You are on page 1of 12

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FKUP/RSHS BANDUNG Referat Subdivisi Oleh Pembimbing : Prinsip dan cara penjadwalan program

imunisasi : Tumbuh Kembang-Pediatri Sosial : Hari Wahyu Nugroho : Dr.dr.Kusnandi Rusmil, SpA(K), MM Dr.dr.Eddy Fadlyana, SpA(K), Mkes dr.Meita Dhamayanti,SpA(K) dr.Rodman Tarigan, SpA, Mkes Hari/tanggal : Mei 2012

Prinsip dan cara penjadwalan program imunisasi

Pendahuluan Program imunisasi nasional dikenal sebagai Pengembangan Program Imunisasi (PPI) atau expended program on immunization (EPI) dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1977. Program PPI merupakan program pemerintah dalam bidang imunisasiguna mencapai komitmen internasional yaitu universal child coverage (UCI). UCI secara nasional dicapai pada tahun 1990, yaitu cakupan DPT 3, Polio 3, dan campak minimal 80%, sedangkan DPT 1, Polio 1 dan BCG minimal 90%. Program imunisasi nasional disusun berdasarkan keadaan epidemiologi penyakit yang terjadi saat itu. Oleh sebab ini, jadwal program imunisasi nasional dapat berubah setiap tahunnya.1 Jadwal imunisasi ditentukan dengan pertimbangan:2 1. Banyaknya penyakit tersebut di masyarakat 2. Bahaya yang ditimbulkan penyakit tersebut 3. Umur mulai rawan tertular penyakit tersebut 4. Kemampuan tubuh bayi/anak membentuk zat anti melawan penyakit tersebut 5. Rekomendasi WHO 6. Rekomendasi organisasi profesi yang berhubungan dengan imunisasi 7. Ketersediaan vaksin yang efektif thd penyakit tsb 8. KIPI 9. Kemampuan Pemerintah dlm meyediakan vaksin tsb

Berikut program imunisasi nasional tahun 2011 Tabel 1. Jadwal program imunisasi nasional 20111 Jenis vaksin Umur sebelum 1 tahun (dlm tahun) lahir Hep B Uniject Polio (OPV) BCG DPT+HepB Campak dT X X X X X X X X X X X X 2 3 4 9 Sekolah Dasar (BIAS) (dlm kelas) 1 2 3 6

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) sendiri mempunyai jadwal imunisasi yang secara berkala di evaluasi untuk penyempurnaan, berdasarkan perubahan epidemiologi penyakit, kebijakan pemerintah, kebijakan global, dan pengadaan vaksin. Pada sari pustaka ini akan dibahas mengenai jadwal imunisasi rekomendasi IDAI 2011.1 Tabel 2. Jadwal imunisasi rekomendasi IDAI tahun 20111

BCG (Bacille Calmette Guerin) WHO merekomendasikan pemberian imunisasi BCG pada usia 0 bulan/saat lahir, terutama di negara yang menjadi endemis tuberkulosis. IDAI sendiri pada rekomendasi jadwal imunisasi 2011 merekomendasi pemberian imunisasi BCG pada usia 2-3 bulan. Hal ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan efikasi dari vaksinasi BCG. Pada anak dibawah 3 bulan diasumsikan belum kontak dengan kuman tuberkulosis, sehingga dapat langsung diberikan imunisasi BCG.1,4,5 Apabila vaksin BCG diberikan setelah umur 3 bulan, perlu dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu. Vaksin BCG diberikan apabila uji tuberkulin negatif. Apabila uji tuberkulin tidak memungkinkan, BCG dapat diberikan namun perlu diobservasi dalam waktu 7 hari. Apabila terdapat reaksi lokal cepat di tempat suntikan, perlu tindakan lebih lanjut (tanda diagnostik tuberkulosis). Saat ini cakupan imunisasi BCG di Indonesia hanya sekitar 80%, sehingga untuk meningkatkan cakupan dalam ranga pencapaian UCI, Kemenkes menganjurkan pemberian imunisasi BCG pada umur antara 0-12 bulan pada anak yang belum mendapat imunisasi BCG.1,5

Hepatitis B Vaksin hepatitis B (HepB) harus segera diberikan setelah lahir, mengingat vaksinasi HepB merupakan upaya pencegahan yang sangat efektif untuk memutuskan rantai penularan melalui transmisi maternal dari ibu kepada bayinya. Imunisasi HepB-1 diberikan sedini mungkin (dalam waktu 12 jam) setelah lahir, hal ini mengingat Indonesia masuk dalam kategori sedang-tinggi endemis HepB. Di Indonesia, paling tidak 3,9% ibu hamil mengidap hepatitis B aktif dengan risiko penularan kepada bayinya sebesar 45%. Imunisasi HepB-2 diberikan setelah 1 bulan (4 minggu) dari imunisasi HepB-1 yaitu saat bayi berumur 1 bulan. Untuk mendapat respons imun optimal, interval imunisasi HepB-2 dengan HepB-3 minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan. Maka imunisasi HepB-3 diberikan pada umur 3-6 bulan.4,6 Jadwal dan dosis HepB-1 saat bayi lahir, dibuat berdasarkan status HbsAg ibu saat melahirkan yaitu (1) ibu dengan status HbsAg yang tidak diketahui, (2) ibu HbsAg positif, atau (3) ibu HbsAg negatif. Bayi lahir dari ibu dengan status HbsAg yang tidak diketahui vaksin HepB-1 harus diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir, dan dilanjutkan pada umur 1 bulan dan 3-6 bulan. Apabila semula status HbsAg ibu tidak diketahui dan ternyata dalam perjalanan selanjutnya diketahui bahwa ibu HbsAg positif maka ditambahkan hepatitis B immunoglobulin
3

(HBIg) 0,5 ml sebelum bayi berumur 7 hari. Bayi lahir dari ibu dengan status HbsAg positif diberikan vaksin HepB-1 dan HBIg 0,5 ml secara bersamaan dalam waktu 12 jam setelah lahir.1,2 Kemenkes mulai tahun 2005 memberikan vaksin HepB-) monovalen (dalam kemasan uniject) saat lahir, dilanjutkan dengan vaksin kombinasi DTwP/HepB pada umur 2-3-4 bulan. Tujuan vaksin HepB diberikan dalam kombinasi dengan DTwP untuk mempermudah pemberian dan meningkatkan cakupan HepB-3 yang masih rendah.1,6 Telah dilakukan penelitian multisenter di Thailand dan Taiwan terhadap anak dari ibu pengidap hepatitis B, yang telah memperoleh imunisasi dasar 3x pada masa bayi. Pada umur 5 tahun, 90,7% diantaranya masih memiliki titer antibodi antiHbs protektif (kadar anti HBs > 10 g/ml). Mengingat pola epidemiologi hepatitis B di Indonesia mirip dengan pola epidemiologi di Thailand, maka dapat disimpulkan bahwa imunisasi ulangan pada usia 5 tahun tidak diperlukan. Idealnya, pada usia 5 tahun ini dilakukan pemeriksaan kadar antiHBs. Vaksinasi ulangan (booster) Hepatitis B (HepB-4) dapat dipertimbangkan pada umur 10-12 tahun, apabila kadar pencegahan belum tercapai (anti HBs < 10 g/ml). Apabila sampai usia 5 tahun anak belum pernah memperoleh imunisasi hepatitis B, maka secepatnya diberikan imunisasi HepB dengan jadwal 3 kali pemberian.1

Difteri Tetanus Pertusis (DTP) Saat ini telah ada dua bentuk jenis vaksin DTP yaitu DtaP (DTP dengan komponen acelluler pertussis) disamping DTwP (DTP dengan komponen whole cell pertussis) yang telah dipakai selama ini. Kedua vaksin DTP tersebut dapat dipergunakan secara bersamaan dalam jadwal imunisasi. Imunisasi dasar DTP diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan (DTP tidak boleh diberikan sebelum umur 6 minggu) dengan interval 4-8 minggu. Interval terbaik diberikan 8 minggu, jadi DTP-1 pada umur 2 bulan, DTP-2 umur 4 bulan dan DTP-3 pada umur 6 bulan. Ulangan DTP selanjutnya (DTP-4) diberikan 1 tahun sete;ah DTP-3 yaitu pada umur 18-24 bulan dan DTP-5 pada saat masuk sekolah umur 5 tahun.1,4 Imunisasi DTP booster ke-2 (DTP-5) pada umur 5 tahun harus tetap diberikan vaksin dengan komponen pertusis (sebaiknya diberikan DtaP untuk mengurangi demam pasca imunisasi) mengingat kejadian pertusis pada dewasa muda meningkat akibat ambang proteksi telah sangat rendah sehingga dapat menjadi sumber penularan pada bayi dan anak.7 Pada

program imunisasi nasional tidak ada vaksinasi ulangan pada usia 18-24 bulan sesuai ketentuan
4

WHO. Apabila pada umur 5 tahun belum diberikan DTP-5, maka vaksinasi penguat diberikan Td sesuai dengan program Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) yaitu SD kelas 1, umur 7 tahun. Vaksinasi penguat Td diberikan sesuai program BIAS (SD kelas 6, umur 12-13 tahun).1,4 Dosis pemberian vaksin DTwP, DtaP, DT atau Td adalah 0,5 ml, diberikan secara intramuskular, baik untuk imunisasi dasar maupun ulangan. Vaksin DTP dapat diberikan secara kombinasi dengan vaksin DtaP/Hib/IPV sesuai jadwal.4 Program imunisasi mengharuskan seorang anak minimal diberikan vaksin tetanus toksoid sebanyak 5 kali untuk memberikan perlindungan seumur hidup. Imunisasi DTP primer pada bayi 3 kali akan memberikan imunitas selama 1-3 tahun. Ulangan DTP pada umur 18-24 bulan (DTP4) akan memperpanjang imunitas 5 tahun yaitu sampai dengan umur 6-7 tahun. Dosis toksoid tetanus kelima (DTP-5) bila diberikan pada usia masuk sekolah, akan memperpanjang imunitas 10 tahun lagi yaitu pada usia 17-18 tahun. Dosis toksoid tetanus tambahan yang diberikan pada tahun berikutnya di sekolah (DT 6 atau Td) akan memperpanjang imunitas 20 tahun lagi.1,8 lain yaitu DTwP/HepB, DtaP/Hib, DTwP/Hib, DTap/IPV,

Polio Vaksin polio terdapat 2 kemasan berisi virus polio-1, 2, dan 3 yaitu OPV (oral polio vaccine) berupa vaksin hidup dilemahkan, tetes dan melalui oral dan IPV (inactivated polio vaccine) vaksin inaktif dan melalui suntikan. Polio-0 diberikan saat bayi lahir sesuai pedoman PPI atau pada kunjungan pertama sebagai tambahan untuk mendapatkan cakupan imunisasi yang tinggi. Mengingat OPV berisi virus polio hidup maka diberikan saat bayi dipulangkan dari rumah sakit/rumah bersalin untuk menghindari transmisi virus vaksin kepada bayi lain karena virus polio vaksin dapat diekskresi melalui tinja. Selanjutnya dapat diberikan vaksin OPV atau IPV. Untuk imunisasi dasar (polio-2, 3, 4) diberikan pada umur 2, 4, dan 6 bulan, interval antara dua imunisasi tidak kurang dari 4 minggu. Dosis pemberian OPV sebanyak 2 tetes per oral, IPV dalam kemasan 0,5 ml secara intramuskular. Vaksin IPV dapat diberikan tersendiri atau dalam kemasan kombinasi (DtaP/IPV, DtaP/Hib/IPV). Imunisasi polio ulangan diberikan 1 tahun sejak imunisasi polio-4, selanjutnya saat masuk sekolah (umur 5-6 tahun).1,9

Haemophilus Influenza tipe b (Hib) Terdapat dua jenis vaksin Hib konjugat yang beredar di Indonesia yaitu vaksin Hib yang berisi PRP-T (capsular polysaccharide polyribosyl ribitol phosphate konjugasi dengan protein tetanus) dan PRP-OMP (PRP berkonjugasi dengan outer membrane protein complex). Vaksin Hib yang berisi PRP-T diberikan pada umur 2, 4, dan 6 bulan. Vaksin Hib yang berisi PRP-OMP diberikan pada umur 2 dan 4 bulan, dosis ketiga (6 bulan) tidak diperlukan. Vaksin Hib dapat diberikan dalam bentuk vaksin kombinasi (DTwP/Hib, DtaP/Hib, DTaP/Hib/IPV). Dosis pemberian satu vaksin Hib sebanyak 0,5 ml diberikan secara intramuskular. Tersedia vaksin kombinasi DTwP/Hib, DtaP/Hib, DTaP/Hib/IPV (vaksin kombinasi yang beredar berisi vaksin Hib PRP-T) dalam kemasan prefilled syringe 0,5 ml. Vaksin Hib baik PRP-T ataupun PRP-OMP perlu diulang pada umur 18 bulan. Apabila anak datang pada umur 1-5 tahun, Hib hanya diberikan 1 kali.1,10

Pneumokokus Terdapat 2 jenis vaksin pneumokokus yang beredar di Indonesia, yaitu vaksin pneumokokus polisakarida berisi polisakarida murni, 23 serotipe disebut pneumococcus polysaccharide vaccine (PPV23). Vaksin pneumokokus generasi kedua berisi vaksin polisakarida konjugasi, 7 serotipe disebut pneumococcal conjugate vaccine (PCV7) dan PCV10 untuk 10 serotipe. Vaksin PCV diberikan sejak umur 2 bulan sampai 9 tahun. Dosis dan interval pemberian rata-rata 6-8 minggu pada imunisasi dasar. Vaksin PCV dikemas dalam prefilled syringe 5 ml diberikan secara intramuskular. Dosis pertama tidak diberikan selebum umur 6 minggu. Untuk bayi BBLR ( 1500 gram) vaksin diberikan setelah umur kronologik 6-8 minggu, tanpa memperhatikan umur kehamilan. Dapat diberikan bersama vaksin lain misalnya DTwP, DTaP, TT, Hib, HepB, IPV, MMR, atau varisela, dengan mempergunakan syringe terpisah. Untuk setiap vaksin diberikan pada isis badan yang berbeda.1,11

Rotavirus Vaksin rotavirus terdiri dari dua jenis yaitu, monovalen dan pentavalen. Vaksin rotavirus monovalen mengandung rotavirus tipe G1P (8), mempunyai neutralizing epitop yang sama dengan rotavirus tipe G1, G3, G4, dan G5. Sedangkan vaksin rotavirus pentavalen terdiri dari 5 strain yaitu G1, G2, G3, G4, G5, P1A (8). Vaksin rotavirus monovalen diberikan secara oral 2 kali,
6

sedangkan vaksin rotavirus pentavalen diberikan 3 kali. Vaksin rotavirus monovalen diberikan pertama pada umur 6-14 minggu, dosis ke-2 diberikan dengan interval minimal 4 minggu. Sehingga imunisasi selesai sebelum umur 16 minggu dan tidak melampaui umur 24 minggu. Hal ini mengingat angka kejadian diare rotavirus tertinggi pada usia 6 bulan-1 tahun, dengan morbiditas dan mortalitas tertinggi pada episode 1 diare rotavirus. Vaksin rotavirus pentavalen pertama diberikan umur 6-12 minggu, interval dari ke-2, dan ke-3 adalah 4-10 minggu, dari ke-3 diberikan pada umur < 32 minggu (interval minimal 4 minggu).1,12

Influenza Vaksin influenza diberikan dengan tujuan mencegah flu berat yang disebabkan oleh virus influenza. Vaksin influenza tidak dapat digunakan untuk mencegah batuk pilek karena alergi yang biasanya ringan. Vaksin ini berisi dua subtipe, yaitu subtipe A terdiri dari H3N2 dan H1N1 serta subtipe B, dikenal sebagai vaksin trivalen. Subtipe vaksin ini telah disetujui oleh FDA (Food and Drug Administration) untuk tahun 2011-2012. WHO merekomendasikan untuk belahan bumi utara dan selatan.Terdapat dua macam vaksin, yaitu whole virus vaccine dan split vaccine. Di Indonesia beredar 2 macam vaksin, yaitu Fluarix (GSK) dan Vaxigrip (Aventis Pasteur).1,13 Berdasarkan rekomendasi satgas imunisasi IDAI, vaksin influenza diberikan pada anak usia 6 -23 bulan baik pada anak sehat dan anak yang beresiko (asma, penyakit jantung, penyakit sel sickle, HIV, diabetes). Selain itu, direkomendasikan bagi usia 65 tahun. Pekerja pelayanan publik (seperti polisi, pemadam kebakaran, paramedis) dianjurkan untuk mendapatkan vaksin influenza sehingga pelayanan terhadap masyarakat tidak terganggu ketika terjadi wabah influenza. Vaksin influenza diberikan setiap tahun, dikarenakan setiap tahun terjadi pergantian jenis galur virus yang beredar di masyarakat. Cara pemberian melalui injeksi intramuskular, tetapi adapula injeksi intradermal pada vaksin influenza tertentu.1,13 Jadwal dan dosis :1,13 Dosis untuk < 3 tahun 0,25 ml dan untuk 3 tahun 0,5 ml. Untuk < 12 rahun dalam bentuk split subunit, sedangkan untuk > 12 tahun bisa split, subunit maupun whole.

Untuk anak yang pertama kali mendapat vaksin influenza trivalen (TIV) usia 8 tahun vaksin diberikan 2 dosis dengan selang waktu minimal 4 minggu, kemudian imunisasi diulang setiap tahun

Vaksin diberikan secara intramuskular pada otot deltoid orang dewasa dan anak yang lebih besar. Sedangkan untuk bayi diberikan pada oto paha

anterolateral(panduan, FDA, pedoman) Anak usia > 9 tahun cukup diberikan 1 kali, teratur setiap satu tahun sekali.

Campak WHO dengan programnya The Expanded Programme on Immunization (EPI) telah mencanangkan target global untuk mereduksi insiden campak sampai 90,5% dan mortalitas sampai 95,5% daripada tingkat pre-EPI pada tahun 1995. Strategi untuk eliminasi penyakit campak adalah:1,4 1. Melakukan imunisasi masal pada anak umur 9 bulan sampai 12 tahun. 2. Meningkatkan cakupan imunisasi rutin pada bayi umur 9 bulan. 3. Melakukan surveilans secara intensif. 4. Follow-up imunisasi masal. Dosis dan cara pemberian:1 Dosis baku minimal untuk pemberian vaksin campak yang dilemahkan adalah 1000 TCID50 atau sebanyak 0,5 ml. Untuk vaksin hidup, pemberian dengan 20 TCID50 mungkin sudah dapat memberikan hasil yang baik. Pemberian diberikan pada umur 9 bulan, secara subkutan walaupun demikian dapat diberikan secara intramuskular. Jadwal imunisasi campak:1,4 Campak-1 diberikan pada umur 9 bulan, campak-2 merupakan program BIAS pada SD kelas 1, umur 6 tahun. Apabila telah mendapat MMR pada umur 15 bulan, Campak-2 tidak perlu diberikan. Rekomendasi bila vaksinasi terlambat: pada umur antara 9 12 bulan, berikan kapan saja saat bertemu. Bila umur anak > 1 tahun berikan MMR. Bila booster belum

didapat setelah umur 6 tahun, maka vaksin campak/ MMR diberikan kapan saja saat bertemu melengkapi jadwal.

MMR (Mumps, Measles, Rubella) Vaksin MMR merupakan salah satuvaksin non PPI yang dianjurkan untuk diberikan pada anak. Vaksin ini merupakan vaksin kombinasi untuk mencegah campak, gondongan, dan rubela dengan dosis 0,5 ml. Vaksin MMR termasuk vaksin kering mengandung virus hidup. Penggunaannya dengan cara melarutkan dengan bahan pelarut dan harus digunakan dalam waktu 1 jam sesudah dilarutkan. Cara pemberian vaksin ini secara intramuskular atau subkutan dalam, diberikan pada usia 15-18 bulan dengan jarak minimal 6 bulan antara vaksinasi campak (umur 9 bulan) dan MMR. Ulangan vaksinasi MMR diberikan pada usia 6 tahun. Vaksin ini harus tetap diberikan walaupun anak sudah memiliki riwayat infeksi campak, gondongan maupun rubela sebelumnya.1,14,15

Tifoid Indonesia memiliki 2 jenis vaksin tifoid, yaitu vaksin suntikan (polisakarida) dan kapsul yang dapat diminum (berisi bakteri hidup yang dilemahkan). Kuman vaksin oral dalam usus akan mengalami pembelahan dan dieliminasi dalam waktu 3 hari setelah pemakaiannya. Respon imun pada vaksin oral termasuk sekretorik IgA. Vaksin dalam bentuk kapsul diberikan mulai usia 6 tahun dalam 3 dosis dengan jarak pemberian selang sehari (hari ke-1,3, dan 5). Imunisasi ulangan diberikan setiap 5 tahun.1,4,16 Vaksin polisakarida disuntikkan mulai usia > 2 tahun, dengan ulangan setiap 3 tahun. Pemberian dengan cara disuntikkan intramuskular di bagian paha atau deltoid. Vaksin tifoid juga direkomendasikan bagi : Para wisatawan atau turis yang akan bepergian ke daerah dengan angka kejadian tifoid tinggi. Individu yang kontak dengan karier tifoid. Para pekerja laboratorium yang memiliki kontak dengan bakteri Salmonella Typhi.

Untuk para wisatawan, vaksin tifoid diberikan 2 minggu sebelum keberangkatan dengan tujuan membiarkan vaksin bekerja dalam tubuh terlebih dahulu.1,16

Hepatitis A Virus hepatitis A bersifat self limiting tetapi menimbulkan dampak epidemiologis dan klinis. Indonesia sebagai daerah endemis hepatitis, baik hepatitis A, B dan C. Vaksin hepatitis A dibuat dari virus yang telah dimatikan. Dosis yang diberikan bervariasi tergantung dari produk dan usia resipien. Vaksin diberikan terutama pada anak dengan kebersihan dan higienitas yang baik, sehingga secara alamiah belum memiliki kekebalan terhadap penyakit hepatitis A. Penyakit hepatitis A disebabkan virus hepatitis A, biasa ditularkan melalui makanan dan minuman yang telah tercemar kotoran/tinja penderita hepatitis A (fecal-oral), bukan melalui aktivitas seksual atau kontak darah. Hepatitis A paling ringan dibanding hepatitis jenis lain (B dan C). Hepatitis B dan C disebarkan melalui media darah dan aktivitas seksual, dan lebih berbahaya dibanding hepatitis A. Vaksin hepatitis A disuntikkan mulai umur > 2 tahun. Pemberian dilakukan 2 kali dengan suntikan kedua bervariasi antara 6-18 bulan dari suntikan pertama bergantung pada produk. Lama proteksi diperkirakan menetap selama 20 tahun.1,17

Varisela (Cacar air/Chicken pox) Imunisasi varisela diberikan saat anak masuk sekolah, yaitu 5 tahun dengan dosis 0,5 ml secara subkutan dosis tunggal. Hal ini dikarenakanIndonesia memiliki angka kejadian varisela terbanyak pada anak dan tingkat penularan tertinggi adalah di sekolah. Untuk anak hanya diperlukan satu dosis berbeda dengan anak dengan imunokompromais, remaja dan dewasa memerlukan dua dosis.Dosis pertama saat usia 12-15 bulan dan dosis kedua saat usia 4-6 tahun. Untuk usia > 13 tahun, disuntikkan dua kali dengan jarak 4-8 minggu. Namun, vaksin juga dapat diberikan pada anak > 1 tahun sesuai dengan permintaan orangtua.1,4

HPV (Human Papilloma Virus) Vaksin HPV mampu menurunkan mortalitas dan morbiditas kanker serviks. Faktor resiko kanker serviks salah satunya adalah hubungan seks di usia dini. Indonesia negara dengan resiko tinggi terjadinya penularan HPV sehingga perlu disosialisasikan mengenai vaksinasi HPV. Saat ini terdapat dua macam vaksin yang beredar dan telah disahkan oleh FDA maupun Badan POM Indonesia, yaitu vaksin bivalen (tipe 16 dan 18, Cervarix) dan vaksin quadrivalen (tipe 6, 11, 16, 18, Gardasil). Vaksin HPV diperuntukkan bagi anak perempuan dengan usia > 10 tahun. Hal ini dimaksudkan sebelum remaja menikah atau berhubungan seksual aktif, apabila seorang wanita
10

telah menikah/berhubungan seks aktif, maka sebelum pemberian vaksinasi HPV harus dilakukan pap smear terlebih dahulu. Dosis yang diberikan adalah 0,5 ml secara intramuskular pada area deltoid. Jadwal pemberian vaksin HPV bivalen adalah 0, 1 dan 6 bulan sedangkan vaksin HPV kuadrivalen jadwal 0, 2 dan 6 bulan.1,18

Daftar pustaka 1. Ismael S, Hadinegoro SR. Program imunisasi nasional. Dalam: Pedoman imunisasi di Indonesia. Edisi ke-4. Penyunting: Ranuh Gde IGN, Suyitno H, Hadinegoro SR, Kartasasmita CB, Ismoedijanto, Soedjatmiko.Jakarta.Badan penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.2011.h.39-66 2. Jadwal imunisasi. Dalam: Panduan imunisasi anak. Penyunting: Hadinegoro SR, Pusponegoro HD, Soedjatmiko, Oswari H. Jakarta.Badan penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.2011.h.95-110 3. Plotkins SA, Orenstein WA. Penyunting. Vaccines, edisi ke-4. Philadelphia.WB Saunders.2004 4. World Health Organization. Recommended routine immunization for children. 2012 5. World Health Organization. Weekly epidemiological record.2004;79:2540 6. World Health Organization. Weekly epidemiological record.2009;84:405420 7. World Health Organization. Weekly epidemiological record.2010;85:385400 8. World Health Organization. Weekly epidemiological record.2006;81:197208 9. World Health Organization. Weekly epidemiological record.2010, 85:213228 10. World Health Organization. Weekly epidemiological record.2006, 81:445452 11. World Health Organization. Weekly epidemiological record.2007;82:93104 12. World Health Organization. Weekly epidemiological record.2009:84;533540 13. World Health Organization. Weekly epidemiological record.2006;81:2132 14. World Health Organization. Weekly epidemiological record.2007;82:4960 15. World Health Organization. Weekly epidemiological record.2011;86:301316 16. World Health Organization. Weekly epidemiological record.2008:83:4960 17. World Health Organization. Weekly epidemiological record.2000:75:37-44 18. World Health Organization. Weekly epidemiological record.2009:84:117132

11

12

You might also like