You are on page 1of 14

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1975 TENTANG PARTAI POLITIK DAN GOLONGAN KARYA DENGAN RAHMAT TUHAN

YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka penyederhanaan dan pendayagunaan kehidupan politik, dewasa ini organisasi-organisasi kekuatan sosial politik yang telah ada telah mengelompokkan diri menjadi dua Partai Politik dan satu Golongan Karya, seperti yang telah dinyatakan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara; b. bahwa dengan adanya tiga organisasi kekuatan sosial politik tersebut, diharapkan agar Partai-partai Politik dan Golongan Karya benar-benar dapat menjamin terpeliharanya persatuan dan kesatuan Bangsa, stabilitas nasional serta terlaksananya percepatan pembangunan; c. bahwa agar supaya kenyataan-kenyataan yang positif itu dapat tumbuh semakin kuat dan mantap, perlu diatur tata kehidupan Partai-partai Politik dan Golongan Karya tersebut, yang sekaligus memberikan kepastian tentang kedudukan, fungsi, hak dan kewajiban yang sama dan sederajat dari organisasi-organisasi kekuatan sosial politik yang bersangkutan yang memadai serta sesuai dengan prinsip-prinsip Demokrasi Pancasila serta pelaksanaan pembangunan Bangsa; d. Pasal 27 dan Pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945. Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1) dan Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945; 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IV/MPR/1973 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara. Dengan Persetujuan: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PARTAI POLITIK DAN GOLONGAN KARYA BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan Partai Politik dan Golongan Karya adalah organisasi kekuatan sosial politik yang merupakan, hasil pembaharuan, dan penyederhanaan kehidupan politik di Indonesia, yaitu: a. dua Partai Politik yang pada saat berlakunya Undang-undang ini bernama:

(1)

(2)

(3)

1. Partai Persatuan Pembangunan; 2. Partai Demokrasi Indonesia; b. satu Golongan Karya yang pada saat berlakunya Undang-undang ini bernama Golongan Karya. Partai Politik dan Golongan Karya sebagai organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat Warga negara Republik Indonesia atas dasar persamaan kehendak, mempunyai kedudukan, fungsi, hak dan kewajiban yang sama dan sederajat sesuai dengan Undang-undang ini dan kedaulatannya berada di tangan anggota. Partai Politik dan Golongan Karya yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini wajib melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini dengan sebaik-baiknya. BAB II AZAS DAN TUJUAN Pasal 2 Azas Partai Politik dan Golongan Karya adalah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Selain ketentuan tersebut dalam ayat (1) pasal ini, azas/ciri Partai Politik dan Golongan Karya yang telah ada pada saat diundangkannya Undang-undang ini adalah juga azas/ciri Partai Politik dan Golongan Karya. Pasal 3 Tujuan Partai Politik dan Golongan karya adalah: a. mewujudkan cita-cita Bangsa seperti dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945; b. menciptakan masyarakat adil dan makmur yang merata spirituil dan materiil berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia; c. mengembangkan kehidupan Demokrasi Pancasila. Partai Politik dan Golongan Karya memperjuangkan tercapainya tujuan tersebut dalam ayat (1) pasal ini dengan jiwa/semangat kekeluargaan, musyawarah dan gotong-royong, serta cara lain selama tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam semua Undang-undang yang berlaku.

(1) (2)

(1)

(2)

Pasal 4 Partai Politik dan Golongan Karya wajib mencantumkan azas dan tujuan seperti yang dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang ini dalam Anggaran Dasarnya. BAB III FUNGSI, HAK DAN KEWAJIBAN Pasal 5 Partai Politik dan Golongan Karya berfungsi: a. sebagai salah satu Lembaga Demokrasi Pancasila menyalurkan pendapat dan aspirasi masyarakat secara sehat dan mewujudkan hak-hak politik rakyat; b. membina anggota-anggotanya menjadi Warga negara Indonesia yang bermoral Pancasila, setia terhadap Undang-Undang Dasar 1945 dan sebagai salah satu wadah untuk mendidik kesadaran politik rakyat.

Pasal 6 Partai Politik dan Golongan Karya berhak: a. mempertahankan dan mengisi Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. ikut serta dalam Pemilihan Umum. Pasal 7 Partai Politik dan Golongan Karya berkewajiban: a. melaksanakan, mengamalkan dan mengamankan Pancasila serta Undang-Undang Dasar 1945; b. mempertahankan dan mengisi Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia; c. mengamankan dan melaksanakan Garis-garis Besar Haluan Negara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat lainnya; d. memelihara persatuan dan kesatuan Bangsa, serta memelihara stabilitas nasional yang tertib dan dinamis sebagai prasyarat mutlak untuk berhasilnya pelaksanaan pembangunan Bangsa di segala bidang; e. turut memelihara persahabatan antara Republik Indonesia dengan negara lain atas dasar saling hormat menghormati dan atas dasar kerjasama menuju terwujudnya perdamaian dunia yang abadi; f. mensukseskan pelaksanaan Pemilihan Umum. BAB IV KEANGGOTAAN DAN KEPENGURUSAN Pasal 8 (1) Yang dapat menjadi anggota Partai Politik dan Golongan Karya adalah Warga negara Indonesia yang telah melalui penelitian/penyaringan oleh Pengurus Partai Politik dan Golongan Karya yang bersangkutan dan telah memenuhi persyaratan antara lain: a. b. c. (2) a. b. telah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau telah kawin; dapat membaca dan menulis; sanggup aktif mengikuti kegiatan yang ditentukan oleh Partai Politik dan Golongan Karya. Pegawai Negeri Sipil dapat menjadi anggota Partai Politik atau Golongan Karya dengan sepengetahuan pejabat yang berwenang; Pegawai Negeri Sipil yang memegang jabatan-jabatan tertentu tidak dapat menjadi anggota Partai Politik atau Golongan Karya, kecuali dengan izin tertulis dari Pejabat yang berwenang.

Pasal 9 Partai Politik dan Golongan Karya mendaftar anggota-anggotanya dan memelihara daftar anggotanya. Pasal 10 Partai Politik dan Golongan Karya mempunyai kepengurusan di: a. Ibukota Negara Republik Indonesia untuk Tingkat Pusat; b. Ibukota Propinsi untuk Daerah Tingkat I;

(1)

c.

(2)

Ibukota Kabupaten/Kotamadya untuk Daerah Tingkat II; di tiap kota Kecamatan dan Desa ada/dapat ditetapkan seorang Komisaris sebagai pelaksana Pengurus Daerah Tingkat II. Komisaris dibantu oleh beberapa pembantu. Kepengurusan untuk Daerah Administratif di lingkungan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya dan lainnya dipersamakan dengan Daerah Tingkat II sebagaimana tersebut pada ayat (1) pasal ini. BAB V KEUANGAN

Pasal 11 Keuangan Partai Politik dan Golongan Karya diperoleh dari: a. iuran anggota; b. sumbangan yang tidak mengikat; c. usaha lain yang sah; d. bantuan dari Negara/Pemerintah. BAB VI LARANGAN DAN PENGAWASAN Pasal 12 Partai Politik dan Golongan Karya dilarang: a. menganut, mengembangkan dan menyebarkan paham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme serta paham atau ajaran lain yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam segala bentuk dan perwujudannya; b. menerima bantuan dari pihak asing; c. memberikan bantuan kepada pihak asing yang merugikan kepentingan Bangsa dan Negara. Pasal 13 Dengan tidak mengurangi berlakunya ketentuan-ketentuan dalam semua Undangundang yang berlaku, pengawasan terhadap Pasal 4, Pasal 7a dan Pasal 12 dilakukan oleh Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat. Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Pasal 4, Pasal 7a dan Pasal 12 dapat meminta keterangan kepada Pengurus Tingkat Pusat Partai Politik atau Golongan Karya. Pasal 14 Dengan kewenangan yang ada padanya, Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat dapat membekukan Pengurus Tingkat Pusat Partai Politik atau Golongan Karya yang ternyata melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan Pasal 4, Pasal 7a dan Pasal 12 Undang-undang ini. Pembekuan yang dimaksud ayat (1) pasal ini dilakukan setelah mendengar keterangan dari Pengurus Tingkat Pusat yang bersangkutan dan sesudah mendengar pertimbangan Mahkamah Agung.

(1)

(2)

(1)

(2)

BAB VII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 15 Dengan berlakunya Undang-undang ini kepada Partai Politik dan Golongan Karya diberikan kesempatan untuk menyesuaikan diri dengan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini yang harus sudah selesai selambat-lambatnya satu tahun setelah berlakunya Undang-undang ini. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 16 Pelaksanaan dari Undang-undang ini diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 17 Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, dinyatakan tidak berlaku lagi: a. Undang-undang Nomor 7 Pnps Tahun 1959 tentang Syarat-syarat dan Penyederhanaan Kepartaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 149); b. Undang-undang Nomor 13 Prps Tahun 1960 tentang Pengakuan, Pengawasan dan Pembubaran Partai-partai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 79); c. Undang-undang Nomor 25 Prps Tahun 1960 tentang Perubahan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 1960 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 139). Segala ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan Undang-undang ini disesuaikan/dicabut.

(1)

(2)

Pasal 18 Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undangundang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan Di Jakarta, Pada Tanggal 27 Agustus 1975 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Ttd. SOEHARTO JENDERAL TNI Diundangkan Di Jakarta, Pada Tanggal 27 Agustus 1975 MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, Ttd. SUDHARMONO,SH.

LEMBARAN NEGARA NOMOR 32

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1975 TENTANG PARTAI POLITIK DAN GOLONGAN KARYA UMUM Undang-undang ini disusun berlandaskan dan sebagai pelaksanaan dari Garis-Garis Besar Haluan Negara yang tertuang dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IV/MPR/1973, yang menyatakan antara lain bahwa "Penyusunan Partai-partai Politik dan Golongan Karya" perlu disesuaikan dengan dan dalam rangka penyederhanaan Partai-partai Politik dan Golongan Karya dan pelaksanaannya akan diatur dengan Undang-undang sesuai dengan jiwa Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Demikian pula pokok-pokok materi yang terkandung dalam Undang-undang ini merupakan pelaksanaan dari ketentuan-ketentuan yang telah dirumuskan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara tersebut. Dengan Undang-undang ini dikukuhkan dan diberikan landasan hukum bagi dua Partai Politik dan satu Golongan Karya yang ada dewasa ini, seperti yang telah dinyatakan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara tersebut. Pengukuhan ini ditetapkan dalam Bab I Undang-undang ini. Partai Politik dan Golongan Karya sebagai organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat Warga negara Indonesia atas dasar persamaan kehendak, mempunyai kedudukan, fungsi, hak dan kewajiban yang sama dan sederajat sesuai dengan Undang-undang ini dan kedaulatannya berada di tangan anggota. Dengan Undang-undang ini ditetapkan pula dasar-dasar dan arah kehidupan dan kegiatan Partai Politik dan Golongan Karya yang sesuai dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945 dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, yang harus diikuti dan dilaksanakan sebaikbaiknya oleh Partai Politik dan Golongan Karya. Sekiranya dalam tubuh Partai Politik dan Golongan Karya, sekarang ini ada hal-hal yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini, maka Partai Politik dan Golongan Karya wajib menyesuaikan dalam waktu 1 (satu) tahun, seperti yang ditentukan dalam Pasal 15 Undang-undang ini. BAB II (Azas dan Tujuan) dan BAB III (Fungsi, Hak dan Kewajiban) jelas menentukan bahwa Partai Politik dan Golongan Karya harus bersikap dan melakukan kegiatan-kegiatannya berdasarkan dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan jiwa Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat. Selain itu, azas/ciri Partai Politik dan Golongan Karya yang telah ada pada saat diundangkannya Undang-undang ini adalah juga azas/ciri Partai Politik dan Golongan Karya. Dalam usaha mempercepat jalannya pembangunan maka diperlukan peningkatan mutu dan kemampuan di segala bidang. Usaha untuk meningkatkan kemampuan Partai Politik dan Golongan Karya diberi bentuk yang nyata dalam Undang-undang ini melalui ketentuan mengenai keanggotaan seperti yang disebutkan dalam BAB IV Pasal 8 dan Pasal 9. Dengan pembatasan umur dimaksudkan agar para anggota benar-benar dianggap telah mampu untuk memikul hak-hak dan tanggung jawab politiknya. Oleh karena itu salah satu fungsi Partai Politik dan Golongan Karya adalah untuk membimbing anggota-anggota menjadi Warga negara Indonesia yang bermoral Pancasila serta setia terhadap Undang-Undang Dasar 1945 dan sebagai salah satu wadah untuk mendidik kesadaran politik rakyat. Ketentuan dapat membaca dan menulis merupakan salah satu syarat untuk mempercepat segala proses pembaharuan dan peningkatan kemampuan Warga negara dalam ikut serta melaksanakan pembangunan. Demikian pula persyaratan keanggotaan yang lain, ialah aktif mengikuti kegiatan Partai Politik dan Golongan Karya, juga untuk meningkatkan kehidupan kepartaian dan kekaryaan.

Bagi Pegawai Negeri Sipil kesempatan untuk menjadi anggota Partai Politik atau Golongan Karya harus tetap terjamin. Akan tetapi berhubung dengan kedudukan dan tugasnya dalam pemerintahan perlu pula terjamin terlaksananya pembinaan Aparatur Negara dengan sebaik-baiknya, maka Pegawai Negeri Sipil yang dapat menjadi anggota Partai Politik atau Golongan Karya dengan sepengetahuan dari pejabat yang berwenang. Bagi Pejabat-pejabat tertentu seperti tersebut dalam Pasal 8 ayat (2) b. untuk dapat menjadi anggota Partai Politik atau Golongan Karya diharuskan mendapatkan izin tertulis dari pejabat yang berwenang. Pendaftaran anggota-anggota Partai Politik dan Golongan Karya serta pemeliharaan daftar anggota sebaik-baiknya yang ditentukan dalam Pasal 9, merupakan ketentuan yang sangat penting baik bagi tertib administrasi dan organisasi Partai Politik dan Golongan Karya yang bersangkutan, maupun untuk memudahkan partisipasi Partai Politik dan Golongan Karya dalam melaksanakan fungsinya. Kepengurusan Partai Politik dan Golongan Karya ditentukan ada di Tingkat Pusat Ibukota Negara, di Daerah Tingkat I di Ibukota Propinsi dan di Daerah Tingkat II di Ibukota Kabupaten/Kotamadya. Ketentuan yang termuat dalam Pasal 10 ini merupakan pelaksanaan dari Garis-garis Besar Haluan Negara. Tingkat-tingkat Kepengurusan yang sejajar dengan tingkat-tingkat Lembaga Perwakilan Rakyat kita itu, diharapkan akan terbina hubungan dan kerjasama yang lancar antara Lembagalembaga Perwakilan Rakyat dengan Partai Politik dan Golongan Karya. Walaupun pengurus Partai Politik dan Golongan Karya telah ditentukan berada di Ibukota masing-masing tingkat, hal ini tidak berarti mengurangi tugas pembinaan yang dilakukan oleh para Pengurus masing-masing terhadap anggota-anggotanya yang bertempat tinggal tersebar di luar Ibukota Kabupaten/Kotamadya; untuk itu di setiap kota Kecamatan dan Desa ada/dapat ditetapkan seorang Komisaris sebagai pelaksana Pengurus Tingkat II yang tidak merupakan pengurus yang berdiri sendiri. Komisaris mempunyai beberapa pembantu. Justru untuk menjamin agar Partai Politik dan Golongan Karya dapat tumbuh ke arah yang dikehendaki, maka Undang-undang ini memuat pula ketentuan-ketentuan tentang larangan dan pengawasan yang dapat dilakukan terhadapnya. Larangan menganut, mengembangkan dan menyebarkan paham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme serta paham atau ajaran lain yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam segala bentuk dan perwujudannya kiranya tidak memerlukan penjelasan lagi, karena hal itu sesuai pula dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor V/MPR/1973 Pasal 3 berhubungan dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor XXV/MPRS/1966. Larangan menerima bantuan dari pihak asing dan atau memberi bantuan kepada pihak asing bertujuan untuk menjamin kepribadian nasional serta kemerdekaan nasional yang utuh dan bersatu. Ini tidak berarti bahwa bangsa Indonesia mengurung diri, tidak mengadakan hubungan apapun dengan bangsa-bangsa lain, untuk itu tetap ada kesempatan bagi Partai Politik dan Golongan Karya menerima bantuan dari pihak asing dan atau memberi bantuan kepada pihak asing sepanjang tidak merugikan kepentingan Bangsa dan Negara. Dalam hal pengawasan Undang-undang ini bertolak dari pokok pikiran bahwa adanya dua organisasi Partai Politik dan satu Organisasi Golongan Karya harus dijamin dan dilindungi kelangsungan hidupnya. Karena itu Undang-undang ini tidak mengenal pembubaran organisasi Partai Politik maupun organisasi Golongan Karya. Namun demikian Undang-undang ini juga menyediakan sarana-sarana yang memadai untuk menjamin dilaksanakannya ketentuanketentuan Undang-undang ini sebagaimana mestinya. Sarana-sarana tersebut termuat dalam BAB VI Pengawasan itu berbentuk pengawasan atas pelaksanaan beberapa pasal Undangundang ini. Kemungkinan pembekuan Pengurus sudah selayaknya diberikan wewenang kepada Presiden tidak kepada kekuasaan Negara atau pejabat negara lainnya, mengingat bahwa Presidenlah Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat yang melaksanakan Garisgaris Besar Haluan Negara dan harus mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada

Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam perangkat ketatanegaraan Republik Indonesia. Namun demikian agar tindakan pembekuan Pengurus oleh Presiden ini dapat dipertanggungjawabkan dari semua segi, maka tindakan pembekuan itu baru dapat dilakukan setelah Presiden mendengar pertimbangan Mahkamah Agung, terutama pertimbangannya dari segi hukum. Dengan sendirinya Keputusan Presiden untuk membekukan Pengurus Partai Politik atau Golongan Karya ini mengakibatkan berhentinya kegiatan Partai Politik dan Golongan Karya yang bersangkutan. Tetapi karena adanya Partai Politik dan Golongan Karya itu perlu dijamin dan dilindungi, maka harus tetap terbuka kesempatan untuk menyusun Pengurus baru yang dapat menjamin pelaksanaan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini sebaik-baiknya. Mengingat ketentuan perundang-undangan tentang Partai Politik yang berlaku dewasa ini sudah tidak sesuai lagi dengan ketentuan-ketentuan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IV/MPR/1973, maka dengan berlakunya Undang-undang ini, dinyatakan tidak berlaku lagi: a. Undang-undang Nomor 7 Pnps Tahun 1959 tentang Syarat-syarat dan Penyederhanaan Kepartaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 149); b. Undang-undang Nomor 13 Prps Tahun 1960 tentang Pengakuan, Pengawasan dan Pembubaran Partai-partai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 79); c. Undang-undang Nomor 25 Prps Tahun 1960 tentang Perubahan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 1960 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 139); d. Ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang bertentangan dengan Undang-undang ini disesuaikan/dicabut. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 1 Undang-undang ini mengandung maksud: a. Memberikan landasan hukum yang mantap pada kenyataan adanya (eksistensi) dua Partai Politik dan satu Golongan Karya yang merupakan kenyataan berfungsinya: Kegiatan politik partai-partai Islam yaitu: Partai Nahdatul Ulama, Partai Muslimin Indonesia, Partai Serikat Islam Indonesia dan Persatuan Tarbiyah Islamiah dalam Partai Persatuan Pembangunan; Partai Nasional Indonesia, Partai Kristen Indonesia, Partai Katholik, Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia dan Partai Murba menjadi Partai Demokrasi Indonesia; Organisasi-organisasi golongan karya menjadi Golongan Karya. b. Dengan pengelompokan partai-partai dan organisasi golongan karya di Indonesia, sebagai hasil pembaharuan dan penyederhanaan kehidupan politik seperti dimaksud di dalam ayat (1) pasal ini, maka eks (bekas) partai politik dan organisasi karya sebagai organisasi masyarakat dibenarkan melakukan kegiatan lain yang bukan kegiatan politik berdasarkan dan sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Pasal 2 Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 adalah azas bagi Partai Politik dan Golongan Karya, karena Pancasila adalah falsafah dan ideologi Bangsa dan Negara, serta UndangUndang Dasar 1945 adalah landasan strukturil konstitusionil Negara Republik Indonesia. Oleh karena azas/ciri yang terdapat dalam Anggaran Dasar Partai Politik dan Golongan Karya pada saat berlakunya Undang-undang ini adalah dalam rangka Pancasila dan Undang-Undang

Dasar 1945, maka Partai Politik dan Golongan Karya dapat tetap mencantumkan azas/ciri tersebut dalam Anggaran Dasarnya masing-masing yaitu Islam sebagai azas bagi Partai Persatuan Pembangunan; Demokrasi Indonesia, Kebangsaan Indonesia (Nasionalisme) dan Keadilan Sosial (Sosialisme Pancasila) sebagai azas/ciri bagi Partai Demokrasi Indonesia; dan Kekaryaan rohaniah-jasmaniah untuk kesejahteraan Bangsa dan keadilan sosial dalam rangka Pancasila sebagai azas/ciri bagi Golongan Karya. Pasal 3 (1) a . b . c. (2) Yang dimaksud dengan Undang-Undang Dasar 1945 dalam huruf a pasal ini meliputi Pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasannya. Dengan tidak mengurangi ketentuan dimaksud huruf b pasal ini, Partai Politik dan Golongan Karya dapat mencantumkan kekhususan masing-masing dalam Anggaran Dasarnya. Yang dimaksud dengan Demokrasi Pancasila adalah Demokrasi berdasarkan Pancasila.

Cukup jelas. Pasal 4

Cukup jelas. Pasal 5 Sebagai salah satu Lembaga Demokrasi Pancasila, Partai Politik dan Golongan Karya adalah merupakan salah satu sarana perjuangan untuk membina persatuan dan kesatuan Bangsa dan salah satu sarana memperjuangkan hak-hak politik Rakyat yang telah dijamin dalam UndangUndang Dasar 1945. Penyaluran pendapat dan aspirasi Rakyat dilakukan terutama melalui Lembaga-lembaga Perwakilan Rakyat. Hal tersebut tidak menutup kemungkinan untuk menyalurkan pendapat dan aspirasi rakyat melalui lembaga-lembaga lain dan upaya lain yang tidak bertentangan dengan hukum. Untuk dapat melaksanakan fungsinya, Partai Politik dan Golongan Karya mengadakan rapat-rapat. Yang dimaksud dengan membina ialah meliputi pula mendidik kesadaran politik dan memberikan bimbingan kepada anggotanya dalam berpartisipasi pada pembangunan Bangsa dan Negara sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Selain membina anggota-anggotanya, Partai Politik dan Golongan Karya juga mempunyai fungsi untuk bersama-sama dengan pemerintah memberikan pendidikan dan bimbingan yang serupa kepada Rakyat. Pasal 6 Yang dimaksud dengan "berhak ikut serta dalam Pemilihan Umum" dalam huruf b pasal ini adalah antara lain hak Partai Politik dan Golongan Karya untuk mengajukan calon-calon dalam Pemilihan Umum. Pasal 7 Yang dimaksud dengan menyukseskan dalam huruf f pasal ini berarti bahwa tidak ikut serta dalam Pemilihan Umum tidak dapat diartikan tidak mensukseskan Pemilihan Umum sepanjang tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang mengatur Pemilihan Umum.

(1)

Pasal 8 Yang dimaksud dengan anggota dalam Undang-undang ini ialah anggota penuh yang menurut ketentuan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga dari Partai Politik/Golongan Karya yang bersangkutan (dalam hal ketentuan yang demikian ada) telah melampaui masa calon anggota. Ketentuan tersebut dalam ayat (1) huruf b ini tidak berlaku bagi mereka yang pada saat diundangkannya Undang-undang ini sudah menjadi anggota Partai Politik dan Golongan Karya, dan dengan sendirinya tidak berlaku bagi calon anggota seperti tersebut di atas, asal saja syarat tersebut dipenuhi pada waktu ia menjadi anggota penuh. Mengingat kenyataan bahwa masyarakat Indonesia belum semuanya dapat membaca dan menulis huruf latin, maka untuk sementara dipersyaratkan asal dapat membaca dan menulis huruf apapun saja. Setelah menjadi anggota Partai Politik dan Golongan Karya, yang bersangkutan memenuhi kesanggupannya sesuai dengan kedudukannya masing-masing. a . 1 . Dengan pencantuman kata-kata "dengan sepengetahuan" dikandung maksud dapatnya tercapai dua tujuan: a . b . 2 . terjaminnya kesempatan bagi Pegawai Negeri Sipil untuk menggunakan haknya sebagai Warga negara menjadi anggota Partai Politik atau Golongan Karya; terpenuhinya kebutuhan akan terlaksananya pembinaan Aparatur Negara yang berwibawa, tertib, efektif dan efisien.

(2)

Yang dimaksud dengan "sepengetahuan" ialah memberitahukan kepada pejabat yang berwenang oleh pegawai yang bersangkutan tentang akan masuknya pegawai tersebut menjadi anggota Partai Politik atau Golongan Karya sehingga pejabat tersebut dapat mengetahuinya. Yang dimaksud dengan "pejabat yang berwenang" ialah pejabat yang berhak mengangkat dan memberhentikan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. "Sepengetahuan" yang dimaksud telah terpenuhi apabila: a . pejabat yang berwenang menyatakan telah menerima adanya pemberitahuan dari pegawai yang bersangkutan atau apabila telah lampau 21 (dua puluh satu) hari terhitung tanggal pengiriman pemberitahuan tersebut dengan pembuktian yang sah; atau apabila telah lampau 21 (dua puluh satu) hari terhitung tanggal diterimanya tembusan pemberitahuan tersebut oleh atasan langsung dari pegawai yang bersangkutan; atau apabila telah lampau 21 (dua puluh satu) hari terhitung tanggal pemberitahuan dimaksud diterima oleh atasan langsung dari pegawai yang bersangkutan.

3 . 4 .

b . c.

5 . (2) b .

"Dengan sepengetahuan" yang dimaksud dalam ayat (2) a pasal ini bukan merupakan perizinan dan karenanya tidak dapat dilakukan penolakan pemberitahuan termaksud.

Diperlukannya izin tertulis bagi Pegawai Negara Sipil yang memegang jabatan tertentu untuk menjadi anggota Partai Politik dan Golongan Karya adalah karena kekhususan, besarnya tanggung jawab dan/atau luasnya bidang tugas yang dibebankan pada Pegawai Negeri Sipil tersebut.

Pejabat-pejabat tertentu yang, memerlukan izin yang dimaksud di atas antara lain: 1 . 2 . di Departemen: Kepala-kepala Direktorat ke atas; di Daerah: a . b . c. 3 . 4 . Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I, Sekretaris Daerah dan Kepala-kepala Dinas Tingkat I; Bupati/Walikota madya Kepala Daerah Tingkat II, Sekretaris Daerah, Kepala-kepala Dinas Tingkat II; Camat dan Kepala Desa;

Jabatan-jabatan lain yang setingkat di Pusat seperti disebut dalam angka 1 di atas dan di daerah yang setingkat dengan angka 2 di atas; Ketua, Wakil Ketua dan Anggota-anggota Mahkamah Agung, Jaksa Agung, Jaksa Agung Muda, Ketua, Wakil Ketua dan Anggota-anggota Badan Pemeriksa Keuangan, Hakim, Jaksa, Gubernur Bank Sentral dan jabatan-jabatan lainnya yang akan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 9 Pendaftaran anggota Partai Politik dan Golongan Karya serta pemeliharaan daftar anggota dimaksudkan untuk ketertiban administrasi dan kebaikan organisasi Partai Politik dan Golongan Karya yang bersangkutan, serta memudahkan partisipasi Partai Politik dan Golongan Karya dalam melaksanakan fungsinya. Pelaksanaan pendaftaran dilakukan oleh masing-masing Partai Politik/Golongan Karya. Pasal 10 Kepengurusan Partai Politik dan Golongan Karya disesuaikan dengan tingkat Lembaga Perwakilan Rakyat, sehingga dengan demikian tingkat Kepengurusan adalah sampai tingkat Kepengurusan Daerah Tingkat II. Untuk menjamin kelancaran pembinaan anggota-anggota serta pelaksanaan kegiatan-kegiatannya, di kota Kecamatan dan Desa ada/dapat ditetapkan seorang Komisaris Partai Politik/Golongan Karya oleh Pengurus Partai Politik/Golongan Karya Daerah Tingkat II. Komisaris Partai Politik/Golongan Karya di kota Kecamatan dan Desa tersebut merupakan pelaksana daripada Pengurus Partai Politik/Golongan Karya Daerah Tingkat II. Sebagai pelaksana Pengurus Partai Politik/Golongan Karya Daerah Tingkat II, Komisaris Partai Politik/Golongan Karya di kota Kecamatan dan Desa berfungsi menyampaikan dan melaksanakan kebijaksanaan pengurus tersebut dan menyalurkan pendapat dan aspirasi masyarakat Kecamatan dan Desa kepada Pengurus Partai Politik/Golongan Karya Daerah Tingkat II, dalam rangka pelaksanaan fungsi Partai Politik dan Golongan Karya menurut Undang-undang.ini. Komisaris Partai Politik/Golongan Karya di kota Kecamatan dan Desa tidak/bukan merupakan pengurus Partai Politik/Golongan Karya yang berdiri sendiri. Komisaris di kota Kecamatan dibantu oleh beberapa pembantu, yang berjumlah sebanyakbanyaknya 5 (lima) orang; sedangkan beberapa pembantu Komisaris di Desa berjumlah sebanyak-banyaknya 4 (empat) orang. Pembantu-pembantu tersebut dapat mewakili Komisaris dalam melakukan fungsinya. Pasal 11 Cukup jelas.

a.

b.

c.

Pasal 12 Dengan "ajaran lain yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam segala bentuk dan perwujudannya" dimaksudkan segala paham atau ajaran yang bertentangan dengan Pancasila sebagai falsafah dan ideologi Bangsa dan Negara Republik Indonesia dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan strukturil kehidupan Bangsa dan Negara. Yang dimaksud dengan paham atau ajaran yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 adalah misalnya atheisme, imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuknya. Dengan "bantuan" termaksud dalam Pasal 12 huruf b dan c dimaksudkan bantuan materiil dan finansiil dari dan kepada pihak asing. Tidak termasuk di dalamnya bantuan fasilitas (misalnya undangan perjalanan) dan bantuan non-materiil (misalnya ucapan selamat, pernyataan-pernyataan) dalam rangka pelaksanaan kewajiban turut memelihara persahabatan antar Bangsa atas dasar saling hormat-menghormati dan tidak merugikan kepentingan Bangsa dan Negara. Yang dimaksud dengan pemberian bantuan kepada pihak asing yang tidak merugikan Bangsa dan Negara, adalah bantuan yang dimaksud dalam huruf b tersebut di atas.

Pasal 13 Pengawasan oleh Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dimaksud dalam pasal ini mengingat sangat pentingnya pelaksanaan Pasal 4, pasal 7a dan Pasal 12 tersebut dilakukan dalam rangka menjamin kehidupan politik yang sehat dan melindungi kelangsungan hidup Partai Politik dan Golongan Karya serta dalam rangka pembangunan Nasional yang menyeluruh dengan memperhatikan fungsi Partai Politik dan Golongan Karya sebagai salah satu Lembaga Demokrasi Pancasila tanpa mengurangi berlakunya ketentuan-ketentuan dalam semua Undang-undang yang berlaku. Pasal 14 Pembekuan yang dimaksud pasal ini hanya berlaku bagi Pengurus Tingkat Pusat Partai Politik atau Golongan Karya. Dalam hal Pengurus Tingkat Daerah melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan yang dapat mengakibatkan pembekuan, maka Presiden meminta keterangan kepada Pengurus Tingkat Pusat yang bersangkutan. Pengurus Tingkat Pusat yang bersangkutan mengambil langkah-langkah seperlunya, Apabila ternyata bahwa Pengurus Tingkat Pusat tidak mengambil langkah-langkah atau tidak dapat mengatasi masalahnya, maka Presiden setelah mendengar pertimbangan Mahkamah Agung dapat membekukan Pengurus Tingkat Pusat yang bersangkutan. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas.

Pasal 18 Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA NOMOR 3062

You might also like