You are on page 1of 2

Untuk mendapatkan artikel-artikel keislaman lainnya kunjungi http://muhamadilyas.wordpress.

com

BERSUMPAH DENGAN NAMA SELAIN ALLAH SUBHANAHU WATA’ALA

Allah Subhanahu wata’ala bersumpah dengan nama apa saja yang Ia kehendaki dari segenap makhluk-
Nya. Sedangkan makhluk, mereka tidak diperbolehkan bersumpah dengan nama selain Allah Subhanahu
wata’ala.

Namun bila kita saksikan realita kehidupan sehari-hari, betapa banyak orang yang bersumpah dengan
nama selain Allah Subhanahu wata’ala.

Sumpah merupakan salah satu bentuk pengagungan. Karenanya ia tidak layak diberikan kecuali kepada
Allah Subhanahu wata’ala. Dalam sebuah hadits marfu’ dari Ibnu Umar Radhiallahu’anhu diriwayatkan:

”Ketahuilah, sesungguhnya Allah Subhanahu wata’ala melarang kalian bersumpah dengan nama nenek
moyangmu. Barang siapa bersumpah hendaknya ia bersumpah dengan nama Allah Subhanahu wata’ala
atau lebih baik diam”. (Hadits riwayat Bukhari, lihat Fathul Bari ; 11/ 530.)

Dan dalam hadits Ibnu Umar Radhiallahu’anhu yang lain:

”Barang siapa bersumpah dengan nama selain Allah Subhanahu wata’ala, maka ia telah berbuat syirik”
(Hadits riwayat Ahmad; 2/ 125, lihat pula Shahihul Jami'; No: 6204.)

Dalam hadits lain Nabi Shallallahu’alaihi wassalam bersabda:

”Barang siapa bersumpah demi amanat, maka ia tidak termasuk golongan kami”. (Hadits riwayat Abu
Daud; No: 3253, dan dalam Silsilah Shahihah; No: 94.)

Karena itu tidak diperbolehkan bersumpah demi Ka’bah, demi amanat, demi kemuliaan, dan demi
pertolongan. Juga tidak boleh bersumpah dengan berkah atau hidup seseorang. Tidak pula dengan
kemuliaan Nabi, para wali, nenek moyang, atau anak tertua. Semua hal tersebut adalah haram.

Barangsiapa terjerumus melakukan sumpah tersebut, maka kaffaratnya (tebusannya) adalah membaca:
”laa Ilaaha Illallah”, sebagaimana tersebut dalam hadits shahih:

“Barang siapa bersumpah, kemudian dalam sumpahnya ia berkata: "Demi Latta dan ‘Uzza", maka
hendaknya ia mengucapkan: 'Laa Ilaaha Illallaah'”. (Hadits riwayat Bukhari, lihat fathul Bari; 11/ 536.)

Termasuk dalam bab ini adalah beberapa lafadz kesyirikan dan lafadz yang diharamkan, yang biasa
diucapkan oleh sebagian kaum muslimin. Di antaranya adalah: ”Aku berlindung kepada Allah Subhanahu
wata’ala dan kepadamu, saya bertawakkal kepada Allah Subhanahu wata’ala dan kepadamu, ini adalah
dari Allah Subhanahu wata’ala dan darimu, tak ada yang lain bagiku selain Allah Subhanahu wata’ala dan
dirimu, di langit cukup bagiku Allah Subhanahu wata’ala dan di bumi cukup bagiku dirimu, kalau bukan
karena Allah Subhanahu wata’ala dan fulan1; saya terlepas diri dari Islam, wahai waktu yang sial2; alam
berkehendak lain.

1
(Yang benar hendaknya diucapkan dengan kata "kemudian". Misalnya, saya berhasil karena Allah
kemudian karena dirimu. Demikian pula hendaknya dalam lafadz-lafadz yang lain.Bin Baz).
Untuk mendapatkan artikel-artikel keislaman lainnya kunjungi http://muhamadilyas.wordpress.com

Termasuk dalam bab ini pula adalah semua nama-nama yang dihambakan kepada selain Allah
Subhanahu wata’ala, seperti Abdul Masih, Abdun Nabi, Abdur Rasul, Abdul Husain.

Di antara istilah dan semboyan modern yang bertentangan dengan tauhid adalah: 'Islam sosialis,
demokrasi Islam, kehendak rakyat adalah kehendak Tuhan, agama untuk Allah Subhanahu wata’ala dan
tanah air untuk semua, atas nama arabisme, atau nama revolusi dan sebagainya.

Termasuk hal yang diharamkan adalah memberikan gelar raja diraja, hakim para hakim atau gelar
sejenisnya kepada seseorang. Memanggil dengan nama sayyid (tuan) atau yang semakna kepada orang
munafik atau kafir, dengan bahasa arab atau bahasa lainnya.

Menggunakan kata “andaikata” yang menunjukkan penyesalan dan kebencian sehingga membuka pintu
bagi syaitan. Termasuk juga yang dilarang adalah ucapan; “Ya Allah ampunilah aku jika Engkau
menghendaki”3.

Sumber:

Bab 4 Bersumpah dengan Nama Selain Allah, Kitab ”Dosa-dosa yang Dianggap Biasa” Karya Syeikh
Muhammad Bin Shaleh Al Munajjid

2
Demikian pula dengan setiap kalimat yang mengandumg pencelaan terhadap waktu, seperti, ini zaman edan, ini
saat yang penuh kesialan, zaman yang memperdaya. Sebab pencelaan kepada masa akan kembali kepada Allah
Subhanahu wata’ala, karena Dialah yang menciptakan masa tersebut.
3
Untuk pembahasan yang lebih luas, lihat mu’jamul manahi Al Lafdziyyah, syaikh Bakr Abu Zaid

You might also like