You are on page 1of 12

A.

PENGERTIAN LIPOSARKOMA Sarcoma adalah pertumbuhan maligna jaringan mesodermal (misal jaringan ikat, otot, tulang) (Hinscliff, 1999 : 192). Liposarkoma adalah tumor ganas atau kanker pada jaringan lemak, yang biasanya dicirikan oleh adanya diferensiasi abortif sel sel menjadi liposit (Behrman, 1992: 30). Liposarkoma dapat ditemukan dimana mana, umpamanya di retroperitonium. Tumor ini memang sudah ganas dari awalnya dan hampir tidak pernah berasal dari perubahan keganasan suatu lipoma (Sjamsuhidajat, 1997: 1262). Liposarkoma jarang terjadi dan cenderung lebih membentuk tonjolan. Terjadi dari sel sel mesenkim primitif, beberapa diantaranya membawa vakuola vakuola lipid yang harus ada paling sedikit beberapa sel. Sesungguhnya liposarkoma dapat timbul dimana saja pada tubuh diluar jaringan adiposa. Sebagian besar terjadi di jaringan jaringan lunak dalam dan meneruskan perjalanan penyakit yang sangat tergantung pada gambaran sistologiknya. Liposarkoma miksoid cenderung merupakan tumor tumor derajat rendah, yang sering kambuh, mempunyai perjalanan penyakit yang sulit diobat dan metastasis lambat. Sebaliknya, liposarkoma sel bulat dan liposarkoma pleomorfik adalah sarkoma sarkoma derajat tinggi dan agresif (85% sampai 90% bermetastase) (Robbins, 1999 : 758 759). Liposarkoma merupakan tipe yang paling umum dari sarkoma jaringan lunak. Sarkoma jaringan lunak merupakan tumor yang jarang, yang tumbuh dan berkembang dalam jaringan yang diturunkan dari embrionik mesoderm. Sarkoma

ini mungkin terjadi dimana mana tetapi paling sering terjadi pada daerah paha (Gale, 1999 : 245).

B.PENYEBAB LIPOSARKOMA Etiologi secara umum dari kanker yaitu : virus, agens fisik, agens kimia, faktor faktor genetik, faktor makanan dan hormonal. 1. Virus : Virus sebagai penyebab kanker pada tubuh manusia sulit untuk dipastikan karena virus sulit untuk diisolasi. Virus dianggap dapat menyatukan diri dalam struktur genetik sel, sehingga mengganggu generasi mendatang dari populasi sel tersebut dan ini barang kali mengarah pada kanker (Smeltzer, 2001 : 321). 2. Agens Fisik : Faktor faktor fisik yang mengarah pada karsinogenesis mencakup pemanjanan terhadap sinar matahari atau pada radiasi. Pemajanan berlebih terhadap sinar ultraviolet terutama pada orang yang berkulit putih atau terang, bermata hijau atau biru dapat meningkatkan resiko terkena kanker. Pemajanan terhadap radiasi pengionisasi dapat terjadi saat prosedur radiografi berulang atau ketika terapi radiasi diberikan saat mengobati penyakit. Pemajanan terhadap medan elektromagnetik dari kabel listrik, mikrowave, dan telepon seluler dapat meningkatkan resiko kanker (Smeltzer, 2001 : 321). 3. Agens Kimia : Sekitar 85 % dari semua kanker diperkirakan berhubungan dengan lingkungan. Karsinogen kimia mencakup zat warna amino aromatik dan anilin, arsenik, jelaga dan tar, asbeston, pinang dan kapus sirih, debu kayu, senyawaan berilium, dan polivinil klorida (Smeltzer, 2001 : 322).

4.

Faktor Genetik dan Keturunan : Faktor genetik juga memainkan peranan dalam pembentukan sel kanker. Jika kerusakan DNA terjadi pada sel dimana pola kromosomnya abnormal, dapat terbentuk sel - sel mutan. Pola kromosom yang abnormal dari kanker berhubungan dengan kromosom ekstra, terlalu sedikit kromosom, atau translokasi kromosom. Beberapa kanker pada masa dewasa dan anak anak menunjukkan predisposisi keturunan. Pada kanker dengan predisposisi herediter, umumnya saudara dekat dan sedarah dan tipe kankernya sama (Smeltzer, 2001 : 322). 5.Faktor Faktor Makanan : Faktor faktor makanan diduga berkaitan dengan 40% sampai 60% dari semua kanker lingkungan. Substansi makanan dapat proakif, karsinogenik atau ko karsinogenik. Resiko kanker meningkat sejalan dengan ingesti jangka panjang karsinogenik atau kokarsinogenik atau tidak adanya substansi proaktif dalam diet. Substansi diet berkaitan dengan peningkatan resiko kanker mencakup lemak, alkohol, daging diasinkan atau diasap, makanan yang mengandung nitrat atau nitrit, dan masukan diet dengan kalori tinggi (Smeltzer, 2001 : 322). 6.Agens Hormonal : Pertumbuhan tumor mungkin dipercepat dengan adanya gangguan dalam keseimbangan hormon baik oleh pembentukan hormon tubuh sendiri atau pemberian hormon eksogenus (Smeltzer, 2001 : 321).

C. PATOFISIOLOGI LIPOSARKOMA Pada sarkoma belum dikenal adanya kanker insitu, sehingga sukar sekali untuk mengetahui kapan sarkoma itu muncul. Secara umum terjadinya kanker dimulai dari tumbuhnya satu sel kanker yang besarnya 10 mU. Kanker itu

tumbuh terus tanpa batas, mengadakan invasi kejaringan sekitar dan menyebar. Perjalanan penyakit kanker sampai penderita meninggal dapat dibagi menurut luas penyakit atau stadium penyakit. Stadium penyakit kanker dapat dibagi menjadi 2 yaitu : 1. Stadium Pra Klinik : yaitu stadium pada saat kanker belum dapat diketahui adanya dengan pemeriksaan klinik yang ada. Pada saat ini tumor yang lebih kecil dari 0,5 cm hampir tidak dapat diketahui dengan pemeriksaan klinik maupun penunjang klinik. Diperkirakan lama stadium pra klinik itu 2/3 dari lama perjalanan hidup kanker dan hanya 1/3 dari lama hidupnya berada dalam stadium klinik. 2. Stadium Klinik : yaitu stadium pada saat kanker itu telah cukup besar atau telah memberikan keluhan sehingga dapat diketahui adanya dengan pemeriksaan klinik dan / atau penunjang klinik. Selanjutnya stadium klinik dibagi menjadi beberapa stadium berdasarkan : a. Kemungkinan Sembuh 1). Stadium Dini ( Early Stage ) : Dimana kanker itu belum lama diketahui adanya, masih kecil, letaknya masih lokal terbatas pada organ tempat asalnya tumbuh, belum menimbulkan kerusakan yang berarti pada organ yang ditumbuhinya dengan kemungkinan sembuh besar. 2). Stadium Lanjut ( Advance Stage ) : Stadium dimana kanker itu telah lama ada, telah besar, telah menimbulkan kerusakan yang besar pada daerah yang ditumbuhinya, telah mengadakan infiltrasi pada jaringan atau organ disekitarnya dan umumnya juga telah mengadakan metastase regional. Kemungkinan sembuh kecil.

3). Stadium Sangat Lanjut ( Far Advance Stage ) : Stadium dimana kanker telah lama ada, telah besar dan keadaanya sama dengan stadium lanjut dan disertai metastase luas diseluruh tubuh. Kemungkinan sembuh sangat kecil atau tak dapat sembuh lagi (Sukardja, 2000 : 146 148). b.Topografi Penyakit : Stadium penyakit berdasarkan letak topografi tumor beserta ekstensi dan metastasenya dalam organ. Berdasarkan topografinya stadium kanker dibagi menjadi : 1). Stadium Lokal : Pertumbuhan kanker masih terbatas pada organ tempatnya semula tumbuh. 2). Stadium Metastase Regional : Kanker telah mengadakan metastase di kelenjar lymfe yang berdekatan yaitu kelenjar lymfe regional. Pada kasus liposarkoma dikaki pembesaran kelenjar limfe dapat dilihat pada kelenjar limfe inguinalis. 3).Stadium Metastase Jauh atau Diseminasi : Kanker telah mengadakan metastase di organ yang letaknya jauh dari tumor primer.

D.TANDA DAN GEJALA LIPOSARKOMA Tumor ganas ini umumnya memberikan gejala dan tanda benjolan tanpa nyeri atau tanda radang dan biasanya mempunyai simpai atau batas yang cukup jelas dengan jaringan sekitarnya, sehingga kebanyakan tidak dianggap sebagai tumor ganas. Benjolan tanpa gejala dan keluhan apapun karena tumbuh dalam jaringan lunak yang mudah didesak dan sering kali jauh dari organ vital. Keluhan baru timbul setelah ukuran sudah besar atau terjadi tarikan atau tekanan pada otot atau saraf (Sjamsuhidajat, 1997 : 1261).

Gejala dan tanda kanker jaringan lemak tidak spesifik, tergantung pada lokasi dimana tumor berada, umumnya gejala berupa adanya suatu benjolan dibawah kulit yang tidak terasa sakit, hanya sedikit penderita yang mengeluh sakit. Rasa sakit muncul akibat perdarahan atau nekrosis dalam tumor dan bisa juga karena penekanan pada saraf saraf tepi. Kanker yang sudah begitu besar, dapat menyebabkan borok dan perdarahan kulit (http : // www. Pontianak Post. Com. 2005).

E.PEMERIKSAAN PENUNJANG LIPOSARKOMA Untuk menentukan ganas atau jinak dari semua benjolan pada jaringan lunak yang menetap perlu dilakukan biopsi. Benjolan yang mudah digerakkan dari jaringan sekitarnya dan disangka lipoma dapat memberi hasil patologi yang mengejutkan. Secara klinis diagnosis ditentukan dengan palpasi untuk memperkirakan ukuran kelainan dan perlekatan dengan struktur dangkal maupun dalam. Pemeriksaan pencitraan seperti radiografi, ultrasonografi, limfangiografi, payaran CT, atau MRI sebaiknya digunakan dengan selektif. Angiografi bermanfaat karena dapat menilai hubungan anatomi tumor dengan jaringan sekitarnya. Dalam perencanaan pembedahan, angiografi menentukan jarak tumor dengan pembuluh darah utama. Pemeriksaan pencitraan paru dilakukan karena kebanyakan tumor ganas jaringan lunak lebih dulu beranak sebar ke paru paru. Foto Rontgen dilakukan karena kanker ini bisa menginvasi tulang, setelah foto Rongten dapat direncanakan untuk reseksi tulang (Sjamsuhidajat, 1997 : 1261).

F.PENATALAKSANAAN LIPOSARKOMA Sebelum kita memberikan terapi pada penderita kanker, terlebih dahulu perlu diketahui bagaimana prinsip prinsip pengelolaan kanker. Pastikan dulu diagnosa klinis dan patologi, stadium dan keadaan penderita, serta buat rencana terapi yang akan diberikan. Apa tujuan terapi, bagaiman caranya, bagaimana urutannya, kapan dimulai dan hasil apa yang diharapkan.

Tujuan Terapi : Tujuan terapi kanker ada 2 yaitu : kuratif atau penyembuhan dan paliatif atau meringankan. Terapi kuratif ialah tindakan untuk menyembuhkan penderita yaitu membebaskan penderita dari kanker yang dialami untuk selama lamanya. Umumnya untuk penyembuhan kanker ini hanya mungkin pada kanker dini yaitu kanker loko regional, masih kecil. Kurang lebih 70 % kanker yang solid dapat disembuhkan dengan pembedahan. Terapi paliatif ialah semua tindakan aktif guna meringankan beban penderita kanker terutama bagi yang tidak mungkin disembuhkan lagi. Perawatan Paliatif bertujuan untuk memperbaiki kualitas hidup agar dapat bekerja dan menikmati hidup. Mengatasi komplikasi yang terjadi, dapat memperpanjang hidup dan tanpa memperpanjang penderitaan. Mengurangi atau meringankan keluhan, keluhan yang berat pada penderita kanker umumnya nyeri, ulkus berbau, perdarahan yang sukar berhenti dan berulang ulang, tidak ada nafsu makan, badan lemas dan mengurus, dsb. Hilang atau berkurangnya keluhan maka penderita akan merasa lebih enak dan sehat (Sukardja, 2000 : 210).

Ada bermacam macam terapi kanker, yaitu : Terapi utama, ini merupakan penatalaksanaan yang ditujukan kepada penyakit kanker itu sendiri, yang meliputi pembedahan, radioterapi, khemoterapi, hormonterapi dan bioterapi. Pada umumnya terapi yang diberikan kepada penderita kanker ialah cara sequential yaitu setelah selesai dengan cara terapi yang satu, kalau perlu diikuti cara terapi yang lain. Pada kasus kanker loko regional yang operabel, urutan terapi umumnya ialah dimulai dengan operasi, kemudian radioterapi dan terakhir khemoterapi (Sukardja, 2000 : 214). Pada sarkoma jaringan lunak seperti liposarkoma penatalaksanaan bukan hanya tumornya saja yang diangkat, namun juga dengan jaringan sekitarnya sampai bebas tumor, tergantung dimana letak kanker ini. Tindakannya berupa operasi eksisi luas. Penggunaan radioterapi dan khemoterapi adalah terapi yang direncanakan setelah pembedahanuntuk menghindari kekembuhan. Untuk kanker yang ukurannya besar, setelah operasi ditambah dengan radioterapi. Setelah penderita operasi harus sering kontrol untuk memonitor ada tidaknya kekambuhan pada daerah operasi ataupun kekambuhan ditempat jauh hasil metastase. Pembedahan : Pembedahan yang dilakukan adalah eksisi luas dan lymfadenectomy dan rekonstruksi tensor facialata STSG (Split Thickness Skin Graft). a. Eksisi luas adalah pengambilan benjolan dengan mengikutkan satu lapis jaringan disekelilingnya. Eksisi luas adalah terapi utama untuk sarkoma
ekstremitas. Tujuan/goal dari terapi lokal ini adalah untuk mereseksi tumor dengan batas 2cm di sekitar jaringan lunak normal sekitar. Pada beberapa area anatomis, batas negatif tdiak dapat dicapai karena tumor dekat dengan struktur

vital. Biopsi area atau traktus harus dilakukan en bloc pada spesimen reseksi. Dengan teknik pembedahan dan radioterapi yang modern, angka

mempertahankan tungkai dan kontrol lokal sudah lebih baik. Laporan terakhir kegagalan lokal setelah tatalaksana yang sesuai adalah 10%.

b. SKIN GRAFT Menurut Heriady (2005), skin graft adalah menanam kulit dengan ketebalan tertentu baik sebagian maupun seluruh kulit yang diambil atau dilepaskan dari satu bagian tubuh yang sehat (disebut daerah donor) kemudian dipindahkan atau ditanamkan ke daerah tubuh lain yang membutuhkannya (disebut daerah resipien). Skin graft dilakukan pada pasien yang mengalami kerusakan kulit yang hebat sehingga terjadi gangguan pada fungsi kulit itu sendiri, misalnya pada luka bakar yang hebat, ulserasi, biopsi, luka karena trauma atau area yang terinfeksi dengan kehilangan kulit yang luas. Penempatan graft pada luka bertujuan untuk mencegah infeksi, melindungi jaringan yang ada di bawahnya serta mempercepat proses penyembuhan Klasifikasi skin graft berdasarkan ketebalan kulit yang diambil dibagi menjadi 2, yaitu ( Heriady, 2005:2 ) : 1.Split Thicknes Skin Graft ( STSG ) STSG mengambil epidermis dan sebagian dermis berdasarkan ketebalan kulit yang dipotong, Revis (2006) membagi STSG sendiri menjadi 3 kategori yaitu : a.Tipis (0,005 - 0,012 inci) b.Menengah (0,012 - 0,018 inci) c.Tebal (0,018 - 0,030 inci)

STSG dapat bertahan pada kondisi yang kurang bagus mempunyai tingkat aplikasi yang lebih luas. STSG digunakan untuk melapisi luka yang luas, garis rongga, kekurangan lapisan mukosa, menutup flap pada daerah donor dan melapisi flap pada otot. STSG juga dapat digunakan untuk mencapai penutupan yang menetap pada luka tetapi sebelumnya harus didahului dengan pemeriksaan patologi untuk menentukan rekonstruksi yang akan

dilakukan.Daerah donor STSG dapat sembuh secara spontan dengan sel yang disediakan oleh sisa epidermis yang ada pada tubuh dan juga dapat sembuh secara total. STSG juga mempunyai beberapa dampak negatif bagi tubuh yang perlu dipertimbangkan. Aliran pembuluh darah serta jaringan pada STSG mempunyai sifat mudah rusak atau pecah terutama bila ditempatkan pada area yang luas dan hanya ditunjang atau didasari dengan jaringan lunak serta biasanya STSG tidak tahan dengan terapi radiasi (Revis, 2006: 3). STSG akan menutup selama penyembuhan, tidak tumbuh dengan sendirinya dan harus dirawat agar dapat menjadi lebih lembut, dan tampak lebih mengkilat daripada kulit normal. STSG akan mempunyai pigmen yang tidak normal salah satunya adalah berwarna putih atau pucat atau kadang hiperpigmentasi, terutama bila pasien mempunyai warna kulit yang lebih gelap. Efek dari penggunaan STSG adalah kehilangan ketebalan kulit, tekstur lembut yang abnormal, kehilangan pertumbuhan rambut dan pigmentasi yang tidak normal sehingga kurang sesuai dari segi kosmetik atau keindahan. Jika digunakan pada luka bakar yang luas pada daerah wajah, STSG mungkin akan menghasilkan penampilan yang tidak diinginkan. Terakhir, luka yang dibuat pada daerah donor dimana graft tersebut dipotong selalu akan lebih nyeri daripada daerah resipien.

2.Full Thickness Skin Graft ( FTSG ) FTSG lebih sesuai pada area yang tampak pada wajah bila flap (potongan kulit yang disayat dan dilipat) pada daerah setempat tidak diperoleh atau bila flap dari daerah setempat tidak dianjurkan. FTSG lebih menjaga karakteristik dari kulit normal termasuk dari segi warna, tekstur/ susunan, dan ketebalan bila dibandingkan dengan STSG. FTSG juga mengalami lebih sedikit pengerutan selama penyembuhan. Ini adalah sama pentingnya pada wajah serta tangan dan juga daerah pergerakan tulang sendi. FTSG pada anak umumnya lebih disukai karena dapat tubuh dengan sendirinya. Prosedur FTSG memiliki beberapa keuntungan antara lain : relatif sederhan, tidak terkontaminasi / bersih, pada daerah luka memiliki vaskularisasi yang baik dan tidak mempunyai tingkat aplikasi yang luas seperti STSG. c. Tensor fasciae latae suatu otot paha. Punya origo pada spina iliaca anterior posterior seperti halnyaaspectura anterior dari iliaca crest, dan Insertio kedalam tractus iliotibial. Ini berperanan dalam fleksi paha dan rotasi medial

G.KOMPLIKASI LIPOSARKOMA Komplikasi sarkoma dari proses penyakit meliputi metastase pada paru paru, liver, tulang. Komplikasi dari penatalaksanaan yaitu infeksi pada pembedahan, dan jika dilakukan terapi radiasi mungkin akan terjadi perlambatan penyembuhan luka, dan nekrosis dijaringan setelahnya. Jika dilakukan khemoterapi, akan didapat komplikasi antara lain : mual, muntah, stomatitis, neuropati perifer, miopati jantung, dan kerusakan hepar (Gale, 1999 : 246).

You might also like