You are on page 1of 4

Dr.

Musni Umar: Menarik Gerbong Kemajuan Indonesia Belajar dari Kedahsyatan China

Dr. Musni Umar: Menarik Gerbong Kemajuan Indonesia Belajar dari Kedahsyatan China
WRITTEN BY MUSNIUMAR SATURDAY, 01 JANUARY 2011 14:46 NO COMMENTS

Dr. Musni Umar Dipenghujung 2010, tepatnya 30 Desember, Forum Diskusi (Fordis) Bina Insan Cita yang secara reguler mengadakan diskusi di kediaman Firdaus Wadjdi, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, kembali menggelar diskusi dengan topik Keistimewaan Jogyakarta, dengan pembicara Prof. Dr. Jimly Asshidiqi, dan dr. Sulastomo, MPH. Menjelang diskusi dimulai, terjadi perbincangan menarik tentang kemajuan China. Dr. Ali Rahman, belum lama ini berkunjung ke China dan dr. Sulastomo, juga baru pulang dari Amerika Serikat. Dalam perbincangan itu, dikemukakan ada buku baru yang ditulis John & Doris Naisbitt tentang Chinas Megatrends yang memuji kedahsyatan kemajuan China sekarang. Hanya disebutkan bahwa buku itu terbit di Singapura, dan belum dijual di Indonesia. Oleh karena penasaran, maka besoknya 31 Desember 2010, saya coba mencari buku itu di Toko Buku Gramedia. Ternyata sudah dijual di toko buku tersebut dan saya langsung membelinya. Bahkan buku ini telah dialih bahasa oleh Hendro Prasetyo dan diterbitkan PT Gramedia Pustaka Utama. Untuk mengakhiri tahun 2010, saya memanfaatkan waktu menjelang pergantian tahun baru, untuk membaca buku itu dan menulis sebuah makalah yang diberi tajuk Menarik Gerbong Kemajuan Indonesia Belajar dari Kedahsyatan China . Kebetulan sekeluarga tidak keluar rumah seperti lazimnya penduduk Jakarta dan kota-kota besar lain di Indonesia dan kota-kota di seluruh dunia, untuk merayakan pergantian tahun baru. Oleh karena pada 15-20 Desember 2010, saya dan keluarga telah melakukan perjalanan ke Kuala Lumpur, untuk menyampaikan presentasi di Kementerian Dalam Negeri Malaysia tentang Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia, berdiskusi dengan Prof. Dr. Mohammad Redzuan Othman, dan Dr. Zulkanain Abdul Rahman, masing-masing Dekan dan Timbalan Dekan Fakulti Sastera dan Sains Sosial (FSSS), Universiti Malaya (UM), juga berjumpa dengan Prof. Dato Dr. Nik Hassan Shuhaimi Nik Abd. Rahman, Timbalan Pengarah Institut Alam dan Tamaddun Melayu (ATMA), Univ. Kebangsaan Malaysia (UKM). 8 Pilar yang Membuat Dahsyat China Setidaknya terdapat 8 (delapan) pilar yang membuat dahsyat China. Pilar 1 Emansipasi pikiran. Pilar 2 Penyeimbangan Top-Down dan Bottom-Up. Pilar 3 Membingkai hutan dan membiarkan pepohonan tumbuh. Pilar 4 Menyeberangi sungai dengan merasakan bebatuan. Pilar 5 Persemaian artistik dan intelektual. Pilar 6 Bergabung dengan dunia. Pilar 7 Kebebasan dan keadilan. 8 Dari medali emas olimpiade menuju hadial Nobel. Dari delapan pilar yang membuat China menjadi dahsyat kemajuannya, dikemukakan 5 (lima) pilar, dengan harapan dapat dikaitkan pembahasannya dengan Indonesia. Pertama, emansipasi pikiran. Deng Xiaoping sebagaimana ditulis oleh Naisbitt, pada Mei 1978

telah menyerukan kepada bangsa China dengan berkata: Kita perlu menjalankan emansipasi besar dalam pola pikir kita. Seruan itu dikemukakan untuk memberi ruang kepada masyarakat supaya mengekspresikan partisipasi pemikirannya karena dalam sistem topdown yang diamalkan secara tersentralisasi, tidak kondusif dan tidak subur bagi ekonomi pasar. Pada hal untuk memajukan ekonomi China, para pemimpinnya mengambil jalan ekonomi pasar, yang sulit untuk tumbuh dan berkembang tanpa partisipasi dan emansipasi pikiran seluruh warga China. Emansipasi pikiran amat diperlukan sebagai jalan untuk mewujudkan keberhasilan reformasi ekonomi yang bercirikan desentralisasi. Kedua, penyeimbang Top-Down dan Bottom-Up. John & Doris Naisbitt menulis perkembangan dinamika arahan top-down pemerintah China dan inisiatif bottom-up rakyatnya membentuk model baru yang disebutnya demokrasi vertikal. Demokrasi vertikal yang diperkenalkan China, sangat berlawanan dengan demokrasi Barat yang diamalkan Amerika serikat, dunia Barat dan negara-negara yang menjadi satelit Amerika Serikat. Maka pilar kedua dari delapan pilar yang membuat dahsyat china, paling penting, paling rentan, dan paling kritis karena menjadi tumpuan kesinambungan masyarakat baru China, dan penyeimbang kekuatan top-down dan bottom-up. Menjaga keseimbangan adalah kunci kesinambungan China, dan kunci memahami konsep diri politik China. Disinilah perbedaan paling mendasar antara konsep politik China dan Amerika Serikat (Barat) dalam demokrasi. Pikiran orang China sangat dipengaruhi oleh dua kebutuhan fundamental yaitu ketertiban dan harmoni masyarakat sebagai penjabaran dari ajaran inti Konfusius, yang percaya bahwa hanya ketertiban yang dapat memberikan kebebasan sejati. Dengan konsep ini masyarakat yang tertib memberikan konteks tempat rakyat dapat bertindak bebas. Naisbitt mencatat bahwa cara berpikir semacam ini, dimaknai bahwa ketertiban bagi orang China tidak mengekang rakyat, tapi menciptakan ruang bermanuver. Sementara bagi orang Amerika, kebebasan berarti kesempatan menentukan bagaimana mereka hidup, tidak dihalangi tindakan semena-mena orang lain. Pandangan ini dianut sebagian besar dunia Barat, dimana hak individu menjadi pilar utama masyarakat. Namun, kebebasan berbeda artinya bagi orang yang berbeda. Ketiga, persemaian artistik dan intelektual. Deng Xiaoping sejak awal telah berkata: Kita harus membangun dua peradaban: peradaban material dan peradaban spiritual. Kemajuan yang diraih China saat ini dibidang peradaban material, dapat dilihat dalam pembangunan pisik seperti gedung-gedung pencakar langit, dan jalan-jalan bebas hambatan (Tol), merupakan bukti keberhasilan dalam pembangunan pisik. Begitu juga, di bidang peradaban spiritual, China terus maju ke tahap lebih lanjut dalam bentuk penciptaan produk-produk dan desain China khas sebagai produk dari semangat seniman dan intelektual yang anti keseragaman, berbakat, dan kreatif. Keempat, bergabung dengan dunia. Langkah awal China sebelum memasuki panggung dunia seperti sekarang adalah mengubah pola pikirnya. China memulainya dengan proses emansipasi sosial, budaya, ekonomi, dan politik. Dalam rangka itu, China melakukan impor ilmu pengetahuan. China belajar dari negara-negara yang selama bertahun-tahun pernah dianggap musuh atau secara idiologis dikecam. China mengulurkan tangan dan keluar dari isolasi menjadi bagian struktur ekonomi, politik, dan budaya dunia. Naisbiit memaparkan, setelah 100 tahun kehinaan, diikuti tiga puluh tahun penciptaan ulang dan pembaruan diri, China harus diterima serta dihormati oleh seluruh dunia. China dalam rangka mempercepat kemajuannya, melakukan pelibatan ekonomi, politik, dan budaya yang agresif ke seluruh dunia sebagai penegasan bahwa ia adalah anggota masyarakat global sesuai taraf kemajuannya sendiri. Dengan politik China bergabung dengan dunia, maka China sekarang tulis Naisbitt, ada dibenak setiap orang. Hanya sedikit orang yang mengunjunginya, tapi tidak banyak orang yang mengetahui bahwa China tidak menghalangi orang berpendapat tentangnya. Pandangan orang beragam, dari menyukai China sampai membenci. Sebagian besar media, tulis Naisbitt berfokus pada apa yang memisahkan, daripada menghubungkan China dengan seluruh dunia. Negeri tirai bambu itu, tidak ada keraguan, dengan mantap memasuki panggung dunia. Pemain baru ini akan menciptakan sendiri perannya. Kelima, kebebasan dan keadilan. Pilar ini amat penting sebagai perjuangan untuk menyeimbangkan apa yang mungkin secara ekonomis dengan apa yang diinginkan secara sosial, kebebasan beberapa orang untuk meraih kesuksesan finansial dengan kebutuhan banyak orang atas layanan sosial. Naisbitt menuturkan bahwa perdebatan antara sosialis dan kapitalis selalu tentang kebebasan dan keadilan. Namun tidak mudah disinkronkan karena apa yang diinginkan secara sosial, tidak selalu praktis direalisasikan. Masalahnya, apakah kita memilih sistem yang memperlakukan semua sama, sehingga tidak ada yang terlalu jauh melebihi orang lain? Atau apakah kita memilih kebebasan bagi individu yang melalui bakat dan kerja kerasnya mendapatkan tingkat prestasi jauh melebihi orang lain? Naisbitt mengemukakan bahwa dunia bergelut memikirkan pertimbangan ini. Pada masa sangat awal, Naisbitt mengemukakan pada hari-hari bulan Januari 1978 yang dingin, masyarakat Beijing melihat fajar baru untuk pertama kalinya Xinhua News menulis, Seberkas cahaya matahari akhirnya menerobos kedinginan, membawa sejumput kehangatan bagi kehidupan manusia. Di kota besar itu, yang penuh sesak dengan apartemen dan jalan yang sempit, massa rakyat dapat mulai sedikit lega. Oleh karena, tindakan mengedepankan emansipasi pikiran, mencari kebenaran dan fakta-fakta, dan memperluas bingkai tempat orang dapat beroperasi memperbaiki kehidupan China. Naisbitt melanjutkan tulisannya, pada saat itu tidak ada pengumuman terang-terangan seperti menjadi kaya adalah mulia, yang selalu dikutip media Barat sebagai persetujuan Deng Xiaoping atas langkah-langkah menuju penciptaan kekayaan lebih lanjut. Deng sama sekali tidak pernah mengatakannya, apalagi dengan maksud tersirat.

Yang dia katakan, dalam wawancara di televisi Barat pada tahun 1986, adalah, menjadi kaya tidaklah berdosa. Kemudian, dia melanjutkan Apa yang kami maksud menjadi kaya berbeda dari apa yang Anda maksudkan. Menjadi kaya dalam masyarakat sosialis berarti kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Prinsip-prinsip sosialisme adalah pertama, pengembangan produksi; dan kedua, kesejahteraan umum. Deng mengemukakan, kami mengizinkan beberapa orang dan beberapa daerah menjadi makmur terlebih dahulu, dengan tujuan mencapai kesejahteraan umum lebih cepat. Inilah sebabnya, kebijakan kami tidak akan mengarah ke polarisasi, ke situasi orang kaya semakin kaya sementara yang miskin semakin miskin.

Belajar Cara Maju dari China Indonesia yang sedang berjuang untuk maju, tidak bisa tidak harus belajar dan mengambil pelajaran dari kemajuan kedahsyatan China. Ajakan ini hanya bersifat mengingatkan kembali (reminder) karena lebih dari 14 abad yang lalu Nabi Muhammad SAW telah memerintahkan kepada kita untuk belajar ke China sebagaimana sabdanya Uthlubil ilma walau bisshiin (tuntutlah ilmu walaupun di China). Kemajuan peradaban China dengan merujuk kepada 8 pilar yang membuat dahsyat China, memaksa kita untuk kembali belajar ke negeri itu. Pilar kesatu yang amat penting diamalkan ialah emansipasi pikiran. Konsep semacam ini, di era Orde Baru pernah diperkenalkan dengan konsep partisipasi pembangunan. Seharusnya dalam partisipasi, sudah ada emansipasi pikiran dari masyarakat yang diajak memberikan pikiran. Namun dalam praktik, tidak ada konsep emansipasi pikiran dalam pembangunan kita. Kelemahan kita ialah pada tataran implementasi. Pertama, tidak ada usaha (effort) keras dan berkesinambungan (continue) untuk mengamalkan yang sudah diprogramkan. Kedua, konsep partisipasi ini tidak diarahkan seperti di China untuk mewujudkan emansipasi pikiran kepada seluruh lapisan masyarakat. Partisipasi lebih difokuskan kepada keikut-sertaan dalam pembangunan pisik, tidak diarahkan emansipasi pikiran (kesamaan pikiran) untuk membangun Indonesia menjadi bangsa dan negara yang kuat, makmur dan sejahtera. Ketiga, arahnya tidak jelas, tidak fokus dan tidak substantif. Apalagi tidak diarahkan untuk merubah mindset (cara berpikir) masyarakat Indonesia supaya memiliki kesamaan pikiran untuk membuat dahsyat Indonesia. Di masa depan, Indonesia mesti mengamalkan emansipasi pikiran yang memberi pencerahan, penyadaran, pengamalan dan penghayatan tentang pentingnya kesamaan pikiran seluruh rakyat untuk menjaga, merawat dan mempertahankan pembangunan sebagai cara untuk membawa bangsa ini bangkit dan maju. Pilar kedua, pembentukan demokrasi vertikal, sebagai hasil dari dinamika arahan top-down pemerintah China dan inisiatif bottom-up rakyatnya. Model demokrasi semacam ini sama sekali baru dan berbeda 100 persen dari demokrasi Barat. Walaupun ada kelemahannya, tetapi kelebihannya menurut saya lebih banyak. Pertama, pemerintahan berjalan stabil. Kedua, program pembangunan bisa berterusan (continue) dijalankan. Ketiga, pelaksanaan demokrasi tidak mengganggu dan mengguncangkan stabilitas sosial, ekonomi, politik dan keamanan. Keempat, lebih bersesuaian dengan kondisi masyarakat. Pada tataran ini, bangsa Indonesia perlu banyak belajar dari konsep demokrasi vertikal, karena secara sosiologis, walaupun China penduduknya homogen, tetapi struktur dan sistem sosialnya, pada umumnya sama dengan penduduk Indonesia yang bercorak paternalistik dan feodalistik, sehingga pengamalan demokrasi liberal tidak bercocok.

Pilar ketiga, membangun peradaban material dan spiritual sebagai hasil persemaian artistik dan intelektual. China tidak hanya melaksanakan pembangunan yang melahirkan peradaban material seperti bangunan-bangunan pencakar langit dihampir seluruh kota di China, tetapi juga pembangunan spiritual seperti seni tari, kunfu, musik dan sebagainya. Dalam tataran ini, Indonesia sudah dalam on the track yang mengutamakan pembangunan material dan spiritual. Hanya percepatan pembangunan harus dilakukan dan untuk membawa bangsa dan negara Indonesia segera bangkit, maju, makmur dan sejahtera. Pilar keempat, China bergabung dengan dunia. Kelebihan China dalam bergabung dengan dunia, karena masyarakatnya telah dipersiapkan sehingga menjadi pemain dunia, bukan sebaliknya menjadi yang dipermainkan. Berbagai hasil industri kecil China, kemudian menguasai pasaran dunia, termasuk pasar-pasar di Indonesia. Indonesia mau tidak mau harus mengerahkan seluruh potensinya untuk segera berbenah dan bergegas bangkit, kalau tidak ingin pangsa pasarnya dalam negeri dikuasai oleh industri kecil China dan negaranegara lain. Pilar kelima, kebebasan dan keadilan. Dengan pengendalian pemerintahan yang efektif dan baik, maka percepatan pembangunan ekonomi China, bisa dicegah terjadinya akumulasi modal ditangan para kapitalis yang mengakibatkan kesenjangan sosial ekonomi menjadi tajam. Di China tumbuh dan berkembang penguasaan modal oleh negara melalui perusahaan negara, disamping pemodal dari luar. Dengan demikian, kebebasan dan keadilan sebagai salah satu pilar yang membuat dahsyat China, dapat disinkronisasikan dalam simponi yang harmoni dan tertib. Keadaan semacam ini, amat bertolak belakang di Indonesia. Dengan kebebasan ekonomi dimanfaatkan oleh para kapitalis untuk menguasai ekonomi Indonesia. Pada saat yang sama, keadilan tidak kunjung bisa diwujudkan, karena faktor-faktor yang amat kompleks seperti terjadinya kolusi penguasa dengan pengusaha, merajalelanya korupsi, demokrasi liberal ditengah masyarakat miskin, telah semakin menjauhkan terciptanya kebebasan dan keadilan yang hakiki. Kesimpulan Untuk menarik gerbong kemajuan Indonesia, dahsyatnya kemajuan China, bisa dijadikan contoh. Untuk itu, masyarakat Indonesia harus diberi pencerahan, dan penyadaran yang terus-menerus, serta diberi contoh pengamalan dan penghayatan emansipasi pikiran untuk memajukan Indonesia. Selain itu, bangsa Indonesia penting belajar dari demokrasi vertikal China, sebagai inovasi dari penyeimbangan pola top-down dan bottomup dari masyarakat. Ini dikemukakan karena setelah kita menjalani demokrasi liberal, nampak bahwa model demokrasi itu, tidak cocok dan tidak sesuai dengan kodisi sosial ekonomi masyarakat kita, sehingga demokrasi liberal bukan saja semakin menjauhkan kita kepada perwujudan tujuan kita berbangsa dan bernegara yaitu mewujudkan kesejahteraan umum seperti yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945, tetapi telah membawa bangsa ini kepada pengamalan demokrasi sembako, yang sarat dengan politik uang (money politics) yaitu siapa yang memberi uang dan makanan menjelang pemilu, dialah yang dipilih (dicoblos). Selain itu, Indonesia bisa pula belajar dari China dalam pembangunan peradaban material yang kemudian menjadi penopang percepatan kemajuan pembangunan ekonomi, karena pembangunan berbagai jalan bebas hambatan (tol) semakin memperlanjar ou-flow barang. Disamping itu, China juga melakukan pembangunan peradaban spiritual untuk mewujudkan kepuasaan rohani. Tidak kalah pentingnya mengambil pelajaran dari bergabungnya China dengan dunia, karena kemudian menjadi pemain dunia dalam bidang ekonomi. Hampir seluruh pangsa pasar negara-negara di dunia, diserbu berbagai hasil industri kecil, dan menengah China, termasuk menyerbu di negara kita. Akhirnya, pelajaran lain yang patut dipetik ialah kemampuan China mengontrol penguasaan ekonomi oleh golongan kapitalis, sehingga pengamalan ekonomi pasar, masih bisa diwujudkan keadilan ekonomi bagi masyarakat miskin dan papa. Bangsa Indonesia, amat penting mengendalikan ekonomi melalui peningkatan peran Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai pilar penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Jakarta, 01 Januari 2011

You might also like