You are on page 1of 36

AnaLiSiS AnTiBiOtIk

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Dalam suatu analisa farmasi, yang ditentukan bukan hanya untuk uji kualitas, tetapi juga untuk uji kuantitasnya. Atau dengan kata lain menentukan adanya suatu zat dalam sediaan dan menentukan seberapa besar kandungan zat aktifnya. Analisa kualitatif dan kuantitatif suatu senyawa obat yang diproduksi sangat penting untuk dilakukan, karena obat-obat yang beredar dipasaran harus diketahui kadar dan mutunya secara pasti. Senyawa atau bahan kimia obat harus sesuai dengan yang tercantum dalam Farmakope dan buku-buku resmi lainnya. Di bidang farmasi. Penetapan kadar suatu senyawa dalam sampel sangat bermanfaat. Hal ini dapat berfungsi sebagai kontrol kualitas sediaan obat, apakah obat tersebut kadarnya sama dengan yang tercantum dalam etiket.

I.2. Maksud dan Tujuan Percobaan I.2.1. Maksud Percobaan Mengetahui dan memahami cara identifikasi dan penetapan kadar suatu senyawa dalam suatu sediaan.

I.2.2 Tujuan Percobaan

1. 2.

Menentukan uji kualitatif suatu antibiotik terhadap suatu sediaan Menetapkan kadar kloramfenikol dalam sediaan kapsul dengan menggunakan metode Titrasi redoks, yaitu dikromatometri dan menetapkan kadar ciprofloksasin dalam sediaan tablet dengan menggunakan metode Titrasi Netralisasi, yaitu Titrasi Bebas Air.

I.3. Prinsip Percobaan 1. Identifikasi senyawa yang terdapat dalam suatu sediaan, meliputi pemeriksaan organoleptis yang meliputi warna, bau, rasa, bentuk, dan kelarutan yang dilanjutkan dengan uji reaksi kimia dengan pereaksi tertentu berdasarkan terbentuknya gas, perubahan warna, dan endapan yang terbentuk. 2. Penetapan kadar kloramfenikol dalam sediaan kapsul dengan metode dikromatometri, berdasarkan reaksi oksidasi-reduksi antara sampel dan larutan baku kalium dikromat dalam lingkungan asam dengan penambahan kalium iodida sebagai katalisator dan dititrasi kembali dengan larutan baku natrium tiosulfat, dengan menggunakan indikator kloroform atau kanji untuk menentukan titik akhir titrasi. 3. Penetapan kadar Ciprofloksasin dalam sediaan tablet dengan metode Titrasi Bebas Air dimana sampel ditambahkan asam asetat glasial dan dititrasi dengan larutan baku asam perklorat dengan penambahan indikator Kristal violet, dimana titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna menjadi biru.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Teori Umum

Antibiotik merupakan senyawa khas yang dihasilkan atau diturunkan oleh organisme hidup, termasuk struktur analognya yang dibuat sintetik yang dalam kadar rendah mampu menghambat atau membunuh satu atau lebih spesies mikroorganisme. Penetapan antibiotik secara kimia makin sering digunakan sebab mempunyai ketelitian yang tinggi, waktu analisis yang lebih cepat, dan lebih obyektif sehingga bisa menggantikan penetapan secara hayati. Dengan mempelajari sifat kimia dan rumus bangun dari suatu antibiotik maka dapat disusun penetapan secara kimiawi yang secara kuantitiatif tanpa diganggu oleh hasil peruraiannya atau senyawa lain yang mempunyai sifat kimia yang serupa. Penetapan secara kimia diharapkan lebih spesifik daripada penetapan secara hayati. Dengan dapat dibuatnya antibiotik murni, maka penetapan secara kimia berkembang dengan menetapkan jumlah zat dalam berat dan tidak lagi dalam unit, walaupun demikian beberapa antibiotik masih diukur dalam aktivitas unit dan ini dapat diubah menjadi unit perberat jika diperlukan. (1)

1. Kloramfenikol Kloramfenikol merupakan antibiotik spektrum luas dan sesuai untuk mengobati berbagai macam infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme. Kloramfenikol mempunyai rasa sangat pahit karena itu untuk sediaan sirup digunakan bentuk ester palmitat atau suksinat supaya rasanya tidak pahit. Kloramfenikol juga dapat mengalami kerusakan akibat cahaya (fotodegradasi) yang menghasilkan warna kuning sampai kecoklatan karena terjadi proses oksidasi, reduksi, dan kondensasi yang secara

berurutan akan menghasilkan 4-nitrobenzaldehid, 4-nitrosobenzoat, dan asam 4,4asam benzoate. (1) Kloramfenikol bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein kuman. Yang dihambat ialah enzim peptidil transferase yang berperan sebagai katalisator untuk membentuk ikatan-ikatan peptida pada proses sintesis protein kuman, kloramfenikol umumnya bersifat bakteriostatik. Pada konsentrasi tinggi kloramfenikol kadang-kadang bersifat bakteriosid terhadap kuman-kuman tertentu. (2) 2. - Laktam 2.1 Penisilin Penisilin mempunyai cincin tiazolidin dan cincin -laktam. Atom H pada COOH dapat diganti dengan kation anorganik atau organik membentuk suatu garam. Kation yang digunakan biasanya natrium, kalium, aluminium, prokain, dan benzatin. Penggantian gugus R akan berpengaruh terhadap kelarutannya dalam pelarut organik, penyerapan, stabilitas terhadap asam dan resistensi terhadap penisilinase. Penisilin mudah sekali terurai baik oleh asam atau basa. (1) Penisilin menghambat pembentukan mukopeptida yang diperlukan untuk sintesis dinding sel mikroba, terhadap mikroba yang sensitif, penisilin akan menghasilkan efek bakteriosid pada mikroba yang sedang aktif membelah. (2) 2.2 Sefalosporin Sefalosporin merupakan antibiotik golongan laktam. Sefadroksil merupakan sefalosporin generasi pertama. Seperti halnya antibiotik betalaktam lain, mekanisme kerja antimikroba sefalosporin ialah dengan menghambat sintesis dinding sel mikroba. (2)

3. Kuinolon Ciprofloksasin termasuk antibiotik golongan flurokuinolon. Golongan

flurokuinolon menghambat kerja enzim DNA girase pada kuman dan bersifat bakterisidal. (2) 4. Tetrasiklin Doksisiklin termasuk antibiotik golongan tetrasiklin. Golongan tetrasiklin

menghambat sintesis protein bakteri pada ribosom. Paling sedikit terjadi 2 proses dalam masuknya antibiotik ke dalam ribosom bakteri gram negatif, pertama yang disebut difusi pasif melalui kanal hidrofilik, kedua iialah sistem transpor aktif. Setelah masuk maka, antibiotik berikatan dengan ribosom 305 dan menghalangi masuknya kompleks tRNA asam amino pada lokasi asam amino. (2) 5. Metronidazol Metronidazol ialah (1-hidroksi etil)-2 metil-5-nitromidazol yang berbentuk Kristal kuning muda dan sedikit larut dalam air atau alkohol. Metronidazol memperlihatkan daya amubisid langsung. Sampai saat ini belum ditemukan amuba yang resisten terhadap metronidazol. (2) Analisis kimia farmasi kuantitatif biasanya dibagi menjadi beberapa analisis berdasarkan metode dan teknik kerjanya (3). 1. Analisis gravimetri 2. Analisis volumetri yang bisa disebut juga analisis titrimetri 3. Analisis gasometri 4. Analisis dengan metode fisika dan kimia. Analisis titrimetri umumnya dapat dibagi dalam 4 bentuk, yaitu:

1. Reaksi netralisasi atau disebut asidimetri/alkalimetri 2. Reaksi pembentukan kompleks 3. Reaksi pengendapan 4. Reaksi oksidasi-reduksi. (3) Istilah analisis titrimetri mengacu pada analisis kimia kuantitatif yang dilakukan dengan menetapkan volume suatu larutan yang konsentrasinya diketahui dengan tepat, yang diperlukan untuk bereaksi secara kuantitatif dengan larutan dari zat yang akan ditetapkan (4). Titrasi bebas air adalah suatu titrasi yang tidak menggunakan air sebagai pelarut, tetapi menggunakan pelarut organik. Bila asam/ basa bersifat lemah seperti halnya asam-asam organik atau alkaloida-alkaloida, cara titrasi dalam lingkungan berair ini tidak dapat dilakukan karena disamping sukar larut air, juga kurang reaktif dalam air. Titrasi dalam lingkungan bebas air ini mempunyai keuntungan-keuntungan misalnya zat-zat yang dapat larut dalam air, terutama basa-basa organik dapat dititrasi dalam pelarut dimana zat itu dapat segera akan larut. Senyawa-senyawa yang mempunyai sifat basa yang sangat lemah, yang tidak dapat dititrasi dalam air, masih memberikan titik akhir yang cukup tajam dalam berbagai pelarut organik dan dapat langsung ditentukan. Banyak senyawa-senyawa yang tidak larut dalam air, bila dilarutkan dalam pelarut organik akan menaikkan sifat asam atau basanya. Dengan demikian perlu pemilihan pelarut yang sesuai untuk menentukan berbagai macam senyawa dengan titrasi dalam lingkungan bebas air.

Garam-garam asam halida dapat dititrasi dalam asam cuka setelah penambahan raksa (II) asetat yang dapat merubah ion halida menjadi raksa (II) halide yang tidak terdisossiasi. (3). Teori TBA sangat singkat, sebagai berikut air dapat bersifat asam lemah dan basa lemah. Oleh karena itu, dalam lingkungan air, air dapat berkompetisi dengan asamasam atau basa-basa yang sangat lemah dalam hal menerima atau memberi proton. Asam perklorat dalam larutan asam asetat merupakan asam yang paling kuat diantara asam-asam umum yang digunakan untuk titrasi basa lemah dalam medium bebas air. Dalam TBA biasanya ditambah dengan asam asetat anhidrida dengan tujuan untuk menghilangkan air yang ada dalam asam perklorat Jika basa yang dianalisis dalam bentuk garam yang berasal dari asam lemah, maka penghilangan anion yang berasal dari asam kurang, begitu penting. Akan tetapi, jika basa dalam bentuk garam klorida atau bromida, maka bromida atau klorida harus dihilangkan sebelum dititrasi. Penghilangan bromida atau klorida dilakukan dengan penambahan merkuri asetat. Adanya asam klorida atau bromida dan asam-asam kuat lain harus dihindari karena bisa mengakibatkan penetapan kadar tidak kuantitatif karena asam-asam kuat ini juga bisa bereaksi dengan senyawa sampel yang bersifat basa. (5) Pada pelaksanaan titrasi dalam pelarut bebas air sebenarnya tidak berbeda dengan titrasi dalam larutan air. Titik akhir dalam hal ini dapat kembali ditentukan secara elektometri atau dengan bantuan indikator. Harus diperhatikan bahwa larutan asam asetat menunjukkan pemuaian termik yang besar. Berdasarkan ini maka harus bekerja dengan larutan dengan suhu sama atau volume pentitrasi harus dikoreksi. Pada penggantian indikator atau pelarut, faktor larutan pengukur harus ditentukan kembali.

Dapat dimengerti, bahwa juga larutan volumetrik dan indikator serta larutan uji harus dibuat bebas air. Pada penentuan yang sering dalam lingkungan bebas air lebih baik digunakan buret automatik. Untuk penentuan tunggal digunakan buret yang lazim. Untuk wadah persediaan larutan pengukur dan larutan indikator digunakan wadah gelas yang tertutup. (6) Dikromatometri adalah titrasi redoks yang menggunakan senyawa dikromat sebagai oksidator. Senyawa dikromat merupakan oksidator kuat, tetapi lebih lemah dari permanganat. Kalium dikromat merupakan standar baku primer. Penggunaan utama dikromatometri adalah untuk penentuan besi (II) dalam asam klorida. (7) Dikromatometri termasuk ke dalam titrasi redoks, karena dalam reaksinya terjadi perpindahan elektron atau perubahan bilangan oksidasi. Seperti yang diketahui bahwa kemungkinan terjadinya reaksi redoks dapat dilihat dari 2 hal berikut: 1. 2. Terjadi perubahan biloks (bilangan oksidasi). Bila ada zat reduktor maupun oksidator (dalam hal ini, kalium dikromat selain

berfungsi sebagai bahan baku juga sebagai oksidator). Kalium dikromat dalam keadaan asam mengalami reduksi menjadi Cr3+. Reaksi: Cr2O72- + 14 H+ + 6 e 2 Cr3+ + 7 H2O E0=1,33 V

Karena daya oksidasinya lebih sedikit dibanding dengan KMnO4 dan Ce (IV). Maka hal ini menyebabkan reaksi sangat lambat. Akan tetapi, dari sifat K 2Cr2O7 larutannya sangat stabil, tidak bereaksi dengan (inert terhadap) Cl-, dengan kemurnian tinggi, mudah diperoleh dan murah.

Metode dikromatometri digunakan terutama untuk penentuan Fe2+, ion klorida dalam jumlah besar tidak mempengaruhi titer ini. Suatu cara tidak langsung untuk menentukan, oksidasi yang diberi larutan Fe2+ berlebihan kemudian kelebihan dititrasi dengan standar Dikromat. Maka cara ini dipakai untuk penentuan NO3-, ClO3-, H2O2, MnO4- dan Cr2O72-. Kalium Dikromat (K2Cr2O7) bukanlah zat pengoksidasi yang begitu kuat seperti Kalium Permanganat (KMnO4), tetapi ia mempunyai beberapa keuntungan yaitu dapat diperoleh murni, stabil sampai titik leburnya dan karenanya merupakan suatu standar primer yang sangat baik. Larutan standar dengan kekuatan yang diketahui tepat dapat disiapkan dengan menimbang garam keringnya yang murni dan kelarutannya dalam volume air yang sesuai. Lebih jauh larutannya dalam air adalah stabil tanpa batas waktu jika dilindungi dengan memadai terhadap penguapan. Kalium Dikromat (K 2Cr2O7) digunakan hanya dalam larutan asam, dan direduksi dengan cepat pada temperatur biasa menjadi garam Kromium (III) yang hijau. Ia tak direduksi oleh Asam Klorida (HCl) dingin, asalkan konsentrasi asam itu tak melampaui 1 atau 2 Molar. Larutan-larutan Dikromat juga kurang mudah direduksi oleh beban organik dibanding larutan-larutan Permanganat dan juga stabil terhadap cahaya. Karena itu, Kalium Dikromat berharga khusus dalam penetapan besi dalam bijih besi: Bijih besi itu biasanya dilarutkan dalam Asam Klorida, Besi (III) direduksi menjadi Besi (II), dan dititrasi dengan larutan Dikromat standar. Cr2072- + 6 Fe2+ + 14 H+ 2 Cr3+ + 6 Fe3+ + 7 H2O

Dalam larutan asam, reduksi Kalium Dikromat dapat dinyatakan sebagai : Cr2072- + 14 H+ + 6 e 2 Cr3+ + 7 H2O

Jadi ekuivalennya adalah seperenam mol, yaitu 294,18/6 atau 49,030 g. Maka suatu larutan 0,1 N mengandung 4,9030 g dm-3. Warna hijau yang ditimbulkan oleh ion-ion Cr3+ yang terbentuk oleh reduksi Kalium Dikromat membuat tak mungkin titik akhir suatu titrasi dengan Dikromat hanya dengan meneliti larutan secara visual sehingga harus digunakan suatu indikator redoks yang memberi perubahan warna yang kuat dan tak bisa disalahtafsirkan. Indikator yang sesuai untuk digunakan dengan titrasi Dikromat meliputi asam 2 N-Fenilan Tranilat (larutan 0,1 % dalam NaOH 0,005 M) dan Natrium Difenilaminasufonat atau senyawa Na/Badifenilamina Sulfonat (larutan 0,2 % dalam air). Indikator ini hanya digunakan dalam suasana Asam Sulfat-Asam Fosfat. (8)

II.2. Uraian Bahan 1. Air suling (9) Nama resmi Nama lain RM/BM : : : Aqua destillata Aquades, air suling H2O/18,02

: : :

Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa Dalam wadah tertutup baik Sebagai pelarut

2. Asam asetat glasial (9) Nama resmi Nama lain RM / BM : : : : : Acidum aceticum glasiale Asam asetat C2H4O2/60,05

Cairan jernih, tidak berwarna, bau khas menusuk, rasa yang tajam Dapat bercampur baik dengan air, etanol, dan dengan gliserol Penyimpanan Kegunaan : : Dalam wadah tertutup rapat Sebagai pelarut

3. Asam Sulfat (9) Nama Resmi Nama Lain RM/BM : Acidum Sulfuricum : Asam Sulfat : H2SO4 / 98,07

: Cairan kental seperti minyak, korosif, tidak berwarna, jika ditambahkan ke dalam air menimbulkan panas Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

4. Amilum (9)

: Amilum solani : Pati kentang : Serbuk halus, putih, tidak berbau : Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol 95% P : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya : Sebagai indikator

5. Raksa (II) Asetat (9) Pemerian : Serbuk hablur ; putih

: Larut dalam air hangat ; jika didihkan terhidrolisa 6. Kristal Violet (9) Pemerian : Hablur berwarna hijau tua

: Sukar larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol (95%) P dan dalam asam asetat glasial P. larutannya berwarna lembayung tua Kegunaan : Sebagai indikator

7. Asam Perklorat (9) Pemerian Kelarutan Kegunaan : Cairan jernih, tidak berwarna : Bercampur dengan air : Sebagai titran

8. Kloramfenikol (9) : Chloramphenicolum

: Kloramfenikol, D(-) treo-2-diklorasetamida-1-p-nitrofenil propana-1,3-diol. : C11H12Cl2N2O5/323,12 : Hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang, putih, tidak berbau, rasa sangat pahit. : Larut dalam lebih kurang 400 bagian air, dalam 2,5 bagian etanol 95% P, sukar larut dalam kloroform P dan eter P. : Antibiotikum : Sebagai sampel : Dalam wadah tertutup baik : Mengandung tidak kurang dari 92,5% dan tidak lebih dari 107,5%.

adar

9. Ciprofloxacin Hydrochloride (10) : Ciprofloxacin Hydrochloride : C12H18FN3O3.HCl / 367,8 : Kuning lemah, serbuk kristaline, sedikit higroskopik : Larut dalam air, sedikit larut dalam metanol, sangat mudah larut dalam etanol, praktis tidak larut dalam aseton, etil asetat dan metilen klorida : Dalam tempat kedap udara, terlindung dari cahaya

10. Kloroform (9) Nama Resmi Nama Lain : Chloroformum : Kloroform

RRM/BM

: CHCL3 / 119,38

: Cairan, mudah menguap ; tidak berwarna ; bau khas ; rasa manis dan membakar : Larut dalam lebih kurang 200 bagian air ; mudah larut dalam etano mutlak P, dalam eter P dalam sebagian besar pelarut organik dalam minyak atsiri dan dalm minyak lemah : dalam wadah tertutup rapat Kegunaan : Sebagai indikator

11. Natrium Tiosulfat (9) Nama Resmi Nama Lain RM/BM : Natrii Thiosulfas : Natrium Tiosulfat : Na2S2O3.H2O / 248,17

: Hablur besar tidak berwarna atau serbuk hablur kasar. Dalam udara lembab meleleh basah ; dalam hampa udara pada suhu di atas 33 merapuh : Larut dalam 0,5 bagian air ; praktis tidak larut dalam etanol (95%) P Penyimpanan Kegunaan : Dalam wadah tertutup rapat : Sebagai titran

12. Kalium Iodida (9) Nama Resmi Nama Lain RM/BM : Kalii Iodidum : Kalium Iodida : KI / 166,00

: Hablur heksahedral ; transparan atau tidak berwarna, opak dan putih ; atau serbuk butiran putih, higroskopik : Sangat mudah larut dalam air, lebih mudah larut dalam air mendidih ; larut dalam etano (95%) P ; mudah larut dalam gliserol P Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

II.3. Prosedur Kerja A. Uji Kuantitatif 1. Kloramfenikol Timbang seksama 500 mg. tambahkan 20 mL asam klorida P, kemudian 5 g debu seng P sedikit demi sedikit. Tambahkan 15 mL asam klorida P, biarkan selama 1 jam. Saring melalui kapas, cuci 3 kali, tiap kali dengan 5 mL air. Dinginkan hingga suhu 15 , tambahkan lebih kurang 30 g es. Titrasi perlahan-lahan dengan natrium nitrit 0,1 M hingga 1 tetes larutan segera menghasilkan warna biru pada kertas kanji iodida P. titrasi dianggap selesai jka titik akhir dapat ditunjukkan lagi setelah larutan dibiarkan selama 5 menit. (9) 1 mL natrium nitrit 0,1 M setara dengan 32,31 mg C11H12Cl2N2O5

Titrasi bebas air setelah dihidrolisis dulu : kira-kira 150 mg zat, dilarutkan dalam 2 mL etanol 90 %, lalu ditambahkan 5 mL HCl pekat. Larutan ini diuapkan di penangas air sampai kering. Sisanya dikeringkan lagi pada 105C selama 15 menit, didinginkan, kemudian dilarutkan dalam 10 mL asam asetat. Sesudah ditambahkan 5 mL larutan raksa (II) asetat 120 mL dioksan, larutan dititrasi dengan 0,25 N asam perklorat (1/20 mmol) sampai timbul warna biru ; indikator 5 tetes larutan ungu Kristal. (11)

Metode titrasi bebas air : lebih kurang 150 mg kloramfenikol yang ditimbang seksama dilarutkan dalam 2 mL alkohol 90% dan ditambah 5 mL asam klorida pekat lalu dipanaskan di atas penangas air sampai kering. Residu dikeringkan pada suhu 105 C selama 15 menit. Setelah dingin, residu dilarutkan dalam 10 mL asam asetat glasial dan ditambah 5 mL raksa (II) asetat 5 % dalam asam asetaat dan 20 mL dioksan serta 5 tetes indikator Kristal violet. Larutan dititrasi dengan asam perklorat 0,05 N sampai terjadi warna biru. (1) Tiap mL asam perklorat 0,05 N setara dengan 16,16 mg kloramfenikol

Metode Nitritometri : lebih kurang 500 mg kloramfenikol yang ditimbang seksama dilarutkan dalam 20 mL asam klorida pekat lalu ditambah 500 mg debu seng sedikit demi sedikit. Campuran ditambahkan 15 mL asam klorida pekat lagi dan dibiarkan selama satu jam. Campuran disaring melalui kapas, dicuci 3 kali, tiap kali dengan 5 mL air, didinginkan hingga suhu 15 C, dan diletakkan pada bejana berisi es. Filtrat dan hasil cuciannya dititrasi perlahan-lahan dengan baku natrium nitrit 0,1 M hingga satu tets larutan segera memberikan warna biru pada kertas kanji-iodida. Titrasi dianggap selesai jika titik akhir titrasi dapat ditunjukkan lagi setelah larutan dibiarkan selama lima menit. (1)

Tiap mL natrium nitrit 0,1 M setara dengan 32,31 mg kloramfenikol Metode argentometri : lebih kurang 300 mg kloramfenikol yang ditimbang seksama, dipijarkan bersama dengan 500 mg kalium karbonat hingga tidak ada warna hitam. Hasil pemijaran dipindahkan secara kuantitatif dengan pertolongan 25 mL air. Larutan dinetralkan dengan asam nitrat encer, ditambah 15 mL asam nitrat encer lagi, dan 25,0 mL perak nitrat 0,1 N. larutan dititrasi dengan larutan baku amonium tiosianat 0,1 N menggunakan indikator besi (III) amonium sulfat sebanyak 1 mL. (1) Tiap mL perak nitrat 0,1 N setara dengan 16,16 mg kloramfenikol. Dalam 25 mL larutan, 45 mL asam sulfat 10 N dilarutkan dan ditambahkan dalam 20 mL kalium dikromat 0,2 N dan dicampur lalu dipanaskan dalam water bath selama 2 jam, menggunakan condenser. Kemudian didinginkan dan ditambahkan 15 mL 40% 0,1 N natrium tiosulfat dengan 5 mL kloroform sebagai indikator.

2. Ampisilin dan Amoksisilin Metode iodimetri : lebih kurang 500 mg Na ampisilin yang ditimbang seksama dilarutkan dalam air secukupnya hingga 100 mL. sebanyak 5,0 mL larutan dipipet ke dalam labu bersumbat kaca, ditambah 1 mL natrium hidroksida 1 N dan dibiarkan selama 20 menit. Larutan selanjutnya ditambah 5 mL larutan dapar yang dibuat dengan mencampurkan 5 mL asam asetat 12 %, 5 mL larutan natrium asetat 27 % dan 15 mL air. Larutan lalu ditambah 1 mL asam klorida 1 N dan 10 mL iodium 0,01 N, dibiarkan selama 20 menit dan terlindung dari cahaya. Larutan dititrasi dengan baku natrium tiosulfat 0,01 N menggunakan indikator kanji. Dilakuka-n titrasi blanko dengan cara : diambil 5,0 mL larutan yang sama dan dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer

bersumbat kaca. Larutan ditambah 5 mL larutan dapar dan 10,0 mL iodium 0,01 N, dibiarkan selama 20 menit dan terlindung dari cahaya. Larutan dititrasi dengan baku natrium tiosulfat 0,01 N menggunakan indikator kanji. Selisih volume larutan baku tiosulfat blanko dengan volume tiosulfat awal setara dengan jumlah iodium yang bereaksi dengan Na ampisilin. (1) Tiap mL natrium tiosulfat 0,01 M setara dengan 3,714 mg Na ampisilin Metode Asidi-alkalimetri : pH penisilinase diatur menjadi 7,5 dengan menggunakan indikator merah fenol. Dibuat warna pembanding dengan mencampur 1 mL larutan tersebut dengan 10 mL air yang mengandung 0,2 mL merah fenol. Lebih kurang 50 mg penisilin yang ditimbang seksama dilarutkan dalam 10 mL air yang mengandung 0,2 mL, indikator merah fenol. pH larutan diatur dengan membandingkan terhadap warna pembanding. Larutan ditambah 1 mL penisilinase, didiamkan selama 30 menit pada suhu kamar lalu dititrasi dengan natrium hidroksida 0,01 N sampai warna merahnya sama dengan warna pembanding, didiamkan beberapa saat dan jika perlu dititrasi lagi. Tiap mL natrium hidroksida 0,01 M setar dengan 6023 IU penisilin. (1) Campuran zat yang setara dengan 15 mg ampisilin trihidrat dilarutkan dalam 10 mL air, kemudian ditambahkan 4 mL larutan formaldehida yang netral. Dua menit kemudian larutan ini dititrasi dengan 0,02 N NaOH sampai timbul warna merah muda yang tahan selama 30 detik. (11) 1 mL 0,02 N NaOH setara dengan 6,98 mg ampisilin 10 mL larutan murni dari obat setara dengan 2-16 mg amoksisilin dipindahkan ke dalam Erlenmeyer. 6 mL dari asam klorida 5 M dan 2 tetes metal orang sebagai indikator

ditambahkan dan dititrasi dengan bromate-bromide larutan (5mM KBrO3-50 mM KBr) sampai warna dari indikator hilang. Lakukan titrasi blanko. 10 mL larutan obat setara denan 1-9 mg amoksisilin dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 100 mL. 2 mL asam klorida 5 M dan 10 mL bromated-bromida larutan (5 mM KBrO3) ditambahkan. Erlenmeyer didiamkan selama 10 menit. Kemudian dicuci dengan air dan 5 mL kalium iodida 10 % ditambahkan ke dalam Erlenmeyer. Kelebihan iodine dititrasi dengan 0,03 N natrium tiosulfat dengan indikator kanji untuk menentukan titik akhir. Lakukan titrasi blanko. Ukur 25,0 mL larutan dan masukkan ke dalam Erlenmeyer bertutup. Tambahkan 10 mL larutan NaOH 1 M, kocok larutan dan biarkan selama 10 menit diatas penangas air. Dinginkan dan tambahkan 10 mL larutanHCl 2 N dan 25,0 mL larutan baku I2 0,1 N, biarkan selama 15 menit di tempat gelap. Titrasi dengan larutan baku Natrium tiosulfat 0,1 N sampai berwarna kuning, lalu ditambahkan indikator kanji. Lanjutkan titrasi hingga warna biru tepat hilang. Lakukan titrasi blanko. Ukur 25,0 mL larutan dan masukkan ke dalam Erlenmeyer bertutup. Tambahkan 15 mL larutan NaOH 1 N, kocok larutan dan biarkan selama 10 menit diatas penangas air. Dinginkan dan tambahkan 15 mL HCl 2 N dan indikator kanji. Titrasi dengan larutan baku I2 0,1 N Larutkan 0,250 g dalam campuran 5,0 mL 0,01 M asam perklorat dan 50 mL alkohol. Titrasi dengan 0,1 M NaOH. (10) 1 mL 0,1 M NaOH setara dengan 30,38 C17H18CINO2

3. Sefadroksil

Metode : Iodatometri. Transfer sampel 1 unit secar kuantitatif ke dalam 250 mL Erlenmeyer yang berisi iodine dan tambahkan 0,1 mol/L NaOH, sebanyak 2 mL. kocok dan biarkan bereaksi (panaskan pada suhu 80 di water bath dengan panas yang terkontrol selama 10-15 menit. Setelah dibiarkan bereaksi, campuran tersebut didinginkan pada suhu ruangan. Kemudian tambahkan 0,3 mL HCl 1,0 mol/ L dan 5 mL karbon tetraklorida. Titrasi campuran dengan 0,01 mol/L KIO 3 sambil dikocok hingga warna lapisan karbon tetraklorida berubah warna menjadi merah.

4. Ciprofloksasin Timbang setara tablet 0,1 g , 0,2 g atau 0,3 g ciprofloksasin hidroklorida. Larutkan dengan 15 mL asam aseta glasial dan juga tambahkan raksa (II) asetat (0,5 mL, 1,0 mL, dan 1,5 mL) dan tambahkan dengan asetat anhidrat (2 mL, 4 mL, dan 5 mL). Titrasi larutan dengan 0,1 M asam perklorat 0,5 % w/v dan gunakan Kristal violet sebagai indikator. Catat perubahan warna.

5. Doksisiklin Hyclate Metode Iodometri : timbang setara tablet doksisiklin hyclate sebanyak 1-8 mg. Transfer ke dalam Erlenmeyer 100 mL dan tambahkan dengan 10 mL air. Larutan diasamkan dengan penambahan 5 mL HCl 2 M. 10 mL bromate-bromide larutan (5 mM KBrO3) ditambahkan ke dalam Erlenmeyer menggunakan pipet. Campur dengan baik dan diamkan selama 20 menit. Cuci dengan air sebanyak 5 mL dan 5 mL kalium iodida 10 %. Kelebihan iodine kemudian dititrasi dengan 0,03 M natrium tiosuldat dan tambahkan larutan kanji. Lakukan titrasi blanko.

Metode TBA : sebanyak 4,0-40,0 mg doksisikline dan transfer ke Erlenmeyer bersih dan kering dan tambahkan dengan 10 mL asam asetat glasia. Kemudian, tambahkan 2 mL raksa (II) asetat 5 % dan campur / kocok selama 2 menit. Tambahkan 2 tetes Kristal violet sebagai indikator dan titrasi dengan asam perklorat 0,01 M dengan titik akhir titrasi berwarna biru. Lakukan titrasi blanko.

6. Metronidazol Ukur secar akurat sebanyak 0,1 g metronidazol dan suspensikan dengan 30 mL 6 N asam klorida. Tambahkan 0,5 g serbuk zink dan kocok hingga terjadi reaksi komplit. Campuran reaksi di saring dengan menggunakan filter whatman dengan kertas ukuran no.41 dan pindahkan endapan, residu tersebut kemuidan dicuci dengan 10 mL air sebanyak 3 kali. Dinginkan larutan dengan suhu 5-10 C. Tambahkan 0,5 g kalium bromide dan titrasi dengan 0,1 natrium nitrit dan gunakan kertas kanji iodida sebagai indikato. Tiap mL 0,1 M natrium nitrit setara dengan 0,01712 g C6H9N3O3 Pindahkan sejumlah serbuk tablet setara dengan 200 mg metronidazol ke dalam penyaring kaca masir, saring 6 kali, tiap kali dengan 10 mL aseton P. titrasi dengan asam perklorat 0,1 N menggunakan indikator 2 tetes lrutan hijau berlian P 1 % b/v dalam asam asetat glasial P hingga warna hijau kekuningan. Lakukan penetapan blanko. (9) 1 mL asam perklorat setara dengan 17,12 mg C6H9N3O3 Larutkan 100 mg metronidazole yang ditimbang seksama, tambahkan 20 mL asetat anhidrat, panaskan sebentar. Dinginkan dan tambahkan 1 tetes hijau malakit dan titrasi

dengan 0,1 N asam perklorat. Dan titik akhir berwarna kuning-kehijauan. Lakukan titrasi blanko. (12) Tiap mL 0,1 N asam perklorat setara dengan 17,12 C6H9N3O3

B. Uji Kualitatif 1. Kloramfenikol - Sejumlah 10 mg zat dan 2,0 g NaOH ditambahkan 3 ml air, lalu dipanaskan samapi mendidih, larutan berwarna kuning kuat. (11) - Sejumlah 50 mg zat dilarutkan dalam 3 ml etanol 70 %, ditambahkan 7 ml air dan 200 mg bubuk Zink. Dipanaskan dipenangas air selama 10 menit, kemudian disaring. Ke dalam 2 ml filtrate ditambahkan dua tetes benzoiklorida, dikocok 1 menit, lalu ditambahkan 3 tetes larutan besi (III) klorida, terbentuk warna merah jingga. Filtrate yang diasamkan dengan asam nitrat dan ditambah AgNO 3, membentuk endapan perak klorida. (11) 2. Ampisilin - Ke dalam suspensi 10 mg zat dalam 1 ml air ditambahkan 2 ml larutan Fehling encer (2:6), timbul warna ungu (faksin). (11) - Reaksi asam hidroksamat : ke dalam larutan (5 mg zat dalam 2 ml NaOH) ditamahkan 0,3 g Hidroksilamin hidroklorida dan biarkan selama 5 menit. Larutan di asamkan dengan beberapa tetes 6 N HCl, kemudian ditambahkan 1 ml besi(III)klorida 1 %, timbul warna ungu merah kotor. (11) - Reaksi iodazida : positif. (11) - Teteskan 0,1 ml larutan ninhidrina P 0,1 % b/v di atas kertas saring, keringkan pada suhu 105oC, lapiskan 0,1 ml larutan uji 0,2 b/v, panaskan pada suhu 105oC selama 5 menit, biarkan hingga dingin, terjadi warna lembayung muda. (9) - Suspensikan 10 mg dalam 1 ml air, tambahkan 2 ml larutan kalium tembaga (II) tartrat P dan 6 ml air, segera terjadi warna violet. (9) 3. Tetrasiklin - Kira-kira 0,5 mg zat direaksikan dengan 2 ml asam sulfat pekat, terbentuk warna ungu. Setelah ditambah 1 tetes larutan besi (III) klorida 1 %, warna berubah menjadi coklat/merah coklat. (11) 4. Doksisiklin - 2 mg sampel ditambahkan 5 ml asam sulfat. Warna kuning. (10)

C. Prosedur Preparatif 1. Kloramfenikol

Dua kapsul setara dengan 300 mg kloramfenikol ditimbang seksama, dilarutkan dalam alcohol 95% v/v dan disaring endapan yang tidak larut. Endaan tersebut kemudian dikeringkan di water bath. Material yang telah kering kemudian dilarutkan di air hangat, disaring jika perlu, dan buat volume hinga 500 ml. 2. Ampisilin dan Amoksisilin 20 tablet/20 kapsul ditimbang seksama dan digerus hingga menjadi serbuk. Serbuk yang setara 500 mg amoksisilin dimasukkan ke dalam beker 250 ml dan larutkan dengan 100 ml air panas. Dinginkan, kemudian masukkan larutan ke erlenmeyer 250 ml yang telah dikalibrasi. Campur dan saring dengan whatmann no.42 kertas filter. Larutan 15 ml difiltrasi dibuang dan sisanya diambil dan diuji dengan prosedur titrasi. 3. Sefadroksil - Larutan Injeksi: Larutan dilarutkan dengan air 1 mg/ml larutan dan ikuti prosedur yang telah disarankan tanpa modifikasi.

Kapsul: Timbang dan campurkan 4 kapsul. Timbang setara 250 mg sefalosforin dan larutkan dengan air. Kocok larutan, saring residu dengan whatmann no.1 kertas saring dan cuci dengan air.

4. Ciprofloksasin Timbang setara tablet 0,1 g, 0,2 g, 0,3 g ciprofloxacin murni tablet. 5. Doksisklin hyclate 20 tablet setara dengan 100 mg DCH ditimbang seksama dan dipindahkan ke erlenmeyer 100 ml, kemudian kocok dengan 70 ml air selama 20 menit. Disaring dengan whatmann no.42 filter paper. 10 ml larutan pertama dibuang dan 5 ml diambil untuk dilakukan analisis. 6. Metronidazol Timbang 20 tablet setara 0,1 g metronidazol dan serbukkan.

BAB III METODE KERJA

III.1 Alat dan Bahan III.1.1 Alat Alat-alat yang digunakan antara lain tabung reaksi, batang pengaduk, botol semprot, buret, Erlenmeyer, gelas ukur, timbangan analitk, pipet tetes, dan pipet skala, sendok tanduk, statif dan klem, serta rak tabung.

III.1.2 Bahan Bahan-bahan yang digunakan antara aluminium foil, air suling, sampel kapsul kloramfenikol dan tablet ciprofloksasin, reagen seperti asam asetat glasial, indikator kanji atau indikator kloroform, indikator Kristal violet, larutan baku asam perklorat, dan larutan baku natrium tiosulfat, larutan baku kalium dikromat.

III.2 Cara Kerja 1. Penetapan Kadar Kloramfenikol (Metode Dikromatometri) Disiapkan alat dan bahan Ditimbang sampel setara 50 mg Ditambahkan sampel dengan H2SO4 pekat sebanyak 10 mL Ditambahkan 20 mL kalium dikromat 0,1342 N Dipanaskan hingga 15 menit diatas kompor listrik

Didinginkan sesegera mungkin dimana Erlenmeyer yang berisi sampel tersebut diletakkan di dalam baskom yang berisi air

Ditambahkan 1 g kalium iodida Didiamkan 5 menit ditempat gelap sambil terus dikocok Dititrasi dengan natrium tiosulfat dengan penambahan indikator kanji/ kloroform Dicatat volume titrasinya

2. Penetapan kadar Ciprofloksasin dan Doksisiklin (Metode Titrasi Bebas Air) Disiapkan alat dan bahan Ditimbang sampel setara 100 mg Ditambahkan sampel dengan 10 mL asam asetat glasial Ditambahkan 1 mL raksa (II) asetat Ditambahkan 1 tetes indikator Kristal violet Dititrasi sampel dengan larutan baku asam perklorat Dicatat volume titrasinya

3. Penetapan Kadar kloramfenikol dan metronidazole (Metode Nitritometri) Disiapkan alat dan bahan Ditimbang sampel setara 150 mg Ditambahkan sampel dengan 10 ml HCl encer Ditambahkan 1 g serbuk Zn sedikit demi sedikit hingga serbuknya habis bereaksi Ditambahkan 5 ml HCl encer Dibiarkan 15 menit kemudian disaring dan dicuci 3 kali dengan air

Dinginkan hingga suhu 15o C Ditambahkan indikator dalam, Trepeolin oo dan metilen biru 5 : 3 Dititrasi dengan NaNO2 0,1 N dengan TAT warna biru kehijauan Dicatat volume titrasi dan hitung kadar

4. Penetapan kadar Sefadroksil (Metode Iodatometri) Disiapkan alat dan bahan Ditimbang sampel 75 mg dan dilarutkan dalam air Diambil 10 ml sampel Ditambahkan 5 ml NaOH 0,1 N Dikocok dan dipanaskan hingga 10 15 menit pada suhu 80o C dan dinginkan. Ditambahkan 7 ml HCl 0,1 N Ditambahkan 5 ml kloroform Dititrasi dengan KIO3 hingga TAT warna ungu pada kloroform Dicatat volume titrasi dan hitung persen kadar.

5. Penetapan kadar Amosisiilin/Ampisilin (Metode Bromometri) Disiapkan alat dan bahan Diambil sampel 10 ml dan ditambahkan HCl 5 ml, 10 ml KBrO3 dan 1 g KBr Ditutup dan didiamkan 10 menit Ditambahkan KI 500 mg Dititrasi dengan Natrium tiosianat dengan indikator kanji Dicatat volume titrasi dan hitung % kadarnya

6. Penetapan kadar Amosisilin/Ampisilin (Metode Iodometri) - Disiapkan alat dan bahan - Diambil sampel 10 ml dengan pipet volume masukkan dalam erlenmeyer bersumbat

7. -

Ditambahkan 5 ml NaOH 1 N, panaskan 10 menit, dinginkan, Ditambahkan 5 ml HCl 2 N dan 10 ml I2 0,1 N Ditempatkan di tempat gelap 5 menit Dititrasi dengan Natrium tiosianat sehingga berwarna kuning Ditambahkan indikator kanji, dititrasi kembali dengan Natrium tiosianat hingga berwarna bening Dicatat volume titrasi Dan hitung % kadarnya Penetapan kadar Doksisiklin (Metode Bromometri) Disiapkan alat dan bahan Ditimbang sampel setara dan dilarutkan dengan air Diambil sampel 10 ml Ditambahkan 5 ml HCl Ditambahkan 10 ml KBrO3 Ditambahkan 1 g KBr Ditutup dan diamkan ditempat gelap 10 menit Dicuci dan dinginkan dengan air Ditambahkan 500 mg KI Dititrasi dengan Natrium tiosianat hingga berwarna kuning Ditambahkan 1 ml larutan kanji Dititrasi kembali dengan Natrium tiosianat Dicatat volume titrasinya dan hitung % kadarnya

BAB IV HASIL PENGAMATAN

IV.1 Tabel Kel Sampel

Metode

Kloramfenikol

Berat Sampel (mg) Dikromatometri 50 100 100

Cyprofloksasin TBA Doksisiklin TBA

Ampisilin Doksisiklin

Iodometri TBA Bromometri Iodimetri TBA Iodometri

100 150 100 100 100 100

Amoksisilin Amoksisilin Doksisiklin Ampisilin

5 6

Volume Titran (mL) V1 : 20 V2 : 10,5 2,6 Vblanko :0,4 Vtitran : 1,8 V1 : 10 V2 : 7,5 V1: 10 V2 :7,7 V1 :10 V2 : 8 9 5,9 V1 : 15 V2:13,3

Normalitas Persen Titran (N) Kadar (%) N1 : 0,134 102,61 N2 : 0,098 0,0539 51,54 0,0539 17,44

N1:0,1006 N2:0,1005 0,0539 N1:0,1070 N2:0,1005 0,1505 0,0539 N1:0,1006 N2:0,1005

93,96 19,10 15,74 79,10 51,09 64,2

Data Kualitatif Pereaksi Zat + 2 g NaOH + 3 mL air Zat + fehling A & B Zat + formaldehid + H2SO4 Zat + H2SO4 pekat Zat + pereaksi marquis FeSO4 + HNO3 Zat + NaoH (panaskan)

Y3 Kuning kuat (+) _ Kuning (+)

W5 Kuning muda (+) _ Kuning (+) _

W2 Kuning muda (+) _ Kuning (+) _

Q3 Kuning kuat (+) Hijau (-) Kuning (+) Kuning muda (+) Kuning (+) _ Jingga (+)

Z7 Kuning muda (+) _ Kuning (+) _

Kuning muda (+) _ _ Jingga (+)

Jingga (-) Jingga (-) _

Jingga (-) Jingga (-) _

Jingga (-) Jingga (-) Jingga (+)

Keterangan : Y3= + kloramfenikol dan + Amoxicilin W5= + kloramfenikol + ampicillin W2= + kloramfenikol + ampicillin Q3= + Kloramfenikol Z7= + Kloramfenikol + Cefadroxil

BAB V PEMBAHASAN

Antibiotik merupakan senyawa khas yang dihasilkan atau diturunkan oleh organism hidum termasuk struktur analognya yang dibuat sintetik yang dalam kadar rendah mampu menghambat atau membunuh satu atau lebih spesies mikroorganisme. Penetapan antibiotik secara kimia makin sering digunakan sebab mempunyai ketelitian yang tinggi, waktu analisis yang lebih cepat, dan lebih obyektif sehingga bisa menggantikan penetapan secara hayati. Kloramfenikol merupakan antibiotik spektrum luas dan sesuai untuk mengobati berbagai macam infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme. Kloramfenikol mempunyai rasa sangat pahit. Kloramfenikol bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein kuman. Yang dihambat ialah enzim peptidil transferase yang berperan sebagai katalisator untuk membentuk ikatan-ikatan peptide pada proses sintesis protein kuman. Kloramfenikol umumnya bersifat bakteriostatik. Pada konsentrasi tinggi, kloramfenikol kadang-kadang bersifat bakteriosid terhadap kuman-kuman tertentu. Ciprofloksasin termasuk antibiotik golongan fluoroquinon dengan spektrum luas, bekerja sebagai bakteriosid. Ciprofloksasin bekerja dengan cara menghambat kerja enzim DNA girase pada kuman yang merupakan bagian esensial dalam proses sistesa DNA bakteri. Karena mekanisme kerjanya spesifik, maka tidak terjadi resistensi parallel dengan antibiotika lain yang bukan golongan kuinolon karboksilat. Pada percobaan ini, dilakukan penetapan kadar kloramfenikol dengan metode dikromatometri. Dikromatometri adalah titrasi redoks yang menggunakan senyawa dikromat sebagai oksidator. Senyawa dikromat merupakan oksidator kuat, tetapi lebih lemah dari permanganate. Kalium dikromat digunakan hanya hanya dalam larutan asam dan direduksi dengan cepat pada temperature biasa menjadi garam kromium (III)

yang hijau. Warna hijau yang ditimbulkan oleh ion-ion Cr3+ yang terbentuk oleh reduksi kalium dikromat membuat tak mungkin titik akhir suatu titrasi dengan dikromat hanya dengan meniliti larutan secara visual sehingga harus digunakan suatu indikator. Pada penetapan kadar kloramfenikol, ditimbang sampel setara 50 mg kemudian ditambahkan dengan H2SO4 pekat sebanyak 10 mL dan ditambahkan kalium dikromat sebanyak 20 mL kemudian dipanaskan. Penambahan H2SO4 pekat ini untuk membuat lingkungan sampel menjadi asam. Larutan sampel dipanaskan selama 15 menit diatas kompor listrik, kemudian didinginkan segera. Larutan sampel di dalam erlenmeyere didinginkan di dalam baskom yang berisi air. Kemudian larutan sampel ditambahkan sedikit demi sedikti KI sebanyak 1 g dan didiamkan selama 5 menit ditempat gelap sampai terus dikocok. Penambahan KI sebagai katalisator yang mempercepat reaksi, karena titrasi dengan metode dikromatometri berlangsung lambat. Selanjutnya, ditambahkan indikator kloroform atau indikator kanji dan titrasi dengan natrium tiosulfat. Diamati perubahan warna yang terjadi pada titik akhir titrasi. Sedangkan pada penetapan kadar ciprofloksasin, menggunakan metode titrasi bebas air. Titrasi bebas air adalah suatu titrasi yang tidak menggunakan air sebagai pelarut, tetapi menggunakan pelarut organik. Dalam metode titrasi bebas air, tidak boleh ada air, sebab air dapat berkompetisi dengan asam-asam atau basa-basa yang sangat lemah dalam hal menerima atau memberi proton. Asam perklorat dalam larutan asam asetat merupakan asam yang paling kuat diantara asam-asam umum yang digunakan untuk titrasi basa lemah dalam medium bebas air. Dalam titrasi bebas air biasanya ditambah dengan asam asetat anhidrida dengan tujuan untuk menghilangkan air yang ada dalam asam perklorat. Dalam percobaan ini juga ditambahkan raksa (II)

asetat yang bertujuan untuk menghilangkan bromide atau klorida, karena adanya asam klorida/bromida dan asam-asam kuat lain harus dihindari karena bisa mengakibatkan penetapan kadar tidak kuantitatif karena asam-asam kuat ini juga bisa bereaksi dengan senyawa sampel yang bersifat basa. Ciprofloksasin ditimbang setara 100 mg dan ditambahkan 10 mL asam asetat glasial dan 1 mL raksa (II) asetat dan dititrasi dengan HClO4 dengan penambahan indikator Kristal violet. Pada percobaan ini diperoleh hasil persen kadar kloramfenikol yaitu 102, 61 % dan persen kadar ciprofloksasin yaitu 51,54 %. Persen kadar kloramfenikol memenuhi persyaratan sesuai dalam literatur yaitu Farmakope Indonesi Edisi III yaitu tidak kurang dari 92,5 % dan tidak lebih dari 107,5 %. Sedangkan persen kadar ciprofloksasin tidak memenuhi persyaratan sesuai dengan literatur yaitu British Pharmacopeia yaitu tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 102,0 %. Pada uji kualitatif, dilakukan uji terhadap sampel Y3, W5, W2, Q3, dan Z7. Pada sampel Y3 dan Q3, ketika sampel direaksikan NaOH dan air, menghasilkan warna kuning kuat. Dan pada sampel W5, W2, dan Z7 menghasilkan warna kuning muda. Lalu, sampel Y3, W5, W2, Q3, dan Z7 ketika direaksikan dengan formaldehid dan H2SO4, menghasilkan warna kuning. Sampel Y3 dan Q3 ketika direaksikan denganH2SO4 menghasilkan warna kuning muda. Sampel Q3 direaksikan dengan pereaksi Marquis menghasilkan warna kuning. Dan untuk sampel Q3 dan Z7, ketika direaksikan dengan NaOH dan lalu dipanaskan, menghasilkan warna jingga. Dari hasil percobaan kualitatif, dapat disimpulkan bahwa sampel Y3

mengandung kloramfenikol dan amoksisilin, sampel W5 dan W2 mengandung

kloramfenikol dan ampisilin, sampel Q3 mengandung kloramfenikol, dan sampel Z7 mengandung kloramfenikol dan sefadroksil Adapun faktor kesalahan yang mungkin terjadi pada percobaan ini antara lain : reagen atau pereaksi yangkurang baik kualitasnya, serta larutan baku yang kurang murni, alat-alat laboratorium yang digunakan kurang bersih, kesalahan dalam prosedur preparasi, human of error, serta mengambil reagen atau larutan baku yang tidak kuantitatif.

BAB VI PENUTUP

VI. Kesimpulan Dari hasil percobaan, pada uji kuantitatif, diperoleh persen kadar kloramfenikol 102,61 %, sedangkan persen kadar untuk ciprofloksasin yaitu 51,54 %. Hasil ini sesuai dengan persentase kadar pada literature (FI.III) yaitu tidak kurang dari 92,5 % dan tidak lebih dari 107,5 % untuk kloramfenikol dan tidak sesuai dengan persentase kadar pada literature (British Pharmacopeia) yaitu tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 102,0% untuk ciprofloksasin Pada uji kualitatif, diperoleh hasil bahwa sampel sampel Y3 mengandung kloramfenikol dan amoksisilin, sampel W5 dan W2 mengandung kloramfenikol dan ampisilin, sampel Q3 mengandung kloramfenikol, dan sampel Z7 mengandung kloramfenikol dan sefadroksil

VI.2 Saran Asisten agar lebih sabar dan semangat dalam membimbing praktikan

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudjadi. 2008. Analisis Kuantitatif Obat. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. 108, 119, 121 2. Ganiswarna, Sulistia G. 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi IV. Jakarta : Universitas Indonesia. 622, 651 3. Susanti, S., Jeanny Wunas. 1997. Analisa Kimia Farmasi Kuantitatif. Makassar : UNHAS. 1, 29,30, 70, 71, 74. 75, 144, 151, 196-198 4. Basset, J., dkk. 1994. Buku Ajar Vogel; Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik Edisi 4. Jakarta : EGC. 259 5. Gandjar, Ibnu Gholib. 2007. Pelajar.142,143,144, 153, 154 Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka

6. Roth, Hermann J.1981. Analisis Farmasi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. 241, 270, 271 7. Shofyan. 2010. Macam-macam Titrasi Redoks. Diakses dari http://forum.upi.edu/v3/index. Diakses tanggal 16 November 2011 8. Budiman, Melisa. 2011. Oksidasi dengan Kalium Dikromat dan Metode Titrasi Dikromatometri. Diakses dari http://www.chem-istry.org/materi_kimia/instrumen_analisis/dikromatometri/metode-titrasi-dikromatometri/ . Diakses tanggal 16 November 2011

9. Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Depkes RI. 42, 47, 48, 58, 94, 96, 151, 316, 598, 651, 698, 724 10. The Department of Health. 2009. British Pharmacopeia. London : The Stationery Office on behalf of the Medicines and Healthcare Products Regulatory Agency (MHRA). 1381, 3954 11. Auterhoff & Kovar. 2002. Identifikasi Obat. Bandung : ITB. 90, 141 12. Officers of the USP convention. 2007.US Pharmacopeia 30 NF 25. United States : The United States Pharmacopeial Convention.

Posted 19th November 2011 by merlie Labels: ANaLisIs FaRmaSI

Magic Door SCienCe n FanTasY


Blog ini berisi laporan-laporan dari PHARMACY WORLD frOm SCIENCE n segaLa hal tentang FANTASY!!! adA juGa NewS SEpUtaR KoReA n JepAnG..... ENJOY It PLiz,,,!!!

You might also like