You are on page 1of 8

PAPER AKTOR-AKTOR HUBUNGAN INTERNASIONAL

Disusun Oleh Muhammad Nur Setia Budi Irwan E13113014

ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS HASANUDDIN 2013/2014

A. Pendahuluan
Kisruh antara Ukraina dan Rusia yang memperebutkan status Crimea memasuki babak baru. Ketegangan antara Rusia dan Ukraina yang dimulai dari penggulingan Presiden Viktor Yanukovich yang dianggap pro Rusia oleh masyarakat pro Eropa, membuat Rusia mengambil tindakan cepat dengan mengirim pasukan milternya di wilayah Crimea, yang juga merupakan pangkalan AL Rusia. Crimea merupakan sebuah kota di Ukraina yang menjadi sentimen pro-Rusia di negara itu. Wilayah Crimea berada di semenanjung laut Hitam yang berpenduduk 2.3 juta jiwa yang sebagian besar merupakan etnis Rusia dan menggunakan bahasa Rusia dalam kesehariannya. Secara hukum, Crimea adalah bagian dari Ukraina, ditambah lagi Rusia sudah berjanji untuk menjunjung tinggi integritas wilayah Ukraina dalam sebuah memorandum yang ditandatangani juga oleh AS, Inggris dan Perancis pada tahun 1994. Dalam memorandum itu disebutkan, Crimea adalah sebuah republik otonom di Ukraina, dan memiliki hak melakukan pemilihan parlemen sendiri. Meskipun begitu, jabatan presiden Crimea sudah dihapuskan pada tahun 1995. Sejak saat itu, pemerintah Ukraina telah menunjuk seorang perdana menteri khusus dari Crimea. Rusia sendiri sudah memiliki pangkalan angkatan laut utama di kota Crimea bernama Sevastopol yang merupakan Rusia menaruh Armada Laut Hitamnya. Menurut ketentuan sewa, setiap Rusia ingin melakukan pergerakan militer wilayah itu, maka pemerintah Ukraina juga harus mengetahuinya. Namun sejak konflik Crimea dimulai, Rusia dikabarkan sudah mengirimkan pasukan tambahan tanpa sepengetahuan pemerintah Ukraina untuk menguasai wilayah itu. Rusia mengklaim, aksi ini dilakukan karena mereka bertanggung jawab atas keselamatan etnis Rusia di Crimea. Seiring berjalannya waktu, Presiden Putin berusaha untuk melakukan referendum terhadap Crimea untuk menentukan apakah wilayah Crimea akan tetap berada dibawah wilayah kedaulatan Ukraina atau melainkan menjadi wilayah yang merdeka. Referendum Crimea pun direncanakan akan berlangsung pada hari Minggu, 16 Maret 2014. Namun, sehari sebelum referendum Crimea dilaksanakan, dewan keamanan PBB melaksanakan sidang untuk membahas resolusi konflik yang terjadi pada Ukraina utamanya Crimea. Resolusi yang dirancang oleh Amerika Serikat menyatakan rencana referendum terhadap status daerah otonomi khusus Ukraina itu tidak memiliki validitas dan mendesak negara-negara dan lembaga internasional untuk tidak mengakui referendum itu. Namun, resolusi Sidang Dewan Keamanan PBB yang diikuti oleh 15 negara tersebut diveto oleh pihak Rusia sedangkan Cina tidak memberikan suaranya dan 13 negara lainnya memberikan suara.

Setelah sidang, Kementerian Luar Negeri Rusia mengecam resolusi itu sebagai cara lain Amerika untuk melakukan intervensi terhadap Ukraina. Mereka menuding bahwa Washington sebenarnya tidak mempedulikan stabilitas keamanan (Ukraina), juga bukan keamanan atau kemajuan warga negaranya, mereka beranggapan bahwa sesungguhnya Washington (AS) hanya memikirkan kepentingan nasionalnya saja. Setelah dihubungi terpisah, Duta besar AS untuk PBB, Samantha Power mengatakan dalam kasus Crimea, Rusia telah berjalan sendiri dan keliru. Ia mengatakan Crimea merupakan bagian dari Ukraina hari ini, esok, dan selamanya kecuali statusnya diubah sesuai suara rakyat Ukraina dan hukum internasional. Samantha mengatakan jika Rusia mengadakan referendum terhadap Crimea yang notabene wilayah kedaulatan Ukraina tidak memiliki validitas dan melanggar hukum internasional. Sedangkan Cina yang tidak memberikan suaranya dalam sidang dewan keamanan PBB melalui Duta Besar Cina untuk PBB, Liu Jieyi menegaskan bahwa Cina mengecam dan menolak semua tindakan kekerasan. Pemerintah Ukraina di Kiev melalui PM Yatsenyuk menghimbau kepada semua negara, lembagalembaga internasional, dan badan-badan khusus agar tidak mengakui pergantian status Crimea berdasarkan referendum yang akan dilaksanakan.

A. Isi
Sebelum menentukan siapa saja yang menjadi aktor dalam berita dan kasus diatas, kita harus memiliki landasan teori yang jelas agar tidak keliru dalam menentukan aktor-aktor yang terlibat. Berikut beberapa paradigma, teori, ataupun konsep yang dapat kita gunakan menganalisis siapa pelaku hubungan internasional pada konflik di Crimea yang melibatkan Rusia, Ukraina bahkan PBB. Pihak yang merupakan aktor hubungan internasional ialah mereka yang mampu memberikan dampak kepada negara lain bahkan tak jarang mampu memengaruhi pengambilan kebijakan suatu negara. Oleh karena itu tak selamanya orang yang bepergian keluar negeri bisa secara langsung kita katakan sebagai aktor hubungan internasional. Secara garis besar aktor hubungan internasional terbagi atas dua macam yakni: State (pemerintahan negara) Non State

Aktor hubungan internasional yang termasuk negara tidak terbatas pada Kepala Negara ataupun Kepala Pemerintahan, siapapun yang memiliki jabatan pemerintah dalam suatu negara lalu melintasi batas-batas wilayah negara lain untuk saling berinteraksi dengan membawa kepentingan negara asalnya dapat dikategorikan sebagai aktor hubungan internasional jenis State atau Negara. Contohnya, Menteri Luar Negeri, Militer yang bertugas sebagai Pasukan Penjaga Keamanan (Peace Keeper), Atase, Konsul, Kedutaan, dan lain sebagainya. Sedangkan aktor Non state, Conway Henderson (1998) & Joshua Goldstein (2002) membagi menjadi berikut; Non State Actors Substate Actors MNCs Transnational Actors NGO IGO

NGO (Non Governmental Organization) merupakan Organisasi internasional umumnya bergerak dibidang kemanusiaan, lingkungan, kesehatan dan bidang sosial lainnya. Organisasi seperti ini bersifat non profit, dan memiliki cabang atau perwakilan di hampir seluruh negara didunia. Contoh NGO didunia seperti Greenpeace, International Red Cross, WWF, Oxfam, UNDP, dan lain sebagainya.

IGO (International Governmental Organization), merupakan organisasi yang didalamnya merupakan pihak-pihak yang mewakili negara masing-masing untuk memperjuangkan kepentingan negara bersama. Syarat utama menjadi anggota dari IGO adalah aktor tersebut harus merupakan negara. Jadi mustahil bagi sebuah organisasi untuk bisa menjadi bagian dari IGO. Contoh IGOs, di dunia seperti, PBB, ASEAN, Arabian League, G-8, G-20 dan lain sebagainya. MNC (Multi-National Corporation), merupakan perusaahan yang memiliki afiliasi di negara lain. Di Indonesia, ada begitu banyak MNC yang bertebaran dari Sabang sampai dengan Merauke. MNC yang beroperasi di Indonesia dapat bergerak dibidang makanan, teknologi, hingga penambangan. Contoh MNC di Indonesia ialah Inco, Freeport, Newmount, Coca-cola, KFC, McDonalds, Samsung, Nokia, dan lain sebagainya. Berdasarkan konsep mengenai aktor hubungan internasional diatas, sekarang kita dapat mengklasifikasikan dengan mudah siapa yang pantas dikategorikan sebagai aktor hubungan internasional. Secara umum, ada 2 jenis aktor hubungan internasional pada berita tersebut, yakni; negara dan non negara. Aktor negara dalam berita diatas ialah Rusia, Ukraina, dan Amerika Serikat yang secara jelas berusaha untuk menunjukkan dominasinya pada dunia dengan memperebutkan wilayah Crimea. Hal ini pun sesuai jika dipandang dari Paradigma Realisme yang mengatakan bahwa pada dasarnya negara akan selalu berusaha menunjukkan power dan mengutakan kepentingan negaranya sendiri. Bahkan lebih jauh, dalam pandangan Realisme kisruh seperti ini akan sangat mungkin terjadi peperangan antar negara yang terlibat. Aktor non negara yang terlibat dalam kasus ini ialah PBB. Sesuai dengan konsep aktor hubungan internasional diatas. PBB merupakan salah satu IGO, yang memiliki keanggotan negara-negara di dunia. Akan tetapi jika ditinjau dari segi historis, PBB didirikan atas dasar semangat Liberalisme. Dalam pandangan Liberalisme, konflik antar negara adalah sebuah keniscayaan, akan tetapi hal itu bisa dihindari jika negara-negara didunia mau untuk bekerja sama membangun kedamaian didunia. Secara tersirat, amerika serikat yang merupakan negara Liberal berusaha untuk menerapkan idealisme negara mereka melalui PBB untuk mengajak negara-negara di dunia menolak hasil referendum yang akan dilaksanakan di Crimea, karena berpotensi memicu peperangan antar negara.

B. Penutup Adapun kesimpulan yang dapat kita tarik ialah, aktor-aktor hubungan internasional dalam melaksanakan tugasnya dapat memberikan dampak kepada negara lain bahkan mampu mengubah atau mempengaruhi pengambilan kebijakan negara lain. Terdapat dua jenis aktor hubungan internasional pada pembahasan diatas yaitu; Negara Non Negara

Aktor negara diwakilkan oleh Rusia dan Ukraina yang berseteru memperebutkan wilayah Crimea. Dan Amerika Serikat yang menginisiasi pelaksanaan sidang dewan keamanan PBB untuk menolak hasil referendum yang ingin dilakukan Crimea. Dan aktor non negara (IGO) mencakup PBB secara khusus Dewan Keamanan yang melaksanakan sidang dan bertujuan mencari resolusi terhadap permasalahan yang dihadapi negara-negara anggotanya. Sikap-sikap yang diambil oleh aktor-aktor hubungan internasional diatas dapat dikaji melalui paradigma Realisme dan Liberalisme. Tindakan Rusia yang secara nyata menyiapkan militer siap tempurnya untuk menyelamatkan warga etnis Rusia di Crimea wilayah kedaulatan Ukraina, merupakan pengejewantahan dari asumsi dasar Realisme yakni mempertahankan kepentingan nasional dan menjamin kelangsungan hidup negara. (Robert Jackson & Georg Sorensen, 2005) Sedangkan prinsip Liberalisme sangat kental terasa pada pelaksanaan sidang dewan keamanan PBB yang berusaha mengantisipasi kemungkinan perang antara Rusia dan Ukraina dengan mengajak negara-negara lain untuk menolak hasil referendum Crimea nantinya.

Daftar Pustaka Jackson, Robert., Georg Sorensen. (2005). Pengantar Studi Hubungan Internasional. Diterjemahkan oleh : Suhendar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Perwita, Anak Agung Banyu., Yanyan Mochamad Yani. (2005). Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Tempo.co. (2014, 16 Maret). Rusia Veto Resolusi DK PBB. Diperoleh 17 Maret 2014, dari

http://www.tempo.co/read/news/2014/03/16/117562653/Rusia-Veto-Resolusi-DK-PBBtentang-Crimea

Lampiran 1
MINGGU, 16 MARET 2014 | 10:59 WIB

Rusia Veto Resolusi DK PBB tentang Crimea


TEMPO.CO, New York Rusia memveto resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Crimea. Resolusi yang dirancang oleh Amerika Serikat menyatakan rencana referendum terhadap status daerah otonomi khusus Ukraina itu tidak memiliki validitas dan mendesak negara-negara dan lembaga internasional untuk tidak mengakui referendum itu. Sidang Dewan Keamanan PBB , Sabtu, 15 Maret 2014 diikuti 15 negara anggotanya yang hasilnya adalah Rusia memveto resolusi, Cina tidak memberikan suaranya, dan 13 negara memberikan suaranya. Cina dan Rusia merupakan dua dari lima negara pemilik hak veto. Setelah sidang, Kementerian Luar Negeri Rusia mengecam resolusi itu sebagai cara lain Amerika untuk melakukan intervensi terhadap Ukraina. "Disayangkan, kepedulian Washington bukan pada stabilitas keamanan (Ukraina), juga buka keamanan atau kemajuan warga negaranya," kata Kementerian Luar Negeri Rusia dalam pernyatannya yang dilansir Reuters, Minggu, 16 Maret 2014. (Baca: Jelang Referendum Crimea, Situs NATO Diserang) Sebelum sidang, Duta Besar Rusia untuk PBB Vitaly Churkin mengatakan, tidak ada yang mengejutkan dari pemungutan suara itu. "Ini momen menyedihkan sekaligus luar biasa," kata Samantha Power, Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB setelah sidang. Ia mengatakan, dalam kasus Crimea, Rusia berjalan sendiri dan keliru. "Crimea adalah bagian dari Ukraina hari ini. Akan menjadi bagian Ukraina besok.Akan menjadi bagian Ukraine minggu depan. Akan menjadi bagian Ukraina kecuali dan hingga statusnya diubah sesuai suara rakyat Ukraina dan hukum internasional," tegas Samantha. Meskipun tidak memberikan suaranya, Cina menyatakan dukungan terhadap kedaulatan Ukraina dan Crimea merupakan bagian dari Ukraina. "Kami mengecam dan menolak semua tindakan kekerasan," kata Liu Jieyi, Duta Besar Cina untuk PBB. Pemerintah Ukraina di Kiev tidak mendukung referendum yang hari ini digelar di Crimea."Semua negara, lembaga-lembaga internasinal, dan badan-badna khusus agar tidak mengakui pergantian status Crimea berdasarkan referendum ini," tegas pemerintah Ukraina dalam pernyataannya. (Baca: Obama Temui PM Ukraina, Kerry Temui Menlu Rusia )

You might also like