You are on page 1of 14

MAKALAH ELUSIDASI STRUKTUR

ANALISIS KUANTITATIF DENGAN SPEKTROSKOPI UV-VIS


D I S U S U N OLEH:

1. Diny Ayifah 2. Della Arsela

(08111006048) (08111006052)

3. Septi Buana Sari (08111006034) 4. Nike Mardiana M (08111006056) 5. Regina Florencia (08111006062)

PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2014

I.

Prinsip kerja spektroskopi UV-Vis Interaksi antara energy elektromagnetik (energy cahaya) dengan materi (sampel). Sampel dalam kuvet disinari atau diberi energy cahaya dengan panjang gelombang spesifik, interaksi inilah yang menyebabkan terjadinya transisi elektronik sehingga electron-elektron pada ikatan didalam molekul menjadi tereksitasi sehingga menempati keadaan kuantum yang lebih tinggi dan dalam proses menyerap sejumlah energy yang melewati larutasn tersebut.

II.

Data yang digunakan untuk Analisa Farmasi dan Hukum yang Berlaku dalam Spektroskopi UV-Vis Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan hukum LambertBeer (Rohman, 2007). Hukum Lambert-Beer menyatakan hubungan linieritas antara absorban dengan konsentrasi larutan analit dan berbanding terbalik dengan transmitan. Dalam hukum Lambert-Beer tersebut ada beberapa pembatasan, yaitu : a. Sinar yang digunakan dianggap monokromatis b. Penyerapan terjadi dalam suatu volume yang mempunyai penampang yang sama c. Senyawa yang menyerap dalam larutan tersebut tidak tergantung terhadap yang lain dalam larutan tersebut d. Tidak terjadi fluorensensi atau fosforisensi e. Indeks bias tidak tergantung pada konsentrasi larutan Hukum Lambert-Beer dinyatakan dalam rumus sbb : A = .b.c dimana : A = absorban = absorptivitas molar b = tebal kuvet (cm) c = konsentrasi

secara kuantitatif berkas radiasi yang dikenakan pada cuplikan , dengan membandingkan intensitas sinar mula-mula (I0) dengan sinar yang dilewatkan dari cuplikan (It). ada kemungkinan fenomena yang terjadi yaitu : 1. I0 = It , artinya tidak ada sinar yang diserap atau semua ditransmisikan

(dilewatkan) 2. 3. It = 0, artinya semua sinar diserap I0 > It, sebagian sinar diserap dan sebagian lagi dilewatkan

Persamaan Lambert-Beer dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi (C) sampel yang diukur dengan cara spektroskopi dengan dua cara : Cara 1 : dengan cara manual Dengan cara membandingkan absorbansi sampel (Aspl) dengan absorbansi standar (Astd), maka konsentrasi sampel (Cspl) dapat dihitung dengan persamaan Aspl/ Astd = Cspl/ Cstd atau Cspl = (Aspl/ Astd) x Cstd Cara 2 : dengan cara kurva standar (baku) atau persamaan regresi Secara umum mengikuti persamaan linier y = Ax + b, dalam hal ini y adalah A (absorbansi) dan X adalah C (konsentrasi) serta a sebagai slope, sedangkan b adalah intersep. Kurva baku dibuat dengan cara mengukur absorbansi beberapa seri larutan standar. Penentuan kadar sampel metode regresi linier yaitu metode parametrik dengan variabel bebas (konsentrasi sampel) dan variabel terikat (absorbansi sampel) menggunakan persamaan garis regresi Kurva Larutan Baku. Konsentrasi sampel dapat dihitung berdasarkan persamaan kurava baku tersebut (Rohman, 2007).

Hukum Lambert-Beer Bila dalam suatu sampel terdapat lebih dar satu komponen yang menyerap cahaya yang mengenai sampel tersebut maka tiap komponen mempunyai panjang gelombang yang spesifik. Misalkan dua komponen masing-masing dengan 1 dan 2 pada 1 dan 2 maka terdapat dua persamaan lambert beer sebagai berikut

Pada 1: A1 = . b. C1 dan A2 = . b. C2 At (A total) = A1 + A2 At = . b. C1 + . b. C2 Untuk dua variable ( A dan C ) akan diperoleh dua persamaan kedua variable tersebut secara matematis akan ditentukan baik dengan metode eliminasi taupun subtitusi

Sumber : sitorus, marham.2009. spektroskopi elusidasi struktur molekul organic. Graha ilmu. Yogyakarta.

Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal. Ada beberapa alasan mengapa harus menggunakan panjang gelombang maksimal, yaitu yang pertama, pada panjang gelombang maksimal, kepekaannya juga maksimal karena pada panjang gelombang maksimal tersebut, perubahan absorbansi untuk setiap satuan konsentrasi adalah yang paling besar. Kedua disekitar panjang gelombang maksimal, bentuk kurva absorbansi datar dan pada kondisi tersebut hukum lambertbeer akan terpenuhi.Dan yang ketiga jika dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan oleh pemasangan ulang panjang gelombang akan kecil sekali, ketika digunakan panjang gelombang maksimal (Rohman, Abdul, 2007)

III.

Kriteria Sampel yang Dapat dianalisa dengan Metode Spektroskopi UV-Vis a. Syarat pengukuran dengan spektrofotometer VISIBLE: Sampel dalam larutan menyerap sinar tampak (350-770 nm) Larutan sampel harus bening dan berwarna Pelarut tidak menyerap sinar tampak

b. Syarat pengukuran dengan spektrofotometer UV: Sampel dalam larutan menyerap sinar UV (180-350 nm) Molekul senyawanya memiliki ikatan *, n-*) - *, rangkap atau electron nonbonding (transisi n-

Larutan bening dapat tidak berwarna Kemudahan metode ini adalah dapat digunakan baik untuk sample berwarna juga untuk sample tak berwarna.

Zat yang dapat dianalisis dengan spektrofotometri UV-Vis yaitu zat dalam bentuk larutan dan zat yang tampak berwarna maupun berwarna. Jenis spektroskopi UV-Vis terutama berguna untuk analisis kuantitatif langsung misalnya kromofor, nitrat, nitrit dan kromat sedangkan secara tak langsung misalnya ion logam transisi.

c. Pemilihan Pelarut Spektrofotometri UV-Vis dapat melakukan penentuan terhadap sampel yang berupa larutan,gas,atau uap. Untuk sample yang berupa larutan perlu diperhatikan beberapa persyaratan pelarut yang dipakai antara lain : Pelarut yang dipakai tidak mengandung ikatan rangkap terkonjugasi pada struktur molekulnya. Pelarut yang digunakan tidak berwarna . Tidak terjadi interaksi dengan molekul senyawa yang dianalisis. Kemurniannya harus tinggi atau derajat untuk dianalisis. Pada umumnya pelarut yang sering dipakai dalam analisis

Spektrofotometri UV Vis adalah air ,etanol,sikloheksan dan isopropano.

IV.

Analisis Kuantitatif Penggunaan sinar UV dalam analisis kuantitatif memberikan beberapa keuntungan, diantaranya ; Dapat digunakan secara luas Memiliki kepekaan tinggi Keselektifannya cukup baik dan terkadang tinggi Ketelitian tinggi

Tidak rumit dan sepat

Adapun langkah-langkah utama dalam analisis kuantitatif adalah ; Pembentukan warna ( untuk zat yang yang tak berwarna atau warnanya kurang kuat), Penentuan panjang gelombang maksimum, Pembuatan kurva kalibrasi, Peangukuran konsentrasi sampel. Larutan-larutan standar sebaiknya memiliki komposisi yang sama dengan komposisi cuplikan sementara konsentrosi cuplikan berada diantara konsentrasikonsentrasi larutan standar. Dengan membandingkan serapan radiasi oleh sampel terhadap larutan standar yang telah diketahui konsentrasinya dapat ditentukan konsentrasi sampel. Penentuan konsentrasi zat dalam contoh dapat ditentukan dengan dua cara, yaitu dengan cara kurva kalibrasi dan cara standar adisi. Cara kurva kalibrasi. Hal pertama yang dilakukan denagn menggunakan cara ini adalah pembuatan deret larutan standar, kemudian diukur serapannya dan dibuat kurva kalibrasi antara konsentrasi dengan serapan. Dengan mengukur serapan sampel dan memesukannya kedalam persamaan garis yang dihasilkan dari kurva kalibrasi, maka konsentrasi sampel akan diketahui absorbansi konsentrasi Cara standar adisi dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah larutan sampel yang sama ke dalam larutan standar. Cara ini menggunakan persamaan Lamber-Beer,

V.

Penerapan dalam Analisa Farmasi 1. Metode untuk kuantifikasi obat-obat dalam formulasi Contoh penerapan kadar: Furosemide dalam bentuk tablet:

i.

Serbuk tablet yang mengandung lebih kurang 0,25 g furosemide dikocok dengan 300 ml NaOH 0,1 M untuk mengekstraksi furosemide asam.

ii.

Ekstrak tersebut kemudian ditambahkan secukupnya sampai 500 ml dengan NaOH 0,1 M.

iii.

Satu bagian ekstrak disaring dan 5 ml filtrate ditambahkan secukupnya hingga 250 ml dengan NaOH 0,1 M

iv. v.

Absorbansi ekstrak yang diencerkan diukur pada 271 nm. Nilai A (1%, 1 cm) pada 271 nm adalah 580 pada larutan basa (farmakope)

Dari data berikut ini, hitung % kandungan yang dinyatakan di dalam suatu sampel tablet furosemide: Kandungan per tablet yang dinyatakan: 40 mg furosemide Bobot 20 tablet: 1,656 g Bobot serbuk tablet yang digunakan untuk penetapan kadar 1,5195 g Pembacaan absorbans: 0,596

Contoh perhitungan:

Kandungan yang diharapkan dalam serbuk tablet yang digunakan: Konsentrasi dalam ekstrak tablet awal: 1.028 x 50 = 51,40 mg/100 ml. Volume ekstrak awal: 500 ml. Jadi, jumlah furosemide dalam ekstrak awal: 51,40 x 5 = 257,0 Persen kandungan yang dinyatakan: . . Faktor pengenceran: 5 250 ml = 50. Konsentrasi dalam ekstraks tablet yang diencerkan:

2. Penentuan pKa beberapa obat

Ketika terjadi pergeseran UV yang tergantung pH, pergeseran tersebut dapat digunakan untuk menentukan pKa gugus dapat terionisasi yang menyebabkan pergeseran. Persamaan berikut ini dapat digunakan untuk asam dengan peningkatan pH menghasilkan pergeseran batokromik/hiperkromik.

Keterangan: A adalah absorbans terukur dalam suatu dapar yang pHnya diketahui panjang gelombang yang dipilih untuk analisis. Ai adalah absorbans terionisasi sempurna Au adalah absorbans tak terionisasi

Contoh perhitungan: Absorbans konsentrasi tetap feniefrin pada 292 nm diketahui sebesar 1,224 dalam NaOH 0,1 M dan 0,02 dalam HCl 0,1 M. Absorbans dalam dapar pada pH 8,5 diketahui 0,349. Hitung nilai pKa gugus hidroksil fenolik yang bersifat asam. Jawab:

3. Penentuan koefisien partisi dan kelarutan obat Koefisien partisi merupakan suatu perbandingan kelarutan suatu zat (sampel) di dalam dua pelarut yang berbeda dan tidak saling bercampur, serta merupakan suatu harga tetap pada suhu tertentu. Pengaruh koefisien partisi terhadap pH suatu bahan obat yang bersifat asam lemah. Seperti yang diketahui bahwa pada umumnya bahan-bahan obat sebagian besarnya bersifat asam lemah atau basah lemah. Jika dilarutkan dalam air akan membentuk ion-ion dan ada juga yang tidak terbentuk dalam ion, karena tidak mudah atau bahkan tidak larut dalam air. Tetapi, beberapa obat yang tidak larut dalam air tersebut dapat larut dalam lipid. Kelarutan obat tersebut terutama dipengaruhi oleh pH-nya.

Semakin cepat obat tersebut larut dalam tubuh, maka semakin cepat pula proses absorbsi atau penyerapannya oleh tubuh. Absorbsi obat juga dipengaruhi oleh koefisien partisi bahan obat tersebut. Koefisien partisi suatu obat merupakan perbandingan nilai kadar obat dalam fase lipoid terhadap kadar obat dalam fase air setelah mencapai keseimbangan. Contoh soal:

Analisis Data Volume fase air (asam salisilat) = 25 ml Volume fase lipoid (kloroform) = 9 ml Absorbansi awal asam salisilat = 0,155

Absorsivitas molar (Asam Salisilat) A=.b.c Keterangan : A b c = = = = Absorbansi Absorsivitas Molar Tebal Kuvet (diketahui = 0,1 cm) Konsentrasi

Konsentrasi Asam Salisilat pada pH = 3 pH = 3 [H]+ = 10-3

Koefisien Partisi Semu (APC) Asam Salisilat pada pH = 3

Tabel Hasil Pengamatan Absorbansi dan Koefisien Partisi Semu Asam salisilat Sebagaimana pada perhitungan di atas, nilai-nilai absorbansi dan koefisien partisi semu pada larutan dengan pH4 dan pH5 disajikan pada tabel berikut:

Grafik Hubungan Absorbansi pH Asam Salisilat

Grafik Hubungan APC- pH Asam Salisilat

Penjelasan: semakin meningkat pH larutan suatu asam lemah, dalam hal ini adalah asam salisilat, maka semakin meningkat juga nilai absorbansinya. Hal ini menunjukka bahwa perubahan pH mempengaruhi nilai absorbansi suatu larutan, di mana nilai pH suatu larutan berbading lurus dengan absorbansi. untuk memperoleh koefisien partisi suatu zat tertentu diperlukan persyaratan kondisi tertentu. Apabila salah satu dari persyaratan tersebut tidak terpenuhi, maka yang diperoleh adalah koefisien partisi semu atau biasa disingkat APC (Apparent Partition Coefficient). Untuk memperoleh nilai APC dapat digunakan beberapa persamaan matematis. semakin tinggi nilai pH suatu larutan, maka semakin rendah nilai koefisien partisinya. Hal tersebut berarti semakin mudah bahan obat tersebut terabsorbsi atau diserap oleh tubuh, karena berdasarkan teori bahwa semakin besar koefisien partisi suatu bahan obat, maka semaki sulit bahan obat tersebut terabsorbsi oleh tubuh, begitupun sebaliknya.

4. Digunakan untuk menentukan pelepasan obat dari formulasi seiring waktu, misalnya dalam uji disolusi.

Daftar Pustaka

Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta. Gandjar, Ibnu Gholib, Abdul Rohman, 2007. Kimia Farmasi Anaisis. Pustaka Pelajar: Yogyakarta. Watson, David G. 2005. Analisis Farmasi. EGC: Jakarta.

You might also like