter per menit harus selalu diberikan pada semua pasien syok. Dianjurkan pemberian oksigen dengan mempergunakan masker, tetapi harus diingat pula pada anak seringkali menjadi makin gelisah apabila dipasang masker oksigen. e) Transfusi Darah Pemeriksaan golongan darah cross-matching harus dilakukan pada setiap pasien syok, terutama pada syok yang berkepanjangan (prolonged shock) . Pemberian transfusi darah diberikan pada keadaan manifestasi perdarahan yang nyata. Kadangkala sulit untuk mengetahui perdarahan interna (internal haemorrhage) apabila disertai hemokonsentrasi. Penurunan hematokrit (misalnya dari 50% menjadi 40%) tanpa perbaikan klinis walaupun telah diberikan cairan yang mencukupi, merupakan tanda adanya perdarahan. Pemberian darah segar dimaksudkan untuk mengatasi pendarahan karena cukup mengandung plasma, sel darah merah dan faktor pembeku trombosit. Plasma segar dan atau suspensi trombosit berguna untuk pasien dengan KID (Koagulasi Intravascular Disseminata) dan perdarahan masif. KID biasanya terjadi pada syok berat dan menyebabkan perdarahan masif sehingga dapat menimbulkan kematian. f) Monitoring Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara teratur untuk menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada monitoring adalah : (1) Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat setiap 15-30 menit atau lebih sering, sampai syok dapat teratasi. (2) Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sekali sampai keadaan klinis pasien stabil. (3) setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai jenis cairan, jumlah, dan tetesan, untuk menentukan apakah cairan yang diberikan sudah mencukupi. (4) Jumlah dan frekuensi diuresis Pada pengobatan syok, kita harus yakin benar bahwa penggantian volume intravaskuler telah benar-benar terpenuhi dengan baik. Apabila diuresis belum cukup 1ml/kgBB/jam, sedang jumlah cairan sudah melebihi kebutuhan diperkuat dengan tanda overload antara lain edema, pernapasan meningkat, maka selanjutnya furosemid 1 mg/kgBB dapat diberikan. Jika pasien sudah stabil, maka bisa dirujuk ke RS rujukan. 77

g) Ruang Rawat Khusus Untuk DBD/SSD Untuk mendapatkan tatalaksana DBD lebih efektif, maka pasien DBD seharusnya dirawat di ruang rawat khusus, yang dilengkapi dengan perawatan untuk kegawatan. Ruang perawatan khusus tersebut dilengkapi dengan fasilitas laboratorium untuk memeriksa kadar hemoglobin, hematokrit, dan trombosit yang tersedia selama 24 jam. Pencatatan merupakan hal yang penting dilakukan di ruang perawatan DBD. Paramedis dapat dibantu oleh orang tua pasien untuk mencatat jumlah cairan baik yang diminum maupun yang diberikan secara intravena, serta menampung urin serta mencatat jumlahnya. h) Kriteria Memulangkan Pasien Pasien dapat dipulangkan, apabila memenuhi semua keadaan dibawah ini: (1) Tampak perbaikan secara klinis (2) Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik (3) Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis) (4) Hematokrit stabil (5) Jumlah trombosit >50.000/l (6) Tiga hari setelah syok teratasi. (7) Nafsu makan membaik 5. Pelaporan Kasus Laporan kasus/tersangka infeksi dengue dari Puskesmas dan Rumah Sakit Perawatan menggunakan formulir KD-DBD dikirimkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dengan tembusan kepada Puskesmas sesuai dengan domisili (tempat tinggal) pasien yang bersangkutan. Pelaporan dilakukan 24 jam setelah diagnosis kerja ditegakkan. Pelaporan hasil pemeriksaan laboratorium DBD dilakukan oleh Balai Laboratorium Kesehatan/Bagian Mikrobiologi/bag. laboratorium RS setempat. IX. KEPUSTAKAAN 1. Departemen Kesehatan, 2006, Tatalaksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia 2. Departemen Kesehatan, 2005, Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Indonesia 3. Departemen Kesehatan, 2003, Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue 4. WHO SEARO, 1999, Guidelines for Treatment of Dengue Fever/Dengue Haemorrhagic Fever in Small Hospitals. 5. WHO, 1997, Dengue Haemorrhagic Fever, Diagnosis treatment, prevention and control, second edition, World Health Organization,Geneva 1997. 6. Buku Ajar Infeksi Tropik, 2009 7. WHO SEARO, 2010, Comprehensive Guideline for Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever

78

MATERI INTI 5 PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI, PENANGGULANGAN FOKUS, DAN PENANGGULANGAN KLB (Waktu: T 1 JPL, P 2 JPL) I. DESKRIPSI SINGKAT Demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi akut dan menular yang disebabkan oleh virus dengue yang disebarkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan sering menimbulkan wabah/kejadian luar biasa (KLB). Nyamuk Aedes aegypti tersebar luas di Indonesia, sehingga penularan DBD dapat terjadi di semua tempat/wilayah yang terdapat nyamuk penular penyakit tersebut. Setiap diketahui adanya penderita DBD, segera ditindak lanjuti dengan kegiatan Penyelidikan Epidemiologi (PE) dan Penanggulangan Fokus (PF), sehingga penyebarluasan DBD dapat dibatasi dan KLB dapat dicegah. Dalam melaksanakan kegiatan pengendalian DBD sangat diperlukan peran serta masyarakat, baik untuk membantu kelancaran pelaksanaan kegiatan pengendalian maupun dalam memberantas jentik nyamuk penularnya. II. TUJUAN PEMBELAJARAN A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta latih mampu melaksanakan kegiatan penyelidikan epidemiologi, penanggulangan fokus, dan penanggulangan KLB. B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta latih mampu : 1. Menjelaskan konsep PE , PF dan KLB 2. Melaksanakan PE dan PF. 3. Melaksanakan penanggulangan KLB. III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN A. POKOK BAHASAN 1 : KONSEP PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI (PE) DAN PENANGGULANGAN FOKUS (PF) Sub Pokok Bahasan : 1. Konsep PE 2. Konsep PF B. POKOK BAHASAN 2 : PENANGGULANGAN KEJADIAN LUAR BIASA Sub Pokok Bahasan : 1. Konsep KLB 2. Langkah-langkah pelaksanaan penanggulangan KLB 3. Evaluasi Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB)

79

IV.

METODE Ceramah Tanya jawab Penugasan : studi kasus

V.

BAHAN BELAJAR Modul Lembar Kasus berikut kunci jawaban Format/ ceklist

VI.

ALAT BANTU Komputer LCD CD Spidol Flipchart

VII.

LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN A. Langkah 1 1. Penciptaan suasana belajar 2. Perkenalan diri 3. Mengajukan pertanyaan yang mengarah pada pengenalan topik materi B. Langkah 2 1. Fasilitator menjelaskan tujuan pembelajaran 2. Fasilitator menjelaskan hasil yang ingin dicapai dari pembelajaran C. Langkah 3 1. Fasilitator memberikan paparan tentang sub-pokok bahasan 2. Fasilitator memandu tanya jawab. 3. Fasilitator membagi peserta menjadi 6 kelompok untuk melakukan studi kasus tentang 3 kasus yang sudah disediakan (selama 30 menit) D. Langkah 4 1. M a s i n g - m a s i n g k e l o m p o k m e n d i s k u s i k a n t u g a s y a n g d i b e r i k a n 2. Masing-masing kelompok diminta untuk presentasi dan pembahasan di pandu oleh fasilitator. 3. Fasilitator melakukan pembulatan materi 4. Fasilitator menutup sesi dan mengucapkan salam

VIII. URAIAN MATERI A. KONSEP PENANGGULANGAN EPIDEMIOLOGI (PE) DAN PENANGGULANGAN FOKUS (PF) 1. Konsep Penyelidikan Epidemiologi (PE) 80

a. Pengertian Penyelidikan Epidemiologi (PE) Penyelidikan epidemiologi (PE) adalah kegiatan pencarian penderita DBD atau tersangka DBD lainnya dan pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD di tempat tinggal penderita dan rumah/bangunan sekitar, termasuk tempat-tempat umum dalam radius sekurang-kurangnya 100 meter. b. Tujuan Penyelidikan Epidemiologi 1) Tujuan Umum: Mengetahui potensi penularan dan penyebaran DBD lebih lanjut serta tindakan penanggulangan yang perlu dilakukan di wilayah sekitar tempat tinggal penderita. 2) Tujuan khusus: a) Mengetahui adanya penderita dan tersangka DBD lainnya b) Mengetahui ada /tidaknya jentik nyamuk penular DBD c) Menentukan jenis tindakan (penanggulangan fokus) yang akan dilakukan c. Langkah- Langkah Pelaksanaan Kegiatan Penyelidikan Epidemiologi: 1) Setelah menemukan/menerima laporan adanya penderita DBD, petugas Puskesmas/ Koordinator DBD segera mencatat dalam Buku catatan Harian Penderita DBD. 2) Menyiapkan peralatan survei, seperti: tensimeter, termometer, senter, formulir PE, dan surat tugas. 3) Memberitahukan kepada Kades/Lurah dan Ketua RW/RT setempat bahwa di wilayahnya ada penderita DBD dan akan dilaksanakan PE. 4) Masyarakat di lokasi tempat tinggal penderita membantu kelancaran pelaksanaan PE. 5) Pelaksanaan PE sebagai berikut: a) Petugas Puskesmas memperkenalkan diri dan selanjutnya melakukan wawancara dengan keluarga, untuk mengetahui ada tidaknya penderita DBD lainnya (sudah ada konfirmasi dari rumah sakit atau unit pelayanan kesehatan lainnya), dan penderita demam saat itu dalam kurun waktu 1 minggu sebelumnya. b) Bila ditemukan penderita demam tanpa sebab yang jelas, dilakukan pemeriksaan kulit (petekie), dan uji torniquet. c) Melakukan pemeriksaan jentik pada tempat penampungan air (TPA) dan tempat-tempat lain yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti baik di dalam maupun di luar rumah/bangunan. d) Kegiatan PE dilakukan dalam radius 100 meter dari lokasi tempat tinggal penderita. e) Bila penderita adalah siswa sekolah dan pekerja, maka selain dilakukan di rumah PE juga dilakukan di sekolah/tempat kerja penderita oleh puskesmas setempat. f) Hasil pemeriksaan adanya penderita DBD lainnya dan hasil pemeriksaan terhadap penderita demam (tersangka DBD) dan pemeriksaan jentik dicatat dalam formulir PE ( lampiran 15) g) Hasil PE segera dilaporkan kepada kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, untuk tindak lanjut lapangan dikoordinasikan dengan Kades/Lurah ( lampiran 16) h) Bila hasil PE positif (Ditemukan 1 atau lebih penderita DBD lainnya dan/atau 3 orang tersangka DBD, dan ditemukan jentik (5%),

81

dilakukan penanggulangan fokus (Fogging, Penyuluhan, PSN dan Larvasidasi selektif), sedangkan bila negatif dilakukan Penyuluhan, PSN dan larvasidasi selektif (Lampiran 17). 2. Konsep Penanggulangan Fokus a. Pengertian Penanggulangan Fokus Penanggulangan fokus adalah kegiatan pemberantasan nyamuk penular DBD yang dilaksanakan dengan melakukan pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue (PSN DBD), larvasidasi, penyuluhan dan pengabutan panas (pengasapan/fogging) dan pengabutan dingin (ULV) menggunakan insektisida sesuai dengan kriteria pada bagan PE. b. Tujuan Penanggulangan Fokus Penanggulangan fokus dilaksanakan untuk membatasi penularan DBD dan mencegah terjadinya KLB di lokasi tempat tinggal penderita DBD dan rumah/bangunan sekitar serta tempat-tempat umum berpotensi menjadi sumber penularan DBD lebih lanjut. c. Kriteria PF : 1) Bila ditemukan penderita DBD lainnya (1 atau lebih) atau ditemukan 3 atau lebih tersangka DBD dan ditemukan jentik 5 % dari rumah/bangunan yang diperiksa, maka dilakukan penggerakan masyarakat dalam PSN DBD, larvasidasi, penyuluhan dan pengasapan dengan insektisida di rumah penderita DBD dan rumah/bangunan sekitarnya radius 200 meter sebanyak 2 siklus dengan interval 1 minggu 2) Bila tidak ditemukan penderita lainnya seperti tersebut di atas, tetapi ditemukan jentik, maka dilakukan penggerakan masyarakat dalam PSN DBD, larvasidasi dan penyuluhan 3) Bila tidak ditemukan penderita lainnya seperti tersebut di atas dan tidak ditemukan jentik, maka dilakukan penyuluhan kepada masyarakat. d. Langkah- Langkah Pelaksanaan Kegiatan: 1) Setelah kades/lurah menerima laporan hasil PE dari Puskesmas dan rencana koordinasi penanggulangan fokus, meminta ketua RW/RT agar warga membantu kelancaran pelaksanaan penanggulangan fokus 2) Ketua RW/RT menyampaikan jadwal kegiatan yang diterima dari petugas puskesmas setempat dan mengajak warga untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan penanggulangan fokus. 3) Kegiatan penanggulangan fokus sesuai hasil PE: a) Penggerakan masyarakat dalam PSN DBD dan larvasidasi (1) Ketua RW/RT, Toma (tokoh masyarakat) dan kader memberikan pengarahan langsung kepada warga pada waktu pelaksanaan PSN DBD (2) Penyuluhan dan penggerakkan masyarakat PSN DBD dan larvasidasi dilaksanakan sebelum dilakukan pengabutan dengan insektisida. (teknis pemberian larvasida agar dicantumkan) b) Penyuluhan Penyuluhan dilaksanakan oleh petugas kesehatan/kader atau kelompok kerja (Pokja) DBD Desa/Kelurahan berkoordinasi dengan petugas puskesmas, dengan materi antara lain: (1) Situasi DBD di wilayahnya

82

(2) Cara-cara pencegahan DBD yang dapat dilaksanakan oleh individu, keluarga dan masyarakat disesuaikan dengan kondisi setempat. c) Pengabutan dengan insektisida (1) Dilakukan oleh petugas puskesmas atau bekerjasama dengan dinas kesehatan kabupaten/kota. Petugas penyemprot adalah petugas puskesmas atau petugas harian lepas terlatih. (2) Ketua RT, Toma atau kader mendampingi petugas dalam kegiatan pengabutan. (di lapangan tidak hanya mendampingi tapi juga melakukan penyuluhan) 4) Hasil pelaksanaan penanggulangan fokus dilaporkan oleh puskesmas kepada dinas kesehatan kabupaten/kota dengan tembusan kepada camat dan kades/lurah setempat. 5) Hasil kegiatan pengendalian DBD dilaporkan oleh puskesmas kepada dinas kesehatan kabupaten/kota setiap bulan dengan menggunakan formulir K-D

Bagan Penyelidikan Epidemiologi

Penderita Demam Dengue

Penyidikan Epidemiologi (PE) :


Pencarian suspek infeksi Dengue lainnya dan Pemeriksaan jentik Di lokasi tempat tinggal penderita dan rumah bangunan lainnya dengan radius 100 m (minimal 20 rumah/bangunan secara random)

Positif : Bila ditemukan 1 atau lebih penderita DBD, dan/atau 3 orang suspek infeksi Dengue lainnya dan ditemukan jentik (=5%)

Negatif : Jika tidak memenuhi 2 kriteria positif

1. 2. 3. 4.

PSN DBD Larvasidasi Selektif Penyuluhan Fogging radius 200 m ( 2 siklus interval 1 minggu)

1. PSN DBD 2. Larvasidasi Selektif 3. Penyuluhan

83

Keterangan: 1. Penderita DBD :Penderita positif DBD (hidup/meninggal) yang dinyatakan oleh dokter rumah sakit melalui test laboratorium dengan hasil haemoglobin dan hematokrit meningkat > 20% dan penurunan trombosit kurang dari 100.000/ mm3 atau cenderung turun. 2. Suspek Infeksi Dengue : Ditemukan gejala panas yang tidak diketahui penyebabnya saat dilaksanakan PE. B. PENANGGULANGAN KEJADIAN LUAR BIASA 1. Definisi KLB Penanggulangan kejadian luar biasa (KLB) adalah upaya penanggulangan yang meliputi: pengobatan/perawatan penderita, pemberantasan vektor penular DBD, penyuluhan kepada masyarakat dan evaluasi/penilaian penanggulangan yang dilakukan di seluruh wilayah yang terjadi KLB. Sesuai Permenkes Nomor 1501 tahun 2010 disebutkan 7 kriteria KLB, tetapi untuk pengendalian DBD hanya ada 3 kriteria yang digunakan yaitu : a. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu (DBD) yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal pada suatu daerah. b. Jumlah penderita baru (kasus DBD) dalam periode waktu (satu) bulan menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka ratarata per bulan dalam tahun sebelumnya. c. Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu) kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen) atau lebih dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu penyakit periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama. Tujuan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa adalah membatasi penularan DBD, sehingga KLB yang terjadi di suatu wilayah tidak meluas ke wilayah lainnya. (mengatasi KLB di wilayah sendiri dan membatasi kasus meluas) 2. Langkah-langkah pelaksanaan penanggulangan KLB Bila terjadi KLB/wabah, dilakukan penyemprotan insektisida (2 siklus dengan interval 1 minggu), PSN DBD , larvasidasi, penyuluhan di seluruh wilayah terjangkit, dan kegiatan penanggulangan lainnya yang diperlukan, seperti: pembentukan posko pengobatan dan posko penangggulangan, penyelidikan KLB, pengumpulan dan pemeriksaan spesimen serta peningkatan kegiatan surveilans kasus dan vektor, dan lain-lain. a. Pengobatan dan Perawatan Penderita Penderita DBD derajat 1 dan 2 dapat dirawat puskesmas yang mempunyai fasilitas perawatan, sedangkan DBD derajat 3 dan 4 harus segera dirujuk ke Rumah Sakit.

84

b. Pemberantasan Vektor 1) Penyemprotan insektisida (pengasapan / pengabutan) Pelaksana : Petugas dinas kesehatan kabupaten/kota, puskesmas, dan tenaga lain yang telah dilatih. Lokasi : Meliputi seluruh wilayah terjangkit Sasaran : Rumah dan tempat-tempat umum Insektisida : Sesuai dengan dosis Alat : hot fogger/mesin pengabut atau ULV Cara : Fogging/ULV dilaksanakan 2 siklus dengan interval satu minggu (petunjuk fogging terlampir) 2) Pemberantasan sarang jentik/nyamuk demam berdarah dengue (PSN DBD) Pelaksana : Masyarakat di lingkungan masing-masing. Lokasi : Meliputi seluruh wilayah terjangkit dan wilayah sekitarnya yang merupakan satu kesatuan epidemiologis Sasaran : Semua tempat potensial bagi perindukkan nyamuk: tempat penampungan air,barang bekas ( botol aqua, pecahan gelas,ban bekas, dll) lubang pohon/tiang pagar/pelepah pisang, tempat minum burung, alas pot, dispenser, tempat penampungan air di bawah kulkas, dibelakang kulkas dsb, di rumah/bangunan dan tempat umum Cara : Melakukan kegiatan 3 M plus. Contoh : Menguras dan menyikat TPA Menutup TPA Memanfaatkan atau mendaur ulang barang bekas yang dapat menjadi TPA PLUS : Menaburkan bubuk larvasida Memelihara ikan pemakan jentik Menanam pohon pengusir nyamuk (sereh, zodia, lavender, geranium) Memakai obat anti nyamuk(semprot, bakar maupun oles), Menggunakan kelambu, pasang kawat kasa, dll. Menggunakan cara lain disesuaikan dengan kearifan lokal. 3) Larvasidasi Pelaksana : Tenaga dari masyarakat dengan bimbingan petugas puskesmas/dinas kesehatan kabupaten/kota Lokasi : Meliputi seluruh wilayah terjangkit Sasaran : Tempat Penampungan Air (TPA) di rumah dan Tempat-Tempat Umum (TTU) Larvasida : Sesuai dengan dosis Cara : larvasidasi dilaksanakan diseluruh wilayah KLB c. Penyuluhan Penyuluhan dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota bersama Puskesmas.

85

3. Evaluasi Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) a. Evaluasi pelaksanaan penanggulangan KLB Penilaian operasional ditujukan untuk mengetahui persentase (coverage) pemberantasan vektor dari jumlah yang direncanakan. Penilaian ini dilakukan dengan melakukan kunjungan rumah secara acak dan wilayahwilayah yang direncanakan untuk pengabutan, larvasidasi dan penyuluhan. Pada kunjungan tersebut dilakukan wawancara apakah rumah sudah dilakukan pengabutan, larvasidasi dan pemeriksaan jentik serta penyuluhan. b. Evaluasi Hasil penanggulangan KLB Penilaian ini ditujukan untuk mengetahui dampak upaya penanggulangan terhadap jumlah penderita dan kematian DBD.Penilaian epidemiologis dilakukan dengan membandingkan data kasus/ kematian DBD sebelum dan sesudah penanggulangan KLB. Data-data tersebut digambarkan dalam grafik per mingguan atau bulanan dan dibandingkan pula dengan keadaan tahun sebelumnya pada periode yang sama dalam bentuk laporan (Lampiran 18.) KEPUSTAKAAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. WHO.2010. Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever. Jakarta. Depkes RI. 2005. Buku Pencegahan dan Pemberantasan DBD; Subdit Arbovirosis Dit PPBB, Ditjen PP&PL. Jakarta. Depkes RI. 2003. Buku Pencegahan Dan Penanggulangan Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue (Terjemahan WHO Regional Publication SEARO No. 29). Jakarta. Depkes RI.1990. Petunjuk Pelaksanaan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) dan Wabah Demam Berdarah Dengue (DBD). Jakarta. Depkes RI.1990. Petunjuk Penggunaan, Pemeliharaan & Perbaikan Mesin ULV, Direktorat Jenderal PPM & PLP. Jakarta. Depkes RI.1990. Petunjuk Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan Fokus Demam Berdarah Dengue. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Jakarta. Depkes RI.1983. Petunjuk Penilaian Operasional Dalam Rangka Abatisasi massal.Direktorat Jenderal P3M. Jakarta. Depkes RI.1981.Petunjuk Pelaksanaan Penanggulangan Wabah Demam Berdarah. Direktorat Jenderal P3M. Jakarta.

86

MATERI INTI 6 PENGOPERASIAN ALAT DAN BAHAN PENGENDALIAN VEKTOR (Waktu : T 2 JPL, PL 4 JPL)

I.

DESKRIPSI SINGKAT Berdasarkan Permenkes Nomor : 374/Menkes/Per/III/2010 tentang Pengendalian Vektor, memuat pedoman pengendalian vektor terpadu (PVT), peralatan dan bahan surveilans vektor serta peralatan dan bahan pengendalian vektor. Peralatan dan bahan surveilans vektor adalah semua alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan surveilans vektor dalam rangka mengumpulkan data dan informasi tentang vektor yang digunakan sebagai dasar dalam tindakan pengendalian vektor. Peralatan dan bahan pengendalian vektor digunakan dalam rangka menekan atau menurunkan populasi vektor, sehingga tidak berisiko untuk terjadinya penularan penyakit tular vektor di suatu wilayah. Setiap peralatan yang dipakai dalam upaya pengendalian vektor harus memenuhi persyaratan yang dibuktikan dengan sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI) atau sertifikat kesesuaian yang dikeluarkan oleh lembaga pengujian independen yang terakreditasi dan ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan RI atau lembaga pengujian di negara lain yang ditunjuk, dengan mengacu pada ketentuan spesifikasi WHO; (WHO/CDS/NTD /WHOPES /GCDPP/2006.5). Peralatan yang digunakan dalam pengendalian vektor DBD adalah mesin pengkabut panas (Hot Fogger), mesin pengkabut dingin (Aerosol / ULV) yang dioperasikan di atas kendaraan pengangkut. Modul ini membahas cara pengoperasian, perawatan dan perbaikan alat pengendalian vektor tersebut. Bahan yang digunakan dalam upaya pengendalian vektor DBD berupa insektisida, baik sasaran terhadap nyamuk vektor dewasa maupun terhadap larva/jentik nyamuk.

II.

TUJUAN PEMBELAJARAN A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) Peserta mampu melakukan pengoperasian alat dan menjelaskan bahan pengendalian vektor DBD. B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) Peserta mampu : 1. Melakukan pengoperasian mesin hot fogger 2. Melakukan pengoperasian mesin ULV. 3. Mengaplikasikan insektisida.

III.

POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN A. Pokok Bahasan 1 : Mesin hot fogger (pengkabut panas) Sub pokok Bahasan : 1. Petunjuk Teknis Pengoperasian Mesin hot fogger

87

2. Petunjuk teknis perbaikan hot fogger 3. Petunjuk Teknis perawatan mesin hot fogger B. Pokok Bahasan 2 : mesin Ultra Low Volume (ULV). Sub Pokok Bahasan : 1. Petunjuk Teknis Pengoperasian Mesin ULV 2. Petunjuk teknis perbaikan mesin ULV 3. Petunjuk teknis perawatan mesin ULV C. Pokok Bahasan 3: Jenis dan aplikasi insektisida untuk pengendalian vektor DBD. Sub Pokok Bahasan : 1. Jenis Insektisida 2. Cara aplikasi Insektisida IV. METODE V. Ceramah, Diskusi dan tanya jawab. Praktek lapangan

BAHAN BELAJAR Modul Panduan praktek lapangan Insektisida dan bahan bakar

VI.

ALAT BANTU LCD Laptop atau desktop Flipchart Whiteboard Spidol Manual mesin fogg Manual mesin ULV. Alat Pelindung Diri (APD)

VII.

LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN (DISESUAIKAN) A. Langkah 1 1. Penciptaan suasana belajar 2. Perkenalan diri B. Langkah 2 1. Fasilitator menjelaskan tujuan pembelajaran 2. Fasilitator menjelaskan hasil yang ingin dicapai dari pembelajaran. C. Langkah 3 1. Fasilitator memberikan paparan tentang sub-pokok bahasan

88

2. Fasilitator melakukan tanya jawab. 3. Fasilitator membagi peserta menjadi beberapa kelompok untuk melaksanakan penugasan (setiap kelompok 6 peserta). D. Langkah 4 1. Kelompok mempersiapkan alat dan bahan paktek lapangan. 2. Kelompok mempraktekan cara pengioperasian mesin hot fogger dan ULV. 3. Kelompok mempraktekan cara perbaikan mesin hot fogger dan ULV. 4. Kelompok mempraktekan cara perawatan mesin hot fogger dan ULV. 5. Kelompok mempraktekan cara aplikasi insektisida. 6. Fasilitator membimbing kelompok dalam pelaksanaan praktek lapangan. 7. Fasilitator menilai hasil praktek lapangan. E. Langkah 5 Pembulatan VIII. URAIAN MATERI A. MESIN HOT FOGGER Mesin penyembur insektisida dalam bentuk asap yang terbentuk dari evaporasi bahan pembawa (minyak tanah/solar) akibat panas yang dihasilkan oleh tenaga listrik atau pembakaran. Sampai dengan saat ini model dan jenis mesin hot fogger yang sudah beredar di pasaran adalah : Portable Electric Fogger Handheld Pulsejet Truck Mounted 1. Petunjuk Teknis Pengoperasian Mesin hot fogger a. Persiapan Cek mesin fog serta perlengkapannya sudah terpasang semua atau belum. Masukkan batu batere1,5 volt 4 buah dengan melepas baut yang ada di bawah tangki larutan. Setelah itu, pasang kotak batere tersebut pada kedudukannya dan kencangkan. Pasang dan kencangkan flow control jet pada mesin sesuai dengan ukuran yang dikehendaki. Isi tangki bahan bakar dengan bensin murni yang bersih dengan menggunakan corong yang bersih. Kemudian tutup dengan rapat cukup dengan tangan. Isi tangki larutan dengan larutan yang dikehendaki. Gunakan selalu corong yang bersaring lalu pasang kembali tutup tangki larutan, eratkan cukup dengan tangan. b. Cara Menghidupkan Mesin hot fogger Periksa apakah bensin/Premium sudah terisi penuh. Periksa letak pemasangan batu batebre. Isi tangki larutan isektisida sampai penuh. Kencangkan tutup tangki bensin dan tangki larutan insektisida Pastikan bagian - bagian mesin seperti pipa larutan, air intake, tabung pengasap, soket pengasap sudah terpasang dengan benar, kencangkan semua mur dan baut. 89

Buka buka stop booton/kran bensin secukupnya, kemudian pompa perlahan-lahan sambil menekam tombol start, apabila mesin dalam keadaan baik akan segera hidup. Tunggu beberapa saat, sampai mesin hidup dengan sempurna. Mesin siap dipergunakan.

c. Cara Pengoperasian Mesin hot fogger Biarkan mesin hidup selama 2 menit dengan maksud untuk mencapai temperatur yang cukup untuk mengubah larutan menjadi asap secara penuh. Buka solution tap (kran larutan), maka larutan akan mengalir dan segera tersembur dalam bentuk asap. Pengasapan dimulai dari rumah bagian belakang lalu depan. Untuk rumah bertingkat mulai dari lantai atas Selanjutnya di luar rumah jangan melawan arah angin Penyemprotan dilakukan 2 siklus interval 5-7 hari. d. Cara Mematikan Mesin hot fogger Tutup solution tap/kran larutan insektisida dan biarkan beberapa saat hingga asap benar-benar habis. Tutup stop botton/kran bensin dengan memutar tombolnya ke arah stop, maka mesin akan segera mati. Buang tekanan dalam tangki larutan insektisida dengan membuka tutup tangki insektisida kemudian kencangkan kembali. Demikian pula untuk tangki bahan bakar. Biarkan mesin dingin kembali. 2. Petunjuk teknis perbaikan hot fogger a. Mesin tidak mau hidup : Periksa apakah bensin masuk ke ruang bakar atau tidak. Kalau tidak biasanya pompa tidak berfungsi dengan baik atau tutup tangki bensin kendor atau rusak gasketnya atau saluran bensin tersumbat. Perbaiki kerusakannya. Periksa apakah ada pengapian di busi, kalau tidak ada biasanya karena batu battery lemah perlu diganti.periksa busi lalu bersihkan kemudian setel kerenggangannya 2 mm, periksa coil kalau rusak ganti, periksa kabel busi b. Mesin hidup tapi sering mati mendadak, kemungkinan : Ujung resonator kotor tersumbat oleh kerak, solusinya adalah dengan dibersihkan. Diafragma kotor, terlipat atau sobek, maka bersihkan kalau perlu ganti. Bila ruang pembakaran kotor, maka dibersihkan. c. Mesin hidup tapi tidak keluar asap, kemungkinan : Tidak ada tekanan di dalam tangki larutan, maka periksa tutup tangki, kalau kurang kencang kencangkan atau gasketnya rusak, maka diganti. Bila kran larutan tersumbat, maka dibersihkan,bila nozzle tersumbat, maka dibersihkan. 3. Petunjuk Teknis perawatan mesin hot fogger Perbaikan mesin hot fogger pada umumnya adalah mengganti suku cadang yang rusak mengeratkan mur atau baut yang kendor serta mengembalikan komponen kepada bentuk semula, misal solution pipe yang 90

bengkok, guard, jaket dan bagian luar mesin yang penyok serta tangki yang bocor atau penyok. Jangan perbaiki mesin dalam keadaan masih panas dan tangki larutan belum dikeringkan. a. Perawatan setiap selesai digunakan : Setelah mesin dingin, keluarkan sisa bensin dalam tengki dan sisa larutan insektisia dalam tangki insektisida bersihkan body bagian luar mesin Keringkan dan disimpan untuk segera dapat dipergunakan kembali. b. Perawatan/pemeliharaan untuk disimpan dalam waktu yang cukup lama. Bilamana operasi penyemprotan sudah selesai dan mesin akan disimpan kembali dalam waktu yang cukup lama, lakukan perawatan/ pemeliharaan sebagai berikut : lakukan tindakan-tindakan sebagaimana pada ad.1 di atas. Kuras/kosongkan bensin dari tangkinya Keluarkan batu batere Biarkan tutup tangki larutan dan tangki bahan bakar terpasang dengan kendur. Simpan mesin di dalam kotaknya atau di tempat yang terlindung dengan terlebih dahulu diberi alas papan dan ditutup terpal atau plastik. Sangat dianjurkan setiap bulan dilakukan pembersihan dan mesin dihidupkan cukup 5 menit. Perawatan mesin secara berkala perlu dilakukan, untuk menghindari terjadinya hambatan-hambatan pada waktu fogging / pengasapan. c. Bagian mesin yang perlu dibersihkan/dirawat : Bagian ujung resonator, bersihkan dari kerak yang melekat. Bersihkan solution socket. Bersihkan nozzle, solution pipe dan kran larutan. Bersihkan air intake, kalau diafragmanya rusak perlu diganti. Keringkan tangki larutan kalau perlu bilas dengan solar Bersihkan seluruh bagian mesin fogg dan keringkan. Gambar 26. contoh mesin hot fogger

91

B. MESIN ULTRA LOW VOLUME (ULV) Mesin penyembur insektisida dalam bentuk kabut dingin dengan partikel yang sangat kecil (Ultra Low Volume/ULV) dari pemecahan insektisida (pada Head NOZZLE) oleh pusaran angin yang dihasilkan dari putaran blower. Sampai dengan saat ini model dan jenis mesin ULV yang sudah beredar di pasaran adalah Portable (gendong) dan Truck Mounted 1. Petunjuk Teknis Pengoperasian Mesin ULV a. Persiapan Letakkan mesin ULV di kendaraan bak terbuka, Cek oli mesin dan oli blower Isi tangki bahan bakar Isi tangki insektisida Periksa semua mur dan baut, bila perlu kencangkan Arahkan head nozzle ke arah samping kiri kendaraan pengangkut mesin ULV dan setel head nozzle (dengan memperhatikan dan memperhitungkan kecepatan angin) sehingga membentuk sudut : Kecepatan Angin Rendahkan tidak ada angin (0-10 km/jam) : pukul 07.00-08.30 Sedang (10-15 km/jam) : pukul 08.30-10.00 Kencang (15-20 km/jam) : pukul 10.00-15.00 Pengoperasian sementara dihentikan Sudut Head Nozzle 15o 5o 0o

b. Cara menghidupkan mesin ULV : Hidupkan mesin dengan urutan sebagai berikut : Geser switch kontak ke posisi on. Tekan kontak starter (bila mesin keadaan baik mesin akan langsung hidup) c. Cara Pengoperasian Mesin ULV Atur tekanan udara dengan cara menggeser tuas gas sampai 3-4,5 (dapat dibaca di Barometer Panel pengontrol). Kemudian geser switch fog ke posisi on. Putar tuas flow meter ke kiri sampai bola flow meter bergerak ke posisi paling atas. Racun serangga dalam pipa larutan akan mengalir dan asap pada head nozzle akan keluar. Baca temperatur di panel pengontrol dan tentukan posisi penunjuk (bola) pada flow meter. Geser tuas flow control ke kanan (searah jarum jam) sehingga posisi bola turun pada angka yang ditentukan. Setelah semuanya siap operator duduk di samping pengemudi untuk mengendalikan jalannya mesin ULV Selama operasi operator harus memperhatikan, skala flow meter harus sesuai dengan tabel flow meter. Jalankan kendaraan pengangkut ULV dengan kecepatan 5-8 km/jam. d. Cara Mematikan Mesin Putar tuas flow control ke kanan sampai maksimal Geser switch fog ke off (tunggu sampai insektisida benar-benar habis) Geser switch machine ke off mesin akan langsung mati

92

2. Petunjuk teknis perbaikan mesin ULV Perbaikan mesin ULV pada umumnya harus dilakukan oleh montir atau tehnisi yang sudah berpengalaman, kecuali untuk kerusakan kecil seperti : Mengganti busi. Mengganti selang larutan insektisida dan selang tekanan. Jika mesin susah dihidupkan kemungkinannya adalah sebagai berikut : Jika bahan bakar belum naik ke karburator, maka tuas karburator perlu ditarik agar bahan bakar cepat naik. Jika sistim pengapian terganggu, maka lakukan pemeriksaan terhadap busi, bila kotor bersihkan/ganti dengan yang baru. Jika bila tetap tidak ada pengapian, maka periksa coil, kemudian atur coilnya, bila rusak, ganti yang baru. 3. Petunjuk teknis perawatan mesin ULV Lepaskan pipa insektisida dari tangkinya celupkan kedalam jerigen berisi solar/alkohol sebanyak 1 liter. Kendurkan tutup tangki insektisida. Hidupkan mesin Geser swicth fog ke posisi on Biarkan solar/alkohol mengalir dan membilas semua pipa larutan. Matikan mesin, kemudian periksa semua mur dan baut Bersihkan mesin dari kotoran dan isektisida Ganti oli mesin setiap 25 jam kerja (1 Minggu) Untuk mesin ULV yang akan disimpan dalam waktu yang lama, harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut : Sebelum disimpan lumasi komponen blower dan ruang bakar mesin dengan oli SAE 40. Bersihkan mesin dari kotoran dan insektisida serta kosongkan tangki insektisida dan tangki bensin. Simpan diruang tertutup, selimuti dengan kain atau plastik Sebulan sekali putar putar as mesin dengan tangan supaya mesin tidak macet. Bersihkan mesin dari debu atau kotoran lain. C. JENIS DAN APLIKASI INSEKTISIDA UNTUK PENGENDALIAN VEKTOR DBD. Insektisida untuk pengendalian vektor DBD adalah insektisida yang digunakan untuk pengendalian vektor DBD yang dilakukan di daerah endemis serta daerah lainnya. 1. Jenis Insektisida Jenis-jenis insektisida untuk pengendalian vektor DBD meliputi : a. Organofosfat Insektisida ini bekerja dengan menghambat enzim kholinesterase. OP banyak digunakan dalam kegiatan pengendalian vektor, baik untuk space spraying, IRS, maupun larvasidasi. Contoh : malation, fenitrotion, temefos, metil-pirimifos, dan lain lain. b. Karbamat. Cara kerja insektisida ini identik dengan OP, namun bersifat reversible (pulih kembali) sehingga relatif lebih aman dibandingkan OP. Contoh: bendiocarb, propoksur, dan lain lain. 93

c. Piretroid (SP). Insektisida ini lebih dikenal sebagai synthetic pyretroid (SP) yang bekerja mengganggu sistem syaraf. Golongan SP banyak digunakan dalam pengendalian vector untuk serangga dewasa (space spraying dan IRS), kelambu celup atau Insecticide Treated Net (ITN), Long Lasting Insecticidal Net (LLIN), dan berbagai formulasi Pestisida rumah tangga. Contoh: metoflutrin, transflutrin, d-fenotrin, lamda-sihalotrin, permetrin, sipermetrin, deltametrin, etofenproks, dan lain-lain. d. Insect Growth Regulator (IGR). Kelompok senyawa yang dapat mengganggu proses perkembangan dan pertumbuhan serangga. IGR terbagi dalam dua klas yaitu : 1) Juvenoid atau sering juga dikenal dengan Juvenile Hormone Analog (JHA). Pemberian juvenoid pada serangga berakibat pada perpanjangan stadium larva dan kegagalan menjadi pupa. Contoh JHA adalah fenoksikarb, metopren, piriproksifen dan lain-lain. 2) Penghambat Sintesis Khitin atau Chitin Synthesis Inhibitor (CSI) mengganggu proses ganti kulit dengan cara menghambat pembentukan kitin. Contoh CSI: diflubensuron, heksaflumuron dan lain-lain. e. Mikroba Kelompok Pestisida ini berasal dari mikroorganisme yang berperan sebagai pestisida. Contoh: Bacillus thuringiensis var israelensis (BTI), Bacillus sphaericus (BS), abamektin, spinosad, dan lain-lain. 2. Cara aplikasi insektisida Aplikasi insektida dalam pengendalian vektor DBD, dibagi menjadi 2 yaitu : a. Pengendalian Larva Dalam program pengendalian vektor, kegiatan pengendalian larva dengan insektisida disebut sebagai larvasidasi. Larvasidasi merupakan kegiatan pemberian insektisida yang ditujukan untuk membunuh stadium larva. Larvasiding dimaksudkan untuk menekan kepadatan populasi vektor untuk jangka waktu yang relatif lama (3 bulan), sehingga transmisi virus dengue selama waktu itu dapat diturunkan atau dicegah (longterm preventive measure). Spesies nyamuk perlu diketahui dan diidentifikasi atau dilakukan pemetaan tempat perkembangbiakan nyamuk di tiap-tiap musim. Larvaciding akan efektif bila tempat perkembangbiakan mudah dicapai, tempat perkembangbiakan di area yang kecil, dan efek larvaciding hanya bertahan tidak lebih dari 2 bulan. Larvaciding tidak menimbulkan dampak residu, namun kontrolnya perlu diadakan setiap 2 bulan sehingga keputusan untuk melakukan intervensi ini akan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Dalam kenyataan, larvaciding ini sulit dilakukan secara optimal, karena tempat perkembangbiakan biasanya tersebar dimana-mana dan sulit untuk menentukan waktu yang tepat. Untuk melakukan larvaciding, dibutuhkan pengetahuan tentang area tempat perkembangbiakan vektor dan hubungannya dengan curah hujan. Untuk memperoleh hasil yang baik dan bersinambungan, pemberantasan sarang nyamuk harus dilakukan secara rutin dan berkesinambungan.

94

Terdapat tiga jenis pestisida untuk mengendalikan larva Aedes yaitu butiran temephos, pengatur pertumbuhan serangga ( Insect grouth regulator/IGR) dan Bacillus thuringiensis (Bt H-14) b. Pengendalian Nyamuk (Adult control) Mengingat vektor DBD pada umumnya tidak hinggap di dinding, tetapi pada benda yang tergantung, maka pengendalian nyamuk Aedes dilakukan dengan space spraying. Space spraying adalah knock down effect, oleh sebab itu sasarannya adalah vektor yang sedang terbang baik didalam maupun diliar rumah. Ada 2 macam cara space spraying yaitu : 1) Sistim panas (Thermal fogging) dan 2) Sistim dingin (Cold spraying). 1). Thermal Fogging Insektisida yang dipergunakan dalam system thermal biasanya dilarutkan dalam minyak solar (light diesel oil) atau minyak tanah biasa (kerosene). Operasional fogging: - Sasaran fogging; rumah/bangunan dan halaman/pekarangan sekitarnya - Waktu operasional: pagi hari atau sore (Ae. aegypti) dan malam hari (Anopheles atau culex) - Kecepatan gerak fogging; seperti orang berjalan biasa (2-3 km/jam) - Temperatur udara ideal: 18oC, maksimal 28oC. - Fogging di dalam rumah ; dimulai dari ruangan yang paling belakang, jendela dan pintu ditutup kecuali pintu depan untuk keluar masuk petugas - Fogging di luar rumah : tabung pengasap harus searah dengan arah angin, dan petugas berjalan mundur. - Penghuni rumah; selama rumah di fog dengan sistem thermal, semua penghuni supaya berada diluar, Setelah fog dalam ruangan menghilang baru para penghuni boleh masuk kembali. (15-30 menit setelah fogging). - Binatang peliaraan, makanan dan minuman; untuk menghindari halhal yang tidak diinginkan, maka dianjurkan semua makanan, bahan makanan dan tempat penampungan air minum agar ditutup. - Berdasarkan pengalaman, lama fogging: dari berbagai studi dan pengalaman selama ini untuk rumah dan halaman didaerah urban di indonesia memakan waktu fogging antara 2-3 menit/rumah. Output petugas: 1 hari kerja +/_ 20-25 rumah /petugas atau disesuaikan dengan keadaan setempat. Kebutuhan bahan bakar (bahan bakar untuk mesin fog; setiap 10 liter larutan malathion 4,8% diperlukan 1,2 liter bahan bakar. 2). Pengabutan (ULV) Space spraying system dingin dikenal juga sebagai system ULV, Cold aerosols and mists. Ultra Low volume (ULV) dimaksudkan sebagai space spraying dengan menggunakan racun serangga yang seefisien mungkin, untuk area yang luas dan tetap efektif terhadap vektor. Oleh sebab itu pada ULV dipergunakan pestisida dalam konsentrasi yang biasanya cukup tinggi (lebih dari 20%) dengan jangkauan semburan yang cukup luas, idealnya 80-100 meter. Vmd dropet size untuk ULV cold aerosolt dan mists adalah: Vmd aerosols : 15-50u dan Vmd mists : 50100u. 95

Sesuai dengan perkembangan teknologi dibidang pembuatan insektisida kimia dan mesin sprayer, untuk ULV cold spraying digunakan pestisida golongan organophosphate, carbamat atau syntetic pyrethroid dalam formulasi konsentrasi yang lebih tinggi dibanding untuk pemakaian pada thermal fogging. Sasaran fogging adalah serangga yang sedang terbang, sehingga fogging harus meliputi seluruh target area yang terdiri dari indoor dan outdoor. Fogging dilakukan dari luar/pinggir jalan semua pintu dan jendela rumah/bangunan harus dibuka lebar. Waktu operasi pada pagi atau sore hari dalam keadaan udara tidak terlalu panas/kurang dari 28oC dan angin cukup tenang, maximum kecepatan angin 20km/jam. Kecepatan jalan kendaraan pengangkut ULV sprayer adalah 5-8 km/jam. Beberapa test menunjukkan bahwa jarak sembur yang paling baik adalah 80-100 meter dangan kecepatan angin 10-15 km/jam. Pada kecepatan angin lebih dari 20 km/jam fogging supaya dihentikan saja. Jumlah petugas yang melayani 1 unti ULV ground sprayer mounted adalah 3 orang, terdiri dari 1 petugas penunjuk arah, 1 petugas operasional dan 1 orang pengemudi. Dengan out put area 10-15 ha/jam, apabila fogging berjalan selama 3 jam (pk 07.00 s/d 10.00) maka dapat mencakup daerah seluas 30-40 ha. Hal ini jauh lebih efisien disbanding dengan menggunakan portable thermal machine yang hanya mampu menyelesaikan daerah seluas 1 ha per petugas. Dosis maksimum 500ml malathion 96% atau penitrition 95% per ha, kabut ULV cold aerosols dalam udara bebas selama 15-30 menit tidak berbahaya bagi manusia, mamalia lain dan burung, kecuali pada ikan yang berumur muda (benih ikan). Beberapa keuntungan ULV ground spraying application dibanding thermal fogging yaitu: - Polusi udara lebih kecil. Untuk target area dan efektifitas yang sama penggunaan pestisida (dosis) dapat lebih kecil dibanding operasional thermal foging (dapat sampai 50%nya). - Mengurangi bahaya terhadap organisme bukan target. - Tidak ada bahaya kebakaran, karena ULV tidak memerlukan dorongan gas yang panas - Tidak memberi dampak gangguan pada kesibukan kota dan keramaian lalu lintas, karena fog ULV tidak mengganggu pengelihatan bila dibanding dengan thermal fog - Biaya operasional dan penggunaan bahan-bahan lebih sedikit (efisien), namun memberi dampak bila langsung mengenai cat minyak pada kayu dan cat mobil pada jarak <3 meter. Berikut merupakan contoh formulasi atau cara pencampuran insektisida dengan pelarutnya : JENIS INSEKTISIDA PERBANDINGAN INSEKTISIDA MALATHION 95% LAMDA SYHALOTHRINE 25 EC PERMETHRINE 97,5 G/L + SBIOALETHRINE 15 G/L SYFLUTHRINE 50 EC CYPERMETHRINE 25 ULV 96 1L 150 ml 150 ml 150 ml 800 ml SOLAR/ MINYAK TANAH 19,0 L 19,85 L 19,85 L 19,85 L 19,20 L

Gambar 27. Contoh mesin Ultra Low Volume (ULV)

KEPUSTAKAAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. WHO.2010. Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever. Jakarta. Depkes RI. 2007. Buku Pedoman Survei Entomologi Demam Berdarah Dengue, Dit PPBB, Ditjen PP & PL. Jakarta. Depkes RI. 2005. Buku Pencegahan dan Pemberantasan DBD; Subdit Arbovirosis Dit PPBB, Ditjen PP&PL. Jakarta. Depkes RI. 2003. Buku Pencegahan Dan Penanggulangan Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue (Terjemahan WHO Regional Publication SEARO No. 29). Jakarta. Depkes RI.1990. Petunjuk Penggunaan, Pemeliharaan & Perbaikan Mesin ULV, Direktorat Jenderal PPM & PLP. Jakarta. Depkes RI.1983. Petunjuk Penilaian Operasional Dalam Rangka Abatisasi massal.Direktorat Jenderal P3M. Jakarta.

97

MATERI INTI 7 PERENCANAAN DAN SUPERVISI PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT DBD ( Waktu: T 2 JPL, P 2 JPL) I. DESKRIPSI SINGKAT Materi ini menjelaskan tentang perencanaan, dan supervisi program pengendalian penyakit Demam Berdarah Dengue. Materi ini diberikan agar pengelola program dapat melaksanakan kegiatan pengendalian DBD sesuai dengan yang direncanakan. Dalam perencanaan akan disampaikan tentang penentuan besarnya masalah, penentuan kegiatan program, penentuan target kegiatan, kajian sumber daya, dan Pembuatan Rencana Operasional (POA). Sedangkan supervisi program pengendalian DBD akan disampaikan tentang pelaksanaan supervisi dan penilaian. II. TUJUAN PEMBELAJARAN A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) Setelah mengikuti proses pembelajaran peserta mampu melakukan perencanaan dan supervisi pengendalian DBD. B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) Setelah mengikuti pelatihan ini peserta mampu : 1. Menentukan daerah masalah DBD melalui kajian epidemiologi 2. Menentukan kegiatan pengendalian DBD 3. Menyusun rencana operasional 4. Melaksanakan Supervisi dan Bimbingan Teknis 5. Membuat kesimpulan akhir dan laporan umpan balik III. POKOK BAHASAN A. Pokok Bahasan I : Penentuan Daerah Masalah DBD Sub Pokok Bahasan : 1. Dasar Penyusunan Rencana 2. Penentuan Daerah Masalah DBD 3. Penentuan besarnya masalah DBD B. Pokok Bahasan II : Penentuan kegiatan pengendalian DBD Sub Pokok Bahasan : Jenis Kegiatan C. Pokok Bahasan III : Penyusunan Rencana Operasional D. Pokok Bahasan IV : Supervisi dan Bimbingan Teknis Sub Pokok Bahasan : 1. Konsep Supervisi dan Bimbingan Teknis 2. Pelaksanaan Supervisi dan bimbingan Teknis 3. Penilaian Supervisi dan bimbingan Teknis

98

IV. 1. 2. 3. V.

METODE Penyajian/Presentasi Tanya Jawab Penugasan : Studi kasus, Pengisian ceklist supervise BAHAN BELAJAR 1. 2. 3. 4. Modul Lembar kasus Ceklist Hardcopy materi

VI.

ALAT BANTU 1. 2. 3. 4. 5. 6. LCD Laptop atau desktop Flipchart Spidol White board CD

VII.

LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN A. Langkah 1 1. Penciptaan suasana belajar 2. Perkenalan diri 3. Mengajukan pertanyaan yang mengarah pada pengenalan topik materi B. Langkah 2 Pelatih menjelaskan tujuan pembelajaran C. Langkah 3 1. Fasilitator memberikan paparan tentang sub-pokok bahasan dan memfasilitasi tanya jawab (selama 2 JPL). 2. Fasilitator membagi peserta menjadi 6 kelompok untuk melakukan studi kasus tentang 3 kasus yang sudah disediakan (selama 30 menit) 3. Selesai diskusi masing-masing kelompok diminta untuk presentasi dan pembahasan di pandu oleh fasilitator (selama 30 menit). 4. Fasilitator melakukan pembulatan materi (20 menit) 5. Fasilitator menutup sesi dan mengucapkan salam (10 menit)

VIII. URAIAN MATERI Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat ditentukan oleh kualitas proses penyusunan perencanaan dan supervisi. Namun hingga saat ini kedua proses tersebut belum sepenuhnya dapat terlaksana sesuai harapan. Permasalahan yang sering dihadapi adalah : 1. Perencanaan yang tidak realistis sehingga kadang sulit untuk dilaksanakan.

99

2. Pengaruh politis dalam proses perencanaan terlalu besar sehingga pertimbanganpertimbangan teknis seringkali diabaikan. 3. Output kegiatan sering tidak tercapai karena penyusunan rencana masih belum sinergi dan tidak terfokus. 4. P r o s e s p e r e n c a n a a n a n t a r a p u s a t d a n d a e r a h b e l u m s i n k r o n . 5. Kapasitas tenaga perencana masih terbatas. 6. Kurang optimalnya supervise karena hanya dilakukan pada akhir kegiatan. Untuk menjamin proses perencanaan dan supervisi berjalan efektif, efisien dan tepat sasaran diperlukan integrasi berdasarkan pada pendekatan dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. A. PENENTUAN DAERAH MASALAH DBD 1. DASAR PENYUSUNAN RENCANA a. Prioritas Pembangunan Prioritas pembangunan kesehatan adalah peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan yang diimplementasikan oleh Kementerian Kesehatan menjadi 8 fokus prioritas pembangunan kesehatan yaitu : 1) Peningkatan kesehatan ibu, bayi, balita dan keluarga berencana 2) Perbaikan status gizi masyarakat 3) Pengendalian penyakit menular serta penyakit tidak menular diikuti penyehatan lingkungan 4) Pemenuhan, pengembangan dan pemberdayaan SDM Kesehatan 5) Peningkatan ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan, keamanan, mutu dan penggunaan obat serta pengawasan obat dan makanan 6) P e n g e m b a n g a n s i s t e m j a m i n a n k e s e h a t a n m a s y a r a k a t 7) Pemberdayaan masyarakat dan penanggulangan bencana dan krisis kesehatan 8) Peningkatan pelayanan kesehatan primer, sekunder, dan tersier. b. Pendekatan penyusunan rencana 1) Pendekatan politik Pendekatan ini memandang bahwa pemilihan Presiden/Kepala Daerah adalah proses penyusunan rencana karena rakyat pemilih menentukan berdasarkan program-program yang ditawarkan saat kampanye. Oleh karena itu rencana pembangunan merupakan penjabaran dari agendaagenda pembangunan Presiden/Kepala Daerah terpilih ke dalam rencana pembangunan jangka menengah. 2) Pendekatan teknokratik Pendekatan ini dilaksanakan dengan menggunakan metode dan kerangka berpikir ilmiah yang didukung dengan evidence based dan dilakukan oleh lembaga atau satuan kerja yang secara fungsional bertugas untuk itu. 3) Pendekatan partisipatif Pendekatan perencanaan dilaksanakan dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) terhadap pembangunan. Keterlibatan mereka adalah untuk mendapatkan aspirasi dalam menciptakan rasa memiliki. 4) Pendekatan Atas-Bawah

100

Pendekatan dilaksanakan menurut jenjang pemerintahan. Rencana hasil proses atas bawah diselaraskan melalui musyawarah yang dilaksanakan baik di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan desa. 5) Pendekatan Bawah-Atas Pendekatan dilaksanakan menurut jenjang pemerintahan. Rencana hasil proses bawah atas diselaraskan melalui musyawarah yang dilaksanakan baik di tingkat desa, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi dan nasional. 2. PENENTUAN DAERAH MASALAH DBD Untuk mengawali proses perencanaan pengendalian DBD, kita perlu mengetahui wilayah yang memiliki masalah DBD. Dalam menentukan daerah masalah DBD di suatu wilayah diperlukan adanya kajian epidemiologi. Unit terkecil dalam melakukan kajian adalah desa/kelurahan. Data-data yang diperlukan dalam melakukan kajian adalah sebagai berikut: a. Data kasus 1) Data kasus penderita/tersangka DBD per desa/kelurahan (wilayah kerja puskesmas) 2) Data kematian karena DBD 3) Data KLB jika pernah terjadi. 4) Data kasus DBD per golongan umur dan jenis kelamin 5) Data kasus kematian DBD pergolongan umur dan jenis kelamin 6) Data kasus penularan setempat berdasarkan hasil penyelidikan epidemiologi (PE) b. Data vektor 1) Jenis vektor 2) Tempat perindukan vektor 3) Angka bebas jentik (ABJ) per desa/kelurahan (data kegiatan Jumantik/kader) c. Keadaan geografis 1) Daerah kota 2) Daerah desa dengan transportasi cukup lancar 3) Daerah tidak tertata/kumuh Tabel 13. Kajian daerah masalah DBD Puskesmas : .................. Kabupaten/Kota : .................. Nama Desa Jumlah penduduk Jumlah Rumah IR Pernah KLB Ya/Tdk (5) (6) Vektor Ada/Tdk ABJ Stratifikasi Desa/ Kelurahan (9) ? ? ? Keterangan: (1) Di isi nama Desa/Kelurahan (2) Jumlah penduduk pada tahun terakhir (3) Jumlah rumah pada tahun terakhir (4) IR tertinggi pada 3 tahun terakhir (5) CFR tertinggi pada 3 tahun terakhir 101

(1)

(2)

(3)

(4)

(7)

(8)

(6) (7) (8) (9)

Pernah ada/ditemukan KLB pada 5 tahun terakhir Ada/tidaknya vektor penular Data ABJ terakhir Stratifikasi : Endemis, Sporadis, Potensial, Bebas (terdapat pada materi Surveilans) 3. PENENTUAN URUTAN BESARNYA MASALAH Selanjutnya menentukan urutan desa/kelurahan sesuai dengan besarnya masalah DBD. Besarnya masalah ditentukan oleh: a. Tingginya kasus DBD Tingginya kasus DBD diukur apabila setiap minggu di wilayah desa/kelurahan dilaporkan 5 kasus b. Endemisitas DBD Apabila dalam 3 tahun terakhir setiap tahun dilaporkan ada penderita DBD. c. Adanya kematian karena DBD Jika terdapat laporan kematian karena DBD berdasarkan diagnosis klinis rumah sakit /pelayanan kesehatan. d. Jenis dan banyaknya tempat perindukkan Terdapat tempat perindukan yang positif jentik Aedes aegypti/albopictus dan luasnya dapat diperkirakan. e. ABJ <95% Persentase rumah/bangunan yang tidak ditemukan jentik terhadap jumlah rumah/bangunan yang diperiksa f. Mobilitas penduduk Pergerakan penduduk dari satu daerah ke daerah lain atau sebaliknya. g. Keresahan masyarakat dan dukungan politik h. Adanya prioritas atau pernyataan politik bahwa wilayah tersebut merupakan wilayah yang perlu dilindungi, terdapat keresahan masyarakat akibat adanya penyakit DBD di wilayah tersebut. Besarnya masalah masing-masing desa/kelurahan diukur dengan membuat skoring dari masing-masing item dalam tabel 2 sebagaimana berikut : 1) Situasi kasus: (Bobot=3) a. Kasus tinggi dan atau ada peningkatan = 3 b. Kasus rendah tidak ada peningkatan = 1 2) Adanya kematian karena DBD: ( bobot =3) a. Ditemukan adanya kematian karena DBD 1-2 tahun terakhir = 3 b. Adanya kematian >2 tahun terakhir = 2 c. Tidak ada kematian = 1 3) Tempat perindukan(bobot =2) a. Bila ditemukan = 2 b. Tidak ditemukan = 1 4) ABJ: (bobot=2) a. <95% = 2 b. >95% = 1 5) Pernah KLB DBD:( bobot=1) a. Pernah terjadi KLB: 0-1 tahun yang lalu = 3 b. Pernah KLB 1-5 tahun yang lalu = 2 c. Tidak pernah ada KLB = 1 6) Mobilitas penduduk: (bobot =1) a. Daerah urban = 3 b. Daerah rural = 1 Cara penghitungan jumlah skor adalah :

102

Nilai kolom 2 x bobot + nilai kolom 3 x bobot + nilai kolom 4 x bobot + nilai kolom 5 x bobot + nilai kolom 6 x bobot Selanjutnya dari hasil skoring diatas, dicantumkan dalam tabel dibawah ini: Tabel 14. Contoh Penentuan besarnya masalah DBD per desa/kelurahan Puskesmas : ..................................... Kabupaten/Kota : ..................................... Pernah / Tidak pernah KLB (6) 1 2 3 1

Nama Desa/ Kel. (1) A B C D

Situasi Kasus (2) 3 6 9 3

Ada Tempat Kematian Perindukan Karena DBD (3) 3 9 6 3 (4) 2 4 4 4

ABJ

Mobilitas Jumlah Penduduk Skor

(5) 2 2 4 4

(7) 1 3 3 1

(8) 12 26 29 16

Besarnya masalah dari tabel 3 diatas sebagai berikut: Urutan 1: Kelurahan C Urutan 2: Kelurahan B Urutan 3: Kelurahan D Urutan 4: Kelurahan A Jika terdapat desa/kelurahan dengan skor yang sama, maka untuk menentukan desa/ kelurahan yang paling bermasalah ditentukan oleh tingginya skor variabel dibawah ini: (1) Situasi kasus (2) Kematian karena DBD (3) Tempat perindukan (4) ABJ (5) pernah KLB (6) Mobilitas penduduk Urutan besarnya masalah penyakit DBD ini digunakan untuk menentukan pemilihan prioritas wilayah dan alternatif intervensi kegiatan yang akan dilakukan. B. PENENTUAN KEGIATAN PENGENDALIAN DBD Setelah diketahui urutan besarnya masalah per wilayah, selanjutnya kita akan menentukan jenis kegiatan apa saja yang akan dilakukan masing-masing desa/kelurahan tersebut. Pemilihan kegiatan pengendalian harus didasarkan pada prinsip (REESA): Rasional, Efektif, Efisien, Sustainabel , Acceptable Kegiatan pokok dalam program pengendalian DBD adalah: 1. Penemuan penderita a. Penemuan penderita secara aktif dilakukan pada saat penyelidikan epidemiologi (PE) dengan mencari penderita DBD lainnya. 103

b. Penemuan penderita secara pasif dilakukan oleh puskesmas atau unit pelayanan kesehatan lainnya. 2. Pengendalian vektor Pengendalian vektor DBD dilaksanakan berdasarkan REESA, dengan pengertian: Rasional: wilayah kegiatan pengendalian vektor yang diusulkan memang terjadi penularan (ada vektor) dan tingkat penularannya memenuhi kriteria yang ditetapkan, yaitu wilayah endemis dengan IR sesuai target nasional dan CFR >1%. Efektif: dipilih salah satu metode/jenis kegiatan pengendalian vektor atau kombinasi dua metode yang saling menunjang, dan metode tersebut dianggap paling berhasil mencegah atau menurunkan penularan. Pemilihan metode yang efektif perlu didukung data epidemiologi, entomologi dan pengetahuan sikap perilaku (PSP) masyarakat. Efisien: diantara beberapa metode kegiatan pengendalian vektor yang efektif harus dipilih metode yang biayanya paling murah. Sustainable: kegiatan pengendalian vektor yang dipilih harus dilaksanakan secara berkesinambungan sampai mencapai tingkat yang diharapkan, dan hasil yang sudah dicapai harus dapat dipertahankan dengan kegiatan lain yang biayanya lebih murah. Acceptable: kegiatan yang dilaksanakan dapat diterima dan didukung oleh masyarakat setempat. Jenis kegiatan pengendalian vektor, antara lain: a. Terhadap nyamuk dewasa Dilakukan kegiatan Fogging Fokus, bertujuan mencegah terjadinya KLB dengan memutuskan rantai penularan di lokasi terjadinya kasus DBD. Yang perlu diperhatikan dalam kegiatan FF ini adalah : 1) Sasaran lokasi: - Di rumah penderita/tersangka DBD dan lokasi sekitarnya yang diperkirakan menjadi sumber penularan. - Fogging dilakukan dalam radius 200 meter dan dilakukan 2 siklus dengan interval 1 minggu. 2) Pembagian tugas Petugas provinsi - Melakukan evaluasi dan bimbingan kegiatan pengendalian vektor Petugas kabupaten/kota - Membuat perencanaan kegiatan - Melakukan pengawasan - Melakukan pelatihan Petugas puskesmas - Melakukan pengawasan selama pelaksanaan - Menyelenggarakan pelatihan - Melaksanakan kegiatan b. Terhadap larva (jentik) 1) Biological control Penebaran ikan pemakan jentik dilakukan di desa/kelurahan yang terdapat tempat perindukan Aedes, airnya permanen dan cocok untuk perkembangbiakan ikan pemakan jentik. a) Sasaran

104

Tempat penampungan air (seperti kolam, bak mandi, drum, dll) dengan luas tempat perindukan jentik yang ada. b) Pembagian tugas Petugas provinsi - Evaluasi kegiatan Petugas kabupaten/kota dan puskesmas - Pengusulan kegiatan - Penentuan jumlah lokasi - Pelaksanaan kegiatan - Pengawasan pelaksanaan 2) Larvasidasi. Penaburan bubuk larvasida atau pembunuh jentik guna memberantas jentik di tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari, sehingga populasi nyamuk Aedes aegypti dapat ditekan serendahrendahnya. a) Sasaran lokasi: - Rumah/bangunan, sekolah dan fasilitas kesehatan di desa/kelurahan endemis dan sporadis - Dilaksanakan 4 siklus (3 bulan sekali) dengan menaburkan larvasida pada TPA yang ditemukan jentik. b) Pembagian tugas Petugas provinsi - Evaluasi kegiatan Petugas kabupaten/kota dan puskesmas - Pengusulan kegiatan - Pelaksanaan kegiatan - Pengawasan pelaksanaan 3) Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) Kegiatan PJB dilaksanakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) melalui 3M baik di pemukiman maupun di tempat-tempat umum/industri (TTU/I). a) Sasaran lokasi: - Rumah/bangunan, sekolah dan fasilitas kesehatan di desa/kelurahan endemis dan sporadis pada tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti di 100 sampel yang dipilih secara acak - Dilaksanakan 4 siklus (3 bulan sekali) b) Pembagian tugas : Petugas provinsi - Evaluasi kegiatan Petugas kabupaten/kota dan puskesmas - Pengusulan kegiatan - Pelaksanaan kegiatan - Pengawasan pelaksanaan 4) Pemberantasan sarang nyamuk (PSN) atau Bulan Bakti Gerakan 3M Pembagian tugas : Petugas provinsi - Penentuan kegiatan - Evaluasi kegiatan Petugas kabupaten/kota dan puskesmas - Pengusulan kegiatan - Pelaksanaan kegiatan - Pengawasan pelaksanaan c. Evaluasi PSN 105

Evaluasi PSN dilakukan dengan Survai yang bertujuan untuk mengetahui pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat dalam kaitannya dengan efektifitas pengendalian vektor (fogging, larvasidasi, dan PSN) yang akan dilakukan di wilayah tersebut atau melalui kegiatan PJB. Petugas provinsi : - Penentuan kegiatan Evaluasi kegiatan Petugas kabupaten/kota dan puskesmas : - Pengusulan kegiatan - Pelaksanaan kegiatan - Pengawasan pelaksanaan d. Optimalisasi LS/LP untuk mendukung pengendalian DBD 1) Supervisi Terpadu Pokjanal Tujuan: memantau dan membina Pokjanal dalam pelaksanaan penggerakan PSN-DBD yang dilaksanakan oleh masyarakat. Pelaksana: Tim Pokjanal masing-masing tingkatan 2) Pertemuan/koordinasi lintas sektor (PWS PSN-DBD) Tujuan: memantau hasil kegiatan PSN-DBD (ABJ) dari tiap-tiap wilayah untuk ditindaklanjuti dengan upaya peningkatan penggerakan PSN-DBD oleh Kepala Wilayah setempat. Pelaksanaan: dilaksanakan secara berjenjang mulai dari tingkat desa/kelurahan, kecamatan dan kab/kota dengan menyajikan ABJ dari masing-masing wilayah. 3) Pemantapan dan peningkatan penggerakan PSN-DBD. Pertemuan evaluasi tahunan Pokjanal DBD secara berjenjang di berbagai tingkatan: a) Evaluasi di tingkat provinsi, dihadiri oleh peserta Pokjanal tingkat kabupaten/ kota, dan dilaksanakan di provinsi b) Evaluasi di tingkat kab/kota, dihadiri oleh Pokjanal tingkat kecamatan, dan dilaksanakan di kabupaten/kota c) Evaluasi di tingkat kecamatan, dihadiri oleh Pokja desa/kelurahan, dilaksanakan di kecamatan. e. Peningkatan kemampuan petugas (pelatihan) dan Orientasi Tujuan: menyiapkan petugas di masing-masing tingkatan dalam manajemen pengendalian DBD, penatalaksanaan kasus dan penggerakan PSN-DBD. 1) Pelatihan petugas/pengelola program - Pelatihan petugas kabupaten/kota tentang komunikasi perubahan perilaku dalam pencegahan DBD - Pelatihan manajemen program P2DBD bagi petugas teknis kabupaten/kota - Dilaksanakan oleh: provinsi - Pelatihan Kader/Jumantik dalam pencegahan dan pengendalian DBD - Dilaksanakan oleh kabupaten/kota atau puskesmas 2) Pelatihan dokter anak/dokter penyakit dalam dan paramedis Rumah Sakit kabupaten/kota dalam penatalaksanaan kasus DBD Pelaksana: dinas kesehatan provinsi 3) Pelatihan dokter dan paramedis puskesmas dalam tatalaksana kasus DBD Dilaksanakan oleh kabupaten/kota

106

4) Ceramah klinik bagi dokter dan paramedis Rumah Sakit dan Puskesmas Pelaksana: kabupaten/kota 5) Orientasi/pengembangan sistem survailans DBD bagi petugas kabupaten/kota Tujuan: Membangun jaringan surveilens DBD yang cepat dan tepat dalam rangka sistem kewaspadaan dini dan estimasi kejadian luar biasa (KLB). Pelaksana: Provinsi C. PENYUSUNAN RENCANA OPERASIONAL Penyusunan rencana operasional dengan menggunakan Bagan Gantt (Gantt Chart). Kegiatan pada kolom bagan Gantt biasanya disusun ke bawah secara berurutan. Bagan Gantt terdiri dari 2 komponen, yaitu : 1. Komponen kegiatan Komponen kegiatan diisi dan disusun kebawah dimana semua kegiatan ini merupakan penjabaran aktifitas yang harus dilaksanakan demi pencapaian tujuan program. 2. Komponen waktu Komponen waktu diisi ke arah absis merupakan penjabaran dari waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan tersebut yang dapat dinyatakan dalam hari, minggu, bulan maupun tahun. Contoh membuat bagan Gantt Dari bagan Gantt dibawah, dapat diperoleh beberapa keterangan sebagai berikut: a. Bahwa program P2DBD di Kota Y pada kurun waktu Pebruari 2005 melaksanakan 4 kegiatan, yaitu; pelatihan Kader/Jumantik, Surveilans kasus/PE terhadap penderita/tersangka DBD, supervisi di 5 puskesmas, dan penyuluhan di 2 puskesmas. b. Bahwa kegiatan pelatihan Jumantik dilakukan di 5 puskesmas dilaksanakan selama 3 bulan, yaitu dari bulan Mei sampai dengan Juli. c. Bahwa kegiatan surveilans kasus/penyelidikan epidemiologi dilaksanakan sepanjang tahun di seluruh puskesmas di Kota Y. d. Bahwa dari kota Y dilakukan supervisi di 5 puskesmas, kegiatan ini diadakan setiap 3 bulan sekali. e. Kegiatan penyuluhan kepada masyarakat di 2 puskesmas dilakukan pada bulan Maret dan April selama 2 bulan berturut-turut. Tabel 15. contoh penggunaan bagan Gantt pada program Kegiatan
1. Pelatihan Jumantik di 5 puskesmas Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des

2. Surveilans kasus/ PE terhadap Penderita/ tersangka DBD

107

3. Supervisi ke 5 Puskesmas

Jan

Peb

Mar

Apr

Mei

Jun

Jul

Agt

Sep

Okt

Nop

Des

4. Penyuluhan pencegahan DBD di 2 Puskesmas

D. SUPERVISI DAN BIMBINGAN TEKNIS 1. Konsep supervisi dan Bimbingan Teknis a. Definisi operasional 1) Supervisi DBD merupakan suatu upaya pengawasan, pemantauan atau penilaian dalam rangka pembinaan dalam pelaksanaan program pengendalian demam berdarah dengue (DBD) yang dilakukan secara berjenjang di berbagai tingkatan baik Provinsi, kabupatan Puskesmas maupun lapangan. 2) Bimbingan teknis DBD adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pengelola program terhadap pelaksana yang terdiri dari pengumpulan data kinerja program dan penilaian kinerja di lapangan, penyampaian kebijakan program, bantuan untuk menemukan permasalahan dan penyebabnya serta bimbingan dan meningkatkan kemampuan pelaksana untuk mengatasi masalah dan membuat rencana tindak lanjut untuk perbaikannya. 3) Biasanya kegiatan ini dilakukan dengan istilah supervisi atau monitoring, tetapi supervisi dalam istilah sebenarnya lebih bersifat pengawasan disertai upaya-upaya pembinaan. Sedangkan monitoring lebih berarti pemantauan atau pengumpulan data tanpa membantu atau membimbing pelaksana meningkatkan kemampuan. b. Tujuan 1) Bimbingan teknis bertujuan untuk mengarahkan, membimbing serta memecahkan masalah yang dihadapi pelaksana agar dapat menghasilkan kinerja sesuai yang direncanakan 2) Menilai pelaksanaan Program Pengendalian DBD c. Ruang Lingkup 1) Seluruh kegiatan meliputi perencanaan, pengorganisasian, penggerakan pelaksanaan dan evaluasi mulai dari tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota sampai Puskesmas. 2) Kegiatan pengendalian DBD meliputi: surveillans kasus, penanggulangan kasus, penatalaksanaan penderita, surveillans vektor, penanggulangan dan penyelidikan KLB, pemberdayaan masyarakat, promosi kesehatan, peningkatan profesionalisme sumber daya. 3) Kerjasama lintas program dan lintas sektor yang dilakukan meliputi: a) Kewaspadaan dini DBD b) Penanggulangan Kasus c) Pengendalian Vektor d) Penanggulangan dan Penyelidikan KLB e) Peningkatan Profesionalsme SDM f) Pemberdayaan masyarakat dan kemitraan

108

2. Pelaksanaan Supervisi dan Bimbingan Teknis a. Persiapan 1) Penyiapan alat bantu supervisi dan bimbingan teknis berupa format atau cheklist untuk mengukur kinerja pelaksana sesuai kebutuhan 2) Pengumpulan informasi kinerja pelaksana (dalam harian, mingguan, bulanan, triwulan atau tahunan) berdasarkan arsip data informasi yang ada sesuai format atau cheklist 3) Melakukan analisis awal (membandingkan kinerja sesuai arsip data dengan standar kinerja sesuai pedoman) dan kesimpulan awal 4) Pemberitahuan rencana supervisi dan bimbingan teknis serta informasi yang akan dikumpulkan 5) Penyiapan surat tugas b. Pelaksanaan 1) Perkenalan diri dan penyampaian informasi tujuan supervisi dan bimbingan teknis 2) Pengumpulan data dan informasi tentang kinerja pelaksana dengan menggunakan format atau cheklist 3) Pencocokan data dan informasi pada sarana pelayanan (dengan mengunjungi sampel sarana di lapangan) 4) Diskusi bersama pelaksana melakukan analisis (membandingkan kinerja sesuai arsip data dengan standar kinerja sesuai program) dan membuat kesimpulan sementara 5) Diskusi bersama pelaksana mencari pemecahan masalah dan menjadwalkan kegiatannya 6) Diskusi bersama pimpinan pelaksana menyepakati Rencana Tindak Lanjut untuk pemecahan masalah 7) Memberi motivasi dan ketrampilan tertentu secara lisan dan tertulis kepada pelaksana sesuai kebutuhan untuk meningkatkan Kinerja Program c. Alat Alat utama adalah format atau cheklist berisi tentang: 1) Daftar indikator penilaian kinerja program yang terdiri dari: indikator input, indikator proses dan indikator output 2) Kesimpulan Kinerja: penilaian kualitatif (memuaskan, baik, sedang, kurang) dan Permasalahan 3) Rencana Tindak Lanjut: Daftar kegiatan perbaikan kinerja dan peran berbagai pihak dan penjadualan serta pembiayaan dalam rencana tindak lanjut 3. Penilaian Supervisi dan Bimbingan Teknis a. Membuat Kesimpulan akhir kinerja pelaksana dan saran pemecahan b. Membuat laporan Supervisi dan Bimbingan Teknis, yang meliputi: 1) Latar belakang 2) Tujuan dan sasaran 3) Waktu dan Tempat 4) Cara Pembinaan 5) Hasil yang dicapai 6) Masalah yang ditemui 7) Rencana Tindak Lanjut Pemecahan 8) Kesimpulan 109

c. Memberi umpan balik hasil supervisi dan bimbingan teknis kepada pelaksana dan pihak terkait d. Membandingkan hasil tindak lanjut dengan rencana yang dibuat e. Bentuk tindak lanjut dalam bimbingan teknis dapat berupa: 1) Pemberitahuan tambahan informasi atau ketrampilan tentang kebijakan, peraturan, standar dan prosedur yang dibutuhkan pelaksana 2) Perubahan alokasi sarana atau sumber daya pendukung program (penambahan atau pengurangan) 3) Merujuk pemecahan masalah tertentu kepada pembuat keputusan yang lebih berwenang. VIII. KEPUSTAKAAN 1. UU No. 25 Tahun 2004. tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. 2. UU No. 17 Tahun 2003 (Pasal 14) tentang Sistem Penganggaran Yang Baru Bagi Kementerian Negara/Lembaga. 3. Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPKMN) Tahun 2004-2009. 4. Peraturan Presiden No. 19 Tahun 2006 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2007. 5. Rencana Strategis Departemen Kesehatan Tahun 2005-2009, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 331/Menkes/SK/V/2006, Departemen Kesehatan RI, Mei 2006. 6. Rencana Strategi/Master Plan PP-PL Tahun 2007-2009. 7. Indikator Program PP-PL Bersumber RPJMN, Rentra Depkes (IS-2010), KWSPM dan MGDS-2015. 8. Rencana Strategis 2005-2009 Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue, Ditjen PP-PL, Depkes 2005. 9. Petunjuk Perencanaan Program P2DBD 1989, Subdit Arbovorosis, Ditjen PPMPLP, Depkes 1989. 10. Petunjuk Pelaksanaan Program P2DBD 1989, Subdit Arbovorosis, Ditjen PPMPLP, Depkes 1989. 11. Modul Pemberantasan Demam Berdarah Dengue Bagi Koordinator (Paramedis) Di Puskesmas, Ditjen PP-PL, Depkes, 1997. 12. Modul Manajemen Pemberantasan Penyakit Malaria (Modul 6), Ditjen PPM & PL, Depkes, 1999. 13. Aplikasi Penyusunan Rencana dan Anggaran Terpadu Program PP-PL, Departemen Kesehatan, Modul 08, 2006. 14. Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan RKA-KL 2007, Direktorat Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan, Departemen Keuangan, 2006 15. Pedoman Penyusunan Rencana dan Anggaran Kementerian Kesehatan, Keputusan menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1454/MENKES/SK/X/2010. Kemenkes RI 16. Buku Pedoman Pembinaan Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 17. Standar Pengawasan Program Bidang Kesehatan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue, tahun 2003 18. Pedoman Supervisi Pelaksanaan Program Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue menggunakan cheklist, 1992

110

MATERI INTI 8 PROMOSI KESEHATAN DALAM PROGRAM PENGENDALIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (Waktu : T 2 JPL, P 2 JPL)

I.

DESKRIPSI SINGKAT Promosi kesehatan merupakan proses penyampaian informasi agar masyarakat tahu, mau dan mampu merubah perilaku untuk mencapai derajat kesehatan yang tinggi, dengan cara advokasi, bina suasana, gerakan masyarakat dan Kemitraan. Untuk mendukung dan menanggulangi masalah kesehatan diperlukan kemitraan dengan melibatkan berbagai sektor yaitu lembaga pemerintah, dunia usaha, media massa dan organisasi masyarakat lainnya dalam upaya menanggulangi masalah kesehatan khususnya Demam Berdarah Dengue ( DBD ). Seluruh wilayah Indonesia mempunyai risiko untuk terjangkit penyakit DBD, karena virus penyebab dan nyamuk penularnya tersebar luas diseluruh propinsi dan kabupaten/ kota. Oleh karena itu untuk mengendalikan penyakit ini diperlukan gerakan untuk memberdayakan masyarakat dengan gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk ( PSN ) DBD. Guna membina Gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk ( PSN) DBD agar lebih efektif maka kegiatannya perlu dikoordinasikan dalam Kelompok Kerja Operasional (POKJANAL). Pengendalian penyakit DBD ini merupakan forum kerjasama lintas sektor di tiap jenjang administrasi pemerintahan. Salah satu upaya yang dilakukan untuk menanggulangi penyakit DBD adalah dengan pendekatan metode Communication for behavioral impact (COMBI), yang merupakan suatu proses intervensi perubahan perilaku untuk mencapai tujuan dengan memperhatikan aspek sosial budaya setempat yang spesifik, untuk merubah masyarakat dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari tahu menjadi mau dan dari mau menjadi mampu untuk menanggulangi penyakit DBD.

II.

TUJUAN PEMBELAJARAN A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) Setelah mengikuti sesi ini peserta latih mampu melaksanakan promosi kesehatan dalam program pengendalian DBD. B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) Setelah mengikuti sesi ini peserta latih mampu : 1. Menjelaskan tentang Promosi Kesehatan 2. Menjelaskan tentang Kemitraan melalui POKJANAL DBD 3. Melakukan Penyuluhan Kesehatan

III.

POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN A. Pokok Bahasan 1: Strategi dasar promosi kesehatan Sub Pokok Bahasan: 111

1. Strategi advokasi 2. Strategi bina suasana 3. Strategi gerakan pemberdayaan B. Pokok Bahasan 2 : Kemitraan melalui POKJANAL DBD Sub Pokok Bahasan : 1. Konsep kemitraan 2. POKJANAL DBD C. Pokok Bahasan 3 : Penyuluhan Kesehatan IV. METODE V. Ceramah Tanya jawab Bermain peran

BAHAN BELAJAR Modul Buku Panduan handout (copy materi) Skenario

VI.

ALAT BANTU BELAJAR LCD, Laptop atau desktop Flipchart Whiteboard Spidol

VII.

LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN A. Langkah 1 1. Penciptaan suasana kesiapan belajar 2. Pekenalan diri 3. Mengajukan pertanyaan yang mengarah pada pengenalan topik materi B. Langkah 2 1. Pelatih menjelaskan tujuan umum dan khusus pembelajaran. 2. Diberikan kesempatan kepada peserta untuk mengajukan pertanyaan atau mengklarifikasikan tujuan tersebut. C. Langkah 3 1. Fasilitator memberikan paparan tentang materi 2. Fasilitator membagi peserta sesuai dengan skenario

112

VIII. URAIAN MATERI A. STRATEGI DASAR PROMOSI KESEHATAN Promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan individu, keluarga, kelompok dan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat mendorong dirinya sendiri,serta mengembangkan kegiatan yang bersumberdaya masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan. Promosi kesehatan diharapkan dapat melaksanakan strategi yang bersifat paripurna (komprehensif), khususnya dalam menciptakan perilaku baru. Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan telah menetapkan tiga strategi dasar promosi kesehatan, yaitu: Advokasi, Bina suasana, dan Gerakan pemberdayaan yang diperkuat oleh kemitraan serta metode dan sarana komunikasi yang tepat. Ketiga strategi ini harus dilaksanakan secara lengkap dan berkesinambungan dalam setiap perilaku baru masyarakat yang diperlukan oleh program kesehatan. Dalam program pengendalian DBD strategi promosi kesehatan yang harus dilakukan adalah (1) pemberdayaan masyarakat, (2) pembinaan susana lingkungan sosialnya, dan (3) advokasi kepada pihak-pihak yang dapat mendukung terlaksananya program pengendalian DBD. Melalui penerapan ketiga strategi tersebut diharapkan dapat: (1) Memberdayakan individu, keluarga, kelompok-kelompok dalam masyarakat, baik melalui pendekatan individu dan keluarga dalam pengerakan masyarakat untuk dapat melakukan kegiatan-kegiatan pengendalian DBD. (2) Membangun suasana/lingkungan yang kondusif bagi terciptanya budaya perilaku hidup bersih dan sehat di masyarakat dalam pengendalian DBD. (3) Mendapat dukungan dari para pengambil keputusan, penentu kebijakan dan stakeholders lain, dalam bentuk kebijakan Pengendalian DBD, sumberdaya integrasi promkes, terjalinnya kemitraan sinergis pusat daerah swasta LSM, serta berbagai investasi dalam program pengendalian DBD 1. Strategi Advokasi Advokasi kesehatan adalah upaya secara sistimatis untuk mempengaruhi pimpinan, pembuat/penentu kebijakan, keputusan dan penyandang dana dan pimpinan media massa agar proaktif dan mendukung berbagai kegiatan promosi penanggulangan Penanggulangan DBD sesuai dengan bidang dan keahlian masingmasing. Sementara itu ada pendapat populer bahwa advokasi adalah melakukan kampanye pada media massa atau melakukan upaya komunikasi, informasi dan edukasi. Tujuan advokasi untuk mempengaruhi pimpinan/pengambil keputusan dan penyandang dana dalam penyelengaraan program Pengendalian DBD, sedangkan sasaran advokasi adalah: - Pimpinan legislative (Komisi DPRD) - Pimpinan eksekutif (Gubernur, Bupati, Bappeda) - Penyandang dana - Pimpinan media massa - Pimpinan institusi lintas sektoral - Tokoh Agama/Masyarakat/PKK, organisasi profesi 113

a. Metode Advokasi: Lobby Pendekatan Informal Penggunaan media massa

b. Materi Pesan - Harus diketahui jumlah kasus DBD di wilayahnya - Program cara pencegahan dan pengendalian DBD - Kebijakan dalam pengendalian DBD (menyiapkan tenaga kesehatan, dan lintas sektor lain untuk melaksanakan program bebas DBD. c. Hasil yang diharapkan - Adanya dukungan politis, kebijakan/keputusan dan sumber daya (SDM, dana dan sumber daya lainnya) dalam penanggulangan DBD. - Terbentuknya forum komunikasi/komite/pokjanal yang beranggotakan lembaga pemerintah, swasta, LSM, Dunia Usaha, untuk membahas dan memberi masukan dalam penanggulangan BDB 2. Strategi Bina Suasana Bina Suasana adalah upaya menciptakan opini atau lingkungan sosial yang mendorong individu anggota masyarakat untuk mau melakukan penanggulangan DBD. Seseorang akan terdorong untuk mau melakukan sesuatu apabila lingkungan sosial di mana pun ia berada (keluarga di rumah, orang-orang yang menjadi panutan/ idolanya, kelompok arisan, majelis agama, dan lain-lain, dan bahkan masyarakat umum) memiliki opini yang positif terhadap perilaku tersebut. Oleh karena itu, untuk mendukung proses Pemberdayaan Masyarakat, khususnya dalam upaya mengajak para individu meningkat dari fase tahu ke fase mau dalam Penanggulangan DBD, perlu dilakukan Bina Suasana Tujuan dilakukan bina suasana adalah terciptanya suasana yang mendukung terselenggaranya program pengendalian DBD, adapun sasaran dari kegiatan ini adalah sebagai berikut: - Kader dan Tokoh masyarakat - Lintas program (Intern Dep. Kesehatan) - Lintas sektor (Sektor terkait) - Organisasi pemuda (Karang Taruna, Saka Bakti Husada, dll) - Organisasi Profesi (misalnya IBI, IDI, dll) - Organisasi Wanita (Dharma Wanita, IWAPI, KOWANI, dll) - Organisasi keagamaan (Pengajian, Majelis Taklim, Ibadah Rumah Tangga) - Organisasi Kesenian - Lembaga Swadaya Masyarakat. a. Metode Bina Suasana - Orientasi - Pelatihan - Kunjungan lapangan - Jumpa pers - Dialog terbuka/interaktif diberbagai media - Lokakarya/seminar - Penulisan artikel di media massa - Khotbah di tempat peribadatan 114

b. Materi pesan - Waspada Nyamuk Demam Berdarah - Gejala demam berdarah - Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan bebas jentik nyamuk di rumah - 3 M Plus Dengan menggunakan media antara lain: - Media massa cetak & elektronik (radio, televisi, koran, majalah, situs internet, dan lain-lain) - Media tradisional c. Hasil yang ingin dicapai - Adanya opini positif berkembang di masyarakat tentang pentingnya pengendalian DBD - Semua kelompok potensial di masyarakat ikut menyuarakan dan mendukung pengendalian DBD - Adanya dukungan sumber daya (SDM, Dana, Sumber daya lain) dari kelompok potensial di masyarakat 3. Strategi Gerakan Pemberdayaan Gerakan pemberdayaan (empowerment) adalah proses pemberian informasi secara terus-menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran, serta proses membantu sasaran, agar sasaran tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude), dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek practice). Gerakan pemberdayaan masyarakat juga merupakan cara untuk menumbuhkan dan mengembangkan norma yang membuat masyarakat mampu untuk pengendalian DBD secara mandiri. Strategi ini tepatnya ditujukan pada sasaran primer agar berperan serta secara aktif dalam pengendalian DBD Gerakan pemberdayaan masyarakat merupakan suatu upaya dalam peningkatan kemampuan masyarakat guna mengangkat harkat hidup, martabat dan derajat kesehatannya. Peningkatan keberdayaan berarti peningkatan kemampuan dan kemandirian masyarakat agar dapat mengembangkan diri dan memperkuat sumber daya yang dimiliki untuk mencapai kemajuan. Tujuan dari strategi pemberdayaan adalah meningkatkan peran serta Individu, keluarga dan masyarakat agar tahu, mampu dan mau, berperan serta dalam pengendalian DBD. Sasaran dari kegiatan ini adalah masyarakat umum. a. Metode - Promosi Individu - Promosi Kelompok - Promosi Massa b. Materi Pesan - Tanda dan gejala DBD - Cara pencegahan dan pengendalian DBD - 3 M Plus 115

c. Hasil yang diharapkan - Tumbuhnya kepedulian masyarakat dalam pengendalian DBD - Meningkatnya peran aktif masyarakat dalam pengendalian DBD Pemberdayaan akan lebih berhasil jika dilaksanakan melalui kemitraan serta menggunakan metode dan teknik yang tepat. Pada saat ini banyak dijumpai Lembaga-lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang kesehatan atau peduli terhadap kesehatan. LSM ini harus digalang kerjasamanya, baik di antara mereka maupun antara mereka dengan pemerintah, agar upaya pemberdayaan masyarakat dapat berdayaguna dan berhasil guna. Setelah itu, sesuai dengan ciri-ciri sasaran serta situasi dan kondisi, lalu ditetapkan, diadakan dan digunakanlah metode dan sarana komunikasi yang tepat. Kunci keberhasilan gerakan pemberdayaan adalah membuat orang tersebut memahami bahwa penyakit DBD adalah masalah baginya dan bagi masyarakatnya. Sepanjang orang yang bersangkutan belum mengetahui dan menyadari bahwa sesuatu itu merupakan masalah, maka orang tersebut tidak akan bersedia menerima informasi apa pun lebih lanjut. Manakala ia telah menyadari masalah yang dihadapinya, maka kepadanya harus diberikan informasi umum lebih lanjut tentang masalah yang bersangkutan. Perubahan dari tahu ke mau pada umumnya dicapai dengan menyajikan fakta-fakta dan mendramatisasi masalah. Tetapi selain itu juga dengan mengajukan harapan bahwa masalah tersebut bisa dicegah dan atau diatasi. Di sini dapat dikemukakan fakta yang berkaitan dengan para tokoh masyarakat sebagai panutan Bilamana sasaran sudah akan berpindah dari mau ke mampu melaksanakan, boleh jadi akan terkendala oleh dimensi ekonomi. Dalam hal ini kepada yang bersangkutan dapat diberikan bantuan langsung, tetapi yang seringkali dipraktikkan adalah dengan mengajaknya ke dalam proses pengorganisasian masyarakat (community organization) atau pembangunan masyarakat (community development). Untuk itu, sejumlah individu yang telah mau, dihimpun dalam suatu kelompok untuk bekerjasama memecahkan kesulitan yang dihadapi. Tidak jarang kelompok ini pun masih juga memerlukan bantuan dari luar (misalnya dari pemerintah atau dari dermawan). Hal-hal yang akan diberikan kepada masyarakat oleh program kesehatan sebagai bantuan, hendaknya disampaikan pada fase ini, bukan sebelumnya. Bantuan itu hendaknya juga sesuai dengan apa yang dibutuhkan masyarakat. B. KEMITRAAN MELALUI POKJANAL DBD 1. Konsep Kemitraan Kemitraan adalah hubungan (kerjasama) antara dua pihak atau lebih, berdasarkan kesetaraan, keterbukaan dan saling menguntungkan (memberikan manfaat). Unsur kemitraan adalah : (a) adanya hubungan (kerjasama) antara dua pihak atau lebih (b) adanya kesetaraan antara pihak-pihak tersebut (c) adanya keterbukaan atau kepercayaan (trust relationship) antara pihak-pihak tersebut (d) adanya hubungan timbal balik yang saling menguntungkan atau memberi manfaat.

116

Kemitraan di bidang kesehatan adalah kemitraan yang dikembangkan dalam rangka pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. a. Tujuan Kemitraan dan Hasil yang Diharapkan

Tujuan Khusus :
Adalah Peningkatan 7 Saling : 1. Saling Pengertian 2. Saling Percaya 3. Saling Memerlukan 4. Saling Kedekatan 5. Saling Bantu 6. Saling Mengharagai 7. Saling Dorong Kemampuan

Hasil yang Diharapkan :


Percepatan, Efektivitas dan Efisiensi Berbagai Upaya Termasuk Kesehatan

1). Tujuan umum : Meningkatkan percepatan, efektivitas dan efisiensi upaya kesehatan dan upaya pembangunan pada umumnya. 2). Tujuan khusus : a) Meningkatkan saling pengertian; b) Meningkatkan saling percaya; c) Meningkatkan saling memerlukan; d) Meningkatkan rasa kedekatan; e) Membuka peluang untuk saling membantu; f) Meningkatkan daya, kemampuan, dan kekuatan; g) Meningkatkan rasa saling menghargai; 3). Hasil yang diharapkan : Adanya percepatan, efektivitas dan efisiensi berbagai upaya termasuk kesehatan. b. Pelaku Kemitraan :

117

Sektor Swasta Lembaga Swadaya Masyarakat

Unit/Program Sektor-sektor Internal Pemerintah Kesehatan Organisasi Berbasis Masyarakat


Lembaga Perwakilan Rakyat

Organisasi Berbasis Agama

Organisasi Wanita Lembaga Adat Tradisional

Perguruan Tinggi Media Massa

Organisasi Profesi

Organisasi Pemuda

Komponen Penyandang Masyarakat Dana Lainnya

Adalah semua pihak, semua komponen masyarakat dan unsur pemerintah, Lembaga Perwakilan Rakyat, perguruan tinggi, media massa, penyandang dana, dan lain-lain, khususnya swasta. Contoh pelaku kemitraan : 1) Pokjanal : Merupakan wadah koordinasi pengelolaan suatu program yang memerlukan pembinaan dari unsur pemerintah dan peran serta masyarakat terkait DBD. POKJANAL saat ini adalah suatu kelompok kerja Operasional yang keanggotaannya terdiri dari berbagai unsur dinas/instansi pemerintah, LSM, swasta atau dunia usaha yang secara fungsional mempunyai tugas meningkatkan peran serta masyarakat dalam PSN-DBD. 2) Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) tingkat SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA : Telah melaksanakan program bebas jentik disekolah Oleh dokter Kecil/jumantik dan telah masuk dalam salah satu indikator promosi kesehatan disekolah dan telah dimasukkan dalam instrumen lomba sekolah sehat tingkat nasional yang diadakan setiap tahun. 3) Penggerakan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dengan dasawisma membantu penanggulangan DBD menjadi jumantik sukarela ini sudah masuk dalam indikator rumah tangga sehat 4) Organisasi Profesi Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia ( IAKMI), PPPKMI (Perkumpulan Promosi dan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Indonesia), PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia) 5) Dunia usaha - Perusahaan Obat anti nyamuk,(PT. Unilever brand Domestos Nomos) Produsen Insektisida, Produsen Larvasida, - Perusahaan Obat (PT. Kalbe Farma Brand Minuman Fatigon dan Proris) - Perusahaan Perminyakan 2. POKJANAL DBD Gerakan PSN DBD adalah keseluruhan kegiatan masyarakat dan pemerintah untuk mencegah penyakit DBD, yang disertai pemantauan secara terus menerus. Gerakan PSN DBD merupakan bagian terpenting dari keseluruhan upaya pemberantasan penyakit DBD. 118

Pendekatan penggerakan Peran Serta Masyarakat pada dasarnya tidak dapat dilakukan secara parsial agar lebih optimal, peran serta masyarakat harus dibina dan di organisasikan karena peran serta masyrakat itu melibatkan banyak pihak namun perlu satu sistem melalui POKJANAL.
Konsepsi Dasar POKJANAL : Merupakan wadah koordinasi pengelolaan suatu program yang memerlukan pembinaan dari unsur pemerintah dan peran serta masyarakat.

Hakekat POKJANAL saat ini adalah suatu kelompok kerja Operasional yang keanggotaannya terdiri dari berbagai unsur dinas/instansi pemerintah, LSM, swasta atau dunia usaha yang secara fungsional mempunyai tugas meningkatkan peran serta masyarakat dalam PSN-DBD. a. Dasar Pembentukan: 1) Acuan Dasar pembentukan POKJANAL Demam Berdarah Dengue : KEPMENKES 581/VII/1992 : Tentang Pemberantasan Penyakit DBD 2) Disain Pengorganisasiannya : Dibawah dan bertanggung jawab kepada Tim Pembina LKMD di setiap tingkatan. 3) Saat masih ada TP. LKMD ketua TP.LKMD Tingkat Pusat adalah Mendagri, demikian seterusnya di daerah, sehingga ada rentang kendali Pusat - Daerah yang jelas. 4) Disain pengorganisasian berdasarkan UU Nomor : 32 tahun 2004 dibawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur, Bupati/Walikota, Camat dan POKJA DBD Desa/Kel Kepada kepala Desa/Lurah. 5) Peran DEPDAGRI dan Pemda: a) Pasal 217 UU 32/2004 : PEMBINAAN (1) Koordinasi pemerintahan antar susunan (2) Pemberian pedoman dan standar (3) Pemberian bimbingan dan supervisi (4) Diklat (5) Manajemen pemerintahan b) Pasal 218 UU 32/2004 : PENGAWASAN Atas penyelenggaraan Pemerintah daerah. c) Pasal 222 UU 32/2004 : (1) Pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah nasional di koordinasikan Mendagri (2) Pembinaan & Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintah Kab/Kota oleh Gubernur d) PERPRES No.7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004-2009. e) Bab 28 Program Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat. b. Organisasi POKJANAL DBD . 1). Pengorganisasian a) Penggerakan PSN DBD di desa/kelurahan di koordinasikan oleh POKJA DBD, yaitu forum koordinasi kegiatan pemberantasan penyakit DBD di Desa/kelurahan dalam wadah lembaga ketahanan Masyarakat b) Pembinaan Pokja DBD desa/kelurahan dilaksanakan oleh POKJANAL DBD Tingkat kecamatan, Kabupaten/Kodya, provinsi dan tingkat Pusat, secara berjenjang. POKJANAL DBD merupakan forum koordinasi lintas program/sektoral dalam pembinaan upaya 119

pengendalian penyakit DBD, dan berada di bawah serta bertanggung jawab kepada Ketua harian Tim Pembina LKMD. 2). Tugas pokok dan Fungsi POKJANAL a) Menggerakkan peran serta masyarakat dalam PSN-DBD. b) Menyiapkan data dan informasi c) Menganalisa masalah & membuat (MUSRENBANG desa - Pusat) d) Melakukan bimbingan, pembinaan, fasilitasi, advokasi, pemantauan dan evaluasi rutin. e) Menyampaikan berbagai data, informasi dan masalah kepada instansi/lembaga terkait f) Melaporkan hasil pelaksanaan kegiatan program kepada Menteri atau Ketua badan/Lembaga di Pusat dan kepada Gubernur dan Bupati/ Walikota di daerah.
Tabel 16. IKHTISAR KEGIATAN PSN ORGANISASI KEGIATAN PELAKSANA POKJANAL DBD Pusat 1. Menganalisa laporan 2. Pertemuan berkala membahas kemajuan pelaksanaan PSN di setiap Provinsi 3. Pembinaan POKJANAL DBD Provinsi 1. Menganalisa laporan 2. Pertemuan berkala membahas kemajuan pelaksanaan PSN di tiap KabKota 3. Pembinaan POKJANAL DBD Kab/Kota 1. Menganalisa laporan 2. Pertemuan berkala mambahas kemajuan pelaksanaan PSN & PJB di tiap Kecamatan 3. Pembinaan POKJANAL DBD 1. Menganalisa laporan hasil Pokjanal DBD Kecamatan tiap 3 bulan 2. Pertemuan berkala membahas kemajuan pelaksanaan PSN & PJB di tiap Desa/Kelurahan 3. Pembinaan POKJA/DBD (Desa/Kel.) 1. Jumantik memeriksa pada 30 rumah sample di tiap RW/Dusun/Lingkungan RW/Dusun/Lingkungan 1. Kader/Tenaga lain mengunjungi rumah secara berkala untuk pemeriksaan jentik & melakukan penyuluhan serta memotivasi masyarakat dalam upaya pemberantasan penyakit DBD.

TINGKAT Pusat

Provinsi

Kab/Kota

Kecamatan

Kelurahan/ Desa RW/Desa/ Linkungan

C.

PENYULUHAN KESEHATAN Tujuan akhir penyuluhan kesehatan masyarakat adalah terjadinya perubahan perilaku sasaran. Perubahan perilaku tersebut dapat berupa pengetahuan, sikap maupun tindakan atau kombinasi dari ketiga komponen tersebut. Agar kegiatan penyuluhan dapat mencapai hasil maksimal, maka metode dan teknik penyuluhan perlu mendapat perhatian yang besar pula. CATATAN : MATERI PENYULUHAN, POKJANAL DBD, COMBI, DAN MATERI MEDIA PROMOSI KESEHATAN DIMASUKKAN DALAM BENTUK CD

120

You might also like