You are on page 1of 21

LATAR BELAKANG Pengkajian pasien merupakan langkah guna mengidentifikasi sejauh mana kebutuhan pasien akan pelayanan kesehatan.

Keputusan mengenai jenis pelayanan yang paling tepat untuk pasien, bidang spesialisasi yang paling tepat, penggunaan pemeriksaan penunjang diagnostik yang paling tepat, sampai penanganan perawatan, gizi, psikologis dan aspek lain dalam penanganan pasien di rumah sakit merupakan keputusan yang diambil berdasarkan pengkajian (assessment) Untuk itu, RS Sehat Sejahtera(RSSS) membuat kebijakan mengenai proses pengkajian pasien di RSSS sebagai acuan standar dalam proses pengkajian. TUJUAN Sebagai acuan bagi seluruh staf medik, keperawatan dan profesional kesehatan lain dalam melakukan pengkajian terhadap pasien di RSSS. RUANG LINGKUP Pengkajian pasien berdasarkan waktu dilakukan pengkajian dibagi menjadi : 1. Pengkajian Awal (Initial Assessment) Merupakan pengkajian yang dilakukan profesional kesehatan saat pertama kali bertemu dengan pasien dalam suatu episode penyakit. Pengkajian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan pasien akan pelayanan kesehatan terkait di bidang masing-masing. 2. Pengkajian Lanjutan (Re-Assessment) Merupakan pengkajian yang bertujuan untuk memonitor/mengevaluasi hasil dari pelaksanaan rencana pelayanan / pengobatan dan membuat rencana pelayanan / pengobatan selanjutnya. Bisa dilakukan dalam interval menit hingga hari, tergantung kondisi pasien saat pengkajian awal.

Adapun kerangka pengkajian pasien di RSSS adalah sebagai berikut :


Nutritional Screening Fall Risk Assessment Kebutuhan Edukasi Pasien

Need for Discharge Planning

Activity of Daily Living A ssesment (Functional Status)

High/Low for PEM

Socioeconomic Assessment

Pain Screening

Inpatient

Initial Assessment ReAssessment

Minimal tiap 24 jam

Bila pasien jatuh, menerima obatobatan yang meningkatkan resiko jatuh, gangguan keseimbanga n

Ambula t ory patient

Initial Assessment ReAssessment

Emergency

*) Merupakan pengkajian per bidang spesialisasi dan pengkajian untuk kasus penganiayaan, anak dan kasusketergantungan alkohol / obat.

Specialized Assessment *)

(H/M/L)

(Y/N)

Psychological Assessment

KEBIJAKAN 1. Pengkajian awal


Seluruh pasien baik rawat inap maupun rawat jalan harus mendapat pengkajian awal sesuai standar profesi medik, keperawatan dan profesi lain yang berlaku di RSSS. Pengkajian awal minimal meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik, serta terdokumentasi dalam rekam medik. Pengkajian awal harus menghasilkan pemahaman tentang penanganan yang sebelumnya telah diterima pasien, serta kebutuhan pasien saat dilakukan pengkajian, keputusan tentang pelayanan apa yang terbaik untuk pasien (best setting of care) serta adanya diagnosis awal.

2. Pengkajian lanjutan
Pengkajian lanjutan dilakukan bertujuan untuk mengevaluasi respon terhadap pengobatan dan penanganan yang diberikan. Interval Pengkajian lanjutan dilakukan tergantung kondisi pasien. Misalnya pada pasien gawat, pengkajian lanjutan yang bertujuan melihat respon terapi dilakukan dalam hitungan menit, sedangkan pengkajian lain dapat dalam hitungan hari (misal melihat respon dari antibiotik), hal ini ditetapkan dalam standar profesi medik dan standar profesi keperawatan RSSS. Format pengkajian lanjut di RSSS meliputi : SOAP Di mana : S (Subjective) merupakan keluhan pasien. Ditulis di rekam medik keluhan yang relevan dengan terapi yang diberikan, serta sebisa mungkin guna kepentingan evaluasi terapi harus menunjukkan kuantifikasi (misalkan skala nyeri, mual sampai tidak bisa makan, atau bisa makan tapi sedikit) O (Objective) merupakan hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik. Ditulis di rekam medik hasil pemeriksaan fisik dan penunjang yang relevan dalam diagnosis dan terapi yang diberikan saja. A (Assessment) merupakan kesimpulan pengkajian. Dituliskan di rekam medik hanya kesimpulan pengkajian yang relevan dengan rencana perubahan terapi (penambahan maupun pengurangan) atau yang merupakan tindak lanjut dari pengkajian sebelumnya. Termasuk perubahan diagnosis harus dituliskan. P (Plan) merupakan kelanjutan rencana perawatan. Dituliskan di rekam medik secara lengkap setiap perubahan terapi / penanganan. Termasuk penambahan obat, pengurangan obat, perubahan dosis obat, perubahan diit, konsultasi dengan spesialisasi lain, rencana pemulangan, edukasi dan pelatihan pasien dan keluarga yang akan dilakukan. Huruf SOAP tidak perlu dituliskan dalam rekam medik, namun komponen-komponen SOAP di atas harus dituliskan guna menjamin kontinuitas penanganan, sekaligus justifikasi dari terapi yang diberikan sehingga pada proses audit informasi yang diberikan lengkap, sekaligus memenuhi aspek hukum. Penulisan pengkajian harus jelas tanggal dan jam dilakukan pengkajian dan tertulis / terdokumentasikan di rekam medik secara kronologis waktu.

3. Pengkajian gawat darurat


Pengkajian dilakukan di unit gawat darurat dan di seluruh unit yang menemukan pasien dalam keadaan gawat. Pengkajian awal gawat darurat dilakukan oleh dokter RSSS, atau perawat yang terlatih dalam melakukan pengkajian gawat darurat. Pengkajian gawat darurat minimal harus meliputi : riwayat singkat kejadian gawat darurat, kesadaran, Airway, Breathing, Circulation (ABC), dan tanda vital yang meliputi tekanan darah, nadi, dan pernapasan. Untuk pengkajian di UGD, pengkajian tambahan dilakukan sesuai format yang tertera di FORMULIR MEDIK GAWAT DARURAT (RM1.1) Pengkajian gawat darurat harus dilakukan maksimal dalam waktu 3 menit sejak pasien tiba di RSSS atau mengalami kejadian gawat darurat di RSSS. Hasil pengkajian gawat darurat didokumentasikan di rekam medik dalam kronologi waktu yang jelas, dan menunjang diagnosis kerja serta penanganan yang dilakukan.

4. Pengkajian Rawat Jalan


Pengkajian pasien rawat jalan dilakukan di Cardiac Centre, Neuroscience Centre & Outpatient Unit, CDC, Endoscopy, One Day Surgery, Hemodialisa rawat jalan. Pengkajian awal pasien rawat jalan dilakukan oleh perawat sesuai dengan format yang terdapat di APPENDIX A kebijakan ini. Pengkajian awal rawat jalan dilakukan terhadap setiap pasien baru dan pasien yang sudah satu tahun tidak berobat ke RSSS Pengkajian medik rawat jalan dilakukan oleh dokter umum dan dokter spesialis di unit rawat jalan RSSS atau dokter UGD jika diluar jadwal operasional unit rawat jalan RSSS. Pengkajian medik rawat jalan didokumentasikan di rekam medik sesuai ketentuan / kebijakan rekam medik dengan keterangan yang jelas mengenai waktu pemeriksaan (tanggal dan jam), dan minimal menuliskan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang relevan untuk justifikasi diagnosis dan terapi. Pengkajian spesialistik dilakukan sesuai format sebagai berikut : a. Pengkajian penyakit dalam dan bedah tidak memiliki standar khusus, dilakukan sesuai keluhan pasien dan standar profesi. b. Pengakjian dental, mata, THT, obstetri & ginekologi, anak dan psikiatrik dilakukan sesuai format yang ada di form pengkajian khusus seperti yang terdapat di APPENDIX B kebijakan ini. c. Pengkajian pasien saraf sedikitnya meliputi : kesadaran, saraf kranial, motorik, sensorik, otonom dan keseimbangan. d. Pengkajian pasien dengan kelainan jantung, paru dan penyakit dalam lainnya harus meliputi sedikitnya inspeksi, perkusi, palpasi dan auskultasi dari jantung, paru dan organ lainnya. Dokter membubuhkan tanda tangan DAN nama atau inisialnya di akhir dari penulisan di rekam medik

5. Pengkajian Medik Rawat Inap


Pengkajian awal pasien rawat inap dilakukan oleh dokter ruangan (Ward doctors) sesaat setelah pasien masuk ke ruang rawat inap. Hasil pengkajian didokumentasikan di Form ANAMNESA / PEMERIKSAAN FISIK (RM3.2), dan dilaporkan ke DPJP. Pengkajian medik rawat inap dilakukan oleh dokter penanggung jawab pasien (DPJP) pada saat admission (saat pasien masuk ruang perawatan) sekaligus melakukan review hasil pengkajian dokter ruangan Jika sebelum masuk rawat inap pasien telah mendapatkan pengkajian dokter yang akan merawat, maka jika pasien dilakukan pengkajian kurang dari 24 jam, pasien dalam keadaan tanpa kegawat daruratan medik dapat langsung menjalani proses admission, sedangkan jika pasien dengan pengkajian lebih dari 24 jam sebelum pasien tiba di

RSSS, maka pasien harus menjalani pengkajian ulang di UGD RSSS guna memastikan bahwa diagnosis masih tetap dan tidak ada kegawatan lain sebelum pasien masuk ke ruang rawat inap. Pengkajian medik rawat inap didokumentasikan di rekam medik sesuai ketentuan / kebijakan rekam medik, dan minimal terdiri dari anamnesis dan pemeriksaan fisik (dan penunjang jika ada) yang relevan untuk justifikasi diagnosis dan terapi. Pengkajian spesialistik dilakukan sesuai format sebagai berikut : a. Pengkajian penyakit dalam dan bedah tidak memiliki standar khusus, dilakukan sesuai keluhan pasien dan standar profesi. b. Pengkajian dental, mata, THT, obstetri & ginekologi, anak dan psikiatrik dilakukan sesuai format yang ada di form pengkajian khusus seperti yang terdapat di APPENDIX B kebijakan ini. c. Pengkajian pasien saraf sedikitnya meliputi : kesadaran, saraf kranial, motorik, sensorik, otonom dan keseimbangan. d. Pengkajian pasien dengan kelainan jantung, paru dan penyakit dalam lainnya harus meliputi sedikitnya inspeksi, perkusi, palpasi dan auskultasi dari jantung, paru dan organ lainnya. Pengkajian medik rawat inap oleh DPJP maksimal dilakukan 24 jam sejak admission atau lebih cepat sesuai dengan kondisi pasien.

6. Pengkajian Peri Operatif


Pengkajian peri operatif dilakukan oleh dokter operator utama atau dokter lain dengan kompetensi sama yang telah mendapat pelimpahan tertulis dari dokter operator utama. Pengkajian pre-operatif menghasilkan diagnosis pre-operatif, dan dokumentasi di rekam medik yang minimal meiputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (serta penunjang jika standar profesi medik mengharuskan demikian) harus menunjukkan justifikasi dari tindakan operatif yang akan dilakukan. Pengkajian pasca operasi dilakukan sesuai dengan standar profesi masing-masing,dan didokumentasikan dalam rekam medik. Diagnosis pasca operasi harus dituliskan, serta rencana penanganan pasca operasi (lihat ketentuan pengkajian lanjutan) Pasien tidak dilakukan tindakan pembedahan bilamana pengkajian pasien belum dilakukan dan didokumentasikan di rekam medik, termasuk proses untuk mendapatkan persetujuan tindakan medik (informed-consent), dan skrining dilakukan oleh unit kamar bedah. Pengkajian peri anaestesi meliputi : a. Pengkajian pre anestesi (dilakukan pada hari sebelum anestesi), untuk operasi cito dapat digabungkan dengan pengkajian pre induksi. b. Pengkajian pre induksi (dilakukan saat pasien sudah di kamar operasi, sesaat sebelum induksi dimulai) c. Monitoring durante anestesi / sedasi d. Pengkajian pasca anestesi / sedasi Pengkajian peri anestesi dilakukan oleh dokter yang memiliki kompetensi sesuai standar ikatan dokter anestesi indonesia (IDSAI). Pengkajian pre-sedasi dilakukan oleh dokter / perawat yang telah mendapat pelatihan mengenai sedasi sesuai kebijakan pelayanan anestesi & sedasi RSSS.

7. Pengkajian Peri Anestesi / Sedasi

Pelatihan terhadap dokter / perawat pelaksana sedasi harus sedikitnya meliputi : a. Jenis-jenis obat sedatif dan farmakologi singkatnya. b. Pengenalan berbagai brand / variasi obat sedasi dan kemasannya. c. Cara pemberian obat sedasi d. Indikasi dan Kontra Indikasi obat sedasi. e. Efek samping dan monitoring selama pemberian sedasi f. Penanganan efek samping dan kegawatan sehubungan dengan obat sedasi g. Reversal agent dari obat sedasi Dokter / perawat yang perlu mendapat sertifikasi pelaksana sedasi adalah : a. Dokter UGD b. Dokter ICU c. Dokter Ranap / Ruangan d. Perawat UGD e. Perawat ICU/CVCU/HCU f. Perawat Endoskopi g. Perawat Anestesi h. Perawat Unit lain yang bertugas memasukkan obat-obat sedatif intravena Pengkajian pre, durante dan post anestesi / sedasi dilakukan dan didokumentasikan dalam rekam medik secara lengkap. Pasien tidak dilakukan tindakan anestesi & sedasi bilamana pengkajian pasien belum dilakukan dan didokumentasikan di rekam medik, termasuk proses untuk mendapatkan persetujuan tindakan medik (informed-consent), dan skrining dilakukan oleh unit kamar bedah atau unit lain yang melakukan sedasi.

8. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan dilakukan oleh perawat yang memiliki SIP. Pengkajian awal keperawatan pasien rawat inap didokumentasikan dalam form asuhan keperawatan secara lengkap, sesuai form PENGKAJIAN KEPERAWATAN (RM3.6)., dan dilakukan maksimal 24 jam sejak pasien masuk di ruang rawat inap. Pengkajian ulang keperawatan pasien rawat inap dilakukan minimal 3 kali sehari di mana masing-masing shift dilakukan sekali, kecuali ada perubahan kondisi pasien. Pengkajian ulang keperawatan rawat inap dilakukan sesuai form PELAKSANAAN KEPERAWATAN (RM.3.9) Pengkajian keperawatan pasien intensif dan semi intensif dilakukan secara kontinyu, dan didokumentasikan dalam chart minimal setiap interval satu jam, sesuai form RM75 PENGKAJIAN PERLU / TIDAKNYA DISCHARGE PLANNING Pengkajian awal pasien meliputi kebutuhan akan adanya perencanaan untuk pemulangan pasien (Discharge Planning). Pada kondisi tertentu, pasien memerlukan perencanaan pemulangan sedini mungkin, demi kepentingan penanganan selanjutnya di rumah. Hal mana berhubungan dengan kelanjutan pengobatan, kepatuhan minum obat, proses rehabilitasi, dan lain sebagainya. Pengkajian perlu/tidaknya discharge planning harus setidaknya meliputi : Siapa yang akan melanjutkan perawatan di rumah saat pulang nantinya. Bagaimana tingkat ketergantungan pasien setelah di rumah (dilihat dari jenis dan berat ringanya penyakit yang diderita) Pemahaman dari pasien / keluarga / yang merawat di rumah tentang penyakit pasien dan rencana penanganan yang ada, termasuk obat-obatan yang diberikan, serta pengkajian lain (pemeriksaan penunjang) yang dilakukan.

Hasil akhir pengkajian cukup didokumentasikan sebagai PERLU / TIDAK PERLU Discharge Planning.

Instruksi pelatihan maupun edukasi yang diperlukan, termasuk perencanaan trasportasi didiskusikan oleh dokter maupun perawat dengan keluarga / pengampu / penanggung jawab pasien. Perencanaan pemulangan pasien PERLU dilakukan pada pasien sebagai berikut : Pasien yang tinggal sendiri Pasien yang penyakitnya tidak akan sembuh total dan memerlukan perawatan lanjutan di rumah atau di tempat lain. Pasien dengan gangguan mental Pasien intensive care unit , high care unit , cardiovascular care unit Bayi prematur, cacat Pasien yang memerlukan pembedahan. Pasien warga negara asing yang mungkin memerlukan pemulangan ke negara asalnya PENGKAJIAN KEMAMPUAN AKTIVITAS HARIAN (Functional Status) Pengkajian kemampuan melakukan aktivitas harian dilakukan sebagai bagian dari pengkajian awal pasien rawat inap oleh perawat. Pengkajian ini perlu meliputi metode mobilitas yang paling nyaman untuk pasien apakah kondisi ruang perawatan dan atau unit ambulatory / pelayanan yang dibutuhkan pasien sudah sesuai dengan kondisi dan kemampuan pasien. Apakah pasien memiliki pendamping atau penunggu yang sesuai dengan tingkat ketergantungannya? Jika tidak, pastikan staf (dokter / perawat) yang merawat pasien ini mengetahui kebutuhan pasien akan bantuan. - Termasuk dalam pengkajian ini adalah pengkajian resiko jatuh yang akan dibahas secara terpisah di poin berikut ini.

Inpatient Sesuai standar pengkajian activity of daily living oleh keperawatan (meliputi seluruh aspek perawatan diri seperti mandi, makan/minum, minum obat, rehabilitasi, BAB/BAK, perawatan gigi, ganti pakaian) Perawat Sesuai standar pengkajian activity of daily living oleh keperawatan (meliputi seluruh aspek perawatan diri seperti mandi, makan/minum, minum obat, rehabilitasi, BAB/BAK, perawatan gigi, ganti pakaian) Perawat

Ambulatory

Pediatric (0-14)

Metode

Diagnosis sesuai list. Rujukan ke rehab medik sesuai indikasi

Yang melakukan

Perawat rawat jalan Penggunaan alat bantu gerak, Tinggal di rumah sendiri/tidak, Diagnosis sesuai list. Rujukan ke rehab medik sesuai indikasi Perawat rawat jalan

Adult (> 14 thn)

Metode

Yang melakukan

PENGKAJIAN RESIKO JATUH / FALL RISK ASSESSMENT Pengkajian resiko jatuh didokumentasikan di form PENGKAJIAN KEPERAWATAN (RM3.6) dan form RAWAT JALAN (RM2) Pengkajian resiko jatuh dilakukan oleh perawat ketika pasien pertama datang ke rumah sakit di unit rawat inap, unit gawat darurat dan unit-unit ambulatory lainnya, sesuai tabel dibawah. Pengkajian ini dilanjutkan dengan tindak lanjut yang sesuai dengan tingkat resiko jatuh dari pasien. Pengkajian resiko jatuh diulang bila : - Pasien jatuh - Pasien menerima obat yang meningkatkan resiko jatuh (termasuk pasien post operatif maupun tindakan lainnya) - Pasien mengeluh pusing atau tanda gangguan keseimbangan lain.
Inpatient Metode Yang melakukan Pediatric (0-14) Waktu yg diperlukan Hasil pengkajian Intervensi Metode Yang melakukan Waktu yg diperlukan Adult (> 14 thn) Hasil pengkajian Intervensi Sesuai APPENDIX E Perawat 2 menit Low risk (0), Medium (1), High (2 atau lebih) Sesuai APPENDIX G Sesuai APPENDIX E Perawat 3 menit Low risk (0), Medium (1), High (2 atau lebih) Sesuai APPENDIX G Ambulatory & Emergency Sesuai APPENDIX F Perawat 2 menit Low risk (0), Medium (1), High (2 atau lebih) Sesuai APPENDIX G Sesuai APPENDIX F Perawat 2 menit Low risk (0), Medium (1), High (2 atau lebih) Sesuai APPENDIX G

9. Skrining & Pengkajian Nyeri / Pain screening & assessment


Skrining nyeri dilakukan terhadap setiap pasien, baik rawat jalan, gawat darurat maupun rawat inap Skrining dilakukan dengan menanyakan apakah pasien merasakan nyeri / sakit. Jika hasil skrining positif (pasien merasakan nyeri), maka perawat yang melakukan skrining melaporkan kepada dokter penanggung jawab pasien. Dokter akan melakukan pengkajian nyeri terhadap pasien, dan melakukan penanganan nyeri sesuai standar profesi.

Skrining nyeri pasien rawat jalan dilakukan untuk setiap kunjungan pertama setiap harinya. Kunjungan kedua dan seterusnya tidak perlu diulang. (Bila dalam sehari pasien mengunjungi lebih dari satu dokter / klinik) Skrining nyeri pasien rawat inap diulang sedikitnya setiap 24 jam dan didokumentasikan dalam catatan keperawatan. Bila pasien mengalami nyeri atau sedang dalam terapi nyeri, maka pengkajian dilakukan setiap sebelum pemberian obat nyeri, atau sesuai instruksi dokter. Pengkajian nyeri juga perlu diulang sebelum 24 jam bila : a. Setelah menjalani tindakan pembedahan atau invasif lain b. Jatuh c. Mengeluh nyeri Pada pasien dengan nyeri kronik dan berat, pengkajian nyeri dilakukan lebih sering dan didokumentasikan dalam form MONITORING NYERI seperti pada APPENDIX C. Inpatient Ambulatory

Metode
Pediatric (0-8) Yang melakukan Waktu yg diperlukan Hasil pengkajian Perawat

FLACC **)
2-3 menit 0-10

Wong Baker FACES *)


Perawat 2-3 menit 0-10

Metode
Adult (> 8 thn) Yang melakukan Waktu yg diperlukan Hasil pengkajian

Verbal Pain Assessment Score *)


Perawat 1 menit 0-10

Verbal Pain Assessment Score *)


Perawat 1 menit 0-10

Metode
Tidak sadar Yang melakukan Waktu yg diperlukan Hasil pengkajian

Behavioural Pain Scale (John Hopkins) ***)


Perawat UGD/ICU 2-3 menit A, B, C, D

Behavioural Pain Scale (John Hopkins) ***)


PerawatUGD 2-3 menit A, B, C, D

*) Wong Baker FACES Pain Rating Scale

10. Skrining & Pengkajian Nutrisi

Skrining status nutrisi dilakukan oleh: - Perawat untuk pasien ambulatory - Ahli gizi untuk pasien rawat inap
Jika pada hasil skrining ditemukan pasien beresiko tinggi mengalami Protein Energy Malnutrition (PEM), maka perawat atau ahli gizi yang melakukan skrining melaporkan kepada dokter penanggung jawab pasien. Dokter akan melakukan pengkajian nutrisi yang lebih lengkap, dan bilamana perlu pasien akan dikonsultasikan ke dokter spesialis gizi klinik. Hasil pengkajian status nutrisi dan aspek-aspek lain terkait pola makan pasien pasien didokumentasikan dalam rekam medik. Pendokumentasian juga meliputi diagnosis gizi serta rencana tindakan terapetik berkaitan dengan status gizi pasien. Terkait dengan kepercayaan atau budaya yang dimiliki pasien, untuk pasien rawat inap perlu ditanyakan apakah ada pantangan atau pola makan khusus yang dimiliki pasien sebagai bagian dari pengkajian. Inpatient Ambulatory Grafik BB/TB 2score BMI & Penurunan berat Metode WHO badan 0-18 thn Yang melakukan Ahli gizi perawat Waktu yg diperlukan 1 menit Tabel BMI & timbangan Subjective Global BMI & Penurunan berat 18-65 thn Metode Assessment badan

Yang melakukan Waktu yg diperlukan Alat yang diperlukan Metode Pasien berusia lebih dari 65 thn Yang melakukan Waktu yg diperlukan Alat yang diperlukan Metode Pasien dengan penyakit kritis (critical illness) Yang melakukan Waktu yg diperlukan Alat yang diperlukan Metode Pasien Hamil & Pasca Melahirkan Yang melakukan Waktu yg diperlukan Alat yang diperlukan

Ahli gizi 5 menit Mini Nutritional Assessment (MNA) Ahli gizi 3 menit Subjective Global Assessment + Parameter Biokimia Ahli gizi 10 menit LLA & IMT Ahli Gizi 5 menit

perawat 1 menit Tabel BMI & timbangan BMI & Penurunan berat badan perawat 1 menit Tabel BMI & timbangan -

BMI & Penurunan berat badan perawat 1 menit Tabel BMI & timbangan

Inpatient assessment oleh ahli gizi maksimal 24 jam sejak pasien masuk unit rawat inap

11. Skrining Psikologis

Screening psikologis dilakukan pada seluruh pasien rawat jalan sesuai format yang ada di APPENDIX A Screening psikologis dilakukan pada seluruh pasien rawat inap sesuai format yang ada di lembar PENGKAJIAN KEPERAWATAN (RM3.6)

(Nursing initial assessment) Pengkajian lebih lanjut oleh psikolog dilakukan atas konsultasi jika pada pengkajian awal ditemukan indikasi untuk pengkajian lanjut. Pengkajian psikologi didokumentasikan dalam rekam medik.

12. Pengkajian untuk korban penganiayaan

Korban penganiayaan adalah pasien yang mengalami tindak kekerasan fisik diluar kemauannya Kelompok yang rentan menjadi korban penganiayaan dapat anak-anak, pasangan hidup, orang lanjut usia, dan lain lain orang yang secara sosioekonomi budaya dan fisik tergantung kepada orang lain . Jika menjumpai kelompok ini, petugasharus mewaspadai kemungkinan terjadinya penganiayaan Saat menerima kasus medik yang dicurigai merupakan korban penganiayaan, maka di samping penanganan terhadap cederanya, maka korban harus mendapat pengkajian lebih dalam dan penanganan khusus yang meliputi : a. Privasi pasien dari orang yang mengantar agar mereka dapat bicara bebas. b. Bila korban anak-anak, pengkajian mungkin perlu dilakukan terhadap orang tuanya secara terpisah, atau keluarga lain di luar orang tuanya untuk mendapat gambaran lebih lengkap mengenai kejadiannya c. Untuk orang lanjut usia atau yang tidak mampu mengutarakan keinginannya sendiri, pengkajian perlu dilakukan terhadap seluruh keluarga yang ada, termasuk orang yang sehari-hari merawat korban. d. Pengkajian terhadap kemungkinan fraktur multipel dilakukan, terutama pada korban yang tidak dapat mengeluhkan nyeri untuk dirinya sendiri (anak kecil, bayi maupun orang tua atau dengan kecacatan / keterbatasan) e. Konsultasi psikologi dilakukan pada pasien dengan curiga korban kekerasan / penganiayaan.

13. Pengkajian Sosio-ekonomi-budaya (AOP.1.2)


Pengkajian sosio ekonomi budaya dilakukan oleh dokter perawat dan petugas administrasi RSSS. Pengkajian sosio-ekonomi-budaya oleh dokter dilakukan dengan cara : - Melihat data agama, pendidikan, pekerjaan yang tertulis di lembar Ringkasan Masuk Keluar (RM 3, CM.4.1.1) - Melakukan anamnesis langsung (Auto-anamnesis) maupun tidak langsung (Alloanamnesis) untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan kemampuan & kemauan pasien untuk kelanjutan proses pengobatannya. Pengkajian oleh dokter bertujuan untuk memperoleh pemahaman mengenai latar belakang pasien secara holistik guna membuat rencana penanganan pasien yang terbaik sesuai dengan keadaan sosio ekonomi budaya dari pasien tersebut. Pengkajian sosio-ekonomi-budaya oleh perawat dilakukan dengan cara : - Melakukan pengkajian langsung dan mendokumentasikan dalam form PENGKAJIAN KEPERAWATAN (RM3.6, CM.4.2.5.) - Mengisi form kebutuhan edukasi pasien (APPENDIX D) Pengkajian oleh petugas administrasi dilakukan dengan tujuan memenuhi kelengkapan administrasi dari pasien. Pada pengkajian sosio-ekonomi-budaya pasien rawat inap dan initial assessment pasien rawat jalan perlu ditanyakan pula : - Apakah pasien perlu bantuan untuk memahami informasi mengenai pelayanan kesehatan? - Tanyakan pula bagaimana pasien lebih suka menerima informasi? (membaca, mendengar atau meihat?) - Bahasa apa yang paling dirasa nyaman bagi pasien untuk mengkomunikasikan mengenai penyakitnya. Dalam hal penyedia layanan (dokter/perawat) tidak dapat berbicara dalam bahasa yang paling nyaman untuk pasien tersebut, maka diupayakan mencari keluarga pasien atau staf RSSS yang mempu menjembatani komunikasi dengan baik kepada pasien atau walinya. Dalam hal pasien diwakili oleh wali (surrogate), misalnya pasien anak-anak atau

kondisi secara fisik atau psikis terganggu, maka pertanyaan-pertanyaan di atas perlu diajukan ke wali pasien tersebut. - Apakah ada hal-hal terkait dengan budaya / kepercayaan yang dianut yang berhubungan dengan proses perawatannya? Termasuk menanyakan adanya obatobat alternatif yang dikonsumsi atau dilakukan selama perawatan.

14. Pengkajian pasien dengan kecurigaan ketergantungan alkohol / obat

Jenis zat yang perlu diwaspadai menimbulkan ketergantungan -

Alkohol Nikotin Golongan barbiturat (flunitrazepam, triazolam, temazepam, and nimetazepam) Golongan opiat (kodein, morfin, fentanil, oxycodon) - Amfetamin& Metamfetamin Identifikasi populasi berresiko: Pasien yang meminta obat secara spesifik (terutama obat tranquilizer atau opiat) dengan frekuensi yang sering dari rekam medik (dokter/ perawat melihat rekam medik untuk melihat riwayat obat-obatan pasien) - Dokter/perawat baik OPD/UGD/rawat inap perlu juga waspada bagi pasien yang mengeluh nyeri kronik dan meminta pain killer yang kuat atau meminta peningkatan dosis. Keluhan keluarga yang mengantar (anak, istri, orang tua) tentang masalah obat, alkohol maupun merokok. Farmasi dapat mendeteksi riwayat pengobatan pasien. Bila hal ini terjadi, maka petugas farmasi perlu melaporkan ke dokter penanggung jawab pasien yang bersangkutan. - Memasukkan riwayat minum alkohol dan merokok sebagai bagian dari pertanyaan rutin untuk Medical Check Up. Tergantung dari kondisi pasien, dokter yang mengidentifikasi (mencurigai adanyamasalah ketergantungan) dapat melakukan pengkajian awal berupa pertanyaan-

pertanyaan sebagai berikut. - Berapa banyak merokok? Minum alkohol? (Jika drug abuse : ditanya, obat apa yang digunakan? Darimana didapatkan?) Sejak usia berapa? - Pernah mencoba berhenti atau mengurangi? - Apakah pasien sadar bahaya dan resiko dari merokok? Bila ditemukan populasi berresiko, pasien dibuatkan rujukan ke psikiater untuk pengkajian dan penanganan lebih lanjut. Penanganan meliputi : psikoterapi, medikamentosa, termasuk diantaranya konseling untuk HIV oleh tim HIV bagi pengguna obat via injeksi (Injecting drug users / IDUs) Seluruh proses penanganan ini didokumentasikan dalam rekam medik.

15. Pengkajian & penanganan pasien dengan kondisi terminal


Identifikasi pasien dengan kondisi terminal (sesuai dengan SK Direktur tentang End of Life Care). Identifikasi dilakukan diseluruh unit, baik oleh dokter maupun oleh perawat. Pada pasien terminal perlu dilakukan secara khusus pengkajian mengenai kebutuhan unik dari pasien maupun keluarga dengan mengkaji : - Metode penyampaian berita buruk yang paling sesuai untuk pasien. Dokter berunding dengan keluarga terlebih dahulu mengenai bagaimana dan kapan waktu yang sesuaiuntuk menyampaikan berita buruk. Setelah pasien mengetahui kondisinya, perlu ditawarkan suatu bentuk pendampingan psikologis / psikiatrik yang mungkin diperlukan untuk melalui fase denial, fase anger hingga sampai fase acceptance. Hal ini dapat dilakukan dalam outpatient / inpatient setting. Hal-hal seputar pilihan yang dimiliki pasien seperti ingin meninggal di mana, serta berbagai kehendak pasien terkait dengan akhir hidupnya (advanced directives) yang terkait dengan penanganan pasien. - Kadang pasien tidak dalam kondisi sadar / mampu berkomunikasi, maka langkah di atas mungkin pula diperlukan untuk keluarga pasien. - Kebutuhan akan Layanan spiritual, yang dapat disediakan oleh rumah sakit dan dapat

ditawarkan kepada pasien atau keluarga pasien, namun pasien / keluarga dapat juga memilih untuk mengundang penasehat spiritual pilihannya sendiri dengan menginformasikan kepada perawat ruangan (untuk inpatient) - Kelonggaran dalam berdoa dan jumlah pengunjung diberikan melihat kondisi ruang perawatan dan diberikan oleh penanggung jawab ruang perawatan bagi pasien terminal dengan catatan tidak mengganggu pasien lain. Ke-adekuatan(adequacy) dari obat-obatan paliatif yang diberikan (terutama obat nyeri), serta pengkajian nyeri dan gejala lain yang mungkin timbul pada pasien terminal. Pasien terminal yang terpasang alat medik dan rencana akan dirawat di rumah dengan alat medik tersebut (misalnya ventilator) perlu dikaji mengenai siapa yang akan melakukan pengawasan terhadap pengoperasian alat medik tersebut. Edukasi dan pelatihan terhadap pasien atau yang merawat selanjutnya perlu dilakukan hingga dipastikan bahwa mereka mampu mengoperasikan alat medik tersebut dengan benar.

16. Pengkajian pasien dengan gangguan komunikasi


Selain bahasa, pasien dapat memiliki gangguan komunikasi yang dapat berakibat pada tidak sesuainya penanganan pasien tersebut. Gangguan komunikasi yang mungkin terjadi adalah : Pasien dengan gangguan pendengaran (hearing loss), bisu, maupun buta (blindness) Pasien mengalami gangguan kognitif (bawaan maupun didapat), misalnya retardasi, Cerebral Palsy, Stroke, dll) Dalam hal pasien memiliki gangguan komunikasi di atas, maka keluarga pasien diminta memberi informasi mengenai bagaimana komunikasi sehari-hari di rumah yang efektif dilakukan. Siapa keluarga atau orang di rumah yang mampu berkomunikasi secara efektif dengan pasien. Dalam hal pasien buta, komunikasi verbal merupakan metode utama untuk pengkajian, dan dalam hal pasien bisu/tuli, maka komunikasi tertulis merupakan salah satu alternatif pertama untuk pengkajian. Dalam hal gangguan pendengaran total dan pasien berkomunikasi dengan bahasa isyarat untuk orang tuna rungu, dan keluarga yang ada pada saat itu tidak dapat berkomunikasi, maka RSSS

mengundang ahli bahasa isyarat untuk membanttu proses komunikasi atau menunggu hingga anggota keluarga yang mampu berkomunikasi hadir di RSSS, kecuali dalam keadaan life saving. Untuk pasien dengan gangguan kognitif, komunikasi dilakukan sebatas dokter menganggap informasi dan komunikasi yang ada dapat dipercaya (reliable). Dan perlu dilakukan konfirmasi dengan keluarga mengenai hasil pengkajian tersebut.

17. Pengkajian pasien dengan gangguan kejiwaan / psychiatric disorder


Identifikasi pasien dengan gangguan kejiwaan. Pasien dengan gangguan kejiwaan dapat teridentifikasi baik di rawat jalan, rawat inap, maupun Unit Gawat Darurat. Pasien dengan percobaan bunuh diri perlu selalu dikonsulkan ke psikiater, disamping penanganan kegawat daruratannya (baik medical maupun surgical) Pasien dengan depresi yang dicurigai berat yang ditemukan di setting apapun harus dikonsulkan ke psikiater. - Pasien dengan gangguan cemas dan ringan yang belum dirasa mengganggu aktivitas harian dapat diberi terapi oleh dokter penanggung jawabnya. Pasien dengan kecurigaan gangguan psikotik, dengan atau tanpa organic underlying disease perlu dikonsulkan ke psikiater. Pasien dengan ketergantungan zat (obat, alkohol, rokok) lihat poin 13 di atas. Penanganan pasien dengan gangguan kejiwaan. - Pasien dengan gangguan psikotik dirujuk ke RS Hasan Sadikin atau RS Jiwa - Pasien dengan percobaan bunuh diri atau ancaman bunuh diri dirawat dengan kewaspadaan tinggi dibawah tanggung jawab psikiater, atau dirujuk bila dinilai ancaman bunuh dirinya tinggi, karena RSSS tidak memiliki fasilitas yang memadai untuk pencegahan bunuh diri. Pasien lain ditangani sesuai kondisi psikiatriknya. Pasien dengan kecanduan obat (lihat kebijakan di atas)

18. Pengkajian terhadap pemahaman pasien


Pengkajian terhadap pemahaman pasien akan penyakitnya dan proses perawatan yang akan dan

telah diberikan, serta tujuan dari penanganan atau pengobatannya tersebut perlu dilakukan oleh seluruh profesi kesehatan yang melakukan penanganan maupun pengobatan kepada pasien (baik dokter/perawat/ahli gizi/fisioterapis/dll). Pengkajian dilakukan dengan cara : Meminta pasien untuk secara singkat menjelaskan sejauh mana pasien memahami kondisi / diagnosisnya, serta proses penanganan yang sudah maupun akan diterimanya. (teach back method)

19. Privasi & Kerahasiaan dalam proses pengkajian pasien.


Tempat pengkajian harus tertutup dan diskusi mengenai hasil pengkajian hanya dilakukan antar tenaga kesehatan yang berhak atas informasi tersebut. Tidak mendiskusikan pasien di tempat umum (lift, cafetaria, dll) Pasien tidak perlu membuka pakaian lebih dari yang diperlukan untuk proses pemeriksaan secara patut.

kelt Tanggal pada

. . . pertama ATAU blla kunjung

~ s~ m

uaaya, at ditempelstikermanidentitasyangdisini)

ENT (Dikaji hanya pada k

a ATAU b

ungan terahir le

ASI

kan : ka nnutr l s: Tidak a e Takut terhadap penyebab yangterapi / tindakan / epilepsi Mudah
Ya(2) kajia

C a

isiko

wahPasien dlakukan pada follow up visit

singgung BMI :
an:.......

Status Nurisi (dikaji bil /

mHg Temp : .......... / C Berat Badan:/ keluhan ...... yang k x/mnt Resp : ..... x/mnt Penuunan BB dala
nyebab yang d a pa ka hbant ua ge rak (k u rs iro dape n g li ha ta ntongkat ) jelas / kej oreksi g

ingg

(g

ni?) al / o

List Form Pengkajian Khusus

You might also like